potensi kerjasama regional usaha mikro kecil …

12
Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 91 POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886 [email protected] ABSTRAK UMKM berperan penting dalam pengembangan potensi lokal dan mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Namun, kebijakan pembangunan daerah saat ini masih belum dapat menunjukkan pentingnya keberadaan UMKM dalam peningkatan perekonomian baik skala kecil maupun menengah. Kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Simalungun sudah mengarah pada pengembangan usaha kerakyatan berbasis agroindustri. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan keberlanjutan ketersediaan bahan baku sehingga UMKM dapat bertumbuh dan berkembang. Kabupaten Simalungun memiliki potensi daerah yang dapat dikembangkan melalui UMKM dan komoditas pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan UMKM sesuai dengan potensi komoditas lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas yang berpotensi membentuk pola kerjasama regional antar kecamatan di Kabupaten Simalungun. Metode yang digunakan yaitu analisis location quotient (LQ) untuk mengidentifikasi komoditas basis, dan analisis LISA (local indicator of spatial association) untuk menentukan komoditas dan lokasi kecamatan yang berpotensi membentuk pola kerjasama regional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian yang berpotensi membentuk pola kerjasama regional ialah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi, nangka, ikan, wortel, kopi, cokelat, dan aren. Kata kunci: UMKM, komoditas-pertanian, kemiskinan, LISA. ABSTRACT MSMEs takes an important role to develop local potential and provides jobs so that the poverty can be reduced. But nowdays, regional development policy doesn’t show the importance of MSMEs to increace economy in small and medium scale. Regional development policy in Simalungun Regency takes a program to empower community through the agroindustry. That policy needs to support with the sustainability of the commodities availability. So that MSMEs can be grow up. Simalungun Regency has local potential with the number of MSMEs and agriculture commodities that can be expanded. This study aims to determine the commodities that has potential to do regional cooperation pattern in each sub-district in Simalungun Regency. This study using some method, location quotient (LQ) analysis was used to identify the commodities base, and LISA analysis was used to determine the comodities and the sub-district location that have potential to do a regional cooperation. The result of this study shows that the agricultural commodities that have potential to do a regional cooperation pattern are corn, soy, peanut, cassava, jackfruit, fish, carrot, coffee, cacao, and sugar palm. Keywords: MSMEs, agricultural-commodities, poverty, LISA. PENDAHULUAN Dalam perkembangan perekonomian di Indonesia, kegiatan UMKM sebagian besar dikategorikan sebagai usaha sektor informal yang sangat potensial, berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan, dan mampu menyerap tenaga kerja secara mandiri (Wirawan et al, 2015). Untuk mampu bertumbuh dan berkembang, UMKM menggunakan sumber daya lokal dan penduduk setempat sebagai pekerja sehingga tidak bergantung pada bahan baku dan mesin impor (Karana et al, 2014). Sumberdaya lokal tersebut perlu dianalisis komoditas basisnya guna mengetahui kecukupan bahan baku sehingga dapat mengurangi biaya bahan baku ataupun biaya transportasi (Susilawati et al, 2016). Menurut RPJMD Kabupaten Simalungun Tahun 2016-2020, Kabupaten Simalungun memiliki program pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai penopang ekonomi daerah. Program tersebut didukung oleh adanya potensi UMKM di Kabupaten Simalungun yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi tingkat pengangguran (Lestariani dan Syafitri, 2016). Dengan terciptanya lapangan pekerjaan baru dan tenaga kerja dapat terserap dengan baik, maka angka kemiskinan juga dapat berkurang (Utari dan Dewi, 2014).

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 91

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

(UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886

[email protected]

ABSTRAK

UMKM berperan penting dalam pengembangan potensi lokal dan mampu menciptakan lapangan kerja baru

sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Namun, kebijakan pembangunan daerah saat ini masih belum dapat

menunjukkan pentingnya keberadaan UMKM dalam peningkatan perekonomian baik skala kecil maupun

menengah. Kebijakan pembangunan daerah Kabupaten Simalungun sudah mengarah pada pengembangan usaha

kerakyatan berbasis agroindustri. Kebijakan tersebut perlu didukung dengan keberlanjutan ketersediaan bahan

baku sehingga UMKM dapat bertumbuh dan berkembang. Kabupaten Simalungun memiliki potensi daerah yang

dapat dikembangkan melalui UMKM dan komoditas pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan

UMKM sesuai dengan potensi komoditas lokal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komoditas yang

berpotensi membentuk pola kerjasama regional antar kecamatan di Kabupaten Simalungun. Metode yang

digunakan yaitu analisis location quotient (LQ) untuk mengidentifikasi komoditas basis, dan analisis LISA (local

indicator of spatial association) untuk menentukan komoditas dan lokasi kecamatan yang berpotensi membentuk

pola kerjasama regional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas pertanian yang berpotensi

membentuk pola kerjasama regional ialah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi, nangka, ikan, wortel, kopi, cokelat,

dan aren.

Kata kunci: UMKM, komoditas-pertanian, kemiskinan, LISA.

ABSTRACT

MSMEs takes an important role to develop local potential and provides jobs so that the poverty can be reduced.

But nowdays, regional development policy doesn’t show the importance of MSMEs to increace economy in small

and medium scale. Regional development policy in Simalungun Regency takes a program to empower community

through the agroindustry. That policy needs to support with the sustainability of the commodities availability. So

that MSMEs can be grow up. Simalungun Regency has local potential with the number of MSMEs and agriculture

commodities that can be expanded. This study aims to determine the commodities that has potential to do regional

cooperation pattern in each sub-district in Simalungun Regency. This study using some method, location quotient

(LQ) analysis was used to identify the commodities base, and LISA analysis was used to determine the comodities

and the sub-district location that have potential to do a regional cooperation. The result of this study shows that

the agricultural commodities that have potential to do a regional cooperation pattern are corn, soy, peanut,

cassava, jackfruit, fish, carrot, coffee, cacao, and sugar palm.

Keywords: MSMEs, agricultural-commodities, poverty, LISA.

PENDAHULUAN

Dalam perkembangan perekonomian di

Indonesia, kegiatan UMKM sebagian besar

dikategorikan sebagai usaha sektor informal yang

sangat potensial, berperan dalam menyediakan

lapangan pekerjaan, dan mampu menyerap tenaga

kerja secara mandiri (Wirawan et al, 2015). Untuk

mampu bertumbuh dan berkembang, UMKM

menggunakan sumber daya lokal dan penduduk

setempat sebagai pekerja sehingga tidak

bergantung pada bahan baku dan mesin impor

(Karana et al, 2014). Sumberdaya lokal tersebut

perlu dianalisis komoditas basisnya guna

mengetahui kecukupan bahan baku sehingga

dapat mengurangi biaya bahan baku ataupun biaya

transportasi (Susilawati et al, 2016).

Menurut RPJMD Kabupaten Simalungun

Tahun 2016-2020, Kabupaten Simalungun

memiliki program pengembangan Usaha Mikro

Kecil Menengah (UMKM) sebagai penopang

ekonomi daerah. Program tersebut didukung oleh

adanya potensi UMKM di Kabupaten Simalungun

yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan

mengurangi tingkat pengangguran (Lestariani dan

Syafitri, 2016). Dengan terciptanya lapangan

pekerjaan baru dan tenaga kerja dapat terserap

dengan baik, maka angka kemiskinan juga dapat

berkurang (Utari dan Dewi, 2014).

Page 2: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

92 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Berdasarkan Simalungun Dalam Angka

Tahun 2016, jumlah UMKM di Kabupaten

Simalungun sebanyak 57.609 unit. Sebagian besar

daerah Kabupaten Simalungun ialah sektor

pertanian yang sangat luas. Menurut Sasongko

(2013), sektor pertanian berdampak baik terhadap

peningkatan perekonomian dan mampu

menurunkan tingkat kemiskinan. Perkembangan

sektor pertanian dapat dilihat dari nilai PDRBnya,

dimana jika PDRB sektor pertanian tinggi maka

mampu untuk menurunkan tingkat kemiskinan

suatu daerah (Ponto et al, 2015).

Menurut Statistik Pertanian Kabupaten

Simalungun Tahun 2014, sektor pertanian

merupakan lokomotif pembangunan

perekonomian Kabupaten Simalungun dengan

kontribusi sebesar 53,66% dengan nilai

12.720.843 (dalam satuan miliyar rupiah)

sehingga mampu untuk menurunkan tingkat

kemiskinan. Berdasarkan hal tersebut, maka

penelitian ini berfokus pada UMKM berbasis pada

komoditas pertanian.

Berdasarkan pada potensi UMKM dan

komoditas pertanian yang berpengaruh positif

terhadap perekonomian dan dapat mengurangi

angka kemiskinan, maka perlu diketahui lebih

lanjut mengenai hubungan spasial bahan baku

yang digunakan UMKM terhadap komoditas

basis. Hubungan spasial tersebut akan membentuk

klaster yang menggambarkan keterkaitan antara

lokasi UMKM terhadap lokasi bahan baku

terdekat. Hasil akhir dari penelitian ini ialah

teridentifikasinya komoditas pertanian yang

berpotensi untuk membentuk pola kerjasama

regional pada masing-masing kecamatan di

Kabupaten Simalungun. Adapun pola kerjasama

regional tersebut bertujuan untuk mendukung

produktivitas UMKM melalui keberlanjutan

ketersediaan bahan baku sehingga dapat

memperkuat aktifitas perekonomian, produksi

pertanian dan perluasan skala ekonomi regional

(Saputra et al, 2015).

Oleh karena itu, penelitian ini perlu

dilakukan agar pelaku UMKM dapat diarahkan

menggunakan bahan baku yang berpotensi

membentuk kerjasama regional sehingga dapat

memaksimalkan nilai produksi usaha. Nilai

produksi yang meningkat dapat berdampak pada

peningkatan pendapatan masyarakat sehingga

tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat dan

dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih

banyak.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis teknik

sampling yaitu stratified random sampling.

Stratified random sampling merupakan teknik

pengambilan sampel dengan cara membagi

populasi ke dalam sub populasi (strata). Teknik

sampling ini bertujuan untuk membentuk sub

populasi yang didalamnya membentuk satuan-

satuan sampling yang memiliki nilai variabel yang

tidak terlalu bervariasi (Setiawan, 2005). Teknik

sampling ini digunakan untuk menentukan jumlah

sampel penelitian dari UMKM yang ada di

Kabupaten Simalungun. Besarnya jumlah sampel

UMKM akan dihitung menggunakan rumus

slovin. Berikut ini hasil perhitungan slovin:

𝑛 = 𝑁

1 + 𝑁𝑒2

Keterangan:

n = ukuran sampel

N = ukuran populasi

E = kelonggaran ketidaktelitian (10%)

Berdasarkan perhitungan menggunakan

rumus slovin, sampel UMKM yang dibutuhkan

dalam penelitian ini sebanyak 282 sampel.

Selanjutnya sampel tersebut diproporsikan ke

masing-masing kecamatan sehingga dapat

diketahui jumlah sampel pada masing-masing

kecamatan.

Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan teknik

analisis data yaitu analisis LQ (Location

Quotient), dan analisis LISA (Local Indicator of

Spatial Association). Adapun hasil dari analisis

LQ menunjukkan komoditas basis pada masing-

masing kecamatan dan akan digunakan pada

analisis LISA untuk menganalisis hubungan

spasial antara bahan baku yang digunakan UMKM

terhadap komoditas basis tersebut.

Analisis LQ (Location Quotient)

Pada penelitian ini, analisis LQ digunakan

untuk mengidentifikasi komoditas basis dan non

basis. Berikut ini merupakan rumus perhitungan

LQ.

𝐿𝑄 =

𝑦𝑖𝑦𝑡⁄

𝑌𝑖𝑌𝑡⁄

yi = produksi jenis komoditas pada kecamatan

yt = produksi total sektor pertanian pada

= kecamatan

Yi = produksi jenis komoditas pada kabupaten

Yt = produksi total sektor pertanian pada

= kabupaten

Pada penelitian ini, menghitung nilai LQ

komoditas pertanian menggunakan pendekatan

produksi (satuan ton) karena harapannya UMKM

dapat tumbuh menggunakan produk lokal dan

dapat mengurangi biaya bahan baku ataupun biaya

antara. Data yang dibutuhkan untuk menghitung

Page 3: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 93

LQ ialah data produksi pertanian dengan rentang

waktu 5 tahun terakhir. Adapun komoditas yang

digunakan UMKM sebagai bahan bakunya

berdasarkan hasil survei primer ialah padi, jagung,

kacang kedelai, kacang tanah, ubi, wortel, durian,

pisang, pepaya, nangka, kopi, kelapa, cokelat,

aren, dan ikan.

Menurut Kohar dan Suherman (2003) untuk

dapat menginterpretasikan hasil dari analisis LQ

dapat dilakukan apabila nilai:

• LQ > 1: Menunjukkan terjadinya konsentrasi

produksi diwilayah kecamatan secara relatif

dibandingkan dengan total di tingkat

kabupaten. Terjadi surplus produksi pada

tingkat kecamatan dan komoditas tersebut

merupakan komoditas basis.

• LQ = 1: Pada tingkat kecamatan mempunyai

pangsa aktivitas produksi setara dengan

pangsa total pada tingkat kabupaten.

• LQ < 1: Pada tingkat kecamatan mempunyai

pangsa relatif lebih kecil dibandingkan

dengan aktivitas produksi di tingkat

kabupaten. Terjadi defisit produksi pada

tingkat kecamatan dan komoditas tersebut

merupakan komoditas non-basis.

Analisis LISA (Local Indicator of Spatial

Association)

Analisis LISA bertujuan untuk

mengidentifikasi bagaimana hubungan antara

suatu lokasi pengamatan terhadap lokasi

pengamatan yang lainnya (Anselin, 2005).

Analisis LISA berfungsi untuk analisa suatu

pemetaan. Variabel yang digunakan ialah nilai

proporsi bahan baku yang digunakan oleh UMKM

dan komoditas basis. Pada penelitian ini

menggunakan variabel penggunaan bahan baku

UMKM terhadap nilai LQ komoditas pada sektor

pertanian. Manfaat yang diperoleh dari analisis

LISA ialah pada suatu daerah dapat teridentikasi

sektor pertanian yang berpotensi untuk

membentuk pola kerjasama regional antar

kecamatan guna meningkatkan skala ekonomi

regional wilayah sehingga aktifitas perekonomian

dan produksi pertanian memiliki nilai saing yang

kuat dipasar (Saputra et al, 2015). Adapun output

dari analisis LISA yaitu berupa significance map,

cluster map, box plot, dan moran scatter plot. Pada

penelitian ini menggunakan software GeoDa

untuk menghasilkan output tersebut.

Significance map

Significance map menunjukkan wilayah-

wilayah dengan nilai statistik (p-value) yang

signifikan. Significance map menggolongkan

wilayah dengan perbedaan nilai signifikan. Nilai

p-value pada significance map dapat dikatakan

signifikan apabila bernilai dibawah 0,05 (Anselin,

2005). Adapun nilai signifikan tersebut

menunjukkan tingkat keterkaitan spasial antar

wilayah (Saputra et al, 2015).

Gambar 1. LISA significance map.

Cluster map

Cluster map terdiri atas empat kuadran

yaitu high-high, low-low, low-high, dan high-low.

Selain empat kuadran tersebut pada peta cluster

map juga menampilkan daerah yang tidak

terklasifikasi (not significant) dan daerah yang

tidak memiliki hubungan ketetanggan dengan

daerah yang lainnya (neighborless).

Gambar 2. LISA cluster map.

• Pada kuadran HH (High-High) menunjukkan

bahwa daerah yang mempunyai nilai

pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah

yang mempunyai nilai pengamatan tinggi.

• Pada kuadran LH (Low-High) menunjukkan

bahwa daerah yang mempunyai nilai

pengamatan rendah dikelilingi oleh daerah

yang mempunyai nilai pengamatan tinggi.

• Pada kuadran LL (Low-Low) menunjukkan

bahwa daerah yang mempunyai nilai

pengamatan rendah dikelilingi oleh daerah

yang mempunyai nilai pengamatan rendah.

• Pada kuadran HL (High-Low) menunjukkan

bahwa daerah yang mempunyai nilai

pengamatan tinggi dikelilingi oleh daerah

yang mempunyai nilai pengamatan rendah.

Box plot

Box plot merupakan rangkuman data yang

disajikan dalam bentuk diagram grafis yang

bertujuan untuk melihat bagaimana distribusi data.

Page 4: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

94 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Pada box plot akan menampilkan ada atau

tidaknya data dengan nilai ekstrim (outlier).

Moran scatter plot

Pada moran scatter plot menunjukkan nilai

dari moran’s I. Moran’s I bertujuan untuk

mengidentifikasi koefisien autocorrelation secara

lokal dengan menemukan korelasi spasial pada

setiap daerah. Menurut Arrowiyah dan Sutikno

(2006), adanya autokorelasi spasial

mengindikasikan bahwa nilai atribut pada daerah

tertentu terkait oleh nilai atribut tersebut pada

daerah lain yang letaknya berdekatan

(bertetangga). Untuk mengidentifikasi adanya

autokorelasi spasial atau tidak, dapat dilakukan

dengan uji signifikansi moran’s I. Menurut

Wuryandari dan Abdul (2014) rentang nilai dari

moran’s I dalam kasus matriks pembobot spasial

terstandarisasi adalah -1 ≤ I ≤ 1. Nilai -1 ≤ I < 0

menunjukkan adanya autokorelasi spasial negatif,

sedangkan nilai 0 < I ≤ 1 menunjukkan adanya

autokorelasi spasial positif. Apabila nilai moran’s

I bernilai nol hal tersebut mengandung arti bahwa

data tidak berkelompok.

Kuadran II = LH

(Low-High)

Kuadran I = HH

(High-High)

Kuadran III = LL

(Low-Low)

Kuadaran IV = HL

(High-Low)

Gambar 3. Moran scatter plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pokok pembahasan pada penelitian ini

antara lain gambaran umum lokasi studi,

karakteristik kemiskinan, karakteristik

perekonomian, penggunaan lahan, karakteristik

UMKM, hasil analisis LQ, dan hasil analisis

LISA.

Gambaran Umum Kabupaten Simalungun

Gambar 4. Peta administrasi Kab. Simalungun.

Kabupaten Simalungun berkedudukan di

Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun

terdiri atas 31 kecamatan dengan Ibukota berada

di Kecamatan Raya. Dari jumlah total 31

kecamatan, Kabupaten Simalungun memiliki 27

kelurahan dan 386 nagori (desa). Adapun luas

wilayah Kabupaten Simalungun ialah sebesar

439.694,55 ha. Berikut ini merupakan kondisi

umum geografis Kabupaten Simalungun terhadap

wilayah lain yang saling bersebelah secara

administrasi:

• Sebelah utara: Kabupaten Serdang Bedagai

• Sebelah timur: Kabupaten Asahan

• Sebelah selatan: Kabupaten Toba Samosir

• Sebelah barat: Kabupaten Karo, Kabupaten

Dairi, dan Danau Toba.

Karakteristik Kemiskinan

Kabupaten Simalungun memiliki potensi

pertanian dan potensi UMKM yang dapat diolah

dan dikembangkan guna mengurangi kemiskinan

wilayah. Menurut Simalungun Dalam Angka

Tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten

Simalungun berjumlah sebesar 709.936 jiwa. Bila

ditinjau dari aspek kemiskinannya, jumlah rumah

tangga miskin Kabupaten Simalungun berjumlah

sebanyak 37.432 rumah tangga. Berikut ini

merupakan tingkat kemiskinan pada masing-

masing kecamatan di Kabupaten Simalungun.

Tabel 1. Tingkat kemiskinan di Kabupaten

Simalungun

No Kecamatan Tingkat

kemiskinan

1 Siantar 9,43%

2 Gunung Malela 9,45%

3 Bandar Huluan 9,46% 4 Gunung Maligas 9,48%

5 Bandar 9,64%

6 Pematang Bandar 10,03% 7 Jawa Maraja Bah Jambi 11,43%

8 Hutabayu Raja 13,76%

9 Tapian Dolok 16,82% 10 Sidamanik 17,53%

11 Girsang Sipangan Bolon 18,28%

12 Dolok Batu Nanggar 18,75% 13 Raya Kahean 18,85%

14 Purba 19,26%

15 Tanah Jawa 19,50% 16 Hatonduhan 20,68%

17 Pematang Sidamanik 21,31%

18 Dolok Silau 21,43% 19 Dolok Pardamean 22,81%

20 Silimahuta 22,83%

21 Panombean Panei 23,41% 22 Bosar Maligas 24,61%

23 Jorlang Hataran 25,21%

24 Ujung Padang 26,12% 25 Raya 26,40%

26 Bandar Masilam 26,72%

27 Panei 27,43% 28 Silau Kahean 32,67%

29 Dolok Panribuan 33,89%

30 Haranggaol Horison 34,47% 31 Pematang Silimahuta 34,54%

Kabupaten Simalungun 20,52%

Page 5: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 95

Berdasarkan Tabel 1, Kecamatan

Haranggaol Horison memiliki tingkat kemiskinan

tertinggi sebesar 34,47%. Tingkat kemiskinan

terendah terdapat pada Kecamatan Siantar sebesar

9,43%. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat

kemiskinan yang telah dilakukan, maka tingkat

kemiskinan Kabupaten Simalungun sebesar

20,52%.

Karakteristik Perekonomian

Kondisi ekonomi Kabupaten Simalungun

dapat dilihat melalui pertumbuhan PDRB. Untuk

dapat mengetahui perkembangan agregat

pendapatannya, dapat dilihat pada persentase

pertumbuhan PDRB dari tahun 2011-2015.

Berdasarkan Simalungun Dalam Angka

Tahun 2016, nilai PDRB disajikan atas dasar

harga konstan (ADHK) dengan menggunakan

harga dasar di tahun 2010. PDRB ADHK

digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi

setiap sektor dari tahun ke tahun. Data PDRB

ADHK lebih menggambarkan perkembangan

produksi riil barang dan jasa yang dihasilkan oleh

kegiatan ekonomi suatu daerah.

Tabel 2. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Lapangan Usaha Atas Dasar Harga

Konstan (persentase)

No Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 57,40 56,84 56,35 54,45 53,16

2 Pertambangan dan Penggalian 0,22 0,23 0,23 0,24 0,24

3 Industri Pengolahan 11,91 11,69 11,37 11,67 11,78

4 Pengadaan Listrik dan Gas 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06

5 Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah

dan Daur Ulang

0,08 0,08 0,08 0,08 0,08

6 Konstruksi 7,34 7,74 8,10 8,62 9,00

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor

13,03 13,06 13,22 13,91 14,44

8 Transportasi dan Pergudangan 1,38 1,38 1,45 1,54 1,62

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,89 0,90 0,92 0,94 0,95

10 Informasi dan Komunikasi 0,66 0,65 0,61 0,58 0,56

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 0,87 0,95 1,01 1,03 1,03

12 Real Estate 0,87 0,85 0,85 0,88 0,90

13 Jasa Perusahaan 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib

3,83 4,09 4,21 4,41 4,55

15 Jasa Pendidikan 0,94 0,96 0,99 1,04 1,07

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,33 0,34 0,34 0,36 0,37

17 Jasa lainnya 0,09 0,09 0,10 0,10 0,10

PDRB Kabupaten Simalungun 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

d

Berdasarkan Tabel 2 penyumbang PDRB

terbesar bagi Kabupaten Simalungun ialah berasal

dari sektor pertanian dengan nilai 12.720.843

(satuan miliyar rupiah). Namun sektor tersebut

mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu

signifikan pada periode tahun 2011-2015.

Adapun perbedaan persentase PDRB sektor

pertanian, kehutanan, dan perikanan antara tahun

2011 dengan 2015 ialah sebesar 3,84%.

Selanjutnya sektor perdagangan besar dan eceran

sebagai penyumbang PDRB tersebesar kedua

sebesar 14,44 dan sektor industri sebagai

penyumbang PDRB terbesar ketiga sebesar

11,78% di tahun 2015.

Penggunaan Lahan Kabupaten Simalungun

Penggunaan lahan di Kabupaten

Simalungun terdiri atas hutan alam, hutan lahan

kering, kebun campuran, perkebunan,

permukiman, pertanian lahan kering, rawa, sawah,

semak/belukar, tegalan/ladang, dan tubuh air.

Gambar 5. Persentase penggunaan lahan.

Pada Gambar 5, penggunaan lahan di

Kabupaten Simalungun didominasi sektor

pertanian. Adapun sektor pertanian tersebut ialah

perkebunan, pertanian lahan kering, sawah, dan

ladang. Hal tersebut mengandung arti bahwa

produksi pertanian di Kabupaten Simalungun

didukung oleh lahan pertanian yang luas.

Karakteristik UMKM

Page 6: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

96 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Karakteristik UMKM di Kabupaten

Simalungun terdiri atas jenis usaha UMKM dan

pekerja UMKM.

Jenis usaha UMKM

Berdasarkan hasil survei sekunder dan

primer, jenis usaha yang berjalan pada UMKM di

Kabupaten Simalungun sebanyak 13 jenis usaha.

Berikut ini merupakan jenis usaha yang terdapat di

Kabupaten Simalungun.

Tabel 3. Karakteristik jenis usaha

No Jenis Usaha Jumlah

Unit Usaha

1 Pembuatan Gula Merah 3

2 Pembuatan Tepung Skala Rumahan 3

3 Pengolahan Kacang Kering 3

4 Pembuatan Mie Skala Rumahan 4

5 Pembuatan Bubuk Minuman 6

6 Penjualan Sayuran 6

7 Pembuatan Kerupuk 20

8 Penjualan Buahan 20

9 Pembuatan Kue dan Roti 21

10 Pembuatan Tempe 24

11 Pembuatan Tahu 45

12 Pembuatan Keripik 48

13 Penjualan Hasil Bumi 83

Berdasarkan Tabel 3, jenis usaha yang

paling umum dijalankan UMKM di Kabupaten

Simalungun ialah usaha penjualan hasil bumi

sebanyak 83 unit usaha. Sebagian besar

masyarakat yang berkerja pada sektor pertanian

tidak melakukan pengolahan pada hasil pertanian,

namun langsung menjual. Terdapat pula UMKM

menggunakan komoditas dari hasil produksi

pertanian sebagai bahan baku untuk melakukan

produksi. Berdasarkan hasil survei primer,

komoditas-komoditas yang digunakan UMKM

sebagai bahan bakunya antara lain padi, jagung,

kacang kedelai, kacang tanah, ubi, wortel, durian,

pisang, pepaya, nangka, kopi, cokelat, aren, dan

ikan.

Gambar 6. Pelaku UMKM di Kabupaten

Simalungun.

Jumlah pekerja UMKM

Berdasarkan hasil survei, jumlah pekerja

usaha mikro sebanyak 1.166 orang, jumlah

pekerja usaha kecil sebanyak 318 orang, dan

jumlah pekerja usaha menengah sebanyak 196

orang. Adapun jumlah pekerja UMKM terendah

berada pada Kecamatan Bosar Maligas sebanyak

16 orang dengan upah rata-rata sebesar Rp

297.000 per bulan.

Gambar 7. Persentase pekerja UMKM.

Berdasarkan skala usahanya, usaha mikro

memiliki jumlah paling banyak bila dibandingkan

dengan skala usaha yang lain. Berdasarkan data

Simalungun Dalam Angka Tahun 2016, usaha

menengah berjumlah 522 unit, usaha kecil

berjumlah 4078 unit, dan usaha mikro berjumlah

53.009 unit. Berdasarkan hal itu, pekerja lebih

banyak bekerja pada usaha mikro karena lapangan

pekerjaan yang tersedia lebih banyak.

Berdasarkan hasil survei, sebagian besar

pelaku UMKM di Kabupaten Simalungun

merangkap sebagai pekerja usaha juga. Hal

tersebut disebabkan pelaku usaha terkendala

dalam upaya meningkatkan hasil produksi

usahanya sehingga kurang mampu untuk

membayar pekerja tambahan. Hal tersebut

berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang

rendah dan semakin sulit mengurangi angka

kemiskinan di Kabupaten Simalungun.

Gambar 8. Peta persebaran UMKM Kabupaten

Simalungun.

Hasil Analisis LQ (Location Quotient)

Sektor pertanian Kabupaten Simalungun

ialah terdiri atas sub-sektor tanaman pangan,

tanaman sayuran, tanaman buah-buahan,

perkebunan rakyat, dan perikanan. Masing-

masing sub-sektor akan dilakukan analisis LQ

untuk menentukan komoditas. Pada penelitian ini

analisis LQ didasarkan pada bahan baku yang

digunakan oleh UMKM berdasarkan hasil survei

Page 7: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 97

primer. Adapun komoditas yang digunakan

UMKM sebagai bahan bakunya berdasarkan hasil

survei primer ialah padi, jagung, kacang kedelai,

kacang tanah, ubi, wortel, durian, pisang, pepaya,

nangka, kopi, kelapa, cokelat, aren, dan ikan.

Sub-sektor tanaman pangan

Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ

tanaman pangan tertinggi masing-masing

komoditas ialah padi pada Kecamatan Gunung

Malela dengan nilai LQ sebesar 1,921. Komoditas

jagung tertinggi pada Kecamatan Pematang

Silimahuta dengan nilai LQ sebesar 3,675.

Komoditas kacang kedelai tertinggi pada

Kecamatan Bandar Huluan dengan nilai LQ

sebesar 6,294. Komoditas kacang tanah tertinggi

pada Kecamatan Dolok Pardamean dengan nilai

LQ sebesar 4,964. Komoditas ubi tertinggi pada

Kecamatan Tapian Dolok dengan nilai LQ sebesar

2,525.

Sub-sektor tanaman buah-buahan

Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ

tanaman buah-buahan tertinggi masing-masing

komoditas ialah durian tertinggi pada Kecamatan

Silau Kahean dengan nilai LQ sebesar 16,301.

Komoditas pisang tertinggi pada Kecamatan Silau

Kahean dengan nilai LQ sebesar 16,959.

Komoditas pepaya tertinggi pada Kecamatan

Silau Kahean dengan nilai LQ sebesar 19,205.

Sedangkan, komoditas nangka tertinggi pada

Kecamatan Bosar Maligas dengan nilai LQ

sebesar 16,218.

Sub-sektor perikanan

Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ

perikanan tertinggi komoditas ikan pada

Kecamatan Haranggaol Horison dengan nilai LQ

sebesar 12,995.

Sub-sektor tanaman sayuran

Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ

tanaman sayuran tertinggi komoditas wortel pada

Kecamatan Dolok Pardamean dengan nilai LQ

sebesar 17,795.

Sub-sektor perkebunan rakyat

Berdasarkan hasil analisis, nilai LQ

perkebunan rakyat tertinggi masing-masing

komoditas ialah kopi pada Kecamatan Girsang

Sipangan Bolon dengan nilai LQ sebesar 8,392.

Komoditas kelapa pada Kecamatan Bosar Maligas

dengan nilai LQ sebesar 9,124. Komoditas

cokelat pada Kecamatan Raya Kahean dengan

nilai LQ sebesar 13,115. Komoditas aren pada

Kecamatan Raya dengan nilai LQ sebesar 7,999.

Hubungan Spasial Bahan Baku UMKM dan

Nilai LQ Komoditas

Hubungan spasial penggunaan bahan baku

UMKM dan nilai LQ komoditas menggunakan

analisis multivariate LISA. Hubungan spasial

tersebut bertujuan untuk mengetahui pola

keterkaitan antar UMKM dan sumber bahan baku.

Pola kerjasama dapat dilakukan apabila nilai

morans’I positif yang berarti terdapat autokorelasi

positif antara UMKM dan bahan baku.

Menurut Saputra et al (2015), nilai

morans’I positif menunjukkan komoditas tertentu

berpotensi untuk membentuk pola kerjasama

regional. Variabel yang digunakan ialah proporsi

jumlah UMKM pada masing-masing komoditas

dan nilai LQ masing-masing komoditas. Nilai

proporsi didapatkan dengan membandingkan

jumlah UMKM berdasarkan jenis komoditas pada

skala kabupaten terhadap masing-masing

kecamatan.

Pada analisis LISA terdapat ketetanggan

masing-masing kecamatan. Untuk dapat

mengidentifikasi tetangga masing-masing

kecamatan, dilakukan pembobotan spasial dengan

menggunakan jenis persinggungan titik dan sudut

(queen contiguity).

Bobot spasial ketetanggaan

Bobot spasial bertujuan untuk

mengidentifikasi ketetanggan masing-masing

kecamatan. Pada masing-masing kecamatan

memiliki jumlah tetangga yang berbeda-beda.

Ketetanggaan masing-masing kecamatan

didasarkan pada persinggungan queen contiguity

yang dihasilkan dengan menggunakan software

GeoDa. Berikut ini merupakan bobot spasial yang

terbentuk pada masing-masing kecamatan.

Gambar 9. Konektivitas bobot spasial.

Dari Gambar 9, jumlah ketetanggaan yang

terbentuk ialah berada pada rentang 1 s/d 8

tetangga. Pada kecamatan di Kabupaten

Simalungun tidak berdapat ketetanggaan yang

berjumlah 7. Selanjutnya ketetanggaan pada

masing-masing kecamatan menjadi dasar dalam

penentuan klaster ketetanggaan antara lokasi

UMKM dengan lokasi penyedian bahan baku.

Page 8: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

98 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Gambar 10. Hasil analisis LISA antara UMKM dengan masing-masing komoditas.

Hasil Analisis LISA (Local Indicator of Spatial

Association)

Berdasarkan hasil analisis LISA antara

variabel penggunaan bahan baku UMKM

Page 9: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 99

terhadap nilai LQ masing-masing komoditas,

terdapat potensi pola kerjasama regional antara

UMKM dengan kecamatan tetangga. Potensi

kerjasama regional dapat dilakukan apabila nilai

morans’I positif antara UMKM dengan nilai LQ

komoditas. Gambar 10 menunjukkan hasil analisis

LISA pada masing-masing komoditas.

Berdasarkan hasil analisis LISA, terdapat

indikator yaitu nilai morans’I yang dapat

menentukan potensi kerjasama regional pada

masing-masing komoditas. Berikut ini merupakan

nilai morans’I pada masing-masing komoditas.

Tabel 4. Nilai morans’I komoditas

No Komoditas Nilai Morans’I

1 Padi -0,0805 -

2 Jagung 0,1250 +

3 Kedelai 0,0962 +

4 Kacang Tanah 0,0969 +

5 Ubi 0,0671 +

6 Durian -0,0822 -

7 Pepaya -0,036 -

8 Pisang -0,1135 -

9 Nangka 0,0738 +

10 Ikan 0,0482 +

11 Wortel 0,5220 +

12 Kopi 0,2964 +

13 Kelapa -0,0133 -

14 Cokelat 0,1052 +

15 Aren 0,1352 +

Berdasarkan Tabel 4, komoditas yang

memiliki potensi untuk membentuk pola

kerjasama regional ialah jagung, kedelai, kacang

tanah, ubi, nangka, ikan, wortel, kopi, cokelat, dan

aren. Oleh karena itu, komoditas tersebut dapat

dikembangkan sebagai bahan baku utama bagi

UMKM melalui kegiatan agroindustri sehingga

UMKM di Kabupaten Simalungun dapat

bertumbuh dan berkembang sehingga dapat

meningkat perekonomian dan mampu

menurunkan tingkat kemiskinan.

Berdasarkan hasil LISA pada kuadran low-

low, terdapat 2 kondisi ketersediaan UMKM yaitu

tidak terdapat UMKM yang mengolah bahan baku

dan terdapat UMKM yang mengolah bahan baku

pada low yang pertama. Sedangkan pada low yang

kedua, ketersediaan bahan baku dari kecamatan

tetangga rendah (LQ < 1) sehingga tidak dapat

mencukupi bahan baku bagi UMKM untuk

melakukan produksinya. Pola kerjasama regional

tidak dapat dilakukan pada kondisi tidak terdapat

UMKM yang mengolah bahan karena tidak

adanya ketersediaan UMKM dan komoditas yang

digunakan UMKM bukan merupakan komoditas

basis pada kecamatan tetangganya. Sedangkan

pada kondisi terdapat UMKM yang mengolah

bahan baku akan ditingkatkan produksinya

dengan menggunakan bahan baku dari kecamatan

lain yang memiliki LQ komoditas > 1 di

Kabupaten Simalungun. Berikut ini merupakan

bentuk pola kerjasama regional pada masing-

masing kuadran.

• Pada kuadran high-high, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

penumbuhan UMKM baru dan pada UMKM

eksisting akan ditingkatkan jumlah

produksinya. Sedangkan pada kecamatan

tetangganya akan dikembangkan sebagai

penyedia bahan baku komoditas sehingga

tercipta keterkaitan antara UMKM dan

penyedia bahan baku (backward linkage).

• Pada kuadran low-low, bentuk pola kerjasama

regional yang dapat dilakukan ialah

peningkatan produksi UMKM dengan

memanfaatkan bahan baku dari kecamatan

lain di Kabupaten Simalungun yang memiliki

nilai LQ komoditas > 1.

• Pada kuadran low-high, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

penumbuhan UMKM sebagai pengolah bahan

baku komoditas. Sedangkan pada kecamatan

tetangga akan dikembangkan sebagai lokasi

penyedia bahan baku komoditas sehingga

tercipta keterkaitan antara UMKM dan

penyedia bahan baku (backward linkage).

• Pada kuadran high-low, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

pada UMKM eksisting akan ditingkatkan

jumlah produksinya dengan memanfaatkan

produksi komoditas pada kecamatan lain di

Kabupaten Simalungun yang memiliki nilai

LQ komoditas > 1 sebagai bahan baku bagi

UMKM untuk melakukan produksi.

• Berdasarkan hasil analisis LISA, kecamatan

yang berpotensi membentuk kerjasama

regional ialah Kecamatan Bandar, Bandar

Huluan, Bandar Masilam, Dolok Batu

Nanggar, Dolok Pardamean, Dolok Silau,

Haranggaol Horison, Jawa Maraja Bah Jambi,

Jorlang Hataran, Panei, Pematang Bandar,

Pematang Sidamanik, Pematang Silimahuta,

Purba, Raya, Raya Kahean, Siantar,

Sidamanik, Silau Kahean, Silimahuta, Tanah

Jawa, dan Ujung Padang.

Hubungan Spasial UMKM dan LQ terhadap

Kemiskinan berdasarkan LISA

Kemiskinan merupakan masalah

pembangunan di Kabupaten Simalungun sehingga

diperlukan upaya-upaya yang bertujuan untuk

mengurangi hal tersebut. Masalah kemiskinan

Page 10: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

100 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

dapat dikurangi melalui pengolahan potensi

daerah. Kabupaten Simalungun memiliki potensi

pertanian dan potensi UMKM yang dapat

dikembangkan guna mengurangi kemiskinan

wilayah.

Berdasarkan hasil analisis LISA komoditas

yang memiliki potensi untuk dapat dikembangkan

ialah jagung, kedelai, kacang tanah, ubi, nangka,

ikan, wortel, kopi, cokelat, dan aren. Hal tersebut

dapat dilihat dari nilai morans’I bernilai positif.

Berdasarkan penelitian terdahulu apabila nilai

morans’I positif, maka komoditas tersebut

memiliki potensi untuk membentuk pola

kerjasama regional. Berikut ini merupakan

hubungan UMKM dan komoditas basis terhadap

kemiskinan berdasarkan hasil analisis LISA.

Tabel 5. Hasil Analisis LISA terhadap Upaya Pengurangan Kemiskinan

No Lokasi Pengembangan UMKM di

Kecamatan:

Potensi Pengembangan

Komoditas

Tingkat

kemiskinan

1 Siantar jagung, ubi Menengah-rendah

2 Bandar Huluan ubi

3 Bandar ubi, nangka

4 Pematang Bandar kopi

5 Jawa Maraja Bah Jambi ikan

6 Sidamanik ubi Menengah-tinggi

7 Dolok Batu Nanggar ubi

8 Raya Kahean kopi, cokelat, aren

9 Purba jagung, wortel, aren

10 Tanah Jawa jagung, nangka, cokelat Tinggi

11 Pematang Sidamanik kacang tanah

12 Dolok Pardamean jagung

13 Dolok Silau jagung, wortel, kopi

14 Silimahuta jagung, wortel

15 Jorlang Hataran ubi

16 Ujung Padang nangka, aren

17 Raya kacang tanah, kopi

18 Bandar Masilam kedelai, ubi

19 Panei ubi, kedelai, kacang tanah

20 Silau Kahean aren Tinggi

21 Haranggaol Horison jagung, wortel

22 Pematang Silimahuta jagung, wortel

Berdasarkan Tabel 5, tingkat kemiskinan di

Kabupaten Simalungun terbagi atas tingkat

kemiskinan menengah-rendah, menengah-tinggi,

dan tinggi. Pada tingkat kemiskinan menengah-

rendah, potensi kerjasama regional dapat

dilakukan pada 5 kecamatan. Pada tingkat

kemiskinan menengah-tinggi, potensi kerjasama

regional dapat dilakukan pada 4 kecamatan.

Sedangkan pada tingkat kemiskinan tinggi,

potensi kerjasama regional dapat dilakukan pada

13 kecamatan. Berdasarkan hal tersebut, potensi

kerjasama regional lebih banyak berlokasi pada

kecamatan dengan tingkat kemiskinan yang

tinggi. Salah satu bentuk pola kerjasama regional

tersebut ialah penumbuhan UMKM berbasis

komoditas pertanian. Pada kecamatan dengan

tingkat kemiskinan tinggi, terdapat banyak potensi

komoditas pertanian yang dapat digunakan

sebagai bahan baku bagi UMKM sehingga

harapannya dapat menyerap tenaga kerja lebih

banyak.

Berdasarkan hal tersebut, terdapat

hubungan dalam upaya pengurang kemiskinan

melalui penumbuhan UMKM berbasis komoditas

pertanian. Kecamatan dengan tingkat kemiskinan

tinggi yang memiliki potensi untuk penumbuhan

UMKM berbasis komoditas pertanian adalah

Kecamatan Tanah Jawa, Pematang Sidamanik,

Dolok Pardamean, Dolok Silau, Silimahuta,

Jorlang Hataran, Ujung Padang, Raya, Bandar

Masilam, Panei, Silau Kahean, Haranggaol

Horison, Pematang Silimahuta. Penumbuhan

UMKM berbasis komoditas diharapkan dapat

membuka peluang untuk dapat menyerap lebih

banyak tenaga kerja dan masing-masing UMKM

dapat meningkatkan produksinya. Produksi yang

dilakukan UMKM akan berdampak pada

peningkatan pendapatan UMKM sehingga

kesejahteraan masyarakat juga dapat meningkat.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis LISA antara

variabel penggunaan bahan baku UMKM

terhadap nilai LQ masing-masing komoditas,

komoditas yang memiliki potensi untuk

membentuk pola kerjasama regional ialah jagung,

Page 11: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

Puji Abraham Pranata Silalahi, Surjono, Wawargita Permata Wijayanti

Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 101

kedelai, kacang tanah, ubi, nangka, ikan, wortel,

kopi, cokelat, dan aren.

Adapun komoditas yang dapat

dikembangkan sebagai bahan baku bagi UMKM

pada masing-masing kecamatan ialah sebagai

berikut:

• Kecamatan Bandar: ubi, nangka

• Kecamatan Bandar Huluan: ubi

• Kecamatan Bandar Masilam: ubi

• Kecamatan Dolok Batu Nanggar: ubi

• Kecamatan Dolok Pardamean: jagung

• Kecamatan Dolok Silau: wortel

• Kecamatan Haranggaol Horison: jagung

• Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi: ikan

• Kecamatan Jorlang Hataran: ubi

• Kecamatan Panei: kedelai

• Kecamatan Pematang Bandar: kopi

• Kecamatan Pematang Sidamanik: kacang

tanah

• Kecamatan Pematang Silimahuta: wortel

• Kecamatan Purba: jagung

• Kecamatan Raya: kopi

• Kecamatan Raya Kahean: aren

• Kecamatan Siantar: ubi

• Kecamatan Sidamanik: ubi

• Kecamatan Silau Kahean: aren

• Kecamatan Silimahuta: jagung

• Kecamatan Tanah Jawa: jagung

• Kecamatan Ujung Padang: nangka

Berdasarkan analisis LISA, adapun bentuk

pola kerjasama regional yang dapat dilakukan

ialah:

• Pada kuadran high-high, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

penumbuhan UMKM baru dan pada UMKM

eksisting akan ditingkatkan jumlah

produksinya. Sedangkan pada kecamatan

tetangganya akan dikembangkan sebagai

penyedia bahan baku komoditas sehingga

tercipta keterkaitan antara UMKM dan

penyedia bahan baku (backward linkage).

• Pada kuadran low-low, bentuk pola kerjasama

regional yang dapat dilakukan ialah

peningkatan produksi UMKM dengan

menggunakan bahan baku dari kecamatan lain

yang memiliki LQ komoditas > 1 di

Kabupaten Simalungun.

• Pada kuadran low-high, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

penumbuhan UMKM sebagai pengolah bahan

baku komoditas. Sedangkan pada kecamatan

tetangga akan dikembangkan sebagai lokasi

penyedia bahan baku komoditas sehingga

tercipta keterkaitan antara UMKM dan

penyedia bahan baku (backward linkage).

• Pada kuadran high-low, bentuk pola

kerjasama regional yang dapat dilakukan ialah

UMKM eksisting akan ditingkatkan jumlah

produksinya dengan memanfaatkan produksi

komoditas pada kecamatan lain di Kabupaten

Simalungun yang memiliki nilai LQ

komoditas > 1 sebagai bahan baku bagi

UMKM untuk melakukan produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin, L. (2005). Exploring Spatial Data with

GeoDa: A Workbook. University of

Illinois. Urbana-Champaign Urbana.

Arrowiyah. & Sutikno. (2006). Spatial Pattern

Analysis Kejadian Penyakit Demam

Berdarah Dengue untuk Informasi

Early Warning Bencana di Kota

Surabaya. Surabaya: Institut

Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Karana, H., Rahim, A. & Safri, M. (2014). Analisa

Struktur Biaya dan Tingkat

Pendapatan Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah (Studi Kasus Di

Kotamadya Tanjung Balai). Jurnal

dalam Simposium Nasional. RAPI

XIII. Medan, 2014.

Kohar, A. & Suherman, A. (2003). Analisis

Location Quotient (LQ) dalam

Penentuan Komoditas Ikan Unggulan

Perikanan Tangkap Kabupaten

Cilacap. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Lestariani, A. B. & Syafitri, W. (2016). Dampak

UMKM terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja di Kota Blitar. Malang:

Universitas Brawijaya (UB).

Ponto, Steva. O., Anderson. K. & Patrick. W.

(2015). Analisis Korelasi Sektor

Pertanian terhadap Tingkat

Kemiskinan di Kabupaten Kepulauan

Sangihe. Berkala Ilmiah Efisiensi. 15

(4): 137-147.

Saputra, Z., Muhammad, S. & Syahnur, S. (2015).

Analisis Keterkaitan Regional

Kabupaten/Kota dalam Pembentukan

Klaster Pengembangan Ekonomi

Wilayah Provinsi Aceh (Pendekatan

Analisis Spasial). Jurnal Ilmu

Ekonomi. 3 (2): 84-93.

Sasongko, A. T. (2013). Analisis Dampak

Pembangunan Sektor Pertanian

terhadap Tingkat Kemiskinan dan

Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi

Aceh. Skripsi. Dipublikasikan. Bogor:

Institut Pertanian Bogor (IPB).

Setiawan, N. (2005). Teknik Sampling. Bandung:

Universitas Padjadjaran.

Page 12: POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL …

POTENSI KERJASAMA REGIONAL USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS KOMODITAS PERTANIAN

DI KABUPATEN SIMALUNGUN

102 Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Susilawati., I. S., & Shirly. W. (2016). Penentuan

Komoditas Unggulan Sektor Pertanian

Tanaman Pangan di Kabupaten Bone,

Sulawesi Selatan. Bone: Universitas

Hasanuddin.

Utari, T. & Dewi. P. M. (2014). Pengaruh Modal,

Tingkat Pendidikan dan Teknologi

terhadap Pendapatan Usaha Mikro

Kecil Menengah (UMKM) di

Kawasan Imam Bonjol Denpasar

Barat. E-JURNAL EKONOMI

PEMBANGUNAN UNIVERSITAS

UDAYANA. 3 (12): 576-585.

Wirawan, I. K. A., Sudibia. K. & Purbadharmaja.

I. B. P. (2015). Pengaruh Bantuan

Dana Bergulir, Modal Kerja, Lokasi

Pemasaran dan Kualitas Produk

terhadap Pendapatan Pelaku UMKM

Sektor Industri di Kota Denpasar. E-

Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana. 4 (1): 1-21.

Wuryandari, T., Hoyyi, A., Kusumawardani, D. S.

& Rahmawati. D. (2014). Identifikasi

Autokorelasi Spasial pada Jumlah

Pengangguran di Jawa Tengah

Menggunakan Indeks Moran. Media

Statistika. 7 (1): 1-10.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Kabupaten Simalungun Tahun 2016-

2020.

Kabupaten Simalungun Dalam Angka Tahun

2016.

Statistik Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun

2014.