presus tinea pedis

33
PRESENTASI KASUS TINEA PEDIS Oleh: Aswin Prayogo FK UPN 1110221004 Moderator : dr. Widyo Atmoko, SpKK Tanggal Presentasi : 25 Maret 2013 DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO 1

Upload: aswin-prayogo

Post on 03-Jan-2016

116 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Tinea Pedis

PRESENTASI KASUS

TINEA PEDIS

Oleh:

Aswin Prayogo

FK UPN

1110221004

Moderator : dr. Widyo Atmoko, SpKK

Tanggal Presentasi : 25 Maret 2013

DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

JAKARTA

PERIODE 18 MARET – 19 APRIL 2013

1

Page 2: Presus Tinea Pedis

DAFTAR ISI

BAB I. STATUS PASIEN ............................................................................ 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 23

2

Page 3: Presus Tinea Pedis

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS

Nama : Tn. H

Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 2 Januari 1988

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : asrama Denhub, Bogor

Pekerjaan : TNI AD (Pratu)

Pendidikan : SMA

Status : belum menikah

Agama : islam

Tanggal Pemeriksaan : 21 Maret 2013

No. CM : 41.00.93

1.2 ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis.

1.2.1 KELUHAN UTAMA

Pasien mengeluhkan gatal di kaki kiri dan kanan.

1.2.2 KELUHAN TAMBAHAN

Tidak ada

3

Page 4: Presus Tinea Pedis

1.2.3 RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke poli kulit dengan keluhan adanya rasa gatal pada kaki kiri

dan kanan disertai rasa nyeri bila tergesek, keluhan dirasakan sejak 5 minggu yang

lalu sebagai suatu lenting dengan rasa gatal yang muncul tiba-tiba pada kaki kiri

terlebih dahulu terutama pada bagian sela-sela jari kaki. Pasien mengeluhkan rasa

gatal yang sangat sehingga sering menggaruk dan akhirnya lenting tersebut pecah

dan mengeluarkan cairan bening, pasien tetap sering menggaruk sampai timbul

luka yang semakin lama semakin membesar. Keluhan muncul pada kaki kanan

setelah 1 minggu kemudian.

Pasien mengaku telah berobat 2 minggu yang lalu mendapat obat salep

dan minum, pasien merasa belum sembuh total tetapi sudah ada perbaikan seperti

keluhan pada bagian diantara ruas-ruas jari kaki. Tidak ada teman satu asrama

yang mengalami keluhan yang sama. Pasien memiliki kebiasaan sering

membiarkan kaki dalam keadaan lembab dan sering memakai sepatu boot tertutup

dalam jangka waktu lama.

1.2.4 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.

1.2.5 RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami penyakit yang sama

sebelumnya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Per tanggal 21 Maret 2013

Tanda-tanda vital :

Tekanan darah = tidak diperiksa

Nadi = 86 x/menit, teratur, isi cukup.

4

Page 5: Presus Tinea Pedis

Pernapasan = 20 x/menit, teratur.

Suhu = tidak diukur dengan termometer

Data antropometri :

Berat Badan = 68 kg

Tinggi Badan = 175 cm

Kesan: data antropometri hanya berdasarkan informasi dari pasien

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Status Generalis :

Kepala : Normochephal, rambut hitam merata pendek, tidak mudah

dicabut.

Kulit : Sawo matang.

Mata : konjungtiva anemik -/-, sklera ikterik -/-, kornea jernih, iris

berwarna coklat, pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya (+/+).

Telinga: Bentuk daun telinga normal, liang telinga tidak terdapat

serumen dan tidak terdapat cairan.

Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi septum, tidak ada nafas

cuping hidung, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis.

Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah tidak kotor.

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, T1-T1 tidak hiperemis.

Leher : Bentuk simetris, trakea ditengah, kelenjar getah bening

tidak teraba, kelenjar tiroid teraba .

5

Page 6: Presus Tinea Pedis

Thoraks: Bentuk normochest, simetris, tidak ada retraksi.

Paru

Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis.

Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki

tidak ada.

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat.

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba.

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi :Bunyi jantung I – II reguler murni, tidak ada murmur, tidak

ada gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak ada lesi, tidak ada bekas luka.

Auskultasi : Bising usus positif normal.

Palpasi : Nyeri tekan (-), tidak teraba benjolan, hepar tidak teraba ,

lien tidak teraba.

Perkusi :Timpani pada seluruh abdomen, shifting dullnes (-),

undulasi (-).

Ektremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-)

1.4 STATUS DERMATOLOGIKUS

6

Page 7: Presus Tinea Pedis

Lokasi : regio pedis (tumit) sinistra

Effluoresensi : tampak bercak eritematosa, bentuk lonjong, ukuran

4x2 cm, dengan tepi berbatas tegas disertai adanya erosi

dan skuama halus di bagian tepi.

Gambar 1. Tinea pedis regio pedis sinistra

Lokasi : regio pedis (plantar & tumit) dekstra

Effluoresensi : tampak bercak eritema, bentuk tidak teratur, ukuran

plakat, dengan tepi berbatas tegas, disertai adanya erosi

dan skuama halus di bagian tepi.

7

Page 8: Presus Tinea Pedis

Gambar 2. Tinea pedis regio pedis dekstra

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit kaki menggunakan larutan

KOH 10% didapatkan hasil hifa (+).

8

Page 9: Presus Tinea Pedis

Gambar 3. Pemeriksaan KOH 10% hifa (+)

1.6 RESUME

Pasien Tn. H, laki-laki, usia 25 tahun, dengan keluhan rasa gatal pada kaki

kiri dan kanan disertai rasa nyeri bila tergesek, sejak 5 minggu yang lalu yang

dirasakan sebagai suatu lenting dengan rasa gatal yang muncul tiba-tiba pada kaki

kiri terlebih dahulu. Keluhan muncul pada kaki kanan setelah 1 minggu

kemudian. Pasien memiliki kebiasaan sering membiarkan kaki dalam keadaan

lembab dan sering memakai sepatu boot tertutup dalam jangka waktu lama.

Dari pemeriksaan fisik tanggal 21 Maret 2013, didapatkan keadaan umum

baik dan kesadaran compos mentis, tanda-tanda vital dan status generalis dalam

batas normal.Status dermatologikus, pada regio pedis sinistra, tampak bercak

eritema, bentuk lonjong, ukuran 4x2 cm, dengan tepi berbatas tegas disertai

adanya erosi dan skuama halus di bagian tepi. Pada regio pedis dekstra, tampak

bercak eritema, bentuk tidak beraturan, ukuran plakat, dengan tepi berbatas tegas

disertai adanya erosi dan skuama halus di bagian tepi.Dari pemeriksaan

9

Page 10: Presus Tinea Pedis

mikroskopik kerokan kulit kaki menggunakan larutan KOH 10% didapatkan hasil

hifa (+).

1.7 DIAGNOSIS

Tinea Pedis

1.8 DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada

1.9 PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa :

o Edukasi untuk menjaga kaki tetap kering dan sering mengganti

kaos kaki.

Medikamentosa :

o Sistemik : Ketoconazole peroral 1x200mg selama 14

hari

o Topikal : Miconazole krim 2% 3x oles sehari selama 1

bulan

1.10 PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10

Page 11: Presus Tinea Pedis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA PEDIS

2.1. PENDAHULUAN

Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis.

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk atau stratum korneum pada lapisan epidermis di kulit, rambut dan kuku

yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.Dermatomikosis merupakan

arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit.(1)

Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai

sela jari dan telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis

dianggap sebagai tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki

karena bersepatu dan berkaos kaki disertai daerah tropis yang lembab

mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek ini lebih nyata pada sela

jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena. Kenyataaannya,

tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak menggunakan sepatu.

Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot, foot mycosis. (2,3)

 

2.2. EPIDEMIOLOGI

Tinea pedis terdapat di seluruh dunia sebagai dermatofitosis yang paling

sering terjadi. Meningkatnya insidensi tinea pedis mulai pada akhir abad ke-19

sehubungan dengan penyebaran Trichophytonrubrum ke Eropa dan Amerika. Hal

ini dipengaruhi oleh perjalanan orang keliling dunia, pendudukan koloni oleh

Inggris dan Perancis pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 dan migrasi penduduk

selama perang dunia kedua. Beberapa penulis berspekulasi bahwa area endemik

spesies ini bermula di Asia Tenggara. (2)

11

Page 12: Presus Tinea Pedis

Tingkat prevalensi tinea pedis secara nyata diketahui karena pasien tidak

mencari nasihat medis kecuali kualitas hidup mereka dipengaruhi, karena ini

bukan penyakit yang mengancam jiwa. Diperkirakan 10% dari jumlah

penduduk di banyak negara menderita penyakit ini. Frekuensi tinea pedis di Eropa

dan Amerika Utara berkisar 15-30% dan pada beberapa masyarakat tertentu lebih

tinggi, misalnya buruh tambang (sampai 70%) dan atlit. Tinea pedis lazim

ditemukan pada daerah beriklim tropis dan sedang. (2,3,5)

Tinea pedis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak remaja

terutama pada laki-laki dan jarang pada perempuan dan anak-

anak. Kemungkinan infeksi berkaitan dengan paparan ulangan dermatofita

sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi umum seperti pancuran, kolam

renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi. (2-4)

2.3. ETIOLOGI

Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton

rubrum (paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada

anak) dan Epidermophyton floccosum.(22) T. rubrum lazimnya menyebabkan lesi

yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu sandal (mocassinlike) pada

kaki; T. mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang vesikular dan lebih

meradang sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara dua pola

lesi diatas. (1-4)

2.4. PATOGENESIS

Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi

jaringan keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinarultraviolet, variasi suhu dan

kelembaban, persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan

sphingosines yang diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora

harus tumbuh dan menembus stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat

daripada proses  proses deskuamasi. Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi

12

Page 13: Presus Tinea Pedis

proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan nutrisi. Trauma

dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan baru

muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk

kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan

pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat

tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh. (4)

Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam

pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari

merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80%

dari seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat

onikomikosis dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana dan

sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan di lingkungan sekitar manusia

seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi dan karpet. (2)

         Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada

infeksi dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan

jamur dan merusak stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora

bakteri secara serentak mungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti

tambahan bahwa selama beberapa episode simtomatik pada tinea pedis kronik,

bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai ko-patogenesis penting, tetapi

apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih belum diketahui. (2)

2.5. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:

1. Interdigitalis

Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV

dan V terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat

meluas ke bawah jari (subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena

daerah ini lembab, maka sering terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa

kulit putih dan rapuh. Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan

13

Page 14: Presus Tinea Pedis

terlihat kulit baru, yang pada umumnya juga telah diserang oleh jamur.(1) Jika

perspirasi berlebihan (memakai sepatu karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka

inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa sangat gatal.(7)  Bentuk klinis ini

dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan sedikit keluhan sama

sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi

selulitis, limfangitis dan limfadenitis.(1)

Gambar 4. Tinea pedis tipe interdigiti*

2. Moccasin foot (plantar)

    Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya

bersifat hiperkeratosis   yang bersisik dan biasanya asimetris yang

disebut foci. (7) Seluruh kaki, dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit

menebal dan bersisik; eritema biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian

tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.(1) Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang biasanya resisten terhadap

pengobatan. (6)

Gambar 5. Tinea pedis pada telapak kaki

14

Page 15: Presus Tinea Pedis

3. Lesi Vesikobulosa

Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang

bula yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari,

kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel

tersebut meninggalkan sisik yang berbentuk lingkaran yang disebut koleret.

Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat hebat. Infeksi sekunder dapat

terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-kadang menyerupai

erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel.(1,6,7)

Gambar 6. Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki

4. Tipe Ulseratif

Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis akibat

maserasi dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari; dapat

dilihat pada pasien yang imunokompromais dan pasien diabetes. (3)

Gambar 7. Tinea pedis tipe ulseratif

15

Page 16: Presus Tinea Pedis

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH) pada kerokan sisik kulit akan

terlihat hifa bersepta. Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis dermatofitosis.

KOH digunakan untuk mengencerkan jaringan epitel sehingga hifa akan jelas

kelihatan di bawah mikroskop. Kulit dari bagian tepi kelainan sampai dengan

bagian sedikit di luar kelainan  sisik kulit dikerok dengan pisau tumpul steril dan

diletakkan di atas gelas kaca, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH dan

ditunggu selama 15-20 menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu dilakukan

pemanasan. Tinea pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk

mendeteksi hifa.(1)

Gambar 8. KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)

2. Kultur jamur dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan dan

menentukan spesis jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam bahan

klinis pada media buatan. 

3. Yang dianggap paling baik adalah medium agar

dekstrosa  Sabouraud. Media agar ini ditambahkan dengan antibiotik

(kloramfenikol atau sikloheksimid).

16

Page 17: Presus Tinea Pedis

Gambar 9. Trichophyton rubrum; koloni Downy

4.  Pemeriksaan histopatologi, karakteristik dari tinea pedis atau tinea manum

adalah adanya akantosis, hiperkeratosis dan celah (infiltrasi perivaskuler

superfisialis kronik pada dermis). 

Gambar 10. Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial

dari epidermis

5. Pemeriksaan lampu Wood pada tinea pedis umumnya tidak terlalu

bermakna karena banyak dermatofita tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada

tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan

sebelum kulit di daerah tersebut dikerok untuk mengetahui lebih jelas daerah yang

terinfeksi.

17

Page 18: Presus Tinea Pedis

2.6. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas.

Pemeriksaaan laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-

20% ditemukan hifa yaitu double conture (dua garis lurus sejajar dan transparan),

dikotomi (bercabang dua) dan bersepta. Selain itu di dapatkan artrokonidia yaitu

deretan spora di ujung hifa. Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila

klinis menyokong. b) Kultur ditemukan dermatofit. 

2.7. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN

2.7.1. Antifungal Topikal

Obat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir.

Efek samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis

kontak alergi, yang biasanya terbuat dari alkohol atau komponen yang lain. (3)

a. Imidazol Topikal. Efektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok

pada pengobatan tinea pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan

kandida.(1)

Klotrimazole 1 %. Antifungal yang berspektrum luas  dengan menghambat

pertumbuhan bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan

diberikan sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi

rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.

Ketokonazole 2 % krim merupakan antifungal berspektrum luas

golongan Imidazol; menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan

komponen sel yang mengecil hingga menyebabkan kematian sel

jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.

Mikonazol krim, bekerja merusak membran sel jamur dengan

menghambat biosintesis ergosterol sehingga permeabilitas sel meningkat

yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi jamur hingga berakibat pada

kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah intertriginosa.

Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.

18

Page 19: Presus Tinea Pedis

b. Tolnaftat 1% merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar

dermatofitosis tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3

kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh

jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan

hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam

salisilat 10 %.

c. Piridones Topikal merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan

antidermatofit, antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam

berbagai jenis jamur.

Sikolopiroksolamin. Pengunaan kliniknya untuk dermatofitosis,

kandidiasis dan tinea versikolor. Sikolopiroksolamin tersedia dalam

bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif

dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

d. Alilamin Topikal. Efektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga berguna

pada tinea pedis yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik kronik). (11)

Terbinafine (Lamisil®), menurunkan sintesis ergosterol, yang

mengakibatkan kematian sel jamur. Jangka waktu pengobatan 1 sampai 4

minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa terbinafine 1%

memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam mengobati

tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil dan lebih aman. (17)

e. Antijamur Topikal Lainnya. 

Asam benzoat dan asam salisilat. Kombinasi asam benzoat dan asam

salisilat dalam perbandingan 2 : 1 (biasanya 6 % dan 3 %) ini dikenal

sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan efek fungistatik

sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Asam benzoat

hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan

tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Dapat terjadi iritasi

ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan yang kurang

menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak.

Asam Undesilenat. Dosis dari asam ini hanya menimbulkan efek

fungistatik tetapi dalam dosis tinggi dan pemakaian yang lama dapat

19

Page 20: Presus Tinea Pedis

memberikan efek fungisidal. Obat  ini tersedia dalam bentuk salep

campuran  yang mengangung 5 % undesilenat dan 20% seng undesilenat.

Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk

kristal kekuningan, sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol.

Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1 %.

2.7.2. Antifungal Sistemik

Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal

dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan

pemberian beberapa obat antifungal di bawah ini antara lain :

a. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam

bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g untuk orang

dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama

pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas

penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif.

Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik

cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik

pada sebagian besar penderita. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu

setelah penyembuhan klinis. Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai,

yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15 %

penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus

digestivus yaitu nausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat

fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.(1)

b. Ketokonazole. Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu

ketokonazole yang bersifat fungistatik. Kasus-kasusyang resisten terhadap

griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10

hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole merupakan

kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.(1)

c. Itrakonazole. Itrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan

sebagai pengganti ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila

20

Page 21: Presus Tinea Pedis

diberikan lebih dari sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat

pertumbuhan jamur dengan mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan

dalam sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting dalam sela

membran jamur. Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput

lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam

selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat

memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan

terjadinya edema), sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia).

Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis tipe moccasion. 

d. Terbinafin. Terbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan

sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250

mg sehari bergantung berat badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu

menghambat epoksidase sehingga sintesis ergosterol menurun. Efek samping

terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering gangguan

gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan

konstipasi yang umumnya ringan. Efek samping lainnyadapat berupa

gangguan pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan

hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan

bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi. Gangguan fungsi hepar

dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus.(1) Terbinafin baik digunakan pada pasien

tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu penelitian ternyata

ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan terbinafine lebih efektif

dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin. 

2.7.3. Pencegahan

Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki

tetap dalam keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab,

menghindari pemakaian sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki

telanjang di tempat-tempat umum seperti kolam renang serta menghindari hindari

kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur ini biasanya asimptomatik,

sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur merupakan suatu hal yang sulit

21

Page 22: Presus Tinea Pedis

dan membutuhkan proses yang panjang.  Setelah mandi sebaiknya kaki dicuci

dengan benzoil peroksidase. 

2.8. PROGNOSIS

Tinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa

minggu setelah pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun

kronik. Kasus yang lebih berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun

dengan pengobatan yang baik, tetapi bila tidak dilakukan pencegahan maka pasien

dapat terkena reinfeksi.(3)

22

Page 23: Presus Tinea Pedis

DAFTAR PUSTAKA

1. Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan

FKUI; 2007. p. 89- 104.

2. Perea S, Ramos MJ, Garau M, Gonzalez A, Noriega AR, Palacio

AD. Prevalence and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in

the general population in Spain. J Clin Microbiol 2000;38:3226-30.

3. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections:

dermatophytosis, onychomicosis, tinea nigra, piedra. In. Freedberg IM,

Elsen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s

dermatology in general medicine. 6th ed. New york: McGraw-Hill; 2003.

p.

4. Verma S, Heffernan MP. In. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest

BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p.1807-21.

5. Dawber R, Bristow I, Turner W. Text atlas of podiatric dermatology. UK:

Oxford; 2005. p. 65-6.

6. Bell-Syer SEM, Hart R, Crawford F, Torgerson DJ, Tyrrell W, Russell I.

Oral treatments for fungal infections of the skin of the foot. [Online]. 2002

Apr 22 [cited 2010 May 28]; Available from:

URL: http://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.html

7. Viklund A, Burley C. Dermatology glossary: define your skin. [Online].

2005 Nov 28 [cited 2010 June 8]; Available from:

URL:http://www.chrisburley.com/

23