preskes dr. glondhong

60
Presentasi Kasus WANITA G 4 P 1 A 2 USIA 30 TAHUN DENGAN PEB KPD 1 HARI PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SC 2 TAHUN YANG LALU Oleh : Aisya Fikritama Aditya G99141150 Nurlatifah Febriana W. G99141145 Atika Puspita Hapsari G99131085 Rulita Ririn Prabawati G99131086 Pembimbing : dr. Glondong Suprapto, Sp.OG

Upload: aisya-fikritama

Post on 08-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jkbkb

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus

WANITA G4P1A2 USIA 30 TAHUN DENGAN PEB KPD 1 HARI PADA MULTIGRAVIDA HAMIL ATERM BELUM DALAM PERSALINAN DENGAN RIWAYAT SC 2 TAHUN YANG LALU

Oleh :Aisya Fikritama AdityaG99141150Nurlatifah Febriana W.G99141145Atika Puspita HapsariG99131085Rulita Ririn PrabawatiG99131086

Pembimbing :dr. Glondong Suprapto, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGANFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDISURAKARTA2015BAB ITINJAUAN PUSTAKA

A. PREEKLAMSIA BERAT (PEB)I. DefinisiPreeklamsi adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.Proteinuria adalah tanda penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal.Semakin parah hipertensi atau proteinuri maka semakin pasti diagnosis preeklamsi. Memburuknya hipertensi terutama apabila disertai proteinuri merupakan pertanda buruk,sebaliknya proteinuri tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil angka kematian pada bayi. Proteinuri +2 atau lebih yang menetap atau eksresi proteinuri 24 jam sebesar 2g atau lebih adalah preeklamsi berat. Apabila kelainan ginjal parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan kreatinin plasma dapat meningkat.1Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat nekrosis, iskemia dan edema hepatoseluler yang meregangkan kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering disertai oleh peningkatan enzim hati dalam serum.1Selain dapat terjadi preeklamsia murni, preeklamsia dapat terjadi pada seorang wanita yang mengalami hipertensi kronik atau yang dapat disebut sebagai superimposed on hypertensive chronic yang dapat terjadi pada trimester kedua.2 Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak.2Preeklampsia berat adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda di bawah ini 9 :a. Desakan darah: pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik 160 mmHg dan desakan diastolik 90 mmHg.b. Proteinuria: 5 gr/jumlah urin selama 24 atau dipstick 4+.c. Oliguria: produksi urin < 400-500 cc/24 jam.d. Kenaikan kreatinin serum.e. Edema paru dan sianosis.f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen: disebabkan teregangnya kapsula Glisson. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar.g. Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala, scotomata, dan pandangan kabur.h. Gangguan fungsi hepar: peningkatan alanine atau aspartate amino transferase.i. Hemolisis mikroangiopatik.j. Trombositopenia < 100.000 cell/mm3k. Sindroma HELLP

Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vesospasme hebat. Tanda-tanda hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria atau hiperbilirubinemia menunjukkan penyakit yang parah.Faktor lain yang menunjukkan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dengan edema paru serta pertumbuhan janin terhambat nyata.3

II. EtiologiMeskipun etiologi terjadinya preeklamsia sampai sekarang belum jelas namun ada beberapa teori yang dapat menjelaskan dasar terjadinya preeklamsia.a. Teori GenetikDari hasil penelitian dapat diduga preeklamsia merupakan penyakit yang dapat diturunkan secara resesiv (disebut teori resesiv). Preeklamsia dapat terjadi pada penderita dengan riwayat keluarga preeklamsia, seperti ibu penderita atau saudara perempuan penderita.b. Teori ImunologikKehamilan sebenarnya merupakan paradoks biologi yaitu janin yang sebenarnya merupakan benda asing (karena ada faktor ayah) secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Preeklamsia terjadi karena kegagalan adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehinga konsepsi tetap berjalan tapi sel-sel trophoblast tidak bisa melakukan invasi ke dalam arteri spirales agar berdilatasi.c. Teori Ischemia PlasentaIschemia plasenta pada preeklamsia terjadi karena pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya terjadi pada arteri spirales di decidua, sedang pembuluh darah di daerah myometrium yaitu arteri spirales dan arteri basalis tidak melebar. Pelebaran arteri spirales adalah akibat fisiologik invasi sel trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spirales, sehingga arteri spirales menjadi menurun tonusnya dan akhirnya melebar. Pada preeklamsia invasi sel-sel trophoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi. Hal ini menyebabkan pembuluh darah ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan darah plasenta sehingga terjadi ischemia plasenta.d. Teori Radikal BebasIschemia plasenta akan melepaskan suatu bahan yang bersifat toxin sehingga menimbulkan gejala preeklamsia. Faktor-faktor yang diduga dihasilkan oleh ischemia plasenta adalah radikal bebas yang merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Pada preeklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah plasenta yang mengalami ischemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan peroksida lemak. Asam lemak tidak jenuh banyak dijumpai pada membran sel sehingga radikal bebas lebih banyak merusak membran sel. Pada preeklamsia produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar antioksidan juga menurun.e. Teori Kerusakan Sel Endotel Peroksidase lemak adalah proses oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam lemak jenuh. Pada preeklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Hal ini terbukti bahwa kerusakan sel endotel merupakan gambaran umum yang dijumpai pada preeklamsia.Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang menyebabkan preeklamsia dan eklampsia. Diantara faktor-faktor yang ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.4

III. PatofisiologiPatofisiologi terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:a. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskulerPada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboxane yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.b. Hipovolemia IntravaskulerPada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin intrauterin.c. Vasokonstriksi pembuluh darahPada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan-bahan vasoaktif dalam tubuh dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah artiole dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada dalam syok kronik.Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa preeklamsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ.5Pada preeklamsi berat dan eklamsi dijumpai perburukan patologis fungsi sejumlah organ dan sistem mungkin akibat vasospasme dan iskemia.Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan perfusi dari uteroplacenta. Bila hal ini terjadi maka akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin. Aktivasi dari sistem ini akan melepaskan Angiotensin II yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi secara general sehingga terjadi hipertensi. Selain itu, terjadi hipovolemia dan hipoksia jaringan. Ternyata, hipovolemia dan hipoksia jaringan dapat pula disebabkan oleh DIC yang dapat terjadi akibat pelepasan tromboplastin karena terdapat injury pada sel endotel pembuluh darah uterus.6Bila hipoksia dan hipovolemi terjadi pada kapiler-kapiler yang membentuk glomerulus, maka dapat terjadi glomerular endotheliosis yang menyebabkan peningkatan perfusi glomerular dan filtrasinya sehingga dari gambaran klinis dapat ditemukan proteinuria.Vasokonstriksi kapiler-kapiler dapat pula menyebabkan oedem. Selain itu, dari jalur adrenal akan memproduksi aldosteron yang juga dapat menyebabkan retensi dari Na dan air sehingga pada pasien preeklamsia terjadi oedem.7Kelainan trombositopenia kadang sangat parah sehingga dapat mengancam nyawa. Kadar sebagian faktor pembekuan dalam plasma mungkin menurun dan eritrosit dapat mengalami trauma hebat sehingga bentuknya aneh dan mengalami hemolisis dengan cepat.8

IV. FrekuensiHipertensi dalam kehamilan merupakan faktor resiko medis yang paling sering dijumpai dalam. Penyakit ini dijumpai pada 146.320 wanita, atau 3,7% di antara semua kehamilan yang berakhir dengan semua kelahiran hidup. Eklamsia didiagnosis pada 12.345 di antaranya, dan kematian ibu akibat penyulit ini tetap merupakan ancaman. Dalam kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.5Insiden preeklamsi sering disebut sekitar 5 persen, walaupun laporan yang ada sangat bervariasi. Insiden sangat dipengaruhi oleh paritas; berkaitan dengan ras dan etnik- dan karenanya juga faktor predisposisi genetik; sementara faktor lingkungan juga berperan.4Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida terutama primigravida muda, DM, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia.1

V. Dasar PengelolaanPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :1) Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya, yaitu terapi medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya.2) Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannnya yang tergantung pada umur kehamilannya. Sikap terhadap kehamilannnya dibagi 2, yaitu :a) Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilannnya < 37 minggu, artinya kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa.b) Aktif ; agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.9

VI. Pemberian Terapi Medikamentosaa. Segera masuk rumah sakit.b. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.c. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dextrosa 5 %.d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang yang pemberiannnya dibagi dalam dosis awal serta dosis lanjutan.e. Pemberian anti hipertensiDiberikan bila tekanan darah 180/110 mmHg atau MAP 126.Jenis obat yang diberikan : Nifedipine 10-20 mg oral, diulang setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.Tekanan darah diturunkan secara bertahap :1) Penurunan awal 25 % dari desakan sistolik.2) Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125f. DiuretikumDiuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena : Memperberat penurunan perfusi plasenta Memperberat hipovolemia Meningkatkan hemokonsentrasig. Diet Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.9

VII. Sikap Terhadap Kehamilannyaa. Perawatan Konservatif; ekspektatif1) Tujuana) Mempertahankan kehamilan sehingga mencapai umur kehamilannnya yang memenuhi syarat janin dapat dilahirkan.b) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.2) Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending eklampsia.3) Terapi Medikamentosaa) Terapi medikamentosa sama seperti diatas.b) Bila penderita sudah kembali menjadi PER, maka masih dirawat 2-3 hari lagi baru diizinkan pulang.c) Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 tersebut diatas, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler.d) Pemberian glukokortikoid pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.4) Perawatan di Rumah Sakita) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai berikut :-Nyeri kepala-Penglihatan kabur-Nyeri perut kuadran kanan atas-Nyeri Epigastrium-Kenaikan berat badan dengan cepatb) Menimbang berat badan pada waktu masuk rumah sakit dan diikuti tiap hari.c) Mengukur proteinuria ketika masuk rumah sakit dan diulangi tiap 2 hari.d) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.e) Pemeriksaan laboratorium.f) Pemeriksaan USG.g) Meskipun penderita telah bebas dari gejala-gejala PEB, masih tetap di rawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.5) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebasdari gejala-gejala preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diijinkan pulang. 6) Cara persalinana) Bila penderita tidak in partu, kehamilan di pertahankan sampai kehamilan aterm.b) Bila penderita in partu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya ( misalnya dengan grafik Friedman).c) Bila penderita in partu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali ada indikasi untuk pembedahan sesar.a. Perawatan Aktif; agresif1) Tujuan: Terminasi kehamilan.2) Indikasi a) Indikasi Ibu. Kegagalan terapi medikamentosaa. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah yang persisten.b. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan desakan darah yang persisten. Tanda dan gejala impending eklampsia Gangguan fungsi hepar Gangguan fungsi ginjal Dicurigai terjadi solutio plasenta Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahanb) Indikasi Janin Umur kehamilan 37 minggu. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG. NST nonreaktif dan profil biofisik abnormal. Timbulnya oligohidramnionc ) Indikasi LaboratoriumTrombositopenia progresif yang menjurus ke sindroma HELLP3) Terapi MedikamentosaSama seperti terapi medikamentosa diatas.4) Cara PersalinanSedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam.a) Penderita belum in partu Dilakukan induksi persalinan bila bishop score 8. Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal dan harus disusul dengan pembedahan sesar. Indikasi pembedahan sesar :1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam.2. Induksi persalinan gagal.3. Terjadi maternal distress.4. Terjadi fetal distress. 5. Bila umur kehamilan < 33 minggu.b) Penderita sudah in partu Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman. Memperpendek kala II. Pembedahan sesar dilakukan bila terdapat maternal distress atau fetal distress. Primigravida direkomendasikan pembedahan sesar. Anestesia : regional anesthesia, epidural anesthesia, tidak dianjurkan general anesthesia.9

VIII. Penyulit Ibu 1. Sistem saraf pusata. Perdarahan intrakranialb. Trombosis Vena sentral.c. Hipertensi Ensefalopati.d. Edema Cerebri.e. Edema Retina.f. Macular atau retina detachment.g. Kebutaan korteks.2. Gastrointestinal-Hepatika. Subcapsular hematoma hepar.b. Ruptur kapsukl hepar3. Ginjala. Gagal ginjal akutb. Necrosis tubular akut4. Hematologika. DICb. Trombositopenia5. Kardiopulmonera. Edema Paru ; kardiogenik atau non kardiogenik.b. Depresi atau arrest pernafasan.c. Kardiac arrestd. Iskemia miokardium6. Lain-lain9AscitesIX. Penyulit Janina. IUGRb. Solutio plasentac. IUFDd. Kematian neonatale. Penyulit akibat premarturitasf. Cerebral palsy.9

X. Diagnosis BandingDiagnosis banding gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan.Hipertensi gestasional TD >140/90 mmHg untuk pertama kali selama kehamilan Tidak ada proteinuria TD kembali normal setelah 140/90 mmHg setelah gestasi 20 minggu Proteinuria > 300mg/24 jam atau > +1 pada dipstikPeningkatan kepastian preeklamsi TD > 160/100 mmHg Proteinuria > 0,2g/24 jam atau > +2 pada dipstik Kreatinin serum > 1,2 mg/dl kecuali apabila telah diketahui meningkat sebelumnya Trombosit 300 mg/24 jam pada wanita pengidap hipertensi tetapi tanpa proteinuria sebelum gestasi 20 minggu Terjadi peningkatan proteinuria atau tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000 /mm3 secara mendadak pada wanita dengan hipertensi dan proteinuria sebelum gestasi 20 mingguHipertensi kronik TD >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau didiagnosis sebelum gestasi 20 minggu Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah gestasi 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu postpartum.5Diagnosis dari preeklamsia berat dapat ditentukan secara klinis maupun laboratorium.Klinis :- Nyeri epigastrik- Gangguan penglihatan- Sakit kepala yang tidak respon terhadap terapi konvensional- Terdapat IUGR- Sianosis, edema pulmo- Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau 110 mmHg untuk tekanan darah diastolik (minimal diperiksa dua kali dengan selang waktu 6 jam)- Oliguria (< 400 ml selama 24 jam)Laboratorium :- Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)- Trombositopenia (1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat sebelumnya- Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat) - Peningkatan LFT (SGOT, SGPT)4

XI. Prediksi dan PencegahanBerbagai penanda bikimiawi dan biofisik diduga dapat digunakan untuk memperkirakan timbulnya preeklamsi pada tahap lebih lanjut.Para peneliti berupaya mengidentifikasi penanda-penanda awal gangguan plasentasi, penurunan perfusi plasenta, disfungsi sel endotel, dan aktivitas koaglasi. Terdapat beberapa uji untuk memperkirakan preeklamsi antara lain infus angiotensin II, roll over test, asam urat, ekskresi kalikrein urin, metabolisme kalsium, fibronektin, aktivasi koagulasi, peptida plasenta, velosimetri doppler arteria uterina, dan penanda stress oksidatif. 4Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring.Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan perlu dianjurkan. Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan diuretik dan obat antihipertensi memang merupakan kemajuan dari pemeriksaan antenatal yang baik.1Selain itu, ada pula yang mengemukakan mengenai pemberian suplemen kalsium, aspirin, maupun suplemen minyak ikan. Namun, masih terdapat kontroversi.6

XII. PenangananPrinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah mencegah timbulnya kejang, mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.1Pada preeklamsia berat, penundaan merupakan tindakan yang salah. Karena preeklamsia sendiri bisa membunuh janin.5PEB dirawat segera bersama dengan bagian Interna dan Neurologi, dan kemudian ditentukan jenis perawatan/tindakannya. Perawatannya dapat meliputi :a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri.IndikasiBila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini: 1).Ibu :a).Kehamilan lebih dari 37 minggub).Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsiac).Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.2).Janin :a).Adanya tanda-tanda gawat janinb).Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat.3).Laboratorium :Adanya sindroma HELLP .PengobatanMedikamentosa1).Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam)2).Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.3).Pemberian obat : MgSO4.b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankanIndikasiKehamilan kurang bulan (< 37 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik.MedikamentosaSebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat diberikan: Larutan sulfas magnesium 40 % (8 gram) disuntikkan IM pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesium hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16 kali per menit. Bila terjadi toksisitas akut, dapat diberikan kalsium glukonas intravena selama 3 menit sebagai antidotum. Larutan sulfas magnesium 20% (4 gram) dilarutkan dalam 100 cc Ringer Laktat diberikan per IV selama 15-20 menit sebagai dosis awal. Lalu sebagai maintenance, larutan sulfas magnesium 20% (10 gram) dilarutkan dalam 500 cc Ringer Laktat, diberikan per IV dengan kecepatan 1 gr / jam selama 24 jam. Klorpromazin 50 mg IM Diazepam 20 mg IM.Penggunaan obat hipotensif pada preeklamsia berat diperlukan karena dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi lebih kecil. Namun, dari penggunaan obat-obat antihipertensi jangan sampai mengganggu perfusi uteropalcental. OAH yang dapat digunakan adalah hydralazine, labetolol, dan nifedipin.4Pemberian kortikosteroid untuk maturitas dari paru janin sampai saat ini masih kontroversi.6Untuk penderita preeklamsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih banyak dalam persalinan. Namun, untuk saat ini teknik anestesi yang lebih disukai adalah anestesi epidural lumbal.4Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.3

XIII. KomplikasiKomplikasi preeklamsia berat antara lain: Eklamsia, HELLP Sindrom, Edema pulmonum, DIC, Gagal ginjal akut, Ruptur hepar, Solutio plasenta, Perdarahan serebral dan gangguan visus.

XIV. PrognosisPrognosis untuk eklamsi selalu serius walaupun angka kematian ibu akibat eklamsi telah menurun selam tiga dekade terakhir dari 5 sampai sepuluh persen menjadi kurang dari tiga persen kasus.Kematian ini disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan.Kematian ibu biasanya karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.1

B. KETUBAN PECAH DINI (KPD)I. DefinisiAda beberapa definisi KPD, yaitu menurut Rustam KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.4 Menurut Evans dan Cunningham KPD adalah pecahnya ketuban sebelum umur kehamilan 37 minggu atau sebelum dalam persalinan.3,5II. EtiologiBerbagai faktor dapat dihubungkan dengan kejadian KPD, termasuk:5 1. Infeksi (amnionitis, cervicitis, dan vaginosis lain). Infeksi asenden dari saluran genital bawah merupakan faktor resiko yang sering terdapat pada KPD.72. Meningkatnya volume uterus (polihidramnion dan kehamilan multipel).3. Perdarahan subkorionik.4. Anomali fetal.5. Koitus.6. Trauma maternal.7. Status sosioekonomi rendah.5 8. Substansi tertentu, seperti rokok.5,7Faktor predisposisi KPD menurut Moegni, 1999 :1 a. Kehamilan multipleb. Riwayat persalinan preterm sebelumnyac. Koitus, namun hal ini tidak merupakan predisposisi kecuali bila hygiene burukd. Perdarahan pervaginame. Bakteriuriaf. pH vagina diatas 4,5g. Servix yang tipis/kurang dari 39 mmh. Flora vagina abnormali. Fibronectin > 50 ng/mlj. Kadar CRH (Corticotropin Releasing Hormone) maternal tinggi

III. PatogenesisKPD diduga terjadi karena adanya pengurangan kekuatan selaput ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya. Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maupun servix. Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena aktivitas uteri yang tidak diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu penyebaran infeksi adalah inkompetent servix, vaginal toucher (VT) yang berulang-ulang dan koitus.1Penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa patogenesis KPD berhubungan dengan meningkatnya komponen selular apoptosis pada membran janin, begitu pula peningkatan protease pada membrane dan cairan amnion. Daya regang membran janin dipengaruhi oleh matriks ekstraselular pada amnion. Kolagen amnion interstitial yang utama adalah tipe I dan III, yang diproduksi oleh sel mesenkimal dan komponen struktur yang paling penting untuk daya regang membran fetal.Matriks Metaloproteinase (MMP) pada kelompok proteinase terlibat dalam remodelling jaringan normal dan khususnya dalam degradasi kolagen. MMP-2, MMP-3, and MMP-9 memiliki konsentrasi lebih tinggi pada cairan amnion pada kehamilan dengan KPD.3

IV. Diagnosis1. Air ketuban yang keluar dari vagina Diagnosis KPD dapat ditegakkan dengan mudah ketika ada cairan ketuban yang keluar dari vagina. Adanya efek yang merugikan KPD pada hasil persalinan, maka pasien dengan riwayat cairan merembes dari vagina atau sedikitnya volume cairan amnion pada pemeriksaan USG harus benar-benar dievaluasi.2. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk membuktikan pecahnya ketuban dengan menggunakan cara sebagai berikut : forniks posterior harus diperiksa sebagai bukti adanya genangan air ketuban.3. Laboratoriuma. Fern test 1) Fern tes adalah metode yang biasa digunakan untuk menentukan adanya KPD.2) Sekret vagina dari forniks posterior diusap dengan menggunakan aplikator kapas yang steril dan diusap tipis pada gelas objek. Setelah dikeringkan dengan udara beberapa saat, lalu periksa gelas objek di bawah mikroskop, maka akan didapatkan gambaran seperti daun pakis. Untuk mencegah negatif palsu, gelas objek harus benar-benar kering. Bila terdapat gambaran seperti daun pakis maka tes ini dianggap positif.3) Positif palsu terjadi bila terdapat cairan salin kering dan atau terdapat mucus servik.b. Tes Nitrasin1) Tes nitrasin terdapat pada pH cairan amnion (pH 7,0-7,5), di mana lebih alkalis daripada sekret vagina normal (pH 4,5-5,5)2) Sampel sekret vagina diusapkan pada kertas pH nitrasin. Perubahan warna menjadi biru-hijau (pH 6,5) atau biru (pH 7,0) merupakan bukti kuat adanya cairan amnion.3) Positif palsu dapat terjadi pada adanya darah, urin, semen, atau agen antiseptik.4. USG dapat membantu menegakkan diagnosis KPDa. USG untuk memeriksa volume cairan amnion dapat membantu menegakkan diagnosis KPD. KPD biasanya berhubungan dengan volume cairan amnion yang sedikit. Kantung cairan biasanya lebih besar dari 2x2 cm.b. Penentuan bagian-bagian janin dan perkiraan berat janin dapat membantu dalam penatalaksanaan wanita dengan KPD. Pada kasus KPD, USG serial untuk memeriksa pertumbuhan janin seharusnya dilakukan setiap 3-4 minggu sebagai pengukuran terhadap keadaan janin.5. Amniosentesisa. Amniosentesis dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis KPD bila data-data yang ada kurang mendukung.b. Amniosentesis dapat digunakan utnuk menunjukkan adanya infeksi intramnion. Konsentrasi glukosa cairan amnion di bawah 16-20 mg/dl, pewarnaan gram positif, atau kultur cairan amnion positif dapat mendukung diagnosis.5

V. KomplikasiKPD dapat menyebabkan beberapa komplikasi pada ibu:2,3,6a. InfeksiInfeksi korioamniotik sering terjadi pada pasien dengan KPD. Diagnosis korioamnionitis dapat dilihat dari gejala klinisnya antara lain demam (37,80C), dan sedikitnya dua gejala berikut yaitu takikardi baik pada ibu maupun pada janin, uterus yang melembek, air ketuban yang berbau busuk, maupun leukositosis.b. Hyaline membrane diseaseBeberapa penelitian menyebutkan bahwa hyaline memnrane disease sebagian besar disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD). Terdapat hubungan antara umur kehamilan dengan hyaline membrane disease dan chorioamnionitis yang terjadi pada pasien dengan KPD. Pada usia kehamilan kurang dari 32 minggu, angka risiko hyaline mebran disease lebih banyak dibandingkan risiko infeksi. c. Abruptio placentaHal ini tergantung dari progresifitas penurunan fungsi plasenta yang mengakibatkan pelepasan plasenta. Gejala klinik yang terjadi adalah perdarahan pervaginam.Beberapa komplikasi pada janin:a. Fetal distressHal ini dapat diketahui dari adanya deselerasi yang menggambarkan kompresi tali pusat yang disebabkan oleh oligohidramnion. Sehingga untuk mengatasinya maka dilakukan sectio cesaria, yang mengakibatkan tingginya angka section cesaria pada pasien dengan KPD.b. Hipoplasi pulmonerHal ini terjadi bila ketuban pecah sebelum usia kehamilan 26 minggu dan fase laten terjadi lebih dari 5 minggu yang diketahui dari adanya distress respirasi yang berat yang terjadi segera setelah lahir dan membutuhkan bantuan ventilator.c. Cacat pada janind. Kelainan kongenital

VI. Penatalaksanaan1. Kecuali persalinan dilakukan segera, pasien harus dirawat di rumah sakit yang menyediakan perawatan neonatal yang adequat. Sehingga diperlukan pengiriman ke fasilitas perawatan tersier.2. Persalinan diindikasikan padaa) Koriamnionitis (demam maternal, uterus lunak dan takikardi maternal atau fetal).5 Bila terdapat korioamnionitis, lakukan kultur servik, terapi antibiotik IV spektrum luas, dan segera terminasi kehamilan.7b) Kematian fetalc) Ruptur plasenta dengan perdarahan per vaginamd) Dilatasi servik dan/atau malpresentasi fetal dengan kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat.53. Bila tidak terdapat infeksi, penatalaksanaan dilakukan berdasarkan usia gestasional sebagai berikut :a. Sebelum viabel (< 24 minggu), induksi atau edukasi pasien untuk istirahat di rumah.7 Penderita dianjurkan untuk beristirahat di tempat tidur dan berikan obat-obat antibiotika profilaksis, spasmolitika, dan roboransia dengan tujuan untuk mengundur sampai anak viabel.4 Bayi akan sangat berisiko mengalami sejumlah komplikasi, termasuk hipoplasia pulmo dan kontraktur ekstremitas, bila kehamilan terus berlanjut sampai bayi viabel.5b. Preterm (24-36 minggu), terapi konservatif. Rawat di rumah sakit dan banyak istirahat, berikan betametason IM untuk meningkatkan maturitas paru-paru fetus bila < 32 minggu, kultur servik serta ampicillin dan eritromisin profilaksis selama 7 hari.7c. Aterm (> 36 minggu), lakukan terminasi kehamilan segera, bila dapat dilakukan persalinan per vaginam, gunakan oksitosin atau prostaglandin.7 Lakukan induksi partus 6-12 jam setelah lag phase dan berikan antibiotika profilaksis. Pada kasus-kasus tertentu di mana induksi partus dengan PGE2 dan/atau drips sintosinon gagal, maka lakukanlah tindakan operatif. Ketuban pecah dini berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode laten = LP = lag phase. Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. Sedangkan lamanya persalinan lebih pendek dari biasa, yaitu pada primi 10 jam dan multi 6 jam.4

VII. Medikamentosa1. Antibiotika. Salah satu penelitian terbaik tentang penatalaksanaan KPD adalah penggunaan antibiotik utnuk memperpanjang kehamilan. Terapi antibiotik pada terapi konservatif dapat :1) Mengobati dan mencegah infeksi asenden2) Mencegah korioamnionitis3) Menurunkan kejadian sepsis neonatal4) Memperpanjang periode latensib. Tujuan terapi antibiotik adalah untuk menyediakan perlindungan antimikroba spektrum luas, terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Dosis antibiotik untuk memperpanjang latensi dan memperbaiki hasil persalinan adalah sebagai berikut : Ampicillin 2 g dan eritromisin 250 mg,intravena setiap 6 jam dalam 48 jam pertama, selanjutnya amoxicillin 250 mg dan eritromisin 333 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari.2. Kortikosteroida. Karena pasien dengan KPD berisiko cukup signifikan terhadap morbiditas perinatal, kortikosteroid antenatal dapat diberikan. Rangkaian tunggal ini dapat menurunkan insiden sindrom distress pernapasan neonatal, perdarahan intraventrikular, dan necrotizing enterocolitis.5b. Kombinasi dengan ampicillin-sulbaktam pada KPD dapat menurunkan frekuensi total mortalitas neonatal, sepsis dan sinderon distres pernapasan.c. Dosis yang digunakan sama dengan yang digunakan untuk indikasi lain :1) Betametason, 12 mg IM setiap 24 jam, 2 dosis. Betametason tidak mengubah level CRP ataupun respon leukosit terhadap infeksi. 2) Dexametason, 6 mg IM selama 12 jam, 4 dosis.5BAB IISTATUS PENDERITA

I.ANAMNESISA.Identitas PenderitaNama: Ny. MJUmur: 30 tahunAlamat: Pasar Kliwon, SurakartaNo RM: 01296406Tanggal Masuk: 6 April 2015Tanggal Periksa: 7 April 2015HPMT: 20 Juli 2014HPL: 26 April 2015Umur Kehamilan: 37 minggu

B.Keluhan Utama : Kiriman dari Klinik Utama muhammadiyah Sampangan dengan PEB, KPD

C.Riwayat Penyakit SekarangDatang Seorang G4P1A2, 30 tahun, umur kehamilan 37 minggu, kiriman dari Klinik Klinik Utama muhammadiyah Sampangan dengan keterangan PEB, KPD riwayat SC. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 1 hari yang lalu. Lendir darah belum dirasakan keluar.

D.Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit hipertensi: disangkalRiwayat penyakit asma: disangkalRiwayat penyakit jantung: disangkalRiwayat penyakit DM: disangkalRiwayat alergi: disangkal

E.Riwayat FertilitasBaikF.Riwayat ObstetriPasien telah hamil 4 kali. Kehamilan pertama tahun 2011 dan kedua tahun 2012 mengalami abortus dan dikuret. Kehamilan ketiga diperoleh bayi perempuan hidup yang sekarang berumur 2 tahun, lahir secara SC a/i hamil postdate dengan BB 3200 gr. Kehamilan Saat ini pasien mengandung anak kedua.

G.Riwayat HaidMenarche: 14 tahunLama haid: 5-7 hariSiklus haid: 28 hari

H.Riwayat PerkawinanMenikah satu kali, selama 4 tahun.

I. RiwayatKeluarga BerencanaPasien sebelumnya tidak menggunakan KB.

II.PEMERIKSAAN FISIKTanggal 6 April 2015A. Status GeneralisKeadaan Umum: Baik, composmentis, gizi kesan cukupTanda vital :Tek. Darah : 160 / 100Frek. Napas : 20x/menitNadi : 88x/menit Suhu : 36,50 CKepala: MesocephalMata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera Ikterik (-/-)THT: Sekret (-/-), Tonsil (T1/T1), Faring hiperemis (-)Leher: Pembesaran KGB (-)Thorax : Normothoraks, Retraksi (-/-)Cor: Inspeksi: Ictus cordis tidak tampakPalpasi: Ictus cordis tidak kuat angkatPerkusi: Batas jantung kesan tidak melebarAuskultasi: BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)Pulmo : Inspeksi: Pengembangan dada kanan = kiriPalpasi: Fremitus raba kanan = kiri Perkusi: Sonor / sonor Auskultasi:SD vesikuler (+/+) suara tambahan (-/-)Abdomen : Inspeksi: Dinding perut > dinding dada, stria gravidarum (+)Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba.Perkusi :Timpani pada daerah bawah processus xyphoideus, redup pada daerah uterusAuskultasi: Peristaltik (+) normalGenital :Lendir darah (-), air ketuban (+), darah (-)Ekstremitas : Oedema (-), akral dingin (-)

B.StatusObstetriInspeksiMata: Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Thorax :Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae hiperpigmentasi (+)Abdomen :Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)Genital: Vulva/uretra tenang, air ketuban (+),lendir darah (-), peradangan (-), tumor (-), darah (-).

PalpasiPemeriksaan LeopoldI.: Teraba bagian lunak kesan bokong.II.: Di sebelah kiri teraba bagian besar memanjang, rata kesan punggung janin.Di sebelah kanan teraba bagian kecil janin kesan ekstremitas.III.: Teraba bagianteraba bagian keras dan bulat, kesan kepala.IV.: Bagian terendah janin belum masuk panggulAbdomen : supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intrauterine, preskep, puki, TFU 28 cm TBJ 2715 gr, His (-)Ekstremitas : Oedema (-) akral dingin (-)

AuskultasiDJJ (+) 13-12-13/12-11-12/13-12-13/reguler.

Pemeriksaan DalamVT : Vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mencucu di belakang, eff 10%, kepala belum masuk panggul, pembukaan (-) cm, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (+), STLD (-).

C. Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah (6-4-2015):Urinalisis:Hb : 11,1 g/dLProtein kualitatif : +2Hct: 34 %AE : 3,73.106/ULAL: 10,1.103/ULAT: 201.103/ULGol. Darah : AGDS: 91 mg/dLUreum: 14 mg/dLCreatinin: 0,5 mg/dLAlbumin: 3,9 g/dLHBsAg: (-)SGOT: 17SGPT: 13Na: 122 mmol/LK: 3,2 mmol/LCl: 132 mmol/L

USG (6 April 2015) : tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang ,preskep, puki, DJJ (+), dengan fetal biometri: BPD= 8.38, FL= 6.46, AC= 31.0, EFWB= 2715 gram. Plasenta insersi di corpus kanan grade III. Air ketuban kesan cukup.Tidak tampak jelas kelainan kongenital mayor.Kesan : Saat ini janin dalam keadaan baik.

III. KESIMPULANSeorangG4P1A2, 30 tahun, Umur Kehamilan 37 minggu, riwayat fertilitas baik, riwayat obstetrik pernah mengalami abortus dua kali pada tahun 2011 dan 2012, janin tunggal, intra uterin, preskep, puki, TBJ 2715 gr. His (-), DJJ (+) 13-12-13/reguler, portio lunak mencucu di belakang, eff 10%, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (+), STLD (-).

IV. DIAGNOSISPEB, KPD 1 hari pada multigravida hamil aterm belum dalam persalinan dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

V. PROGNOSISDubia

VI. PLANNING Mondok bangsal Usul ReSCTP emergency + insersi IUD laboratorium darah lengkap Protap PEB: O2 3 lpm Inf. RL 12 tpm Inj. MgSO4 20% 4 gr (syringe pump) maintenance MgSO4 20% 1 gr/jam selama 24 jam (infus pump) Nifedipine 3 x 10 mg jika TD 160/100 mmHg Pasang DC Awasi tanda-tanda impending eklampsia Informed consent Inj. Ceftriaxon skin test Konsul anestesi Konsul jantung NST reaktif

VII. LAPORAN OPERASI RE SCTP EMERGENCY A. OutcomeNeonatus, jenis kelamin laki-laki, BB: 2700gram, PB : 47 cm, LK/LD : 34cm/30cm, APGAR Score 6-7-8, Anus (+), Cacat (-)B. Laporan operasiPerdarahan selama operasi 300cc.C. Diagnosis post operasiPost Re SDTP em + insersi IUD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

EVALUASI Post OP, 2 jam post OPInstruksi Post Operasi 1. Awasi keadaan umum, vital sign, balance cairan2. Awasi tanda-tanda perdarahan3. Puasa sampai peristaltik (+)4. Medikamentosa : inj. Ceftriaxone 2 gr/12 jam , Inj. Ketorolac 1 amp/8 jamEvaluasi 2 jam post OperasiS: -O : KU: Baik, Compos mentisVS : TD : 130/90 mmHgrr: 20x/menitN : 88x/menitt : 36,5 CMata : conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)Thorax: Cor / Pulmo dalam batas normalAbdomen :supel, nyeri tekan (-), kontraksi (+), tampak luka post op tertutup perbanGenital : darah (-), lochea (+)

DIAGNOSISPost Re SDTP em + insersi IUD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

TERAPI Inj. Ceftriaxon 2g/12jam Inj.Ketorolac 1 amp/8jam Protap PEB: O2 3 lpm Inf. RL 12 tpm Inj. MgSO4 20% 4 gr (syringe pump) maintenance MgSO4 20% 1 gr/jam selama 24 jam (infus pump) Nifedipine 3 x 10 mg jika TD 160/100 mmHg

EVALUASI 7 April 2015 ( DPH 1)Keluhan: -Keadaan Umum: Baik, composmentisVital Sign: TD : 125/90RR: 20x/menit Nadi : 80x/menitSuhu : 36,70CMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Thorax: Cor / Pulmo dalam batas normalAbdomen :supel, nyeri tekan (-), kontraksi (+), tampak luka post op tertutup perbanGenital : darah (-), lochea (+)

DIAGNOSISPost Re SDTP em + insersi IUD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

TERAPI Inj. Ceftriaxon 2g/12jam Inj.Ketorolac 1 amp/8jam Protap PEB: O2 3 lpm Inf. RL 12 tpm Inj. MgSO4 20% 4 gr (syringe pump) maintenance MgSO4 20% 1 gr/jam selama 24 jam (infus pump) Nifedipine 3 x 10 mg jika TD 160/100 mmHg

EVALUASI 8 April 2015 (DPH 2)Keluhan: -Keadaan Umum: Baik, composmentisVital Sign: TD : 120/80RR: 18x/menit Nadi : 84x/menitSuhu : 36,50CMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Thorax: Cor / Pulmo dalam batas normalAbdomen :supel, nyeri tekan (-), kontraksi (+), tampak luka post op tertutup perbanGenital : darah (-), lochea (+)

DIAGNOSISPost Re SDTP em + insersi 2UD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

TERAPI Inj. Ceftriaxon 2g/12jam Inj.Ketorolac 1 amp/8jam Protap PEB: O2 3 lpm Inf. RL 12 tpm Inj. MgSO4 20% 4 gr (syringe pump) maintenance MgSO4 20% 1 gr/jam selama 24 jam (infus pump) Nifedipine 3 x 10 mg jika TD 160/100 mmHg

EVALUASI 9 April 2015 (DPH 3)Keluhan: -Keadaan Umum: Baik, composmentisVital Sign: TD : 120/80RR: 18x/menit Nadi : 80x/menitSuhu : 36,60CMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Thorax: Cor / Pulmo dalam batas normalAbdomen :supel, nyeri tekan (-), kontraksi (+), tampak luka post op tertutup perbanGenital : darah (-), lochea (+) Laboratorioum Darah : Hb : 9,9 g/dLHct: 29 %AE : 3,42.106/ULAL: 10,3.103/ULAT: 223.103/UL

DIAGNOSISPost Re SDTP em + insersi IUD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

TERAPI Diit TKTP Cefadroxil 2x500mg Asam mefenamat 3x500mg Vitamin C 1x1 SF 1x1EVALUASI 10 April 2015 (DPH 4)Keluhan: -Keadaan Umum: Baik, composmentisVital Sign: TD : 120/80RR: 18x/menit Nadi : 84x/menitSuhu : 36,60CMata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)Thorax: Cor / Pulmo dalam batas normalAbdomen :supel, nyeri tekan (-), kontraksi (+), tampak luka post op tertutup perbanGenital : darah (-), lochea (+)

DIAGNOSISPost Re SDTP em + insersi IUD pada PEB, KPD 1 hari pada multipara hamil aterm dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu

TERAPI Diit TKTP Cefadroxil 2x 500mg Asam mefenamat 3x500mg Vitamin C 1x1 SF 1x1 Rawat jalan

BAB IIIANALISIS KASUS

Pasien merupakan rujukan dari Klinik Utama muhammadiyah Sampangan dengan PEB, KPD dan riwayat SC.Dari anamnesis saat ini kami dapatkan pasien G4P1A2, 30 tahun, umur kehamilan 37 minggu. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air kawah sudah dirasakan keluar sejak 1 hari yang lalu. Lendir darah belum dirasakan keluar. Dari paritas pasien G4P1A2, usia 30 tahun menggambarkan riwayat obstetri pasien tergolong jelek. Pasien mengalami abortus 2x dan dikuret. Pada anak ke 2 lahir dengan SC ai hamil postdate. Dari anamnesis juga belum dijumpai tanda-tanda kelahiran seperti kenceng-kenceng teratur. Air kawah dirasakan keluar sejak satu hari yang lalu menandakan adanya ketuban pecah dini. Dimana definisi dari ketuban pecah dini menurut Rustam yaitu KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.4 Menurut Evans dan Cunningham, KPD adalah pecahnya ketuban sebelum umur kehamilan 37 minggu atau sebelum dalam persalinan.3,5Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg, pada pemeriksaan abdomen didapatkan supel, nyeri tekan (-) pada daerah epigastrium, teraba janin tunggal, intrauterine, memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, TFU 28 cm ~ TBJ 2715 gr, His (-), DJJ (+) 13-12-13/reguler. Pada pemeriksaan dalam VT didapatkan vulva/uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio lunak mencucu di belakang, eff 10%, kepala floating, belum ada pembukaan, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (+), STLD (-).Pemeriksaan penunjang tanggal 6 April didapatkan protein urin +2 dan lab darah dalam batas normal. Pada pemeriksaan USG 6 April 2015 : tampak janin tunggal, intra uterine, memanjang ,preskep, puki, DJJ (+), dengan fetal biometri: BPD= 8.38, FL= 6.46, AC= 31.0, EFWB= 2715 gram. Plasenta insersi di corpus kanan grade III. Air ketuban kesan cukup.Tidak tampak jelas kelainan kongenital mayor.Kesan : Saat ini janin dalam keadaan baik. Dari hasil pemeriksaan tekanan darah dan protein urin, pasien dapat di diagnosis dengan Preeklamsia Berat dimana tekanan darah pasien 160/100 mmHg dan protein urin +2. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsi, dan apabila tidak terdapat proteinuria maka diagnosisnya dipertanyakan. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsi adalah hipertensi plus proteinuri minimal. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka pasien didiagnosis dengan PEB, KPD 1 hari pada multigravida hamil aterm belum dalam persalinan dengan riwayat SC 2 tahun yang lalu.Pada pasien dilakukan terminasi dengan cara SC emergency karena, tatalaksana pada PEB adalah segera lakukan terminasi. Kehamilan pasien sudah aterm sehingga tidak perlu dilakukan konservatif untuk mempertahankan kehamilan. Terminasi yang dipilih pada pasien ini adalah secara perabdominal karena pasien memiliki riwayat SC 2 tahun yang lalu dimana riwaya SC sebelumnya menjadi kontra indikasi relatif untuk dilakukan persalinan pervaginam.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sucipto, Nur Ilhami (2013). Pre Eklampsia: Upaya Pencegahan, Pemeriksaan, dan Penatalaksanaan. CDK-206/ vol. 40 no. 72. Winkjosastro, H (2008). Ilmu Kebidanan edisi ketiga cetakan keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 302-312.3. Mochtar R (2000). Hipertensi dalam kehamilan. Dalam: Sinopsis Obstetri. Edisi kedua. Editor : Lutan D. EGC, Jakarta; 209-217.4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ (2001). In: Williams Obstetrics. Ed 21. The Mc Graw-Hill Companies, New York.5. Norwitz ER, Arulkumaran S, Symonds IM, Fowlie A. (2007). Oxford American handbook of obstetrics and gynecology. 1st ed. Oxford University Press, New York.6. Current medical diagnosis & treatment (2010). In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. 2010. USA: McGraw-Hill.7. Saifuddin AB, dkk (2002). Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I-Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.8. Mansjoer A, dkk (2001). Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 260-265.9. Bsri, Abdul (2003). Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI, FKUI. Jakarta.10. Roeshadi, Haryono. (2004). Sindroma HELLP dalam Ilmu Kedokteran Maternal. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Surabaya.11. M. Dikman Angsar (2005). Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPH-Gestosis). Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo, Surabaya.

40