pragmatik (implikatur)

15
1 KAJIAN IMPLIKATUR DALAM KEHIDUPAN BERBAHASA (Revisi makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik) Dosen Pengampu: Dr. Marjoko Idris, MA Oleh: Nur Nissa Nettiyawati 13.2041.0213 KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014

Upload: nissa-de-saussure

Post on 22-Oct-2015

400 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

KAJIAN IMPLIKATUR DALAM KEHIDUPAN BERBAHASA

TRANSCRIPT

Page 1: PRAGMATIK (Implikatur)

1

KAJIAN IMPLIKATUR DALAM KEHIDUPAN

BERBAHASA

(Revisi makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik)

Dosen Pengampu:

Dr. Marjoko Idris, MA

Oleh:

Nur Nissa Nettiyawati

13.2041.0213

KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN

KALIJAGA YOGYAKARTA

2014

Page 2: PRAGMATIK (Implikatur)

2

BAB I

PENDAHULUAN

Seorang manusia hidup secara sosial, mereka tidak hidup secara mandiri.

Setiap ada manusia satu di suatu wilayah atau tempat, pasti terdapat manusia yang

lainnya. Keadaan ini yang mengharuskan manusia untuk saling berhubungan

antara satu dengan yang lainnya. Hubungan manusia dengan yang lainnya

menyangkut banyak persoalan, semisal; perdagangan, penawaran jasa, bisnis,

bahkan percakapan yang dianggap sepeleh. Dengan begitu manusia tidak dapat

dihindarkan dari yang namanya bahasa. Bahasa telah ada jauh sejak manusia

dilahirkan. Karena dalam sebuah komunitas atau populasi, bahasa menjadi hal

yang penting sebagai alat penyampai maksud, tujuan dan keinginan seseorang

kepada orang yang lain.

Percakapan antara manusia satu dengan yang lain sangat intens dilakukan.

Hampir dalam setiap aktivitas kehidupan manusia selalu memerlukan orang lain

sebagai lawan berkomunikasi. Berbicara perihal bahasa sebagai alat penyampai

maksud, tujuan dan keinginan seseorang kepada orang lain. Banyak sekali kajian-

kajian yang membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan bahasa. Semisal:

semantik; kajian bahasa yang membahas mengenai makna, morfologi; kajian

bahasa yang mempelajari mengenai kosakata bahasa, fonologi; kajian yang

mengkaji tentang pengucapan suatu lafal bahasa, dan masih banyak yang lainnya.

Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang

informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung

(tersembunyi). Oleh karena itu, karena itulah setiap manusia harus memahami

maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Bukan hanya

memehami kalimat yang diungkapkan tetapi juga memahami konteks dalam

penuturannya. Persoalan seperti ini dikaji dengan menggunakan pragmatik. Salah

satu kajian keilmuan bahasa. Pragmatik lebih memfokuskan pembahasannya

mengenai fungsi ujaran atau bahasa. Dalam pragmatik dikenal dengan istilah

implikatur. Implikatur ialah ujaran atau ugkapan yang menyiratkan sesuatu yang

Page 3: PRAGMATIK (Implikatur)

3

berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Kajian implikatur dianggap penting

karena terikat konteks untuk menjelaskan maksud implisit dari tindak tutur

penuturnya. Dengan demikian praanggapan lawan tutur bermacam-macam

bergantung pada referensi dan pemahaman konteks yang dimilikinya untuk

membuat inferensi terhadap implikatur dari seorang penutur.

Pada suatu tindak percakapan, setiap bentuk tuturan (ulterance) pada dasarnya

mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah maksud atau proposisi yang

biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan dan bukan merupakan

bagian langsung dari tuturan tersebut1. Pada gejala demikian, apa yang dituturkan

berbeda dengan apa yang diimplikasikan.

1 Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. Hal 37.

Page 4: PRAGMATIK (Implikatur)

4

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Implikatur

Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Menurut Brown

dan Yule istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin

diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan

apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur2. Pendapat seperti itu

memilki arti bahwa suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara

harfiah. Grice, H. P., berpendapat bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah

proposisi (maksud) yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat

dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari

hal yang dinyatakan sebelumnya3. Hampir sama dengan pendapat Brown dan

Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu

tuturan yang turut member makna. Ia juga mengatakan implikatur percakapan

sebagai salah satu aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah

mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya4.

Menurut Gumpers5, inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang

ditentukan oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh si

pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga

terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si

pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat

yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.

2 Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.

Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 31. 3 Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form.

England: Academic Press. Hal 38. 4 Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah

Asuh. Hal. 13. 5 Lubis, Hamid Hasan., H., 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Hal

68.

Page 5: PRAGMATIK (Implikatur)

5

Sesuatu yang memungkinkan berlangsungnya percakapan dikuasai oleh

satu hokum atau kaidah pragmatic umum yang menurut Grice disebut kaidah

penggunaan bahasa. Kaidah tersebut mencakup tentang peraturan tentang

bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini

terdiri dari 2 pokok, yaitu: 1. Prinsip koperatif yang menyatakan “katakana

apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang

tujuan dari percakapan itu”, 2. Empat maksim percakapan yang terdiri dari

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim

pelaksanaan.

Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal

yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada

bukti-bukti yang memadai.

Contoh:

seseorang harus mengatakan bahwa Jakarta adalah ibukota

Indonesia, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar

tidak tahu.

Hari ini mendung. Diucapkan pada saat memang cuaca sedang mendung.

Ketua kelas PBA C saat ini adalah muthmainnah.

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan

bicaranya.

Contoh:

Tetangga saya hamil

Tetangga saya yang perempuan hamil

Ujaran pada contoh pertama di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpan

nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah

yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang ‘perempuan’ dalam

Page 6: PRAGMATIK (Implikatur)

6

contoh kedua sifatnya berlebihan. Kata ‘hamil’ pada contoh pertama sudah

menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang ‘perempuan’ dalam contoh kedua

justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan

maksim kuantitas. Contoh lain misalnya,

Anak laki-laki tetangga saya kemarin disunat. (salah)

Anak tetangga saya kemarin disunat. (benar)

Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan

kontribusi yang relevansi dengan masalah pembicara. Seperti misal,

Ibu: Ani, Ada telepon untuk kamu.

Ani: Saya lagi di belakang, Bu!

Jawaban Ani pada contoh di atas sepintas tidak terhubung, tetapi apabila

diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban Ani

mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu.

Fenomena seperti ini, mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap

peserta kontribusinya tisak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi

memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu.

Contoh lain misalnya,

Nana: Pukul berapa sekarang, Bu?

Ibu: Tukang koran baru lewat.

Wacana diatas, secara eksplisit tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Tetapi

dengan memperhatikan kebiasaan tukang koran mengantarkan surat kabar atau

majalah kepada mereka, dapat diketahui inferensi pukul berapa ketika itu. Penutur

dan lawan tutur memiliki asumsi yang sama sehingga hanya dengan mengatakan

tukang Koran baru lewat,dia menganggap sudah menjawab pertanyaan yang

diajukan.

Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara

secara langsung, tidak taksa (satu kata mempunyai dua makna), dan tidak

Page 7: PRAGMATIK (Implikatur)

7

berlebihan serta runtut. Salah satu pegangan atau kaidah percakapan adalah

bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaranya mengikuti dasar-

dasar atau maksim di atas.

Contoh:

Nasinya sudah masak. Implikasinya adalah silahkan makan.

Saya punya sepeda. Implikasinya adalah sepeda saya boleh anda

pakai.

2. Ciri-ciri Implikatur

Kami akan memaparkan beberapa cirri-ciri implikatur menurut beberapa

ahli. Menurut Nababan terdapat 4 ciri implikatur6:

a. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu,

umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa

seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan

suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.

b. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan

masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.

c. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti

konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh karena itu, isi implikatur

percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang dipakai.

d. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada

kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur tidak didasarkan

atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan hal itu.

Selain Suyono, Grice juga mengemukakan cirri-ciri implikatur. Terdapat 5

ciri implikatur yang diungkapkan Grice7:

6 Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud

Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Hal.

39.

Page 8: PRAGMATIK (Implikatur)

8

a. Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik

dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontekstual (cancellable).

b. Ketidak terpisahkan implikatur percakapan dengan cara menyatakan

sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan

sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk

menyampaikannya (nondetachable).

c. Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat

yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional

kalimat itu (nonconventional).

d. Kebenaran isi implikatur tudak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi

dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang

dikatakan (calcutable).

e. Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti

sifatnya (indeterminate).

Sedangkan menurut Levinson, C. Stephen terdapat 4 ciri utama dari suatu

implikatur percakapan8, yaitu:

a. Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa

ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara

menambahkan beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli.

b. Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa

yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat

dipisahkan dari suatu tuturan.

c. Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus

memungkinkan untuk menyusun suatu argument yang menunjukkan

bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan

maksim-mmaksimnya.

7 Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang:

IKIP Malang. Hal. 40. 8 Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University Press.

Hal. 119.

Page 9: PRAGMATIK (Implikatur)

9

d. Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat

diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai

bagian dari makna itu.

Menilik dari ketiga tokoh yang masing-masing memaparkan ciri-ciri

implikatur, dapat ditarik kesimpulan bahwa cirri-ciri implikatur adalah sebagai

berikut: 1. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu

(cancellability), 2. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang

dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan

(nondetachable), 3. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan

terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional)

dan, 4. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada

kebenaran yang dikatakan (calcutable).

3. Jenis Implikatur

Implikatur terdiri dari dua jenis, yaitu convensional implicature

(implikatur konvensional) dan conversational implicature (implikatur

percakapan)9. Perbedaan antara keduanya dijelaskan dengan tegas oleh Lyons,

sebagai berikut:

“The difference between them is that the former depend on

something othe than what is truth-conditional in the conventional

use, ora meaning, of particular form a set more general principles

which regulate the proper conduct of conversation”10

.

Implikatur konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan

umum, sementara implikatur percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam

pertuturan secara tepat. Pemilihan kedua jenis implikatur tetrsebut

selengkapnya diuraikan sebagai berikut.

a. Implikatur Konvensional

9 Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax and

Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 44. 10

Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP. Hal 272.

Page 10: PRAGMATIK (Implikatur)

10

Implikatur konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat

umum dan konvensional. Semua orang pada umumnya sudah mengetahui dan

memahami maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap

implikasi yang bersifat konvensional mengandaikan kepada

pendengar/pembaca memiliki pengalaman dan pengetahuan umum.

Samsuri memaparkan contohnya sebagai berikut11

:

Ahmad orang Aceh, karena itu, dia berani dan konsekuen.

Siti putri Solo, sebab itu, dia halus dan luwes.

Makna konvensi semacam di atas masih dapat diperdebatkan, namun

diharapkan pendengar/pembaca dapat memahami dan memaklumi sifat

konvensionalnya12

. Implikatur konvensional bersifat non-temporer, artinya

makna itu lebih tahan lama. Suatu leksem tertentu yang terdapat dalam suatu

bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya yang “lama” dan

sudah diketahui secara umum. Perhatikan wacana berikut:

Yayuk Basuki berhasil menggondol kejuaraan di Perancis Terbuka.

Dari wacana di atas yang perlu diperhatikan adalah implikasi kata

“menggondol” dan “kejuaraan”. Leksem-leksem itu maksudnya ialah ‘meraih’

(karena kalimat ‘menggondol’ itu dilakukan oleh binatang) dan ‘kejuaraan

olah raga tenis’. Arti dan informasi itu dapat dipastikan tepat dan benar,

karena secara umum orang mengetahui bahwa Yayuk Basuki adalah atlet olah

raga tenis, bukan olah raga yang lainnya.

Implikasi konvensional tidak banyak dikaji oleh para ahli pragmatik,

karena dianggap tidak begitu menarik13

. Jenis implikatur yang dianggap lebih

menarik dan sangat penting dalam kajian pragmatik ialah implikatur

percakapan.

11

Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: Penyelenggaraan PPS IKIP Malang. Hal 3. 12

Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge

University Press. Hal 31. 13

Levinson, Stephen C. 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP. Hal 128.

Page 11: PRAGMATIK (Implikatur)

11

b. Implikatur Percakapan

Implikatur percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh

karena itu sifatnya temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan),

dan non-konvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi

langsung dengan tuturan yang diucapkan)14

.

Menurut Grice, ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur

kegiatan percakapan sebagai suatu tindak berbahasa (speech act). Menurut

analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam

percakapan itu adalah “prinsip kerja sama” (cooperative principle). Dalam

melaksanakan “kerja sama” tindak percakapan itu, setiap penutur harus

mematuhi empat maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu: 1.

Maksim Kuantitas (maxims of quantity), 2. Maksim kualiatas (maxims of

quality), 3. Maksim relevansi (maxims of relevance), dan 4. Maksim cara

(maxims of manner)15

.

Prinsip kerja sama yang terjabar dalam empar maksim itu, bersifat

mengatur (regulative). Oleh karena itu, secara normatif setiap percakapan

harus mematuhinya. Secara ringkas, prinsip kerja sama tindak percakapan itu

dirumuskan oleh Nababan, sebagai berikut16

:

“Buatlah sumbangan percakapan anda sedemikian rupa

sebagaimana diharapkan, pada tingkat percakapan yang

bersangkutan, oleh tujuan percakapan yang diketahui atau oleh

arah percakapan yang sedang anda ikuti”.

Namun terkadang prinsip itu tidak selamanya dipatuhi. Sehingga dalam

suatu percakapan banyak ditemukan “pelanggaran” terhadap aturan/prinsip

kerja sama tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip itu tidak berarti “kerusakan”

14

Ibid hal 117. 15

Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax

and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 45-47. 16

Nababan, PWJ. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud.

Hal 31.

Page 12: PRAGMATIK (Implikatur)

12

atau “kegagalan” dalam percakapan (komunikasi). Pelanggaran itu, barangkali

justru disengaja oleh penutur untuk memperoleh efek implikatur dalam tuturan

yang diucapkannya, misalnya untuk berbohong, melucu atau bergurau.

Bandingkan ketiga dialok berikut.

A: (Saya mau ke belakang) Ada kamar kecil di sini?

B: Ada, di rumah.

A: (Saya agak pusing) Ada obat sakit kepala?

B: Ada, di laci meja saya.

“Prinsip kerja sama” dalam percakapan itu dilanggar pada contoh pertama

dan kedua, tetapi tidak dilanggar pada contoh yang ke tiga. Kadar pelanggaran

pada contoh kedua masih dapat diterima. Karena jawaban si B pada si A dapat

ditafsirkan sebagai tindakan mengajak bergurau si A. dengan perkataan lain

keterkaitan diantara kalimat si B dan kalimat si A pada contoh kedua masih

dapat direka-reka adanya. Sedangkan pada dialog pertama, upaya untuk

mengaitkan A dan B masih lebih sulit dilakukan.

Di samping implikatur percakapan, Gazdar, mengembangkan jenis

implikatur lain, yaitu particularized implicature dan generalized (standard)

implicature. Implikatur yang terakhir ini masih dapat dibagi menjadi dua,

yaitu: scalar implicature dan clausal implicature17

.

Maaf, untuk pembahasan terakhir diatas saya belum menemukan

penjelasannya karena dibuku rujukan yang ada hanya tertulis seperti itu.

17

Levinson, Stephen C. 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP. Hal 132.

Page 13: PRAGMATIK (Implikatur)

13

BAB III

KESIMPULAN

Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Menurut Brown

dan Yule istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin

diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa

yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur18

. Pendapat seperti itu memilki arti

bahwa suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah. Grice, H.

P., berpendapat bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang

diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun

proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya19

.

Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang

turut member makna. Ia juga mengatkan implikatur percakapan sebagai salah satu

aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud

suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya20

.

Adapun mengenai ciri-ciri implikatur adalah sebagai berikut: 1. Sesuatu

implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability), 2.

Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih

mempertahankan implikatur yang bersangkutan (nondetachable), 3. Implikatur

percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari

kalimat yang dipakai (nonconventional) dan, 4. Kebenaran isi dari suatu

implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan

(calcutable).

Mengenai jenis Implikatur itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu

convensional implicature (implikatur konvensional) dan conversational

18

Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.

Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 31. 19

Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form.

England: Academic Press. Hal 38. 20

Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah

Asuh. Hal. 13.

Page 14: PRAGMATIK (Implikatur)

14

implicature (implikatur percakapan)21

. Perbedaan antara keduanya dijelaskan

dengan tegas oleh Lyons, sebagai berikut:

“The difference between them is that the former depend on

something othe than what is truth-conditional in the conventional

use, ora meaning, of particular form a set more general principles

which regulate the proper conduct of conversation”22

.

Implikatur konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan umum,

sementara implikatur percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam pertuturan

secara tepat.

21

Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax

and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 44. 22

Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP. Hal 272.

Page 15: PRAGMATIK (Implikatur)

15

Daftar Pustaka

Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.

Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical

Form. England: Academic Press.

Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan,

Syntax and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press.

Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University

Press.

_________ 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP.

Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP.

Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar.

Malang: IKIP Malang.

Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta:

Depdikbud Dirjen

Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan.

Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih

Asah Asuh.

Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: Penyelenggaraan PPS IKIP Malang.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.