praktikum farmako blok 15

17

Click here to load reader

Upload: abraham-bayu-theodoron

Post on 27-Oct-2015

120 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Farmako Blok 15

Praktikum blok 15: Histamin dan Antihistamin

Kelompok : F. Kelompok 1

Nama:

Maitri Kalyani (102008055)

Rory Sandika (102008130)

Prilly Pricillia Theodorus (102009160)

Micco Joshua Apriano (102009204)

Eligius Tebai (102009241)

Lilian Anggrek (102010002)

Andreino Adythia Pause (102010020)

Zebri Yandi (102010102)

A. Tujuan praktikum:

1. Untuk memperlihatkan efek triple response akibat pemberian histamin intradermal pada

manusia

2. Untuk memperlihatkan dan membandingkan efek berbagai jenis antihistamin dalam

melawan efek histamin

3. Untuk memperlihatkan dan membandingkan efek proteksi berbagai jenis antihistamin

terhadap timbulnya bronkokonstriksi akibat semprotan histamin

4. Untuk memperlihatkan efek adrenalin dalam menanggulangi keadaan darurat akibat

reaksi alergi yang hebat misalnya bronkospasme

5. Untuk membiasakan diri dengan Golden rule; ”tersamar ganda”

B. Persiapan

1

Page 2: Praktikum Farmako Blok 15

1. Pilihlah tiap kelompok 2 orang percobaan yang tidak mempunyai riwayat alergi, baik itu

alergi kulit, seperti gatal-gatal, urtikaria, angio-edema, atau sistem organ lain seoerti

asma bronkial, tukak lambung, dll.

2. Orang percobaan harus puasa 4 jam sebelum percobaan dimulai, agar absorbsi obat

berlangsung dengan baik.

3. Hewan percobaan: 4 ekor marmut

4. Alat yang dipakai:

- Tensimeter ,stetoskop, thermometer kulit, thermometer kimia, penggaris.

- Sungkup hewan coba dan nebulizer.

- Semprit 2,5 cc, tuberkulin, dan jarum suntik 23G dan 26G

- Kertas karton yang telah dilubangi dan kapas.

a. Obat-obat:

- Larutan histamin 1:80

- Larutan garam faal (NaCl 0,9%)

- Larutan alkohol 70%

- Larutan antihistamin: difenhidramin dan klorfeneramin

- Antihistamin oral : Chlorpheniramine maleate (CTM)

Cetirizin

Sproheptadin

Loratadin

Homoclomin

Sacharum lacts (plasebo)

Antihistamin dan plasebo di atas dikemas dalam kapsul yang sama bentuk dan

warnanya

C. Tatalaksana

2

Page 3: Praktikum Farmako Blok 15

a. Praktikum dengan orang percobaan

Untuk melihat timbulnya reakdi Triple respon akibat pemberian histamin intradermal pada

masnusia.

1. Lakukanlah pengukuran tanda vital: tekanan darah, nadi, frekuensi nafas dan suhu kulit,

pada orang percobaan yuang berbaring di atas meja laboratorium. Tiap kelompok terdiri

2 orang mahasiswa sebagai orang percobaan dan lainnya bertindak sebagai pengamat.

2. Lakukan 2 kali interval; 5 menit dan cari nilai rata-ratanya.

3. Orang percobaan dalam posisi duduk, dengan lengan bawah diletakan diatas meja

laboratorium dengan voler menghadap ke atas.

4. Bersihkan lengan bagian voler kiri dengan kapas yang telah dibasahi alkohol untuk

tindakan asepsis, yaitu dengan mengusap secara sentrifugal (dari bagian dalam keluar).

5. Letakan kertas karton yang telah dilubangi sebagai alat bantu diatas bagian voler lengan

yang telah dibersihkan tadi, dan lakukan goresan X didalam lubang tadi.

Jangan menggores terlalau dalam sampai keluar darah dan jangan terlalu besar sehingga

keluar dari lubang.

6. Mintalah larutan histamin pada instruktur dan teteskan 1 tetes tepat diatas goresan tadi.

Catat waktunya dan biarkan larutan tadi terhisap habis.

7. Lakukan observasi kapan timbulnya triple respons, catat sebagai mula kerja dan ukur

diameter terpanjang dan terpendek dari udem dan area kemerahan dan catat saat triple

respons mencapai ukuran maksimal, sebagai lama kerja.

8. Catatlah semua nilai tadi sebagai parameter dasar.

9. Mintalah obat antihistamin pada instruktur dan catatlah kodenya, kemudian orang

percobaan minum obat tadi dengan segelas air.

10. Setelah menuggu 1 jam, maka lakukan lagi pengukuran tanda vital, suhu kulit serta

percobaan goresan histamin. Persis seperti diatas.

11. Bandinganlah triple respons yang terjadi sebelum dan sesudah minum obat

12. Catatlah juga semua gejala yang terjadi pada orang percobaan seperti: mengntuk, mulut

kering, dll.

b. Demonstrasi efek semprotan histamin pada marmot

Pada percobaan ini akan diperlihatkan terjadinya bronkospasme pada hewan coba marmot

akibat semprotan larutan histamin, juga akan terlihat proteksi oleh antihistamin yang

3

Page 4: Praktikum Farmako Blok 15

diberikan pad marmot sebelum semprotan, dan penanggulangan keadaan darurat akibat

bronkospasme yang dapat menyebabkan kematian marmot oleh adrenalin.

1. Ambilah 4 ekor marmot, berilah tanda pada masing-masing marmot, sehingga jelas

marmot yang diberi proteksi antihistamin dan yang tidak.

2. Dua ekor marmot disuntik antihistamin, masing-masing dengan larutan difenhidramin

dan larutan klorfeniramin maleat secara intraperitoneal, 30 menit sebelum dilakukan

semprotan histamin.

3. Siapkan semprit dan ampul adrenalin yang sudah siap untuk disuntikan.

4. Setelah 30 menit, 2 ekor marmot yang telah dsuntik antihistamin dan 2 lagi yang belum

diproteksi antihistamin dimasukan ke dalam sungkup kaca.

5. Lakukan semprotan larutan histamin 1:80 dengan menggunakan nebulizer kira-kira

sebanyak 1 ml

6. Perhatikan perubahan yang timbul pada keempat ekor marmot tadi, dimana marmot yang

tidak diproteksi entihstamin akan mengalami gejal-gejala bronkospasme. Segera

keluarkan marmot yang mengalami bronkospasme dari sungkup kaca dan segera suntik

larutn adrenalin intera-peritoneal, lakukan tindakan pemijitan ringan untuk membantu

pernapasannya.

D. Kepustakaan

Histamin

Histamin merupakan 2-(4-imidazoil) etilamin yangdidapatkan dari tanaman maupun jaringan

hewan serta komponen dari racun dan sekret binatang. Histamin bekerja dengan menduduki

reseptor tertentu pada sel yang terdapat pada permukaan membran. Terdapat 3 jenis

reseptor histamin yaitu H1, H2, dan H3. Reseptor tersebut termasuk golongan reseptor

yang berpasangan dengan protein G. Pada otak, reseptor H1 dan H2 terletak pada mebran

pasca sinaptik, sedangkan reseptor H3 terutama prasinaptik.

Aktivasi reseptor H1, yang terdapat pada endotel dan sel otot polos, menyebabkan kontraksi otot

polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi mukus. Sebagian dari efek

4

Page 5: Praktikum Farmako Blok 15

tersebut mungkin diperantai oleh peningkatan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) di

dalam sel. Histamin juga berperan sebagai neurotransmiter dalam susunan saraf pusat.

Reseptor H2 didapatkan pada mukosa lambung, sel otot jantung, dan beberapa sel imun. Aktivasi

reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung. Selain itu juga berperan dalam

menyebabkan vasodilatasi dan flushing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung,

meningkatkan kadar cAMP dan menurunkan cGMP, sedangkan antihistamin H2 menghambat

efek tersebut. Pada otot polos bronkus, aktivasi reseptor H1 oleh histamin menyebabkan

bronkokonstriksi, sedangkan aktivasi reseptor H2 oleh agonis reseptor H2 akan menyebabkan

relaksasi. Reseptor H3 berfungsi sebagai penghambat umpan balik pada berbagai sistem organ.

Saat histamin disuntikkan intradermal pada manusianakan timbul tiga tanda khas yang disebut

triple response dari Lewis, yaitu: (1) bercak merah setempat beberapa mm sekeliling tempat

suntik yang timbul beberapa detik setelah suntikan. Hal ini disebabkan oleh dilatasi lokal kapile,

venul, dan arteriol terminal akibat efek histamin. Daerah tersebut dalam beberapa menit menjadi

kebiruan atau tidak jelas karena adanya edema.; (2) flare, berupa kemerahan yang lebih terang

dengan bentuk tidak teratur dan menyebar 1-3 cm sekitar bercak awal. Ini disebabkan oleh

dilatasi arteriol yang berdekatan akibat refleks akson; (3) edema setempat (wheal) yang dapat

dilihat setelah 1-2 menit pada daerah bercak awal. Edema ini menunjukkan meningkatnya

permeabilitas oleh histamin.

Antihistamin

Anthistamin merupakan antagonis dari histamin. Epinefrin merupakan antagonis fisiologik

pertama yang digunakan. Antihistamin yang dipakai di praktikum farmakologi ini adalah

antagonis reseptor H1 (AH1). AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus

dan bermacam – macam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi

hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

Antihistamin golongan 1 dapat digolongkan menjadi 2 generasi. Berikut obat – obat yang

digunakan saat praktikum:

No Nama Obat Generasi Dosis Durasi kerja, Efek

5

Page 6: Praktikum Farmako Blok 15

jam

1 CTM Antihistamin I 4 mg 4-6 1. Pengobatan gejala alergi seperti bersin, urtikaria, eksim, dermatitis, edema angioneuroti, serum siknis

2. ES: mengantuk, kelelahan, mual, pusing, mulut kering, palpitasi, termor, gangguan GI

2 Ceirizin Antihistamin II 5-10 mg 12-24 1. Pengobatan rinitis pareneal, rinitis alergi, urtikaria idiopati kronis

2. ES: mengantuk, pusing, sakit kepala, mulit kering, gelisah, dan gangguan saluran cerna, reaksi hipersensitif pada kulit dan angioderma.

3 Siproheptadin Antihistamin II 4 mg 4-6 1. Urtikaria, angioderma, kaligata, rinitis alergi.

2. ES: mengantuk, mulut kering, pusing, gangguan GI, retensi urin, gangguan koordinasi, eksitasi, tremor,insomnia, sakit kepala, konfulsi, halusinasi, histeria dan pandangan kabur.

4 Loratadin Antihistamin II 10 G 24 1. mengobati gejala alergi, rinitis alergi, urtikaria, konjungtiviti alergika, dermatitis alergi.

2. ES: lesu, mual, sakit kepala

5 Homoclomin 1. Gatal pada kulit (dermatitis eksema, pruritus, erupsi akibat obat, erupsi toksik, strofulus infantum, urtikaria, rinitis alergi)

2. ES: sakit kepala, pusing, mengantuk, lesu, mual, muntah, mulut kering, anoreksia, diare, konstipasi, ganguan miksi.

CTM (Chlopheniramine Maleate)

Chlorpheniramin maleat atau lebih dikenal dengan CTM merupakan salah satu

antihistaminika generasi 1 yang memiliki efek sedative (menimbulkan rasa kantuk). Namun,

dalam penggunaannya di masyarakat lebih sering sebagai obat tidur dibanding antihistamin

sendiri. Keberadaannya sebagai obat tunggal maupun campuran dalam obat sakit kepala maupun

influenza lebih ditujukan untuk rasa kantuk yang ditimbulkan sehingga pengguna dapat

beristirahat.

6

Page 7: Praktikum Farmako Blok 15

CTM memiliki indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan

toksisitas relatif rendah. Untuk itu sangat perlu diketahui mekanisme aksi dari CTM sehingga

dapat menimbulkan efek antihistamin dalam tubuh manusia.

CTM merupakan salah satu antihistaminika H1 (AH1) yang mampu mengusir histamin

secara kompetitif dari reseptornya (reseptor H1) dan dengan demikian mampu meniadakan kerja

histamin.

CTM sebagai AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan

bermacam-macam otot polos. AH1 juga bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas dan

keadaan lain yang disertai pelepasan histamin endogen berlebih. Histamin endogen bersumber

dari daging dan bakteri dalam lumen usus atau kolon yang membentuk histamin dari histidin.

Dosis terapi AH1 umumnya menyebabkan penghambatan sistem saraf pusat dengan

gejala seperti kantuk, berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Efek samping

ini menguntungkan bagi pasien yang memerlukan istirahat namun dirasa menggangu bagi

mereka yang dituntut melakukan pekerjaan dengan kewaspadaan tinggi. Oleh sebab itu,

pengguna CTM atau obat yang mengandung CTM dilarang mengendarai kendaraan.

Jadi sebenarnya rasa kantuk yang ditimbulkan setelah penggunaan CTM merupakan efek

samping dari obat tersebut. Sedangkan indikasi CTM adalah sebagai antihistamin yang

menghambat pengikatan histamin pada resaptor histamin.

Cetirizin

Cetirizin merupakan obat antihistamin generasi 2. Obat ini tidak menimbulkan efek

sedasi kepada penggunanya sehingga tidak mengganggu aktivitas pasien. Penggunaan obat ini

cukup sehari sekali. Obat ini diindikasikan untuk obat alergi seperti rinitis misalnya hidung meler

atau bersin – bersin kalau pagi, atau juga urtikaria atau biduran yang bila dalam suasana dingin

atau kedinginan bisa timbul.

Siproheptadin

7

Page 8: Praktikum Farmako Blok 15

Siproheptadin merupakan antagonis histamin (H1) dan serotonin yang kuat.

Siproheptadine melawan efek bronkokonstriksi akibat pemberian histamin dengan potensi yang

menyamai atau melampaui antihistamin paling kuat.Siproheptadin bermanfaat untuk pengobatan

alergi kulit seperti dermatosis pruritik yang tidak teratasi dengan antihistamin. Efek samping

yang paling menonjol ialah perasaan mengantuk. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah

mulut kering, anoreksia, mual, pusing, dan pada dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia.

Siproheptadin juga sering membuat nafsu makan bertambah namun dalam klinik penggunaannya

sebagai penambah nafsu makan tidak diperbolehkan.

Difenhidramin

Difenhidramin adalah obat anti gatal dan alergi (antihistamin) yang bekerja memblok

reseptor H1 dengan efek samping sedatif. Obat ini termasuk antihistamin generasi 1. Obat ini

selain sebagai antialergi, juga sering dipakai sebagai obat penenang.

Injeksi Adrenalin

Epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik. Dengan mengerti efek

epinefrin mudah mengerti efek obet adrenergik yang bekerja di reseptor lainnya. Epinefrin

bekerja pada semua reseptor adernergik: α1, α2, β1, dan β2. Isoprotenol yang bekerja pada reseptor

β secara selektif efeknya serupa dengan efek epinefrin dikurangi efek pada α1 dan α2.

Noreepinefrin bekerja pada reseptor α1, α2, β1 sehingga efeknya sama dengan epinefrin dikurangi

efek terhadap β2. Dengan mengetahui kerja obat pada reseptor dapat diperkirakan efeknya

terhadap tubuh. Selektivitas obat tidak mutlak. Dalam dosis besar selektivitanya hilang. Jadi

dalam dosis besar, agonis β2 tetap dapat menyebabkan perangsangan reseptor β1 di jantung.

Pada umumnya, pemberian epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi saraf adrenergik.

Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitter pada saraf adrenergik adalah Norepinefrin.

Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung, otot polos pembuluh darah, dan otot

polos lain. Dalam pengaruhnya terhadap pernapasan, epinefrin mempengaruhi pernapasan

terutama dengan cara merelaksasi otot bronkus melalui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas

sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester kolin,

pilokarpin, bradikinin, zat penyebab anafilaksis yang bereaksi lambat (SRS-A), dan lain-lain. Di

sini epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma, epinefrin juga menghambat

8

Page 9: Praktikum Farmako Blok 15

pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor β2 dan mengurangi sekresi

bronkus dan kongesti mekosa melalui reseptor α1.

E. Hasil Percobaan

Kelompok 1.A: OP1

Tabel 1. Hasil Sebelum Minum Obat

Tekanan Darah 120/80 mmHg

Suhu 34,880C

Nafas 16x/menit

Nadi 62x/menit

Mula Kerja 5 menit pertama

Kemerahan (flare) 4 x 3 cm

Oedeme 1,5 x 0,4 cm

Tabel 2. Hasil Setelah Minum Obat

Tekanan Darah 110/70 mmHg

Suhu 35,230C

Nafas 20x/menit

Nadi 66x/menit

Redspot 30 detik pertama

Mula Kerja 5 menit pertama

Kemerahan (flare) 4,3 cm

Oedeme 0,7 cm

9

Page 10: Praktikum Farmako Blok 15

Kode Obat : 20 → Plasebo

Kelompok 1.B: OP 2

Tabel 3. Hasil Sebelum Minum Obat

Tekanan Darah 120/70 mmHg

Suhu 35,54oC

Nafas 28 x / menit

Nadi 66 x Menit

Mula Kerja 5 menit pertama

Kemerahan (flare) 4,3 cm

Oedeme 1 cm

Tabel 4. Hasil Setelah Minum Obat

TD 110/65 mmHg

Suhu 35,60C

Napas 20x/menit

Nadi 53x/menit

Kemerahan (Flare) 2 cm

Oedeme 0,5 cm

Mulai kerja 5 menit pertama

Kode Obat: 54

10

Page 11: Praktikum Farmako Blok 15

Obat yang benar: Siproheptadin

F. Pembahasan Praktikum

1. Pembahasan Hasil Percobaan Antihistamin

Pada OP 1, sebelum dan sesudah minum obat tidak menunjukkan perubahan yang cukup

berarti pada triple response, hanya oedeme saja yang berkurang, sehingga kelompok kami

menyimpulkan bahwa obat tersebut adalah plasebo. Selain itu ada juga kesan subjektif OP

seperti gatalnya bertambah yang meyakinkan kami bahwa obat tersebut adalah plasebo, namun

ternyata obat tersebut adalah CTM. Tebakan ini salah mungkin dapat disebabkan karena kesan

subjektif yang sudah ditanamkan OP kami di dalam pikirannya dan kurang telitinya analisa

dalam penarikan kesimpulan tebakan obat, dimana jelas terlihat bahwa adanya pengurangan

oedeme, dan juga peningkatan tekanan darah.

Pada OP 2, saat meminum obat dan tidak meminum obat, terdapat perbedaan dalam triple

respon. Dimana triple response ukurannya menjadi lebih kecil. Selain itu adanya keluhan

subjektif seperti mengantuk dan bibir kering, memberi alasan kuat kami untuk menebak obat

tersebut adalah CTM. Namun obat yang benar ternyata Siproheptadin. Kesalahan mungkin

dikatenakan efek obat yang mirip karena kedua obat ini merupakan obat generasi 1, dimana obat

ini menyebabkan kantuk, bibir kering, mual, dan tahanan air sehingga tidak ingin miksi.

2. Pembahasan Hasil Demo Injeksi Anthistamin pada Marmot

Marmot yang tidak diberikan antihistamin saat disemprotkan histamin ke dalam sungkup

kaca, langsung mengalami bronkokonstriksi. Hal ini disebabkan karena histamin yang

disemprotkan tersebut menduduki reseptor- reseptornya yang mengakibatkan salah satunya

adalah bronkokonstriksi paru. Apabila keadaan ini tidak diatasi dengan cepat maka dapat

membahayakan jiwa marmot tersebut. Sehingga perlu penanganan cepat yaitu dengan adrenalin

suntik. Setelah disuntikan adrenalin maka hasilnya, marmot tersebut membaik. Pada marmot

ketiga, yang telah disuntikan antihistamin difendhidramin sebelumnya, mengalami

bronkokonstriksi juga, hal ini mungkin terjadi karena antihistamin yang disuntikan belum

menimbulkan efek karena belum mencapai sistemik. Atau bisa juga dikarenakan histamin yang

11

Page 12: Praktikum Farmako Blok 15

disemprotkan terlalu banyak, sehingga reseptor – reseptor tersebut diambil alih oleh histamin.

Pada marmot keempat yang diberikan CTM, menunjukkan bahwa tidak terjadi bronkokonstriksi,

hal ini berarti antihistamin telah menduduki reseptornya sehingga histamin tidak dapat

memberikan efek.

G. Kesimpulan

1. Saat diberikan histamin yang digoreskan pada kulit, terjadi triple response yaitu red spot,

flare, wheal.

2. Antihistamin oral dapat menghambat kerja histamin, dan terdapat beberapa efek samping

misalnya mengantuk dan bibir kering.

3. Antihistamin dapat memproteksi marmot dari timbulnya bronkokonstriksi.

4. Adrenalin dapat dengan cepat mengatasi bronkokonstriksi yang terjadi pada marmot

sehingga marmot tersebut selamat.

H. Daftar Pustaka

1. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.273-81.

2. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Farmakologi ulasan bergambar. Edisi ke-2. Jakarta:

Widya Medika; 2001:422-8.

3. Hardman JG, Limbird LL, Gilman AG. Goodman & gilman dasar farmakologi dasar. Edisi ke-10. Jakarta: EGC; 2007.

12