dasar teori teknik peledakan, bahan peledakan, pola peledakan, geometri peledakan

58
B A B I P E N D A H U L U A N Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu itu kehadirannya dimanfaatkan sebagai barang yang berguna, tetapi disamping itu juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknikl-teknik yang diterpkan, sehingga pemanfaatannya lebih efesien dan aman. Penggunaan bahan peledak dalam operasi (teknik peledakan) penting untuk diketahui, sehingga ketepatan dalam pekerjaan peledakan dapat tercapai. Hal ini perlu karena banyaknya masalah yang terlibat dalam penaganannya. Sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu adanya faktor-faktor pemilihan bahan peledak dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ledakan.

Upload: robbynuhung

Post on 18-Jan-2016

272 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Jurusan Teknik PertambanganKuliah Teknik PeledakanDasar TeoriPola PemboranBahan PeledakanSTANGGERD DRILL PATTERNPerlu diperhatikan dalam pemilihan kombinasi dari pemboran dan pola peledakan dengan delay detonator (delay pattern) untuk mendapatkan fragmentasi atau arah lemparan yang diinginkan. Pada umumnya square pattern digunakan dengan kombinasi V delay pattern 2.4. Bentuk Pola Pemboran Pada Tambang DalamUntuk membuat lubang maju didalam tambang bawah tanah atau Tunnel perlu diciptakan suatu bidang bebas (free face) untuk kebutuhan peledakan. Untuk menambah free face dibutuhkan “Cut”. “Cut” adalah suatu lubang bukaan yang diciptakan pada suatu face yang belum ada free face-nya, bentuknya berupa lubang bor sedalam kemajuan yang diperoleh.B A B IP E N D A H U L U A NBahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu itu kehadirannya dimanfaatkan sebagai barang yang berguna, tetapi disamping itu juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknikl-teknik yang diterpkan, sehingga pemanfaatannya lebih efesien dan aman.Penggunaan bahan peledak dalam operasi (teknik peledakan) penting untuk diketahui, sehingga ketepatan dalam pekerjaan peledakan dapat tercapai. Hal ini perlu karena banyaknya masalah yang terlibat dalam penaganannya.Sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu dipertimbangkan terlebih dahulu adanya faktor-faktor pemilihan bahan peledak dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ledakan.B A B IIPOLA PEMBORAN DAN POLA PELEDAKKAN2.1. Pola Pemboran (Drill Paterns)Hampir semua pola pemboran dapat diklasifikasikan menjadi :- Square.- Stanggred atau Zig-Zag.Dalam square patern jarak burden dan spasing sama (Gambar 2.1a), Rektangular pattern jarak spasing dalam satu baris lebih besar dari pada jarak burden (Gambar 2.1b). Square atau rektangular pattern dapat dibuat dengan membor sistem stranggered seperti terlihat pada gambar 2.1 dan 2.2.(a) Square drill pattern (b) Rectangular drill patternGAMBAR 2.1SQUARE DAN RECTANGULAR DRILL PATTERNGAMBAR 2.2STANGGERD DRILL PATTERN2.2. Pola Peledakan• Square PatternPerlu diperhatikan dalam pemilihan kombinasi dari pemboran dan pola peledakan dengan delay detonator (delay pattern) untuk mendapatkan fragmentasi atau arah lemparan yang diinginkan. Pada umumnya square pattern digunakan dengan kombinasi V delay pattern (Gambar 2.3).GAMBAR 2.3. V DELAY PATTERNNomor tiap lubang bor emnunjukan nomor urut ledakannya.Peledakan dengan detonator delay seorang blaster dapat membagi ledakan menjadi beberapa bagian yang lebih kecil tiap ledakannya. Dengan detonator delay dapat memberikan penundaan diantar lubang tembak yang mendekat. Beberapa keuntungan diperoleh :- Mengurangi getaran- Mengurangi overbreak dan flyrock- Mengurangi fragmentasiFragmentasi yang bagus dapat diperoleh bila saat peledakan dari masing-masing kolom isian (Charge) ada cukup waktu untuksetelah ada free face tambahan (sebelum isian bahan peledak yang lain sempat meledak).• Rectangular PatternRectangular pattern biasanya dibuat dengan sistem straggered pattern untuk mendapatkan distribusi bahan peledak dengan baik. Dengan pola ini baris demi baris daripada delay pattern lebih cocok dengan seperti apa yang digambarkan seperti pada gambar 2.4a. Cara ini juga sering dipakai untuk memotong overburden dimana lemparan optimum diperlukan. Bila getaran menjadi batasan, pemboran diperbanyak dan tiap barisnya juga dipasang delay detonator yang lebih banyak seperti terlihat pada gambar 2.4b.a).b).GAMBAR 2.4.STRAGGERED PATTERN DENGAN PELEDAKAN KE ARAH POJOK (COMMER)Gambar 2.5 adalah sebuah ilustrasi arah lemparan bersamaan dengan presplit dengan V type Pattern.GAMBAR 2.5ARAH LEMPAR

TRANSCRIPT

Page 1: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

B A B I

P E N D A H U L U A N

Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar batuan dalam

industri pertambangan. Oleh karena itu itu kehadirannya dimanfaatkan sebagai barang

yang berguna, tetapi disamping itu juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk itu

dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan

teknikl-teknik yang diterpkan, sehingga pemanfaatannya lebih efesien dan aman.

Penggunaan bahan peledak dalam operasi (teknik peledakan) penting untuk diketahui,

sehingga ketepatan dalam pekerjaan peledakan dapat tercapai. Hal ini perlu karena

banyaknya masalah yang terlibat dalam penaganannya.

Sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu dipertimbangkan terlebih

dahulu adanya faktor-faktor pemilihan bahan peledak dan faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil ledakan.

Page 2: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

B A B II

POLA PEMBORAN DAN POLA PELEDAKKAN

2.1. Pola Pemboran (Drill Paterns)

Hampir semua pola pemboran dapat diklasifikasikan menjadi :

- Square.

- Stanggred atau Zig-Zag.

Dalam square patern jarak burden dan spasing sama (Gambar 2.1a), Rektangular

pattern jarak spasing dalam satu baris lebih besar dari pada jarak burden (Gambar

2.1b). Square atau rektangular pattern dapat dibuat dengan membor sistem

stranggered seperti terlihat pada gambar 2.1 dan 2.2.

(a) Square drill pattern (b) Rectangular drill pattern

GAMBAR 2.1

SQUARE DAN RECTANGULAR DRILL PATTERN

Page 3: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

GAMBAR 2.2

STANGGERD DRILL PATTERN

2.2. Pola Peledakan

Square Pattern

Perlu diperhatikan dalam pemilihan kombinasi dari pemboran dan pola peledakan

dengan delay detonator (delay pattern) untuk mendapatkan fragmentasi atau arah

lemparan yang diinginkan. Pada umumnya square pattern digunakan dengan

kombinasi V delay pattern (Gambar 2.3).

GAMBAR 2.3. V DELAY PATTERN

Nomor tiap lubang bor emnunjukan nomor urut ledakannya.

Page 4: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Peledakan dengan detonator delay seorang blaster dapat membagi ledakan menjadi

beberapa bagian yang lebih kecil tiap ledakannya. Dengan detonator delay dapat

memberikan penundaan diantar lubang tembak yang mendekat. Beberapa

keuntungan diperoleh :

- Mengurangi getaran

- Mengurangi overbreak dan flyrock

- Mengurangi fragmentasi

Fragmentasi yang bagus dapat diperoleh bila saat peledakan dari masing-masing

kolom isian (Charge) ada cukup waktu untuksetelah ada free face tambahan

(sebelum isian bahan peledak yang lain sempat meledak).

Rectangular Pattern

Rectangular pattern biasanya dibuat dengan sistem straggered pattern untuk

mendapatkan distribusi bahan peledak dengan baik. Dengan pola ini baris demi

baris daripada delay pattern lebih cocok dengan seperti apa yang digambarkan

seperti pada gambar 2.4a. Cara ini juga sering dipakai untuk memotong overburden

dimana lemparan optimum diperlukan. Bila getaran menjadi batasan, pemboran

diperbanyak dan tiap barisnya juga dipasang delay detonator yang lebih banyak

seperti terlihat pada gambar 2.4b.

a).

Page 5: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

b).

GAMBAR 2.4.

STRAGGERED PATTERN DENGAN PELEDAKAN KE ARAH POJOK

(COMMER)

Gambar 2.5 adalah sebuah ilustrasi arah lemparan bersamaan dengan presplit

dengan V type Pattern.

GAMBAR 2.5ARAH LEMPARAN DENGAN SISTEM NARROWER V TYPE DELAY PATTERN

Page 6: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

2.3. Beberapa Lobang Tembak dengan Pola Peledakan yang Terarah

Gambar dibawah ini merupakan pola peledakan dengan arah lemparan yang terarah.

Nomor 1, 2 dan seterusnya adalah nomor delay detonator dengan penundaan,

sedangkan panah adalah arah pelemparan “broken rock”.

LEMPARAN BATUAN MENYEBAR KE DEPAN

LEMPARAN BATUAN SEDIKIT KE TENGAH

Page 7: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

2.4. Bentuk Pola Pemboran Pada Tambang Dalam

Untuk membuat lubang maju didalam tambang bawah tanah atau Tunnel perlu

diciptakan suatu bidang bebas (free face) untuk kebutuhan peledakan. Untuk

menambah free face dibutuhkan “Cut”. “Cut” adalah suatu lubang bukaan yang

diciptakan pada suatu face yang belum ada free face-nya, bentuknya berupa lubang

bor sedalam kemajuan yang diperoleh.

Tipe-tipe “Cut” ada tiga macam :

1. Burn Cut, dipakai untuk suatu lubang bukaan yang kecil.

2. Wegde/Angled Cut, dipaki untuk lubang bukaan yang relatif besar.

3. kombinasi dari ketiga tipe tersebut.

Pola keseluruhan dalam pembuatan lubang maju (opening) tertentu, terdiri atas “cut

hole”, “relief/breast hole”, “angle hole” dan “tri hole”, disebut “round”.

ROUND

1.a. Bentuk pola pemboran “burn Cut” (paralel Out), dengan O lubang sama :

BURN CUT / PARALEL CUT

Page 8: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

1.b Bentuk bola pemboran “Burn Cut” Dengan 0 lubang dari salah satu

atau lebih mempunyai diameter

lebih besar

2. Bentuk pola pemboran “Wedge/angled cut”/V Cut

Page 9: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan
Page 10: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

2.5. Sistem Kemajuan dari Lubang Bukaan

Sistem kemajuan dari pada lubang bukaan (tunel) pada facenya ada dua cara. Yaitu :

- Full Face Drive dan

- Top heading and bench

Jumlah lubang bor yang diperlukan dalam satu face, tergantung pada luas muka kerja.

Misal untuk luas lubang buka face area =40 m2 di perlkan jumlah lubang bor 75 ( untuk

batuan keras) dan face area = 50 m2 di perlukan jumlah lubang bor 80 buah ( batuan

keras ) dan 75 buah ( untuk batuan sedimen).

Sistem pembuatan Lubang Maju :

FULL FACE TOP HEADING AND BENCH

Page 11: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

BAB III

TEKNIK PELEDAKAN

A. DESAIN PELEDAKAN

Istilah pemboran dan peledakan dimaksudkan sebagai methode penggalian dan

pembongkaran batuan secara tertentu. Sebelum operasi pemboran dimulai penentuan

letak lubang bor harus dievaluasi dengan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang

optimum dari bahan peledak yang dipilih.Lebih dari pada itu, penyediaan lubang tembak

yang tepat untuk pembongkaran dengan biaya rendah, Karakteristik massa batuan dan

kemampuan pembuatan lubang tembak harus diidentifikasi.

Kondisi-kondisitertentu pada suatu lokasi akan mempengaruhi secara detail daripada

desain peledakan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain peledakan

antara lain :

- Diameter lubang bor

- Ketinggian jenjang (bench hight)

- Burden dan spasing

- Struktur batuan

- Fragmentasi

- Kestabilan jenjang (bench stability requirement)

- Environmental restriction dan tentu juga

- Type bahan peledak yang akan digunakan, termasuk eneginya.

Walaupun variabel-variabel desain peledakan telah tercover dengan baik, namun peranan

lain yang juga memainkan adalah faktor keseimbangan sensitif antara ilmu dan unsur seni

Page 12: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

peledakan masih diperlukan. Informasi, baik secara kwalitatifmaupun kwantitatif perlu

dianalisa secara matang dalam proses desain peledakan (surface blast desain).

3.1. Desain guidelines

Hubungan antara berbagai dimensiyang digunakan dalam perencanaan peledakan

dapat diintruksikan secara geometris pada Gambar 3.1.

Disamping sifat-sifat batuan, garis-garis pedoman (guidelines) secara rule of thumb,

faktor-faktor dibawah ini telah diterapkan pada desain peledakan. Faktor-faktor

tersebut adalah :

- Diameter lubang bor

- Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor

- Burden, spasing, subdrilling dan stemming

- Arah pemboran

GAMBAR 3.1GEOMETRIS PELEDAKAN SISTEM JENJANG

Page 13: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

3.1.1. Diameter lubang bor

Pemilihan diameter lubang bor tergantung pada tingkat produksi yang diinginkan.

Dengan lubang bor yang lebih besar, lenih nesar pula tingkat produksi yang dihasilkan.

Pemilihan ukuran lubang bor secara tepat adalah penting untuk memperoleh hasil

fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah.

Faktor-faktor yang membatasi pemilihan diameter lubang bor antara lain :

1. Ukuran fragmentasi yang diinginkan

2. Perlu pengisian dengan bahan peledak yang rendah (sedikit) karena bahay getaran

(ground vibration) yang akan ditimbulkan.

Pada umumnya ada 3 kriteria dalam menentukan lubang bor yang akan digunakan, yaitu

kesediaan alat bor, kedalaman yang akan dipotong/diledakan dan jarak terdekat terhadap

bangunan.

Disamping itu, diameter lubang saling berkait dengan ketinggian jenjang (Gambar 3.3)

dan burden. Untuk kontrol desain dengan hasil fragmentasi yang bagus, menurut

pengalaman, diameter lubang bor harus berkisar antar 0,5 – 1% dari tinggi jenjang, atau

D = 5 – 10 K

Dimana d = diameter lubang bor (mm)

K = tinggi jenjang (m)

Dengan diameter lubang yang kecil, konsekwensinya burden juga kecil,akan

memeberikan hasil fragmentasi yang bagsu dengan getaran (ground vibration) rendah.

Hal ini perlu diperhatikan, lebih-lebih kalau lokasi peledakan dekat dengan perumahan

Page 14: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

penduduk. Tapi pada daerah yang bebas/jauh dari perumahan bisa dipakai lubang bor

yang lebih besar untuk mengurangi jumlah pemboran.

Pemakaian lubang bor kecil pada kondisi batuan yang sangat berjoint akan menghasilkan

fragmentasi yang baik dari pada lubang bor yang besar. Pada permukaan tiap-tiap joint

terdapat reflaksi gelombang ledak yang dihasilkan oleh proses peledakan, karena bisa

berfungsi sebagai free face (Gambar 3.2)

Gambar 3.2.

EFEK JOINT PADA FRAGMENTASI BILA MENGGUNAKAN DIAMETER

LUBANG BOR BESAR

(a). Dan diameter kecil

(b).Daerah yang diarsir menunjukan fragmentasi kurang (insufficient fragmentation)

Page 15: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

3.1.2. Ketinggian jenjang dan kedalaman lubang bor

Secara spesifik tinggi jenjang maksimum ditentukan oleh peralatan lubang bor dan alat

muat yang tersedia. Ketinggian jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan

diameter lubang. Lebih tepatnya, jenjang yang rendah dipakai diameter lubang kecil,

sedangkan diameter bor besar untuk jenjang yang tinggi (Gambar 3.3) memberikan

ilustrasi tentang beberapa faktor dalam penentuan jenjang sehubungan dengan diameter

lubang bor.

Gambar 3.3

HUBUNGAN DIAMETER LUBANG BOR DENGAN KETINGGIAN JENJANG

Secara praktis hubungan diantara lubang bor dengan ketinggian jenjang dapat

diformulasikan sbb :

K = 0.1 – 0.2 d

Dimana K = Tinggi Jenjang (m)

d = diameter Lubang Bor (mm)

Page 16: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

3.1.3. Burden, Spasing, Subdrilling dan Stemming

Burden

Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap bidang bebas (free

face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan dengan jumlah baris (row)

yang banyak, true burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan.

Bila peledakan digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan

menghasilkan free face yng baru.

Burden merupakan variabel yang sangat penting dan krisis dalam mendesain peledakan.

Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan batuan yang dihadapi, terdapat jarak

maksimum burden agar peledakan sukses (Gambar 3.4) memberikan ilustrasi efek variasi

jarak dengan jumlah bahan peledak formasi yang sama.

Gambar 3.4.

SCHEMATIC EFEC JARAK BURDEN

Page 17: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Jarak burden juga sangat erat hubungannya dengan besar kecilnya diameter lubang bor

yang digunakan. Secara garis besar jarak burden optimum biasanya terletak diantara 25 –

40 diameter lubang, atau

B = 25 – 40 d

Dimana B = Burden (mm)

d = Diamater Lubang Bor (mm)

Bila karakteristik batuan dan bahan peledak diketahui, jarak burden dapat dihitung

menurut formula Konya sebagai berikut :

B = 3.15 De

Dimana B = Burden (ft)

De = Diameter Bahan Peledak (in)

SGe = Spesific Gravity Bahan Peledak

SGr = Spesific Gravity Batuan

Spacing

Spasing adalah jarak diantara lubang tembak dalam suatu row. Spacing merupakan fungsi

dari pada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Secara teoritis,

optimum spacing (S) berkisar antar 1,1 – 1,4 burden (B) atau :

S = 1,1 – 1,8 B

Jika spacing lebih kecil dari pada burden cenderung mengakibatkan steaming ejection

yang lebih dini. Akibatnya gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer dibarengi dengan

noise dan air blast. Sebaliknya jika spacing terlalu besar diantara lubang tembak

fragmentasi yang dihasilkan tidak sempurna. Biasanya rata-rata S = 1,25 B.

Page 18: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Subdrilling

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor dibawah rencana lantai

jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan pada lantai, karena

dibagian ini merupakan tempat yang paling sukar diledakan. Dengan demikian,

gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang akan bekerja secara

maksimum.

Bila subdrilling berlebih adalah mubadzir (sia-sia) dan menghasilkan excessive ground

vibration, karena pengurangan faktor yang lebih. Bila subdrilling tidak cukup dapat

mengakibatkan problem tonjolan pada lantai. Secara praktis subdrilling (J) dibuat antara

20 – 40% burden (B), atau

J = (0,2 – 0,4) X B

Stemming

Stemming adalah tempat materail penuntup di dalam lubang bor diatas. Kolom isian,

bahan peledak. Stemming berfungsi untuk mengurung gas ledakkan. Ukuran stemming

(S) yang diperlukan tergantung jarak burden (B) dan biasanya dibuat :

S = (0,7 – 1) X B

3.1.4. Arah Pemboran

Ada dua cara dalam membuat lubang bor, yaitu membor dengan lubang mirirng atau

lubang tegak (Gambar 3.5)

Page 19: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

GAMBAR 3.5. PEMBORAN TEGAK (a) DAN MIRING (b)

Dengan lubang bor miring biasanya untuk mengurangi problem back break. Lebih dari

itu lubang bor miring mempunyai lebih banyak keuntungan dari pada yang tegak, yaitu :

- bisa mengurngi biaya pemboran dan konsumsi bahan peledak, karena dengan burden

yang lebih besar.

- akan diperoleh jenjang (bench) yang stabil

- mengurangi resiko timbulnya tonjolan dan brack break

- hasil tumpukan (much pile shape) yang lebih bagus.

Dengan pemboran miring gelombang ledak (scock wave) yang dipantulkan dari lantai

dasar jenjang akan lebih besar (Gambar 3.6)

GAMBAR 3.6. ILUSTRASI KEUNTUNGAN LUBANG BOR MIRING

Dengan pemboran tegak, pada bagian atas jenjang kurang bagus karena ada back break,

fragmentasi kurang dan pada bagian lantai dasar daya ledak tidak bisa sepenuhnya

Page 20: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

tersalurkan. Tapi dengan bor miring, yang biasany dengan kemiringan 3 : 1 (18º) bisa

menghindari problem tersebut diatas. Sebaliknya, terdapat beberapa kerugian atau

kesulitan dalam membuat lubang bor miring, antara lain :

- Sulit melakukan pemboran secara akurat (human erros), khususnya bila membor yang

lebih dalam

- Diperlukan supervision yang ketat.

Disamping itu “drillhole straghtness” adalah merupakan faktor yang penting. Jika arah

pemboran tidak lurus (aligment erros) akan memberikan pengaruh terhadap

biayapemboran dan peledakan yang condong lebih besar. Disamping itu berakibat jarak

spacing atau burden akan berubah dari desain yang telah ditetapkan, karena saling

berhimpit/mengecil atau membesar (Gambar 3.7).

GAMBAR 3.7. DRILLHOLE STRAGHTNESS(Kelurusan Lubang Bor)

3.2. Distribusi Bahan Peledak

3.2.1. Kolom isisan bahan peledak (explosive column)

Agar sedapat mungkin seluruh energi bahan peledak, dalam suatu ledakan,

termanfaatkan untuk sejumlah massa batuan yang akan diledakan, maka distribusi

bahan peledak didalam lubang bor adalah satu-satunya faktor yang penting demi

suksesnya hasil peledakan. Bila Bulk explosive, misalnya ANFO atau bulk

Page 21: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

emulsion, dimasukan ke dalam lubang bor seluruh cross-section lubang bor dapat

terisi penuh, keadaan demikian disebut fully “coumpled”. Tapi bila bahan peledak

cartridge digunakan biasanya berdiameter lebih kecil dari pada lubang bor, untuk

kemudahan saat pengisian, keadaan demikian karena ada rongga/udara disebut

“decoupled” terhadap dinding lubang bor (Gambar 3.8)

GAMBAR 3.8. ILLUSTRASI FULLY COUPLED DAN DECOUPLED

Tingkat decoupling dapat mempengaruhi daya kerja yang diperoleh didalam kolom

isian bahan peledak. Karena adanya decoupling borehole presure akan berkurang,

sehingga hasil kerja tidak tersalurkan seluruhnya kepada sejumlah massa batuan

yang harus diledakan.

3.2.2. Menghitung berat bahan peledak dalam kolom isian

Berat bahan peledak yang terdapat di dalam kolom isian pada tiap lubang bor

merupakan fungsi dari pada density, diameter dan kolom isian bahan peledak. Berat

bahan peledak tersebut (loading factor) dapat dihitung dengan cara sbb :

Loading factor = Loading Density X Panjang Kolom Isian

Ew = 7,85 x De2 x ρ x Ecl

de = 7,85 x De2 x ρ

Page 22: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

dimana Ew = Berat bahan peledak dalam kolom isian (kg) (Loading factor)

De = Diameter bahan peledak (dm)

ρ = Density bahan peledak (kg/dm3)

Ecl = Panjang kolom isian (m)

de = Loading density (kg/m)

3.2.3. Powder Factor (PF)

Powder Factor “ adalah hubungan matematis antara bahan peledak terhadap jumlah

batuan yang diledakan. Istilah powder factor disebut juga “speccific charge

weight”. Ada 4 cara dalam menyatakan powder factor :

1. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3 )

2. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton)

3. Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg)

4. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg)

Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit hasil produksi pada

operasi peledakkan. Dengan powder factor dapat diketahui komsumsi bahan

peledak yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah batuan. Dari pengalaman, harga

powder factor pada operasi penambangan, dengan batuan yang relatif solid, berkisar

antara 0,30-0,60 kg/m3.

- Untuk menghitung dengan basis volume (cubik yard) tiap lubang bor dihitung

seperti persamaan berikut

V= (B x S xH) /27

Dimana V = Volume (cubic yard)

B = Burden (ft)

Page 23: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

S = Spacing (ft)

H = Tinggi jenjang (ft)

Untuk menghitung dengan basis berat (ton) tiap lubang bor dipakai persaman

seperti berikut :

W = (B x S x H) /27 x (27) / 2000

Dimana W = berat batuan (ton)

ρ = Density batuan (lb/ft3)

3.2.4. Decking (deck loading)

Decking adalah suatu cara membagi kolom isian bahan peledak menjadi 2 (dua)

atau lebih. Dengan cara ini, diantara kolom isian bahan peledak diisi dengan

material pengisi, steamming (misalnya drill cutting, crushed stone atau pasir).

Cara ini biasanya diterapkan pada daerah batuan yang berlapis – keras – lemah (soft

seam) atau terdapat rongga-rongga.

Alasan lain dengan decking adalah untuk mengurangi getaran (ground vibration)

atau mengurangi berat bahan peledak tiap delay. Jarak decking minimal 6 x

diameter lubang.

Page 24: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

GAMBAR 3.9. TYPICAL DECK LOADING

3.2.5. Prinsip Priming

Primers

Primer adalah bahan peledak yang menerima penggalak dari detonator atau

detonating cord. Hasil dari ledakkan tersebut kemudian disalurkan ke bahan peledak

yang mempunyai sesitivitas sama atau yang kurang sensitive. Primer berbeda

dengan booster dimana primer adalah bahan peledak yang dipasangi/berisi dengan

detonator atau detonating cord sedang booster tidak.

Bahan peledak ANFO adalah kurang sensitif terhadap detonator saja (No. 6). Agar

bisa meledak diperlukan primer. Performan ANFO dapat dipengaruhi oleh diameter

lubang, besar butir, density, tingkat kepadatan dan moisture. Dengan diameter

lubang yang lebih besar VOD ANFO akan lebih besar pula.

Diameter dan Panjang Primer

Gambar 2.10 menunjukkan efek diameter primer terhadap kolom ANFO yang

berdiameter 3 in. Bila diameter primer sama dengan diameter kolom ANFO, VOD

ANFO sangat tinggi pada awal ledakkan, kemudian baru dicapai Vod stabil (jauh

dari primer). Sedangkan bila diameter primer lebih kecil dari pada diameter ANFO,

VOD ANFO pada awal ledakkan lebih rendah.

Page 25: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Primer harus cukup panjang untuk diperoleh rated VOD. Panjang primer harus

paling tidak sama dengan atau lebih besar dari pada diameternya. Lebih baik

panjangnya kurang lebih 2 x diameter untuk mendapatkan kepastian stable flat

pressure yang terbentuk pada primer.

GAMBAR 3.10. EFEK DIAMETER PRIMER DENGAN VOD AWAL DAN

DIAMETER KOLOM ANFO = 3”

Posisi Primer

Bila primer tidak cukup ANFO akan meledak dengan Vod yang rendah, atau

bahkan bisa gagal tidak meledak. Bila hal ini terjadi hasil ledakkan tidak akan

memberikan energi secara penuh dan akan menghasilkan gas-gas beracun, fumes

dan smoke.

Walaupun dengan penggunaan primer yang tepat akan berhasil, tetapi performnya

masih dipengaruhi oleh primer.

Secara umum, lokasi primer berpengaruh terhadap :

- Besar-kecilnya stress wave dalam massa batuan.

Page 26: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

- Lemparan (perpindahan) hasil ledakan

Gambar 3.11. memberikan illustrasi dengan posisi top priming dan bottom priming.

Jadi secara singkatnya, prinsip priming memberikan performan ANFO secara

maksimim dan primer harus :

- Mempunyai daya ledak lebih besar (> 80 kbar)

- Mendekati diameter sama dengan diameter kolom ANFO

- Cukup panjang untuk memperoleh rated VOD.

GAMBAR 3.11. EFEK TOP DAN BOTTOM PRIMING

3.3. Perimbangan Geologis

Geologis/kondisi batuan merupakan faktor yang penting dalam mendesain

peledakkan. Hai ini berpengaruh besar terhadap pemakaian bahan peledak dan

fragmentasinya. Gambar 3.12. terlihat type efek geologis pada hasil bongkaran.

Page 27: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Case 1 : Bongkaran secara menyeluruh akan memperoleh karena tidak ada

pengaruh hambatan.

Case 2 : Terdapat satu set fractiure dan sedikit menyudut terhadap arah

ledakkan. Hasil bongkaran dipengaruhi oleh adanya fracture tersebut

karena energi gelombang ledak akan dipantulkan oleh adanya bidang-

bidang bebas yang terbentuk diantara fracture. Hasil bongkaran akan

berkurang karenanya.

Case 3 : Kedudukan fracture tegak lurus dengan arah ledakkan dan hal ini

mendapat kesulitan dengan jarak spacing yang lebar. Bidang fracturee

mempantulkan energi gelombang ledak dan mempersulit hasil

bongkaran. Sehingga jarak burden harus diperpendek (case 4).

Case 4 : Jika horison section menyusuri melalui lubang bor, peledakkan ke arah

kiri dip akan sulit. Kesulitan lain juga akan timbulnya backbreak dan

tonjokan pada lantai jenjang.

Page 28: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

GAMBAR 3.12. ILLUSTRASI PENGARUH STRUKTUR DAN HASIL

BONGKARAN

Sehubungan dengan factor geologi, pertimbangan lain adalah pengaruh ketinggian

jenjang, diameter lubang bor, proses penghancuran dan fragmentasinya. Element-

element penting dari factor geologis adalah adanya bedding planes, joint, dip dan

rongga-rongga.

Pada formasi yang mempunyai dip seperti tergambar dalam gambar 3.13, pemboran

lubang tembak, mungkin dibuat dengan beberapa baris, dibuat sedemikian rupa

untuk menghasilkan muka jenjang yang menyilang dengan arah dip. Dengan cara

ini kemudian terjadi back break lebih besar. Disamping itu batuan yang tidak

tersangga akan berjatuhan secara gravitasi. Gambar 3.14 peledakkan dilakukan

berlawanan dengan dip, akan mengurangi terjadinya back break, tetapi akan lebih

mungkin timbul tonjokkan pada lantai jenjang dan dasar lantai tidak merata.

Page 29: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

GAMBAR 3.13.

GAMBAR 3.14.

Stooting against the dip gives less chance of backbreak but increases the posibility of a

high toe the rough quarry floor or higher than normal muckpile

Page 30: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

BAB IV

SISTEM RANGKAIAN (CIRCUIT)

Terdapat 4 type/cara melakukan penyambungan detonator listrik, yaitu dirangkai secara

hubungan :

- Seri

- Paralel

- Paralel – seri atau

- Seri – paralel.

Pemilihan sistem rangkaian akan tergantung dari pada jumlah detonator listrik yang akan

diledakan. Secara umum, sambungan seri digunakan untuk jumlah lubang tembak yang

sedikit, < 50 detonator. Sedangkan paralel – seri atau seri – paralel digunakan bila

sejumlah besar detonator listrik yang akan diledakkan. Paralel biasanya hanya digunakan

untuk peledakan secara khusus, banyak diterapkan pada tambang dalam.

4.1. Hubungan Seri

Hubungan seri dalam suatu rangkaian peledakan dapat diilustrasikan seperti pada

gambar 4.1.

GAMBAR 4.1. SINGLE SERIES ELECTRIC BLASTING CIRCUIT

Page 31: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Dasar perhitungan untuk mengetahui berapa voltase yang akan terdapat didalam

rangkaian tersebut adalah sebagai berikut :

Prinsip dasar perhitungan

Rtotal = R1 + R2+ R3 +… + Rn

= n R

i total = i 1 = i 2 = in

Volt = i (nr)

Dalam peledakkan seri, hubungan yang sudah lengkap harus diuji kontinuitasnya dengan

teliti.

Arus peledakkan harus paling rendah 1,5 A (pada suatu detonator), supaya tiap-tiap

detonator dapat berfungsi sebagai mestinya.

Contoh : kita punya 50 detonator listrik yang akan diledakkan dan dihubungkan

secara seri, dengan masing-masing detonator tahanannya 1,6 ohm.

Digunakan 100 yard kabel utama dan 100 yard kabel pembantu. Maka

tahanan 50 detonator adalah : 50 x 1,6 ohm = 80 ohm

Tahanan kabel utama : 100 yard = 5 ohm

Tahanan kabel pembantu : 100 yard = 8 ohm

Total tahanan = 93 ohm

Jadi diperoleh voltase : V = 1,5 A x 93 ohm = 140 volt

Catatan :

Pada hubungan seri tidaklah umum memakai sumber yang besar, biasanya mengunakan

arus yang rendah tetapi dengan voltase yang tinggi.

Page 32: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

4.2. Hubungan Paralel

GAMBAR 4.2. HUBUNGAN PARALEL

Prinsip dasar : 1/R total = 1/R1 + 1/R 2 + … + 1/Rn = n/Rn

i total = i 1 + i 2 + …+ in

Volt = i (nR)

Hubungan yang sudah lengkap tidak dapat ditest kontikuitasnya, tapi tiap-tiap sambungan

dapat ditest dengan ohm meter sebelum dimasukan. Untuk peledakkan paralel arus paling

rendah 0,5 A, yaitu paling kecil digunakan untuk satu detonator,

Contoh : Meledakkan dengan 50 detonator dihubungkan secara parallel, maka :

Tahanan untuk 50 detonator = 1,6/50 = 0,03 ohm

Tahanan kabel utama = 5 ohm

Tahanan kabel pembantu = 8 ohm

Tahanan total = 13,03 ohm

Dibulatkan = 13 ohm

Page 33: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Arus yang dibutuhkan = 0,5 x 50 detonator = 25 A

Voltasenya = 13 x 25 = 325 volt

4.3. Hubungan Serie - Paralel

Dalam hubungan serie – parallel masing-masing sambungan serie digabungkan lagi

dengan hubungan paralel dengan sambungan seri yang lain, seperti terlihat pada gambar

dibawah ini. Tipe hubungan ini sering digunakan bila jumlah total detonator listrik yang

akan diledakan melebihi 50. Tiap-tiap seri sebaiknya terbatas hanya 40 detonator atau

maksimum resisten 100 ohm.

GAMBAR 4.3. HUBUNGAN SERIE – PARALEL

Contoh perhitungan

Apabila 50 detonator diatur dalam 10 deret (paralel) dan setiap deret terdiri dari 5

detonator (diseri), berapa voltase dalam rangkaian tersebut ?

Perhitungan : Dalam 10 deret paralel arus yang diperlukan adalah

= 1,5 A x 10 = 15 A

Total tahanan = 1,6 x 5 + 8 + 5 = 13,8 ohm 10

Jadi voltase = 15 A x 13,8 ohm = 207 Volt

Page 34: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

4.4. Hubungan Parallel - Seri

GAMBAR 4.4. HUBUNGAN PARALLEL – SERIE

Contoh perhitungan

Apabila dibuat 10 group seri,dimana setiap 5 detonator dihubungkan dalam hubungan

parallel (contoh gambar diatas), dicari berapa voltase yang terdapat dalam hubungan

tersebut ?

Perhitungan : Tahanan tiap group parallel adalah = (1,6)/5 = 0,32 ohm

Sedangkan tahanan dari pada 10 group parallel yang disambung dengan serie adalah

= 10 x 0,32 ohm = 3,2 ohm.

Jumlah tahanan = 3,2 + 8 + 5 = 16,2 ohm

Arus yang dibutuhkan adalah = 0,5 x 5 = 2,5 A

Jadi voltase dalam rangkaian = 16,2 ohm x 2,5 A = 40 volt.

Page 35: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

BAB V

M I S F I R E

5.1. Handing Misfire

Sekali waktu seorang juru ledak akan menghadapi kejadian “misfire”, sehingga sangatlah

penting bagi juru ledak untuk mengetahui bagaiman menghadapinya.

Semua misfire harus ditangani secara hati-hati dan oleh orang yang sudah berpengalaman

dan orang yang teliti. Tidak seorangpun diperbolehkan mendekati daerah misfire, sampai

misfire tersebut diledakkan atau untuk periode yang telah dianggap aman telah berlalu.

Periode waktu yang aman tersebut paling sedikit 30 menit untuk peledakkan dengan

sumbu api atau paling sedikit 5 menit bila digunakan detonator listrik.

Yang dimaksud dengan misfire adalah bila bahan peledakkan yang dipasang dan diisi ke

dalam lubang bor tidak mau meledak. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya “misfire”

adalah dapat berasal dari bahan peledaknya sendiri, detonator, sumbu atau kawat

penghantar.

Oleh sebab itu, perawatan terhadap bahan-bahan tersebut harus baik, disamping ketelitian

regu ledak dalam menjalankan tugasnya.

5.1.1. Misfire Yang Menggunakan Sumbu Api

Prinsip penyebab dari misfire diaman sumbu api digunakan adalah terkelupasnya sumbu

api (dikarenakan cerobohnya cara penangan), sumbu api yang lembab (akibat dari kondisi

gudang atau tempat penyimpanan yang basah), juga karena penggunaan pisau yang

tumpul untuk memotong sumbu api, sehingga berakibat tersumbatnya api yang akan

membakarnya dan menghambat terbakarnya detonator, untuk pencegahannya adalah :

Page 36: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

- Penyimpanan bahan peledak dan sumbu api seperti peraturan yang ada.

- menggunakan bahan peledak yang cocok untuk maksud peledakkan.

- Potonglah sumbu api yang terkena cukup lama, sepanjang 0,5 “.

- Jangan menggunakan sumbu yang disambung. Sumbu dapat disambung dengan

memotong miring kemudian diikat yang rapat, tetapi sedapat mungkin ini dihindari.

Cara mengisi misfire tersebut adalah :

- Pada peledakan dengan sumbu api, juru ledak harus menunggu 30 menit atau lebih,

baru setelah itu mendekati lubang bor dimana misfire terjadi.

- Bila stemming terlalu padat dan kerusaknya ada didalam lubang bor, maka cara

mengatasinya adalah sebagai berikut :

a. Mambongkar stemming tersebut, misalnya dengan jalan memancingnya

keluar dengan alat yang tebuat dari tembaga atau bahan lainnya,yang

tidak dapat mengeluarkan api. Bila dengan cara tersebut masih sukar,

maka perlu disemprot air atau udara dari compresor. Bahan peledak

dapat rusak karenanya, apabila bahan peledak tidak tahan terhadap air.

Kemudian luabng tembak diledakkan dengan memasukkan primer yang

baru.

Penggunaan primer untuk misfire :

- Stemming dapat dipindahkan dengan cara menyemprot dengan

compresor atau dengan air.

- Semprotan udara atau air harus melalui pipa karet yang kuat atau

pipa plastik (jangan pipa besi).

Page 37: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

- Pembongkaran stemming harus diusahakan setelah konsultasi

dengan peraturan-peraturan yang berlaku, sebab di beberapa negara

caratersebut tidak diperbolehkan.

- Usaha apapun tidak diperbolehkan untuk menggali stemming dengan

mempergunakan alat-alat. Ini adalah pekerjaan yang berbahaya,

dimana suatu resiko daripada meledaknya bahan peledak akibat dari

gesekkjan atau goncangan.

- “Nitroglicerin” dan “Slurry Explosive” adalah tahan terhadap air,

tetapi TNT/Amonium nitrat, ANFO dan Black Powder akan rusak

sebagian atau seluruhnya oleh aliran air.

- Apabilka digunakan semprotan air, dilanjutkan pada lubang tembak

tersebut diisi dengan bahan peledak yang tahan terhadap air, apabila

tersedia. Bila tidak tersedia, maka lubang tembak ditest dengan stick

atau tongkat sehingga terbukti telah kering.

- Kemudian masukkan primer dan ledakkan.

b. Membuat lubang yang baru diletakkan dimuka daripada lubang bor

dimana misfire terjadi, dengan jarak paling dekat 30 cm. Kemudian diisi

dengan bahan peledak dan selanjutnya eldakkan.

c. Bila stemming terlalu kuat tetapi tidak panjang, misalnya hanya sama

panjang dengan bahan peledak, dengan memasukkan primer lagi

kemudian diledakkan, maka misfire akan ikut meledak pula.

Page 38: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

5.1.2. Misfire yang menggunakan detonator listrik :

Prinsip penyebab misfire apabila digunakan detonator listrik adalah sebagai berikut :

a. kebocoran arus.

Meskipun “Blasting Machine” yang digunakan mempunyai arus yang cukup, tetapi pada

kondisi yang lembab dan basah bisa menakibatkan bocornya arus ke tanah atau terjadi

hubungan arus yang melintang. Hal ini bisa mengakibatkan kurang cukupnya arus yang

melalui detonator-detonator, sehingga berakibat timbul misfire.

Kesalahan tersebut dapat ditiadakan dengan cara membongkar sambungan-sambungan

dan diisolasi, serta tetap menjaga supaya sambungan-sambungan dalam keadaan kering

dan baik, selanjutnya harus dijauhkan dari benda-benda metal.

b. Kabel

Kabel utama mungkin dapat rusak akibat suatu peledakkan, sehingga untuk penggunaan

berikutnya harus diperiksa dengan teliti. Untuk mengetahui adanya kabel yang putus atu

telanjang, untuk mencegah timbulnya misfire dari adanya hubungan pendek atau bocoran

arus tanah, akibat dari kerusakkan kabel.

Pencegahannya :

Pergunakanlah kawat yang baik;

Kawat yang banyak sambungannya, mungkin akan menambah turunnya tegangan dan

kebocoran arus.

Cara mengatasi misfire tersebut :

Bila peledakkan dengan listrik, maka kabel utama dilepaskan dulu dari blasting machine.

Sesudah 5 (lima) menit baru aman mendekati lubang bordimana terjadi. Pertama-tama

kawat penghantar diperiksa kalau terdapat putus atau lepas, kontak dengan tanah, air atau

Page 39: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

konduktor lain. Kalau hal ini terjadi, maka dibetulkan dan kabel utama dipasang lagi pada

blasting machine, kemudian diledakkan.

c. Kesalahan dalam penyambungan

Kemungkinan tipe “muti shut exploder generator” yang dioperasikan secara mekanis.

Apabila mekanis tersebut tidak bekerja karena tidak cukup kecepatannya, maka arus yang

ditimbulkannya tidak cukup untuk dapat menyalakan detonator-detonator dalam

hubungan seri.

Misfire dapat terjadi akibat hubungan pendek, karena juru ledak kurang perhatian

terhadap adanya hubungan pendek dari kabel.

Apabila jaringan kabel tidak ditest, sambungan yang longgar atau kotor

mengakibatkan timbulnya tahanan yang tinggi, akan berakibat terjadinya misfire.

Kesalahan-kesalahan tersebut dapat ditiadakan dengan cara pengecekan yang hati-hati

dan sistematis dari semua sambungan-sambungan.

Apabila misfire terjadi, kabel utama harus dicabut dari exploder dan “kunci exploder”

harus selalu dicabut dan selalu dibawah sendiri oleh juru ledak. Setelah 5 (lima) menit

menunggu, juru ledak mulai menguji kabel dan hubungan-hubungannya dan suatu

kesalahan yang didapat maka kabel tersebut harus disingkirkan, jaringan kabel harus

selalu ditest dengan menggunakan “safety ohmmeter”. Ini adalah sangat penting

bahwa semua pengetesan harus dilakukan dari tempat yang aman, dan semua orang

berada ditempat perlindungan, untuk mencegah kecelakaan yang mungkin terjadi

akibat timbulnya ledakkan dari pekerjaan testing tersebut.

Page 40: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

Apabila jaringan tersebut ternyata baik, maka kesalahan terletak didalam lubang bor.

Selanjutnya harus dimasukkan lagi booster dan sambungan kabel dihubungkan

dengan booster tersebut dan diledakkan.

N O T E S :

PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN DALAM PENANGANAN BAHAN

PELEDAK :

1. Terlalu lama dalam menyundut/menyulut sumbu api.

2. Membor lagi kedalam lubang yang berisi bahan peledak.

3. Meledaknya bahan peledak pada electric blasting, sebelum diledakkan.

4. Terlalu cepat mendatangi tempat peledakakan setelah meledak.

5. Perlindungan yang tidak memadai untuk tampat berlindung.

6. Tindakan dan kondisi tidak aman pada saat transport, handling dan penimbunan.

7. Cara mengatasi “misfire” yang tidak benar.

8. Menggunakan sumbu api yang terlalu pendek.

9. Cara-cara taping yang salah.

10. Pada saat membawa bahan peledak sambil merokok. Juga membawa bahan peledak

dan detonator menjadi satu.

Page 41: Dasar Teori Teknik Peledakan, Bahan Peledakan, Pola Peledakan, Geometri Peledakan

5.2. Secodary Balsting

Setelah melakukan peledakkan pada batuan induk (prmary blasting) kadang-kadang hasil

bongkara (fragmentasinya) tidak mulus seperti apa yang diharapkan, tetapi terdapat

bongkaran yang lebih besar (boulder). Untuk mengecilkan ukuran perlu dilakukan

secodary blasting. Ada tiga cara yang dilakukan, yaitu ;

a). “Mud capping” atau “Plaster Shooting”.

b). “Blok holling” atau Popping”.

c). “Snake holling”.

“Blok Holling” “Mud Capping”

“Snake Holling”