praktik budaya raju dalam pluralitas dou mbawa … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis....

28
PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA DI BIMA, NUSA TENGGARA BARAT ABDUL WAHID 1090371029 NIM 1090371029 PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 DISERTASI DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERBUKA

Upload: truongnhi

Post on 13-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA DI BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

 

ABDUL WAHID 1090371029

NIM 1090371029

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2016

DISERTASI

DIAJUKAN UNTUK UJIAN

TERBUKA

Page 2: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

ii

PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA DI BIMA, NUSA TENGGARA BARAT

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,

Program Pascasarjana Universitas Udayana  

 

 

 

 

 

ABDUL WAHID 1090371029

NIM 1090371029

PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016

Page 3: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

iii

LEMBAR PENGESAHAN

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 04 DESEMBER 2015

Promotor,

Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. NIP. 19520218 198003 1002

Kopromotor I, Prof. Dr. Aron Meko Mbete NIP. 194707231979031002 Ketua Program Doktor Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP. 194807201978031001

Kopromotor II, Dr. I Gede Mudana, M.Si. NIP. 196412021990111001 Mengetahui: Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP. 195902151985102001

Page 4: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

iv

Disertasi Ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 04 Desember 2015

Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No.: 4036/UN.14.4/HK/2015, Tanggal 30 November 2015

Ketua: Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U

Anggota:

1. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A

2. Prof. Dr. Aron Meko Mbete

3. Dr. I Gede Mudana, M.Si

4. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U

5. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt

6. Dr. Putu Sukardja, M.Si

7. Dr. I Wayan Gde Suacana, M.Si

Page 5: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

v

PERNYATAAN KEASLIAN

Nama : Abdul Wahid

Nomor Induk Mahasiswa : 1090371029

Program Studi : Doktor (S3) Kajian Budaya

Judul Disertasi : Praktik Budaya Raju dalam Pluralitas Dou Mbawa

di Bima, Nusa Tenggara Barat

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini asli, bukan hasil plagiasi.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiasi dalam karya ilmiah ini, maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun

2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 1 Februari 2016

Abdul Wahid

Page 6: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya

disertasi dengan judul “Praktik Budaya Raju dalam Pluralitas Dou Mbawa di

Bima, Nusa Tenggara Barat” ini akhirnya selesai. Meski sempat terhenti dalam

jangka waktu lama (setahun lebih) karena kecelakaan yang menimpa penulis, pada

akhirnya disertasi ini bisa lahir, berkat dorongan, dukungan, dan keterlibatan

banyak pihak. Tanpa kontribusi mereka, mustahil kiranya pekerjaan ini bisa

diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada

Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A selaku Promotor, yang dengan dedikasi keilmuan

dan tanggungjawab moral telah membimbing secara saksama sehingga disertasi

ini layak sebagaimana diharapkan. Hal yang sama disampaikan kepada Prof. Dr.

Aron Meko Mbete selaku Kopromotor I, yang tidak henti memberi dorongan dan

arahan yang begitu berarti dalam mengembalikan kekuatan untuk merampungkan

disertasi ini. Demikian pula kepada Dr. I Gede Mudana, M.Si selaku Kopromotor

II yang telah ikhlas menjadi teman diskusi yang hangat terutama dalam

internalisasi semangat Kajian Budaya, sehingga disertasi ini mendapatkan warna

Cultural Studies.

Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Prof. Dr. A.A.

Bagus Wirawan, S.U dan Dr. Putu Sukardja, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris

Program Studi Doktor Kajian Budaya yang telah menyediakan fasilitas

pendidikan serta kelancaran akademik, juga motivasi dan semangat yang

Page 7: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

vii

memungkinkan kerja penelitian ini berjalan sebagaimana mestinya. Ucapan yang

sama disampaikan kepada Direktur Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr.

dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), Asisten Direktur I, Prof. Dr. Made Budiarsa,

M.A, dan Asisten Direktur II, Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph.D.

Kepemimpinan, fasilitas, dan kesempatan yang mereka berikan kepada penulis

sebagai karyasiswa Program Doktor pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana begitu berarti. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada

Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama mengikuti dan

menyelesaikan Program Doktor di Universitas Udayana.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada para staf akademik Program

Studi S3 Kajian Budaya atas segala dedikasi, kehangatan, dan kekeluargaan

mereka dalam memberi pelayanan administrasi dan informasi selama proses

kuliah sampai proses penulisan disertasi ini. Mereka adalah Putu Sukaryawan, S.T,

Dra. Ni Luh Witari, Ni Wayan Ariyati, S.E, Cok Istri Murniati, S.E, A.A. Ayu

Indrawati, I Nyoman Chandra, Putu Hendrawan, Ketut Budi Arsa, Nyoman

Juliartini, dan Kadek Griya.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada para penguji ujian Tertutup, yakni

Prof. Dr. I Made Suastika, S.U, Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U, Prof. Dr. I

Nyoman Darma Putra, M.Litt, Dr. Putu Sukardja, M.Si, dan Dr. I Wayan Gde

Suacana, M.Si yang telah memberikan sanggahan, informasi, dan saran dengan

teliti dan kritis dalam kelayakan disertasi ini.

Page 8: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

viii

Penulis tidak lupa menyampaikan rasa hormat dan bakti kepada para dosen

yang telah memberi basis keilmuan bagi keterlibatan penulis dalam lapangan

Kajian Budaya. Mereka di antaranya Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A, Prof. Dr.

Aron Meko Mbete, Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A, Prof. Dr. I Gede Widja,

M.A, Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmadja, M.A, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U,

Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa-Putra, M.A, M.Phil, Prof. Dr. Irwan Abdullah, M.A,

Prof. Dr. Ir. Sulistyawati, M.S, Prof. Dr. I Ketut Mertha, S.H, M.H, Prof. Dr.

Emiliana Mariyah, M.S, Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum, Dr. Putu Sukardja, M.Si,

dan Dr. I Gede Mudana, M.Si, serta dosen lain yang telah memberikan

sumbangan pemikiran dan pemahaman yang kritis dan mendalam, khususnya

dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis.

Terima kasih mendalam juga kepada para Indonesianis yang dari mereka

penulis banyak menyerap ilmu, etos dan disiplin akademik, serta kepada siapa

penulis banyak bertukar pikiran untuk mendapatkan penajaman konseptual dan

kerangka pikir mengenai penelitian ini. Mereka adalah Greg Fealy, Sally White,

James Fox, AH Johns, Anthony Reid, dan Virginia Hooker di Autralian National

University, Greg Barton dan Julian Millie di Monash University, serta Tim

Lindsey di Melbourne University.

Atas diskusi-diskusi yang hangat dan mendalam dengan Phillip Winn,

selaku supervisor dalam Program PIES (Partnership in Islamic Education

Sholarship) yang penulis ikuti selama dua semester pada 2014 di ANU, penulis

sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi. Demikian juga dengan

mentoring dari Jeremy Kingsley dan Kay Molhman dalam program Asian

Page 9: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

ix

Graduate Fellowship yang penulis ikuti selama dua bulan lebih pada 2012 di Asia

Research Institute, National University of Singapore. Mereka telah bertindak

sebagai mentor yang memperkaya materi dan cara analisis serta penulisan

akademik dari disertasi ini.

Kepada kawan-kawan seperjuangan dan seangkatan (2010) di Program

Doktor Kajian Budaya, para kolega di IAIN Mataram khususnya di Fakultas

Dakwah, para budayawan di Bima dan Mataram, juga dihaturkan terima kasih atas

kehangatan diskusi-diskusi yang telah dilibati bersama penulis. Mereka juga telah

memberikan semangat dan dukungan dalam upaya penyelesaian disertasi ini.

Kepada sahabat Abdul Alim, Arif Tarigan, Lingua Usop, dan Salman Faris saya

sampaikan penghargaan yang tinggi atas keikhlasan membantu proses pengurusan

ujian demi ujian dan hadir ketika penulis in abcentia.

Ucapan terima kasih yang sangat mendalam juga disampaikan kepada para

narasumber dan informan, baik yang ada di Mbawa maupun yang ada wilayah

Bima lainnya. Kepada para informan dan narasumber lepas yang tidak dapat

disebut satu persatu, juga disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Akhirnya, kepada keluarga penulis yang begitu mencintai dengan segala doa

dan dukungan yang tak dapat dinilai dengan apa pun. Khususnya kepada Atun

Wardatun, istri sekaligus teman diskusi dan pembaca utama disertasi ini, yang

dengan penuh ketekunan telah mencurahkan dukungan di tengah kesibukannya

sendiri menyelesaikan disertasi di Western Sydney University. Demikian juga

kepada ketiga putra terkasih (Aqara Waraqain, Ara Wali, dan Aribal Waqy) yang

begitu pengertian terhadap berbagai kegiatan akademik yang dilakukan oleh ayah-

Page 10: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

x

ibunya sehingga seringkali mengambil waktu mereka. Doa tak bertepi dari ibunda

Hj. Siti Maryam yang sangat terasa kehadirannya di tengah suka-duka selama

studi ini. Dukungan juga datang dari seluruh saudara penulis yang telah tulus

mengisi hal-hal yang menjadi tanggungjawab sosial penulis yang tidak bisa

ditunaikan selama proses perkuliahan. Doa dari bapak mertua H.M. Saleh Ishaka

dan dukungan dari semua saudara ipar yang begitu signifikan dalam menopang

kelanjutan penulisan ini. Doa dan dukungan mereka adalah kekuatan tiada tara,

lebih-lebih saat penulis menjalani masa-masa sulit akibat kecelakaan yang hampir

membuat penulis berhenti dari penyelesaian disertasi ini.

Hanya doa terbaik dan tulus yang bisa penulis sampaikan untuk membalas

semua sumbangsih dan kebaikan yang telah diberikan oleh berbagai pihak

tersebut. Mudah-mudahan bernilai ibadah dan mendapat pahala dari Tuhan Yang

Maha Esa.

Denpasar, 1 Februari 2016

Abdul Wahid

Page 11: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xi

ABSTRAK

Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim Orde Baru (1966-1998),

yang mengharuskan penduduk memeluk salah satu dari agama resmi, telah menciptakan ketegangan bagi kepercayaan lokal, Parafu, di kalangan Dou Mbawa di Bima, Nusa Tenggara Barat. Kehadiran Islam dan Kristen sebagai agama baru dan resmi menjadikan mereka sebagai masyarakat yang pluralistik yang bisa memicu budaya kompetisi dan konflik. Karena Islam, Kristen, dan Parafu memiliki ideologi dan identitas, maka perebutan hegemoni di antara mereka tidak bisa dihindarkan. Konteks ini menghasilkan kegelisahan sekaligus kearifan komunal yang berujung pada reproduksi praktik budaya Raju, yaitu doa bersama yang dihelat tahunan dan melibatkan ketiga komunitas agama.

Praktik budaya Raju sebagai bentuk kearifan lokal Dou Mbawa untuk merawat harmoni, sayangnya, dipandang sebagai bentuk sinkretisme agama oleh masyarakat Muslim Bima mayoritas. Dou Mbawa, tak ayal, dianggap membahayakan kemurnian ajaran agama semitik. Praktik budaya Raju akhirnya menjadi medan budaya bagi pertarungan dan relasi kuasa.

Subyek penelitian ini adalah praktik budaya Raju dalam fungsinya sebagai wahana merespons hegemoni dari luar dan perangkat komunikasi internal Dou Mbawa. Pertanyaan penelitian adalah: (1) Apa basis sosial dan modal yang memicu reproduksi praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa; (2) Bagaimana respons terhadap hegemoni berlangsung pada praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa; (3) Bagaimana makna tindakan komunikasi pada praktik budaya Raju dalam pluralitas Dou Mbawa.

Permasalahan ditelusuri dan dijawab menggunakan pendekatan kualitatif dengan corak etnografi kritis (critical ethnography). Sebagai penelitian kajian budaya yang berbasis teori kritis, penelitian ini bertolak dari argumentasi bahwa ritual adalah tindakan politik yang mencerminkan gagasan ideologi bagi pendukungnya, dan menggambarkan relasi dan struktur sosial. Penelitian ini, karenanya, membingkai praktik budaya Raju dengan teori-teori relevan yang digunakan secara eklektik, yaitu praktik Bourdieu, teori hegemoni Gramsci, dan teori tindakan komunikatif Habermas.

Berdasarkan studi lapangan di Mbawa dalam rentang waktu 2011-2014 penelitian ini menghasilkan temuan: Pertama, praktik budaya Raju muncul dari tantangan pluralitas dan dibentuk oleh habitus Mori Sama, yaitu pandangan dunia komunal yang disatukan oleh kesamaan asal usul dan kepercayaan Kedua, transformasi praktik budaya Raju mencerminkan operasi hegemoni pada wilayah pengetahuan dan otoritas moral, menghasilkan penerimaan, kontra-hegemoni, dan varian quasi-hegemoni. Ketiga, tindakan komunikatif dalam praktik budaya Raju berupa wacana dan doa menghasilkan penguatan identitas, konsolidasi internal, dan doktrin kehidupan bersama bagi harmoni sosial. Kata Kunci: Pluralitas, hegemoni, kontra-hegemoni, transformasi, dialog.

Page 12: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xii

ABSTRACT

The rearrangement of religious life in the New Order regime (1966-1998), which requires Indonesian to embrace one of the official religions, has created tensions for local belief, Parafu, among Mbawa community (Dou Mbawa) in Bima, West Nusa Tenggara. The presence of Islam and Christianity as new and official religions changes Dou Mbawa into a pluralistic society and has triggered cultural competition and conflict. As Islam, Christianity, and Parafu have their own ideology and identity, the struggle for hegemony between them is inevitable. It is with this background, the communal anxiety and wisdom emerged which led to the reproduction of cultural practice of Raju, an annual public prayer, involving all three religious groups. The cultural practice of Raju as a form of local wisdom for social harmony, unfortunately, is seen as a religious syncretism by majority of Bimanese Muslims. As consequence, Dou Mbawa and their cultural practice of Raju are considered harmful to the purity of semitic religion. The cultural practice of Raju eventually became the field for battles and power relations.

The subjects of this study is the cultural practice of Raju in its function as a vehicle for responding to the hegemony from outsider and a device for internal communication among Dou Mbawa. The research questions focused on: (1) What is the social and capital bases which trigger the reproduction the cultural practice of Raju in a pluralistic Dou Mbawa; (2) How is the response to the hegemony took place in the cultural practice of Raju among Dou Mbawa; (3) How is a communicative action embedded and meant in the cultural practice of Raju for the plurality of Dou Mbawa.

The aforementioned questions are explored and answered by using qualitative approach in the form of critical ethnography. As a cultural studies based on critical theory, this research argues that a ritual is a political act that reflects the notion of ideology for the supporters, and describe the relationships and social structures. This study, therefore, framed the cultural practice of Raju with relevant theories such as the Bourdieu’s theory of practice, the Gramsci’s theory of hegemony, and the Habermas’s theory of communicative action.

Based on fieldwork in Mbawa during 2011-2014, this study uncovers three important topics: First, the cultural practice of Raju emerged from the challenges of social and religious plurality faced by Dou Mbawa and shaped by habitus Mori Sama (living together), a world view of Dou Mbawa united by their common origin and belief. Second, the transformation of cultural practice of Raju reflects the operation of hegemony in the realm of knowledge and moral authority, generates acceptance and accomodation, counter-hegemony, and practice of quasi-hegemony. Third, the communicative action embedded in the discourse, text, and cultural practice of Raju has strengthened identity, internal consolidation, and the doctrine of living together for social harmony for Dou Mbawa. Keywords: Plurality, hegemony, contra-hegemony, transformation, dialogue

Page 13: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xiii

RINGKASAN

Fokus kajian ini adalah dinamika sosial masyarakat pluralistik yang hidup

dalam kontestasi Islam dan Kristen di Mbawa, daerah pegunungan Bima, Nusa

Tenggara Barat. Masyarakatnya dikenal dengan nama Dou Mbawa (orang

Mbawa) dan menganut kepercayaan lokal bernama Parafu. Kehidupan mereka

yang penuh dinamika telah berlangsung sejak era modernisasi Indonesia, terutama

masa Orde Baru (1996-1998) yang membawa perubahan dalam struktur

kebudayaannya terutama dengan ‘memaksakan’ agama baru dan resmi (diakui

pemerintah). Menariknya, kepercayaan Parafu tidak benar-benar mati, bahkan

menunjukkan geliat revitalisasi sebagai identitas, kendati sejak masa tersebut,

sebagian Dou Mbawa beralih menjadi penganut Islam atau Kristen. Fakta tersebut

menjadikan Dou Mbawa berada pada ambiguitas dan dilema budaya. Kehidupan

‘peasantry’ Mbawa berubah menjadi hiruk-pikuk kultural. Konflik keagamaan

dengan kekerasan pecah di tahun 1969, 1972, dan 2000. Hingga saat ini, Mbawa

menjadi medan bagi pertarungan kebudayaan antar-insider, antara insider dan

outsider, juga antar-outsider.

Sebagai masyarakat dengan basis tradisi, Dou Mbawa menemukan jalan

keluar alamiah bagi kesunyatan hidup sosial dalam situasi dan konteks

pertarungan kebudayaan tersebut. Hal ini terlihat pada praktik budaya Raju, ritual

doa musim tanam yang melibatkan komunitas Muslim dan Kristen yang berakar

pada pandangan dunia Parafu. Praktik budaya Raju terbentuk dan bersumber dari

moralitas komunalisme serta terejawantah dalam praktik sosial-budaya, yang lalu

diwarisi dan ditransformasikan secara terus-menerus. Praktik ini menjadi locus

hegemoni dan kontestasi dari pelbagai segmentasi masyarakat.

Kajian ini menyingkap makna praktik budaya Raju bagi Dou Mbawa, aspek

yang mengitarinya dalam konteks masyarakat yang plural dan multikultural dan

relasi kuasa yang ada di dalamnya. Praktik budaya Raju sebagai akumulasi

pengetahuan adalah pintu masuk dalam menjelajahi relasi dan pertarungan dari

entitas budaya (yang bermetamorfosa menjadi agama lokal) versus agama

Page 14: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xiv

(universal), di mana yang satu terpinggirkan sementara yang lain dominan. Kajian

ini memperbincangkan praktik budaya Raju yang dimaknai secara kreatif

berdasarkan konteks sosio-historis Dou Mbawa. Secara khusus, permasalahan

mencakup bagaimana praktik budaya Raju lestari di tengah pengikisan tradisi

kecil oleh tradisi besar, dalam hal ini dakwah agama-agama langit, dan bagaimana

praktik itu bekerja sebagai wahana yang dapat menjamin kerekatan sosial. Kajian

ini pada gilirannya memberi sumbangan pemahaman tentang perubahan sosial-

keagamaan seiring dengan pergeseran makna dan bentuk praktik budaya dari

waktu ke waktu, dan memperkaya khazanah praktik bina damai dalam masyarakat

Indonesia yang majemuk.

Kajian ini menggunakan perspektif teori kritis secara eklektik untuk

menyingkap tindakan politik di balik ritual serta mengurai faktor-faktor dan aktor-

aktor dalam selubung hegemoni pada praktik budaya Raju. Data diperoleh dari

fieldwork dalam rentang tahun 2011-2014 yang melibatkan pengamatan,

wawancara, dan dokumentasi. Dengan cara ini dihimpun tiga jenis teks, yaitu

“teks” sosial, “teks” fisik, dan teks (tanpa tanda petik) doa Kasaro yang

dilantunkan dalam puncak praktik budaya Raju. Kajian ini dipandu oleh cara kerja

analisis wacana dalam menemukan ‘kode referensial’ yang dapat menuntun

kepada makna kultural di balik suatu praktik.

Berdasarkan rangkaian fieldwork penulis mengajukan dua argumentasi.

Pertama, praktik budaya Raju adalah akumulasi pengetahuan dan representasi

struktur dan relasi sosial dalam Dou Mbawa, karenanya mengandung dimensi

kultural yakni visi sosial dan kepentingan. Kedua, praktik budaya Raju telah

menjelma menjadi strategi komunikasi, manajemen konflik, dan cara mengatasi

hegemoni. Argumentasi ini bertolak dari peta sosial-keagamaan Dou Mbawa yang

penuh dinamika. Masyarakat yang mendiami kampung di pegunungan sebelah

barat Kota Bima ini telah menjadi locus kontestasi budaya, sejak masuknya orang

luar khususnya melalui praktik penyebaran agama Islam dan Kristen. Kedua

kekuatan agama ini masuk melalui celah citra diri dan konstruksi identitas Dou

Mbawa yang berbeda secara lokalitas, agama, dan etnisitas karena mereka hidup

di pegunungan, menganut kepercayaan Parafu, dan berwarna lain. Mereka

Page 15: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xv

dikatakan terbelakang, ‘kafir’ atau ‘musyrik’, dan sebagai “orang lain” (the

others) dalam hubungan sosial. Atas dasar itu, intervensi diperkenalkan kepada

Dou Mbawa oleh negara dengan ideologi pembangunan berbagai bidang dan oleh

kelompok keagamaan universal Islam dan Kristen.

Jika pemerintah (negara) melakukan intervensi dengan cara dan modus

pembangunan fisik dan spiritual, maka masyarakat sipil dari kalangan Islam dan

Kristen memperkuatnya, terutama dari segi keagamaan melalui praktik dakwah

dan zending. Awalnya, usaha kalangan Kristen lebih mendapatkan tempat,

meskipun periode Kristenisasi berlangsung belakangan dari Islamisasi yang sudah

berlangsung sejak masa kesultanan. Akibatnya, Dou Mbawa lebih dikenal sebagai

masyarakat Kristen dibanding predikat lamanya sebagai penganut Parafu. Lebih

dari itu, Mbawa dikenal sebagai satu-satunya basis Kristen(isasi) di wilayah Bima

yang mayoritas Islam. Belakangan, Islamisasi masuk kembali (reislamisasi) secara

lebih gencar untuk menebus dakwah masa silam yang lamban dan ‘kekalahan’

atas Kristenisasi. Ini membentuk konfigurasi Dou Mbawa yang penuh pergulatan

dan menjadi locus hidup dan pertarungan berbagai budaya, ideologi, dan

kepentingan.

Hegemoni berupa kepemimpinan moral dan intelektual berlangsung dalam

Dou Mbawa melalui moralitas baru berbentuk ajaran agama universal

menggantikan moralitas berbasis Parafu. Gaya Dou Mbawa merespons moralitas

baru itu mengandung suatu ‘seni menolak diam-diam’ dan ‘seni adaptasi’. ‘Teks’

atau pernyataan diam-diam yang mengisyaratkan hidden transcript (seni melawan

dominasi) antara lain pembongkaran ‘Pohon Wangi’ (penanda lokasi Muslim)

untuk dibangun gereja sementara masjid dibangun di bawah naungan ‘Pohon Bau’

(lokasi non-Muslim). Penyatuan kuburan Muslim dan Kristen tanpa sekat dapat

dibaca sebagai penolakan terhadap pemilahan spasial Dou Mbawa berdasarkan

sekat keagamaan. Masih banyak praktik lain yang mengindikasikan gagasan

penolakan.

Sementara itu, seni menerima dapat dibaca secara semiotis dari beberapa

penampakan lingkungan fisik Uma Ncuhi, rumah adat representasi budaya dan

identitas lokal Dou Mbawa. Masuknya sarangge (teras) yang merupakan unsur

Page 16: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xvi

lain dan baru ke dalam struktur Uma Ncuhi menandai masuknya elemen

modernitas dalam tradisi Mbawa. Demikian juga dengan tegaknya rumah ala

Bima kota persis di samping Uma Ncuhi dan banyaknya perangkat ibadah Kristen

di dalamnya. Dalam praktik budaya Raju sendiri terdapat pertunjukan tari Kalero

yang gerakannya ditengarai mengadopsi posisi dan gerakan sholat kaum Muslim.

Praktik Dewa, pengobatan dengan mantra, juga menyerupai tradisi i’tikaf kaum

Muslim, yakni berdiam diri sambil berzikir (melafalkan potongan kalimat atau

kata dari al-Qur’an) sampai keadaan tertentu. Paling kentara dari semua itu adalah

struktur doa Kasaro pada puncak praktik budaya Raju, di mana mantra-mantra

adat berpadu dengan ungkapan-ungkapan dari tradisi Islam dan Kristen.

Dari paparan di atas dapat dikatakan Dou Mbawa memiliki strategi kultural

dalam merespons tantangan dari luar, yang beroperasi di celah dua tebing

resistensi dan akomodasi. Dalam kelenturan budaya, mereka dayagunakan praktik

Raju sebagai pengelola kepentingan melawan hegemoni dan menyetujuinya. Pada

gilirannya, praktik budaya Raju melampaui fungsi dasarnya sebagai ekspresi

natural keagamaan untuk memasuki fase kultural sebagai ruang publik dan

komunikasi. Dalam fungsinya yang terakhir, praktik budaya Raju menjadi tempat

bertemu berbagai elemen masyarakat untuk kembali menyatu setelah

terperangkap dalam ruang-ruang privat keagamaan. Mereka menggelar ruang

diskursif, berupa ‘Paresa Rawi Rasa’ tempat dan saat dan memecahkan persoalan

sosial tanpa hierarki. Itulah ruang publik ala Mbawa, tempat bertemunya ide,

aspirasi, dan komitmen komunal untuk suatu kondisi masyarakat komunikatif

sebagaimana diandaikan oleh Habermas.

Doa-mantra Kasaro yang dipanjatkan pada puncak pertemuan itu lebih dari

sekedar teks agama atau bahasa ritual. Kasaro adalah ‘perangkat’ tindakan

komunikasi yang berbicara kepada Tuhan, kepada nenek-moyang, nasehat dan

peringatan bagi komunitas, dan ‘speak out’ bagi orang luar. Dalam pembacaan

Kasaro terdapat aspek hierarki pengetahuan yang menggambarkan relasi kuasa

dan distribusi kekuasaan. Terdapat identifikasi diri dalam bait-bait Kasaro yang

menunjukkan identitas, konsolidasi kekuatan internal, dan ‘sinyal’ bagi orang luar

Page 17: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xvii

yang menunjukkan politik. Dengan demikian teks Kasaro adalah perangkat

komunikasi politik ala Mbawa, adalah tindakan komunikasi

Diskursus dalam praktik budaya Raju juga menghasilkan pengetahuan

ontologis sebagai basis doktrin hubungan antaragama. Pengetahuan ontologis itu

tercetus dari praktik Paresa Tua, yaitu perbincangan filosofis di kalangan tetua

mengenai hakekat Tuhan, penciptaan manusia serta ibadah agama-agama, bahkan

mengenai asal-usul agama dan sejarahnya. Doktrin inilah yang menjadi akar dari

keselarasan hubungan sosial yang melahirkan moralitas dan norma kehidupan

sosial bagi Dou Mbawa.

Doktrin ini kait-mengkait dengan tindakan ‘menolak’ dan ‘menerima’ ala

Mbawa sebagaimana disinggung terdahulu. Hal ini menciptakan akumulasi

kearifan komunal yang elemen-elemennya diturunkan menjadi perangkat bina

damai atau mekanisme pencegahan konflik di kalangan Dou Mbawa secara

internal. Kepada kalangan eksternal, kearifan ini melahirkan gaya hubungan sosial

dengan orang luar yang menekankan kesamaan posisi, betapa pun secara

minoritasnya sebuah kelompok.

Dari perbincangan singkat dan pembacaan teks-teks di atas dapat ditangkap

suatu konotasi berupa adanya relasi hegemonik dalam selubung kebudayaan Dou

Mbawa. Dalam relasi penuh dominasi itu praktik budaya Raju menunjukkan

kelenturannya untuk berperan sebagai pemelihara identitas lokal dari gerusan

budaya dominan. Dalam proses adaptasi kultural, unsur-unsur keislaman dan

kekristenan masuk membentuk konfigurasi unik dari praktik budaya Raju

sehingga penuh warna dan dinamis. Dengan karakter seperti itu praktik budaya

Raju dalam salah satu sisi akhirnya menjadi praktik manajemen konflik. Posisi

kultural yang signifikan bagi pluralitas Dou Mbawa itu dapat diidentifikasi dari

tergelarnya ruang diskursif di dalamnya serta potensinya sebagai wahana

komunikasi.

Dari simpulan di atas, penelitian ini memberi rekomendasi reflektif dalam

dua hal. Pertama, intervensi negara dan legitimasi agama resmi di dalamnya tidak

harus menggerus tradisi dan identitas lokal, justru harus berorientasi kepada

penguatan budaya lokal, karena dengan itu oposisi kebudayaan tidak akan

Page 18: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xviii

menghasilkan keretakan. Kedua, manajemen konflik tidak serta-merta bersifat

struktural karena pengetahuan dan kearifan tidak saja milik negara dengan

birokrasi pemerintahannya. Sebuah masyarakat juga memiliki pengetahuan

sehingga mereka bisa meretas mekanisme kulturalnya sendiri dalam mengatasi

masalah internal mereka.

Page 19: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xix

GLOSARIUM

bid’ah : Praktik ‘mengada-ngada’ yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah. da’i : Penganjur agama Islam. dakwah : Praktik penganjuran kepada agama Islam. dana : Tanah. dewa : Praktik pengobatan; tabib. dholim : Kesesatan. doro : Gunung. dou : Orang. frater : Calon Pendeta. i’tikaf : Praktik berdiam diri di masjid sambil merenung. hisab : Praktik menghitung bulan untuk menentukan hari ritual. istisqa : Sholat minta hujan. kalero : Nama tarian. kasaro : Doa membaca mantra. katekis : Guru agama Kristen. kenduri : Doa mohon keselamatan. lebe : Imam masjid yang memimpin ritual sholat. madrasah : Sekolah agama Islam. masjid : Tempat ibadah umat Islam. mbojo : Nama lokal bagi Bima. mpisi : Nama tarian. muballigh : Menyampai ajaran agama Islam. muallaf : Orang yang baru masuk agama Islam. musholla : Tempat ibadah umat Islam dengan kapasitas kecil bawah masjid. muslim : Pemeluk Islam laki-laki. muslimah : Pemeluk Islam perempuan. naka : Nama era sebelum era Ncuhi; nama kepala suku. ncuhi : Nama era sebelum kerajaan Bima; nama kepala suku. parafu : Nama kepercayaan lokal. paresa : Diskusi, membahas sesuatu. pastor : Pemimpin gereja Kristen (Protestan). pendeta : Pemimpin gereja Kristen (Katolik). pesantren : Lembaga tradisional pendidikan Islam. qamariah : Perhitungan bulan berdasarkan peredaran bulan. qunut : Doa khusus dalam sholat Shubuh. rafu : Keturunan. rasa : Kampung. rawi : Praktik budaya. ru’yat : Praktik melihat bulan untuk menentukan hari ritual. sando : Dukun. sangaji : Panggilan raja Bima. sarangge : Emperan rumah, balai bambu.

Page 20: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xx

sholawat : Ucapan doa untuk Nabi Muhammad. sholeh : Baik atau bijaksana. so : Padang sabana. sori : Sungai. syahadat : Pengakuan keesaan Allah dan kerasulan Muhammad. syirik : Praktik menyembah selain Allah. tahayyul : Kepercayaan yang bersifat supranatural. tarekat : Praktik ibadah Muslim yang mengenyampingkan dunia. tasawuf : Aspek agama Islam yang menekankan kesucian jiwa. tauhid : Keyakinan pada ke-esa-an Tuhan. tawashul : Praktik berdoa melalui perantara. ulama : Pemimpin atau elit agama Islam. uma : Rumah. ustadz : Guru agama Islam. wura : Bulan. zikir : Praktik berdoa dengan menyebut nama-nama Allah.

Page 21: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxi

DAFTAR SINGKATAN Alm. : Almarhum (anumerta) API : Angkatan Pemuda Islam DDII : Dewan Dakwah Islam Indonesia DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FGD : Focused Group Duscussion GPII : Gerakan Pemuda Islam Indonesia G30S : Gerakan 30 September H. : Haji Hj. : Hajjah IAIN : Institut Agama Islam Negeri Kemenag : Kementerian Agama KH : Kiai Haji KUA : Kantor Urusan Agama LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat MA : Madrasah Aliyah MI : Madrasah Ibtidaiyah MTs : Madrasah Tsanawiyah MTQ : Musabaqah Tilawatil Qur’an MUI : Majelis Ulama Indonesia NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia NTB : Nusa Tenggara Barat NU : Nahdlatul Ulama NW : Nahdlatul Wathan Ormas : Organisasi Kemasyarakatan Pemda : Pemerintah Daerah Pemilu : Pemilihan Umum Persis : Persatuan Islam PIB : Perhimpunan Islam Bima PTKI : Perguruan Tinggi Keagamaan Islam RI : Republik Indonesia RT : Rukun Tetangga SD : Sekolah Dasar SAW : Sallallahu Alaihi Wasallam (ungkapan doa setelah nama Nabi) Sekber Golkar : Sekretariat Bersama Golongan Karya SMA : Sekolah Menengah Atas SMP : Sekolah Menengah Pertama SWT : Subhanahu Wa Ta’ala TGH : Tuan Guru Haji TPA/TPQ : Taman Pendidikan al-Qur’an

Page 22: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .......................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................. xi

ABSTRACT ........................................................................................................... xii

RINGKASAN ...................................................................................................... xiii

GLOSARIUM ...................................................................................................... xix

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xxi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... xxii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xxvii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxviii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 17

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 18

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................................. 18

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 19

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 19

1.4.1 Manfaat Teoretis .............................................................................. 19

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................ 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN .............................................................................. 21

2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................. 21

2.2 Konsep ......................................................................................................... 37

Page 23: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxiii

2.2.1 Praktik Budaya Raju ........................................................................ 37

2.2.2 Pluralitas .......................................................................................... 40

2.2.3 Dou Mbawa ..................................................................................... 42

2.3 Landasan Teori ............................................................................................ 43

2.3.1 Teori Praktik Bourdieu .................................................................... 44

2.3.2 Teori Hegemoni Gramsci ................................................................. 51

2.3.3 Teori Tindakan Komunikatif Habermas .......................................... 59

2.4 Model Penelitian ......................................................................................... 69

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 73

3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 73

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 76

3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 78

3.4 Penentuan Informan .................................................................................... 79

3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................... 80

3.6 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 80

3.6.1 Observasi ......................................................................................... 81

3.6.2 Wawancara ...................................................................................... 81

3.6.3 Dokumentasi dan Kepustakaan ....................................................... 82

3.6.4 Diskusi Kelompok ........................................................................... 83

3.7 Teknik Analisis Data ................................................................................... 84

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian .............................................................. 85

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN:

SILANG BUDAYA BIMA - MBAWA ............................................................... 86

4.1 Bima: Dana, Dou, dan Rawi Mbojo ............................................................ 86

4.1.1 Dana Mbojo: Pertemuan Tradisi-tradisi ........................................... 87

4.1.2 Dou Mbojo: Outsider ........................................................................ 95

4.1.3 Rawi Mbojo: Supremasi Budaya Islam ......................................... 104

4.2 Persilangan Kebudayaan antara Bima dan Mbawa ................................... 112

4.2.1 Dou Donggo di Persimpangan ...................................................... 112

Page 24: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxiv

4.2.2 Kontestasi Bima-Sila: Perebutan Pusat dan Dominasi .................. 117

4.2.3 Hegemoni Bima dan Sila atas Donggo (juga Mbawa) .................. 122

4.3 Mbawa: Lokalitas, Etnisitas, dan Religiusitas .......................................... 125

4.3.1 Mbawa: Tanah dan Kampungnya .................................................. 126

4.3.1.1 Mbawa Ese: Pusat Kosmos ............................................. 131

4.3.1.2 Mbawa Awa: Pintu Terbuka ............................................ 138

4.3.2 Dou Mbawa: Asal-usul dan Kosmologi ........................................ 146

4.3.3 Budaya dan Identitas ..................................................................... 152

4.3.4 Religiusitas: Dari Parafu ke Pluralisme Agama ........................... 156

BAB V HABITUS DAN MODAL DALAM RANAH

PRAKTIK BUDAYA DOU MBAWA .............................................................. 161

5.1 Pluralitas Agama dan Identitas .................................................................. 161

5.1.1 Keparafuan: Ideologi dan Elite ...................................................... 165

5.1.1.1 Ideologi: Konservatisme Budaya .................................... 168

5.1.1.2 Elite: Otoritas Ncuhi dan Distribusi Kekuasaan .............. 172

5.1.2 Kekristenan: Ideologi dan Elite ..................................................... 180

5.1.2.1 Ideologi: Pemberdayaan dan Inkulturasi ......................... 183

5.1.2.2 Elite: Otoritas Lokal dan Pastur dari Timur .................... 187

5.1.3 Keislaman: Ideologi dan Elite ....................................................... 189

5.1.3.1 Ideologi: Penyeragaman dan Puritanisme ....................... 191

5.1.3.2 Elite: Pengasuh Masjid dan Pekerja Agama ................... 199

5.2 Dinamika dan Siasat di Tengah Kompetisi ............................................... 202

5.2.1 Dou Mbawa dan Serangan Budaya ............................................... 203

5.2.2 Jejak Konflik dan Ketakutan ......................................................... 209

5.2.3 Nama sebagai Siasat Budaya ......................................................... 212

5.3 Habitus, Modal, dan Ranah dalam Pluralitas ............................................. 218

5.3.1 Budaya Kontestasi sebagai Habitus ............................................... 220

5.3.2 Mori Sama sebagai Modal Kultural ............................................... 225

5.3.3 Ranah dalam Praktik Budaya ......................................................... 229

5.3.4 Operasi Habitus dan Modal dalam Ranah ....................................... 232

Page 25: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxv

BAB VI PRAKTIK BUDAYA RAJU SEBAGAI RANAH

HEGEMONI, KONTRA-HEGEMONI, DAN AKOMODASI .......................... 239

6.1 Konteks, Orientasi, dan Prosesi Praktik Budaya Raju .............................. 239

6.1.1 Konteks Praktik Budaya Raju ....................................................... 239

6.1.2 Orientasi Praktik Budaya Raju ....................................................... 247

6.1.3 Prosesi Praktik Budaya Raju ......................................................... 249

6.2 Hegemoni dalam Praktik Budaya Raju ..................................................... 259

6.2.1 Uma Ncuhi dan Simbolisasi Hegemoni Budaya ............................ 259

6.2.2 Representasi Struktur Dominasi dan Relasi Kuasa ....................... 267

6.2.3 Masjid dan Madrasah: Penetrasi dan Penolakannya ..................... 276

6.3 Respons terhadap Hegemoni dalam Praktik Budaya Raju ........................ 282

6.3.1 Varian Praktik Budaya Raju di Tolonggeru: Hegemoni Internal .. 283

6.3.2 Munculnya Otoritas dan Praktik Lain ........................................... 290

6.3.3 Membangun Mekanisme Akomodasi ............................................. 295

6.3.4 Kalero dan Dewa: Wahana Akomodasi Budaya ........................... 297

6.3.5 Kontra-hegemoni dalam Akomodasi ............................................. 300

6.4 Makna Lain Hegemoni dalam Praktik Budaya Raju ................................. 311

BAB VII PRAKTIK BUDAYA RAJU SEBAGAI

TINDAKAN KOMUNIKATIF .......................................................................... 319

7.1 Uma Ncuhi sebagai Wadah Komunikasi ................................................... 319

7.2 Wacana dan Tindakan Komunikatif ........................................................... 325

7.2.1 Paresa Rawi Rasa sebagai Ruang Diskursif ................................. 326

7.2.2 Kasaro sebagai Bahasa Sosial-Politik ........................................... 331

7.2.3.1 Konsolidasi Internal Dou Mbawa .................................... 335

7.2.3.2 Imajinasi Sosial Masyarakat Plural ................................. 339

7.2.3 Paresa Tua: Basis Doktrin Pluralisme Mbawa .............................. 343

7.3 Praktik Budaya Raju sebagai Pintu Dialog ................................................ 347

7.4 Konsensus: Hasil Tindakan Komunikatif di Ruang Publik ....................... 350

7.5 Makna Transformasi dalam Praktik Budaya Raju .................................... 357

Page 26: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxvi

BAB VIII PENUTUP ........................................................................................ 360

8.1 Simpulan .. .................................................................................................. 361

8.2 Temuan Baru ............................................................................................. 364

8.3 Saran ........................................................................................................... 367

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 369

LAMPIRAN ....................................................................................................... 377

Page 27: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1: Data pemeluk agama di Kabupaten Bima .......................................... 111

Tabel 4.2: Komposisi penganut Islam dan Kristen di Mbawa ............................ 159

Tabel 6.1: Perbandingan jumlah tempat ibadah ................................................... 279

Page 28: PRAKTIK BUDAYA RAJU DALAM PLURALITAS DOU MBAWA … · dalam aspek teori-teori kebudayaan kritis. ... Penataan ulang kehidupan keagamaan dalam rezim ... komunal yang disatukan oleh

 

 

xxviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1: Model penelitian ............................................................................... 70

Gambar 4.1: Peta wilayah Bima ............................................................................ 88

Gambar 4.2: Mbawa dalam peta .......................................................................... 127

Gambar 4.3: Denah lokasi Mbawa ...................................................................... 128

Gambar 5.1: Sila dilihat dari Mbawa dan sebaliknya .......................................... 205

Gambar 5.2: Fashion di masjid dan fashion di gereja .......................................... 223

Gambar 6.1: Doa Kasaro di Uma Ncuhi (serambi) ............................................. 256

Gambar 6.2: Doa Kasaro di Uma Ncuhi (lantai atas) .......................................... 258

Gambar 6.3: Uma Ncuhi dan dunia representasi ................................................. 261

Gambar 6.4: Kuburan bersam Muslim-Kristen ................................................... 303

Gambar 6.5: ‘Pohon Wangi’-gereja dan “Pohon Bau’-masjid ............................ 304

Gambar 6.6: Uma Ncuhi bantuan pemerintah lambang intervensi budaya ......... 306

Gambar 6.7: Gerakan Sholat dan gerakan Kalero ............................................... 309

Gambar 6.8: Praktik I’tikaf dan praktik Dewa ..................................................... 310

Gambar 7.1: Postur praktik budaya Raju ............................................................. 358