presentasi kasus asma bronkial

74
PRESENTASI KASUS ASTHMA BRONKIAL Disusun Oleh: Ovienanda Kristi Purbasari, S.ked 110.2011.205 Pembimbing: dr. Hj. Rizki Drajat, Sp.P KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON OKTOBER 2015 1

Upload: ovienandaa

Post on 02-Feb-2016

127 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

medical

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Asma Bronkial

PRESENTASI KASUS

ASTHMA BRONKIAL

Disusun Oleh:

Ovienanda Kristi Purbasari, S.ked

110.2011.205

Pembimbing:

dr. Hj. Rizki Drajat, Sp.P

KEPANITERAAN DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

OKTOBER 2015

1

Page 2: Presentasi Kasus Asma Bronkial

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.

Alhamdulillah puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karena atas rahmat

dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus penyakit dalam ini dengan judul “

ASTHMA BRONKIAL ” sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian kepaniteraan klinik di

bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon. Berbagai kendala yang telah dihadapi penulis

hingga presentasi kasus ini selesai tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari banyak pihak.

Atas bantuan yang telah diberikan, baik moril maupun materil, maka selanjutnya penulis ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :

1. dr. H. Rizky Drajat, Sp.P selaku konsulen SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cilegon yang

telah memberikan bimbingan, ilmu, saran dan kritik kepada penulis dalam penyelesaian

presentasi kasus ini.

2. Kedua orang tua tercinta dan tentunya teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Penyakit

dalam RSUD Cilegon .

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini, kesalahan dan

kekurangan tidak dapat dihindari, baik dari segi materi maupun tata bahasa yang disajikan.

Untuk itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang dibuat. Semoga

presentasi kasus ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan pembaca dalam memberikan

2

Page 3: Presentasi Kasus Asma Bronkial

sumbang pikir dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia kedokteran. Kritik dan saran yang

konstruktif sangat penulis harapkan demi memperoleh hasil yang lebih baik di dalam

penyempurnaan presentasi kasus ini.

Akhir kata, dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu merahmati kita

semua.

Cilegon, Oktober 2015

Penulis

3

Page 4: Presentasi Kasus Asma Bronkial

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................2

Daftar isi .............................................................................................................4

Laporan kasus

1. Identitas ..................................................................................................5

2. Anamnesis................................................................................................5

3. Pemeriksaan fisik......................................................................................9

4. Pemeriksaan penunjang............................................................................11

5. Diagnosis..................................................................................................13

6. Diagnosis banding.....................................................................................13

7. Terapi........................................................................................................13

8. Prognosis..................................................................................................14

9. Follow up..................................................................................................15

Analisa kasus...................................................................................................... 18

Tinjauan Pustaka

1.1 Definisi…….............................................................................................22

1.2. Epidemiologi……………........................................................................22

1.3. Etiologi….................................................................................................23

1.4. Klasifikasi.................................................................................................24

1.5. Patofisiologi…..........................................................................................28

1.6. Diagnosis………………………………………………………………..32

1.7. Diagnosis banding……………………………………………………....36

1.8. Tatalaksana……………………………………………………….……..36

1.9. Komplikasi ……………………………………………...........................52

1.10. Prognosis………………………………………………........................52

Daftar Pustaka....................................................................................................53

4

Page 5: Presentasi Kasus Asma Bronkial

PRESENTASI KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

Topik : Asthma Bronkial

Penyusun : Ovienanda Kristi P

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. F

Usia : 56 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Jl. Makar F9 no. 16 RT/RW 03/04 Ciwedus

No. CM : 327***

Pembiayaan : BPJS

Tanggal Berobat : 20 Oktober 2015

Ruangan : Alamanda RSUD Cilegon

II. Anamnesa

Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 20 Oktober 2015 di IGD RSUD Cilegon

pukul 19.00 WIB

o Keluhan Utama:

Sesak sejak 4 hari SMRS.

5

Page 6: Presentasi Kasus Asma Bronkial

o Keluhan Tambahan:

Batuk berdahak berwarna putih disertai demam, mual, dan muntah sejak 4 hari SMRS.

o Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang ke IGD pada tanggal 20 Oktober 2015 pada pukul 19.00 dengan keluhan sesak

nafas disertai batuk berdahak berwarna putih, demam, mual dan muntah sejak 4 hari SMRS.

Os mengatakan sesak dan batuk sering muncul saat malam hari menjelang pagi hari namun

dapat hilang spontan. Batuk berulang dan sesak dirasakan saat sedang memasak di pagi hari.

Sesak memberat apabila pasien merasa kelelahan. Sesak muncul ± 1x dalam 2 bulan. Suara

mengi juga terdengar oleh suami pasien saat pasien sedang tidur. BAB dan BAK dalam batas

normal. Tidak ada penurunan berat badan dan kringat malam.

Os juga mengatakan memiliki kebiasaan merokok dan bekerja di lingkungan dengan

paparan debu dan polusi.

o Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mangaku pernah mengalami riwayat penyakit seperti ini sebelumnya

Pasien mengaku memiliki riwayat asma dan alergi debu.

Riwayat penyakit hipertensi disangkal

Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat penyakit hepatitis disangkal.

Riwayat penyakit jantung disangkal.

o Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat DM pada keluarga disangkal

Riwayat TB paru pada keluarga disangkal

Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal

Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal

o Anamnesis Sistem:

Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)

menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.

Kulit

(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam

6

Page 7: Presentasi Kasus Asma Bronkial

(-) Kuku (-) Ikterus (-) Sianosis

(-) Lain-lain

Kepala

(-) Trauma (-) Nyeri kepala

(-) Sinkop (-) Nyeri sinus

Mata

(-) Nyeri (-) Sekret

(-) Radang (-) Gangguan penglihatan

(-) Sklera Ikterus (-) Penurunan ketajaman penglihatan

(-) Congjungtiva Anemis

Telinga

(-) Nyeri (-) Tinitus

(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran

(-) Kehilangan pendengaran

Hidung

(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan

(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman

(-) Sekret (-) Pilek

(-) Epistaksis

Mulut

(-) Bibir (-) Lidah

(-) Gusi (-) Gangguan pengecapan

(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan

7

Page 8: Presentasi Kasus Asma Bronkial

(-) Nyeri tenggorok (-) Perubahan suara

Leher

(-) Benjolan/ massa (-) Nyeri leher

Jantung/ Paru

(-) Nyeri dada (+) Sesak nafas

(-) Berdebar-debar (-) Batuk darah

(-) Ortopnoe (+) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

(-) Rasa kembung (-) Perut membesar

(+) Mual (-) Wasir

(+) Muntah (-) Mencret

(-) Muntah darah (-) Melena

(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul

(-) Nyeri perut (-) Tinja berwarna ter

(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin

(-) Disuria (-) Kencing nanah

(-) Stranguri (-) Kolik

(-) Poliuria (-) Oliguria

(-) Polakisuria (-) Anuria

(-) Hematuria (-) Retensi urin

(-) Batu ginjal (-) Kencing menetes

(-) Ngompol (-) Kencing seperti air teh

Otot dan Syaraf

(-) Anestesi (-) Sukar menggigit

(-) Parestesi (-) Ataksia

8

Page 9: Presentasi Kasus Asma Bronkial

(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi

(-) Kejang (-) Pingsan / syncope

(-) Afasia (-) Kedutan (tick)

(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)

(-) Lain-lain (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas

(-) Bengkak (-) Deformitas

(-) Nyeri sendi (-) Sianosis

III. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan pada tanggal 20 Oktober 2015 pukul 19.00 WIB

VITAL SIGNS:

- Kesadaran : Compos mentis

- Keadaan Umum : Sakit Sedang

- Tekanan Darah : 100/70 mmHg

- Nadi : 80 kali/menit

- Respirasi : 32x kali/menit

- suhu : 37,20C

STATUS GENERALIS:

- Kulit : Berwarna coklat muda, dan turgor kulit baik.

- Kepala : Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat lemah.

- Rambut : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut.

- Alis : Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.

- Mata : Tidak exopthalmus, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat

dan isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik.

- Hidung : Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,

dan tidak hiperemis.

9

Page 10: Presentasi Kasus Asma Bronkial

- Telinga : Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada

tanda radang, membran timpani intak.

- Mulut : Bibir tidak sianosis, gigi geligi lengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak

kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.

- Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,

subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,

dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,

dan Jugular Venous Pressure bernilai 5+2 cmH2O.

- Thoraks : Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat

spider nevy.

Paru-paru

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan

dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat

retraksi dan pelebaran sela iga.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,

fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru kanan dan kiri , serta terdapat peranjakan

paru hati pada sela iga VI.

Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+, ekspirasi memanjang.

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat

thrill

Perkusi : Batas jantung kanan pada ICS V linea para sternalis dextra, batas jantung

kiri pada 2cm lateral ICS V linea midklavikula sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdapat murmur dan gallop

Abdomen

Inspeksi : Tampak simetris, datar, tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit, tidak

terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak terdapat caput medusa.

Auskultasi : Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.

10

Page 11: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Palpasi : Supel, turgor baik, tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium. Tidak terdapat

nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegali (-) spleenomegali (-),

Ballotement (-), Undulasi (-).

Perkusi : Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada

epigastrium, shifting dullness (-).

Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot

Tidak terdapat udem pada tungkai bawah, tidak terdapat palmar

eritem, tidak terdapat clubbing finger.

Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.

IV. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

PEMERIKSAAN20

OktoberNORMAL

Hematologi

GDS 84

Hemoglobin 12,7

12 – 18 gr/dl

Hematokrit 40,4 %

40 – 48 %

Leukosit 18.980 5.000 –

10.000 /uL

Trombosit 283.000 150.000 –

450.000/uL

Fungsi Hati

SGPT 58 0 – 37 U/l

11

5 5

5 5

Page 12: Presentasi Kasus Asma Bronkial

SGOT 60 0 – 41 U/l

Fungsi ginjal

Ureum 18 17-43 mg/dl

Creatinin 0,5 0,7 -1,1

Elektrolit

Natrium 139,9 135-155 mmol/l

Kalium 4,48 3,6-5,5 mmol/l

Chloride 101.3 95-107 mmol/l

Rontgen thoraks :

12

Cor: CTR <50%, Aorta baik

Pulmo: Corakan bronkhovaskuler

paru kanan dan kiri meningkat

Hilus kanan dan kiri menebal

Kedua sinus dan difragma baik

Tulanb dan jaringan baik

Kesan : Bronkhitis

Page 13: Presentasi Kasus Asma Bronkial

V. Diagnosis

Diagnosis Kerja: Asma Bronkial, dyspepsia

Dasar Diagnosis

Anamnesis : Sesak nafas yang berbunyi, batuk berdahak, demam(-) riwayat asma dan alergi debu, mual dan muntah.

Pemeriksaan Fisik: Vesikuler, Ronchi, Wheezing +/+, ekpirasi memanjang,retraksi (-)

VI. Diagnosis Banding

o Bronkhitis

USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fungsi faal paru (spirometri)

Pemeriksaan sputum sitologi

Skin test

VII. Terapi yang diberikan

IGD ALAMANDA

O2 3 lpm

Nebulizer Combivent / 8 jam

IVFD RL 20 tpm

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Inj. Cefotaxim 2x1 gr

Metilprednisolon 3x62,5 mg

IVFD RL 20tpm

O2 3 lpm

Inj. Cefotaxime 2x1gr

Inj. Ranitidine 2x1 amp

Inj. Methylprednisolon 2x62,5 mg

Inj. Omeprazole 2x1 amp

Inj. Ondancentron 3x4 mg

Cetirizin 2x1 tab

Ambroxol 3x1 tab

Retaphyl 2x1 tab

Sucralfat 3x1c

Nebulizer combivent 4x

Bed rest total

13

Page 14: Presentasi Kasus Asma Bronkial

IX. Prognosis

- Quo ad vitam : dubia ad bonam

- Quo ad functionam : dubia ad bonam

- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Follow Up 21 Oktober 2015

14

Page 15: Presentasi Kasus Asma Bronkial

S:

Pasien datang dari

IGD dan mengatakan

sesak, batuk berdahak,

mual, muntah dan

demam

O:

KU : TSS

KS : CM

TD : 90/60 mmHg

N : 82x/menit

S :36,3 C

R : 24x/menit

Saturasi O2 : 96%

Status generalis

Kepala : normocephal

Mata : KA -/- SI -/-

THT : NTT (-)

Wajah : deformitas (-)

Leher : pembesarn

KGB (-)

Dada : simetris

Cor : BJ I-II regular

gallop (-) murmur (-)

Pulmo : Vesikuler ka-

ki , Rhonki (-)

Wheezing (+)

Abdomen : BU (+)

normal

Extremitas : Akral

hangat

A:

Asma bronkial dan

dyspepsia

P:

-Nebu combivent 4x1

-Cetirizin 2x1tab

-Ambroxol 3x1

-O2 3 lpm

-Retaphyl 2x1tab

-Inj. Metilprednisolon

2x62,5mg

-Inj. Omeprazole 2x1

-Ondancentron 3x4mg

-Bed rest

15

Page 16: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Follow up 22 Oktober 2015

S O A P

Os mengeluh mual,

batuk dan sesak sudah

mulai berkurang

KU : TSS

KS : CM

TD : 100/70mmHg

N : 86x/menit

S : 36.6 C

R : 20x/menit

Status generalis

Kepala : normocephal

Mata : KA -/- SI -/-

THT : NTT (-)

Wajah :deformitas (-)

Leher : pembesaran

KGB (-)

Dada : simetris

Cor : BJ I-II regular

gallop (-) murmur (-)

Pulmo : Vesikuler ka-

ki , Rhonki (-)

Wheezing (-)

Abdomen : BU (+)

normal

Extremitas : Akral

hangat

Asma bronkial dan

dyspepsia

-Nebu combivent 4x1

-Cetirizin 2x1tab

-Ambroxol 3x1

-O2 3 lpm

-Retaphyl 2x1tab

-Inj. Metilpredinisolon

2x62.5mg

-Inj. Omeprazole 2x1

-Ondancentron 3x4mg

-Sucralfat 3x1c

-Inj. Ranitidin 2x1amp

-Bed rest

16

Page 17: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Follow up 23 Oktober 2015

S O A P

Os mengatakan sudah

tidak mual, batuk dan

sesak sudah mulai

berkurang

KU : TSS

KS : CM

TD : 120/80mmHg

N : 84x/menit

S : 36.3 C

R : 20x/menit

Status generalis

Kepala : normocephal

Mata : KA -/- SI -/-

THT : NTT (-)

Wajah :deformitas (-)

Leher : pembesaran

KGB (-)

Dada : simetris

Cor : BJ I-II regular

gallop (-) murmur (-)

Pulmo : Vesikuler ka-

ki , Rhonki (-)

Wheezing (-)

Abdomen : BU (+)

normal

Extremitas : Akral

hangat

Asma bronkial dan

dyspepsia

-Nebu combivent 4x1

-Cetirizin 2x1tab

-Ambroxol 3x1

-O2 3 lpm

-Retaphyl 2x1tab

-Inj. Metilpredinisolon

2x62.5mg

-Inj. Omeprazole 2x1

-Ondancentron 3x4mg

-Sucralfat 3x1c

-Inj. Ranitidin 2x1amp

-BLPL

17

Page 18: Presentasi Kasus Asma Bronkial

ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?

Sudah tepat, karena sesuai dengan gejala dan tanda klinis pada pasien tersebut. Pasien

memiliki gejala-gejala asthma.

Anamnesis

Pasien mengeluh sesak nafas sejak 4 hari SMRS, disertai batuk berdahak berwarna putih,

demam, mual dan muntah. Os mengatakan sesak dan batuk sering muncul saat malam

hari menjelang pagi hari namun dapat hilang spontan. Batuk dan sesak dirasakan saat

sedang memasak di pagi hari dan saat os merasa kelelahan. Sesak muncul ± 1x dalam 2

bulan. Suara mengi juga terdengar oleh suami pasien saat pasien sedang tidur. Pasien

juga mengaku pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya dan memiliki riwayat

asma dan alergi.

Pemeriksaan Fisik

TTV

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

Respirasi : 32x kali/menit

suhu : 37,2C

Status Generalis

Auskultasi : Suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing +/+, ekspirasi

memanjang.

2. Apa yang menyebabkan asthma pada pasien ini?

Faktor pencetus serangan asma adalah:

- Infeksi virus saluran nafas. Contoh: Influenza- Pajanan terhadap alergen. Contoh: Tungau, debu, asap, bulu binatang, parfum, dll.

18

Page 19: Presentasi Kasus Asma Bronkial

- Aktivitas fisik yang berlebihan. Contoh: Berlari, olahraga.- Emosional. Contoh: takut, marah, stress.- Obat-obatan. Contoh: Aspirin, β-blocker, NSAIDs.- Lain-lain, seperti: Pengawet makanan, haid, kehamilan, sinusitis, perubahan cuaca, dll.

3. Bagaimana klasifikasi dari Asthma berdasarkan tingkat keparahannya?

19

Page 20: Presentasi Kasus Asma Bronkial

4. Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

Sudah

5. Apakah tujuan dari pengobatan asthma bronkial?

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asma

6. Apakah prognosis pada pasien ini?

20

Page 21: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Quo at vitam : dubia ad bonam

Quo at functionam : dubia at bonam

Quo at sanationam : dubia ad bonam

21

Page 22: Presentasi Kasus Asma Bronkial

TINJAUAN PUSTAKA

ASMA BRONKIAL

1. DefinisiAsma didefinisikan menurut ciri-ciri klinis, fisiologis dan patologis. Ciri-ciri klinis yang

dominan adalah riwayat episode sesak, terutama pada malam hari yang sering disertai batuk. Pada pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan adalah mengi. Ciri-ciri utama fisiologis adalah episode obstruksi saluran napas, yang ditandai oleh keterbatasan arus udara pada ekspirasi. Sedangkan ciri-ciri patologis yang dominan adalah inflamasi saluran napas yang kadang disertai dengan perubahan struktur saluran napas.1

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.2 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.3 Gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya.1

2. EpidemiologiBerdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita

asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.1

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.4

Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.

22

Page 23: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.5

3. EtiologiSecara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor lingkungan:6

a. Faktor Genetik1. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

2. Hiperreaktivitas bronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.

3. Jenis KelaminPerbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.

4. Ras5. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

b. Faktor Lingkungan1. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti

anjing, kucing, dan lain-lain).2. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).

c. Faktor Lain1. Alergen makanan

Contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah, coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.

2. Alergen obat-obatan tertentuContoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.

3. Bahan yang mengiritasiContoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

4. Ekspresi emosi berlebihStres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang timbul harus

23

Page 24: Presentasi Kasus Asma Bronkial

segera diobati, penderita asma yang mengalami stres/gangguan emosi perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya lebih sulit diobati.

5. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasifAsap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini.

6. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan7. Exercise-induced asthma

Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

8. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).

4. KlasifikasiSebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa derajat berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat sebelumnya.7

a. Klasifikasi Menurut Etiologi 7

Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi, terutama dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.

b. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma 7

Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan persisten berat.

c. Klasifikasi Menurut Kontrol Asma 7

Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya, istilah kontrol menunjukkan penyakit yang tercegah atau bahkan sembuh. Namun pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.

24

Page 25: Presentasi Kasus Asma Bronkial

d. Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala 7

Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.

Selain klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut) : a. Asma saat tanpa seranganPada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

25

Page 26: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

b. Asma saat seranganKlasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

26

Page 27: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut GINA tahun 2012 berdasarkan kontrol asma

27

Page 28: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Kriteria Penilaian Terkontrol(semua penilaian)

Terkontrol sebagian (minimal salah satu)

Tidak terkontrol

Gejala harian Kurang dari 2 kali per minggu

Lebih dari 2 kali per minggu

Didapatkan tiga atau lebih kriteria terkontrol sebagian dalam seminggu

Gangguan aktivitas Tidak ada Kadang

Gejala nocturnal Tidak ada Kadang

Penggunaan obat pelega

Kurang dari 2 kali per minggu

Lebih dari 2 kali per minggu

Fungsi paru (PFR atau VEP1)

normal < 80% prediksi atau nilai terbaik (jika diketahui)

5. Patofisiologi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel. Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf . Pada asma terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan mekanisme saraf.

Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respons bronkus biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas atas, atau paparan bahan kimia. Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi saluran napas. Pemeriksaan histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel radang, kerusakan epitel bronkus, dan produksi sekret yang sangat kental. Meskipun ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya respon inflamasi pada asma mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit T disertai pelepasan epitel bronkus .

Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus dan dinding alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai bermacam aktivitas proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen dan pembentukan kinin. Sel mast mengeluarkan berbagai mediator seperti histamin, prostaglandin-D2 (PGD2), dan Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim tripase yang dapat memecah peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP) dan heparin. VIP bersifat sebagai bronkodilator . Heparin berperan dalam mekanisme anti

28

Page 29: Presentasi Kasus Asma Bronkial

inflamasi, heparin mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak aktif. 9

Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi oleh Ig E dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses inflamasi pada penderita asma. Makrofag melepaskan mediator seperti tromboksan A2, prostaglandin, platelet activating factor, leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi komplemen dan radikal bebas oksigen. Berbeda dengan sel mast, pelepasan mediator oleh makrofag dapat dihambat dengan pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan agonis beta-2. Infiltrasi eosinofil di saluran napas, merupakan gambaran khas untuk penderita asma. Inhalasi alergen menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar pada saat itu dan beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat). Terdapat hubungan langsung antara jumlah eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar dengan hiperresponsif bronkus. Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4, platelet activating factor (PAF), radikal bebas oksigen, mayor basic protein (MBP), dan eosinofil derived neurotoxin (EDN) yang bersifat sangat toksik untuk saluran napas. 9

Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang diakibatkan oleh kerja. Neutrofil diduga menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen, protease dan bahan kationik. Neutrofil merupakan sumber mediator seperti prostaglandin, tromboxan, leukotrien-B4 (LTB4), dan PAF. Limfosit T diduga mempunyai peranan penting dalam respon inflamasi asma, karena masuknya antigen ke dalam tubuh melalui antigen reseptor complemen-D3 (CD3). Secara fungsional CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit T CD4 setelah diaktivasi oleh antigen, akan melepaskan mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin dapat mengumpulkan dan mengaktifkan sel granulosit. 9

Limfosit T CD4 merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 dapat merangsang maturasi dan produksi sel granulosit dari sel prekursor, memperpanjang kehidupan sel granulosit dari beberapa hari sampai beberapa minggu, bersifat kemotaksis untuk sel eosinofil, merangsang eosinofil untuk meningkatkan aktivitas respon efektor, mengaktivasi limfosit B untuk membuat antibodi yang dapat menimbulkan respon imun.

Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-macam sel inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa . Sel epitel sendiri juga mengeluarkan mediator. Kerusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya hiperresponsif bronkus, ini mungkin dapat menerangkan berbagai mekanisme hiperresponsif bronkus oleh karena paparan ozon, infeksi virus, dan alergen. Pada manusia, epitel bronkus dan trakea dapat membentuk PGE2 dan PGF2 alfa serta 12 dan 15 hydroxyicosotetraenoic (12- HETE dan 15-HETE). 15-HETE bersifat kemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakan epitel mempunyai peranan terhadap terjadinya hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung mengenai submukosa yang seharusnya terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen. Kerusakan epitel bronkus menyebabkan ujung saraf perifer langsung terkena paparan atau teraktivasi oleh mediator

29

Page 30: Presentasi Kasus Asma Bronkial

inflamasi sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui mekanisme akson refleks. Sel epitel mungkin dapat memproduksi enzim yang merusak mediator, yaitu neutral actoenzym endopeptidase yang dapat merusak bradikinin dan substan-P. 9

Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir kapiler. Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi ekstravasasi makromolekul. Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan edema saluran napas sehingga terjadi pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos bronkus. Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran mikrovaskuler pada saluran napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan dalam terjadinya asma pada malam hari.9

Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis asma masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi sangat cepat. Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik terhadap saluran napas telah diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi mempunyai efek pada pelepasan neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor saraf otonom . Saraf otonom mengatur fungsi saluran nafas melalui berbagai aspek seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik paling dominan sebagai penyebab peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang disebabkan oleh sulfur dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan karena rangsangan reseptor sensorik pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh mediator inflamasi. 9

Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam darah, reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik memperlihatkan perbaikan gejala pada penderita asma, hal ini menunjukkan adanya defek mekanisme adrenergik pada penderita asma. Saraf adrenergik tidak mengendalikan otot polos saluran napas secara langsung, tetapi melalui katekolamin yang beredar dalam darah.9

30

Page 31: Presentasi Kasus Asma Bronkial

31

Page 32: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Gambar. Patofisologi asma

6. DiagnosisDiagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. a. Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.7

b. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.7

c. Pemeriksaan LaboratoriumDarah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).7

d. Pemeriksaan Penunjang 7

1. Spirometri

32

Page 33: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

2. Uji Provokasi BronkusUji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sama dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.

3. Arus Puncak Ekspirasi (APE)Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau pemeriksaan yang lebih

sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF meter) yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PEF meter relatif mudah digunakan/dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita dan instruksi yang jelas.

Nilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat obstruksi. Oleh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal; kecuali tidak diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.1

33

Page 34: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Cara pemeriksaan variabiliti APE harianDiukur pagi hari untuk mendapatkan nilai terendah, dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi. Rata-rata APE harian dapat diperoleh melalui 2 cara:

Bila sedang menggunakan bronkodilator, diambil variasi/perbedaan nilai APE pagi hari sebelum bronkodilator dan nilai APE malam hari sebelumnya sesudah bronkodilator. Perbedaan nilai pagi sebelum bronkodilator dan malam sebelumnya sesudah bronkodilator menunjukkan presentase rata-rata nilai APE

harian. Nilai > 20% dipertimbangkan sebagai asma.

Metode lain untuk menetapkan variabiliti APE adalah nilai terendah APE pagi sebelum bronkodilator selama pengamatan 2 minggu, dinyatakan dengan persentase dari nilai terbaik (nilai tertinggi APE malam hari).1

Gambar 4. Peak Expiratory Flow meter (PEF meter)

4. Foto ToraksPemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

5. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

34

Page 35: Presentasi Kasus Asma Bronkial

6. Petanda inflamasiDerajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

Tabel 4. Diagnosis Asma

35

Page 36: Presentasi Kasus Asma Bronkial

7. Diagnosis Banding

a. Bronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

b. Emfisema paruSesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.

c. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

d. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

8. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup

agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol.

Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.Kriteria asma terkontrol penuh menurut GINA 2012, antara lain: Tidak ada gejala harian Tidak ada serangan asma malam (nokturnal) Tidak ada keterbatasan fisik Tidak menggunakan obat pelega (reliever) APE atau VEP1 normal Tidak ada kunjungan ke igd

36

Page 37: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa : 10

a. Pengobatan non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigen

b. Pengobatan MedikamentosaPengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.1. Pengontrol (Controllers)Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol : 

a. Glukokortikosteroid inhalasiPengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

37

Page 38: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

ObatBeklometason dipropionatBudesonidFlunisolidFlutikasonTriamsinolon asetonid

200-500 ug200-400 ug500-1000 ug100-250 ug400-1000 ug

500-1000 ug400-800 ug1000-2000 ug250-500 ug1000-2000 ug

>1000 ug>800 ug>2000 ug>500 ug>2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

ObatBeklometason dipropionatBudesonidFlunisolidFlutikasonTriamsinolon asetonid

100-400 ug100-200 ug500-750 ug100-200 ug400-800 ug

400-800 ug200-400 ug1000-1250 ug200-500 ug800-1200 ug

>800 ug>400 ug>1250 ug>500 ug>1200 ug

 

b.  Glukokortikosteroid sistemik Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan.

Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

d. Metilsantin

38

Page 39: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

e. Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat FenoterolProkaterolSalbutamol/ AlbuterolTerbutalinPirbuterol

Formoterol

Lambat Salmeterol f. Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

 2. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 10:

a. Agonis beta-2 kerja singkatTermasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol

yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi

39

Page 40: Presentasi Kasus Asma Bronkial

penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

b. Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

c. AntikolinergikPemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

d. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi pengontrol

harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

Asma Intermiten

Tidak perlu -------- -------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau

ekivalennya)

Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau

Ditamba h agonis beta-2 kerja lama oral, atau

40

Page 41: Presentasi Kasus Asma Bronkial

kerja lamaekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditamba h teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers

glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

41

Page 42: Presentasi Kasus Asma Bronkial

42

Page 43: Presentasi Kasus Asma Bronkial

43

Page 44: Presentasi Kasus Asma Bronkial

44

Page 45: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Tabel 14. Tujuan penatalaksanaan asma jangka panjang

Tujuan:

Asma yang terkontrol

Tujuan:

Mencapai kondisi sebaik mungkin1) Menghilangkan atau meminimalkan

gejala kronik, termasuk gejala malam.

2) Menghilangkan/ meminimalkan serangan

3) Meniadakan kunjungan ke darurat gawat

4) Meminimalkan penggunaan bronkodilator.

5) Aktiviti sehari-hari normal, termasuk latihan fisis (olahraga)

6) Meminimalkan/ menghilangkan efek samping obat

a. Gejala seminimal mungkinb. Membutuhkan bronkodilator

seminimal mungkinc. Keterbatasan aktiviti fisis minimald. Efek samping obat sedikit

Faal paru (mendekati) normal

•Variasi diurnal APE < 20%

•APE (mendekati) normal

Faal paru terbaik

• Variasi diurnal APE minimal

• APE sebaik mungkin

Obat asma

Pada prinsipnya pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan yaitu antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal dengan pengontrol, dan bronkodilator yang merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi eksaserbasi/ serangan, dikenal dengan pelega.

Tabel 18. Obat asma yang tersedia di Indonesia (tahun 2004)

Jenis Obat Golongan Nama GenerikBentuk/ kemasan

obat

Pengontrol

Antiinflamasi Steroid Inhalasi Flutikason propionat

Budesonide

IDT

IDT, Turbuhaler

45

Page 46: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Pelega

Bronkodilator

Sodium kromoglikat

Nedokromil

Antileukotrin

Kortikosteroid sistemik

Agonis beta-2 kerja lama

Agonis beta-2 kerja singkat

Antikolinergik

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama

Kortikosteroid sistemik

Kromolin

Nedokromil

Zafirlukast

Metilprednisolon

Prednisolon

Prokaterol

Bambuterol

Formoterol

Salbutamol

Terbutalin

Prokaterol

Fenoterol

Ipratropium bromide

Teofilin

Aminofilin

Teofilin lepas lambat

Formoterol

Metilprednisolon

Prednison

IDT

IDT

Oral (tablet)

Oral ,Injeksi

Oral

Oral

Oral

Turbuhaler

Oral, IDT, rotacap, rotadisk, Solutio

Oral, IDT, Turbuhaler, solutio

Ampul (injeksi)

IDT

IDT, solutio

IDT, Solutio

Oral

Oral, Injeksi

Oral

Turbuhaler

Oral, injeksi

Oral

46

Page 47: Presentasi Kasus Asma Bronkial

 

Keterangan

IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan bersama dengan spacer

Solutio: larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer

Oral : dapat berbentuk sirup, tablet

Injeksi : dapat untuk pengggunaan subkutan, im dan iv

Tabel 19 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Kortikosteroid sistemik

Metilprednisolon

Prednison

Tablet

4 , 8, 16 mg

Tablet 5 mg

4-40 mg/ hari, dosis tunggal atau terbagi

Short-course :

20-40 mg /hari

dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari

0,25 – 2 mg/ kg BB/ hari, dosis tunggal atau terbagi

Short-course :

1-2 mg /kgBB/ hari

Maks. 40 mg/hari, selama 3-10 hari

Pemakaian jangka panjang dosis 4-5mg/ hari atau 8-10 mg selang sehari untuk mengontrol asma , atau sebagai pengganti steroid inhalasi pada kasus yang tidak dapat/ mampu menggunakan steroid inhalasi

Kromolin & Nedokromil

Kromolin

Nedokromil

IDT

5mg/ semprot

IDT

2 mg/ semprot

1-2 semprot,

3-4 x/ hari

2 semprot

2-4 x/ hari

1 semprot,

3-4x / hari

2 semprot

2-4 x/ hari

- Sebagai alternatif antiinflamasi

- Sebelum exercise atau pajanan alergen, profilaksis efektif dalam 1-2 jam

Agonis beta-2 kerja lama

47

Page 48: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Salmeterol

Bambuterol

Prokaterol

Formoterol

IDT 25 mcg/ semprot

Rotadisk 50 mcg

Tablet 10mg

Tablet 25, 50 mcg

Sirup 5 mcg/ ml

IDT 4,5 ; 9 mcg/semprot

2 – 4 semprot,

2 x / hari

1 X 10 mg / hari, malam

2 x 50 mcg/hari

2 x 5 ml/hari

4,5 – 9 mcg

1-2x/ hari

1-2 semprot,

2 x/ hari

--

2 x 25 mcg/hari

2 x 2,5 ml/hari

2x1 semprot

(>12 tahun)

Digunakan bersama/ kombinasi dengan steroid inhalasi untuk mengontrol asma

Tidak dianjurkan untuk mengatasi gejala pada eksaserbasi

Kecuali formoterol yang mempunyai onset kerja cepat dan berlangsung lama, sehingga dapat digunakan mengatasi gejala pada eksaserbasi

Metilxantin

Aminofilin lepas lambat

Teofilin lepas Lambat

Tablet 225 mg

Tablet

125, 250, 300 mg – 2 x/ hari;

400 mg

2 x 1 tablet

2 x125 – 300 mg

½ -1 tablet,

2 x/ hari

(> 12 tahun)

2 x 125 mg

(> 6 tahun)

Atur dosis sampai mencapai kadar obat

dalam serum 5-15 mcg/ ml.

Sebaiknya monitoring kadar obat dalam

serum dilakukan rutin, mengingat sangat

48

Page 49: Presentasi Kasus Asma Bronkial

200-400 mg

1x/ hari

bervariasinya metabolic clearance dari teofilin, sehingga mencegah efek samping

Antileukotrin

Zafirlukast Tablet 20 mg 2 x 20mg/ hari --- Pemberian bersama makanan mengurangi bioavailabiliti. Sebaiknya diberikan 1 jam sebelum atau 2 jam setelah makan

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Steroid inhalasi

Flutikason propionat

Budesonide

Beklometason dipropionat

IDT 50, 125 mcg/ semprot

IDT , Turbuhaler

100, 200, 400 mcg

IDT, rotacap, rotahaler, rotadisk

125 – 500 mcg/ hari

100 – 800

mcg/ hari

100 – 800

mcg/ hari

50-125 mcg/ hari

100 –200 mcg/ hari

100-200 mcg/ hari

Dosis bergantung kepada derajat berat asma

Sebaiknya diberikan dengan spacer

 

49

Page 50: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Tabel 20. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Agonis beta-2 kerja singkat

Terbutalin

Salbutamol

Fenoterol

Prokaterol

IDT 0,25 mg/ semprot

Turbuhaler 0,25 mg ; 0,5 mg/ hirup

Respule/ solutio 5 mg/ 2ml

Tablet 2,5 mg

Sirup 1,5 ; 2,5 mg/ 5ml

IDT 100 mcg/semprot

Nebules/ solutio

2,5 mg/2ml, 5mg/ml

Tablet 2mg, 4 mg

Sirup 1mg, 2mg/ 5ml

IDT 100, 200 mcg/ semprot

Solutio 100 mcg/ ml

IDT 10 mcg/ semprot

Tablet 25, 50 mcg

0,25-0,5 mg,

3-4 x/ hari

oral 1,5 – 2,5 mg,

3- 4 x/ hari

inhalasi

200 mcg

3-4 x/ hari

oral 1- 2 mg,

3-4 x/ hari

200 mcg

3-4 x/ hari

10-20 mcg,

2-4 x/ hari

Inhalasi

0,25 mg

3-4 x/ hari

(> 12 tahun)

oral

0,05 mg/ kg BB/ x,

3-4 x/hari

100 mcg

3-4x/ hari

0,05 mg/ kg BB/ x,

3-4x/ hari

100 mcg,

3-4x/ hari

10 mcg,

2 x/ hari

2 x 25 mcg/hari

2 x 2,5 ml/hari

Penggunaan obat pelega sesuai kebutuhan, bila perlu.

Untuk mengatasi eksaserbasi , dosis pemeliharaan

berkisar 3-4x/ hari

50

Page 51: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Sirup 5 mcg/ ml 2 x 50 mcg/hari

2 x 5 ml/hariAntikolinergik

Ipratropium bromide IDT 20 mcg/ semprot

Solutio 0,25 mg/ ml (0,025%)

(nebulisasi)

40 mcg,

3-4 x/ hari

0,25 mg, setiap 6 jam

20 mcg,

3-4x/ hari

0,25 –0,5 mg tiap 6 jam

Diberikan kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, untuk mengatasi serangan

Kombinasi dengan agonis beta-2 pada pengobatan jangka panjang, tidak ada manfaat tambahan

Kortikosteroid sistemik

Metilprednisolon

Prednison

Tablet 4, 8,16 mg

Tablet 5 mg

Short-course :

24-40 mg /hari

dosis tunggal atau terbagi selama 3-10 hari

Short-course:

1-2 mg/ kg BB/ hari, maksimum

40mg/ hari selama 3-10

hari

Short-course efektif

utk mengontrol asma pada terapi awal, sampai tercapai APE 80% terbaik atau gejala mereda, umumnya membutuhkan 3-10 hari

Medikasi Sediaan obat Dosis dewasa Dosis anak Keterangan

Metilsantin

Teofilin Tablet 130, 150 mg

Tablet 200 mg

3-5 mg/ kg BB/ kali, 3-4x/ hari

3-5mg/kgBB kali, 3-4 x/ hari

Kombinasi teofilin /aminoflin dengan

51

Page 52: Presentasi Kasus Asma Bronkial

Aminofilin agonis beta-2 kerja singkat (masing-masing dosis minimal), meningkatkan efektiviti dengan efek samping minimal

9. KomplikasiBerbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : a. Status asmatikusb. Atelektasisc. Hipoksemiad. Pneumothorakse. Emfisema

10. PrognosisAngka mortalitas pasien asma sangat kecil. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, jumlah

kematian karena asma kurang dari 6000 kematian pertahunnya dari populasi 10.000.000 pasien. Informasi yang adekuat terhadap pasien mengenai pencegahan penyakit dapat memberikan prognosis yang baik, terutama bila penyakitnya ringan dan berkembang pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang tetap memiliki asma dalam 7-10 tahun setelah didiagnosis pertama bervariasi dari 26-78%, atau rata-rata 46%, presentase pasien yang asmanya berlanjut menjadi asma dengan derajat berat hanya 6-19%. Remisi spontan terjadi pada sekitar 20% pasien asma setelah dewasa, dan sebanyak 40% mengalami perbaikan derajat asma seiring dengan pertambahan umur. Pasien asma dengan stimulus komorbid seperti merokok, dilaporkan mengalami perubahan fungsi paru yang ireversibel.

52

Page 53: Presentasi Kasus Asma Bronkial

DAFTAR PUSTAKA

1. Antariksa B. Diagnosis dan penatalaksanaan asma. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran respirasi FKUI-RS. Persahabatan.

2. Bateman ED, et al. Global strategy for asthma management and prevention. Global Initiative for Asthma; 2011.

3. Dewan Asma Indonesia. Pedoman tatalaksana asma. Jakarta: CV, Mahkota Dirfan; 2011, hal. 36-48.

4. Fanta CH. Drug Therapy : Asthma. N Engl J Med 2009;360:1002-14.5. Fauci AS, Brunwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo 6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Elsevier, 2006. p.

499-501.7. Mangunnegoro H, et al. Asma: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 20048. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon. Vol. 58; 2008.9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma di

Indonesia. PDPI. Jakarta, 200610. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan Republik Indonesia , 200911. Sundaru H, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Penyakit Dalam. EGC. Jakarta:Jilid I;404-

414.12. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and

Prevention. Canada, 2012.

13. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008.

Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill.

14. Global Initiative For Asthma (GINA). Pocket Guide For Asthma Management and Prevention. Canada, 2015.

15. Asthma Pathophysiology. http://www.alvesco.com/en/About-Asthma/Asthma-pathophysiology

53