problem pemboran

Upload: andi-susetio

Post on 08-Jan-2016

102 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pemboran

TRANSCRIPT

PERENCANAAN DRILIING FLUID BERDASAR KARAKTERISTIK DAN KONDISI RESERVOIR YANG DITEMBUS

ANALISIS PROBLEM PEMBORAN DAN PENANGGULANGANNYAPROPOSAL KOMPREHENSIF

PROPOSAL

KOMPREHENSIF

Oleh :SYAHRIAR REZA OKTAVIAN113130090JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

YOGYAKARTA

2015ANALISIS PROBLEM PEMBORAN DAN PENANGGULANGANNYA

PROPOSAL KOMPREHENSIF

Oleh :SYAHRIAR REZA OKTAVIAN113130090

Disetujui Untuk Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas

Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan

Nasional Veteran Yogyakarta,

Oleh Dosen Pembimbing:

Pembimbing

(M.Th. Kristiati EA, ST, MT)KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan pertolonganNya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal komprehensif ini. Proposal komprehensif ini berjudul Analisis Problem Pemboran Dan Penanggulangannya, proposal ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai latar belakang, tujuan dan materi yang akan dibahas di dalam penyusunan komprehensif di Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral UPN Veteran Yogyakarta. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material, sehingga penyusunan proposal ini dapat selesai dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih terdapat banyak kekurangannya, sehingga kritik dan saran yang membangun akan sangat berarti bagi penulis untuk kesempurnaan proposal ini.

Akhir kata, semoga proposal komprehensif ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 2 Juni 2015Penulis

I.JUDUL

ANALISIS PROBLEM PEMBORAN DAN PENANGGULANGANNYA

II.LATAR BELAKANG

Operasi pemboran yang dilakukan tidak selalu berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan. Adakalanya terjadi masalah-masalah yang mengganggu operasi pemboran dan sangat merugikan, yang biasanya disebut sebagai Hole Problem. Secara terinci kerugian-kerugian ini meliputi kerugian terhadap waktu, peralatan serta biaya operasi pemboran. Untuk itu dalam menangani hambatan-hambatan yang terjadi, diperlukan analisis dan penanggulangan yang tepat terhadap jenis hambatan-hambatan yang terjadi selama operasi pemboran.

Pada operasi pemboran lubang bor haruslah dijaga agar tetap stabil dengan cara menyeimbangkan tegangan tanah dan tegangan pori di satu sisi dengan tekanan lumpur pemboran disekitar lubang bor dan komposisi kimia lumpur bor pada satu sisi yang lain. Setiap kali kesetimbangan diganggu akan timbul masalah disekitar lubang bor. Masalah-masalah pemboran dapat diklasifikasakan kedalam empat bagian, yaitu :

1.Pipa terjepit (pipe stuck).2. Shale problem (sloughing shale).3. Hilang Lumpur (lost circulation )4. Kick dan semburan liar.

III.MAKSUD DAN TUJUAN

Menganalisis penyebab terjadinya dan penanggulangan problem pemboran menggunakan metode yang sesuai untuk memperoleh laju pemboran yang optimum.1. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Pipa Terjepit.(Pipe Stuck).Definisi pipa terjepit adalah keadaan dimana bagian dari pipa bor atau selang bor (drill collar ) terjepit (stuck) di dalam lubang bor.3.1.1. Differential Pipe Sticking1.1.1.1. Tanda-tanda terjadinya Differential pipe stickingDifferential pipe sticking saat rangkaian pipa bor tidak bergerak sewaktu berada di lubang. Sebagai tanda terjadinya differential pipe sticking ini adalah tidak mungkinnya pipa digerakan baik ke atas maupun ke bawah dimana sirkulasi masih bisa dilakukan 100%, dimana hal ini diakibatkan karena satu sisi pipa yang menempel pada dinding lubang bor. Dalam hal ini tidak tampak adanya gejala sebelum jepitan, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan yaitu dengan :1. Mengurangi perbedaan tekanan, hal ini berarti memberi overbalance pressure yang minimal sekedar mengimbangi tekanan formasi dan memungkinkan terjadinya efek swab dan surge.2. Mengurangi daerah kontak, karena ketebalan formasi tidak dapat diubah secara fisik, maka daerah kontak hanya bisa dikurangi dengan mengurangi ketebalan mud cake. Hal ini berarti mengurangi kandungan padatan di dalam lumpur menjadi minimum dan menggunakan lumpur dengan water loss (kehilangan tapisan) yang rendah.1.1.1.2. Cara penanganan terhadap Differential Pipe StickingWalaupun sudah dicegah dengan cara diatas, tetapi rangkaian pipa bor tetap terjepit, maka ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membebaskan rangkaian pipa yang terjepit tersebut, beberapa metode yang umum digunakan adalah sebagai berikut :

1. Pengurangan tekanan hidrostatik

Metode yang biasanya dilakukan untuk mengurangi tekanan hidrostatik lumpur adalah pipa U (U-Tube). Rangkaian pipa bor dengan annulus antara rangkaian dan formasi dianggap sebagai pipa U, dengan pahat sebagai penghubung.

2. Perendaman fluida organic

Fluida organic biasanya disemprotkan sepanjang daerah jepitan untuk mengurangi ketebalan mud cake dan factor gesekan. Bila pipa terjepit, maka perlu dicari tempat jepitan. Biasanya jepitan terjadi karena endapan atau longsoran pasir, shale, atau clay. Bila demikian dapat dipompakan cairan perendaman pada lokasi tempat jepitan. Sambil direndam, pipa dicoba digerakan naik turun atau diputar, waktu perendaman dapat dipakai minyak, oil base mud, invert oil emulsion mud, asam (HCL), atau oil soluable surfactant (misalnya Pipe Lax) yang dilarutkan dalam diesel oil, dengan jumlah rata-rata 1 gallon surfactant untuk tiap barell minyak. Dalam hal ini perlu diperhitungkan agar caiaran perendam benar-benar berada di daerah jepitan.3. Operasi back-offBila pipa bor yang terjepit tidak dapat dibebaskan, maka ada kalanya pipa bor dilepaskan (back-off) atau dipotong diatas titik jepit. Pemotongan dapat menggunakan alat pemotong pipa (pipe cutter) atau dengan string shot, yaitu suatu penembakan keliling pada bidang tegak lurus terhadap pipa. Melepas pipa dengan back-off shot adalah dengan jalan memberikan ledakan pada sambungan yang akan dibuka. Sebelumnya, pipa bor harus diangkat agar pipa tersebut tidak mengalami gaya tarik (merupakan titik netral) dan kemudian diberikan torsi ke kiri. Sebelum operasi back off dicoba.3.1.2. Mechanical Sticking (Jepitan Mekanis)3.1.2.1. Tanda-tanda terjadinya mechanical Sticking

Mechanical sticking biasanya terjadi dalam bentuk tight spot. Tight spot dapat terjadi dari pemboran yang undergauge (ukuran lubang lebih kecil dari pada ukuran bit menurut program) sebagai akibat digunakanya bit yang sudah aus atau digunakanya diamond coring bit yang undersized. Tight spot ini ditandai sebagai kenaikan overpull selama operasi tripping out (beban yang terjadi akibat kenaikan buoyant weight dari rangkaian). Untuk mencegah terjadinya jepitan mekanis ini, tight spot harus di-reaming sebelum melakukan pemboran bagian lubang baru.3.1.2.2. Cara Penanganan Mechanical Sticking

Metode yang biasanya dilakukan adalah dengan usaha penggerakan pipa baik diputar maupun ditarik atau dengan mengaktifkan jar, apabila penanganan ini belum berhasil maka dapat dilakukan dengan cara perendaman fluida organic dan operasi back-off.3.1.3. Key Seat3.1.3.1. Tanda-tanda terjadinya Key Seat

Key Seat ini hanya terbentuk bila formasi yang ditembus lunak dan berat yang tergantung dibawah dog leg cukup besar untuk menimbulkan gaya lateral. Sebagai tanda telah terjadinya Key Seat ini adalah jika rangkaian dapat diturunkan dan tidak dapat ditarik. Tanda yang lain adalah naiknya drag, semakin keras suara rotary table dan masih bisa dilakukan sirkulasi 100%.3.1.3.2. Cara penanganan Key SeatUntuk mengatsi Key Seat, lubang harus di-reaming dan jika digunakan jar, maka dilakukan jar up (ke atas). Fluida organic dapat disemprotkan untuk mengurangi gesekan sekitar key seat sehingga memungkinkan dilakukannya usaha untuk menggerakan pipa. Key Seat ini dapat dicegah dengan membor lubang lurus atau menghindari perubahan mendadak sudut kemiringan atau sudut arah lubang pada sumur berarah.3.2. Shale Problem

Shale adalah batuan sedimen yang terbentuk oleh deposisi dan kompaksi sedimen untuk jangka waktu yang sangat panjang. Serpih komposisi utamanya adalah lempung (clay), lanau (silt), air dan sejumlah kecil quart dan feldspar. Berdasakan kandungan airnya, serpih dapat berupa batuan kompak atau batuan yang lunak dan tidak kompak, yang biasanya disebut dengan serpih lempung atau serpih lumpur.

Akibat yang timbul karena lubang bor runtuh atau longsornya shale antara lain :

Lubang bor membesar

Masalah pembersihan lubang

Pipa bor terjepit

Bridges dan Fill up

Kebutuhan Lumpur bertambah

Penyemenan yang kurang sempurna

Kesulitam dalam pelaksanaan logging

3.2.1. Jenis-Jenis Shale

Shale biasanya merupakan hasil endapan marine basin , terutama dari lumpur, silts dan clays. Dalam bentuknya yang lunak, biasanya disebut clay, bila makin dalam, maka tekanan dan temperatur yang tinggi endapan ini akan mengalami perubahan bentuk (consolidation), dan disebut sebagai shale. Karena perubahan proses metamorfosis disebut shale, phylite atau mica shist. Bila shale banyak mengadung pasir disebut dengan arenaceous shale. Sedang yang banyak mengandung organic material disebut carbonaceous shale.3.2.2. Sebab dan Cara Penanganan Shale Problem

Penyebab masalah shale ini dapat dikelompokkan dari segi lumpur maupun dari segi drilling practice atau mekanis. Beberapa penyebab dari kelompok mekanis yaitu :

Erosi, karena kecepatan lumpur di annulus yang terlalu tinggi.

Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang bor.

Adanya penekanan atau penyedotan pada waktu cabut dan masuk pahat.

Adanya tekanan dari dalam formasi.

Adanya Air filtrasi atau lumpur yang masuk dari dalam formasi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang bor dan masalah shale berkaitan dengan dua masalah pokok yaitu tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air filtrasi.

3.2.3. Gejala-gejala Yang Timbul Pada Saat Shale Problem

Gejala-gejala yang timbul sering tampak bila sedang mengalami masalah shale antara lain:

Serbuk bor bertambah banyak

Air filtrasi bertambah

Lumpu bor menjadi kental

Bit balling

Torsi bertambah besar

3.2.4. Usaha Menaggulangi Shale Problem

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha untuk menanggulangi masalah shale problem antara lain :

Lumpur bor yang baik ( SG cukup untuk menehan tekanan formasi, pH sesuai, sekitar 8,5 9,5 filtrasi rendah )

Mengurangi kecepatan di annulus

Pipa bor dalam keadaan tegang

Menghindari atau mengurangi kemiringan lubang bor

Menghindari swabbing dan pressure surge pada waktu cabut dan masuk pahat

.

3.3. Hilang Lumpur (Lost Circulation)

Lost circulation adalah peristiwa hilangnya lumpur pemboran masuk kedalam formasi. Hilang lumpur ini merupakan problem lama di dalam pemboran, yang meskipun telah banyak penelitian, tetapi masih banyak terjadi dimana-mana. Serta kedalaman yang berbeda-beda. Hilang lumpur terjadi karena dua faktor. Yakni : faktor mekanis dan faktor formasi.

3.3.1. Sebab-Sebab Hilang Lumpur.3.3.1.1. Faktor Mekanis

Hilang lumpur terjadi jika tekanan hidrostatik lumpur naik sehingga melebihi tekanan rekah formasi, yang mengakibatkan adanya crack yang memungkinkan lumpur mengalir kedalamnya. Hilang lumpur ini terjadi jika lubang pori lebih besar daripada ukuran partikel lumpur pemboran. Pada praktenya, ukuran lubang pori yang didapat mengakibatkan hilangnya lumpur berdada pada kisaran 0.1 1.00 mm. Pada lubang bagian permukaan, hilang lumpur atau hilang sirkulasi dapat menyebabkan washout yang besar, yang dapat menyebabkan rig pemboran yang digunakan menjadi ambles. Laju penembusan yang tinggi akan menyebabkan kertatan bor yang banyak dan bila terangkat dengan cepat akan menyebabkan kenaikan densitas lumpur yang pada akhirnya akan menaikkan tekanan hidrostatik.

Hilang lumpur juga terjadi sebagai akibat kenaikkan tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur yang disebabkan oleh kenaikkan berat lumpur yang mendadak atau gerakan pipa. Penurunan pipa yang cepat akan mengakibatkan fluida memberikan tekanan tambahan di annulus. Tekanan total sebagai akibat dari tekanan surge effect dan tekanan hidrostatik lumpur dalam kedaaan tertentu akan menjadi cukup tinggi untuk merekahkan formasi yang belum dicasing. Pada lubang intermediate, kebanyakan kasus hilang lumpur disebabkan karena memasuki zona deplesi dimana tekanan reservoirnya lebih kecil daripada formasi diatasnya, kenaikkan tiba-tiba dari tekanan hidrostatik lumpur sebagai akibat dari surging effect dapat merekahkan formasi yang lemah dan akan menyebabkan hilangnya sirkulasi.

3.3.1.2. Faktor Formasi

a. Coarseley Permeable Formation.

Coarsealy formation adalah formasi permeabel yang terdiri dari butir-butir penyusun yang kasar. Formasi ini menjadi sebab terjadinya lost, karena butir-butir penyusun yang kasar (berarti terdapatnya ruang pori yang sangat besar), maka kemampuan untuk menyerap lumpur juga besar. Apabila kemudian tekanan hidrostatik dari lumpur melebihi ambang batas kehancuran formasi, maka terdapat kemungkinan besar formasi tersebut akan pecah. Terpecahnya formasi akan menyebabkan lumpur mengalir ke dalam formasi. Contoh dari formasi ini adalah gravel dan pasir.b. Cavernous Formation

Cavernous formation adalah formasi yang terdiri dari Cavern (gua-gua), sehingga ruang pori yang cukup besar sebagai tempat mengalirnya fluida pemboran.c. Faults

Faults adalah patahan di dalam batuan dimana dapat ditemukan sejumlah perpindahan sepanjang batuan tersebut. Faults dapat menjadi sebab terjadinya lost karena di dalam patahan memungkinkan terdapatnya ruang akibat adanya perpindahan batuan, sehingga fluida pemboran dapat mengalir melalui fault tersebut. Terdapat bermacam-macam patahan yang kesemuanya ini dapat menjadi sebab terjadinya lost. Patahan tersebut diantaranya adalah patahan normal, naik, tumbuh dan transversal.3.3.2. Tindakan Pencegahan Hilang Lumpur

Pengamatan menunjukkan bahwa 50% dari hilang lumpur terjadi karena induced fracture. Dalam hal ini lumpur dapat terjadi dimana-mana dibawah sepatu casing. Untuk itu sebelum terjadi hilang lumpur diupayakan beberapa tindakan pencegahan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya hilang lumpur, anatara lain adalah:

1. Berat lumpur, berat lumpur dijaga agar tetap minimum, sekedar mampu mengimbangi tekanan formasi. Serbuk bor yang berada di annulus juga mengakibatkan kenaikkan berat lumpur. Jadi pembersihan lubang bor harus dilakukan apabila ini terjadi.

2. Viskositas dan gel strength. Gel strength dijaga agar tetap kecil, karena gel strength yang besar memerlukan tenaga yang besar pula untuk memecah gel tersebut. Hal ini sangat berbahaya jika terjadi, karena dapat mengakibatkan pecahnya formasi. Karena disarankan untuk menggerakkan meja putar terlebih dahulu sebelum menjalankan pompa.

3. Pada waktu masuk pahat agar dihindari kemungkinan terjadinya pressure surge untuk mencegah terjadinya pecah formasi. Juga pada saat cabut pipa supaya dihindari terjadinya swabbing.

4. Bila diperkirakan akan terjadi hilang lumpur, lumpur dapat ditambah dahulu dengan bahan penyumbat (Lost Circulation Material, LCM) yang lembut. Misalnya 5 lbs/bbl walnut shells, mika. Bahan-bahan penyumbat yang lembut ini dapat disirkulasikan dengan lumpur dan dapat melewati mud screen.

5. Pada saat dilakukan pemakaian casing protekor harus dipastikan bahwa casing protector tersebut benar-benar dalam keadaan baik, karena penambahan pressure loss di annulus mengakibatkan bertambahnya tekanan pada dasar lubang bor.3.3.3. Cara Mengatasi Hilang Lumpur

Cara mengatasi terjadinya hilang lumpur tergantung dari sebab-sebab terjadinya dan sifat-sifat formasi yang dilalui. Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :

1. Bahan PenyumbatAda beberapa macam bahan penyumbat yang sering digunakan digunakan dilapangan antara lain :

Granular material, seperti nut shell, nut plug, tuff plug.

Fibrous material, seperti leather floc, fiber seal dan cheap sheal Flakes, seperti mika dan cellophone.

Kombinasi dari jenis bahan-bahan diatas.

Heat Ewkspanded material, seperti ekspanded perlite.

Bahan-bahan khusus, seperti High Filter Loss Slurry, Bentonite Diesel Oil Slurry atau Bentonite Diesel Oil Cement Slurry.

2. Seepage Loss

Seepage Losses adalah apabila lumpur hilang dalam jumlah relatif kecil, kurang dari 15 bbl/jam.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan :

Bor terus dan berat lumpur dikurangi. Diharapkan serbuk bor dapat menyumbat pori-pori tempat hilang lumpur.

Dapat ditambah bahan penyumbat yang halus sekitar 5 lbs/bbl lumpur. Bahan penyumbat ini dapat lewat screen.

Bila belum berhasil, angkat pahat sampai pada casing shoe, dan dapat ditunggu sampai sirkulasi. Dalam periode menunggu ini diharapkan serbuk bor dapat menyumbat.

Kurangi tekanan pompa.3.Partial Loss

Yang dimaksudkan dengan partial loss adalah hilang lumpur yang agak besar, lebih dari 15 bbl/jam.Usaha-usaha yang dapat dilakukan :

Mengurangi berat lumpur, mengurangi tekanan pompa dan periode menunggu.

Dapat dicoba dengan bahan penyumbat, dengan bact method, caranya :

Siapkan bahan penyumbat dengan Lumpur khusus untuk membawa bahan-bahan tersebut, sekitar 200bbl.

Bahan penyumbat ada dari berbagai macam jenis dan ukuran, sekitar 25-35 lbs/bbl lumpur.

Bila hilang lumpur semakin besar, maka serta bahan ukuran bahan penyumbat juga diperbesar tetapi masih dapat dipompakan.

Bahan penyumbat dipompakan kedalam lubang bor. Pada waktu bahan penyumbat sampai pada p[ahat, pemboran dapat dimulai lagi. Diharapkan sirkulasi dapat pulih.

4. Complete Loss Of Returns

Lumpur yang tidak keluar dari lubang bor, tetapi lubang bor tetap penuh. Hal yang dapat diusahakan antara lain adalah dengan memakai high filter loss slurry seperti di atas, atau dengan menambah soft slug.

5. Lumpur Tidak Sampai ke Permukaan

Keadaan ini sangat berbahaya, karena berarti pengurangan tekanan hidrostatis lumpur dapat mengundang well kick. Usaha yang harus dilakukan adalah mengisi lubang annulus dengan air, jumlahnya harus diperhitungkan. Apabila ternyata lubang bor dapat penuh dan mengingat ketinggian kolom air dapat dihitung, maka tekanan hidrostatis seluruh cairan dapat dihitung. Selanjutnya dapat dihitung pula berat lumpur maksimum yang ditahan oleh formasi tersebut dalam keadaan statis.

.....................................(3.1)

Keterangan :

(max= Berat lumpur maksimum, lbs/gal

(mud= Berat lumpur semula, lbs/gal

D= Kedalaman sumur, ft

h= Tinggi kolom cairan, ft

6. Blind Drilling

Pemboran yang menembus formasi dengan tekanan yang sangat rendah, bahkan dibawah tekanan hidrostatis air. Untuk mengatasi hal ini antara lain digunakannya lumpur yang sangat ringan, misalnya aerated mud atau mist drilling, sampai formasi yang cukup stabil (consolidated). Kemungkinan yang sulit lagi apabila lumpur tidak dapat mencapai permukaan. Kita dapat melakukan pemboran tanpa sirkulasi balik (blind drilling). Namun hal ini sangat berbahaya dan harus disiapkan dahulu segala sesuatunya untuk setiap saat menutup sumur dan melakukan cement plug bila terjadi kick.

3.4. Kick Dan Blow Out

Kick adalah masuknya fluida formasi kedalam lubang sumur. Hal ini dikarenakan lumpur pemboran tidak dapat mengontrol tekanan formasi. Lumpur pemboran memberikan tekanan hidrostatis kepada tekanan formasi. Bila tekanan hidrostatis lebih kecil dari pada tekanan formasi maka terjadilah kick. Fluida formasi (air, minyak, gas) yang sudah masuk kedalam lubang sumur ini mempunyai tekanan yang besar, sehingga fluida ini mengalir ke permukaan jika tidak dapat dikontrol dengan cepat, maka menyemburlah fluida formasi tersebut ke permukaan. Hal ini disebut blow out. Bila yang menyembur minyak dan gas maka akan sangat berbahaya sekali, karena kalau ada sepercik api saja maka akan menimbulkan ledakan.

3.4.1. Sebab-Sebab Wellkick

Well kick adalah suatu kejadian dimana fluida formasi masuk ke dalam lubang bor. Bila well kick tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan terjadinya semburan liar. Sebab-sebab terjadinya kick, secara garis besar adalah bila tekanan hidrostatik lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi. Adapun sebab-sebab tekanan hidrostatik lumpur tidak dapat megimbangi tekanan formasi adalah :

1. Berat jenis lumpur pemboran turun.

Dalam hal ini tekanan hidrostatis lumpur lebih kecil daripada tekanan formasi.

Ph = 0.052 x D x w(3.2)

Dimana :

Ph= tekanan hidrostatis lumpur, psi.

D= kedalaman lubang bor, ft.

W= berat jenis Lumpur, lbs/gal.

Berat jenis lumpur turun diakibatkan bercampurnya fluida firmasi dengan lumpur bor. Dengan kata lain masuknya fluida formasi ke dalam lubang bor akan menyebabkan berat lumpur turun. Masuknya fluida lumpur pemboran dapat disebabkan karena :

a. swabbing effect.

Swab effect terjadi apabila pemcabutan rangkaian peralatan pemboran terlalu cepat, sehingga antara rangkaian peralatan pemboran dan dinding lubang bor laksana piston. Ruang bawah pahat yang ditinggalkan oleh drill string menjadi kosong dan fluida formasi akn terhisap ke dalam lubang sumur.

Ditambah lagi dengan viskositas lumpur yang besar (lumpur kental ), maka gerakan lumpur yang ada di atas pahat terlambat mengisi ruang yang ada di bawah pahat. Akibatnya masuknya fluida formasi masuk ke dalam lubang dan bercampur dengan lumpur bor, menyebabkan berat jenis lumpur akan turun hil ini dapat menurunkan tekanan hidrostatik lumpur bor.

b. Menembus formasi gas.

Pada waktu menembus formasi gas, serbuk bor yang dihasilkan mengandung gas, walaupun pada mulanya tekanan hidrostatik lumpur dapat membendung gas supaya tidak masuk ke dalam lubang sumur, tetapi gas dapat masuk kedalam lubang bor. Kalu hal ini terjadi, maka tekanan hidrostatik lumpur tidak dapat lagi membendung masuknya gas ke dalam sumur secara lebih besar.

2.Tinggi kolom lumpur turun.

Bila formasi pecah atau ada celah-celah pada lapisan di dalam lubang, maka lumpur bor akan masuk ke dalam lapisan yang pecah atau bercalah tersebut. Akibat turunnya tinggi kolom di annulus tersebut, maka tekanan hidrostatik lumpur juga dapat turun.

3. Hilang lumpur.

Hilang lumpur adakalanya terlalu besar sehingga permukaan dalam lubang bor akan turun, dan tekanan hidrostatik lumpur dapat menjadi kecil daripada tekanan formasi. Hilang lumpur ini dapat terjadi karena porositas formasi terlalu besar, formasi yang bergua, mungkin pula karena ada celah-celah atau rekahan di dalam formasi.

4.Abnormal Pressure.

Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat tinggi, dan melebihi tekanan hidrostatik lumpur.

3.4.2. Peralatan Deteksi Wellkick

Peralatan standard :

1. Pit level indicator, dipakai level-measuring tranduscer pada setiap tangki lumpur, sehingga volume lumpur di tangki selalu dapat dicatat.

2. Pump stroke counter, alat penghitung jumlah langkah pompa ini sangat perlu untuk pengendalian kick atau semburan liar.

3. Flow indicator, pada flow line untuk mengamati adanya atau besarnya aliran pada flow line.

4. Trip tank, untuk mengamati jumlah lumpur yang keluar atau masuk lubang bor pada waktu operasi cabut atau masuk pahat.

5. Gas chromatograph, untuk menganalisa gas.

Dalam hal ini peralatan sembuaran liar akan berfungsi untuk mengatasi kick dan semburan liar. Untuk itu diperlukan peralatan yang baik dan mempunyai tekanan kerja yang sesuai.

IV. METODOLOGIAnalisa penyebab dan penanggulangan problem pemboran ini menggunakan metode seperti berikut :1. Pipe sticking :

Perendaman fluida organic dan

Operasi back-off yang meliputi :

a. Metode perenggangan (pipe stretch) dengan pengamatan di permukaan.Sesuai hukum Hook :

......(4.1)

Dimana :

L = Panjang pipa yang bebas

P = Overload/tarikan

E = Modulus Young

A = Luas Penampang Pipa

L = Regangan/pemanjanganSelanjutnya dengan memanipulasi rumus tersebut ke dalam satuan Inggris di dapat :

(4.2)

Dimana :

L = Panjang pipa yang bebas

P = Overload/tarikan, lbs

W = Berat pipa, lbs/ft

l = Pemanjangan (strech), inchb. Metode peregangan dengan menggunakan alat pengukur tarikan khusus,yang disebut dengan free point indicator2. Shale problem

Didasarkan atas keefektifan dari Mud practis dan drilling practis

Mengetahui jenis-jenis problem shale yang terjadi yang meliputi dari :

1. Sloughing shale

2. Caving

3. Heaving 4. Tight hole

5. Hole enlargement

3. Hilangnya lumpur (lost circulation)

Menggunakan jenis lumpur yang sesuai (Mud practis) dalam memperkirakan dan treadment sifat fisik lumpur pemboran dan reologi lumpur yang digunakan4. Well kick Mengontrol tekanan hidrostatik dari lumpur yang digunakan dan memprediksikan tekanan formasi pada formasi yang ditembus,

Mempersiapkan peralatan pengaman.

V. KESIMPULAN SEMENTARA

1. Pipe sticking dapat dibedakan atas bebrapa jenisnya,yaitu:

Differential pipe sticking

Mechanical sticking

Key seat

Dalam penanggulangannya dapat dilakukan dengan metode perendaman fluida organik dan operasi back-off.2. Shale problem dapat terjadi bila menembus foramsi shale dan penanggulangannya dapat menggunakan prinsip mud praktis dan drilling praktis3. Pada problem hilangnya lumpur pemboran (lost circulation) ini disebabkan oleh sifat fisik dan rheologi lumpur yang kurang baik , factor mekanis dan factor formasi yang ditembus.

4. Well kick dapat diatasi dengan cara pengontrolan berat jenis lumpur yang digunakan (ph >pf) sekedar dapat mengimbangi.RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTARDAFTAR ISI DAFTAR GAMBARDAFTAR TABELDAFTAR LAMPIRAN BAB I. PENDAHULUANBAB II. TINJAUAN UMUM SUMUR X LAPANGAN Y

1.1. Letak Geografis

1.2. Geologi Lapangan

1.2.1. Stratigrafi Lapangan

1.2.2. Struktur GeologiBAB III. TEORI DASAR PROBLEM PEMBORAN3.1. Pipe sticking3.2. Shale problem 3.3. Lost circulation3.4. Kick dan Blow outBAB IV. PENANGGULANGAN PROBLEM PEMBORAN PADA SUMUR X

LAPANGAN Y 4.1. Deskripsi problem pemboran di Lapangan X4.2. Rekapitulasi Data Pemboran

4.3. Pengolahan Data 4.4. Penanggulangan problem pemboranBAB V. PEMBAHASAN 5.1. Evaluasi problem pemboran pada lapangan Y

5.2. Evaluasi penanggulangan problem pemboran pada sumur X

BAB VI. KESIMPULANDAFTAR PUSTAKALAMPIRANDAFTAR PUSTAKA

1. Adam, J. Neal, Drilling Engineering A Complete Well Planning Approach,Pen Well Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1985.2. Lummus. J. L., Drilling Fluids Optimization, Penn Well Publishing Co., Tulsa Oklahoma, 1986.3. Rubiandini., Rudi, Dr, Ir, Teknik Pemboran II, Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta 1998.4. R. Aguilera, J.S. Artindale, G.M. Cordell, M.C. NG., Horizontal Wells, Formation Evaluation, Drilling, and Production Including Heavy Oil Recovery, Horizontal and Directional Drilling., Gulf Publishing Company Houston, Texas, 1991. 5. __________________., Guidlenes for Mud Practices and Drilling Optimation, Hughes Cristensen Hydraulic Manual.6. Bourgoyne, A. T., et al., Apllied Drilling Engineering, Society of Drilling Engineerings, Richardson, Texas, 1986.7. __________________., Drilling Technology, Well Planning Manual volume IV (DEA-44) Maurier Engineering Inc, Houston, Texas, 1993.8. Buntorom, Aris, Ir,MT., Dasar Perencanaan Program Lumpur Pemboran, Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta 2002.9. Rabia, H., Oil Well Drilling Engineering Principles and Practice, University of New Castle, UK, 198_1137965560.unknown

_1137965561.unknown

_1117383740.unknown