prinsip terapi pembedahan.docx

10
PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN EVALUASI Determinasi resektabilitas, staging bedah, dan reseksi pulmoner harus dilakukan oleh ahli bedah thoraks bersertifikat resmi yang melakukan operasi kanker paru sebagai bidang praktik utama mereka CT scan dan PET yang digunakan untuk staging sebaiknya dilakukan dalam 60 hari sebelum melakukan evaluasi bedah Reseksi adalah modalitas tatalaksana lokal yang lebih disukai (modalitas lainnya meliputi ablasi radiofrekuensi, kryoterapi, dan SABR). Konsultasi bedah onkologi thoraks sebaiknya menjadi bagian evaluasi pada pasien yang dipertimbangkan untuk terapi lokal kuratif. Pada kasus-kasus dimana SABR dipertimbangkan pada pasien berisiko tinggi, direkomendasikan untuk adanya sebuah evaluasi multidisipliner (meliputi ahli onkologi radiasi). Rencana keseluruhan tatalaksana dan kebutuhan akan studi pencitraan sebaiknya ditentukan sebelum dimulainya pengobatan non-darurat Ahli bedah thoraks sebaiknya secara aktif berpartisipasi dalam diskusi multidisipliner dan pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pasien

Upload: fika-khulma-sofia

Post on 11-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

TRANSCRIPT

Page 1: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN

EVALUASI

Determinasi resektabilitas, staging bedah, dan reseksi pulmoner harus

dilakukan oleh ahli bedah thoraks bersertifikat resmi yang melakukan

operasi kanker paru sebagai bidang praktik utama mereka

CT scan dan PET yang digunakan untuk staging sebaiknya dilakukan

dalam 60 hari sebelum melakukan evaluasi bedah

Reseksi adalah modalitas tatalaksana lokal yang lebih disukai (modalitas

lainnya meliputi ablasi radiofrekuensi, kryoterapi, dan SABR). Konsultasi

bedah onkologi thoraks sebaiknya menjadi bagian evaluasi pada pasien

yang dipertimbangkan untuk terapi lokal kuratif. Pada kasus-kasus dimana

SABR dipertimbangkan pada pasien berisiko tinggi, direkomendasikan

untuk adanya sebuah evaluasi multidisipliner (meliputi ahli onkologi

radiasi).

Rencana keseluruhan tatalaksana dan kebutuhan akan studi pencitraan

sebaiknya ditentukan sebelum dimulainya pengobatan non-darurat

Ahli bedah thoraks sebaiknya secara aktif berpartisipasi dalam diskusi

multidisipliner dan pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pasien

kanker paru (misalnya, pertemuan untuk dewan tumor/ klinis

multidisipliner)

RESEKSI

Reseksi pulmo anatomi lebih disukai untuk sebagian besar pasien

NSCLC

Reseksi sublobaris—segmentectomy dan reseksi baji sebaiknya

mencapai batas reseksi parenkim ≥2 cm atau ≥ ukuran nodul.

Reseksi sublobaris sebaiknya juga mencakup sampel daerah limfonodi

N1 dan N2 yang sesuai kecuali jika tidak tampak secara teknis tanpa

secara substansial meningkatkan risiko operasi.

Page 2: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

Segmentektomi (lebih disukai) atau reseksi baji cocok dilakukan pada

pasien tertentu karena beberapa alasan berikut:

Cadangan pulmo yang rendah atau adanya komorbiditas mayor

lainnya yang merupakan kontraindikasi lobektomi

Modul perifer1 ≤2 cm dengan setidaknya ada salah satu

diantara hal berikut:

Histology AIS murni

Nodul memiliki ≥ 50 % gambaran ground-glass pada

CT scan

Surveilans radiologi mengkonfirmasi waktu doubling

yang lama (≥ 400 hari)

VATS atau operasi invasif minimal (meliuti pendekatan dengan bantuan

robot) sebaiknya dipertimbangkan dengan baik bagi pasien dengan tanpa

kontraindikasi anatomi atau bedah, sepanjang tidak ada kompromi dari

onkologi standar dan prinsip diseksi operasi thoraks.

Pada pusat-pusat volume tinggi dengan pengalaman VATS yang

signifikan, lobektomi VATS pada pasien tertentu menghasulkan perbaikan

hasil dini (misalnya, penurunan nyeri, penurunan waktu dirawat di rumah

sakit, waktu pengembalian fungs yang lebih cepat, komplikasi yang lebih

sedikit) tanpa mengompromikan hasil dari kanker.

Reseksi anatomi lung-sparing(sleeve lobectomy) lebih disukai daripada

pneumonectomy, jika secara anatomi sesuai dan mencapa reseksi margin-

negatif

Tumor T3 ( invasi) dan ekstensi lokal T4 memerlukan reseksi en-blok dari

struktur yang terlibat dengan margin engatif. Jika ahli bedah atau rumah

sakitnya tidak yakin tentang potensi reseksi lengkap, pertimbangkan untuk

memperoleh pendapat tambahan dari ahli bedah lain dari pusat spesialis

volume-tinggi

PEMERIKSAAN MERGIN DAN NODUL

Page 3: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

Korelasi patologi bedah penting untuk menilai margin positif atau yang

tampak mendekati, sebagaimana hal ini mungkin tidak mewakili margin

ssebenarnya atau mungkin tidak benar-benar mewakili area risiko untuk

rekurensi lokal (misalnya, permukaan medial batang otak atau bronkus

intermedius ketuka memisahkan diseksi limfonodi sub-carina dilakukan;

margin pleura yang berdekatan dengan aorta ketika tidak ada yang melekat

pada aorta).

Reseksi nodul N1 dan N2 dan mapping sebaiknya menjadi komponen rutin

reseksi kanker paru –minimum 3 sampel station N2 atau diseksi limfonodi

lengkap

Diseksi limfonodi meduastinum ipsilateral sebelumnya diindikasikan bagi

pasien yang menjalani reseksi untuk penyakit stage IIIA (N2)

Reseksi komplit memerlukan margin reseksi bebas, diseksi atau sampling

nodul sistematik, dan nodul mediastinum tertinggi negatif untuk tumor.

Reseksi didefinisikan sebagai inkomplit ketika terdapat keterlibatan

reseksi margin, limfonodi positif yang tidak dapat diambil, atau efusi

pericardial atau pleura positif. Suatu reseksi komplit disebut sebagai R0,

reseksi positif secara mikroskopis disebut R1, dan tumor residual

mikroskopis disebut R2.

Pasien-pasien dengan stadium II patologis atau yang lebih besar sebaiknya

dirujuk ke bidang onkologi medus untuk evaluasi.

Pertimbangkan rujukan pada ahli onkologir adiasi untuk penyakit stage

IIIA yang sudah direseksi

PERAN PEMBEDAHAN PADA PASIEN-PASIEN DENGAN NSCLC

STADIUM IIIA (N2)

Peran pembedahan pada pasien-pasien dengan penyakit N2 patologis

masih kontroversial.1 dua uji acak telah mengevaluasi peran pembedahan pada

populasi ini, namun tidak ada diantara keduanya yang menunjukkan manfaat

Page 4: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

survival yang menyeluruh dengan penggunaan bedah.2,3 Namun, ppulasi ini

bersifat heterogen dan panel percaya bahwa uji ini tidak cukup mengevaluasi

perbedaan kecil yang muncul dengan adanya heterogenitas penyakit N2 dan

kecenderungan manfaat onkologi pembedahan pada situasi klinis spesifik.

Adanya atau tidak adanya penyakit N2 sebaiknya ditentukan dengan jelas

baik secara radiologis dan dengan staging invasif sebelum memulai terapi

karena adanya penyakit nodul mediastinum dapat meningkatkan dampak

pada prognosis dan pemilihan tatalaksana. (NSCL-1, NSCL-2, dan NSCL-

8)

Pasien-pasien dengan nodul N2 positif yang ditemukan pada saat reseksi

pulmo sebaiknya dilanjutkan dengan reseksi terencana seiring dengan

diseksi limfonodi mediastinum formal. Jika penyakit N2 dicatat pada

pasien yang menjalani VATS, ahli bedah dapat mempertimbangkan untuk

menghentikan prosedur sehingga induksi terapi dapat dimulai sebelum

pembedahan; namun, melanjutkan prosedur juga merupakan pilihan.

Determinasi peran operasi pada pasien-pasien dengan limfonodi N2 positif

sebaiknya dibuat sebelum inisiasi terapi apapun oleh tim multidisipliner,

meliputi ahli bedah thoraks bersertifikasi resmi yang sebagian besar

praktik klinisnya berkecimpung dalam bidang yang didedikasikan untuk

onkologi thoraks.4

Adanya limfonodi N2 positif secara substansial meningkatkan

kemungkinan limfonodi N3 positif. Evaluasi patologis dari mediastinum

harus emncakup evaluasi station subcarina dan limfonodi kontralateral.

EBUS +/- EUS adalah teknik tambahan untuk stagingmediastinum

patologis yang minimal invasif sebagai pelengkap mediastinoscopy.

Bahkan ketika modalitas-modalitas ini dilakukan, penting untuk memiliki

evaluasi yang adekuat mengenai jumlah station yang terlibat dan biopsy

dan dokumentasi keterlibatan limfonodi kontralateral negatif sebelum

pemilihan tatalaksana akhir.

Page 5: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

Peran pembedahaan pada apsien dengan NSCLC stadium IIIA (N2)

dilanjutkan pada NSCL-B 3 dari 4 melalui NSCL-B 4 dari 4

PERAN PEMBEDAHAN PADA APSIEN-PASIEN DNEGAN NSCLC

STADIUM IIIA (N2)

Medisstinoskopi berulang, bila mungkin, secara teknis sulit dialkukan dan

memiliki akurasi yang rendah dibandingkan dengan mediastinoskopi

primer. Salah satu strategi yang mungkin adalah dengan melakukan EBUS

(±EUS) pada saat awal evaluasi pre-pengobatan dan mencadangkan

mediastinoskopi untuk staging nodul setelah terapi neo-adjuvan.5

Pasien-pasien dengan limfonodi tunggal yang berukuran kurang dari 3 cm

dapat dipertimbangkan untuk pendekatan multimodalitas yang meliputi

reseksi pembedahan.1,6,7

Restaging setelah terapi induksi sulit untuk diinterpretasikan, tetapi CT +/-

PET sebaiknya dilakukan untuk mengeksklusikan progresi penyakit atau

interval perkembangan penyakit metastasis.

Pasien-pasien dengan mediastinum negatif setelah terapi neo-adjuvan

memiliki prognosis yang lebih baik.7,8

Kemoraadioterapi neo-adjuvan digunakan pada 50% anggota institusi

NCCN, sedangkan kemoterapi neo-adjuvan digunakan pada 50 % lainnya.

Survival keseluruhan yang sama ditunjukkan oleh RT diberikan

secarapost-operatif, jika tidak pre-operatif.5,9 Kemoradioterapu neo-

adjjuvan berhubungan dengan tingkat respon patologis komplit yang lebih

tinggi dan limfonodi mediastinum negatif.10 Namun, hal tersebut dicapai

pada tingkat toksisitas akut yang tinggi dan biaya yang mahal.

Ketika kemoradioterapi neo-adjuvan digunakan dengan dosis yang lebih

rendah darupada yang digunakan untuk terapi definitif standar, semua

usaha sebaiknya dibuat untuk meminimalisir adanya terputusnya

Page 6: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

radioterapi yang mungkin untuk evaluasi bedah. Terputusnya pengobatan

selama lebih dari seminggu dianggap gagal.

Ketika evaluasi pembedahan berkala tidak tersedia, strategi

ekmoradioterapu neo-adjuvan sebaiknya tidak digunakan. Opsi lainnya

pada kasus individual, dan dengan persetujuan ahli bedah thoraks, adalah

untuk melengkapi kemoradioterapi definitif sebelum re-evaluasi dan

pertimbangan pembedahan.11,12 Jika seorang ahli bedah atau rumah sakit

tidak yakin dengan feasibilitas dan keamanan reseksi setelah dosis radiasi

definitif, pertimbangkan untuk mendapatkan pendapat dari ahli bedah lain

dari pusat spesialis volume tinggi. Operasi-operasi ini mungkin juga akan

bermanfaat dari pertimbangan tambahan cakupan flap jaringan lunak pada

bidang radiasi pada waktu reseksi.

Data dari uji multi-institusional luas menunjukkan bahwa penumonektomi

setelah kemoradiasi neo-adjuvan memiliki tingkat morbiditas dan

mortalitas yang besar.2 Namun, masih belum jelas apakah hal ini juga

benar dengan kemoterapi neo-adjuvan saja. Selain itu, banyak kelompok

telah menantang bahwa temuan kelompok kooperatif dengan pengalaman

institusi tunggal yang menunjukkan keamanan pneumonektomi setelah

terapi induksi.13-16 Selain itu, tidak ada bukti bahwa penambahan RT pada

regimen induksi untuk pasien dengan penyakit stadium IIIA (N2) yang

dapat dioperasi dapat memiliki hasil lebih baik dibandingkan dengan

induksi kemoterapi.17

Sebuah kuesioner dikumpulkan pada Anggota Institusi NCCN tahun 2010

terkait pendekatan mereka terhadap pasien dengan penyakit N2. Respon

mereka menunjukkan pola praktik ketika mendekati masalah klinis yang sult

ini:

Page 7: PRINSIP TERAPI PEMBEDAHAN.docx

a) Akan mempertimbangkan operasi pada pasien dengan satu statlon

limfonodi N2 yang terlibat dengan satu limfonodi berukuran kurang

dari 3 cm : (90,5%)

b) Akan mempertimbangkan operasi pada pasien dengan lebih dari satu

limfonodi N2 yang terlibat, selama tidak ada limfonodi yang berukuran

lebih dari 3 cm : (47,6%)

c) Menggunakan EBUS (+/- EUS) pada evaluasi awal mediastinum :

(80%)

d) Menggunakan evaluasi patologi mediastinum, setelah terapi neo-

adjuvan, untuk membuat keputusan akhir sebelum operasi : (40,5%)

e) Akan mempertimbangkan terapi neo-adjuvan yang diikuti dengan

pembedahan ketika pasien setuju, berdasarkan evaluasi klinis, untuk

mendapatkan pneumonektomi : (54,8%).

.