praktikum ventilasi & tbt

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Genesa Batu Bara Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification). Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam). Merupakan proses transformasi dari sisa tanaman menjadi gambut, batubara muda, batubara tua dalam 2 tahap, yaitu : 1. Tahap Biokimia Merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan disebut “syngenetic coalification”. Pada tahap ini

Upload: jumardi-darwis

Post on 03-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Praktikum Ventilasi & TBT

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Ventilasi & TBT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Genesa Batu Bara

Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa

tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses

fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara

termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah

tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).

Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi

dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi

pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi

serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan

terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam-macam. Oleh karena itu,

karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field)

dan lapisannya (coal seam).

Merupakan proses transformasi dari sisa tanaman menjadi gambut,

batubara muda, batubara tua dalam 2 tahap, yaitu :

1. Tahap Biokimia

Merupakan tahap awal dari proses pembatubaraan disebut “syngenetic

coalification”. Pada tahap ini terjadi proses pembusukkan sisa-sisa tanaman yang

disebabkan oleh kerja bakteri Anareob, jamur. Karena produk utama dalam proses

ini adalah gambut maka sering disebut sebagai proses penggambutan

(peatification). Dalam proses penggambutan, proses yang penting adalah

pembentukan humic yang disebut Humifikasi.

2. Tahap Geokimia

Dengan naiknya kedalaman timbunan sisa tanaman, maka aktifitas bakteri

aerobik digantikan oleh bakteri anaerobik pada kedalaman ± 40 cm. Pada

kedalaman 10 m, aktifitas bakteri anaerobik berkurang dan bahkan hilang sama

Page 2: Praktikum Ventilasi & TBT

sekali. Proses yang terjadi kemudian bersifat Geokimia. Proses ini disebut juga

proses pembatubaraan (coalification). Karena terjadi perubahan (pematangan) dari

gambut menjadi lignit – sub-bituminus – bituminous – coal-antrasit. Maka proses

pada tahap ke 2 ini disebut juga “Epygenetic Coalification”.

Adapun tingkat pembatubaraan (pematangan) bahan organik adalah

disebabkan oleh :

1. Temperatur

2. Lamanya waktu pemanasan

3. Tekanan

Secara normal, makin cepat naiknya kedalaman deposit makin tinggi

“geothermal gradient”, maka makin cepat pematangan terjadi. Disamping itu

terdapat sumber-sumber panas lain dari luar, yaitu :

- Igneous Intrusion

- Sirkulasi larutan hidrotermal

- Panas gesekan (frictional heating)

- Komplikasi tektonik

Pengaruh temperatur terhadap pembatubaraan tidak bisa dipisahkan dari

lamanya pemanasan. Untuk waktu pemanasan yang lebih lama (pada temperatur

yang sama), tingkat pembatubaraan yang dihasilkan akan lebih tinggi. Oleh

karena itu batubara yang umurnya (geologi) lebih tua, mempunyai tingkat

pembatubaraan yang lebih tinggi.

1.2. Teori Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon

(Carboniferous Period) dikenal sebagai zaman batubara pertama yang

berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap

endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu

pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik’.

Page 3: Praktikum Ventilasi & TBT

Gambar 1.1. Proses Terbentuknya Batubara

(Sumber : Kuri-n ni Riyou Sareru Sekitan, 2004)

Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama

jutaan tahun, maka batubara muda akan mengalami perubahan yang secara

bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi

batubara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus

berlangsung hingga batubara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam

sehingga membentuk bituminus (bituminous). Dalam kondisi yang tepat,

peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga

membentuk antrasit. Dalam proses pembatubaraan, maturitas organik sebenarnya

menggambarkan perubahan konsentrasi dari setiap unsur utama pembentuk

batubara. Berikut ini ditunjukkan contoh analisis dari masing-masing unsur yang

terdapat dalam setiap tahapan pembatubaraan.

Page 4: Praktikum Ventilasi & TBT

1.2.1. Teori Rawa Peat (Gambut) - Autocthon

Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batubara berasal dari akumulasi

sisa-sisa tanaman yang kemudian tertutup oleh sedimen diatasnya dalam suatu

area yang sama. Dan dalam pembentukannya harus mempunyai waktu geologi

yang cukup, yang kemudian teralterasi menjadi tahapan batubara yang dimulai

dengan terbentuknya peat yang kemudian berlanjut dengan berbagai macam

kualitas antrasit. Kelemahan dari teori ini adalah tidak mengakomodasi adanya

transportasi yang bisa menyebabkan banyaknya kandungan mineral dalam

batubara.

1.2.2. Teori Transportasi - Allotocton

Teori ini mengungkapkan bahwa pembentukan batubara bukan berasal dari

degradasi/peluruhan sisa-sisa tanaman yang insitu dalam sebuah lingkungan rawa

peat, melainkan akumulasi dari transportasi material yang terkumpul didalam

lingkungan aqueous seperti danau, laut, delta, hutan bakau. Teori ini menjelaskan

bahwa terjadi proses yang berbeda untuk setiap jenis batubara yang berbeda pula.

1.2.3. Proses Geokimia dan Metamorfosis

Setelah terbentuknya lapisan source, maka berlangsunglah berbagai macam

proses. Proses pertama adalah diagenesis, berlangsung pada kondisi temperatur

dan tekanan yang normal dan juga melibatkan proses biokimia. Hasilnya adalah

proses pembentukan batubara akan terjadi, dan bahkan akan terbentuk dalam

lapisan itu sendiri. Hasil dari proses awal ini adalah peat, atau material lignit yang

lunak. Dalam tahap ini proses biokimia mendominasi, yang mengakibatkan

kurangnya kandungan oksigen. Setelah tahap biokimia ini selesai maka berikutnya

prosesnya didominasi oleh proses fisik dan kimia yang ditentukan oleh kondisi

temperatur dan tekanan. Temperatur dan tekanan berperan penting karena

kenaikan temperatur akan mempercepat proses reaksi, dan tekanan

memungkinkan reaksi terjadi dan menghasilkan unsur-unsur gas. Proses

metamorfisme (temperatur dan tekanan) ini terjadi karena penimbunan material

Page 5: Praktikum Ventilasi & TBT

pada suatu kedalaman tertentu atau karena pergerakan bumi secara terus-menerus

didalam waktu dalam skala waktu geologi.

Tabel 1.1. Contoh Analisis Batubara (daf based)

(Sumber: Sekitan no Kisou Chishiki)

Data-data di atas apabila ditampilkan dalam bentuk grafik hasilnya adalah

sebagai berikut:

Gambar 1.2. Hubungan Tingkat Pembatubaraan - Kadar Unsur Utama

Page 6: Praktikum Ventilasi & TBT

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa semakin tinggi tingkat

pembatubaraan, maka kadar karbon akan meningkat, sedangkan hidrogen dan

oksigen akan berkurang. Karena tingkat pembatubaraan secara umum dapat

diasosiasikan dengan mutu atau kualitas batubara, maka batubara dengan tingkat

pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignite dan

sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna

suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan

kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin

tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras dan kompak, serta warnanya

akan semakin hitam mengkilat. Selain itu, kelembabannya pun akan berkurang

sedangkan kadar karbonnya akan meningkat, sehingga kandungan energinya juga

semakin besar.

1.3. Pemanfaatan Batubara

Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki

riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Beberapa ahli sejarah yakin bahwa

batubara pertama kali digunakan secara komersial di Cina. Ada laporan yang

menyatakan bahwa suatu tambang di timur laut Cina menyediakan batubara untuk

mencairkan tembaga dan untuk mencetak uang logam sekitar tahun 1000 SM.

Bahkan petunjuk paling awal tentang batubara ternyata berasal dari filsuf dan

ilmuwan Yunani yaitu Aristoteles, yang menyebutkan adanya arang seperti batu.

Abu batu bara yang ditemukan di reruntuhan bangunan bangsa Romawi di Inggris

juga menunjukkan bahwa batubara telah digunakan oleh bangsa Romawi pada

tahun 400 SM.

Catatan sejarah dari Abad Pertengahan memberikan bukti pertama

penambangan batu bara di Eropa, bahkan suatu perdagangan internasional batu

bara laut dari lapisan batu bara yang tersingkap di pantai Inggris dikumpulkan dan

diekspor ke Belgia. Selama Revolusi Industri pada abad 18 dan 19, kebutuhan

akan batubara amat mendesak. Penemuan revolusional mesin uap oleh James

Watt, yang dipatenkan pada tahun 1769, sangat berperan dalam pertumbuhan

penggunaan batu bara. Oleh karena itu, riwayat penambangan dan penggunaan

Page 7: Praktikum Ventilasi & TBT

batu bara tidak dapat dilepaskan dari sejarah Revolusi Industri, terutama terkait

dengan produksi besi dan baja, transportasi kereta api dan kapal uap.

Namun tingkat penggunaan batubara sebagai sumber energi primer mulai

berkurang seiring dengan semakin meningkatnya pemakaian minyak. Dan

akhirnya, sejak tahun 1960 minyak menempati posisi paling atas sebagai sumber

energi primer menggantikan batubara. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa

batubara akhirnya tidak berperan sama sekali sebagai salah satu sumber energi

primer.

Krisis minyak pada tahun 1973 menyadarkan banyak pihak bahwa

ketergantungan yang berlebihan pada salah satu sumber energi primer, dalam hal

ini minyak, akan menyulitkan upaya pemenuhan pasokan energi yang kontinyu.

Selain itu, labilnya kondisi keamanan di Timur Tengah yang merupakan produsen

minyak terbesar juga sangat berpengaruh pada fluktuasi harga maupun stabilitas

pasokan. Keadaan inilah yang kemudian mengembalikan pamor batubara sebagai

alternatif sumber energi primer, disamping faktor-faktor berikut ini:

1. Bahan Bakar Langsung

Penyerapan gas SO2 dari hasil pembakaran briket bio batubara dengan

unggulan zeolit.

Pengembangan model fisik tungku pembakaran briket biocoal untuk

industri rumah tangga, pembakaran bata/genteng, boiler rotan dan

pengering bawang.

Tungku hemat energi untuk industri rumah tangga dengan bahan bakar

batubara/briket bio batubara.

Pembakaran kapur dalam tungku tegak system terus menerus skala

komersial dengan batubara halus menggunakan pembakar siklon.

Tungku pembuatan gula merah dengan bahan bakar batubara.

Pembakaran kapur dalam tungku system berkala dengan kombinasi bahan

bakar batubara - kayu.

Pembakaran bata-genteng dengan batubara.

Page 8: Praktikum Ventilasi & TBT

2. Non Bahan Bakar

Pengkajian pemanfaatan batubara Kalimantan Selatan untuk pembuatan

karbon aktif.

Daur ulang minyak pelumas bekas dengan menggunakan batubara

peringkat rendah sebagai penyerap.

Abu hasil pembakaran dari batubara digunakan sebagai bahan baku

pembuatan batako.

Page 9: Praktikum Ventilasi & TBT

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Tahapan Penambangan

Metode penambangan yang digunakan adalah Block-Cut Countur Mining.

Pada metode ini daerah penambangan dibagi-bagi menjadi blok-blok

penambangan yang bertujuan untuk mengurangi timbunan tanah buang pada saat

pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada tahap awal blok 1 digali hingga

sampai pada batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup

tersebut ditimbun sementara. Batubara dari blok 1 kemudian digali setelah itu

lapisan tanah penutup blok 2 yang tergali sebanyak setengahnya dipindahkan ke

blok 1. Ketika itu batubara di blok 2 sudah tersingkap dan siap digali seperti cara

di atas. Begitu pula selanjutnya pada blok 3. Lapisan tanah penutup pada blok 3

yang tergali sebanyak setengahnya dipindahkan ke blok 2. Batubara di blok 3

sudah tersingkap dan siap digali.

2.2. Peralatan Penambangan

Dalam praktikum simulasi penambangan batubara dengan metode

tambang bawah tanah alat yang digunakan adalah (computer / leptop, infokus, dan

beberap kaset VCD).

Sedangakan dalam penambangannya sediri alat yang digunakan adalah

Dram scraper

Continues mine

Jumbo drilling

Belt conveyor

Page 10: Praktikum Ventilasi & TBT

2.3. Sistem Penambangan

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan sistem penambangan

adalah :

a. Geografi dan Geologi

i. Lokasi : penetuan pemakaian alat pertambangan

ii. Curah hujan, temperatur, iklim dan ketinggian akan berpengaruh

terhadap produktivitas alat, apabila curah hujan tinggi:

- lapangan becek, tanah penutup basah sehingga susah dimuat

dan diangkut

- kemiringan lereng dan timbunan menjadi sukar dipelihara

- perlu pemompa air tambang

- harus dibuat jalan tambang dan diperlukan pemeliharaan yang

serius

Faktor geologi yang berpengaruh :

- keadaan permukaan

- jumlah lapisan baubara

- kemiringan batubara

- ketebalan tanah penutup

b. Ukuran dan distribusi lapisan batubara

c. Ketersedian peralatan dan kesesuaian dengan peralatan lain

d. Geoteknik

e. Umur tambang

f. Produksi

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas dan disesuaikan dengan

kenampakkan topografinya maka metode penambangan yang digunakan adalah

metode Block-Cut Countur Mining. Sistem ini diterapkan untuk endapan batubara

yang tersingkap (outcrop) di lereng pegunungan atau bukit.

Metode penambangan yang digunakan dalam tambang bawah tanah ini

yaitu metode room and pillar. Cara penambangan ini mengandalkan endapan

batubara yang tidak diambil sebagai room. Pada metode ini penambangan

batubara sudah dilakukan sejak pada saat pembuatan lubang maju. Selanjutnya

Page 11: Praktikum Ventilasi & TBT

lubang maju tersebut dibesarkan menjadi ruangan–ruangan dengan meninggalkan

batubara sebagai tiang penyangga.

Besar dan bentuk ruangan sebagai akibat pengambilan batubaranya harus

diusahakan agar penyangga yang dipakai cukup memadai kuat mempertahankan

ruangan tersebut tetapi aman sampai soalnya dilakukan pengambilan penyangga

yang sebenarnya yaitu tiang penyangga batubara (coal pillars). Metode ini

mempunyai keterbatasan – keterbatasan dalam besar jumlah batubara yang dapat

diambil secara ekonomis maupun secara teknis.

Dari seluruh total cadangan terukur batubara yang dapat diambil dengan cara

penambangan metode room and pillar ini paling besar lebih kurang 30 - 40 %

saja. Hal ini disebabkan banyak batubara tetinggal sehingga tiang – tiang

pengaman yang tidak dapat diambil.

Page 12: Praktikum Ventilasi & TBT

BAB III

POKOK BAHASAN

3.1. Penyanggaan

Penyanggaan diperlukan apabila berdasarkan perhitungan massa batuan

(country rock maupun bijihnya) tidak mampu menyangga dirinya sendiri, agar

lubang bukaan tidak runtuh.

Maksud pembuatan dan pemasangan penyanggan adalah :

1. Untuk menjaga stabilitas lubang bukaan

2. Untuk melindungi batuan yang tidak ditambang

seperti ”overburden” dan semua batuan yang ada di atas tempat

penggalian

3. Untuk melindungi tempat kerja penambangan

4. Untuk melindungi para pekerja dari runtuhan –

runtuhan batuan yang ada di atas atau di sampingnya

5. Untuk melindungi para pekerja bila terjadi banjir atau

hal lain

6. Untuk tempat berpijak/lantai para pekerja

7. Untuk melindungi broken ore sebelum diangkut ke

luar tambang

8. Untuk memisahkan antara ”broken ore” dan ”ore

insitu” untuk endapan yang biasa terkonsolidasi (kompaksasi) kembali,

misalnya bijih sulfida.

Bahan – bahan untuk penyanggan adalah :

a. Pillar

Terdiri dari batuan atau bijih, biasanya yang berkadar rendah (barren rock)

b. Kayu (timbering)

c. Semen atau beton

d. Besi (steel)

e. Batubata

f. Filling material

Page 13: Praktikum Ventilasi & TBT

g. Broken ore

Dasar pemilihan material yang digunakan adalah :

1 Faktor Ekonomi

Dalam hal ini diusahakan biaya penyanggaan sekecil mungkin.

2 Pertimbangan Teknis

Dalam hal ini yang terpenting bagaimana supaya tujuan penyanggaan

tersebut tercapai, yaitu kekuatan umur yang diinginkan, ketersediaan,

kemudahan pemasangan, interaksi batuan penyangga.

Jika antara faktor ekonomi dan pertimbangan teknis terdapat saling tolak

belakang, maka perlu kompromi yaitu dalam hal :

a. Ongkos pembuatan dan pemeliharaan

b. Umur atau lama penyanggaan itu diperlukan

c. Beban yang harus disangga

d. Dimana lubang bukaan yang harus disangga

Pada tambang bawah tanah dengan bahan galian batubara ini

menggunakan penyangga alamiah. Penyangga ini dibuat dari batuan atau badan

bijih berkadar rendah dan dibentuk menjadi senacam pilar yang disebut Ore Pillar

atau Rock Pillar.

Berdasarkan bentuk dan letak/posisinya pillar dapat dibagi menjadi tiga

yaitu :

a) Random Pillar, yaitu pillar yang bentuk letak satu sama lain tak beraturan.

Banyak dijumpai pada tambang – tambang rakyat perusahaan kecil atau

pada Desseminated Ore.

b) Regular Pillar, yaitu pilar yang bentuk dan letak satu sama lain saling

teratur bentuknya. Bentuknya ada yang bulat, segi empat dan persegi

panjang. Rib pillar merupakan penyanggaan pillar dimana di sisi

panjangnya jauh lebih besar dari pada dimensi lebarnya.

Page 14: Praktikum Ventilasi & TBT

c) Barrier Pillar, yaitu pilar besar yang bentuknya tidak teratur, melintang,

dan jalan masuk utama pada long wall.

3.2. Peledakan

Peledakan bawah tanah mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

1. Meledakan batuan dengan tujuan menghasilkan ruangan untuk gudang,

jalan, saluran, terowongan pipa, dan lain sebagainya.

2. Meledakan batuan dengan tujuan mengambil material: operasi

penambangan.

Dari kedua jenis kegiatan di atas terowongan adalah merupakan bagian

yang terpenting dari keseluruhan kegiatan. Terowongan umunya dibuat dengan

arah mendatar, miring, dan vertikal ke bawah maupun ke atas.

Perbedaan utama antara peledakan bawah tanah dengan peledakan di

permukaan tanah adalah :

a. Peledakan bawah tanah dilakukan ke arah satu bidang bebas (free face),

sedangkan peledakan di permukaan dilakukan ke arah dua atau lebih

bidang bebas.

b. Tempat peledakan atau ruangan di bawah tanah lebih terbatas, oleh karena

itu batuan akan lebih sukar untuk diledakan dan perlu dibuat bidang bebas

kedua yang akan merupakan arah peledakan selanjutnya.

Dalam pembuatan terowongan bidang bebas kedua diperoleh dengan

membuat ”cut” dalam permukaan terowongan. Macam-macam ”cut” yang

dipergunakan untuk membuat terowongan adalah : pararel hole cut, V-cut, fan-

cut, dan lain-lain. Setelah bukaan “cut” terbentuk maka “stoping” kearah “cut”

dimulai.

Lubang kontur (Contour holes) dibuat pada lubang atap (roof holes).

Lubang dinding (wall holes) dan lubang lantai (floor holes) dibuat agak

diserongkan keluar dari kontur (look out), sehingga terowongan yang dihasilkan

mempunyai bentuk seperti yang direncanakan.

Page 15: Praktikum Ventilasi & TBT

Konsumsi bahan peledak dalam peledakan terowongan lebih tinggi dari

pada peledakan jenjang. Spesific charge adalah 3 cm sampai 10 kali lebih tinggi

dari pada untuk peledakan jenjang.

Cut yang biasa dipergunakan dalam pembuatan terowongan adalah

“circular cut” atau “large hole cut” atau “parallel hole cut” adalah pemboran

horizontal tegak lurus pada permukaan batuan. Semua lubang dalam cut dibor

parallel satu terhadap yang lain dan peledakan dilaksanakan kearah lubang kosong

yang bertindak sebagai bukaan. Parallel hole cut ini adalah merupakan

pengembangan dari burn cut.

Cut dapat diledakkan disembarang tempat pada permukaan terowongan,

tetapi harus diperhatikan bahwa letak cut mempengaruhi lemparan konsumsi

bahan peledak dan jumlah lubang ledak dalam “round”.

Apabila letak cut dekat dengan dinding mungkin dapat mengurangi

jumlah lubang tembak dalam round, tetapi ada kelemahan – kelemahan lainnya.

Untuk mendapatkan arah peledakan kedepan dan tumpukan ditengah, cut

diletakkan ditengah – tengah penampang dan agak kebawah. Posisi ini akan

menghasilkan lemparan bahan peledak lebih sedikit karena semua stoping kearah

bawah.

Posisi cut yang tinggi akan memberikan kemudahan pemuatan hasil

peledakan, tetapi konsumsi bahan peledak lebih tinggi karena banyak “stoping”

kearah atas, umumnya letak cut adalah pada deretan lubang tembak pertama diatas

lantai terowongan.

Page 16: Praktikum Ventilasi & TBT

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang bisa diperoleh dari simulasi ini adalah :

1) Sistim tambang bawah tanah yang digunakan yaitu tambang batubara

dengan metode room and pillar.

2) Metode penyanggan yang digunakan yaitu metode penyangga alamiah,

yaitu dengan menggunakan batuan samping dan badan bijih yang berkadar

rendah.

3) Metode peledakan yang digunakan berbentuk nomenclature, yaitu dengan

membuat lubang ledak pada bagian “roof holes”, “stoping holes”, “wall

holes”, “cut” dan “floor holes”.

4.2. Saran

Diharapkan agar dalam praktikum selanjutnya, tidak hanya dilakukan

simulasi tetapi langsung mengadakan praktikum di lokasi penambangan