presentasi kasus svt .doc

Upload: sandya-trisman-nalendra

Post on 05-Jan-2016

115 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Gagal Jantung Dengan Supraventrikular Takikardi (SVT)

Pembimbing :

dr. Tanto Budhiarto, SpJP, FIHA

Pendamping :

dr. Rosita Yanti

dr. Rizki

Disusun Oleh :

RSAL MIDIYATO SURATANI

TANJUNG PINANG

2015BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Pada bagian akhir penyakit, Hipertrofi ventrikel kiri (HVK) gagal mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. 1,2

Peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba dapat menyebabkan edema paru akut tanpa perlu perubahan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum, perkembangan dilatasi atau disfungsi ventrikel kiri yang asimtomatik maupun yang simtomatik melambangkan kemunduran yang cepat pada status klinis dan menandakan peningkatan risiko kematian. Sebagai tambahan, selain disfungsi ventrikel kiri, penebalan dan disfungsi diastolik ventrikel kanan juga terjadi sebagai hasil dari penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri. 1

Aritmia sering terjadi pada pasien gangguan struktur jantung dan sering menjadi faktor presipitasi atau perburukan gagal jantung. Gagal jantung juga dapat menambah risiko terjadinya aritmia. Perkembangan gagal jantung untuk menjadi aritmia didasari oleh kelainan struktur dan adanya regangan pada sistem konduksi karena terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik. 3,4

Arimia kardia umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang mengalami arterial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi. Resiko henti jantung mendadak meningkat. Berbagai metabolisme dipekirakan memegang peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan metabolisme sel, ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatanan resiko ventrikel takiaritmia.3,4

Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundel HIS.5BAB II

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Tn.H

Umur

: 74 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Jl.Sultan Mahmud - Tg.Unggat

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Tanggal masuk: 24 Februari 2015

Tanggal keluar: 28 Februari 2015

II. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak nafas

Keluhan Tambahan: Berdebar-debar, nyeri dada sebelah kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang:

OS datang ke RSAL Midiyato pada tanggal 24 Februari 2015 dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 4 jam SMRS, suara nafas tidak berbunyi. Sebelumnya OS juga sudah sering mengeluh sesak napas, terutama bila banyak beraktivitas. Apabila dalam keadaan sesak OS lebih nyaman pada posisi duduk daripada posisi berbaring. OS juga mengeluh dada berdebar-debar dan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar hingga ke punggung, nyeri dada hilang timbul. Nyeri kepala (+), mual (-), muntah (-), kedua kaki bengkak (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi (+)

Penyakit jantung (+)

DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan seperti pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan Umum

Kesadaran: Compos Mentis

KesanGizi: Sedang

Tinggi badan: 167 Cm

Berat badan: 60 Kg

Vital Sign: TD

220/120

Nadi

170x/menit

Respirasi32x/menit

Suhu

36,5oC

B. Pemeriksaan Khusus

Kepala: Normocephal, rambut warna hitam

Mata

: Normal

Palpebra

: Tidak tampak edema

Konjungtiva

: Tidak anemis

Sklera

: Tidak tampak ikterik

Pupil

: Bulat isokor

Refleks Cahaya: Langsung +/ + , tidak langsung +/+

Leher

:

JVP 5+2 mmHg

Massa abnormal tidak ditemukan

Deviasi trakea tidak ditemukan Thoraks

Inspeksi Dinding dada simetris pada keadaan statis dan dinamis Normochest, diameter ventrolateral : AP = 2 : 1 Ictus cordis tidak terlihat Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra Fremitus taktil/vokal simetris, tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal Perkusi Terdengar redup pada lapangan paru Perenjakan paru positif, batas jantung kanan pada ICS V linea sternalis dextra Batas jantung kiri pada ICS VI satu jari medial linea midclavicularis sinistra Batas pinggang jantung pada ICS III linea parasternalis dextra Auskultasi S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) Regulitas : IregularMurmur (-) Gallop (-) Vesikuler di kedua hemitoraks , Rh +/+ Wh -/- Abdomen

Inspeksi Permukaan rata, simetris. Auskultasi Bising usus ( + ) Perkusi Timpani pada seluruh lapang abdomnen Palpasi Hepar, lien, dan ginjal tidak teraba adanya pembesaran Tidak ada nyeri tekan, nyeri lepas pada abdomen Ekstremitas

Akral hangat, perfusi baik Edema pada kedua tungkai. Sianosis tidak ditemukan pada keempat ekstremitas.IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium darah

Darah lengkap(24 Februari 2015)

Hb

: 15 g/dl

Ht

: 44 %

Eritrosit

: 4,8 x 106 / mm3 Leukosit

: 10.900

Trombosit

: 186.000

Glukosa sewaktu: 163 mg/dl

Cholesterol

: 205 mg/dl

HDL Cholesterol: 58 mg/dl

LDL Cholesterol: 124 mg/dl

Trigliserida

: 113 mg/dl

Ureum

: 27 mg/dl

Creatinin

: 0,7 mg/d

Asam Urat

: 5,6 mg/dl

b.EKG

24/02/2015 (06.38)

Kesan : - SVT V.RESUME

Laki-laki 74 tahun datang ke RSAL Midiyato dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 4 jam SMRS, sesak tidak berbunyi. Sebelumnya OS juga sudah sering mengeluh sesak napas, terutama bila banyak beraktivitas. Apabila dalam keadaan sesak OS lebih nyaman pada posisi duduk daripada posisi berbaring. OS juga mengeluh dada berdebar-debar dan nyeri dada sebelah kiri yang menjalar hingga ke punggung, nyeri dada hilang timbul. Nyeri kepala (+), kedua kaki bengkak (+). Terdapat riwayat hipertensi dan penyakit jantung. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD : 220/120, HR: 170x/mnt, RR: 32x/mnt. Pada pemeriksaan fisik Thorax didapatkan redup pada perkusi dan terdengar ronchi pada auskultasi lapangan paru. Kesan EKG : Supraventrikular Takhikardi.VI. DIAGNOSIS KERJA - HHF + ALO

- Hipertensi Emergency

- SVT

VII. PENATALAKSANAAN Non medikamentosa :

Tirah baring

Diet rendah garam

Diet lunak

Medikamentosa :

O2 : 10 l/mnt NRM

Tiaryt 2 Amp dlm 100cc NaCl : 10 gtt/i mikro

Nitrogliserin 2 Amp dlm 100cc NaCl : 10 gtt/I mikro

Farsix 8 Amp (sy.pump) : 5 cc/jam

P/O :

Lisinopril 1x10 mg

Amlodipin 2x5 mg

ISDN 3x5 mg

Carpiaton 1x25 mgVIII. PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam: dubia ad malam

FOLLOW UP

TanggalFollow upTerapi

24/2/2015

07.00

Vital sign:

TD: 220/120

N: 170x/mnt

R: 32

S: 36,7KU: Sesak nafas

KT: Nyeri dada, berdebar-debar

Kes: CM

Mata: CA -/- SI -/-

Leher: JVP 5+2 mmHg

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G( )

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema kedua tungkai

O2 : 10 l/mnt NRM

Tiaryt 2 Amp dlm 100cc Nacl : 10 gtt/i mikro

Nitrogliserin 2 Amp dlm 100cc Nacl : 10 gtt/I mikro

Farsix 3x1 Amp

P/O :

Lisinopril 1x10 mg

Amlodipin 2x5 mg

ISDN 3x5 mg

Carpiaton 1x25 mg

24/2/2015

09.00

TD: 180/110

N : 163x/mnt

R : 35

KU: Sesak nafas

Kes: CM

Mata: CA -/- SI -/-

Leher: JVP 5+2 mmHg

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G( )

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema kedua tungkai

Tiaryt 2 Amp dlm 100cc Nacl : 10 gtt/i mikro

Nitrogliserin 2 Amp dlm 100cc Nacl : 7 gtt/I mikro

Farsix 8 Amp (sy.pump) : 5 cc/jam

Lisinopril 1x10mg Fluxum 0,4 ml

Carpiaton 1x1

Stator 1x20mg

OMZ 1X1

Amlodipin dan ISDN Stop.

12.00

TD : 140/80

N : 100

R : 28

23.00

TD : 140/90

N : 103

R : 24Visite dr.Tanto Tiaryt 2 Amp dlm 100cc Nacl : 10 gtt/i mikro (bila habis STOP)

Nitrogliserin 2 Amp dlm 100cc Nacl : 7 gtt/I mikro (Pertahankan sampai KU baik 2 hari)

Farsix 6 Amp (sy.pump) : 2,5 cc/jam

Lisinopril 1x10mg Fluxum 0,4 ml

Carpiaton 1x1

Stator 1x20mg

OMZ 1X1

25/2/2015

06.00

TD: 110/70

N: 94x/mnt

R : 24KU: Sesak nafas berkurang

Mata: CA -/- SI -/-

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh +/+ wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema kedua tungkai Inovad 1 Amp dlm 100cc Nacl : 7 gtt/i

Digoxin 1x1

Lain- lain lanjutkan

26/2/2015

TD: 130/90

N: 80 x/mnt

R: 20x/mnt

KU: Sesak (-)

Mata: CA -/- SI -/-

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema minimal

Furosemid 1x1 Amp

Sy. Pump stop Inovad 2 Amp dlm 500cc Nacl : 7 gtt/i

Besok EKG ulang

27/2/2015

TD: 120/80

N : 82 x/mnt

R : 20 x/mnt

KU: Sesak (-)

Mata: CA -/- SI -/-

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema (-)

Nacl 7 gtt/I

Furosemid 1x1 Amp

Lain-lain lanjutkan

28/2/2015

TD: 140/90

N : 88 x/mnt

R : 20 x/mnt

KU: (-)

Mata: CA -/- SI -/-

Thorax: pulmo: VS +/+ Rh -/- wh -/-

cor: BJ I/II Ireg M(-) G(-)

Abd: BU (+)

NT/NL/NK -/-/-

Asites (-)

Ekst: Edema (-)

Pasien diperbolehkan pulang atas persetujuan dokterTerapi Pulang :

Furosemid 1x1tab

Atrovastatin 1x 20mg

Lisinopril 1x10mg

Pantoprazole 2x1

Digoxin 1x1

CPG 1x75 mg

Carpiaton 1x1

EKG 27 Feb 2015

TD : 120/90 mmHg

HR : 81 x/mnt

Kesan :

OMI Anteroinferior.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 EDEMA PARU3.1.1 Definisi Edema Paru

Edema Paru Kardiogenik adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Kardiogenik menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.63.1.2 Patofosiologi Edema ParuEdema Paru dapat terjadi oleh karena banyak mekanisme yaitu :

A. Ketidak-seimbangan Starling Forces

a.Peningkatan tekanan kapiler paru :

i. Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri (stenosis mitral).

ii. Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.

iii. Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema)

b. Penurunan tekanan onkotik plasma.

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing.c. Peningkatan tekanan negatif intersisial :

i. Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

ii.Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial.B. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)

a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO2, dsb).

c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).

d. Aspirasi asam lambung.

e. Pneumonitis radiasi akut.

f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

g. Disseminated Intravascular Coagulation.

h. Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

j. Pankreatitis Perdarahan Akut.

C. Insufisiensi Limfatik :

a. Post Lung Transplant.

b. Lymphangitic Carcinomatosis.

c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiogenik dibagi menjadi 3 kelompok :

a. Peningkatan Afterload (Pressure overload) :Terjadi beban yang berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya ialah Hipertensi dan Stenosis Aorta.b. Peningkatan preload (Volume overload) :Terjadi beban yang berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right shunt (Ventricular Septal Defect).c. Gangguan Kontraksi Miokardium Primer :Pada Infark Miokard Akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada Kardiomiopati Kongestif terdapat gangguan kontraksi miokardium secara umum.63.1.3 Diagnosis Edema Paru Kardiogenik Akut

Edema Paru Kardiogenik Akut merupakan keluhan yang paling berat dari penderita dengan Payah Jantung Kiri. Gangguan fungsi sistolik dan/atau fungsi diastolik ventrikel kiri, stenosis mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri dan kapiler paru yang mendadak dan tinggi akan menyebabkan edema paru kardiogenik dan mempengaruhi pula pemindahan oksigen dalam paru sehingga tekanan oksigen arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti tercekik dan berat pada dada menambah ketakutan penderita sehingga denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih lanjut pengisian ventrikel kiri. Adanya kegelisahan dan napas yang berat menambah pula beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan fungsi jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak segera diputus penderita akan meninggal.73.1.4 Penatalaksanaan Edema Paru

a.Oksigen berguna untuk pengobatan Edema Paru Kardiogenik, kadang-kadang diberikan bersama dengan ventilasi mekanik.

b. Posisi setengah duduk.

c. Morphine 2-5 mg diencerkan dengan dektrose atau larutan elektrolit diberikan titrasi intravena selama 3 menit, sambil dilihat respon klinik berupa berkurangnya keluhan dan gejala edema paru maupun efek samping depresi pernapasan. Dosis dapat diulang 2-3 kali lagi dengan interval 15 menit apabila diperlukan. Apabila keadaan tidak begitu gawat, dapat diberikan 8-15 mg subkutan atau intramuskuler dan dosis dapat diulang setiap 3-4 jam. Sebaiknya selalu tersedia antagonis morphine yaitu naloxone. d. Diuretik

Furosemid atau asam etakrinat 40-60 mg intravena selama 2 menit. Dengan pemberian furosemid diuresis terjadi dalam 5 menit, yang mencapai puncak dalam 30 menit dan berakhir setelah 2 jam. Tetapi biasanya edema paru sudah berkurang sebelum efek diuresis terjadi, sehingga diduga efek permulaan furosemid menyebabkan dilatasi vena. Sebagai tambahan, furosemid juga mengurangi afterload sehingga memperbaiki pengosongan ventrikel kiri.e. Penurunan Preload

Cara yang dapat dilakukan ialah dengan Rotating Torniquet dan Phlebotomy sebanyak 500 mlf. Vasodilator

Vasodilator yang paling tepat ialah Nitroprusid karena menurunkan tahanan pembuluh darah sistemik (afterload) sehingga meningkatkan isi semenit dan menyebabkan pula venodilatasi (menurunkan preload) sehingga menurunkan tekanan kapiler para. Dosis awa140-80 ug/menit, dinaikkan 5 ug/menit setiap 5 menit sampai edema paru menghilang atau tekanan sistolik arteri turun di bawah 100 mmHg.

Obat lain yang dapat diberikan ialah Nitrogliserin 0,3-0,6 mg sublingual yang menimbulkan venodilatasi sehingga dapat menurunkan preload.

Dapat pula diberikan Isosorbide Dinitrate 2,5-10 mg sublingual setiap 2 jam.Prazosin mungkin dapat dipakai apabila tidak ada obat lain. Efek maksimum tercapai dalam 45 menit dan menetap selama 6 jam. Dosis mulai dengan 0,5-1 mg, maksimal 3 x 10 mg/hari (3). Dengan kombinasi morphine, rotating tourniquet, diuretic dan nitrogliserin sublingual, sudah didapatkan penurunan preload yang cukup besar untuk menghindarkan flebotom

g. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor

Dengan pemberian kaptopril oral, efek sudah timbal dalam 0,5 jam, maksimal setelah 1-1,5 jam dan menetap selama 6-8 jam. Dosis dapat dimulai dengan 6,25 mg, efek maksimal tercapai dengan dosis 3 x 25-50 mg/harih.Inotropik

Pada penderita yang belum pernah mendapatkan, dapat diberikan digitalis. Untuk digitalisasi dapat diberikan Deslanoside (Cedilanide-D) 0,8 mg intravena diteruskan 0,2-0,4. Setiap 2-4 jam dengan maksimum 1,6-2,0 mg/24 jam atau Digoxin 0,25-0,5 mg intravena diteruskan 0,25 mg setiap 4-6 jam dengan dosis total 0,75-1,0 mg/24 jam. Untuk dosis pertahanan diberikan Digoxin oral 0,25-0,5 mg/hari. Digitalis biasanya tidak boleh diberikan dalam waktu 48 jam pertama setelah Infark Miokard Akut. Kalau terdapat Takiaritmia Supraventrikuler yang cepat dapat diobati dengan kardioversi. Obat lain yang dapat dipakai ialah golongan simpatomimetik (Dopamine, Dobutamine) dan golongan inhibitor phosphodiesterase (Amrinone, Milrinone, Enoximone, Piroximone). Dopamine dosis 2-5 ug/kg/menit, menunjukkan efek inotropik positif tanpa perubahan denyut jantung atau tahanan perifer yang berarti. Pada dosis 5-10 ug/kg/menit mulai terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan tahanan perifer dan aliran darah ke ginjal mungkin menurun. Efek samping aritmia mulai timbal pada dosis 10 ug/kg/menit, sedangkan efek vasokonstriksi timbul pada dosis 15 ug/kg/menit(3,4,5). Dobutamine - dosis biasanya antara 2,5 - 10 ug/kg/menit, kadang-kadang cukup 0,5 ug/kg/menit, tetapi dapat pula sampai 40 ug/kg/menit. Yang perlu diperhatikan ialah tidak terdapat hipovolemia.6,7Gambar 1. Algoritma manajemen edema/kongesti paru akut. Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic h0)ear failure 201283.2 SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI (SVT)

Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia adalah irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya tidak tepat karena aritmia berarti tidak ada irama. Oleh karena itu saat ini digunakan istilah disritmia yang berarti irama yang tidak normal. Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia.53.2.1 Definsi SVT

Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundel HIS.53.2.2 Epidemiologi SVT

Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi berbasis populasi, prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 35 kasus per 100.000 orang/tahun. AVNRT (Atrioventricular nodal re-entry tachycardia) lebih sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua, sementara remaja lebih cenderung memiliki SVT dimediasi oleh jalur aksesori. Dalam sebuah studi berbasis populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.53.2.3 Elektrofisiologi

Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan pembentukan rangsang, gangguan konduksi rangsang dan gangguan pembentukan serta penghantaran rangsang.9,101. Gangguan pembentukan rangsang

Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan rangsang terbentuk secara aktif diluar urutan jaras hantaran normal, seringkali menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila dibentuk secara pasif sering menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).

a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsangan ektopik secara aktif dan fenomena reentry.

b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak atau belum sampai waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara otomatis untuk mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung berkontraksi.

c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung yang melebihi keadaan normal.

d. Reentry terjadi bila pada sebagian otot jantung terjadi blokade unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui. Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik atau fibrilasi.

2. Gangguan konduksi

Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran (konduksi) aliran yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai pada percabangan purkinje dalam miokard.

3. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsang

Gangguan irama jantung dapat terjadi sebagai akibat gangguan pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.3.2.4 Mekanisme SVT

Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme terjadinya takikardi supraventrikular yaitu: 9,10(1). Otomatisasi (automaticity)

Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis.

(2). Reentry

Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah:

a. Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup.

b. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah.

c. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.

Gambar 2. Proses terjadinya SVT

3.2.5 Klasifikasi SVT

Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan :9,10a. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)

Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, tetapi SVT jenis ini sukar untuk diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Biasanya ditemukan jika pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer tampak adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal.

b. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)

Pada AVRT pada sindrom Wolf Parkinson White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his purkinje (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan retrograd terjadi pada jaras his-purkinje. Kelainan pada EKG tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang lebih jauh setelah kompleks QRS.

c. Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVNRT)

Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi yang cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau terkadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat,jenis ini disebut dengan atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada ekg adalah kelainan dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah kompleks QRS.

Gambar 3. Gambaran EKG pada SVT

3.2.6 Manifestasi klinis

Karena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung struktural dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin hadir dengan gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut :

Palpitasi

Dizziness Sesak napas

Sinkop

Nyeri dada

Kelelahan

Diaforesis

Mual

Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung yang cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy.93.2.7 Penatalaksanaan SVT

1. Tindakan yang dulu lazim dicoba pada anak yang lebih besar adalah perasat valsava

2. Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.

Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam terapi SVT karena dapat menghilangkan hampir semua SVT. Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis 50 g/kg dan dinaikkan 50 /kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal 250 /kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 150 g/kg. Pada sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi berulang.3. Verapamil juga tersedia untuk penanganan segera SVT, Jika diberikan verapamil, persiapan untuk mengantisipasi hipotensi harus disiapkan seperti kalsium klorida (10 mg/kg), cairan infus, dan obat vasopressor seperti dopamin. Tidak ada bukti bahwa verapamil efektif mengatasi ventrikular takikardi pada kasus-kasus yang tidak memberikan respon dengan adenosin. Tahun 2008, penelitian oleh Leitner dkk, menemukan bahwa verapamil intravena efektif pada 100% pasien SVT.

4. Pada pasien AVRT atau AVNRT, prokainamid mungkin juga efektif. Obat ini bekerja memblok konduksi pada jaras tambahan atau pada konduksi retrograd pada jalur cepat pada sirkuit reentry di nodus AV. Hipotensi juga sering dilaporkan pada saat loading dose diberikan.

5. Digoksin dilaporkan juga efektif untuk mengobati kebanyakan SVT

6. Bila adenosin tidak bisa digunakan serta adanya tanda gagal jantung kongestif atau kegagalan sirkulasi jelas dan alat DC shock tersedia, dianjurkan penggunaan direct current synchronized cardioversion dengan kekuatan listrik sebesar 0,25 watt-detik/pon yang pada umumnya cukup efektif. DC shock yang diberikan perlu sinkron dengan puncak gelombang QRS, karena rangsangan pada puncak gelombang T dapat memicu terjadinya fibrilasi ventrikel. Tidak dianjurkan memberikan digitalis sebelum dilakukan DC Shock oleh karena akan menambah kemungkinan terjadinya fibrilasi ventrikel. Apabila terjadinya fibrilasi ventrikel maka dilakukan DC shock kedua yang tidak sinkron. Apabila DC shock kedua ini tetap tidak berhasil, maka diperlukan tindakan invasif.

7. Bila DC shock tidak tersedia baru dipilih alternatif kedua yaitu preparat digitalis secara intravena. Dosis yang dianjurkan pada pemberian pertama adalah sebesar dari dosis digitalisasi (loading dose) dilanjutkan dengan dosis digitalisasi, 2 kali berturut-turut berselang 8 jam.

8. Bila pasien tidak mengalami gagal jantung kongestif, adenosin tidak bisa digunakan, dan digitalis tidak efektif, infus intravena phenylephrine bisa dicoba untuk konversi cepat ke irama sinus. Phenylephrine dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat dan mengubah takikardi dengan meningkatkan refleks vagal. Efek phynilephrin (Neo-synephrine) sama halnya dengan sedrophonium (tensilon) yang meningkatkan reflek vagal seperti juga efek anti aritmia lain seperti procainamid dan propanolol.

9. Penelitian oleh Etheridge dkk tahun 1999, penggunaan beta bloker efektif pada 55% pasien. Selain itu juga penggunaan obat amiodarone juga berhasil pada 71% pasien dimana di antaranya sebagai kombinasi dengan propanolol. Keberhasilan terapi memerlukan kepatuhan sehingga amiodarone dipakai sebagai pilihan terapi pada beberapa pasien karena hanya diminum 1x sehari. Semua pasien yang diterapi dengan amiodarone, harus diperiksa tes fungsi hati dan fungsi tiroid setiap 3 bulan. Propanolol dapat digunakan secara hati-hati, sering efektif dalam memperlambat fokus atrium pada takikardi atrial ektopik.

Gambar 4. Algoritma Manajemen Jangka Pendek SVT 8

Gambar 5. Guidelines SVT ACLS 2010