pragmatik (implikatur)
DESCRIPTION
KAJIAN IMPLIKATUR DALAM KEHIDUPAN BERBAHASATRANSCRIPT
1
KAJIAN IMPLIKATUR DALAM KEHIDUPAN
BERBAHASA
(Revisi makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Semantik)
Dosen Pengampu:
Dr. Marjoko Idris, MA
Oleh:
Nur Nissa Nettiyawati
13.2041.0213
KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
Seorang manusia hidup secara sosial, mereka tidak hidup secara mandiri.
Setiap ada manusia satu di suatu wilayah atau tempat, pasti terdapat manusia yang
lainnya. Keadaan ini yang mengharuskan manusia untuk saling berhubungan
antara satu dengan yang lainnya. Hubungan manusia dengan yang lainnya
menyangkut banyak persoalan, semisal; perdagangan, penawaran jasa, bisnis,
bahkan percakapan yang dianggap sepeleh. Dengan begitu manusia tidak dapat
dihindarkan dari yang namanya bahasa. Bahasa telah ada jauh sejak manusia
dilahirkan. Karena dalam sebuah komunitas atau populasi, bahasa menjadi hal
yang penting sebagai alat penyampai maksud, tujuan dan keinginan seseorang
kepada orang yang lain.
Percakapan antara manusia satu dengan yang lain sangat intens dilakukan.
Hampir dalam setiap aktivitas kehidupan manusia selalu memerlukan orang lain
sebagai lawan berkomunikasi. Berbicara perihal bahasa sebagai alat penyampai
maksud, tujuan dan keinginan seseorang kepada orang lain. Banyak sekali kajian-
kajian yang membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan bahasa. Semisal:
semantik; kajian bahasa yang membahas mengenai makna, morfologi; kajian
bahasa yang mempelajari mengenai kosakata bahasa, fonologi; kajian yang
mengkaji tentang pengucapan suatu lafal bahasa, dan masih banyak yang lainnya.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang
informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung
(tersembunyi). Oleh karena itu, karena itulah setiap manusia harus memahami
maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Bukan hanya
memehami kalimat yang diungkapkan tetapi juga memahami konteks dalam
penuturannya. Persoalan seperti ini dikaji dengan menggunakan pragmatik. Salah
satu kajian keilmuan bahasa. Pragmatik lebih memfokuskan pembahasannya
mengenai fungsi ujaran atau bahasa. Dalam pragmatik dikenal dengan istilah
implikatur. Implikatur ialah ujaran atau ugkapan yang menyiratkan sesuatu yang
3
berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Kajian implikatur dianggap penting
karena terikat konteks untuk menjelaskan maksud implisit dari tindak tutur
penuturnya. Dengan demikian praanggapan lawan tutur bermacam-macam
bergantung pada referensi dan pemahaman konteks yang dimilikinya untuk
membuat inferensi terhadap implikatur dari seorang penutur.
Pada suatu tindak percakapan, setiap bentuk tuturan (ulterance) pada dasarnya
mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah maksud atau proposisi yang
biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan dan bukan merupakan
bagian langsung dari tuturan tersebut1. Pada gejala demikian, apa yang dituturkan
berbeda dengan apa yang diimplikasikan.
1 Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. Hal 37.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Implikatur
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Menurut Brown
dan Yule istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin
diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan
apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur2. Pendapat seperti itu
memilki arti bahwa suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara
harfiah. Grice, H. P., berpendapat bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah
proposisi (maksud) yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat
dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari
hal yang dinyatakan sebelumnya3. Hampir sama dengan pendapat Brown dan
Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu
tuturan yang turut member makna. Ia juga mengatakan implikatur percakapan
sebagai salah satu aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah
mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya4.
Menurut Gumpers5, inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang
ditentukan oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh si
pembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh si pendengar sehingga
terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si
pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat
yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar.
2 Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.
Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 31. 3 Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form.
England: Academic Press. Hal 38. 4 Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah
Asuh. Hal. 13. 5 Lubis, Hamid Hasan., H., 1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa. Hal
68.
5
Sesuatu yang memungkinkan berlangsungnya percakapan dikuasai oleh
satu hokum atau kaidah pragmatic umum yang menurut Grice disebut kaidah
penggunaan bahasa. Kaidah tersebut mencakup tentang peraturan tentang
bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini
terdiri dari 2 pokok, yaitu: 1. Prinsip koperatif yang menyatakan “katakana
apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang
tujuan dari percakapan itu”, 2. Empat maksim percakapan yang terdiri dari
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim
pelaksanaan.
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal
yang sebenarnya. Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada
bukti-bukti yang memadai.
Contoh:
seseorang harus mengatakan bahwa Jakarta adalah ibukota
Indonesia, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar
tidak tahu.
Hari ini mendung. Diucapkan pada saat memang cuaca sedang mendung.
Ketua kelas PBA C saat ini adalah muthmainnah.
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan
kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan
bicaranya.
Contoh:
Tetangga saya hamil
Tetangga saya yang perempuan hamil
Ujaran pada contoh pertama di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpan
nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah
yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang ‘perempuan’ dalam
6
contoh kedua sifatnya berlebihan. Kata ‘hamil’ pada contoh pertama sudah
menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang ‘perempuan’ dalam contoh kedua
justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan
maksim kuantitas. Contoh lain misalnya,
Anak laki-laki tetangga saya kemarin disunat. (salah)
Anak tetangga saya kemarin disunat. (benar)
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan
kontribusi yang relevansi dengan masalah pembicara. Seperti misal,
Ibu: Ani, Ada telepon untuk kamu.
Ani: Saya lagi di belakang, Bu!
Jawaban Ani pada contoh di atas sepintas tidak terhubung, tetapi apabila
diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban Ani
mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu.
Fenomena seperti ini, mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap
peserta kontribusinya tisak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi
memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu.
Contoh lain misalnya,
Nana: Pukul berapa sekarang, Bu?
Ibu: Tukang koran baru lewat.
Wacana diatas, secara eksplisit tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Tetapi
dengan memperhatikan kebiasaan tukang koran mengantarkan surat kabar atau
majalah kepada mereka, dapat diketahui inferensi pukul berapa ketika itu. Penutur
dan lawan tutur memiliki asumsi yang sama sehingga hanya dengan mengatakan
tukang Koran baru lewat,dia menganggap sudah menjawab pertanyaan yang
diajukan.
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara
secara langsung, tidak taksa (satu kata mempunyai dua makna), dan tidak
7
berlebihan serta runtut. Salah satu pegangan atau kaidah percakapan adalah
bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaranya mengikuti dasar-
dasar atau maksim di atas.
Contoh:
Nasinya sudah masak. Implikasinya adalah silahkan makan.
Saya punya sepeda. Implikasinya adalah sepeda saya boleh anda
pakai.
2. Ciri-ciri Implikatur
Kami akan memaparkan beberapa cirri-ciri implikatur menurut beberapa
ahli. Menurut Nababan terdapat 4 ciri implikatur6:
a. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu,
umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa
seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan
suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.
b. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan
masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.
c. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti
konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh karena itu, isi implikatur
percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang dipakai.
d. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada
kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur tidak didasarkan
atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan hal itu.
Selain Suyono, Grice juga mengemukakan cirri-ciri implikatur. Terdapat 5
ciri implikatur yang diungkapkan Grice7:
6 Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud
Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Hal.
39.
8
a. Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik
dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontekstual (cancellable).
b. Ketidak terpisahkan implikatur percakapan dengan cara menyatakan
sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan
sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk
menyampaikannya (nondetachable).
c. Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat
yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional
kalimat itu (nonconventional).
d. Kebenaran isi implikatur tudak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi
dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang
dikatakan (calcutable).
e. Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti
sifatnya (indeterminate).
Sedangkan menurut Levinson, C. Stephen terdapat 4 ciri utama dari suatu
implikatur percakapan8, yaitu:
a. Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa
ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara
menambahkan beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli.
b. Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa
yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat
dipisahkan dari suatu tuturan.
c. Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus
memungkinkan untuk menyusun suatu argument yang menunjukkan
bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan
maksim-mmaksimnya.
7 Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar. Malang:
IKIP Malang. Hal. 40. 8 Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University Press.
Hal. 119.
9
d. Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat
diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai
bagian dari makna itu.
Menilik dari ketiga tokoh yang masing-masing memaparkan ciri-ciri
implikatur, dapat ditarik kesimpulan bahwa cirri-ciri implikatur adalah sebagai
berikut: 1. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu
(cancellability), 2. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang
dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan
(nondetachable), 3. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan
terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional)
dan, 4. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada
kebenaran yang dikatakan (calcutable).
3. Jenis Implikatur
Implikatur terdiri dari dua jenis, yaitu convensional implicature
(implikatur konvensional) dan conversational implicature (implikatur
percakapan)9. Perbedaan antara keduanya dijelaskan dengan tegas oleh Lyons,
sebagai berikut:
“The difference between them is that the former depend on
something othe than what is truth-conditional in the conventional
use, ora meaning, of particular form a set more general principles
which regulate the proper conduct of conversation”10
.
Implikatur konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan
umum, sementara implikatur percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam
pertuturan secara tepat. Pemilihan kedua jenis implikatur tetrsebut
selengkapnya diuraikan sebagai berikut.
a. Implikatur Konvensional
9 Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax and
Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 44. 10
Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP. Hal 272.
10
Implikatur konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat
umum dan konvensional. Semua orang pada umumnya sudah mengetahui dan
memahami maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap
implikasi yang bersifat konvensional mengandaikan kepada
pendengar/pembaca memiliki pengalaman dan pengetahuan umum.
Samsuri memaparkan contohnya sebagai berikut11
:
Ahmad orang Aceh, karena itu, dia berani dan konsekuen.
Siti putri Solo, sebab itu, dia halus dan luwes.
Makna konvensi semacam di atas masih dapat diperdebatkan, namun
diharapkan pendengar/pembaca dapat memahami dan memaklumi sifat
konvensionalnya12
. Implikatur konvensional bersifat non-temporer, artinya
makna itu lebih tahan lama. Suatu leksem tertentu yang terdapat dalam suatu
bentuk ujaran, dapat dikenali implikasinya karena maknanya yang “lama” dan
sudah diketahui secara umum. Perhatikan wacana berikut:
Yayuk Basuki berhasil menggondol kejuaraan di Perancis Terbuka.
Dari wacana di atas yang perlu diperhatikan adalah implikasi kata
“menggondol” dan “kejuaraan”. Leksem-leksem itu maksudnya ialah ‘meraih’
(karena kalimat ‘menggondol’ itu dilakukan oleh binatang) dan ‘kejuaraan
olah raga tenis’. Arti dan informasi itu dapat dipastikan tepat dan benar,
karena secara umum orang mengetahui bahwa Yayuk Basuki adalah atlet olah
raga tenis, bukan olah raga yang lainnya.
Implikasi konvensional tidak banyak dikaji oleh para ahli pragmatik,
karena dianggap tidak begitu menarik13
. Jenis implikatur yang dianggap lebih
menarik dan sangat penting dalam kajian pragmatik ialah implikatur
percakapan.
11
Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: Penyelenggaraan PPS IKIP Malang. Hal 3. 12
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press. Hal 31. 13
Levinson, Stephen C. 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP. Hal 128.
11
b. Implikatur Percakapan
Implikatur percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh
karena itu sifatnya temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan),
dan non-konvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi
langsung dengan tuturan yang diucapkan)14
.
Menurut Grice, ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur
kegiatan percakapan sebagai suatu tindak berbahasa (speech act). Menurut
analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam
percakapan itu adalah “prinsip kerja sama” (cooperative principle). Dalam
melaksanakan “kerja sama” tindak percakapan itu, setiap penutur harus
mematuhi empat maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu: 1.
Maksim Kuantitas (maxims of quantity), 2. Maksim kualiatas (maxims of
quality), 3. Maksim relevansi (maxims of relevance), dan 4. Maksim cara
(maxims of manner)15
.
Prinsip kerja sama yang terjabar dalam empar maksim itu, bersifat
mengatur (regulative). Oleh karena itu, secara normatif setiap percakapan
harus mematuhinya. Secara ringkas, prinsip kerja sama tindak percakapan itu
dirumuskan oleh Nababan, sebagai berikut16
:
“Buatlah sumbangan percakapan anda sedemikian rupa
sebagaimana diharapkan, pada tingkat percakapan yang
bersangkutan, oleh tujuan percakapan yang diketahui atau oleh
arah percakapan yang sedang anda ikuti”.
Namun terkadang prinsip itu tidak selamanya dipatuhi. Sehingga dalam
suatu percakapan banyak ditemukan “pelanggaran” terhadap aturan/prinsip
kerja sama tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip itu tidak berarti “kerusakan”
14
Ibid hal 117. 15
Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax
and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 45-47. 16
Nababan, PWJ. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Depdikbud.
Hal 31.
12
atau “kegagalan” dalam percakapan (komunikasi). Pelanggaran itu, barangkali
justru disengaja oleh penutur untuk memperoleh efek implikatur dalam tuturan
yang diucapkannya, misalnya untuk berbohong, melucu atau bergurau.
Bandingkan ketiga dialok berikut.
A: (Saya mau ke belakang) Ada kamar kecil di sini?
B: Ada, di rumah.
A: (Saya agak pusing) Ada obat sakit kepala?
B: Ada, di laci meja saya.
“Prinsip kerja sama” dalam percakapan itu dilanggar pada contoh pertama
dan kedua, tetapi tidak dilanggar pada contoh yang ke tiga. Kadar pelanggaran
pada contoh kedua masih dapat diterima. Karena jawaban si B pada si A dapat
ditafsirkan sebagai tindakan mengajak bergurau si A. dengan perkataan lain
keterkaitan diantara kalimat si B dan kalimat si A pada contoh kedua masih
dapat direka-reka adanya. Sedangkan pada dialog pertama, upaya untuk
mengaitkan A dan B masih lebih sulit dilakukan.
Di samping implikatur percakapan, Gazdar, mengembangkan jenis
implikatur lain, yaitu particularized implicature dan generalized (standard)
implicature. Implikatur yang terakhir ini masih dapat dibagi menjadi dua,
yaitu: scalar implicature dan clausal implicature17
.
Maaf, untuk pembahasan terakhir diatas saya belum menemukan
penjelasannya karena dibuku rujukan yang ada hanya tertulis seperti itu.
17
Levinson, Stephen C. 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP. Hal 132.
13
BAB III
KESIMPULAN
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Menurut Brown
dan Yule istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin
diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa
yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur18
. Pendapat seperti itu memilki arti
bahwa suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah. Grice, H.
P., berpendapat bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang
diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun
proposisi itu sendiri bukan suatu bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya19
.
Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang
turut member makna. Ia juga mengatkan implikatur percakapan sebagai salah satu
aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud
suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya20
.
Adapun mengenai ciri-ciri implikatur adalah sebagai berikut: 1. Sesuatu
implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability), 2.
Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih
mempertahankan implikatur yang bersangkutan (nondetachable), 3. Implikatur
percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari
kalimat yang dipakai (nonconventional) dan, 4. Kebenaran isi dari suatu
implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan
(calcutable).
Mengenai jenis Implikatur itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu
convensional implicature (implikatur konvensional) dan conversational
18
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.
Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal 31. 19
Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical Form.
England: Academic Press. Hal 38. 20
Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih Asah
Asuh. Hal. 13.
14
implicature (implikatur percakapan)21
. Perbedaan antara keduanya dijelaskan
dengan tegas oleh Lyons, sebagai berikut:
“The difference between them is that the former depend on
something othe than what is truth-conditional in the conventional
use, ora meaning, of particular form a set more general principles
which regulate the proper conduct of conversation”22
.
Implikatur konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan umum,
sementara implikatur percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam pertuturan
secara tepat.
21
Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan, Syntax
and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press. Hal 44. 22
Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP. Hal 272.
15
Daftar Pustaka
Brown, Gillian dan George Yule. 1996. Analisis Wacana. Diterjemahkan oleh I.
Soetikno. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gerald Gazdar. 1979. Pragmatics, Implicature, Presuppasition, and Logical
Form. England: Academic Press.
Grice, H.Paul. 1975. “Logic and Conversation”, dalam Cole and JL Morgan,
Syntax and Semantics Vol. 3: Speech Act. New York: Academy Press.
Levinson, C. Stephen. 1997. Pragmatics. Great Britain: Cambridge University
Press.
_________ 1991. Pragmatics. Cambridge: CUP.
Lyons, John. 1993. Linguistics Semantics dan Introduction. Cambridge: CUP.
Mujiyono Wiryationo. 1996. Implikatur Percakapan Anak Usia Sekolah Dasar.
Malang: IKIP Malang.
Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta:
Depdikbud Dirjen
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
Suyono. 1990. Pragmatik Dasar-dasar dan pengajaran. Malang: Yayasan Asih
Asah Asuh.
Samsuri. 1987. Analisis Wacana. Malang: Penyelenggaraan PPS IKIP Malang.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.