praktikum analisis kadar malonaldehid (mda)

23
ANALISIS KADAR MALONALDEHIDA (MDA) Oleh : Golongan P2; Kelompok 1 Nurul Agustina Chandradewi F24090042 Mila Kharisma F24090043 Jian Septian F24090046 Ayu Cahyaning Wulan F24090130 Didiet Rayadi F24061503 Dosen : Ir. Arif Hartoyo, M.Si Asisten Praktikum : Dede Saputra, S.Pi, M.Si Umi Kulsum, S.TP

Upload: jian-septian

Post on 06-Aug-2015

885 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

mengetahui bagaimana cara menganalisis kadar MDA tikus percobaan

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

ANALISIS KADAR MALONALDEHIDA (MDA)

Oleh :

Golongan P2; Kelompok 1

Nurul Agustina Chandradewi F24090042

Mila Kharisma F24090043

Jian Septian F24090046

Ayu Cahyaning Wulan F24090130

Didiet Rayadi F24061503

Dosen : Ir. Arif Hartoyo, M.Si

Asisten Praktikum : Dede Saputra, S.Pi, M.Si

Umi Kulsum, S.TP

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2012

Page 2: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan

menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di

dalam tubuh. Tikus sebagai hewan percobaan adalah jenis mamalia yang

diharapkan dapat merepresentasikan manusia. Sehingga hasil percobaan yang

dilakukan dapat diterapkan pada manusia. Sistem pencernaan yang hampir serupa

ini akan mampu menjelaskan efek dari pemberian ransum dan minum teh hijau

terhadap kadar MDA pada hati.

Menurut Bird dan Draper (1984), malonaldehida (MDA) merupakan

produk hasil peroksidasi lipid dalam tubuh dan sebagai indeks ketengikan

oksidatif dalam makanan. Di dalam material biologi terdapat dalam bentuk bebas

dan sebagai kompleks dengan unsur pokok lainnya didalam jaringan.

Malonaldehida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui

reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebgai produk samping biosintesis

prostaglandin. Senyawa aldehida seperti malonaldehida diketahui bersifat toksik

terhadap sel.

Konsentrasi malonaldehida dalam material biologi digunakan secara luas

sebagai indikator dari kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus

merupakan indikator keberadaan radikal bebas ( Zakaria 2003). Tingginya kadar

MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain tingginya kadar peroksidasi lipid

dimana MDA sebagai produk akhirnya. Selain itu dipengaruhi juga oleh

terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa, dan

biosintesis prostaglandin. Akan tetapi, peroksidasi dari asam lemak tiga atau

banyak ikatan ganda khusus arakhidonik dipercaya sebagai sumber utama.

Analisa malonaldehida merupakan analisa radikal bebas secara tidak

langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah

radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit

dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil. Reaksi ini berlangsung sangat

cepat sehingga pengukuranya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal

bebas (Gutteridge 1995).

Page 3: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

Menurut Contie (1991), MDA dapat melakukan reaksi penambahan

nukleofilik (nukleophilic addition reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA)

membentuk senyawa MDA-TBA. Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat

diukur intensitas fluoresensinya menggunakan spektrofotometer. Inilah yang

merupakan dasar analisa malonaldehida dengan metode TBA.

Siswanoto (2008) menjelaskan bahwa secang dapat menaikkan status

antioksidan dalam tubuh. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang

memiliki sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat

pembentukan radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal

alkoksil, singlet oksigen, hidrogen peroksida. Zakaria et al. (2003)

mengungkapkan bahwa status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti dengan

penurunan kadar MDA.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian

protein ransum dan secang terhadap jumlah malonaldehida pada

tikus percobaan.

Page 4: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

2. METODOLOGI

2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini terdiri dari tabung reaksi,

timbangan, penggerus steril (syringe), sentrifuse, mikropipet, waterbath,

vortex, kuvet, dan spektrofotometer UV-Vis, stopwatch.

2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah hati tikus

berbagai perlakuan ransum, larutan standar TEP (tertraetoksi propane), larutan

PBS (Phosphat Buffer Saline) pH 7,4, larutan HCl 0,25 N.

2.3 Prosedur

a. Pembuatan kurva standar TEP

Larutan yang digunakan dalam pembuatan kurva standar dalam analisa

kadar malonaldehida adalah larutan standar TEP (tetraetoksi propane).

Larutan tersebut diperoleh dari larutan induk yaitu 30 µL/ 50 ml. Larutan

induk tersebut diencerkan hingga 10 kali menjadi 0,06 µL/ml kemudian

dibuat menjadi larutan kerja yang memiliki konsentrasi sebesar 0; 0,0001;

0,0002; 0,0003; 0,0004; 0,0005µL/ml. Larutan kerja tersebut kemudian

ditambahkan dengan 4 ml larutan HCl 0,25 N dingin dan divortex. Campuran

tersebut dipanaskan di dalam waterbath 80oC selama 30 menit dan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm setelah dingin. Hasil

pengukuran absorbansi yang diperoleh kemudian diplotkan menjadi kurva

standar TEP untuk diketahui persamaan regresi liniernya. Persamaan regresi

linier tersebut kemudian digunakan untuk menghitung kadar malonaldehida.

Page 5: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

b. Analisis kadar malonaldehida

Percobaan analisa kadar malonaldehida ini menggunakan organ hati

tikus dari berbagai perlakuan ransum, yaitu ransum standar kasein, ransum

non protein, ransum protein tepung tempe, dan ransum standar dengan

minuman ekstrak secang. Hati yang digunakan dalam analisa ditimbang

sebanyak 1,25 gram kemudian dihancurkan dengan alat penggerus dalam

Larutan induk 0,06 µL/ml x ml Aquades

Pengenceran

Larutan kerja TEP0; 0,0001; 0,0002; 0,0003; 0,0004; 0,0005 µL/ml

4 ml HCl 0,25 N

Vortex

Dipanaskan dalam waterbath 80oC selama 30 menit

Didinginkan

Pengukuran absorbansiΛ = 532 nm

Pembuatan kurva standar TEP

Kurva standar TEP

Gambar 1. Diagram alir pembuatan kurva standar TEP

Page 6: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

kondisi dingin dengan 5 ml larutan PBS. Homogenate hati tersebut

disentrifuse pada 4000 rpm selama 10 menit untuk diambil supernatannya.

Proses pemisahan dengan menggunakan sentrifuse dilakukan sebanyak dua

kali hingga diperoleh supernatant yang jernih.

Bagian supernatan hati diambil sebanyak 1 ml sebagai serum/plasma

darah kemudian dicampur dengan 4 ml larutan HCl 0,25 N dingin dan

divortex. Campuran kemudian dipanaskan di dalam waterbath pada suhu

80oC selama 30 menit. Campuran dikeluarkan dari waterbath dan dinginkan

untuk kemudian disentrifuse kembali pada 3500 rpm selama 10 menit.

Bagian supernatant diambil dan diukur absorbansinya dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gemlombang 532 nm. Hasil pengukuran

absorbansi kemudian dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier

yang didapat dari kurva standar untuk mendapatkan kadar malonaldehida

masing-masing sampel.

Page 7: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

3. DATA HASIL PERCOBAAN

Berikut data hasil perhitungan MDA hati tikus yang diberi perlakuan

ransum non protein, ransum protein tepung tempe, ransum standar kasein, dan

ransum standar dengan tambahan minuman antioksidan ekstrak kayu secang,

beserta contoh perhitungannya.

Tabel 1. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum

standar kasein

Konsentrasi TEP (μL/mL)

Absorbansi

0 0.0130.0001 0.0150.0002 0.0320.0003 0.0310.0004 0.0380.0005 0.082

Gambar 2. Kurva standar TEP perlakuan ransum standar kasein

Page 8: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

Tabel 2. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum non

protein dan tempe

Konsentrasi TEP (μL/mL)

Absorbansi

0 0,0000,0001 0,0200,0002 0,0360,0003 0,0620,0004 0,0720,0005 0,090

Gambar 3. Kurva standar TEP perlakuan ransum non protein dan tempe

Tabel 3. Data kurva standar TEP (Tetraoksi Propana) perlakuan ransum kasein

dan secang

Konsentrasi TEP (μL/mL)

Absorbansi

0 0,0910,0001 0,1100,0002 0,1220,0003 0,1390,0004 0,1450,0005 0,166

Page 9: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

Gambar 4. Kurva standar TEP perlakuan ransum kasein dan secang

Tabel 4. Data kadar MDA

Perlakuan Ulangan AbsorbansiKadar MDA Rata-rata

(μL/mL) (μL/mL)

Kasein

1 0,094 0,00075

0,00058

2 0,082 0,000653 0,053 0,000414 0,062 0,000485 0,089 0,000716 0,059 0,00046

Tempe

1 0,069 0,00038

0,00037

2 0,061 0,000333 0,077 0,000424 0,051 0,000285 0,067 0,000376 0,081 0,00044

Non-protein

1 0,064 0,00035

0,00031

2 0,049 0,000273 0,061 0,000334 0,056 0,000305 0,052 0,000286 0,058 0,00032

Page 10: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

Perlakuan Ulangan AbsorbansiKadar MDA Rata-rata

(μL/mL) (μL/mL)

Kasein + Secang

1 0,151 0,00041

0,00022

2 0,171 0,000553 0,108 0,000104 0,119 0,000185 0,114 0,000156 0,085 -0,00006

Contoh perhitungan untuk menentukan kadar MDA :

Tikus perlakuan ransum protein tempe ulangan 2

Persamaan garis dari kurva standar TEP:

y = 180,5x + 0,001

Kadar MDA

Absorbansi = y = 0,061

y = 180,5x + 0,001

0,061= 180,5x + 0,001

0,061+0,001 = 180,5x

x = = 0,00033μL/mL

Maka kadar MDA = 0,00033μL/mL

Gambar 4. Diagram rata-rata kadar MDA

4. PEMBAHASAN

Page 11: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

Malonaldehida (MDA) merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam

tubuh. Malonaldehida juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas

melalui reaksi ionisasi di dalam tubuh dan sebagai produk samping biosintesis

prostaglandin. Tingginya kadar MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain

tingginya kadar peroksidasi lipid dimana MDA sebagai produk akhirnya.

Tingginya kadar peroksidasi lipid disebabkan oleh stress oksidatif dapat terjadi

pada lipid di hati akibat adanya gangguan keseimbangan antara prooksidan

dengan antioksidan dalam tubuh. Radikal bebas seperti radikal hidroksil (OH.),

radikal superoksida (O.), radikal nitrit oksida (NO.), dan radikal lemak peroksil

(LOO.) merupakan salah satu senyawa prooksidan yang umumnya berperan dalam

reaksi kerusakan tubuh. Sumber terbesar dari spesies radikal bebas adalah reaksi

reduksi oksidasi yan melibatkan O2. Radikal bebas bersifat reaktif. Pada umumnya

radikal bebas bersifat sebagai perantara yang dapat diubah menjadi substansi lain

dengan cepat. Namun, jika bereaksi dengan enzim atau asam lemak tak jenuh

(PUFA) akan menghasilkan lipid peroksida. Reaksi terjadi secara berantai dan

terus-menerus karena akan menghasilkan radikal bebas yang mengakibatkan

peroksidasi lebih lanjut (Nugroho 2007). Kadar malonaldehida juga dipengaruhi

oleh terjadinya dekomposisi asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa,

dan biosintesis prostaglandin.

Analisis malonaldehida merupakan analisis radikal bebas secara tidak

langsung dan merupakan analisis yang memiliki kepekaan cukup tinggi dan

mudah diaplikasikan dalam menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk.

Jumlah radikal bebas yang berlebih mengakibatkan peningkatan proses

peroksidasi lipid sehingga malondialdehid yang dihasilkan juga meningkat. Kadar

MDA yang tinggi dapat merusak sel-sel hati dan mengganggu fungsi kerja hati.

Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena senyawa

radikal sangat tidak stabil dan bersifat elektrofil dan reaksinya pun berlangsung

sangat cepat. Proses peroksidasi lipid yang diperantarai oleh radikal bebas

menghasilkan senyawa malonaldehida (MDA) (Cicerol & Derosa 2005).

Pada percobaan kali ini, tikus yang digunakan dibagi menjadi empat

kelompok yang diberi makan ransum yang berbeda-beda. Kelompok pertama

diberi makan ransum kasein dengan minuman air putih yaitu sebagai standar

Page 12: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

(STD), kelompok kedua diberi ransum berupa tepung tempe yaitu sebagai

perlakuan (SOY), kelompok ketiga diberi ransum tanpa protein (NON), dan

kelompok terakhir diberi makan standar tapi dengan minuman eekstrak kayu

secang (SPL). Pengukuran kadar malonaldehida (MDA) dilakukan pada organ

hati. Organ hati dipilih karena berperan penting dalam proses detoksifikasi

sehingga pengukuran tingkat kerusakan oksidatif pada organ hati menjadi penting

(Khayrani 2008).

Pengukuran kadar MDA tubuh dilakukan dengan metode TBA. Dalam

penentuan kadar MDA ini, digunakan 1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) sebagai

standar. Senyawa ini menghasilkan malonaldehida melalui hidrolisis asam. Pada

suasana asam, TEP terhidrolisis dan menghasilkan hemiasetal dan etanol.

Hemiasetal yang terbentuk kemudian terdekomposisi menjadi etanol dan

malonaldehida. Perlakuan pemanasan bertujuan untuk menghidrolisis peroksida

lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat dibebaskan dan bereaksi dengan

TBA. Prinsip pengukuran MDA adalah 1 reaksi satu molekul MDA dengan dua

molekul asam tiobarbikturat (TBA) membentuk warna merah muda yang diukur

pada spektrofotometer panjang gelombang 523 nm. MDA akan melakukan reaksi

penambahan nukleofilik dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa

MDA-TBA. Semakin pekat warna yang dihasilkan maka konsentrasi MDA juga

semakin tinggi. Dalam metode ini digunakan senyawa 1,1,3,3-tetraetoksipropana

(TEP) dalam pembuatan kurva standar karena TEP dapat dioksidasi dalamsuasana

asam menjadi senyawa aldehid yang dapat bereaksi dengan TBA (Arkhaesi 2008).

Sebelum  pengukuran  kadar  malonaldehida  pada  sampel, 

dilakukan pembuatan  kurva  standar  yang  akan  digunakan  untuk menghitung 

kadar malonaldehida  pada  sampel. Masing-masing kelompok tikus memiliki

kurva standar yang berbeda-beda, namun kelompok tikus SOY dan NON

memiliki kurva standar yang sama, sehingga terdapat tiga kurva standar yang

diperoleh dari percobaan ini. Dari  hasil  pengukuran  diperoleh persamaan  kurva 

standar standar untuk kelompok tikus STD adalah y= 118x + 0,005 dengan

R2= 0,779, kuva standar untuk kelompok SOY dan NON adalah

y= 180.5x + 0.001 dengan R2= 0,991, sedangkan kurva standar untuk kelompok

SPL adalah y = 142x + 0,093 dengan R2= 0,986, dengan y: absorbansi  dan 

x: konsentrasi  MDA  (µl/ml). Sampel berupa hancuran organ hati dalam bufer

Page 13: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

fosfat ditambah TCA 15% yang berfungsi menghancurkan dan mengendapkan

protein. Adanya protein akan mengganggu munculnya warna merah muda dari

kompleks MDA-TBA. Setelah itu, ditambahkan TBA 0,38% dalam HCl 0,25 N.

TBA akan bereaksi dengan MDA, sedangkan HCl berfungsi mengondisikan

reaksi dalam suasana asam. Campuran kemudian dipanaskan dalm water bath

untuk menghidrolisis peroksida lipid sehingga semua MDA yang terikat dapat

dibebaskan dan bereaksi dengan TBA. Campuran kemudian didinginkan sampai

suhu ruang, disentrifuse, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532

nm. Hasil pengukuran absorbansi sampel kemudian dimasukkan ke dalam

persamaan kurva standar dan diperoleh kadar malonaldehida sampel.

Hasil pengukuran menunjukkan kelompok tikus STD yang diberi ransum

kasein dan minuman air putih memiliki MDA paling tinggi yaitu 0,00058 μL/mL,

selanjutnya kelompok tikus SOY yang diberi ransum tepung tempe dan minuman

air putih dengan hasil sebesar 0,00037μL/mL, kemudian kelompok tikus NON

dengan ransum tanpa protein dan minuman air putih sebesar 0,00031 μL/mL dan

yang terakhir adalah kelompok tikus SPL yang diberi ransum kasein dengan

minuman ekstrak kayu secang sebesar 0,00022 μL/mL. Berdasarkan hasil

perhitungan tersebut, kelompok tikus SPL memilki MDA yang paling rendah

dibandingkan dengan kelompok tikus yang lain. Hal ini disebabkan karena

pemberian minuman secang dapat menaikkan status antioksidan dalam tubuh

tikus percobaan. Flavonoid yang terdapat dalam ekstrak kayu secang memiliki

sejumlah kemampuan yaitu dapat meredam atau menghambat pembentukan

radikal bebas hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, radikal alkoksil,

singlet oksigen, hidrogen peroksida (Siswanoto 2008). Menurut Zakaria et al.

(2003) status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti dengan penurunan kadar

MDA.

Pemberian ransum yang berbeda terutama dalam jenis dan jumlah protein

memberikan dampak terhadap kadar MDA pada tikus. Produksi enzim-enzim

termasuk enzim antioksidan sangat dipengaruhi oleh komposisi diet terutama

protein. Jumlah MDA kelompok tikus STD lebih tinggi daripada kelompok tikus

NON. Kasein mengandung karena turunan peptida dari kasein yang memiliki

aktivitas imunomodulator sehingga seharusnya pada kelompok tikus STD terdapat

kadar MDA yang lebih rendah dibandingkan kelompok tikus NON. Hasil

Page 14: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

percobaan yang menunjukkan bahwa kelompok tikus SOY dengan ransum tepung

tempe memilki kadar MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok

tikus NON dengan ransum non protein tidak sesuai dengan hasil penelitian

Urbano et al. (2003) yang menyatakan bahwa fraksi karbohidrat pada kedelai

dapat menurunkan kadar malonaldehida pada hati tikus secara nyata. Hal ini

disebabkan karena kandungan zat– zat yang bersifat antioksidan mampu

menghambat oksidasi lipid. Selain itu, terdapat pula zat-zat yang mempunyai

aktivitas antioksidan dalam fraksi non protein pada kedelai. Kapasitas antioksidan

pada fraksi protein mungkin disebabkan kandungan protein atau asam amino yang

bersifat antioksidan diantaranya yaitu sistein, metionin, histidin, triptophan, lysin,

superoxide dismutase (SOD), katalase, dan glutathione (GSH).

Terdapat beberapa ketidaksesuaian antara teori dengan data hasil

percobaan pengukuran kadar MDA ini, terutama kadar MDA pada kelompok tikus

NON yang seharusnya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus STD dan

SOY. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terikatnya kelompok aldehida

selain malonaldehida di dalam organ hati tikus dengan TBA yang juga

memberikan warna merah muda, sehingga menyebabkan kesalahan positif yang

meningkatkan kadar MDA. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam selama

proses persiapan sampel juga dapat meningkatkan jumlah radikal bebas di dalam

hati yang telah dihancurkan sehingga meningkatkan jumlah peroksida lipid yang

berakibat pada peningkatan kadar MDA.

Page 15: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

5. KESIMPULAN

Kelompok tikus SPL yang mengkonsumsi ransum standar (kasein) dan

secang memilki MDA yang paling rendah dibandingkan dengan kelompok tikus

yang lain. Hal ini disebabkan karena pemberian minuman secang dapat

menaikkan status antioksidan dalam tubuh tikus percobaan. Hasil percobaan

menunjukkan bahwa jumlah MDA kelompok tikus STD lebih tinggi daripada

kelompok tikus NON dan tikus SOY dengan ransum tepung tempe memilki kadar

MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tikus NON dengan

ransum non protein.

Page 16: Praktikum Analisis Kadar Malonaldehid (MDA)

6. DAFTAR PUSTAKA

Arkhaesi N. 2008. Kadar Malondialdehid (MDA) Serum sebagai Indikator Prognosis Keluaran pada Sepsis Neonatorum. Tesis. Semarang : Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Anak, Universitas Diponegoro.

Bird,R.P dan Draper, H.H 1984. Comparative studies on different methods of malonaldehyde determination. Methodes in Enzimology 105: 299-304.

Contie, M. 1991. Improved Fluorometric Determination of Malonaldehyde. Clin. Chem. 7, 1273-1275.

Cicerol, A.F.G. and Derosa, G. 2005. Rice bran and its main components: potential role in the management of coronary risk factors. Hypocholesterolemic effect of diet supplemented with indian bean (Dolichos lablab L. var Lignosus) seeds. J. Nutr & Food Sci Vol. 37 No. 6, pp. 452-456.

Gutterdige, J.M.C.1995. Lipid peroxidation andantioxidant as biomarkers on tissue damage. Clin. Biochem. 41:1819-1828.

Khayrani, A.C. 2008. Pengaruh konsentrat protein kacang komak (Lablab purpureus (L.) Sweet) terhadap kadar glukosa darah, profil lipid, dan peroksidasi lipid tikus diabetes. Skripsi. Bogor: Fateta-IPB.

Nugroho, P. 2007. Pengaruh Fraksi Protein dan Non Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.) sweet) Terhadap Profil dan Peroksidasi Lipid Tikus Percobaan yang Diberi Ransum Tinggi Kolesterol. Bogor: Fateta-IPB.

Siswanoto S. 2008. Hubungan Kadar Malondialdehid Plasma dengan Keluaran Klinis Stroke Iskemik Akut. Tesis. Semarang: Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf, Universitas Diponegoro

Urbano, G., Aranda, P., Gomez-Villalva, E., Frejnagel, S., Porres, J.M., Frias, J., Vidal-valverde, C., and Lopez-Jurado, M. 2003. Nutritional evaluation of pea (pisum sativum L.) protein diets after mild hydrothermal treatment and with and without added phytase. J. Agric Food Chem Vol 51, pp. 2415-2420.

Zakaria, F.R, Nurrahman, Prangdimurti E., Tejasari. 2003. Antioxidant and immunoenhancement activities of ginger (Zingiber officinale Roscoe) extracts and compounds in vitro and in vivo mouse and human system. J. Nutr & Food Sci Vol. 8 No. 1, pp. 96-104.