problem produksi

23
Jenis-jenis masalah pada sumur produksi 1. Problem Scale Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-ion yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi, lubang sumur bahkan peralatan permukaan. Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain : a. Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk scale, bila bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut. Contoh yang umum adalah pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur, dimana yang satu mempunyai kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate. Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate (BaSO 4 ) yang dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras dan makin bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan permukaan dalam waktu yang lama. b. Penurunan Tekanan Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO 2 dan ion bikarbonat (HCO 3 - ) dari larutan. Dengan terbebaskannya gas CO 2 , sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO 3 . Hal ini berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya kemungkinan terbentuknya scale CaCO 3 . c. Perubahan Temperatur Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Temperatur mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia sangat tergantung pada temperatur. Misalnya kelarutan CaCO 3 akan berkurang dengan kenaikan temperatur dan kemungkinan terbentuknya scale CaCO 3 semakin besar.

Upload: agung-doank-yess

Post on 25-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

produksi

TRANSCRIPT

Page 1: Problem Produksi

Jenis-jenis masalah pada sumur produksi

1.      Problem Scale

            Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-ion yang

terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi, lubang sumur bahkan

peralatan permukaan.

Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :

a. Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda

Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk scale, bila bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut. Contoh yang umum adalah pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur, dimana yang satu mempunyai kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate.

Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate (BaSO4) yang dapat

menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras dan makin

bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan permukaan dalam waktu yang

lama.

b. Penurunan Tekanan

Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka akan terjadi penurunan tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO2 dan ion bikarbonat (HCO3

-) dari larutan.Dengan terbebaskannya gas CO2 , sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO3. Hal ini berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya kemungkinan terbentuknya scale CaCO3.

c. Perubahan TemperaturPada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Temperatur mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia sangat tergantung pada temperatur. Misalnya kelarutan CaCO3 akan berkurang dengan kenaikan temperatur dan kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.

2. Mekanisme Terbentuknya Scalea.        Makin besar pH

Makin besar pH cairan, maka akan mempercepat terbentuknya scale. Scale biasanya terbentuk pada kondisi basa (pH > 7).

b.       Terjadinya agitasi (pengadukan)Pengadukan atau goncangan akan mempercepat terbentuknya endapan scale. Scale biasanya terbentuk pada tempat dimana faktor turbulensi besar, seperti sambungan pipa, valve dan daerah-daerah penyempitan aliran.

c.        Kelarutan zat padatKelarutan zat padat yang dikandung oleh air sangat berperan dalam pembentukan scale, sebab bila kelarutan zat padat rendah atau kecil, maka kemungkinan untuk terbentuknya scale akan semakin besar.

3. Jenis-jenis scale yang terjadi antara lain :

Page 2: Problem Produksi

Scale Calcium Sulfate (CaSO4)

Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion calcium dan ion sulfat reaksinya sebasgai berikut :

Ca++ + SO4=                            CaSO4

Scale Barium Sulfate (BaSO4)

Scale Barium Sulfate dibentuk oleh kombinasi ion Ba++ dan ion SO4= dengan reaksi sebagai berikut :

Ba++ + SO4=                             BaSO4

Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)

Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau bicarbonate, sesuai dengan reaksi :

Ca++  + CO3=                                     CaCO3

Ca++ + 2(HCO3)                               CaCO3 + CO2 + H2O

Perubahan  kesetimbangan kimia ini menyebabkan terbentuknya scale yang dapat menghambat atau menutup pori-

pori batuan.

3. Cara mencegah terbentuknya scale :

Menghindari tercampurnya air yang incompatible (tidak boleh campur)

Mengubah komposisi air dengan water dilution (pengencer air ) atau mengontrol pH

Menghilangkan zat pembentuk scale

Penambahan scale control chemical

4.  Cara mengatasi problem scale

Penambahan larutan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetic)

Acidizing (Penambahan larutan HCl atau HCl:HF )

2.      Emulsi

            Emulsi adalah campuran dua macam cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat bercampur (immiscible).

Problem emulsi umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang tidak dapat bercampur

dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah dipisahkan dengan cara pengendapan. Namun  disegi lain

ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga diperlukan suatu usaha untuk pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting

yang membentuk emulsi stabil, yaitu :

Page 3: Problem Produksi

1.      Adanya dua macam cairan yang immiscible.

2.      Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk menyebarkan cairan yang satu ke dalam cairan yang lainnya.

3.      Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi menjadi stabil.

Di dalam emulsi cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut dispersed (internal) phase, dan cairan

yang mengelilingi butiran-butiran itu disebut continuous (external) pahase. Secara umum emulsi dapat

diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :

1.      Water in oil (W/O) emulsion dimana air sebagai dispersed dan minyak sebagai continious phase. Water in oil

emulsi inilah yang sering dijumpai.

2.      Oil in water (O/W) emulsion, dimana minyak sebagai dispersed phase dan air sebagai continious phase.

Ditinjau dari kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :

1.      Emulsi yang stabil adalah emulsi dimana minyak dan air tidak dapat memisahkan  diri tanpa bantuan dari luar.

2.      Emulsi yang tidak stabil adalah emulsi dimana minyak dan air dapat memisahkan diri tanpa bantuan dari luar,

cukup hanya diberikan settling time saja.

Kestabilan emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :

         Emulsifying agent, pada emulsi minyak bumi yang stabil. Hal ini terdiri dari : asphalt, resin, oil soluble organic

acid dan material-material halus yang lebih larut atau dapat berpencar dalam minyak daripada dalam air.

         Viskositas, jika tinggi maka kecendrungan untuk mengikat butiran air lebih besar dibanding minyak yang

viskositasnya lebih rendah. Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama untuk memecahkan

emulsinya.

         Specific grafity, bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling. Minyak yang berat berkecendrungan

untuk menahan butiran-butiran air dalam bentuk suspensi lebih lama.

         Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi yang kurang stabil, sehingga mudah dipisahkan dari

minyaknya.

         Umur emulsi, minyak yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam tangki, dan air yang tersisa terpisahkan

serta tidak segera dilakukan treatmen, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk dipisahkan.

A. Pencegahan problem emulsi

     Secara umum pencegahan problem emulsi  dapat dibagi 2 (dua) yaitu :

Tidak memproduksikan minyak dengan air secara serentak.

Mencegah timbulnya agitasi yang dapat membentuk emulsi

Karena memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka pencegahan agitasilah yang dituju, yaitu

dengan :

Page 4: Problem Produksi

Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang kurang tepat, dengan memberi tekanan

separator lebih besar namun dijaga perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan minyak ke separator.

Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :

a)      Perbedaan tekanan yang kecil antara up dan down-stream

b)     Temperatur didasar sumur jauh lebih tinggi dari temperatur permukaan

c)      Aliran yang lurus dengan jarak relatif panjang pada down-stream dari choke.

        Pembukaan dan penutupan sumur secara terencana

        Pada sumur-sumur yang di gas lift, pembentukan emulsi bisa dicegah dengan meningkatkan efisiensi gas lift di

tubing (pada continious gas lift) dan pemberian demusilfer pada ghatering systemnya.

        Pada sumur-sumur pompa, pembesaran efisiensi volumetris pompa yang akan mengurangi terjadinya emulsi yaitu

dengan pemasangan gas anchor, clearance pompa yang kecil, spacing yang baik serta kecepatan dan panjang stroke

yang semestinya.

 B. Penanggulangan problem emulsi

Terdapat beberapa macam cara untuk pemecahan emulsi, antara lain dengan :

1. Metode Settling Time (Pengendapan)

Dengan cara ini diharapkan air, emulsi dan minyak akan terpisah secara gravitasi (karena perbedaan densitasnya).

Peralatan yang dipakai dapat berupa : gun barrrel atau wash tank, free water knock out, storage tank, atau oil

skimmer.

2.      Metode Kimiawi (penggunaan demulsifer)Dengan metode ini dapat merusak film dari emulsifying agent yaitu dengan membuat kaku dan mengkerutkannya.

3.      Metode pemanasanMetode ini diterapkan dengan anggapan dispersed phase dalam emulsi tetap dalam keadaan bergerak (seperti gerak Brown dalam larutan koloid-koloid zig-zag). Panas akan mempercepat gerakan tersebut dan menyebabkan partikel dispersed phase saling tubrukan lebih sering dengan kekuatan lebih besar, sehingga menyebabkan lapisan film yang dibentuk emulsifying agent menjadi pecah, dan viskositas cairan makin berkurang yang menyebabkan air terpisah . Di lapangan metode ini diterapkan pada alat-alat Heater Treater.

4.      Metode elektrik (listrik)Prinsip metode ini adalah merusak atau menetralkan film penyelubung butiran-butiran air yang diinduksi oleh medan listrik statis, sedangkan minyak sebagai continious phase diinduksikan sehingga butiran-butiran air yang lebih besar akan cepat mengendap dibanding butiran air yang kecil .

5.      Metode kombinasiDi lapangan, metode kombinasi inilah yang sering diterapkan yaitu metode panas-kimiawi dan kimiawi-listrik. Selain itu terdapat metode kombinasi dengan sistem mekanik, yaitu :

      Filtering, dimana emulsi dipaksa mengalir melalui filter  (saringan) sehingga film yang menyelubungi dispersed phase pecah, namun demikian ternyata tidak semua terpecahkan.

      Centrifuging, dimana emulsi dipecah dengan gaya centrifugal        Seringkali metode pemecahan problem emulsi juga dikombinasikan dengan pemecahkan problem korosi.

3.      Problem Parafin

Page 5: Problem Produksi

            Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak mentah. Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon , kandungan wax (lilin) di dalam crude oil   , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus parafin adalah CnH2n+2.

                Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan hidrokarbon dan hidrogen antara C18H38  hingga C38H78 yang bercampur dengan material organik dan inorganik lain.            Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan temperatur. Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah daripada crude oil. Viskositas crude oil akan meningkat dengan adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan menjadi sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang (pour point). 1. Secara rinci penyebab utamanya adalah :

        Turunnya tekanan reservoir        Hilangnya fraksi ringan minyak        Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke tempat sekitarnya.        Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.        Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.        Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.        Terhentinya aliran fluida

2.   Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :        Sepanjang zona perforasi

        Pada tubing

        Flow line

        Separator

        Di stock tank

3.      Cara mengatasi problem parafin

        Mekanik (diresrvoir : hydroulic fracturing, di tubing dengan alat scraper dan cutter  dan di flowline dengan alat

pigging )

        Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak diesel) dengan cara pemanasan

(pemakaian heater treater, steam stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)

        Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene

        Acidizing

Kedua faktor (endapan inorganik dan organik)  ini akan menghambat aliran fluida reservoir ke sumur produksi dan membentuk daerah kerusakan atau “zona damage”. Penurunan produksi dari sumur minyak tergantung dari banyaknya dan tempat di mana endapan tersebut terdapat Gambar .3.6. merupakan model dari endapan parafin.

4.       Kepasiran (sand problem)            Seperti diketahui, pasir yang terproduksi bersama fluida formasi antara lain akan menyebabkan :

        Abrasi atau pengikisan  di atas permukaan (termasuk endapannya)        Dapat terjadi penurunan laju produksi, bahkan dapat mematikan sumur.

Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut adalah dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran. Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabila sumur tersebut diproduksikan  melebihi laju kritisnya, maka akan menimbulkan masalah kepasiran.Maksimum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa menimbulkan kepasiran dapat ditentukan dnegan suatu anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan keuatan formasi. Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.

1.      Faktor –faktor yang mempengaruhi problem terjadinya kepasiran : 

Page 6: Problem Produksi

 a. Kekuatan Formasi

Dalam masalah kepasiran, Tixier et.al. berpendapat bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung dari dua hal ,yaitu “intrinsic strength offormation” atau kekuatan dasar formasi dan kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan stress yang ditentukan oleh tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk dan sorting butiran serta sementasi diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay.

Untuk menentukan suatu formasi stabil atau tidak dari suatu lapangan dikenal kriteria kritis misalnya untuk

lapangan Gulf Coast digunakan kriteria kritis yang merupakan batas suatu formasi bersifat labil atau stabil, menurut

Tixier adalah :

G/Cb > 0.8 x 1012 psi2   : formasi stabil (kompak)

G/Cb < 0.8 x 1012 psi2   : formasi tidak stabil (tidak kompak)

b. Sementasi Batuan

Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari fromasi untuk menahan butiran pasir agar tidak terlepas

akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir dipengaruhi oleh friksi antar butir pasir dan kohesi antar butir pasir .

Friksi bertambah besar jika beban overburden bertambah besar. Kohesi antar butir timbul akibat sementasi dan

tegangan antar permukaan fluida.

            Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk

lengkungan kestabilan (arching) di luar lubang perforasi.

            Tixier menyatakan bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung pada kekuatan dasar formasi

(intrinsic strength of formation) dan kemampuan pasir untuk membentuk lengkungan yang stabil di sekitar lubang

perforasi.

Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu quartzite, graywacke dan

arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat (kalsit dan dolomit) dan silika (chert, chalcedonit dan kwarsa

sekunder), sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose sangat sedikit atau hampir tidak ada. Mineral

tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada pasir arkose dan graywacke. Lempung umumnya

menyelimuti butir-butir kwarsa dan bersifat sebagai mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak

tersementasi dengan baik sehingga sering menimbulkan problem kepasiran.

Sementasi batuan sangat berpengaruh  terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi dari butiran batuan

tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap kestabilan butiran tersebut. Semakin tinggi derajat

sementasinya , maka suatu formasi akan semakin kompak. Persamaan empiris yang menunjukkan hubungan faktor

formasi (F) terhadap porositas (f) dan faktor sementasi (m) telah diberikan Archie dalam bentuk sebagai berikut :

      ……………………………………………………..….(3-13)

c. Kandungan Lempung

            Sebagian besar formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan. Material lempung

terdiri dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan montmorilonite. Kelompok montmorilonite akan mengalami

swelling bila kontak dengan air.

            Pada umumnya lempung mempunyai sifat yang basah terhadap air atau water wet sehingga bila ia bebas

melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat yaitu :

Page 7: Problem Produksi

        Lempung akan menjadi lunak.

        Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan naik.

Akibat dari semua itu maka butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur bila air formasi mulai berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di dalam formasi dapat dilakukan dengan analisa logging. Adapun jenis log yang digunakan adalah : Spontaneous potensial log, resistivity log, gamma ray log dan neutron log. d. Laju Aliran Kritis

            Sand free flow rate adalah besarnya laju produksi kritis yang mana bila laju produksi sumur lebih besar dari

laju kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran.

            Stein-Odeh dan Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju produksi dari suatu

formasi. Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di

permukaan kelengkungan pasir yaitu saat laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan

kekuatan formasi.

            Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk

lengkungan kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan kata lain bahwa apabila produksi menyebabkan tekanan

kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya maka butiran pasir formasi akan bergerak atau mulai ikut

berproduksi. Gambar 3.8. merupakan gambaran Lengkung Kestabilan formasi

            Persamaan yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan sebagai berikut:1.      Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama

2.      Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman

3.      Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan untuk setiap interval perforasi

4.      Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval perforasi

5.      Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang kelengkungan adalah sebanding dengan kekuatan

formasi.

2. Cara Mengatasi Problem Kepasiran

            Pada hakekatnya problematika turut terproduksinya pasir dapat dokontroll dengan tiga cara, yaitu :

A. Pengurangan Drag Force           

            Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif digunakan dalam menontrol. Laju produksi yang

menyebabkan terikutnya produksi pasir harus dipertimbangkan pada laju per-unit area dari formasi yang permeabel.

            Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah aliran (flow area), kemudian

penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis, dimana di atas maximum rate tersebut pasir menjadi berlebihan.

            Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, kosentrasi akan naik turun dengan tajam seharga kosentrasi

mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan merusak brigde yang tidak stabil yang mana akan terbentuk

kembali pada laju aliran yang tinggi.

Page 8: Problem Produksi

            Ketika critical range yang telah dicapai, bridge tidak terbentuk kembali. Strength struktur telah terlampaui

dan produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian dikurangi sampai

dibawah critical range untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali, kemudian rate dapat ditambah

tetapi masih dibawah critical range.

            Prosedur ini disebut Bean-up Technique yang secara cermat dilakukan dalam periode beberapa bulan dan

efektif untuk menetapkan laju produksi maksimum suatu sumur.

B. Metode Mekanik

            Cara ini dilakukan dengan menggunakan gravel (dengan screen untuk menahan gravel) atau dengan screen

(tanpa gravel) untuk menahan butiran pasir yang ikut mengalir bersama fluida reservoir pada saat sumur

berproduksi.

            Masalah utama dalam meotde ini adalah bagaimana untuk mengontrol pasir formasi tanpa mengurangi

produktivitas sumur secara berlebihan.

Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain  :

1.      Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir.

2.      Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai gravel, maka harus sesuai dengan

ukuran butiran pasir.

3.      Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting.

Untuk perencanaan ukuran gravel maupun screen diperlukan distribusi ukuran pasir, ukuran besar butir

pasir, keseragaman buitran pasir dan tingkat pemilihan butiran.

Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve analysis. Dalam metode ini sampel

yang digunakan adalah yang representatif karena penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari suatu zona ke

zona yang lain.

Tingkat keseragaman butiran pasir oleh Schwartz dapat ditentukan dengan persamaan :

   ……………………………………………………………….(3-27)

dimana:

d40  = diameter butiran pasir pada titik 40 percentile pada kurva

d90  = diameter butiran pasir pada  titik 90 percentile pada kurva

C       = koefisien keseragaman (uniform coefficient)

            Schwartz menyatakan bahwa pengertian uniform coefficient adalah merupakan tingkat keseragaman dari

butiran pasir yang kemudian dapat menunjukkan baik atau buruknya pemilihan butir (sortasi). Harga C ini bervariasi

dan setiap harga menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran pasir, yaitu :

Jika C < 3 maka pasir seragam dan berukuran d10  sebagai ukuran gravel kritis

Jika C > 5 maka pasir tidak seragam dan berukuran d40 sebagai ukran gravel kritis

Jika C >10 maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran d70 sebagai ukuran gravel kritis

Page 9: Problem Produksi

Slotted atau Screen Liner

            Alat ini berbentuk pipa dan mempunyai sejumlah lubang pada sisinya dengan ukuran tertentu yang dipasang

didepan interval perforasi. Tujuan pemasangan alat ini adalah untuk menahan laju aliran butiran pasir yang terikut di

dalam fluida reservoir, sehingga fluida melaju tanpa adanya hambatan.

            Secara ideal, lebar lubang (slot) pada liner harus dapat menahan buitran pasir tetapi tidak membatasi aliran

fluida.

            Percobaan yang dilakukan oleh Coberly menyatakan bahwa batas tertinggi lebar lubang tidak boleh lebih

dari dua kali diameter 10 percentile agar dapat menahan secara efektif. Dalam menentukan ukuran screen ini,

beberapa ahli memberikan persaman-persamaan sebagai berikut :

1. Coberly :

     W = 2 x d10 …………………………………………………………(3-28)

2. Wilson :

     W = d10        ………………………………………………………………………………………(3-29)

3. Giil :

     W = 2 x d15    ……………………………………………………….(3-30)

4. De Priester :

     0.05 £ W £ d20    ……………………………………………………(3-31)

dimana :W     = lebar celah liner, in

d10  = diameter butir pasir pada titik 10 percentile pada kurva distribusi, in.

            Untuk menahan formasi pasir yang seragam, dimana butiran sulit untuk ditahan atau sering terjadi perubahan

kecepatan aliran, dianjurkan menggunakan lebar lubang sama dengan diameter 10 percentile atau W = d10

Gravel Pack

            Cara ini dilakukan dengan jalan memasang saringan pasir di bagian luar dan slotted liner di bagian dalam.

            Pada awalnya Coberly dalam perbandingan ukuran gravel sand hanya mempertimbangkan masalah

menahan/mencegah gerakan pasir kedalam lubang bor dan bukan permeabilitas gravel packnya. Kemudian menjadi

jelas bahwa produktivitas maksimum dari formasi pasir harus terhenti pada permukaan luar dari gravel pack. Jika

terjadi penghalang pasir didalam gravel pack itu sendiri, maka permeabilitas akan berkurang.

            Pengaruh dari G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack digambarkan dengan jelas pada penyelidikan

laboratorium oleh Saucier. Gambar 3.10. menunjukkan pengaruh G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack.

1. Ukuran Gravel Pack

            Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli memberikan saran sebagai berikut :

a. Coberly :

    D > 10  d10     ……………………………………………………………..(3-32)

b. Hill :

Page 10: Problem Produksi

    D  = 8  d10   ………………………………………………………………(3-33)

c. Tausch dan Corley :

    4  d10 < D < 6  d10   ………………………………………………………(3-34)

d. Schwartz :

Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu  dengan memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

1.  Analisa butiran pasir formasi

Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif, maka kurva tersebut digunakan untuk

perhitungan selanjutnya.

2.      Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio

G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran butir pasir formasi. G-S ratio sangat

penting hubungannya dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang diberikan oleh para ahli,

adalah sebagai berikut :

a. Saucier

      

b. Schwartz

       

        atau :

       

c. Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz :

       

d. Maly :

      

Untuk harga perbandingan G-S kurang dari 6, pasir tidak mampu masuk ke dalam gravel pack, jika

perbandingan ukuran G-S diantara 6-10.5 pasir bisa masuk dan akan mengurangi permeabiltas efektif gravel pack,

dan apabila perbandingan G-S lebih besar dari 10.5 maka gravel pack tidak mampu menahan pasir yang masuk.

Gambar 3.7. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel pack.

Schwartz mengakui adanya efek dari kecepatan aliran dan ia membuat rumusan yang sama dengan Saucier,

sebagai berikut :

1.      Pasir dengan C < 5 dan velocity < 0.05 ft/sec, menggunakan d10 sebagai ukuran gravel kritis.

2.      Pasir dengan C > 5 dan velocity > 0.05 ft/sec, menggunakan d40 sebagai ukuran gravel kritis.

3.      Pasir dengan C  > 10 dan velocity > 0.1 ft/sec, menggunakan d70 sebagai ukuran gravel kritisnya.

Jadi ukuran gravel pack adalah sebagai berikut :

D90 gravel = 6 x d90 pasir formasi ………………………………………(3-35)

Dimana kecepatan aliran (velocity) adalah :

 …………………………………..(3-36)

Page 11: Problem Produksi

Metode gravel packing disarankan untuk mengontrol pasir pada zone yang panjang. Gravel packing juga

baik dipakai untuk zone pendek, tetapi di dalam remedial work, multiple completion, diameter sumur yang kecil,

dan adanya abnormal prsessure akan menambah kesulitan dan biaya.

2. Tipe Gravel Pack            Untuk menempatkan gravel pack tergantung sistem sumur yang digunakan, penempatan gravel pack ada dua cara, yaitu :1. Open hole gravel pack, dimana selalu digunakan pada single completion

            Pada tipe ini, casing diset di atas formasi produktif, sedangkan gravel ditempatkan di annulus antara screen

liner dengan formasi. Biasanya lubang bor diperbesar (underreamed) untuk mengangkat kotoran-kotoran yang

diakibatkan saat pemboran berlangsung dan mengurangi tahanan alir dengan memperbesar radius pasir -gravel unit.

2.Cased-hole gravel pack

            Tipe dari cased-hole geavel packing dilakukan dengan menempatkan gravel di annulus antara screen liner

dengan casing dan sebagian di belakang perforasi (perforation tunnel).

            Fluida produksi yang mengalir harus melalui tiga bagian, yaitu bagian gravel yang mengisi tunnel perforasi,

gravel pack dan screen liner untuk mencapai lubang bor. Oleh karena itu, produktivitas ditentukan oleh tahanan alir

dari masing-masing bagian tersebut. Potensi terbesar untuk tahanan alir adalah bagaian perforasi.

3 .Kualitas Gravel

            Kualitas gravel sangat bervariasi dan tergantung pada sumber gravel yang ditangani. Gravel sangat bervariasi

di dalam kemurnian, kebundaran kekuatan dan kandungan kuarsa. Gravel dapat bercampur dengan kotoran dan

pecah selama transportasi dan penempatannya.

            API merekomendasikan pasir yang digunakan untuk gravel pack yaitu :

3.      Kebulatan dan kebundaran , 0.6 atau lebih dari skala Krumbein.

4.      Pembatasan kelarutan terhadap asam, tidak boleh lebih dari 1 % kelarutan dalam 12 % HCl atau 3% HF lumpur

asam. Kandungan kuarsa 98 % atau lebih.

5.      Kekuatan butiran (dalam standar tes laboratorium) bila diberi tekanan 2000 psi selama 2 menit tidak boleh rusak

lebih dari 4 % untuk ukuran 12/20, 16/30, dan 20/40 mesh atau 2 % untuk ukuran 30/50 dan 40/60 mesh.

4.Penyeleksian Screen Liner

            Screen liner yang digunakan harus sesuai dengan ukuran gravel, sehingga harus ditentukan ukuran screen

liner. Ukuran screen liner (W) mempunyai harga tertentu yang besarnya sesuai dengan strandar produksi pabrik

yang memproduksinya.

 

C. Metode Resin Consolidation

Page 12: Problem Produksi

            Metode ini umumnya digunakan pada formasi dimana material lepasnya sangat halus. Metode ini dilakukan

dengan menggunakan resin yang akan mengikat butiran pasir disekitar lubang bor. Resin akan mengikat buitran

pasir menjadi suatu gumpalan yang keras, dimana ikatannya kuat dan mempunyai compressive strength samapai

3000 psi.

            Sistim pengikatannya dengan menggunakan fluida pengikat, seperti :

Furan, Epoxy, Phenol Resin, Phenol Formaldehyd. Caranya yaitu dengan menginjeksikan sejumlah zat pengikat kedalam formasi unconsolidated sehingga material halus akan terikat dan menjadi butiran yang lebih besar dan lebih mudah dikontrol.            Metode ini digunakan pada zone pendek dimana karena suatu hal sehingga gravel pack tidak bisa digunakan.

Adapun beberapa keuntungan lain dari penggunaan metode ini adalah sebagai berikut :

1.      Tersedia untuk ukuran diameter yang kecil

2.      Cocok dipakai melalui tubing

3.      Awet dipakai pada open well bore

4.      Cocok untuk  sumur multiple completion (komplesi ganda)

5.      Dapat digunakan untuk sumur yang bertekanan abnormal, di offshore atau lokasi yang terisolasi diamana tubing

hoist tidak tersedia, sehingga akan mengurangi kesulitan dan biaya.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam  metode resin consolidation  adalah :

1.      Permeabilitas formasi harus merata

2.      Perforasi harus semua terbuka

3.      Interval produksi/perforasi tidak terlalu panjang (kurang dari 10 ft)

4.      Tidak banyak butiran asing selain pasir yang berbutir cukup besar

5.      Tidak terjadi kontaminasi plastik selama pengerjaannya

Pada dasarnya ada dua sistim pada resin consolidation method, yaitu :

a. Sistim Internal

Pada sistim ini dugunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras, pengencer, katalisator. Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya.b. Sistim external

Pada sisitm ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras. pengerasan pada saat overflush datang.

5.Korosi            Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, demana besi (Fe) bereaksi

membentuk senyawa hidroksida, karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh aliran. Sebagai akibatnya

adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi, yang akhirnya dapat menimbulkan kebocoran-kebocoran.

            Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO2, H2S, asam-asam organik, HCl dan oksigen

yang terlarutkan di dalam air.

1.      Faktor-faktor penyebab terjadinya korosi antara lain :

      Pengaruh komposisi logam, dimana setiap logam yang berbeda komposisinya mempunyai kecendrungan yang

berbeda pula terhadap korosi.

Page 13: Problem Produksi

      Pengaruh komposisi air, dimana pengkaratan oleh air akan meningkat dengan naiknya konduktivitas. Disamping itu

pengkaratan oleh air juga akan meningkat dengan menurunnya pH air.

      Kelarutan gas, dimana oksigen , karbondioksida atau hidrogen sulfida yang terlarut dalam air akan menaikkan

korosivitas secara drastis. Gas yang terlarut adalah sebab utama problem korosi. Jika gas-gas tersebut dapat dibuat

tidak memasuki sistem air dan air dipertahankan pada pH yang netral atau pH yang lebih tinggi, maka kebanyakan

sitem air akan mempunyai problem korosi sedikit.

      Akibat reaksi perubahan fase dan reaksi kimia secara langsung seperti pipa yang mengalami perenggangan.

2. Syarat-syarat terjadinya korosi adalah :

1.      Anoda

 Anoda merupakan bagian dari logam yang terkorosi. Pada waktu logam larut maka atom melepaskanelektronnya

sehingga logam menjadi positif. Reaksinya adalah sebagai berikut :

           Fe                                         Fe++ +2e

2.      Katoda

Katoda merupakan logam yang tidak terlarut tetapi merupakan tempat yang dituju oleh gerakkan elektron yang

dalam perjalanannya bereaksi dengan ion yang ada dalam air. Proses ini disebut reduksi, adapun reaksinya sebagai

berikut :

             2 H+ + 2e                                    H2    

3.      Elektrolit

Proses korosi akan berjalan secara simultan jika ada penghantar listrik yang disebut elektrolit. Dalam hal ini air

merupakan zat elektrolit yang mempunyai sifat hantar listrik, ini akan naik jika kadar garam dalam air itu

bertambah.

3.   Beberapa macam korosi yang sering dijumpai anatara lain 

        Sweet, Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh CO2 dan sam pekat serta tekanan parsialnya (7-30 psi atau

lebih). Adapun reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut  :

CO2 + H2O                H2CO3

Fe + H2CO3               FeCO3 +2H

        Sour Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh H2S (dan sejumlah kecil O2 dan CO2). Pada baja biasanya

membentuk serbuk hitam yang merupakan katode baja sehingga baja mudah patah atau aus. Karena molekul H

membuat celah atau retakan -retakan dan bila ada mikroorganisme maka akan mempercepat terjadinya korosi.

Adapun reaksi kimia yanga terjadi sebagai berikut  :        

H2S +Fe             FeS +2H

        Oxygen Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan oleh udara atau air yang mengandung O2, yang ditandai adanya

FeO(OH) dan Fe2O3 . Adanya gas yang mengandung CO2 dan H2S atau air garam dapat mempercepat lajunya korosi

tersebut. Adapun reaksi kimia yang terjadi adalah sebagai berikut :

  2Fe +  O2 + H2O                 Fe2O3 +H2O

Page 14: Problem Produksi

        Electrochemical Corrosion, yaitu korosi yang disebabkan kandungan anode, katode, elktrolit dan konduktor.

Ditinjau dari reaksi kimia-listriknya, maka terdapat  dua tipe yaitu : 

a.      Peristiwa pembalikan aliran listrik, bila dua keping logam yang berbeda dicelupkan pada media elektrolit yang

sama.

b.      Bila dua keping yang sejenis dilarutkan pada media salah satunya ditembuskan udara maka yang tidak

merngansdung udara menjadi katode, sebaliknya menjadi anode, Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 akan mengendap saat ion

besi (Fe++) bereaksi dan menghasilkan OH- pada katode.

4.   Cara pencegahan korosi antara lain dengan :

            Mengontrol atau menurunkan kadar salinitas, H2S, CO3 dan O2 dalam semua proses yang berhubungan dengan

produksi minyak, sehingga pH dapat dinaikkan (tingkat keasaman menurun).

            Pelapisan khusus (coating) pada pipa  dengan memakai “polythylene” dan “poly-vinyl chloride”.

Dalam pemakaiannya, coating harus bersifat :

a.      Mampu dan cukup kuat menahan tegangan dari perubahan suhu

b.     Berdaya ikat yang baik pada permukaan logam

c.      Bertahanan listrik tinggi setelah instalasi pipa dipasang

d.     Dalam waktu tertentu bereduksi lemah pada tahanan listriknya

            Pemakaian “corrosion inhibitor” secara efektif

Dalam pemakaian “corrosion inhibitor” diharapkan selain menetralisir korosi, juga melindungi dari elektrolit, yaitu :

a.      Pembentukan film (mengurangi difusi antara logam-elektrolit)

b.     Detergen (menjaga agar sistem tetap bersih)

c.      Demulsifer (menetralisir pembentukan emulsi-korosi inhibitor)

d.     Bakterisasi (mencegah pertumbuhan bakteri)

            “Cathodic Pretection” yaitu memasukkan arus listrik ke dalam logam, yang penggunaannya sesuai dengan:

a.      Resistivitas atau tanah sekeliling daerah tersebut

b.     Karakteristik pipa yang digunakan

3.1.2. Problem Mekanis

            Problem mekanis yang terjadi pada suatu sumur perlu diperhatikan, karena hal ini akan mempersulit

pengontrolan sumurnya, sehingga apabila tidak diatasi sejak dini akan menimbulkan kefatalan. Problem ini

umumnya adalah :

a. Kebocoran casing/tubing

Penyebab terjadinya problem ini adalah proses korosi, collapse (sambungan pada casing. Korosi pada casing

disebabkan adanya kandungan H2S, CO2, HCl, mud-acid atau perbedaan potensial/kontak dua macam fluida yang

berbeda kegaramannya, sehingga menyebabkan pengikisan kimiawi (non abrasi) pada dinding casing terutama

bagian dalamnya, sehingga makin lama makin tipis dan akhirnya bocor.

Page 15: Problem Produksi

Kebocoran casing tesebut dapat mengakibatkan terjadinya komunikasi zona-zona lain dengan zona produktif dan

mengakibatkan laju produksi minyak turun.

b. Keruskan primary cementing

Primary cementing adalah penyemenan pertama yang dilakukan langsung setelah casing dipasang begitu selesai

pemboran .

Tujuan primary cementing adalah :

        Memisahkan lapisan yang akan diproduksi dengan yang tidak

        Mencegah mengalirnya fluida dari satu lapisan ke lapisan yang lain

        Melindungi pipa dari tekanan formasi

        Menutup zona loss circulation

        Mencegah proses korosi pada casing oleh fluida formasi

Sebab-sebab terjadinya kerusakan primary cementing adalah adanya tekanan yang besar pada operasi kerja ulang

atau kualitas semen dan pengrejaannya yang tidak baik.

c. Keruskan peralatan produksi bawah permukaan

Keruskan peralatan produksi bawah permukaan antara lain :

        Tubing atau packer bocor

        Keruskan pada casing atau tubing

        Kesalahan atau kerusakan pada artificial lift

        Keruskan pada plug

Adapun problem di atas harus ditangani sejak dini dengan melakukan recompletion (komplesi kembali secara

keseluruhan sehingga baik/sempurna).

6.       Coning

Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak aplikasi dilapangan. Gejala ini

ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang terlalu dini. Penyebab timbulnya gejala coning pada sumur-sumur

minyak pada dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.

Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi sendiri-sendiri, tergantung pada

reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki lapisan ga diatas lapisan minyak dan atau lapisan air dibawahnya, maka

kemungkinan terjadi gejala coning ada.

Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi minyak , tetapi juga dapat

mengakibatkan  sumur di tutup atau ditinggalkan sebelum waktunya.

Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas yang melintasi bidang batas dari

arah vertikal. Sedangkan pada fingering  air dan atau gas mengalir melewati atau sepanjang bidang batas. Bidang

batas yang dimaksud adalah oil water contac atau gas oil contact yang berbeda dalam kondisi statis, yaitu ketika

belum terjadi aliran didalam reservoar.

Page 16: Problem Produksi

A.Faktor Penyebab Water/Gas Coning

            Water coning didefinisikan sebagai gerakkan vertikal dari air yang memotong bidang perlapisan didalam

formasi produktif. Terproduksinya air yang  berlebihan dapat terjadi sebagai akibat dari beberapa hal dibawah ini :

Perembesan air umumnya terjadi pada mekanisme pendororng water drive, water coning, water fingering, dan

terjadinya kerusakan primary cementing atau kebocoran casing.

Water fingering didefinisikan sebagai gerakan air menuju ke atas dalam zona yang lebih permeabel dari

multi zona. Didalam reservoar yang berlapis-lapis  gas fingering dapat terjadi lebih awal pada lubang bor dengan

perbedaan tekanan yang tinggi. Gas fingering lebih umum terjadi di dalam reservoar dimana permeabilitas antar

zona cukup besar perbedaannya.

            Gambar 3.16. merupakan bentuk kerucut air yang telah mencapai lubang perforasi, sedangkan gambar 3.17.

merupakan bentuk kerucut gas.

B. Cara Menangulangi  Water/GasConing

Produksi air yang berbentuk kerucut atau gas dapat mengurangi produksi secara signifikan. Oleh karena itu

penting untuk memperkecil atau paling tidak menunda terjadinya coning. Beberapa metode yang dilakukan untuk

menanggulangi terjadinya coning yaitu :

        Menrunkan laju produksi dibawah laju alir kritis (qo < qc)

        Jika mungkin mematikan sumur, selama waktu tertentu sehingga diperkirakan akan mengembalikan batas air-

minyak kekondisi awal.

        Menjalankan program kerja ulang, untuk menutup lubang perforasi awal dan melakukan perforasi dengan interval

yang baru.

             Analisa Kerusakan Formasi

           

            Untuk mengidentifikasi adanya indikasi kerusakan pada formasi dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa cara yang ada. Seperti Presure Build-Up Test dan Pressure Drawdown Test.