prakfarkol-tinjauananalgetik

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Analgetik Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping, analgetik dibedakan dalam dua kelompok yakni analgetik non narkotik (integumental analgesics) dan analgetik narkotik (visceral analgesics). Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik - antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara) (Anief, 1995). Zat ini merangsang, reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall 1997; Ganong 2003). Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S.S.P (Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, di mana rangsang terasa sebagai nyeri (Anief,1995). Sebagai mediator nyeri adalah: 1.Histamin 2.Serotonin 3.Plasmokinin (antara lain Bradikinin) 4.Prostaglandin 5.Ion kalium Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat timbul oleh berbagai rangsang mekanis, kimia dan fisis. Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya mediator - mediator nyeri (misalnya bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung syaraf perifer ataupun ditempat lain, selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan talamus (Mutschler ,1991) Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini

Upload: vishilpy-dimalia

Post on 14-Nov-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktikum Farmakologi Analgetik

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Obat Analgetik

    Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan

    kesadaran. Analgetik adalah senyawa yang dalam dosis terapetik meringankan atau menekan

    rasa nyeri, tanpa menghilangkan kesadaran. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan

    efek samping, analgetik dibedakan dalam dua kelompok yakni analgetik non narkotik

    (integumental analgesics) dan analgetik narkotik (visceral analgesics).

    Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi analgetik - antipiretik

    adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.

    Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya

    gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri

    disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan

    kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara) (Anief,

    1995). Zat ini merangsang, reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit,

    selaput lendir dan jaringan lain. Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas,

    yang tersebar di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat

    melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri

    lambat dengan neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall 1997; Ganong 2003). Dari

    tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S.S.P (Susunan Syaraf Pusat),

    melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak

    besar, di mana rangsang terasa sebagai nyeri (Anief,1995). Sebagai mediator nyeri adalah:

    1.Histamin

    2.Serotonin

    3.Plasmokinin (antara lain Bradikinin)

    4.Prostaglandin

    5.Ion kalium

    Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat timbul oleh

    berbagai rangsang mekanis, kimia dan fisis. Rasa nyeri tersebut terjadi akibat terlepasnya

    mediator - mediator nyeri (misalnya bradikinin, prostaglandin) dari jaringan yang rusak

    kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung syaraf perifer ataupun ditempat lain,

    selanjutnya rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh syaraf sensoris

    melalui sumsum tulang belakang dan talamus (Mutschler ,1991)

    Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi

    tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan,

    seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh

    rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.

    Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri.

    Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang

    mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.

    Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini

  • rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat

    benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus

    impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai

    nyeri (Tjay 2007).

    Metode yang sering digunakan dalam uji analgetik adalah menggunakan rangsang kimia

    sebagai penimbul rasa nyeri. Zat kimia yang dapat digunakan sebagai penimbul rasa nyeri

    antara lain: asam asetat, fenilku non dan p-benzokuinon. Rasa nyeri akibat pemberian asam

    asetat menyebabkan kontraksi dinding perut, kaki ditarik ke belakang dan abdomen

    menyentuh dasar ruang kandang. Gejala ini dinamakan writhing reflect atau geliat

    (Turner,1965)

    2.1.1. Penggolongan Obat Analgetik

    Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

    a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

    Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal, diflunisal) dan

    non salisilat. Sebagian besar sediaansediaan golongan non salisilat termasuk derivat asam

    arylalkanoat (Gilang 2010).

    b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

    Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau

    morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa

    nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.

    Ada 3 golongan obat ini yaitu (Medicastore 2006) :

    1) Obat yang berasal dari opium-morfin

    2) Senyawa semisintetik morfin

    3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

    2.1.2. Mekanisme Kerja Obat Analgetik

    a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)

    Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim

    siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah

    prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan

    prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan

    demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan

    NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini

    adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi

    di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan

    dosis besar (Anchy 2011).

    b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

    Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam

    pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya.

    Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan

    dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah

    tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul

  • berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam

    darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak

    dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan

    mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh

    eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh

    indometasin sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan

    piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang 2010).

    2.2 Tramadol

    Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara

    stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi nyeri dan

    respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmiter dari

    saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat. Tramadol

    peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas 75%. Tramadol dan metabolitnya

    diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu 6,3 7,4 jam. Tramadol digunakan untuk

    pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca pembedahan.

    Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara

    stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok sensasi nyeri dan

    respon terhadap nyeri. Di samping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari

    saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.

    2.2.1. Kontraindikasi Tramadol

    Penderita ketergantungan obat dan opium

    Penderita yang sensitif terhadap tramadol atau opiat dan penderita yang mendapatkan

    pengobatan dengan penghambat MAO, intoksikasi akut dengan alkohol, hipnotik,

    analgesik, atau obat-obat yang mempengaruhi SSP lainnya.

    2.2.2. Dosis

    Dewasa dan anak di atas 16 tahun :

    Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan

    nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 4 6

    jam.

    Dosis maksimum 400 mg sehari.

    Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita gangguan

    hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 100 mg setiap 12 jam,

    maksimum 200 mg sehari.

    Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.

    2.2.3. Efek Samping Tramadol

    Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan tramadol seperti pusing, sedasi, lelah,

    sakit kepala , pruritis, berkeringat, kulit kemerahan, mulut kering, mual, muntah, dispepsia

  • dan konstipasi. Efek analgesik dan sedasi tramadol ditingkatkan pada penggunaan bersama

    dengan obat-obat yang bekerja pada SSP seperti transquilizer, hipnotik.

    DAPUS:

    Tanti Azizah Sujono,dkk. EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL DAUN MINDI

    (Melia azedarach L.) PADA MENCIT PUTIH JANTAN GALUR SWISS. Fakultas

    Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

    www.hexpharmjaya.com/page/tramadol.aspx diakses pada 8 April 2015 pukul 22:35

    Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Edisi 10, diterjemahkan oleh

    Amalia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.