preskes dr anang
DESCRIPTION
cushing syndromeTRANSCRIPT
Presentasi Kasus
CUSHING SYNDROME DENGAN HYPERTENSION
STAGE I DAN OBESITAS PADA PASIEN USIA 5
TAHUN 6 BULAN
Oleh :
Darween Rozehan Shah Bin Iskandar Shah G0006501
Tito Pradipta G0007231
Pembimbing :
Anang Giri M., dr., Sp. A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
PENDAHULUAN
Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama
kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan
ketika kelenjar adrenal pada tubuh tarlalu banyak memproduksi hormon kortisol,
komplikasi yang menyebabkan kecacatan pada penderita, yang akan
mengakibatkan keterbatasan aktivitas, citra diri yang kurang bahkan kematian.
Maraknya penyakit ini semakin menambah tantangan bagi tenaga kesehatan dan
semakin meresahkan masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama bagi tim
kesehatan, keresahan masyarakat adalah keresahan tim kesehatan. Berdasarkan
penelitian dan survey terhadap rumah sakit di Indonesia tentang penyakit
Cushing’s Sindrom pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian
Cushing’s Sindrom terjadi pada 200 orang dewasa berusia antara 20-30 tahun.
Pada kelompok usia 20-30 tahun, risiko terkena Cushing’s Sindrom mencapai 10
persen.
Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 orang
populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis
kelamin. Namun sumber lain mengatakan rasio kejadian antara wanita dan pria
untuk sindrom cushing adalah sekitar 5:1 berhubungan dengan tumor adrenal atau
pituitary.
Disini peran perawat terhadap pasien dengan Cushing’s Sindrom meliputi
beberapa upaya yang terdiri dari: Upaya Promotif yaitu upaya peningkatan
pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan penyakit Cushing’s
Sindrom melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai
cara pengobatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran
jasmani, peningkatan gaya hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya Preventif
adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat
penyakit Cushing’s Sindrom yang meliputi Pencegahan Primer dan Pencegahan
Sekunder. Pencegahan Primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk
mencegah timbulnya penyakit pada individu-individu yang sehat. Pencegahan
1
Primer adalah pengendalian melalui medical control, antara lain :
1. Pendidikan kesehatan : gaya hidup, gizi , faktor lingkungan, cara pengobatan
dll.
2. Pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus
(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin).
3.Penelitian kesehatan
Sedangkan pencegahan sekunder merupakan upaya perawat untuk menemukan
tanda dan gejala penyakit Cushing’s Sindrom sedini mungkin, mencegah
meluasnya penyakit, dan mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya :
a. Pengawasan dan penyuluhan untuk klien Cushing’s Sindrom, agar klien
tersebut benar-benar mengetahui cara pengobatan dan cara mengurangi gejala
yang bisa dimunculkan dari penyakit Cushing’s Sindrom ini.
b. Pengamatan langsung mengenai perawatan klien Cushing’s Sindrom.
c. Case-finding secara aktif, mencakup indentifikasi Cushing’s Sindrom pada
yang dicurigai dan rujukan pemeriksaan kadar kortisol yang tinggi dalam plasma
darah.
Upaya kuratif dan rehabilitatif adalah upaya pengobatan penyakit Cushing’s
Sindrom yang bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
dan menurunkan tingkat kejadian penyakit Cushing’s Sindrom. Pengobatan
Cushing’s Sindrom tergantung pada ACTH tidak seragam dan bergantung pada
apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi
digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor
hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat
bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai
gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu
mrnghambat atau merusal sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
Berdasarkan angka kejadian yang ada dan kegawatan yang dimunculkan oleh
penyakit Cushing’s Sindrom, perawat disini dituntut terutama untuk dapat
2
melakukan tindakan keperawatan dalam pencegahan, penanggulangan maupun
perawatan dalam proses penyembuhan penyakit Cushing’s Sindrom.
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. R
Umur : 5 tahun 6 bulan
Jenis Kelamin : Laki - laki
Nama Ayah : Bp. T.
Pekerjaan Ayah : -
Nama Ibu : Ibu J.
Pekerjaan Ibu : Suri Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Karang Gayam 2/7 Kedungsono Bulu, SKH
Tanggal masuk : 28 Juni 2012 pukul 11.00 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2012
No. RM : 01130316
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis diperoleh dari ibu penderita tanggal 29 Juni 2012.
A. Keluhan Utama : Sakit di pundak
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih 6 bulan SMRS pasien mulai mengeluh bengkak
pada leher dan dibawa ke dokter umum dan tidak mendapatkan terapi
untuk keluhan tersebut. Sejak saat itu pasien mulai Nampak
bertambah gemuk, nafsu makan meningkat, mudah haus (-), frekuensi
kencing tidak meningkat, mual dan muntah (-), nyeri perut (-) dan
BAB tidak ada kelainan.
3
Kurang lebih 2 bulan SMRS pasien disuruh oleh dokter spesialis
anak untuk memeriksa urin dan hasilnya tidak ada kelainan.
Kurang lebih 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan keluhan masih
ada dan muncul nyeri dada dan mengalami sesak nafas. Oleh keluarga
dibawa ke RSUD dan diberitahu bahawa ada pembengkakan ginjal
dan cairan di paru.
HMRS pasien datang ke RSDM karena keluhan masih ada,
muka pasien bengkak (+), jerawat (+), badan berbulu (+), mudah
marah (+), BAK dan BAB tidak ada keluhan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat hipertensi sebelumnya : disangkal
2. Riwayat sakit jantung bawaan : disangkal
3. Riwayat asma : disangkal
4. Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat sakit ginjal pada orang tua : (-)
2. Riwayat hipertensi pada orang tua : (-)
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ayah : baik
Ibu : baik
Saudara : baik
F. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal
Pemeriksaan di : Bidan
Frekuensi : Trimester I : 1x/ 1 bulan
Trimester II : 2x/ 1 bulan
Trimester III : 3x/ 1 bulan
Keluhan selama kehamilan : pusing-pusing (-), mual (-).
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan (-)
G. Riwayat Kelahiran :
4
Pasien lahir di Rumah Sakit, ditolong dokter dengan berat badan lahir
3800 gram dan panjang 60 cm, lahir spontan, langsung menangis,
menangis kuat, usia kehamilan 9 bulan.
H. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas untuk menimbang badan dan mendapat imunisasi.
I. Status Imunisasi
J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak-anak seusianya
sehingga pasien umur 5 tahun dimana tumbuh kembang pasien
mengalami peningkatan berat badan dikarenakan nafsu makannya
meningkat secara drastis. tumbuh kembang pasien disaat umur 5 tahun
mengalami gangguan dimana pasien pertumbuhan sex secondary yang
lebih cepat dibandingkan dengan anak seumurnya.
K. Riwayat Makan Minum Anak
Sehari-hari pasien makan sebanyak 3 kali yaitu pagi, siang dan
malam hari sebelum tidur. Dengan porsi setiap makan 1 piring penuh.
5
Jenis I II III IV
1. BCG
2. DPT
3. Polio
4. Campak
5. Hepatiti
s B
2 bulan
2 bulan
0 bulan
9 bulan
Lahir
-
4 bulan
2 bulan
-
1 bulan
-
6 bulan
4 bulan
-
3 bulan
-
-
6 bulan
-
-
Nafsu makan pasien baik dan meningkat, sehingga setiap makan
selalu habis. Makanan pasien sehari-harinya terdiri atas nasi dan lauk-
pauk. Lauk-pauk yang sering digunakan adalah tempe, tahu dan telur
goreng. Pasien suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
Pasien jarang mengkonsumsi daging, baik daging ayam maupun sapi.
Dalam satu bulan rata-rata hanya 2 kali saja. Konsumsi air putih pasien
kurang lebih 5 gelas dalam satu hari.
Kesan : kualitas dan kuantitas baik
L. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita tidak mengikuti KB
M. Pohon Keluarga
An Rahmat
5 Tahun 6 Bulan
Penderita merupakan anak tunggal dalam keluarga. Riwayat anak
lahir meninggal tidak ada, riwayat keguguran satu kali. Ayah dan ibu
menikah satu kali.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Lemah
Derajat kesadaran : compos mentis
6
Status gizi : kesan gizi lebih
B. Tanda vital
Nadi : 92 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 26 x/menit,reguler, dalam, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,8º C (per axiler)
Tekanan darah : 150/110 mmHg
BB : 31,5 kg
TB : 122,5 cm
C. Kulit
Warna sawo matang, kelembaban baik, ujud kelainan kulit (-)
D. Kepala
Moon face (+), pipi bulat (+), acne vulgaris (+)
E. Mata
Edema palpebra (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
cowong (-/-), air mata (+/+), pupil isokor (2mm/2mm), refleks cahaya
(+/+).
F. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), dagu rangkap (+), kumis (+)
H. Telinga
Bentuk normal, tragus pain (-), mastoid pain (-), sekret (-)
I. Tenggorok
Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (-), kripte melebar (-), detritus (-),
mukosa faring hiperemis (-)
J. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, Buffalo hump (+), rambut di
leher belakang (+), kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak
meningkat.
K. Lymphonodi
Preaurikuler : tidak membesar
7
Retroaurikular : tidak membesar
Submental : tidak membesar
Submandibular : tidak membesar
Jugularis superior : tidak membesar
Jugularis media : tidak membesar
Jugularis inferior : tidak membesar
Supraklavikula : tidak membesar
Cervical posterior : tidak membesar
L. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba normal, dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara bronchial
(-/-), suara tambahan (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V LMCS tidak
kuat angkat
Perkusi :
* RBCD: 1 jari sebelah medial sepanjang
linea sternalis dekstra
* LBCD: sepanjang SIC II linea sternalis
sinistra hingga 1 jari sebelah medial SIC V
linea midklavikularis sinistra dengan bagian
di SIC IV dan SIC III bergeser lebih ke
medial, yaitu pada pinggang jantung.
(Batas jantung kesan tidak melebar)
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (+) sistolik grade III/6 di SIC III
LPSS.
M. Abdomen
8
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi normal
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba ½ - 2/3 permukaan
rata tepi tajam, lien tidak teraba, turgor kulit baik, undulasi
(-)
N. Urogenital : edema skrotum (-), phymosis(-), Rambut pubis (+),
Status Pubertas A2 P3 G6, Panjang Penis 5.5cm
O. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -
Capillary Refill Time < 2 detikArteri dorsalis pedis teraba kuat
P. Perhitungan Status Gizi
1. Secara klinis
Kepala : rambut jagung (-), mudah dicabut (-)
Mata : CA (-/-), cowong (-/-), bercak bitot (-)
Mulut : Mukosa basah (+), pucat (-)
Otot : wasting (-)
Kulit : kulit keriput (-), dermatitis (-)
Dada : iga gambang (-)
Ekstremitas : akral dingin - -
- -
Status gizi secara klinis : gizi kesan lebih
2. Secara Antropometris
Umur : 5 tahun 6 bulan
BB : 33.5 kg
TB : 122.6 cm
BB : 33. 5 x 100% = 161% BB/U< p97 (CDC, 2000)U 19.5
TB : 1 22.6 x 100% = 108% TB/U< p97 (CDC, 2000)
9
U 112.5
BB : 3 3.5 x 100% = 134 % p90< BB/TB< p97 (CDC, 2000)TB 23.5
Status gizi secara antropometri : gizi kesan lebih
TB Ayah = 158 cm
TB Ibu = 142 cm
TPG = (158 + (142 + 13) ± 8,5
2
= 156,5 ± 8,5 cm (148-165 cm) Perawakan pendek
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN (28 Juni 2012)
RUJUKAN
1. Hematologi a) Rutin:
Hb: 15,8 g/dl Hct: 45 % Eritrosit 5,22 juta/ ulTrombosit: 298 ribu/µl
b) Indeks Eritrosit:MCH: 30,2 pg MCHC: 35,4 g/dl PDW: 15 % (↓)
c) Hitung Jenis:Monosit : 9,00 %Limfosit: 25.30 %
2. Kimia KlinikKreatinin: 0.4 mg/dlUreum: 21 mg/dl
3. ElektrolitKlorida: 106 mmol/L Kalium : 3.1 mmol/L
4. Kimia Urin:Leukosit: -Bakteri: 399931.3/µl
14.0 – 17.533 – 453.80 – 5.80150 – 450
28.0 – 33.033.0 – 36.025 – 65
0.00 – 5.0033.00 – 48.00
0.5 – 1.0< 48
98 – 1063.1 – 5.1
Negative0.0 – 2150.0
10
5. Mikroskopis:Leukosit: 24.6 /µl Leukosit: 4 /LPB
6. Silinder:Granulated: -Hyline: 0
7. EKGSinus HR: 150x/menitQPS Axis: +60Gelombang P: 1,5 mmInterval PR : 0,24 detik
(memanjang)Interval QRS : 0,04 detik
(memanjang)8. USG Abdomen
Suspek massa adrenal DD – Massa HeparLimfomaSplenomegali
0 – 5.80 – 12
negatif0.0 – 3.0
V. RESUME
Seorang pasien An. R, laki-laki, umur 5 tahun 6 bulan dengan
keluhan utama sakit di pundak. Kurang lebih 6 bulan SMRS, pasien
panas tinggi selama 2 hari, kemudian berobat ke Puskesmas dan
mendapat obat penurun panas. Kurang lebih 7 hari SMRS, panas
menghilang, namun timbul bengkak pada pipi dan kedua kaki. Pasien
berobat ke Puskesmas lagi, dan didiagnosis mengalami alergi obat. 3
hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit kepala sampai mau menangis,
disertai muntah setiap kali makan/minum. Kemudian Ibu pasien
memberikan parasetamol tetapi sakit kepala tidak menghilang. Pasien
kemudian dibawa ke IGD RSDM.
Riwayat imunisasi lengkap, riwayat perkembangan dan
pertumbuhan baik, riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat
kelahiran, lahir spontan, langsung menangis, menangis kuat dengan
usia kehamilan 37 minggu, pemeliharaan postnatal baik. Riwayat
nutrisi kualitas dan kuantitas kesan baik.
11
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum tampak
kesakitan, kesadaran composmentis, gizi kesan baik. Tanda vital:
tekanan darah 150/110, suhu 37,4oC per axiler, nadi 92x/menit, RR
26x/menit. Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (+), mukosa faring hiperemis
(-). Status gizi secara antropometri gizi normal.
VI. DAFTAR MASALAH
1. Sakit di pundak
2. Bulu di seluruh tubuh
3. Obesitas
4. Acne Vulgaris
5. Tekanan darah yang tinggi
6. Bengkak pada kedua pipi
7. Bising sistolik grade III/6
8. Nafsu makan meningkat
VII. DIAGNOSIS BANDING
1. Pseudo-Cushing Syndrome
2. Cushing Disease
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Cushing Syndrome
2. Hipertensi Stage I e/c Cushing Syndrome
3. Obesitas e/c Hypercortisolism
4. DE : Cushing Syndrome
DA : AR ringan PR ringan
DF : NYHA 1
IX. PENATALAKSANAAN
1. O2 nasal 2 liter/menit (k/p)
2. Diet nasi lauk pauk (tinggi serat) rendah garam (1g/hari) 1900kkal/hari
3. Injeksi Furosemid 30 mg/12jam iv
4. Captopril 3 x 12,5 mg PO
5. Nifedipin 2 x 10 mg PO
12
6. Bisoprolol 1 x 0,5 mg PO
X. PLANNING
1. Urinary Free Cortisol (UFC) – first line test
2. Late-night salivary cortisol test – first line test
3. Late-night plasma cortisol test
4. Dexamethasone suppression test – first line test
5. Overnight DST (short test)
6. 48-hours DST (long test)
7. ACTH measurement
8. Corticotropin-releasing hormone (CRH) stimulation test
9. CT scan adrenal gland and pituitary gland
10. Inferior petrosal sinus sampling (IPSS) if needed
XI. MONITORING
1. Keadaan umum dan tanda vital tiap 2 jam
X. EDUKASI
Pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
garam dan air yang terlalu banyak.
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : baik
Ad fungsionam : baik
LEMBAR MONITORING
Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS Tanggal Jam Pemeriksaan KU/VS29-06-12 14.00 HR = 90 x/1’
RR = 23 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 150/100 mmHg
01-07-12 14.00 HR = 100 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
16.00 HR = 110 x/1’RR = 25 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
18.00 HR = 108 x/1’RR = 32 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
13
18.00 HR = 104 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
22.00 HR = 96 x/1’RR = 18 x/1’S = 36,1oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
20.00 HR = 98 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,7oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
02.00 HR = 100 x/1’RR = 80 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
22.00 HR = 100 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
06.00 HR = 82 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 120/80 mmHg
00.00 HR = 88 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
02-07-12 14.00 HR = 72 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
02.00 HR = 84 x/1’RR = 20 x/1’S = 36,4oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
18.00 HR = 84 x/1’RR = 28 x/1’S = 36,8oC (peraxiler)TD = 130/90 mmHg
04.00 HR = 84 x/1’RR = 22 x/1’S = 36,6oC (peraxiler)TD = 120/100 mmHg
22.00 HR = 88 x/1’RR = 24 x/1’S = 36,5oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
06.00 HR = 86 x/1’RR = 30 x/1’S = 36,2oC (peraxiler)TD = 140/100 mmHg
02.00 HR = 86 x/1’RR = 23 x/1’S = 36,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
30-06-12 07.00 HR = 105 x/1’RR = 28 x/1’S = 37,0oC (peraxiler)TD = 130/100 mmHg
06.00 HR = 80 x/1’RR = 23 x/1’S = 35,3oC (peraxiler)TD = 110/80 mmHg
FOLLOW UP PASIEN
Follow up DPH I (29 Jun 2012) DPH II (30 Jun 2012)
S Batuk (-), sesak (+), demam (-), BAK (+)
kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),
pusing (+) cekot-cekot
Batuk (-), demam (-), BAK (+) kuning, BAB (+)
kuning, muntah (-), mual (-), pusing (+)
O kompos mentis, tampak kesakitan, gizi baik kompos mentis, tampak lemas, gizi baik
Tanda Vital HR : 98 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 37,0oC (per axiler)
HR : 86 x/menit
RR : 30 x/menit
S : 36,2 oC (per axiler)
14
TD : 140/110 mmHg TD : 140/100 mmHg
Kepala mesocefal, oedem pipi (+/+) mesocefal, oedem pipi (+/+)
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-) Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Leher KGB (+) membesar, JVP (+) meningkat KGB tidak membesar
Thorax Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising
(+), sistolik grade III, p.m di SIC IV Linea
parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Retraksi (-)
Cor : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising
(+), diastolik grade III, p.m di SIC IV Linea
parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2
detik, peristaltik (+) normal
Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2
detik, peristaltik (+) normal
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Asessment 1. Hipertensi Grade II e/c DD GNAPS, GNA
nonPS
2. DE : PJR
DA
DF : NYHA I
3. Perawakan pendek
1. GNAPS
2. Hipertensi stage II
3. DE : PJR
DA : Tsk Mitral stenosis
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek e/c type familial
5. Anemia Mikrositik Hipokromik e/c def fe
DD infeksi, hemodelusi
6. Tsk ISK
Terapi - O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 2,5 mg
- Parasetamol 500 mg (k/p)
- Nifedipin 2x3,5 mg
- O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj Furosemid 35mg/12 jam IV
- Captopril 0,3 mg/kgBB/kali = 3x12,5 mg p.o
- Nifedipin 2x3,5 mg
Plan - Swab tenggorok - Swab tenggorok, CRP, SI/TIBC, feritin,
saturasi transferin, GDT (bersamaan dengan
C3 komplemen), urinalisa, kultur urin
- Tunggu jadwal Echocardiografi
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
15
Follow up DPH III (1 Julai 2012) DPH IV (2 Julai 2012)
S Batuk (-), sesak (+) berkurang, demam (-), BAK
(+) kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual
(-), pusing (+) cekot-cekot
Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+) kuning
jernih, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),
pusing (-)
O kompos mentis, lemah, gizi baik kompos mentis, KU baik, gizi baik
Tanda Vital HR : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36,3oC (per axiler)
TD : 120/80 mmHg
HR : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,8oC (per axiler)
TD : 120/90 mmHg
Kepala mesocefal, oedem pipi (-/-) mesocefal, oedem pipi (-/-)
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Leher KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thorax Retraksi (-)
Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC
V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,
p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Retraksi (-)
Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC
V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,
p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,
peristaltik (+) normal
Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,
peristaltik (+) normal
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Asessment 1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : Tersangka Mitral Stenosis
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek e/c tipe familial
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd
infeksi, hemodelusi
6. Tsk ISK
1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : AR Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek e/c tipe familial
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd
infeksi, hemodelusi
6. Tsk ISK
7. Chepalgia e/c ISK
Terapi - O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj furosemid 35 mg/12 jam IV
- Captopril 3x12,5 mg
- O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Inj furosemid 35 mg/12 jam IV
- Captopril 3x12,5 mg
16
- Nifedipin 2x3,5 mg - Nifedipin 2x3,5 mg p.o
Plan - Echocardiogram
- Usul konsul mata (bila KU stabil)
- Tunggu hasil swab tenggorok
( Hasil Echocardiogram: AR Trivial, TR ringan,
Fungsi sistoilik dan diastolik baik)
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
Follow up DPH V (3 Julai 2012) DPH VI (4 Julai 2012)
S Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+)
kuning, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),
pusing (-)
Batuk (-), sesak (-), demam (-), BAK (+) kuning
jernih, BAB (+) kuning, muntah (-), mual (-),
pusing (-)
O kompos mentis, gizi baik kompos mentis, lemah, gizi baik
Tanda Vital HR : 82 x/menit
RR : 24 x/menit
S : 36,3oC (per axiler)
TD : 120/80 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 23 x/menit
S : 35,9oC (per axiler)
TD : 110/80 mmHg
Kepala mesocefal, oedem pipi (-/-) mesocefal, oedem pipi (+/+)
Telinga bentuk normal bentuk normal
Mata Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Napas cuping hidung (-/-),
sekret (-/-)
Mulut Mukosa basah (+), sianosis (-) Mukosa basah (+), sianosis (-)
Tenggorok KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thorax Retraksi (-)
Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC
V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,
p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Retraksi (-)
Cor : Ictus cordis tidak tampak, IC teraba di SIC
V LMCS, kesan melebar, BJ I-II intensitas
normal, reguler, bising (+), diastolik grade III/6,
p.m di SIC IV Linea parasternalis sinistra
Pulmo:SD vesikuler (+/+), RBK(-/-), ST (-/-)
Abdomen Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri
tekan (-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2
detik, peristaltik (+) normal
Supel, Dinding perut // dinding dada, nyeri tekan
(-), hepar dan lien (+) teraba, turgor < 2 detik,
peristaltik (+) normal
Ekstremitas Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Akral dingin (-)
Edema (-)
CRT < 2 detik
Asessment 1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : Obs PJR
DA : AR Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek e/c tipe familial
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe
dd infeksi, hemodelusi
1. GNAPS
2. Riwayat Hipertensi Stage II
3. DE : PJR
DA : Ar Trivial, TR ringan
DF : NYHA I
4. Perawakan pendek e/c tipe familial
5. Anemia mikrositik hipokromik e/c def fe dd
17
6. Tsk ISK infeksi, hemodelusi
6. Tsk ISK
Terapi - O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Furosemid oral 2x20 mg
- Captopril 3x12,5 mg
- Nifedipin 2x3,5 mg p.o
- O2 nasal 2 liter/menit
- Diet nefritis 2100 kkal /hari
- Furosemid oral 2x20 mg
- Captopril 3x12,5 mg
- Nifedipin 2x3,5 mg p.o
Monitoring - KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
- KU/VS/TD tiap 4 jam
- BC/D tiap 8 jam
Hasil Echo :
Simpulan : AR Trivial, TR ringan, Fungsi sitolik
dan diastolik baik
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Kortisol plasma berlebihan menyebabkan suatu keadaan yang disebut
dengan cushing syndrome, dimana aldosteron berlebihan
menyebabkanaldosteronisme, dan androgen adrenal berlebihan
menyebabkan virilismeadrenal. Sindrom ini tidak dijumpai dalam bentuk murni
tetapi bisa mempunyai gambaran yang tumpang tindih.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Cushing melukiskan suatu sindrom yang ditandai dengan obesitas badan
(truncul obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae
abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik
18
hipofisis. Sindrom ini dinamakan dengan sindrom cushing . Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1. Hiperplasia Adrenal
a. Sekunder terhadap kelebihan produksi ACTH hipofisis, yaitu berupa disfungsi
hipothalamik-hipofisa dan mikro dan makroadenoma yang menghasilkan ACTH
hipofisis.
b. Sekunder terhadap Tumor non endokrin yang menghasilkan ACTH atau CRH,
yaitu karsinoma Bronkhogenik, karsinoid Thymus, karsinoma pankreas, dan
adenoma bronkhus.
2. Hiperplasia noduler adrenal, yaitu neoplasia adrenal berupa adenoma dan
karsinoma
3. Penyebab eksogen atau iatrogenik yang disebabkan penggunaan glukokortikoid
jangka lama penggunaan ACTH jangka lama
Tanpa mempertimbangkan etiologi semua kasus cushing sindrom
endogen disebabkan oleh peningkatan sekresi hormon kortisol oleh adrenal. Pada
kebanyakan kasus penyebabnya ialah :
1. Hiperplasia adrenal bilateral oleh karena hipersekresi ACTH hipofisis
2. Produksi ACTH oleh tumor non-endokrin
3. 20-25% pasien sindrom Cushing menderita neoplasma adrenal
4. Penyebab terbanyak adalah iatrogenik
C. Epidemiologi
Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada
laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih
besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga
atau keempat.
19
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hipersekresi ACTH hipofisis masih diperdebatkan.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa defek adalah adenoma hipofisis, pada
beberapa laporan dijumpai tumor-tumor pada lebih 90% pasien dengan
hiperplasia adrenal tergantung hipofisis. Disamping itu, defek bisa berada pada
hipothalamus atau pada pusat-pusat saraf yang lebih tinggi, menyebabkan
pelepasan CRH (Corticotropin Relasing Hormone) yang tidak sesuai dengan
keadaan kortisol yang beredar. Konsekuensinya akan membutuhkan kadar kortisol
yang lebih tinggi untuk menekan sekresi ACTH ke rentang normal. Defek primer
ini menyebabkan hiperstimulasi hipofisis, menyebabkan hiperplasia atau
pembentukan tumor. Pada waktu ini tumor hipofisis menjadi independen dari
pengaruh pengaturan sistem saraf pusat dan/atau kadar kortisol yang beredar.
Pada serangkaian pembedahan, kebanyakan individu yang hipersekresi ACTH
hipofisis menderita adenoma (diameter <10mm;50% adalah 5mm atau kurang),
tetapi bisa dijumpai makroadenoma (>10mm) atau hiperplasia difusa sel-sel
kortikotropik.
Tumor nonendokrin bisa mensekresi polipeptida yang secara biologik,
kimiawi, dan immunologik takk dapat dibedakan dari ACTH dan CRHdan
menyebabkan hiperplasia bilateral. Kebanyakan dari kasus ini berkaitan dengan
primitive small cell (Oat Cell) tipe dari karsinoma bronkogenik atau tumor timus,
pankreas, ovarium, Ca. Medulla tiroid, atau adenoma Bronkus. Timbulnya
sindrom Cushing bisa mendadak, terutama pada pasien dengan Ca. Paru, pasien
tidak memperilahtkan gambaran klinis. Sebaliknya pasien dengan tumor karsinoid
atau feokromositoma mempunyai perjalanan klinis yang lama dan menunjukkan
gambaran Cushingoid yang tipikal Hiperpigmentasi pada penderita sindrom
Cushing hampir selalu menunjukkan tumor ekstra adrenal, di luar kranium atau
dalam kranium.
20
Tumor atau neoplasma adrenal unilateral dan kira-kira setengahnya adalah
ganas (maligna). Pasien kadang-kadang mempunyai gambaran biokimia
hipersekresi ACTH hipofisis, individu ini biasanya mempunyai mikro atau
makronudular kedua kelenjar nodular mengakibatkan hiperplasi nodular.
Penyebabnya adalah penyakit autoimun familial pada anak-anak atau dewasa
muda (disebut displasia korteks multinodular berpigmen) dan hipersensitivitas
terhadapgastric inhibitory polypeptide, mungkin sekunder terhadap peningkatan
ekspresi reseptor untuk peptida di korteks adrenal. Penyebab terbanyak sindrom
Cushing adalah iatrogenik pemberian steroid eksogen dengan berbagai alasan.
E. Gejala klinis
Mobilisasi jaringan ikat suportif perifer menyebabkan kelemaha otot dan
kelelahanm osteoporosis, striae kulit, dan mudah berdarah di bawah kulit.
Peningkatan glukoneogenesis hati dan resistensi insulin dapat menyebabkan
gangguan toleransi glukosa. Hiperkortisolisme mendorong penumpukan jaringan
adiposa di tempat-tempat tertentu khususnya wajah bagian atas (Moon face),
daerah antara tulang belikat (Bufallo Hump) dan mesentrik (Obesitas Badan).
Jarang, tumor episternal dan pelebaran mediastinum sekunder terhadap
penumpukan lemak. Alasan untuk distribusi yang aneh dari jaringan adiposa ini
belum diketahui, tetapi berhubungan dengan resistensi insulin dan/atau
peningkatan kadar insulin. Wajah tampak pletorik, tanpa disertai peningkatan sel
darah merah. Hipertensi sering terjadi dan bisa dijumopai perubahan emosional,
mudah tersinggung, emosi labil, depresi berat, bingung atau psikosis. Pada wanita
peningkatan kadar androgen adrenal menyebabkan acne, hirsutisme, dan
21
oligomenorrea atau amenorrea, simtom yang lain seperti obesitas, hipertensi,
osteoporosis, dan DM kurang membantu diagnosis. Sebaliknya tanda-tanda
mudah berdarah, striae, miopati, dan virilisasi adalah lebih sugestif pada sindrom
Cushing. Kecuali pada sindrom Cushing iatrogenik, kadar kortisol plasma dan
urin meningkat. Kadang-kadang hipokalemia, dan alkalosis metabolik dijumpai,
terutama dengan produksi ACTH ektopik.
F. Diagnosis
Diagnosis sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan
kegagalan menekan produksi kortisol secara normal bila diberikan deksametason.
Untuk skrining awal dilakukan ters supresi deksametason tengah malam. Pada
kasus sulit (Obesitas), pengukuran kortisol bebas urin 24 jam juga bisa digunakan
sebagai tes skrining awal. Bila kadar kortisol bebas urin lebih tinggi dari 275
nmol/dl (100 mikrogram/dL), diagnosis defenitif ditetapkan bila gagal
menurunkan kortisol urin menuju ke <80nmol atau kortisol plasma turun ke
<140nmol setelah tes supresi deksametason dosis-rendah standar (0,5 mg setiap 6
jam selama 48 jam). Langkah yang digunakan untuk membedakan pasien dengan
ACTHsecreting pituitary microadenoma atau hypothalamic pituitary
disfunctiondengan bentuk sindrom Cushing yang lain adalah dengan menentukan
respon pengeluaran kortisol terhadap pemberian deksametason dosis tinggi (2 mg
setiap 6 jam selama 2 hari).
Kadar ACTH plasma digunakan untuk membedakan berbagai penyebab
sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab tergantung-ACTH dari tak
tergantung-ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik , kadar ACTH bisa meningkat
diatas 100 pmol/L (500pg/mL), dan kebanyakan pasien kadar ACTH berada di
atas 40pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat mikroadenoma
22
atau disfungsi hipothalamik pituitari, kadar ACTH berkisar dari 6-30pmol/L (30-
150pg/mL)[normal <14pmol/L(<60pg/mL)]
Beberapa pemeriksaan tambahan seperti tes infus metirapon dan CRH,
sedangkan pasien dengan tumor yang memproduksi ACTH ektopik tidak.
Penggunaan tes infus CRH tidak memastikan karena jumlah penelitian yang telah
dilakukan terbatas dan CRH tidak tersedia.
Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkatkan
dengan peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan
hanya perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma.
Sekresi estrogen adrenal pada pasien ini biasanya menurun sehubungan dengan
supresi ACTH yang diinduksi-kortisol dan involusi zona retikularis yang
menghasilkan andrgogen.
Diagnosis karsinoma adrenal disangkatkan dengan massa abdomen yang
teraba dan peningkatan nilai basal 17-ketosteroid urin dan DHEA sulfat plasma.
Evaluasi radiologik berupa CT scan bernilai untuk menemukan lokalisasi
tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral. Semua pasien
hipersekresi ACTH hipofisis harus mengalami pemeriksaan pencitraan MRI scan
hipofisis dengan bahan kontras gadolinium.
G. Pengobatan
a. Neoplasma Adrenal
Obat utama untuk pengobatan karsinoma kortikoadrenal adalah mitotan,
isomer dari insektisida DDT. Obat ini menekan produksi kortisol dan menurunkan
kadar kortisol plasma dan urin. Meskipun kerja sitotoksiknya relatif selektif untuk
daerah korteks adrenal yang memproduksi glukokortikoid, zona glomerulosa bisa
terganggu. Obat ini biasanya diberikan dengan dosis terbagi tiga sampai empat
kali sehari, dengan dosis ditingkatkan secara bertahap menjadi 8 sampai 10g
23
perhari. Semua pasien yang diobati dengan mitotan harus menjalani terapi
pemulihan jangka lama.
b. Hiperplasia Bilateral
Terapi yang harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH, pengobatan
ideal adalah pengangkatan dengan menjalani eksplorasi bedah hipofisis via trans-
sfenoidal dengan harapan menemukan adenoma. Pada banyak keadaan dianjurkan
selective petrosal sinus venous sampling dan adrenalektomi total. Penghambatan
steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum
intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan
pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-1200mg/hari). Mitotan
(2-3mg/hari) dan/atau penghambatan sintesis sterooid aminoglutetimid (1g/hari)
dan metiraponi (2-3g/hari). Mifeperistone, suatu inhibitor kompetitif ikatan
glukokortikoid terhadap reseptornya, bisa menjadi pilihan pengobatan.
H. Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai
prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis tergantung pada
efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama
aterosklerosis dan osteoporosis. Prognosis karsinoma Adrenal adalah amat jelek,
disamping pembedahan.
24
ANALISIS KASUS
Glomerulonefritis akut (GNA), adalah manifestasi klinis kompleks
yang ditandai dengan adanya hematuria atau silinder sel darah merah
disertai 2 dari presentasi klinis lain yaitu edem periorbital,, azotemia,
oligouria dan hipertensi. GNA dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori
klinis utama yaitu GNA postinfeksius, GNA berhubungan dengan
penyakit sistemik, GNA idiopatik dan GNA familial. GNA pada anak-
anak, paling banyak adalah akibat postinfeksi oleh bakteri streptococcus β
hemoliticus grup A yang merupakan sekuele dari infeksi di faring
(faringitis) atau infeksi di kulit (pioderma). Prevalensi glomerulonefritis
akut post infeksi streptococcus (GNAPS) di negara berkembang masih
tinggi dengan rasio kejadian pada anak laki-laki lebih besar dari anak
perempuan. Insiden yang tinggi diduga sebagai akibat beberapa faktor
25
seperti tingkat kepadatan penduduk dan adanya strain streptococcus
nefritogenik pada populasi tersebut. Dari insiden sporadic GNAPS yang
terjadi di berbagai negara berkembang, spectrum keluhan juga bervariasi.
Pada kasus GNAPS yang ditangani oleh bagian nefrologi anak
RSDM, pasien An. FA, laki-laki (14 tahun) datang dengan keluhan utama
sakit kepala hebat (pusing berat). Kurang lebih 9 hari SMRS, pasien panas
tinggi selama 2 hari, kemudian berobat ke puskesmas dan mendapat obat
penurun panas. Kurang lebih 7 hari SMRS, panas menghilang, namun
timbul bengkak pada pipi dan kedua kaki. Riwayat batuk (-), pilek (-),
BAK normal, banyak, warna jernih, BAB normal, mencret (-), mual-
muntah (-), kejang (-). Pasien berobat ke puskesmas lagi, dan didiagnosis
mengalami alergi obat. 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sakit kepala
sampai mau menangis, disertai muntah setiap kali makan/minum. Panas
(-), batuk (-), pilek (-). Kemudian Ibu pasien memberikan parasetamol
tetapi sakit kepala tidak menghilang. Pasien kemudian dibawa ke IGD
RSDM. Pasien tampak kesakitan, selalu memegang kepala. Panas (-),
muntah (-), bercak-bercak merah (-), korengan (-), BAK di IGD (+),
banyak, warna kuning.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit pada pasien tersebut, langkah
selanjutnya setelah dilakukan anamnesis secara menyeluruh meliputi
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang kemudian dilakukan anamnesis
tentang riwayat penyakit dahulu dan keluarga, dan riwayat kehamilan,
kelahiran serta pertumbuhan dan perkembangan pasien. Dari anamnesis
didapatkan Riwayat imunisasi lengkap, riwayat perkembangan dan
pertumbuhan baik, riwayat pemeliharaan prenatal baik. Riwayat kelahiran,
lahir spontan, langsung menangis, menangis kuat dengan usia kehamilan
37 minggu, pemeliharaan postnatal baik. Riwayat nutrisi kualitas dan
kuantitas kesan baik. Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum
tampak kesakitan, kesadaran composmentis, gizi kesan baik. Status gizi
secara antropometri gizi normal dengan perawakan pendek.
26
Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang dilakukan pertama adalah pemeriksaan tanda vital
dengan hasil tekanan darah 150/110, suhu 37,4oC per axiler, nadi
92x/menit, RR 26x/menit. Tonsil T3-T3, tonsil hiperemis (+), mukosa
faring hiperemis (-). Hasil pengukuran tekanan darah menunjukkan bahwa
pasien mengalami hipertensi tingkat 2. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
fisik secara menyeluruh dari kepala hingga ekstremitas. Pada pemeriksaan
kepala, didapatkan adanya udem di daerah pipi pasien. Pemeriksaan
tenggorok didapatkan tonsil yang membesar yaitu T3-T3 dan auskultasi
bunyi jantung diduga ada bising sistolik grade III/6 di SIC III LPSS.
Untuk lebih mengarahkan diagnosis pada pasien ini, kemudian
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk lab darah, elektrolit, kimia urin;
EKG dan Echocardiografi. Hasil lab darah hematologi rutin menunjukkan
adanya penurunan kadar Hb (9,6 g/dl), penurunan kadar hematokrit (30%),
penurunan eritrosit (3,60 juta/ µl. Karena kadar Hb dan Hct menurun,
maka pada pemeriksaan indeks eritrosit yaitu MCH dan MCHC juga
menurun. Pada hitung jenis leukosit didapatkan kadar granulosit yang
meningkat (80,20%).
Hasil pemeriksaan kimia klinik menunjukkan penurunan
peningkatan kadar ureum (89 mg/dl) dan peningkatan kadar albumin (3
g/dl). Pemeriksaan kadar elektrolit juga menunjukkan peningkatan ion
klorida (111 mmol/L). Hasil kimia urin menunjukkan adanya peningkatan
signifikan kadar leukosit (25/ µl), proteinuria (500 mg/dl), eritrosit (250).
Peningkatan leukosit juga didapatkan pada pemeriksaan mikroskopis urin
yaitu sebesar 78,8 / µl atau 14/LPB. Silinder urin juga menunjukkan
peningkatan sel granulated (2-3/LPK) dan small round cell (5,2/ µl).
Selain itu juga didapatkan kadar ASTO yang meningkat sebesar >400
IU/ml pada pemeriksaan serologis.
Untuk menyingkirkan diagnosis penyakit jantung, maka dilakukan
juga pemeriksaan EKG dan Echocardiografi. EKG menunjukkan adanya
27
sinus takikardi, pemanjangan PR interval dan QRS interval.
Echocardiografi menunjukkan hasil yang normal.
Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan pada pasien, mengarahkan diagnosis banding bahwa
pasien mengalami Hipertensi stage 2 akibat glomerulonefrtis akut.
Diagnosis hipertensi ditegakkan dengan melihat hasil pengukuran tekanan
darah pasien yang mencapai 150/110 mmHg. Kemungkinan tekanan darah
pasien yang tinggi inilah sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah
yang menuju otak dan berakibat pada keluhan yang dirasakan pasien yaitu
pusing/ sakit kepala hebat.
Dari keluhan klinis 7 hari SMRS pasien mengalami udem di bagian
pipi dan kedua kaki. Adanya hipertensi dan udem ini, telah memenuhi
kriteria klinis penyakit Glomerulonefritis Akut. Hipertensi pada GNA
diakibatkan oleh adanya ekspansi volume intravascular dan ekstravaskular
hingga vasospasme oleh faktor hormonal dan neurogenik. Sedangankan
udem diakibatkan oleh retensi air dan natrium akibat menurunnya fungsi
ginjal. Selain itu, ekspansi volume plasma lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya hemodilusi. Hemodilusi ini akan bermanifestasi
dalam bentuk anemia yang pada pasien ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan pada kadar Hb, Hct, MCH dan MCHC.
Kepastian glomerulonefitis akut juga didukung dari hasil
pemeriksaan penunjang lab darah dan urin. Pada glomerulonefritis akut,
dapat dijumpai adanya hematuria yang bisa ditemukan secara makroskopis
dengan gambaran air kencing yang berwarna kecoklatan atau secara
mikroskopis dengan ditemukanya peningkatan kadar eritrosit. Pada pasien
ini terjadi peningkatan kadar eritrosit pada kimia urin sebesar 250. Selain
itu pada glomerulonefritis akut akan dijumpai peningkatan protein urin
dan ureum yang pada pasien ini ditemukan masing-masing sebesart 500
mg/dl dan 89 mg/dl. Selama fase akut, Glomerulonefritis terdapat
vasokonstriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi
28
menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus menjadi
kurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat lainnya berkurang, sebagai
akibatnya kadar ureum dan kreatinin darah meningkat. Kemampuan
filtrasi ginjal yang buruk mengakibatkan sejumlah besar protein lolos ke
dalam urin tanpa mampu untuk direabsorpsi kembali.
Sebelum merasakan pusing, pasien mengeluhkan panas dan dari
pemeriksaan fisik didapatkan tonsil membesar T3-T3. Kemungkinan panas
yang diderita pasien disebabkan oleh faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus β hemoliticus grup A. Bakteri Streptococcus ini jika
menginfeksi faring, dapat menimbulkan terjadinya sekuele terutama yang
termasuk dalam strain nefritogenik. Sekuele ini dapat berupa
glomerulonefritis akut (GNAPS) yang timbul akibat pembentukan
kompleks imun antara antigen yang berasal dari streptococcus dengan
antibodi yang berasal dari host yang mengendap di lapisal basal
glomerulus yang bersifat merusak glomerulus. Mekanisme yang lain juga
bisa melalui proses cross reaction karena antigen dari streptococcus
memiliki struktur yang mirip dengan penyusun lapisan glomerulus
sehingga antibody yang harusnya digunakan untuk menghancurkan
streptococcus disalahgunakan untuk merusak glomerulus. Keberadaan
antigen streptococcus pada pasien ini dibuktikan dengan tes serologi
ASTO yang menunjukkan kadar yang meningkat yaitu sebesar > 400
IU/ml. Selain dengan tes serologi ASTO, adanya GNAPS juga bisa
dibuktikan dengan pemeriksaan kadar komplemen C3 dan kultur swab
tenggorok yang juga masih direncanakan untuk dilakukan pada pasien ini.
Penurunan kadar komplemen C3 dan hasil kultur yang positif dapat lebih
memastikan telah terjadi GNAPS.
Terapi GNAPS pada pasien ini, diarahkan terutama untuk mengatasi
hipertensi dan mencegah ekspansi volume plasma yang terjadi. Terapi
yang paling penting adalah dengan membatasi asupan air dan natrium
dalam diet (diet nefritis) yang dianjurkan pada pasien ini sebesar 2100
29
kkal/hari. Kemudian untuk mengatasi hipertensi diberikan diuretik kuat
furosemid per oral dengan dosis 2 x 20 mg. Furosemid bekerja dengan
cara mencegah reabsorbsi kembali air dan natrium melalui peningkatan
ekskresi dalam kencing sehingga kadar cairan plasma dapat dikurangi.
Sementara itu, pemberian Captopril dengan dosis 3 x 12,5 mg bertujuan
untuk mengurangi jumlah aldosteron yang sifatnya meretensi natrium dan
air. Dengan adanya Captopril yang berperan sebagai ACE inhibitor,
pembentukan angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 akan dihambat sehingga
angiotensin 2 tidak akan mampu menginduksi pembentukan aldosteron
dari korteks adrenal. Sedangkan pemberian tablet Nifedipin 2 x 3,5 mg per
oral berfungsi sebagai vasodilator yang akan mengurangi resistensi
tekanan perifer sehingga tekanan darah akan turun. Nifedipin ini juga
untuk berjaga-jaga bila sewaktu-waktu terjadi hipertensi emergensi pada
pasien.
Selain mengatasi hipertensi, pengobatan GNAPS juga ditujukan
untuk mencegah penyebaran GNAPS ke anggota keluarga yang lain.
Sehingga sebaiknya pada pasien ini juga diberikan dosis obat Penisilin
secara oral sebesar 250 mg qid untuk 7-10 hari atau dapat menggunakan
Eritromisin dengan dosis 250 mg qid untuk 7-10 hari, bagi yang alergi
dengan Penisilin. Pasien juga disarankan untuk melakukan tirah baring
selama kurang lebih 3-4 minggu selama fase akut.
30
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suphohaita dan Wahyu Ika Wardhani, 2000, Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua
Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta : EGC.
Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk (editor). 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK U
31
32