presentation_uu_migas_ver_20_o

Upload: asep-kurniawan

Post on 06-Jul-2015

99 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Usulan Revisi UU Migas Insitut Teknologi Bandung

Kepada Komisi VII DPR-RIJakarta, 20 Oktober 2010

Disampaikan Oleh :Dr. Imam Santosa Prof. Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S. Prof. Dr. Ir. Widjajono Partowodagdo Dr. Ir. Lambok M. Hutasoit Dr. Ir. Tutuka Ariadji

Pendahuluan

TERTIARY SEDIMENTARY BASIN IN INDONESIA Daerah Eksplorasi Migas Indonesia(Source BPmigas)100 NORTH SUMATERA

110

120

130 P

140

A

05B SI

WEST NATUNA

C

IF

EAST NATUNA

IC

O

C

E

A

TARAKAN MINAHASA CEN TRAL SUMATERA KETUN GAU MELAWI KUTAI GORONTALO NORTH HALMAHERA NORTH OBI EAST HALMAHERA SOUTH HALMAHER A SULA SOUTH SUMATERA BARITO PEMBUANG ASEM ASEM PATI NORTH EAST JAVA SEA SALABANGKA SOUTH MAKASAR BONE SPERMONDE TUKAN G BESI MANUI WEST BURU BURU WEST WEBEREB WAR U

N

G OL A

00

W

LARIANG

BANGGAI SOUTH SULA

SOUTH M: OBIG: -

BIAK SALAWATI BINTUNI

AR OP EN

SUND A

BILITON

MIS OOL SER SOUTH A M SERAM

WAIPOGA

JAYAPURA

N BE U GK LU

BUTON

AKIMEUGAHER

05

NORTH WEST JA V A

LU NG

TANIBAR

D

IA O C E A

SOU TH

J AV A

LOMBOK BALI

SAWU

10

OR TI M

N

LEGEND :PROD UCING B A SIN ( 1 5 B A SINS )

Producing Basin (15 basins) Basin w/ Discoveries. Non Producing (9 basins) N Drilled Basin. No Discovery (14 basins) Un-drilled Basin (22 basins)

PA

IN

NORTH EAST JAVA

FLORES

SAHUL

CADANGAN MINYAK BUMI INDONESIA(Status 1 Januari 2009)

Aceh (NAD) 126.0

Natuna

112.5North Sumatera

346.8

Maluku

3,945.5Central Sumatera

Kalimantan

43.1Irian Jaya (Papua)

715.0 52.0 885.7

93.3

South

Sumatera

521.2West Java

962.0South Sulawesi East Java

OIL RESERVES 3P (MM STB)

PROVEN (P1) TOTAL (3P)

= 4,203.53 MM STB = 7,803.05 MM STB

POTENTIAL (P2+P3) = 3,599.52 MM STB

CADANGAN GAS BUMI INDONESIA(Status 1 Januari 2009)

ACEH (NAD)

NATUNA

5.711.27 North SUMATERA

52.39EAST KALIMANTAN

7.28CENTRAL SUMATERA

19.494.22

IRIAN JAYA (PAPUA)

23.03

SOUTH SUMATERA

17.55

SOUTH SULAWESI

Maluku

3.26WEST JAVA

EAST JAVA

15.22

5.32

GAS RESERVES 3P (TCF)

PROVEN (P1) TOTAL (3P)

= 105.46 TCF = 154.76 TCF

POTENTIAL (P2+P3) = 49.30 TCF

Potensi Barat vs. Timur Indonesia(Source BPmigas)Indonesian map from Muller (1994)

91 % 9 %1965-2005 : 2.4 mmkm 2D seismic surveys, >3900 exploration wells (70% Wildcat, SR 40%) STOIIP > 86 BBOE 1965-2005 : >350.000 km 2D seismic surveys, >400 exploration wells (85% Wildcat,SR25%) STOIIP > 4 BBOE

Pendapatan Negara Dari Sektor Migas 2001-2009

40 35 30

Milyar USD

25 20 15 10 5

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

0

Kegiatan HULU MigasExploration & Development

Delivery

Exploitatio/Production

Pipeline

Shipping

Kegiatan HILIR Migas

Power Generation

Manufacturing

DEPO REFINERY

SPBU

Transportation

Taksonomi Pengaturan MigasHuluLegislatif

HilirLegislatif

Eksekutif Bisnis BUMN Koperasi BUMN BUMD Koperasi

Eksekutif Bisnis

Badan Usaha

Badan Usaha

BUMD

Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap

Kajian

2.1. UU Migas menjadi 2 (dua) Bagian PentingHuluDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN BUMN KoperasiUsaha PERTAMBANGAN Usaha PEMANFAATAN

HilirDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN

Badan Usaha

BUMN BUMD Koperasi

Badan Usaha

BUMD

Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap

Mengingat urusan Usaha Hulu dan Hilir sangat berbeda dalam sifatnya, dimana Hulu dikuasai oleh negara (UUD 45 pasal 33), sedangkan Hilir berbentuk bisnis biasa, sehingga dalam hubungan pasal Hulu dengan pasal Hilir hampir tidak nyambung, juga terlihat pasal mengenai Hilir sangat sedikit, maka perlu dilakukan pemisahan dalam melihat UU Migas, yaitu diberi istilah :

1)Usaha Pertambangan Minyak dan Gasbumi untuk kegiatan Hulu 2)Usaha Pemanfaatan Minyak dan Gasbumi untuk kegiatan HilirUsulan ITB : Bila tidak bisa Undang-Undang ini dipisahkan menjadi dua bagian, setidaknya dalam pembahasan dipisahkan dengan tegas.

2.2. Mempertegas KewenanganHuluDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN BUMN Koperasi BUMN BUMD Koperasi

HilirDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN

Badan Usaha

Badan Usaha

BUMD

Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap

1. Perlu dipertegas kewenangan dari institusi DPR sebagai legislatif, juga presiden, KESDM dan Ditjen Migas sebagai Eksekutif, dan BP Migas + BPH Migas sebagai BHMN. 2. Kuasa Pertambangan (KP) yang selama ini diperankan oleh Eksekutif perlu Dipindahkan kepada entitas bisnis (BHMN/BUMN), sehingga seluruh urusan Bisnis terlepas dari pemerintahan dan sepenuhnya dipegang oleh entitas bisnis. 3. Walaupun KP dipegang oleh entitas bisnis namun secara operasional bisa saja PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) langsung disetor pihak Kontraktor (penjual migas) ke Departemen Keuangan seperti yang sekarang berjalan, namum catatannya tetap dipegang entitas bisnis tersebut. 4. Sebaiknya semua urusan dari bawah, berhenti di tingkat Kementrian, tidak langsung kapada Presiden. Sehingga jelas dan tegas, segala pelaporan maupun pembinaan terjadi dari tingkat Kementrian.

5. Pemerintah (KESDM & Ditjen Migas), berkewajiban untuk mengontrol dan memagari semua tindakan BHMN/BUMN agar selalu dalam koridor UU yang menguntungkan negara, sehingga harus aktif dalam berkomunikasi dengan BHMN/BUMN, baik dalam masalah operasional, kontrak, sampai pengumpulan Data.6. DPR sebagai Legistalif, Mengontrol Pemerintah saat mengambil kebijakan, supaya kebijakan tidak bertentangan dengan UU. Sehingga setiap produk aturan dari pemerintah sebaiknya dikonsultasikan dengan DPR. 7. Namun sebaliknya perlu juga meredefinisi peran DPR dan Pemda terhadap laporan kontrak dan ijin wilayah kerja, yang tercantum pada Pasal-11 ayat(2), yaitu Setiap Kontrak harus diberitahukan kepada DPR. Dan pasal-12 ayat(1) yaitu Penawaran WK berkonsultasi dengan Pemda. Diusulkan Pasal ini diganti dengan pernyataan nomor(6), sehingga menempatkan DPR pada posisi sebenarnya yaitu sebagai legislator, tidak mencampuri urusan operasi bisnis.

Usulan ITB : 1. Pemisahan Kewenangan Legislatif, Eksekutif, dan Entitas Bisnis harus dilakukan dengan tegas 2. Kuasa Pertambangan dikelola hanya oleh satu institusi yaitu BHMN/BUMN.

3. DPR sebagai legislator wajib mengontrol pemerintah dalam pengambilankebijakan, tapi bukan dalam operasi bisnisnya.

2.3. Bentuk, Nama, dan Kewenangan Badan (entitas bisnis)HuluDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN BUMN KoperasiBHMN ? BUMN ? BHMN BUMN ?

HilirDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN BUMN BUMD Koperasi

Badan Usaha

Badan Usaha

BUMD

Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap

1. BHMN/BUMN bisa ditempatkan dibawah Kementrian Perindustrian bila bersifat umum, atau dibawah kementrian terkait bila bersifat Khusus. 2. BHMN: Dapat bertindak hukum, bersifat non profit, memiliki kekayaan terpisah, penerimaan migas langsung ke pemerintah (Kas Negara), Pelakasana memperoleh Manajemen Fee. 3. BUMN: Penerimaan dari migas masuk ke kas BUMN dan pemerintah hanya memperoleh penerimaan dari Net Operating Income; Badan Hukum bersifat mencari profit (sebagai salah satu jenis Badan Hukum). 4. Agar berkontrak dengan BU & BUT (Badan Usaha & Badan Usaha Tetap) sebagai B to B (Business to Business), maka baik berbentuk BHMN ataupun BUMN harus langsung dibawah MESDM, karena peruntukannya khusus, tidak dibawah Mentri Perindustrian atau dibawah Presiden seperti sekarang ini.

5. Nama Institusi Badan urusan Hulu,Misalnya : 1. Baban Pelaksana Minyak dan Gasbumi (BPMIGAS), yang selama ini sudah berjalan. 2. Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gasbumi (PPMIGAS), bila dipilih BUMN. 6. Nama Institusi Badan urusan Hilir, misalnya : 1. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gasbumi (BPH Migas), yang selama ini sudah berjalan. 2. Direktorat Pengatur Hilir Minyak dan Gasbumi, bila dikembalikan menjadi bagian dari DIREKTORAT MIGAS. 7. Setiap Institusi tersebut perlu diengkapi Komisaris (untuk BUMN) atau Majelis Wali Amanat (untuk BHMN) yang akan mengontrol jalannya institusi secara benar, dan sebagai wakil stakeholder yang terdiri dari unsur Pemerintah (dominan), wakil masyarakat, dan wakil professional. 8. Kuasa Pertambangan (KP) tetap dipegang Negara yang didelegasikan dari Pemerintah (KESDM & Ditjen Migas) kepada BHMN/BUMN secara mutlak, sehingga yang melakukan kontrak B to B adalah antara BHMN/BUMN dengan Kontraktor saja.

9. Wilayah Kerja (WK) diberikan dan diatur dalam bentuk kontrak B to B antara BHMN/BUMN dengan Kontraktor, jadi kontraktor hanya diminta untuk mengerjakan Bisnis di Wilayah kerja yang ditunjuk, dan Kuasa pertambangan dari pemerintah diamanatkan pada BHMN/BUMN dimaksusd, sehingga seluruh kontrak dilakukan sepenuhnya oleh BHMN/BUMN, dan cukup berkonsultasi dengan pemerintah, sehingga akan mengamankan pemerintah dari permasalahan hukum dikemudian hari.

10. Manajemen Operasi dipegang Badan tersebut dengan arti pihak Badan melakukan Pengawasan terhadap pihak Kontraktror yang dengan aktif melakukan kegiatan, namun tidak turut serta dalam melakukan kegiatan. Termasuk dalam hal pelelangan dan penunjukan pemenang lelang, pihak Badan tidak boleh turut serta, hanya sebatas mengawasi saja. 11. Pengaturan Bisnis Hilir, diatur tersendiri dalam thema Usaha pemanfaatan Migas, dimana bisa merupakan bagian dari kantor Ditjen Migas atau Badan Hukum tersendiri yang mengatur urusan PSO (Public Service Obligation) saja.12. Dari pertimbangan praktis, sebaiknya posisi BPH Migas dinaikan posisinya dengan memilih menjadi Direktorat Pengatur Hilir Minyak dan Gasbumi, dan dikembalikan menjadi bagian dari DIREKTORAT MIGAS

Usulan ITB :

1. Bentuk institusi yang optimum adalah BHMN karena penerimaan negara langsung ke Kas Negara.2. BHMN dimaksud sebaiknya dibawah Mentri ESDM, tidak dibawah Presiden atau dibawah Mentri BUMN karena memiliki kekhususan tugas

3. Diwajibkan dibentuk MWA (Majelis Wali Amanat) yang merepresentasikan wakil Pemerintah, daerah (DPD), Masyarakat (DPR), dan Profesional.4. Kuasa Pertambangan (KP) dipegang oleh BHMN

5. Wilayah Kerja (WK) diatur BHMN dan berkontrak secara B to B dengan Kontraktor.6. Usaha Pemanfaat Migas (Hilir) bagian dari Direktorat Jenderal Migas, sehingga BPH Migas dinaikan posisinya menjadi Direktorat Pengatur Hilir Migas.

2.3. Bentuk, Nama, dan Kewenangan Badan (entitas bisnis)HuluDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen BHMN BUMN Koperasi

HilirDPR / DPDPresiden / Mentri/ Ditjen Direktur

BPMIGAS

Pemegang KP (Kuasa Pertambangan)

Badan Usaha

BUMN BUMD Koperasi

Badan Usaha

BUMD

Badan Usaha Tetap

Badan Usaha Tetap

Struktur Organisasi BPMIGAS

MWA : DPR, DPD, Mentri Pimpinan : Kepala, Wakil, Sekretaris Badan, Deputy, ka UPI, Pelaksana : Tenaga Ahli, Tenaga Teknis, Tenaga Administratif, Staf dan Pembantu

2.4. Aturan Khusus (Lex Specialist)1. Penegasan Ketentuan Pajak dibuat terpisah dari ketentuan pajak Umum (lex Specialist). 2. Merevisi Pasal-31 ayat(4) yang selama ini mewajibkan seluruh peraturan perpajakan berlaku kepada KKS (kontrak kerjasama), menjadi memberi peluang pembayaran pajak masa eksplorasi ditunda sampai status lapangan berproduksi diperoleh.

KEGIATAN USAHA HULU MIGASEksplorasiEVALUASI DATA CEKUNGANDATA WILAYAH POTENSIAL SKALA BESAR

PENAMBAHAN DAN PENINGKATAN MUTU DATA

INVENTORY DATA

EVALUASI DATA TEKNIS DAN EKONOMI

CALON WK (BLOCK)

PENAWARAN WK

PENANDATANGANAN KKS

KKSPENANDATANGANAN KKSEVALUASI G & G, PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU DATA DAN SURVEI

DATA BARU

EVALUASI G & G, (INTERPRETASI DAN INTEGRASI DATA)

PERINGKAT PROSPEK DAN MONTAGE BOR

PEMBORAN EKSPLORASI

CADANGAN

PRA - POD

POD

DRY / NON EKONOMIS

RELINGUISHMENT

KKSPRODUKSIPOD

AbondanmentFASILITAS PRODUKSI PRODUKSI DATA PRODUKSIBERAKHIRNYA JANGKA WAKTU KKS / CADANGAN TIDAK EKONOMIS UNTUK DILANJUTKAN OPERASINYA

PEMBORAN

RELINGUISHMENT

INVENTORY DATA DAN POST MORTEM HASIL EKSPLORASI

PENYIAPAN WK BARU UNTUK DITAWARKAN (MIGAS) USULAN PENAWARAN LANGSUNG OLEH BU/BUT

Business ProcessOperation/Activities FlowBusiness & Commercial Analysis Siesmic G&G Study Expl. Drilling Well Dev. Exploration Production & OperationIncld. Exploration Period

Support

Exploration (6+4) PODTerder WKP

Exploitation/Production (30)

Spending Commitment

WP&B

AFE

FQR

WP&B AFE Current FQR Audit Ops. Audit Control

Financial Flow

Usulan ITB : 1. Pada masa eksplorasi harus diberi ketentuan khusus (lex specialist), terutama dalam hal perpajakan.

2. Pembayaran Perpajakan baru diterapkan bila lapangannya sudah bisa berproduksi, dan seluruh perpajakan masa eksplorasi mulai dibebankan sebagai pengeluaran seperti biaya eksplorasi lainnya.

2.5. Kemadirian, Otoritas, serta Pelaksanaan DMO + PSO

PEMERINTAHDAU & DAK & DBH

Tax & Share

Masyarakat

O & G Company

Profit

UsahaWILAYAH

Eksploitasi

1. Pasal-22, mengenai DMO minyak dan gasbumi harus dipertegas berapa besaran volume maupun harganya, agar bisa mendapat kepastian alokasi yang bersifat menguasai yang behubungan dengan azas kepemilikan, dan harga yang bisa membuat usaha nasional terjangkau yang berhubungan dengan azas manfaat. 2. Usaha Migas (Pemerintah & K3S) memberikan insentif Dana Khusus (flowback) melalui BHMN untuk kegiatan Pendidikan dalam rangka persiapan kemandirian SDM, dan kegiatan Eksplorasi dalam rangka persiapan kemandirian pengelolaan, sebesar 5% dari Gros Revenue tanpa pajak, seperti halnya sebuah Depletion Premium. Menurut ADB sekitar 7-8% dari Net Revenue. Misalnya untuk Ekplorasi berbanding pendidikan adalah 3% dan 2%, atau bisa juga 4% dan 1%. (Catatan: saat ini hanya tersedia 0,5% dari bagian pemerintah untuk pendidikan dalam koridor DBH ke daerah). 3. Saat ini hanya ada manajemen Fee yang diterima BPMIGAS untuk kegiatan di BPMIGAS, serta ada IWPL (Iuran Wajib Pelatihan dan Latihan) yang dikumpulkan dari potongan gaji pegawai asing dalam rangka Indonesianisasi yang dananya sudah dikelola oleh Departemen Tanaga Kerja yang dulunya di DESDM, sebaiknya Dana Khusus Flowback dikelola KESDM.

Perjalanan Kontak Migas IndonesiaKetiga InsentifPSC Kedua, CR=100% Pajak oleh Kontraktor=56% DMO holliday=5 tahun Invest Credit = 20% Insentif Pertama IC tanpa syarat Komersial, min 25% (XX) DMO=10% x harga FTP=20% Frontier: 150 MBOPD =90:10 IC Pra-tersier= 110% IC Deep Sea =125% DMO=15% x harga Gas Split Konv.65:35 & Frontier 60:40 DeepSea 60:40 (old)& DeepSea 55:45 (new) Oil Split Frontier 80:20 & Deep Sea 80:20

1978

1988

1992Negara Makin diuntungkan ?

Perbaikan dan Revisi ???

1964Kontrak PSC pertama, CR < 40% Pajak oleh Pertamina DMO=maks 25% & US$ 0,2 Komersial Interes ditawarkan ke Per. Nasional

1988Kontrak PSC Ketiga Pajak = 48% Oil Split 85:15 Gas Split 70:30

1989Insentif Kedua EOR & Marginal 80:20 (konv.) 75:25 (Frontier) IC Deep Sea 10% (oil) 55% (gas)

1994Insentif Keempat Frontier Oil Split 55:45 Gas Split 60:40 DMO=25% x harga FTP=15%

4. DMO (Domestic Market Obligation) sebagai sarana mengamankan kebutuhan dalam negeri dari usaha migas di dalam negeri sendiri, dan juga sebagai wujud nyata Kemandirian, maka perlu diatur demi kemandirian energi namun masih memberikan peluang kontraktor untuk layak secara perhitungan bisnis, misalnya : a) DMO Minyak maupun Gas diberlakukan 50% Volume dengan 50% harga pasaran dunia, tanpa Holliday 5 tahun, artinya asas Kemadirian mendapat 50% hak Volume, dan azas manfaat 50% harga, atau setara azas otoritas mendapat 25% manfaat gratis secara finansial (selalu pasti didapat oleh pemerintah). b) Sebagai catatan sejarah DMO yang pernah berlaku di RI, adalah : i. Tahun 1964 DMO Minyak 25% vol & US$ 0,2; ii. Tahun 1988 DMO Minyak 25% vol & 10% x Harga Pasar iii. Tahun 1992 DMO Minyak 25% vol & 15% x Harga Pasar iv. Tahun 1994 DMO Minyak 25% vol & 25% x Harga Pasar v. Tahun 1978 DMO Holliday 5 tahun (selama 60 bulan pertama tidak diterapkan).

5. HARGA jual Migas, sebaiknya harga yang diterima pihak kontraktor tetap merupakah harga keekonomian, sehingga sistim bisnis tidak terganggu, namun yang dijual kedalam negeri, baik Minyak maupun Gasbumi harus merupakan harga TERSUBSIDI dari mekanisme DMO tadi, sehingga terasa sebagai PSO.

6. Dalam hal kewenangan PENJUALAN Migas :a. Kewenangan penjualan produksi migas yang sudah diatur dalam UU 22/2001 pasal 26 adalah . Penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan Badan Usaha dan Badan Usaha Tetap tidak diperlukan izin usaha tersendiri. . . . .. Harus tetap dipertahankan dan dipertegas sehingga jelas BATAS antara usaha Hulu dan Hilir a. Untuk penjualan LNG yang selama ini dilakukan pihak PT Pertamina, harus diserahkan pada BHMN/BUMN, seperti tercantum pada UU 22/2001 pasal 63 huruf (b) yaitu .yang berkaitan dengan kontrak antara Pertamina dan pihak lain beralih kepada Badan Pelaksana.

7. Keberpihakan pada industri penunjang nasional, perlu ditingkatkan dengan mewajibkan setiap transaksi pembangunan dan operasional melibatkan kontraktor dan konsultan nasional. Dalam UU 22/2001 yang tertera pada Pasal 40 ayat (4) hanya menghimbau harus mengutamakan memanfaatan tenaga kerja setempat, barang, jasa, serta kemampuan rekayasa, rancang bangun dalam negeri ..

Usulan ITB : 1. DMO Minyak maupun Gas diberlakukan 50% Volume dengan 50% harga pasaran dunia, tanpa Holliday. 2. Harus ada Dana Khusus (flowback) untuk kegiatan Pendidikan dalam rangka persiapan kemandirian SDM sebesar 1%, dan kegiatan Eksplorasi dalam rangka persiapan kemandirian pengelolaan, sebesar 4% dari Gros Revenue tanpa pajak, seperti halnya sebuah Royalti, sehingga total menjadi 5%. 3. Harga Jual Migas harus merupakan harga keekonomian pihak kontraktor, dan mekanisme DMO dipakai untuk mendukung harga tersubsidi kepada masyarakat dalam rangka PSO.

4. Kewenangan penjualan Migas termasuk LNG berada pada BHMN.

2.6. Pengelolaan DATA Dalam Industri MigasDISCOVERY

MONITORING DATA

PRODUKSI

EVALUASI

PENGEMBANGAN/ IMPLEMENTASI

Berbagai Jenis DATAGEOLOGIC DATA- SUBSURFACE MAP: CONTOURS, ISOPACHS, FULTS, BOUNDARIES (OWC, GOC, ETC) - RESERVES MAP AREA (A) THICKNESS (H) BULK VOLUME (Vb)

CORE DATA- POROSITY () -PERMEABILITY (K) -SATURATION (So, Sw, Sg) - REL. PERMEABILITY (Kr vs Sw)

PVT DATA- FORMATION VOLUME (Bo, Bg, Bw) - SOLUTION GAS OIL (Rs) - VISCOSITY (o, g, w) - RESERVOIR TEMP.

PRESSURE DATA- PRESSURE (P)

PRODUCTION DATA/ INJECTION DATA- Qo, Qg, Qw, GOR, WC, Np, Gp, Wp, vs T- Iwi, Igi, Wi, Gi VS. t

- PRESSURE (Pwf) vs Qo, Qg- PRESSURE vs t

1. Semua Data, baik Eksplorasi, Produksi, dan Biaya (Cost Recovery) selalu terkumpul dan tersusun di Pemerintah (KESDM), sehingga siapapun yang memerlukan data dapat menghubungi hanya dari SATU PINTU yaitu melalui pemerintah (KESDM), yang mampu memilah mana yang Rahasia mana yang terbuka untuk umum. 2. Keterbukaan data perlu diatur sebagai berikut :a) DATA DASAR hasil eksplorasi hanya tertutup selama (6+4) tahun untuk publik, setelah itu harus sudah terbuka, namun tetap saja DIWAJIBKAN setiap data eksplorasi harus dilaporkan kepada pemerintah (KESDM) dan diklasifikasikan sebagai Rahasia Negara. b) Data dasar dan data olahan, termasuk segala data masa Produksi, harus terbuka untuk umum, agar tidak bertentangan dengan KIP (Keterbukaan Informasi Publik)

c) Peran Pemerintah (KESDM) , selain sebagai PEMILIK TUNGGAL data-data tersebut, berkewajiban memelihara data, melindungi, dan mempergunakan data untuk kemaslahatan negara, sehingga hanya SATU PINTU untuk berkomunikasi data dengan pihak umum yaitu pemerintah (KESDM) . d) Kontraktor melalui BHMN wajib melaporkan seluruh data kepada pemerintah, dan posisi BHMN bertugas mengumpulkan data dan mengkompilasi sebelum dikirim kepada Pemerintah.

e) Pemerintah berhak menegur dan memperingatkan BHMN, bilama ada Kontraktor yang tidak patuh, dan BHMN berkewajiban membuat PASAL KHUSUS tentang DATA dalam setiap KONTRAK yang dibuat dengan Kontraktor.

Usulan ITB : 1. Semua data harus terkumpul di pihak Pemerintah dan hanya SATU PINTU, dan pemerintah sebagai PEMILIK TUNGGAL. 2. Data Eksplorasi hanya menjadi rahasia negara selama masa eksplorasi, sedangkan masa produksi tidak menjadi rahasia lagi. 3. Kontraktor WAJIB melaporkan seluruh data kepada pemerintah, dan harus ada klausul mengenai Data pada pasal-pasal Kontrak.

2.7. Otonomi DaerahREVENUERecoverible Cost

44 %TAXES

85 %PEMERINTAH

ETS

15 %PERUSAHAAN

Pemerintah DaerahOil 15% (6%, 6% 3%) Gas 20% (12%,12%,6%) OTSUS 70%

PI = 10%

DEFINISI DAERAH PENGHASIL MIGAS. - DAERAH YANG ADA LAPANGAN/SUMUR MIGAS DAN BERPRODUKSI. - DAERAH DIMANA TERDAPAT LIFTING MIGAS. - DAERAH DIMANA MENGHASILKAN PENERIMAAN NEGARA DARI MIGAS.

PENGGOLONGAN. - DAERAH 0 4 MIL LAUT (KABUPATEN/KOTA). - DAERAH 4 12 MIL LAUT ( PROVINSI). - DAERAH > 12 MIL LAUT (PEMERINTAH PUSAT).

SUMUR PRODUKSI S/D 4 MIL LAUT

SUMUR PRODUKSI 4 S/D 12 MIL LAUT

SUMUR PRODUKSI > 12 MIL LAUT

1. Baik gas maupun minyak diseragamkan DBHnya menjadi sebesar 30%, sehingga menjadi 12% kab penghasil, 12% prorata seluruh kab di prov ybs, dan 6% untuk Provinsi, tidak perlu dibedakan seperti sekarang ini, karena nafasnya adalah pemberdayaan daerah dari dukungan penghasilan Migas, bukan bagi hasil seyogyanya antara pemerintah dengan Kontraktor. 2. Setiap kabupaten diwajibkan membuat PERDA (Peraturan Daerah) dalam rangka meneruskan DBH tersebut sampai di tingkat kantor Kelurahan.

3. PI (Participating Interest) hanya akan diberikan kepada BUMD yang sudah siap, bila belum siap maka bisa dititipkan pada BUMN sampai suatu saat BUMD siap, boleh dipindah tangankan sesuai B to B antara BUMN dan BUMD4. Bila BUMN pun tidak berminat, maka masih ada kesempatan suatu waktu kemudian, pada saat BUMN atau BUMD siap untuk mengambil kesempatan memiliki PI dari perusahaan Migas, maka pihak kontraktor berkewajiban melepas PI tersebut.

5. Bahwa PI tidak boleh dipindahtangankan selain kepada BUMD atau BUMN, termasuk kepada Perusahaan Nasional sekali pun. Perlu dibuat pasal mengenai TINDAKAN bagi yang melanggar. 6. Keterlibatan daerah pada saat WK baru dikeluarkan dalam bentuk konsultasi dengan daerah akan sangat mengikat dan menambah rangkaian birokrasi baru, namun disisi lain bila pihak daerah sudah menyetujui, konsekwensinya seluruh perizinan yang setingkat daerah atau dibawahnya harus menjadi tanggungjawab pemerintahan daerah. Tidak perlu lagi pihak Kontraktor harus berhadapan sendiri dengan urusan perizinan di tinggat daerah serta berhadapan dengan masyarakat termasuk LSM-LSM. Sehingga keterlibatan daerah menjadi positip bukan negative terhadap Debirokratisasi /Debottlenecking. 7. Pemerintah daerah yang mendapat Otonomi Khusus yaitu propinsi Nangro Aceh Darussalam, Papua dan Papua barat, selain didukung juga harus direalisasikan sesuai dengan UU yang sudah lahir, antara lain : OTSUS Papua (UU 21/2001) harus segera dibantu lahirnya PERDASUS sehingga sempurna DBH (Dana Bagi Hasil) Migas dapat diterimakan dengan penuh. Begitu pula OTSUS Aceh (UU 11/2006) harus segera dibentuk BPMIGAS Aceh yang akan menjadi jembatan antara daerah dengan BPMIGAS pusat

Usulan ITB : 1. DBH untuk Minyak maupun Gas sama besar yaitu 30%. 2. Setiap Kabupaten diwajibkan membuat PERDA untuk mengatur DBH yang diterima kabupaten sampai ke tingkat kelurahan. 3. PI diberikan kepada BUMD dan tidak boleh dipindahtangankan.

4. Persetujuan daerah pada perijinan wilayah kerja, memberi konsekwensi pihak daerah WAJIB membantu dan mensukseskan kontraktor sampai terlaksananya pekerjaan.5. Realisasi Otonomi Khusus NAD Aceh dan Papua harus dipercepat.

2.8. Tipe KontrakREVENUE FTP ETS Pemerintah Equity Share DMOTAXES

1. PSC (untuk Oil)AFERecoverible Cost

Kontraktor Equity Share

85 % PEMERINTAH

15 % KONTRAKTOR

2. KK (Kontrak Karya)REVENUE

Net RevenueCost TAXES

DMO

PEMERINTAH

KONTRAKTOR

REVENUERoyalty

3. KR (Kontrak Royalti)Recoverible Cost

Profit To be Share

Government Share

Company Share

TAXES

PEMERINTAH

KONTRAKTOR

REVENUE

4. Kontrak Share Progresif (KSP)AFERecoverible Cost

ETS Pemerintah Equity Share DMOTAXES

Kontraktor Equity Share

X%

(1-x) %

PEMERINTAH KONTRAKTOR X% = fungsi (R/C)

5. Cost Recovery Limit (CRL)REVENUE AFERecoverible Cost

ETS Pemerintah Equity Share DMOTAXES

CRL Kontraktor Equity Share (1-FTP)

85 % PEMERINTAH

15 % KONTRAKTOR

1. Kontrak Bagi Hasil (KBH) 2. Kontrak Karya (KK) 3. Kontrak Royalti (KR) 4. Kontrak Share Progresif (KSP) 5. Cost Recovery Limit (CRL)

Usulan ITB : 1. Kontrak Bagi Hasil (KBH) tetap dapat diterapkan pada konsesi baru. 2. Pada konsesi lama, sebaiknya ditawarkan Kontrak Royalti (KR), Kontrak Share Progresif (KSP), maupun Cost Recovery Limit (CRL). 3. Kontrak Karya (KK) tidak diberikan kepada investor asing, tetapi bisa diberikan kepada BUMN, BUMN, atau Koperasi.

2.9. Kegiatan HilirPembatalan pasal-28 ayat(2) dan ayat(3) yang berbunyi ..Harga BBM diserahkan pada mekanisme persaingan usaha oleh Mahkamah Konstitusi mensiratkan bahwa PSO (Public Service Obligation) menjadi tanggunga jawab pemerintah, sehingga masyarakat tidak dibebani olehh gejolak pasar yang bisa meresahkan dan mengganggu kestabilan harga-harga.

Usulan ITB : 1.Harga BBM & LPG tetap menjadi tanggungjawab pemerintah

2.Pasokan BBM sekurang-kurang 51% dikelola BUMN.

Usulan

1) UU Migas menjadi 2 (dua) bagian penting, yaitu Usaha Pertambangan dan Usaha Pemanfaatan. Bila tidak bisa Undang-Undang ini dipisahkan menjadi dua bagian, setidaknya dalam pembahasan dipisahkan dengan tegas. 2) Pemisahan Kewenangan Legislatif, Eksekutif, dan Entitas Bisnis harus dilakukan dengan tegas. 3) Kuasa Pertambangan dikelola hanya oleh satu institusi yaitu BHMN. 4) DPR sebagai legislator wajib mengontrol pemerintah dalam pengambilan kebijakan, tapi bukan dalam operasi bisnisnya. 5) Bentuk institusi yang optimum adalah BHMN karena penerimaan negara langsung ke Kas Negara . 6) BHMN dimaksud sebaiknya dibawah Mentri ESDM, tidak dibawah Presiden atau dibawah Mentri BUMN karena memiliki kekhususan tugas. 7) Diwajibkan dibentuk MWA (Majelis Wali Amanat) yang merepresentasikan wakil Pemerintah, Masyarakat (DPR), dan Profesional..

8) Kuasa Pertambangan (KP) dipegang oleh BHMN 9) Wilayah Kerja (WK) diatur BHMN dan berkontrak secara B to B dengan Kontraktor. 10) Usaha Pemanfaat Migas (Hilir) bagian dari Direktorat Jenderal Migas, sehingga BPH Migas dinaikan posisinya menjadi Direktorat Pengatur Hilir Migas. 11) Pada masa eksplorasi harus diberi ketentuan khusus (lex specialist), terutama dalam hal perpajakan. 12) Pembayaran Perpajakan baru diterapkan bila lapangannya sudah bisa berproduksi, dan seluruh perpajakan masa eksplorasi mulai dibebankan sebagai pengeluaran seperti biaya eksplorasi lainnya.

13) DMO Minyak maupun Gas diberlakukan 50% Volume dengan 50% harga pasaran dunia, tanpa Holliday.14) Harus ada Dana Khusus (flowback) untuk kegiatan Pendidikan dalam rangka persiapan kemandirian SDM sebesar 1%, dan kegiatan Eksplorasi dalam rangka persiapan kemandirian pengelolaan, sebesar 4% dari Gros Revenue tanpa pajak, seperti halnya sebuah Royalti, sehingga total menjadi 5%.

15) Harga Jual Migas harus merupakan harga keekonomian pihak kontraktor, dan mekanisme DMO dipakai untuk mendukung harga tersubsidi kepada masyarakat dalam rangka PSO. 16) Kewenangan penjualan Migas termasuk LNG berada pada BHMN. 17) Semua data harus terkumpul di pihak Pemerintah dan hanya SATU PINTU, dan pemerintah sebagai PEMILIK TUNGGAL. 18) Data Eksplorasi hanya menjadi rahasia negara selama masa eksplorasi, sedangkan masa produksi tidak menjadi rahasia lagi. 19) Kontraktor WAJIB melaporkan seluruh data kepada pemerintah, dan harus ada klausul mengenai Data pada pasal-pasal Kontrak. 20) DBH untuk Minyak maupun Gas sama besar yaitu 30%. 21) Setiap Kabupaten diwajibkan membuat PERDA untuk mengatur DBH yang diterima kabupaten sampai ke tingkat kelurahan. 22) PI diberikan kepada BUMD dan tidak boleh dipindahtangankan.

23) Persetujuan daerah pada perijinan wilayah kerja, memberi konsekwensi pihak daerah WAJIB membantu dan mensukseskan kontraktor sampai terlaksananya pekerjaan. 24) Realisasi Otonomi Khusus NAD Aceh dan Papua harus dipercepat. 25) Kontrak Bagi Hasil (KBH) tetap dapat diterapkan pada konsesi baru. 26) Pada konsesi lama, sebaiknya ditawarkan Kontrak Royalti (KR), Kontrak Share Progresif (KSP), maupun Cost Recovery Limit (CRL). 27) Kontrak Karya (KK) tidak diberikan kepada investor asing, tetapi bisa diberikan kepada BUMN, BUMN, atau Koperasi. 28) Harga BBM & LPG tetap menjadi tanggungjawab pemerintah 29) Pasokan BBM sekurang-kurang 51% dikelola BUMN.

Penutup

(Matrik Perubahan Pasal)