pemboran dan peledakan

47
BAB IV PEMBORAN DAN PELEDAKAN Kegiatan pembongkaran dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemboran dan peledakan. Adapun tujuan dari pada kegiatan pembongkaran yaitu untuk membebaskan batuan dari batuan induknya dengan ukuran fragmentasi tertentu sehingga sesuai untuk proses selanjutnya. 1. GEOMETRI PEMBORAN Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak, kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran. a. Diameter lubang tembak. Di dalam menentukan diameter lubang tembak tergantung dari volume massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran.. Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak tidak cukup untuk menghasilkan IV-1

Upload: winda-widya-wati

Post on 25-Jul-2015

1.525 views

Category:

Documents


75 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemboran Dan Peledakan

BAB IV

PEMBORAN DAN PELEDAKAN

Kegiatan pembongkaran dilakukan dalam dua tahap, yaitu pemboran dan

peledakan. Adapun tujuan dari pada kegiatan pembongkaran yaitu untuk membebaskan

batuan dari batuan induknya dengan ukuran fragmentasi tertentu sehingga sesuai untuk

proses selanjutnya.

1. GEOMETRI PEMBORAN

Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak,

kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

a. Diameter lubang tembak.

Di dalam menentukan diameter lubang tembak tergantung dari volume

massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang

diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan

dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran..

Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang

dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan

yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang

tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada

batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi. Ketika

kekar membagi burden dalam blok-blok yang besar, maka fragmentasi yang akan

terjadi bila masing-masing terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini

menghendaki diameter lubang tembak yang kecil.

Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau

hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan

stemming, di mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan

semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang,

sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming

dapat dikurangi.

IV-1

Page 2: Pemboran Dan Peledakan

b. Kedalaman lubang tembak

Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang

yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka

hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang

mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

c. Kemiringan lubang tembak (Arah pemboran)

Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan

arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar

untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam

geometri peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai

jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan

tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan

dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian

bawah lantai jenjang.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk

bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya

batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang

tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 1)

Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah :

Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :

Keuntungannya :

Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika

dibandingkan dengan lubang ledak miring.

Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.

Lebih mudah dalam pengerjaannya.

Kerugiannya :

Penghancuran sepanjang lubang tidak merata

Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah stemming.

Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang ( toe ).

Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang ( backbreak ) dan getaran

tanah.

Untuk lubang tembak miring adalah :

IV-2

Page 3: Pemboran Dan Peledakan

Keuntungannya :

Bidang bebas yang terbentuk semakin besar

Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus

Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan jenjang yang

dihasilkan lebih rata.

Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.

Kerugiannya :

Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar lubang.

Biaya operasi semakin meningkat.

GAMBAR 1

PENGARUH ARAH LUBANG TEMBAK

d. Pola pemboran

Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya

menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :

Pola pemboran segi empat (square pattern)

Pola pemboran selang-seling (staggered)

IV-3

Page 4: Pemboran Dan Peledakan

Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan

lubang-lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan

membentuk segi empat ( Gambar 2). Pola pemboran segi empat yang mana

panjang burden dengan panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular

pattern (Gambar3). Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola

pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling

sejajar (Gambar 4), dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana panjang

burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered rectangular pattern

(Gambar 5).

Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum,

karena lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk

meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola

pemboran selang-seling lebih efektif.

Bidang Bebas

B

● S ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S = B

GAMBAR 2.

POLA PEMBORAN SEGIEMPAT (SQUARE PATTERN)

IV-4

Page 5: Pemboran Dan Peledakan

Bidang Bebas

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S ≠ B

GAMBAR 3.POLA PEMBORAN SEGI EMPAT (SQUARE RECTANGULER PATTERN)

Bidang Bebas

B

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

S

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S = B

GAMBAR 4.

POLA PEMBORAN SELANG-SELING (STAGGERED SQUARE PATTERN)

IV-5

Page 6: Pemboran Dan Peledakan

Bidang Bebas

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S ≠ B

GAMBAR 5.

POLA PEMBORAN SELANG-SELING (STAGGERED RECTANGULER PATTERN)

2. GEOMETRI PELEDAKAN

Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan

dapat dinyatakan seperti pada (gambar 6). Sedangkan geometri peledakan terdiri dari:

a. Burden (B)

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang

terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi

ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas.

Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara maksimal

dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan

kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga

akan terjadi penghancuran.

Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai

dan perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak burden

yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan suara yang

keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi

yang kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden tidak akan

hancur. Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga burden ratio dan

diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40 dengan harga Ks

IV-6

Page 7: Pemboran Dan Peledakan

standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30 terjadi pada kondisi

sebagai berikut :

Densitas batuan = 160 lb/cuft

Specific gravity bahan peledak = 1,20

Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps

Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang

berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks

perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan

bahan peledak yang berbeda

1. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :

Af1 =

Di mana :

SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve = kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd = berat jenis bahan peledak standard, 1,20.

Vestd = kecepatan detonasi bahan peledak standard, 12.000 fps.

2. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

Af2 =

Di mana

Dstd = kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft

D = kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :

Kb = Kbstandard x Af1 x Af2

Di mana :

Kb = burden ratio yang telah dikoreksi

Kbstd = burden ratio standard

Untuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :

Kb x DeB = meter

IV-7

Page 8: Pemboran Dan Peledakan

12

Di mana :

B = burden

Kb = burden ratio

De = diameter lubang tembak, inchi

12 = faktor perubah kedalam satuan meter

b. Spasi (S)

Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang

tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu diperhatikan dalam

memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling

berdekatan. Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

S = B x Ks

Di mana :

S = spasi, meter.

B = burden, meter.

Ks = spacing ratio

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada

interaksi antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak

diledakkan sendiri-sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan

terjadi interaksi gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga

memungkinkan setiap lubang tembak akan meledak dengan sempurna. Jika

interval waktu diperpendek atau lubang tembak diledakkan secara serentak akan

terjadi efek ledakan yang kompleks.

Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :

long interval delay Ks = 1

short interval delay Ks = 1 – 2

normal Ks = 1,2 – 1,8

Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai berikut 6) :

Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B

Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B

Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B

IV-8

Page 9: Pemboran Dan Peledakan

Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai

1,8B

c. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas

kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah agar terjadi stress balance

dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan dengan

kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu

diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran material stemming.

Panjang stemming

Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas,

tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju

atmosfir dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock,

overbreak pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast.

Panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

T = B x Kt

dimana :

T = stemming, meter

Kt = stemming ratio (0,75 – 1,00)

Ukuran material stemming

Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan,

apabila bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran,

kurang memiliki gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang

bertekanan tinggi akan dengan mudah mendorong material stemming tersebut,

sehingga energi yang seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang

hilang keluar melalui lubang stemming.

Untuk mencegahnya maka digunakan bahan yang berbutir kasar dan keras.

Bahan ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

o Mempunyai bentuk susunan butir yang saling berkait dengan kuat.

o Membentuk sambungan pasak dengan dinding lubang tembak, sehingga

mencegah keluarnya gas secara prematur.

IV-9

Page 10: Pemboran Dan Peledakan

Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material

stemming optimum7) adalah sebagai berikut :

Sz = 0,05 Dh

dimana :

Sz = ukuran material stemming optimum

Dh = diameter lubang tembak

d. Sub drilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai

jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan

lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan

menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka

akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan

tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

J = B x Kj

di mana :

J = subdrilling, meter

Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)

e. Tinggi jenjang (L)

Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang

bor dan alat muat yang tersedia. Tinggi jenjang berpengaruh terhadap hasil

peledakan seperti fragmentasi batuan, ledakan udara, batu terbang, dan getaran

tanah. Penentuan ukuran tinggi jenjang berdasarkan pada stiffness ratio. Rumus

yang digunakan adalah :

L = 5 x De

Di mana,

L = Tinggi Jenjang minimum

De = Diameter lubang ledak

f. Kedalaman lubang tembak (H)

IV-10

Page 11: Pemboran Dan Peledakan

Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas

produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk

menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut :

H = Kh x B

dimana :

H = kedalaman lubang tembak, meter

Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4,0)

g. Kolom isian (PC)

Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

PC = H – T

dimana :

PC = panjang kolom isian, meter

H = kedalaman lubang tembak, meter

T = stemming, meter

Keterangan :

B = Burden

S • S = Spasi

T = Stemming

B T PC = Kolom isian

J = Sub Drilling

L PC H = Kedalaman

H lubang tembak

L = Tinggi jenjang

J P = Primer

P

GAMBAR 7

GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT R.L.ASH 3)

3. POLA PELEDAKAN

IV-11

Page 12: Pemboran Dan Peledakan

Pola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang

tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan

ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar 3.7)

Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang yang

cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk terdesak,

pecah, mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam pola

peledakan adalah sebagai berikut :

Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan waktu

penundaan atau beruntun dalam satu baris.

Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris satu

dengan baris yang lain.

Bidang bebas

1 1 1 1 1 1

2 2 2 2 2

3 3 3 3

Pola peledakan tunda antar baris dan serentak dalam satu baris

Bidang bebas

3 2 1 0 1 2 3

4 3 2 1 2 3 4

5 4 3 2 3 4 5

Pola peledakan tunda dalam satu baris

GAMBAR 7.

POLA PELEDAKAN

IV-12

Page 13: Pemboran Dan Peledakan

Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan dapat

dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan syarat lokasi

dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang tembak.

a. Waktu tunda

Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara

beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :

Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik

Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah

Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.

Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada baris

depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua akan

tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya

terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan serta

kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock. Hal ini disebabkan karena tidak

ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di

belakangnya.

Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan

tidak lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan di bawah ini dapat

digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris.

tr = Tr x B

Di mana :

tr = interval waktu antar baris, ms

Tr = konstanta waktu antar baris (Tabel 3.1)

B = burden, m

Tabel IInterval Waktu Antar Baris 7)

Tr Constant (ms / m ) Result7 Violent excessive airblast, backbreak, etc.

7 – 10 High pile close to face, moderate airblast, backbreak10 – 20 Average pile height, average airblast and backbreak.20 – 23 Scattered pile with minimum backbreak.23 – 42 Blast casting

IV-13

Page 14: Pemboran Dan Peledakan

b. Pengisian bahan peledak

Fragmentasi batuan sangat tergantung pada jumlah bahan peledak yang

digunakan. Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan berat bahan

peledak yang digunakan untuk menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder

factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola

peledakan, dan struktur geologi.

Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin kecil

sehingga akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila

pengisian ANFO kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan

menyebabkan boulder dan backbreak di sekitar dinding jenjang.

Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah bahan

peledak yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.

1. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

de = 0,508 De2 (SG)

dimana :

de = loading density, kg/m

De = diameter lubang tembak, inchi.

SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan.

2. Jumlah bahan peledak yang digunakan dihitung menggunakan rumus :

E = de Pc N

Di mana :

de = loading density, kg / m.

Pc = panjang muatan/ panjang kolom isian lubang tembak, m.

N = jumlah lubang tembak.

E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

c. Powder Factor dan Volume Setara

Powder factor (Pf) adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah

material yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah

tertentu, dapat dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton. Untuk menghitung powder

factor harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L),

IV-14

Page 15: Pemboran Dan Peledakan

panjang muatan dari seluruh lubang ledak (Pc), loading density (de), dan densitas

batuan (dr). Rumus untuk menentukan powder factor adalah :

Pf = W / E

dimana :

Pf = powder factor, ton / kg.

W = jumlah batuan yang diledakkan, ton.

E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

Sedangkan jumlah batuan yang diledakkan dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

W = A L dr

Di mana :

A = luas batuan yang akan diledakkan, m3.

L = tinggi jenjang, meter.

dr = densitas batuan, ton / m3.

Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet

pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan,

yang dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara

sangat berguna untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan

untuk membuat lubang tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

Veq =

dimana :

Veq = volume setara, m3/m

A = luas daerah yang akan diledakkan, m2

L = tinggi jenjang, m

n = jumlah lubang tembak dalam pola peledakan

H = kedalaman lubang tembak, m

W = batuan yang akan diledakkan

IV-15

Page 16: Pemboran Dan Peledakan

Tabel IIIHarga Powder Factor untuk beberapa jenis batuan 4)

Type of Rock Powder Factor (kg/m3)Massive high strength rocks 0,6 – 1,5

Medium strength rock 0,3 – 0,6Highly fissured rocks, weathered or soft 0,1 – 0,3

d. Arah peledakan

Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan

akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi

oleh struktur batuan yang ada. Struktur batuan yang banyak dijumpai di lapangan

biasanya adalah kekar.

Perambatan gelombang energi pada struktur batuan yang mengandung

kekar sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Dengan demikian energi

yang digunakan untuk memecah batuan akan berkurang sehingga fragmentasi

batuan akan menjadi tidak seragam.

Menurut R.L. Ash arah peledakan yang baik untuk menghasilkan

fragmentasi yang seragam yaitu arah peledakan menuju sudut tumpul yang

merupakan perpotongan antara arah umum, dengan demikian penggunaan energi

bahan peledak akan lebih baik karena tidak terjadi penerobosan energi. (Gambar

8)

Apabila arah penerobosan menuju kearah sudut runcing maka akan terjadi

penerobosan energi peledakan dari bahan peledak yang melalui rekahan-rekahan

yang ada. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan energi peledakan

untuk menghancurkan batuan, sebagai akibatnya akan terbentuk fragmentasi yang

berbentuk blok-blok

IV-16

Page 17: Pemboran Dan Peledakan

Arah Peledakan

Free face

• • • •• • • • •

• • • •• • • • • = Arah peledakan menuju sudut tumpul

GAMBAR 8

ARAH PELEDAKAN MENUJU SUDUT TUMPUL

e. Fragmentasi Batuan

Fragmentasi hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk untuk dapat

mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor. Karena apabila

dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi tidak menghasilkan ukuran

fragmentasi yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil.

Berdasarkan KUZNETZOV, 1973, ukuran fragmentasi, TNT, dan struktur

geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor. Dalam percobaannya

pada batuan di Kimberlite dengan berbagai ukuran diameter lubang tembak, pola

peledakan dan kecermatan pemboran. Persamaannya sebagai berikut :

X = A .

Di mana :

X = ukuran rata-rata fragmentasi batuan, cm

A = faktor batuan (lampiran P)

V = volume batuan yang terbongkar, m3

IV-17

Page 18: Pemboran Dan Peledakan

Q = berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg

E = relatif weight strenght (ANFO = 100)

Didalam persamaan yang dikemukakan oleh KUZNETZOV (1973), yang

dimodifikasi oleh CUNNINGHAM (1983), ada batasan-batasan yang harus

diperhatikan. Adapun batasan-batasan tersebut sebagai berikut :

1. Penerapan nisbah S/B untuk pemboran, tanpa ada waktu tunda tidak boleh

lebih dari dua.

2. Penyalaan dan pengaturan waktu tunda peledakan harus disusun sedemikian

rupa, sehingga upaya untuk mendapatkan hasil peledakan (fragmentasi) yang baik,

dan tidak terjadi misfire.

3. Bahan peledak harus menghasilkan energi yang cukup serta dalam

perhitungan menggunakan relative weight strength.

4. Perlu dilakukannya penyelidikan terhadap bidang ketidakmenerusan secara

teliti. Hal ini disebabkan karena tingkat fragmentasi sangat tergantung pada

bidang ketidakmenerusan, khususnya pada bidang ketidakmenerusan yang lebih

rapat dibandingkan dengan pola pemborannya.

Dalam berbagai penerapan yang lebih luas, persamaan KUZNETZOV (1973),

membuktikan sebagai metode yang mudah dan cukup realistis untuk dipakai di

industri pertambangan dengan berbagai perubahan ukuran lubang tembak dan jenis

bahan peledak. Ukuran rata-rata fragmentasi itu sendiri tidak cukup, sehingga perlu

kemampuan untuk memperoleh secara perkiraan kasar suatu kisaran untuk

fragmentasi yang dibutuhkan tanpa menjalankan program analisis pecah. Kurva

ROSIN – RAMMLER secara umum telah diakui sebagai rujukan penggambaran

tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan. Suatu titik pada kurva tersebut, yaitu

ukuran mesh dengan 50% kelolosan diberikan oleh persamaan KUZNETZOV

(1973). Faktor-faktor yang diperlukan untuk menentukan kurva ROSIN –

RAMMLER adalah eksponen “n” dalam persamaan :

Xc =

R = e- (x / Xc)n

Di mana :

R = perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan.

IV-18

Page 19: Pemboran Dan Peledakan

x = ukuran ayakan, mesh

Xc = x / (0,693)1/ n

n = indeks keseragaman

Untuk mendapatkan nilai tersebut, hasil perhitungan dengan persamaan

LOWNDS yang dianalisis dan digambarkan berdasarkan persamaan regresinya dan

nilai “n” sangat tergantung pada ketepatan pemboran, nisbah burden dan ukuran

lubang tembak, pola pemboran, nisbah spasi dan burden serta nisbah panjang isian

dan tinggi jenjang.

n = ( 2,2 – 14 B / d ) ( 1 – W / B ) ( 1 + ((S / b ) – 1 ) / 2 ) L / H

dimana :

d = diameter isian (mm)

B = burden (mm)

W = standar deviasi pemboran (m)

S = spacing (m)

H = tinggi jenjang

Peledakan dikatakan berhasil apabila banyaknya batuan hasil peledakan

(fragmentasi) lebih besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkahan

(boulder), dimana jumlah bongkah batuan yang dihasilkan harus dibawah 15 %. (Mc.

Gregor, 1967).

Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi dilapangan, dapat

dilakukan dengan beberapa metode perhitungan, yang antara lain adalah, sebagai

berikut ( Jimeno C.L 1987) :

1. Metode photography

2. Metode photogrametry

3. Metode photography berkecepatan tinggi

4. Analisa produktifitas alat muat alat angkut

5. Analisa volume material pada pemecahan ulang

6. Analisa visual komputer

7. Analisa kenampakan kuantitatif

8. Analisa ayakan

IV-19

Page 20: Pemboran Dan Peledakan

9. Analisa produktifitas alat peremuk

Untuk pengukuran fragmentasi hasil peledakan, dilakukan dengan analisa

produktivitas alat muat dan alat angkut, dengan cara sebagai berikut :

WpFr = x 100%

Wi

Di mana :

Fr = tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan < 80 cm

Wp = berat batuan yang berukuran < 80 cm dalam satu kali peledakan (ton)

Wi = berat keseluruhan batuan yang diledakkan (ton)

Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Mengukur volume batuan hasil peledakan yang berukuran kurang dari 80 cm

(Wp). Hal ini dilakukan dengan cara batuan yang lebih kecil dari 80 cm kemudian

diangkut ke dump truck menuju ke unit peremuk batuan. Sedangkan untuk batuan

yang lebih dari 80 cm atau bongkah batuan dipisahkan untuk dilakukan

pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Berat batuan yang masuk

yang masuk ke unit peremuk batuan, dihitung dengan mengalikan jumlah rit

pengangkutan, dan berat rata-rata muatan truk.

2. Mengukur volume batuan yang diledakkan (Wi)

3. Tingkat fragmentasi batuan.

Dari pengukuran tersebut di atas maka volume batuan yang tidak dapat

diangkut oleh alat muat dan alat angkut, maka dianggap sebagai bongkah batuan

(boulder). Boulder tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian

dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Kemudian batuan

tersebut setelah di breaker dan mempunyai ukuran kurang dari 80 cm, maka bisa

diangkut oleh dump truck menuju ke unit peremuk, kemudian dilakukan pencatatan

berapa kali dump truck tersebut melakukan pengangkutan terhadap batuan hasil

pemecahan ulang.

4. ARAH PEMBORAN TERHADAP STRUKTUR BATUAN

Struktur geologi yang banyak dijumpai baik pada batuan beku, batuan

sedimen, maupun batuan metamorf adalah kekar. Kekar adalah suatu rekahan pada

IV-20

Page 21: Pemboran Dan Peledakan

batuan yang tidak mengalami pergeseran pada bidang rekahan dan merupakan bidang

lemah. Rangkaian bidang kekar biasanya sejajar dengan jurus dan kemiringan

formasi batuan.

Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan

akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi

oleh struktur batuan yang ada. Menurut Stig O. Olofson, arah penempatan lubang

tembak ada dua macam, yaitu :

a. Bila peledakan dilakukan searah dengan kemiringan bidang perlapisan (dip)

maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :

Timbulnya backbreak yang lebih banyak

Pemakaian energi bahan peledak lebih baik, karena kemiringan

perlapisan searah dengan bidang runtuhan.

Pergeseran batuan dari face lebih mudah dan banyak, sehingga dihasilkan

tumpukan material yang lebih rendah.

Lantai jenjang lebih rata.

Fragmentasi dapat sesuai dengan yang diharapkan.

b. Bila peledakan dilakukan berlawanan dengan kemiringan bidang perlapisan

(dip) maka kemungkinan yang akan terjadi adalah :

Kemungkinan timbulnya backbreak lebih kecil.

Kemungkinan timbulnya toe lebih besar.

Pergeseran batuan dari face lebih sulit dan sedikit sehingga dihasilkan

tumpukan material yang lebih tinggi.

Lantai jenjang lebih kasar.

Fragmentasi dapat berubah-ubah dan sangat tergantung pada susunan dari

perlapisan

IV-21

Page 22: Pemboran Dan Peledakan

GAMBAR 9

ARAH LUBANG TEMBAK SEARAH DENGAN DIP

GAMBAR 10

ARAH LUBANG TEMBAK BERLAWANAN DENGAN DIP

PERENCANAAN PEMBORAN

IV-22

Page 23: Pemboran Dan Peledakan

Kegiatan pemboran merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk

membuat lubang tembak pada aktivitas peledakan.

a. Alat bor

Pembuatan lubang tembak direncanakan dengan menggunakan alat bor jenis PCR

200 merk furukawa (gambar) sebanyak 1 buah dan kompressor model Airman PDS-

655 sebanyak 1 buah. Sistem pemboran dari alat bor yang digunakan adalah dengan

cara putar – tumbuk.Diameter lubang yang dibuat sebesar 3 inch sedangkan untuk

batang bor digunakan batang bor dengan panjang masing-masing batang 3 meter.

b. Arah pemboran dan pola pemboran

Arah pemboran yang direncanakan sesuai dengan kondisi lapangan adalah arah

vertikal dengan kedalaman maksimal 6 meter, sedangkan pola pemboran yang

digunakan adalah pola pemboran selang-seling (staggered pattern)

c. Kecepatan pemboran

Kecepatan pemboran adalah besaran yang menyatakan kedalaman pemboran yang

dicapai setiap menit.Untuk mengetahui kecepatan pemboran pada alat bor yang

digunakan maka kita harus mengetahui terlebih dahulu waktu yang dibutuhkan oleh

alat bor untuk membuat satu lubang tembak pada kedalaman tertentu (Cycle Time).

d. Waktu edar pemboran

Waktu edar pemboran adalah waktu yang dibutuhkan oleh alat bor untuk melakukan

serangkaian kegiatan pemboran satu lubang bor. Alat bor yang diteliti menggunakan

dua batang bor, sehingga berdasarkan siklus kerja alat bor dilapangan, waktu daur

pemboran dihitung dengan menjumlahkan setiap bagian waktu dari bagian-bagian

gerakan saat pemboran, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ct = Pt + Bt1 + St1 +St2 + Bt2 + Dt

Dimana :

Ct = Waktu edar pemboran, detik

Pt = Waktu pindah posisi, detik

Bt1,2=Waktu pengeboran, detik

St12= Waktu untuk menyambung batang bor, detik

Dt = Waktu mengatasi hambatan, detik

TABEL 3

IV-23

Page 24: Pemboran Dan Peledakan

WAKTU EDAR PEMBORAN

No Pt Bt 1 St 1 Bt 2 St 2 Dt

Total

CT

1 32.59 44.00 36.85 64.00 31.73 65.75 274.92

2 28.07 47.00 40.34 58.00 32.43 - 205.84

3 60.19 49.00 30.71 66.00 31.75 - 237.65

4 63.24 51.00 42.11 60.00 34.65 - 251.00

5 58.66 55.00 32.84 63.00 33.51 - 243.01

6 20.12 40.00 41.56 63.00 30.98 - 195.66

7 11.82 58.00 32.60 57.00 30.06 - 189.48

8 12.45 55.00 34.37 66.00 32.53 23.97 224.32

9 46.17 59.00 44.03 52.00 33.21 59.96 294.37

10 25.22 57.00 36.22 68.00 32.84 - 219.28

11 29.13 56.00 38.48 67.00 31.47 - 222.08

12 21.92 55.00 36.55 68.00 32.83 19.84 234.14

13 46.37 59.00 38.40 53.00 31.47 - 228.24

14 17.65 56.00 34.75 59.00 29.87 - 197.27

15 23.47 60.00 37.81 59.00 30.12 - 210.40

16 19.35 62.00 39.23 60.00 33.47 - 214.05

17 20.76 55.00 31.03 70.00 31.35 - 208.14

18 23.47 58.00 43.18 61.00 37.44 - 223.09

19 25.19 53.00 39.44 69.00 39.34 47.64 273.61

20 43.41 50.00 41.81 67.00 30.53 - 232.75

a. Perhitungan kelas (K)

Jumlah kelas = 1 + 3,3 log n

= 1 + 3,3 log 20

= 1 + 4,29

= 5,29

= 6 (dibulatkan)

b. Cyle time rata – rata

Nilai interval kelas = X Max – X min

K

= 294.37 – 189.48

IV-24

Page 25: Pemboran Dan Peledakan

6

= 17.48 detik

= 18 detik

No Interval Xi Fi Xi x Fi

1

189 -

207 198 4 792

2

208 -

226 217 7 1519

3

227 -

245 236 5 1180

4

246 -

264 255 1 255

5

265 -

283 274 2 548

6

284 -

302 293 1 293

Jumlah 20 4587

Cycle Time rata – rata untuk 1 lubang = 4587 / 20

= 229,35 detik

= 3,82 menit

Maka kecepatan pemboran adalah = 6 meter / 3,82 menit

= 1,57 m / menit

e. Efisiensi Pemboran

Waktu kerja produktif = waktu kerja tersedia – waktu kerja tidak produktif

= 600 – 145 menit

= 455 menit

Maka efisiensi alat bor = 455 / 600 * 100 %

= 76 %

f. Produksi alat bor

Produksi mesin bor tergantung kecepatan pemboran, mesin bor, volume

setara, dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi mesin bor dinyatakan dalam

m3/jam. Maka persamaan produksi mesin bor adalah :

IV-25

Page 26: Pemboran Dan Peledakan

P = Dr x Veq x EK x 60

Dimana :

P = Produksi mesin bor, m3/jam

Dr = Kecepatan pemboran, m/menit

Veq = Volume setara, m3/m

EK = Efesiensi waktu pemboran, %

1. Kecepatan pemboran (Dr)

Kecepatan pemboran (Dr) adalah nilai yang menayatakan kedalaman

pemboran yang dicapai untuk setiap satuan waktu tertentu. Untuk menghitung

kecepatan pemboran digunakan persamaan sebagai beikut :

dimana :

Dr = Kecepatan pemboran, m/menit

H = Kedalaman lubang bor yang ditempuh, meter

CT = Waktu edar pemboran, menit

2. Volume setara (Veq)

Volume serata (Veq) merupakan besarnya volume batuan yang terbongkar

karena peledakan untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang dinyatakan

dalam m3/m. Volume setara dapat dihitumg dengan persamaan :

dimana :

Veq = Volume setara, m3/m

V = Volume batuan yang diledakkan, m3

N = Kedalaman lubang ledak, meter

H = Jumlah lubang ledak dalam satu kali peledakan

IV-26

Page 27: Pemboran Dan Peledakan

Secara umum volume batuan yang diledakkan (V) dapat dihitung menggunakan

persamaan sebagai berikut :

V = A x L x dr

Dimana :

V = Volume batuan yang diledakkan, m3

A = Luas daerah yang diledakkan, m2

L = Tinggi jenjang, meter, (6.3 meter)

dr = Densitas batuan, ton/m3

Luas daerah yang diledakkan adalah :

A = P x L

Dimana :

A = Luas daerah yang diledakkan, m2

P = Panjang jenjang yang diledakkan, meter

= 22 lubang bor x jarak antara spasi lubang bor

= 22 lubang bor x 4 meter

= 88 meter

L = Lebar jenjang yang diledakkan

= Jumlah burden x jarak antar burden

= 1 buah x 2.5 meter

= 2.5 meter

Sehingga luas daerah yang diledakkan adalah :

A = P x L

= 88 meter x 2.5 meter

= 220 m2

dengan demikian maka dapat dihitung harga dari Volume batuan yang diledakkan

IV-27

Page 28: Pemboran Dan Peledakan

V = A x L x dr

V = 220 m2 x 6.75 m x 1.95

= 2895.75 m3

sehingga dapat dihitung volume setara :

3. Produksi Pemboran

Dari perhitungan diatas, maka dapat dihitung produksi mesin bor :

Untuk produksi mesin bor tipe PCR 200

P = Vt x Veq x EK x 60

= 1,57 meter/menit x 4.87 m3/m x 76 % x 60

= 348,65 m3/jam

PERENCANAAN PELEDAKAN OVERBUDEN

Dengan asumsi 4 kali peledakan selama satu bulan (1 kali seminggu), maka

volume batuan yang harus diledakkan untuk 1 kali peledakan adalah sebagai berikut:

IV-28

Page 29: Pemboran Dan Peledakan

Perhitungan Geometri Peledakan Menurut Teori R.L. Ash

Data-data diketahui :

1. Density overburden, kurang lebih 70 % merupakan sandstone/batu pasir dengan

density = 2200 – 3250 lb/cuyd. Maka dapat diasumsikan harga density yang paling

tinggi yaitu 3250 lb/cuyd = 120 lb/cuft agar didapat hasil yang paling baik.

2. Diameter lubang ledak = 3 inch

3. ANFO

a. Specific Gravity = 0,85

b. Velocity of Detonation = 11.803 Fps

Oleh karena density overburden, specific gravity bahan peledak dan Velociy of

Detonation bahan peledak tidak sama dengan standar, maka perlu disesuaikan dengan

menggunakan “Adjustment Factor”, yaitu AF1 dan AF2 untuk menghitung Kb

terkoreksi. Berdasarkan parameter-parameter di atas maka Adjusment Factor untuk

bahan peledak ANFO dan overburden adalah :

Adjusment Factor terhadap Bahan Peledak (AF1)

Adjusment Factor terhadap densitas batuan (AF2)

Maka,

IV-29

Page 30: Pemboran Dan Peledakan

Geometri Peledakan

1. Burden (B)

Maka jika dibandingkan dengan diameter lubang, burden dapat diambil 2,5 meter.

2. Spasi (S)

Dimana nlai Ks untuk detonator jenis ms delay = 1,0 – 2,0

a. Alternatif 1

Harga Ks ditetapkan sebesar 1,2 sehingga :

b. Alternatif 2

Harga Ks ditetapkan sebesar 1,4 sehingga :

c. Alternatif 3

Harga Ks ditetapkan sebesar 1,6 sehingga :

3. Stemming (T)

Di mana Kt = 0,5 – 1,0

a. Alternatif 1

Harga Kt ditetapkan sebesar 0,5

b. Alternatif 2

Harga Kt ditetapkan sebesar 0.75

IV-30

Page 31: Pemboran Dan Peledakan

c. Alternatif 3

Harga Kt ditetapkan sebesar 1.0

4. Tinggi Jenjang (L)

Tinggi jenjang digunakan dalam perhitungangeometri peledakan ini berdasarkan

pada jangkauan Excavator Back Hoe dan kemampuan alat bor yang digunakan.

Dalam hal ini tinggi jenjang yang disarankan 6 meter.

5. Subdrilling (J)

Di mana nilai Kj = 0,2 – 0,3

Besarnya nilai KJ yang ditetapkan untuk mendapatkan fragmentasi yang baik pada

material sandstone ini adalh sebesar 0,3. Sehingga,

6. Kedalaman Lubang Tembak (H)

Dimana

L = Tinggi Jenjang nilainya sebesar 6 meter

J = Subdrilling nilainya sebesar 0,75 meter

Maka :

7. Kolom Isian Bahan Peledak (PC)

a. Alternatif 1

b. Alternatif 2

c. Alternatif 3

= 4.25 meter

IV-31

Page 32: Pemboran Dan Peledakan

8. Jumlah Lubang Ledak

Diketahui target produksi blasting untuk tahun 2007 adalah sebesar 2500 BCM

untuk sekali peledakan. Sehingga jumlah lubang ledak yang dibutuhkan (dalam

hal ini pola peledakan yang digunakan adalah Box Cut) dicari dengan persamaan :

Dimana;

Pmin = Panjang jenjang Minimum (meter)

n = Jumlah baris dalam sekali peledakan (direncanakan 4 baris)

B = Burden yang digunakan yaitu 2.5 meter

Sp = Sasaran produksi dalam seklai peledakan ( direncanakan 2500 BCM)

L = Tinggi jenjang (meter)

N = Jumlah lubang ledak yang dibutuhkan

S = Spasi (meter)

a. Alternatif 1

Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter,

maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan

pendekatan sasaran produksi, yaitu :

Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut

adalah :

b. Alternatif 2

Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter,

maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan

pendekatan sasaran produksi, yaitu :

IV-32

Page 33: Pemboran Dan Peledakan

Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut

adalah :

c. Alternatif 3

Dengan dimensi burden 2,5 meter, spasi 3 meter dan tinggi jenjang 6 meter,

maka dapat dihitung besarnya panjangjenjang minimum berdasarkan

pendekatan sasaran produksi, yaitu :

Maka jumlah lubang ledak yang dibutuhkan pada pola peledakan box cut

adalah :

9. Powder Factor

Di mana untuk enentukan jumlah bahan peledak yang digunakan maka harus

diketahi terlebih dahulu jumlah bahan peledak/lubang. Harga powder factor yang

disarankan untuk peledakan lapisan penutup (overburden) pada tambang batubara

adalah berkisar antara 0,2 kg/BCM – 0,3 kg/BCM.

-

a. Alternatif 1

IV-33

Page 34: Pemboran Dan Peledakan

Sehingga

b. Alternatif 2

Sehingga

c. Alternatif 3

Sehingga

Dari ketiga alternative yang didapat di atas hanya alternative ketiga yang sesuai dengan

powder factor yang disarankan yaitu 0,301 kg/BCM. Jadi dapat dipastikan geometri

peledakan yang ideal untuk diterpakan pada operasional peledakan sandstone adalah

alternative yang ketiga, yaitu :

Burden = 2.5 meter

Spasi = 4 meter

IV-34

Page 35: Pemboran Dan Peledakan

Stemming = 2.5 meter

Subdrilling = 0.75 meter

Tinggi jenjang = 6 meter

Kedalaman lubang = 6.75 meter

Kolom isian = 4.25 meter

Jumlah Lubang Ledak= 46 lubang

IV-35