bab 1 pendahuluaneprints.undip.ac.id/61639/2/bab_1.pdfmengidentifikasi faktor pendukung dan...

35
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan menurut Undang-undang Republik Indonesia no.41/Kpt-II/1999 tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia merupakan negara dengan luas hutan terbesar kesembilan di dunia dengan luas 884.950 km 2 dengan persentase 46,46%. 1 Peringkat tersebut merupakan penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena sebelumnya Indonesia tercatat sebagai tiga besar luas hutan terbesar dunia. Maka dari itu diperlukan sebuah usaha dalam mengembalikan hutan seperti pada fungsinya. Berbagai jenis hutan yang ada di indonesia memiliki fungsi sebagai pencegah erosi dan tanah longsor, menyimpan, mengatur dan menjaga persedian dan keseimbangan air, menyuburkan tanah, sumber ekonomi, sebagai sumber plasma nutfah, dan mengurangi pencemaran udara. Namun di negara berkembang seperti Indonesia menjadi sebuah dilema dalam mengatur kemajuan pembangunan suatu negara. Di satu sisi negara harus menjaga kelestarian hutan, tetapi disisi lain negara membutuhkan sebuah sumber daya alam guna membangun sebuah kesejahteraan. Maka dari itu dalam mengatur 1 Forest Land Area ranking. CIA World Fact’s Book dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah_hutan dilihat Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 19.50

Upload: dodang

Post on 13-Mar-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan menurut Undang-undang Republik Indonesia no.41/Kpt-II/1999

tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia

merupakan negara dengan luas hutan terbesar kesembilan di dunia dengan luas

884.950 km2 dengan persentase 46,46%. 1 Peringkat tersebut merupakan

penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena sebelumnya Indonesia tercatat

sebagai tiga besar luas hutan terbesar dunia. Maka dari itu diperlukan sebuah

usaha dalam mengembalikan hutan seperti pada fungsinya. Berbagai jenis hutan

yang ada di indonesia memiliki fungsi sebagai pencegah erosi dan tanah longsor,

menyimpan, mengatur dan menjaga persedian dan keseimbangan air,

menyuburkan tanah, sumber ekonomi, sebagai sumber plasma nutfah, dan

mengurangi pencemaran udara.

Namun di negara berkembang seperti Indonesia menjadi sebuah dilema

dalam mengatur kemajuan pembangunan suatu negara. Di satu sisi negara harus

menjaga kelestarian hutan, tetapi disisi lain negara membutuhkan sebuah sumber

daya alam guna membangun sebuah kesejahteraan. Maka dari itu dalam mengatur

1 Forest Land Area ranking. CIA World Fact’s Book dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah_hutan dilihat Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 19.50

Page 2: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

2

sebuah pembangunan, Pemerintah Indonesia membuat sebuah pasal dalam UUD

1945 yaitu pasal 33 ayat 3 yang berbunyi :

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Kemudian dalam mengatur terkait sumber daya hutan, pemerintah merespon

dengan membuat undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan. Hutan merupakan sekumpulan ekosistem dimana saling

berhubungan erat antara hutan dan lingkungan baik itu berupa pepohonan, benda-

benda hayati dan non hayati, lingkungan pendukung (jasa) dimana semua yang

ada di atas selalu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Hutan secara

keseluruhan merupakan kumpulan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.

Keunggulan yang lebih penting bagi hutan dari sumberdaya alam lain

adalah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sumber-sumber

hutan tidak akan kunjung habis dan kering, ia akan selalu ada asalkan diurus dan

dijaga sebaik-baiknya.

Kita menyadari bahwa karena kebutuhan pembangunan, pengembangan,

dan kebutuhan, lahan suatu daerah menjadi sangat penting dalam keberlangsungan

pembangunan, dan hal tersebut membuat pinjam pakai, tukar lahan atau konversi

hutan menjadikan hal yang sangat lumrah guna mendukung pembangunan suatu

daerah. Sangat memungkinkan semakin lama luas dari hutan akan berkurang

secara tidak langsung tanpa disadari dan dapat menimbulkan dampak negatifnya

seperti bencana banjir atau tanah longsor yang membawa kerugian bagi semua

pihak, baik kerugian langsung maupun tidak langsung, material maupun non

Page 3: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

3

material. Pengurangan areal luas hutan tersebut ternyata terjadi secara sistematis,

yang melibatkan semua aktor pembangunan, yaitu pemerintah, swasta, dan

masyarakat yang tidak lagi mengindahkan kebijakan pelestarian lingkungan

hutan. Maka dari itu sejak tahun 1967, tanah kehutanan di Indonesia berada

dibawah wewenang Menteri Kehutanan dan Perkebunan atau sekarang dikenal

sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu dibutuhkan juga

sebuah pembangunan terkonsep dan terprogam guna mendukung pembangunan

yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan alam sehingga dampak negatif dari

konversi hutan dapat diminimalisir. Tanah yang tergolong sebagai hutan

diperkirakan 50,2 persen dari wilayah Indonesia2, dan tidak terdapat hak atas

tanah di atasnya kecuali bila telah terjadi konversi. Tiap konversi tanah kehutanan

mensyaratkan ijin dari Menteri Kehutanan, yang izinnya dinamakan Hak

Pengusahaan Hutan.

Persebaran hutan di Jawa Tengah menurut Badan Pusat Statistik pada tahun

2015 sebesar 757.000 Ha yang terdiri atas 362.000 Ha Hutan Produksi tetap,

127.000 Ha Hutan suaka alam dan pelestarian alam, 84.000 Ha Hutan Lindung,

dan 184.000 Ha Hutan Produksi terbatas. Hutan di Jawa Tengah memiliki fungsi

yang berbeda-beda, secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan

untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam

mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional

maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari kelembaban yang ada di

udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui proses transpirasi dan 2 Data Bank Dunia Forest Area by Percentage (%) tahun 2015 dengan website http://data.worldbank.org/indicator/AG.LND.FRST.ZS?end=2015&name_desc=false&start=1961&view=chart diakses 5 Oktober 2016 pukul 20.09

Page 4: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

4

respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi atau curah hujan yang turun akan

berkurang dan suhu udara akan naik (Miller, 1993). Dari segi ekonomis, terdapat

juga hutan yang berfungsi menghasilkan hasil hutan baik kayu maupun non kayu.

Salah satu contoh hasil hutan non kayu adalah pendapatan ekowisata atau wisata

lingkungan. Di Jawa Tengah sendiri terdapat beberapa wisata lingkungan salah

satunya adalah Wana Wisata Hutan Penggaron yang merupakan kawasan hutan

yang terletak di wilayah Kesatuan Pamangku Hutan (KPH) Semarang, Perum

Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Lokasi ini berupa hutan sekunder dataran

rendah, dengan topografi berbukit-bukit dan menurut Perda nomor 6 Tahun 2010

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2009-2029 pasal 68

ayat (2) kawasan Hutan Penggaron ditetapkan sebagai hutan produksi. Kawasan

ini merupakan bagian dari rangkaian kawasan yang membentang di sisi tenggara,

perbatasan antara Kota Semarang dengan sisi timur Kabupaten Semarang. Luas

kawasan kurang lebih 900 ha, dengan alokasi kawasan Wanawisata seluas ±372,2

Ha (150 Ha masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Semarang dan 222,2

Ha masuk dalam wilayah administrasi Kota Semarang). Wana Wisata Penggaron

terletak pada ketinggian antara 100-350 meter di atas permukaan laut dengan

kemiringan lahan yang dapat dibedakan menjadi 3, yaitu kemiringan 0-8%, 8-

13%, dan <13%.

Page 5: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

5

Gambar 1.1

Peta Pola Ruang Jawa Tengah 2011-2031

sumber: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Gambar 1.2

Peta Pola Ruang Kabupaten Semarang 2011-2031

sumber: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011

Page 6: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

6

Pada Gambar 1.1 dan 1.2 merupakan Peta Pola Ruang Provinsi Jawa

Tengah dan Kabupaten Semarang dimana pada gambar 1.1 menunjukkan Hutan

Penggaron yang terletak di Kabupaten Semarang (ditandai dengan warna hijau

muda sedikit pudar) merupakan Hutan Produksi tetap, sedangkan pada Gambar

1.2, Hutan Produksi Penggaron terletak di Ungaran Timur yang ditandai warna

hijau kebiru-biruan yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang. Beberapa

Landasan yang mendasari dibentuknya wahana hutan wisata Wana Wisata

Penggaron (2000) adalah sebagai berikut:

1. Surat Wakil Kepala Perum Perhutani Unit 1, tanggal 5 Pebruari 1997 No.

34/043.7/Prod/I, perihal Pengembangan Wana Wisata Penggaron.

2. Surat Bupati Semarang tanggal 2 Juli 2002, No.050/03114, perihal

Pengembangan Wana Wisata Penggaron di Kabupaten Semarang

3. Kesepakatan bersama dalam rangka kerjasama (MoU) Usaha Pengembangan

Wana Wisata Penggaron, antara Perum Perhutani dengan Pemerintah

Kabupaten Semarang, Nomor 99/SJ/DIR/2002 dan Nomor

415.4/13/KJS/2002 tanggal 27 September 2002.

Seiring dengan perkembangan wana wisata dan kebutuhan masyarakat akan

tempat rekreasi ini, maka pemerintah akan semakin gencar dalam melakukan

percepatan pembangunan, promosi dan merubah bentuk wana wisata sedemikian

rupa untuk memenuhi target pendapatan yang telah ditentukan pemerintah

provinsi Jawa Tengah. Pemerintah juga berhak dan “membuka diri” dengan sektor

lain seperti badan usaha guna mempercepat pembangunan yang telah

direncanakan. Hal tersebut telah dijamin oleh Peraturan Presiden Republik

Page 7: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

7

Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan

Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.

Salah satu isu hangat yang menjadi perbincangan masyarakat Jawa Tengah

adalah pembangunan Jateng Park yang rencananya akan dibangun di Kompleks

Kawasan Hutan Produksi Penggaron. Gagasan pembangunan Jateng Park

dicetuskan pada tahun 2011 oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu Bibit Waluyo,

namun dalam kenyataannya gagasan tersebut sampai saat ini belum terealisasi

karena terbentur dengan regulasi dan minimya investor yang tertarik membuat

seolah-olah gagasan tersebut mati suri. Kemudian titik terang kembali muncul

pada tahun 2015 saat Gubernur Jawa tengah yang terpilih pada pilkada 2014

Ganjar Pranowo menginginkan adanya ikon / tujuan wisata baru bertemakan

theme park sekelas “Disneyland”.3 Pencetusan ide tersebut juga didasari dengan

pendapatan Wana Wisata Penggaron yang setiap tahun tidak memenuhi target dan

di belum terdapat wisata theme park di kawasan pengembangan pariwisata

koridor Semarang-Ambarawa-Salatiga. Namun dalam pelaksanaannya terdapat

beberapa hambatan diantaranya adalah Kawasan Hutan Penggaron merupakan

hutan produksi4 , dimana hutan produksi merupakan hutan yang menghasilkan

hasil hutan5 dan termasuk dalam kawasan yang dikelola oleh Perum Perhutani

Divisi Regional Jawa Tengah. Maka dari itu dalam pembangunan Jateng Park

pemerintah provinsi Jawa tengah harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan

Perum Perhutani Divisi Regional Jawa tengah sebagai pengelola kawasan hutan.

3 Galih Permana. Ganjar ingin hutang penggaron sekelas disneyland.2013. dalam web http://jateng.tribunnews.com/2013/10/01/ganjar-ingin-hutan-penggaron-sekelas-disneyland 4 Pasal 69 Perda nomor 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah 5 Pasal 1 butir kedelapan Peraturan Pemerintah 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan

Page 8: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

8

Perum Perhutani sendiri adalah Badan Usaha Milik Negara di Indonesia

yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan,

pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Di Jawa

Tengah, salah satu kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani adalah Hutan

Produksi Penggaron. Dalam studi kasus ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

bekerja sama dengan pengelola hutan Penggaron, Ungaran yaitu Perum Perhutani

Divisi Regional Jawa Tengah dalam pembangunan Jateng Park.

Oleh karena itu studi ini sangat menarik untuk menemukenali proses

kerjasama antara pemerintah provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani

Divisi Regional Jawa Tengah terkait perubahan peruntukan penggunaan hutan

produksi Penggaron, Ungaran menjadi wisata tematik Jateng Park.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses kerjasama yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah dan Perum Perhutani dalam perubahan peruntukan penggunaan

kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng Park?

2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam proses kerjasama

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani terkait

perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron

menjadi Jateng Park?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Page 9: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

9

1. Mengidentifikasi proses kerjasama yang dilakukan antara Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani dalam mengubah peruntukan

penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng Park.

2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

Jawa Tengah terkait perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan

produksi Penggaron menjadi Jateng Park.

1.4. Kegunaan Penelitian

Dari tujuan dilakukannya penelitian tadi, maka adapun manfaat dari

penelitian yaitu penelitian diharapkan mempunyai manfaat secara :

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat dari penelitian ini jika dilihat dari segi teoritis adalah penelitian ini

diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan dapat memperkaya temuan-temuan terkait pengembangan

teori mengenai proses berjalannya suatu kerjasama antara pemerintah dengan

suatu badan usaha. Penelitian ini memberikan penjelasan teoritis mengenai

kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani Divisi

Regional Jawa Tengah terkait penggunaan hutan produksi Penggaron.

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Daerah

Page 10: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

10

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam

pemanfaatan wilayah dengan cara perubahan peruntukan hutan menjadi

tempat wisata guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya

melalui kerjasama dengan pihak ketiga yaitu badan usaha. Dalam kerjasama

tersebut diharapkan mampu mengakomodir semua kepentingan baik dari

pemerintah, badan usaha, dan masyarakat dengan tujuan utama untuk

kepentingan bersama dan kemajuan daerah.

b. Bagi Pihak Ketiga

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan saran kepada

pihak ketiga guna menciptakan suatu kerjasama yang saling menguntungkan

antara pihak ketiga dengan pihak pemerintah.

c. Bagi Masyarakat

Menambah dan mendorong tingkat kepedulian dan keberanian

masyarakat untuk mengutarakan pendapat atas berbagai kondisi atau

kejadian dan informasi di lingkungan masyarakat secara langsung baik akan

disampaikan langsung oleh pemerintah maupun melalui bantuan media

masa dan lembaga kemasyarakatan yang ada.

d. Bagi Peneliti

Akan menjadi pembelajaran bagi penelitian baik untuk penelitian

selanjutnya maupun untuk peneliti yang lain khususnya dalam kajian

penelitian kebijakan pubik hingga proses implementasi sebuah kebijakan

publik oleh pemerintah. Selain itu diharapkan pula menumbuhkan pula rasa

Page 11: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

11

kepekaan peneliti terhadap kondisi masy secara langsung serta diharapkan

akan menumbuhkan jiwa penelitian dan kepedulian sosial.

1.5. Kerangka Pemikiran Teoritis

1.5.1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 Tentang Pemerintah Daerah,

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah kepada

pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem NKRI.

Menurut Rondinelli: Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan,

pembuatan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat

kepada organisasi wilayah, unit satuan administratif daerah, organisasi semi

otonom, pemerintah daerah, atau organisasi nonpemerintah/lembaga swadaya

masyarakat.

Menurut PBB, Desentralisasi merujuk pada pemindahan kekuasaan dari

pemerintah pusat baik melalui dekonsentrasi (delegasi) pada pejabat wilayah

maupun melalui devolusi pada badan-badan otonom daerah.

Desentralisasi mempunyai ciri-ciri tertentu, seperti yang diungkapkan

Smith berikut ini6:

1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan

tertentu dan pemerintah pusat kepada daerah otonom,

6 Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Derah. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia. Halaman 21-22.

Page 12: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

12

2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang

tersisa (residual functions),

3. Penerima wewenang adalah daerah otonom,

4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan; wewenang mengatur dan mengurus (regelling

en bestuur) kepentingan yang bersifat lokal,

5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak,

6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte

administrative, verwaltungsakt),

7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi pemerintah

pusat,

8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi,

9. Menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem

politik.

Sedangkan otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri

dan namos yang berarti Undang – Undang atau aturan. Dengan demikian

otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

rumah tangga sendiri.

Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna

kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang

terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus

Page 13: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

13

dipertanggungjawabkan. Selain itu, Philip Mahwood mengemukakan bahwa

otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai

kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang

diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material

yang substansial tentang fungsi – fungsi yang berbeda.

Dalam Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa

otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa Undang – Undang Nomor 32 Tahun

2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu:

1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan

kebijaksanaan sendiri.

2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan

pelaksanaannya.

3. Menggali sumber – sumber keuangan sendiri.

4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,

pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara

keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi,

maka Sarundajang juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada

daerah meliputi empat aspek yaitu dari : a) segi politik, mengikutsertakan,

menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan

Page 14: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

14

daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional; b)

segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan

hasil guna penyelenggaraan pemerintahan; c) segi kemasyarakatan, untuk

meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat

melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri dan; d) segi ekonomi

pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan

guna tercapainya kesejahteraan rakyat. 7 Selanjutnya dalam teori tersebut,

terdapat beberapa prinsip otonomi daerah yang diantaranya :

1. Untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

2. Sebagai sarana pendidikan politik.

3. Sebagai persiapan karier politik.

4. Stabilitas politik.

5. Kesetaraan politik.

6. Akuntabilitas politik.

1.5.2. Public Private Partnership

Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta

(KPS) dapat diterjemahkan sebagai: Sebuah perjanjian kontrak antara swasta

dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama

untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing – masing untuk

meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk

7 Sarundajang, 2002,Arus Balik Kekuasaan dari Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.

Halaman 35

Page 15: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

15

untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal

untuk publik.

Dalam PPP, Meskipun aktor swasta seringkali memiliki tanggung

jawab utama untuk melakukan manajemen operasional sehari-hari, namun

sektor public terus berperan pada pengelolaan korporasi dan tingkat

manajamen harian. Dalam melakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat

dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah atau dibagi kepada

pemerintah dan swasta. Sinergi tersebut secara sederhana dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 1.3

Sinergi dalam Public Private Partnership (PPP)

Sumber : Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.12, No. 3. Hal. 145-146.

Pada gambar 1.3 menggambarkan sinergi dalam Public Private

Partnership, dimana Pemerintah Pusat/Daerah mengimplementasikan suatu

kebijakan dengan membentuk lembaga khusus yang bertujuan untuk

melaksanakan pelayanan publik. Bank nantinya akan berperan dalam

Pemerintah Pusat

/Pemda

Bank Special Purpose

Company

Desain Pemeliharaann Operasional

Pelayanan Publik

Konstruksi

Page 16: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

16

pendanaan dan pembiayaan jalannya sebuah lembaga khusus yang dibentuk.

Prinsip, Manfaat, dan Tujuan pelaksanaan PPP. Pelaksanaan PPP dilakukan

diantaranya berdasarkan prinsip: adil, terbuka, transparan, dan bersaing.

Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparansi dan persaingan,

maka tujuan dalam pelaksanaan PPP adalah:

Selain itu, tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk:

a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan

dana swasta.

b. Meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat.

c. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan

infrastruktur.

d. Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.

Berikut adalah bentuk atau skema kerjasama Public Private

Partnership yang dilakukan di Indonesia8:

a. BOT (Build, Operate, Transfer)

Swasta membangun, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke

pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

b. BTO (Build, Transfer, Operate)

Swasta membangun, menyerahkan assetnya ke pemerintah dan

mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir.

c. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer) 8 Public Private Partnership. Slideshow. https://www.academia.edu/7347379/Public_Private_Partnership diakses 18/6/2015. Pukul 19.35 WIB.

Page 17: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

17

Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke

pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

d. BOO (Build, Own, Operate)

Swasta membangun dan memiliki fasilitas serta mengoperasikannya.

e. O&M (Operation and Maintenance)

Berlaku untuk kasus khusus, pemerintah membangun, swasta

mengoperasikan dan memelihara.

Kemudian dalam Peraturan Presiden nomor 38 tahun 2015 tentang

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan

Infrastruktur pada pasal 4 (empat) menjabarkan prinsip kerjasama pemerintah

dengan badan usaha sebagai berikut:

a. Kemitraan, yakni kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha

dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak.

b. Kemanfaatan, yakni Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh

pemerintah dengan Badan Usaha untuk memberikan manfaat sosial dan

ekonomi bagi masyarakat.

c. Bersaing, yakni pengadaan mitra kerjasama Badan Usaha dilakukan

melalui tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta

memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat.

d. Pengendalian dan pengelolaan risiko, yakni kerja sama Penyediaan

Infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi

pengelolaan, dan mitigasi terhadap risiko.

Page 18: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

18

e. Efektif, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mampu mempercepat

pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan dan

pemeliharaan infrastruktur.

f. Efisien, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mencukupi kebutuhan

pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui

dukungan dana swasta.

PPP di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1974 yaitu

sejak adanya Undang – Undang yang mengatur tentang pembangunan jalan

tol. Sampai saat ini, pelaksanaan PPP ini masih focus pada pembangunan

infrastruktur yang ditangani oleh pemerintah pusat. Persiapan yang perlu

dilakukan dalam proses PPP biasanya meliputi Pra Sudi Kelayakan, Desain

Awal, AMDAL, Sosialisasi, Kelayakan Keuangan, Pengadaan/Pelelangan.

Sedangkan kriteria yang dipergunakan dalam proses pengadaan/tender

adalah: biaya, tarif, desain, dan proses pemeliharaan. Setelah infrastruktur

tersebut terbangun, kinerja dari KPS inipun bias dilihat berdasarkan: (1)

revenue atau pendapatan yang diperoleh, (2) efisiensi yang dihasilkan, (3)

penanganan resiko, dan (4) inovasi yang dihasilkan.

Salah satu contoh kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha

dalam penyediaan infrastruktur pariwisata di kawasan hutan adalah kerjasama

Pemeritahan Kabupaten Blitar dengan Perum Perhutani dalam rangka

pengembangan potensi wisata. 9 Program kerjasama antara Pemerintah

Kabupaten Blitar dengan Perum Perhutani dalam bentuk rencana optimalisasi 9 Berita.” Kembangkan pariwisata, Pemkab Blitar kerjsama dengan perum perhutani. Diakses http://www.blitarkab.go.id/2016/02/01/kembangkan-pariwisata-pemkab-blitar-kerjasama-dengan-perum-perhutani/ diakses 06 Oktober 2016

Page 19: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

19

pariwisata. Pemerintah Kabupaten Blitar menilai wisata alam merupakan

sektor yang banyak menyedot wisatawan, seperti pantai, gua dan wisata

gunung hutan. Namun sebagian besar titik lokasi tersebut di wilayah kerja

Perum Perhutani. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan Perhutani sehingga

kesepahaman bersama antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan Perum

Perhutani selaku pengelola hutan yang berada di wilayah Kabupaten Blitar

dapat terbangun. Ini juga mengingat dalam pengembangan wisata tersebut

bertujuan untuk mengembangkan potensi pariwisata di dalam kawasan hutan,

sehingga memperoleh manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi yang optimal.

Kerjasama tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan bersama (MoU)

antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Kabupaten Blitar tentang

pengembangan potensi wisata Nomor: 109/KB/BLT-Divre Jatim/2016,

Nomor: 119/1.002/4098.011/2016, pada hari Kamis, 28 Januari 2016

disebutkan bahwa objek dan ruang lingkup objek wisata dalam MoU tersebut

meliputi; Pantai Serang, Pantai Tambakrejo, Goa Embulutuk, Pantai Peh

Pulo, Pantai Pangi, Pantai Jebring, Pantai Pudak dan Pantai Serit.

Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan prinsip kemitraan dalam

proses kerjasama pemerintah daerah dengan badan usaha. Menurut Anoraga,

kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari dua atau lebih

pelaku usaha yang saling menguntungkan.Terjadinya kemitraan adalah bila

ada keinginan yang sama untuk saling mendukung dan saling melengkapi

dalam upaya mencapai tujuan bersama. Kemitraan usaha ini dilakukan antara

Page 20: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

20

usaha kecil dengan sektor usaha besar. Dengan adanya kemitraan ini, usaha

kecil diharapkan dapat hidup berdampingan dan sejajar dengan usaha besar.10

1.5.3. Kemitraan

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong

atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.

Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal

antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi

untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian

kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:

a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal

antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra

atau ”partner”.

b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk

kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara

sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,

kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk

bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,

prinsip, dan peran masing-masing.

d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau

organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan

10

Pandji Anoraga. 2005. Manajemen Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.

Page 21: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

21

melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang

berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-

masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila

diperlukan.

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu

kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:

a. Prinsip Kesetaraan (Equity). Individu, organisasi atau institusi yang telah

bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar

kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

b. Prinsip Keterbukaan. Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan

masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua

itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal

dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling

keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling

membantu diantara golongan (mitra).

c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit). Individu, organisasi atau

institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari

kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi.

1.5.4. Implementasi

Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya

Page 22: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

22

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin

Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi,tindakan atau

adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas , tapi

suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.11 Guntur

Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling

menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk

mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,birokrasi yang efektif.12

Dari pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata implementasi

bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan pendapat para ahli

diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan yang

terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh

berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh

objek berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi kurikulum merupakan proses

pelaksanaan ide,program atau aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat

menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu pembelajaran dan

memperoleh hasil yang diharapkan.

Menurut pandangan George C. Edwards III, implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu variabel

dengan variabel yang lain, yakni:

a. Komunikasi. Keberhasialan implementasi kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi

11 Nurdin Usman. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Grasindo,Jakarta. 2002:hal70 12 Guntur Setiawan. Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan.Balai Pustaka.Jakarta.2004:hal39

Page 23: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

23

tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok

sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak

diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan

terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

b. Sumberdaya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas

dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya

tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi

implementor dan sumber daya finansial.sumberdaya adalah faktor

penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya,

kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

c. Disposisi. merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki implementor.

apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif. berbagai pengalaman pembangunan

dinegara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan

kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegara-

negara dunia ketiga, seperti indonesia adalah contohkonkrit dari

rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan

program-program pembangunan.

Page 24: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

24

d. Struktur birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas

mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang

penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

(standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi

setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu

panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-

tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, Ini pada

gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

1.6. Operasionalisasi Konsep

Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau

kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dapat berlangsung

manakala individu – individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang

sama dan memiliki kesadaran untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan

mereka tersebut. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha merupakan kemitraan

yang dijalin antara instansi pemerintah dengan pihak – pihak investor dimana

kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang saling berkesinambungan.

Kerjasama pemerintah dengan badan usaha ini biasanya dijalin dalam rangka

melakukan pengadaan atau pengelolaan fasilitas, sarana dan prasarana publik.

Melalui konsep tersebut peneliti diharapkan memperoleh temuan yang

mendukung penelitian tersebut mulai dari proses rencana kerjasama, bentuk

kerjasama hingga faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama.

Page 25: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

25

Dari konsep tersebut, dioperasionalisasikan melalui sejumlah indikator /

fenomena penelitian sebagai berikut:

1. Proses Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani

Divisi Regional Jawa Tengah dapat diketahui melalui beberapa indikator

langkah pendekatan program yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Perencanaan. Dalam tahap tersebut nantinya akan dijelaskan

mekanisme awal dari perjanjian kerjasama tersebut. Nantinya dalam

tahap tersebut akan diwajibkan melewati ketentuan ketentuan yang

tertuang dalam Perpres nomor 38 Tahun 2015 diantaranya ketentuan

umum, penganggaran pengadaan KPBU, identifikasi perencanaan

KPBU, proyek multi-infrastruktur, pengkategorian KPBU, mekanisme

tipe kerjasama hingga keputusan lanjut atau tidaknya kerjasama

tersebut. Bila daftar rencana kerjasama disetujui dan mencapai kata

sepakat, akan dilanjutkan dengan penyusunan dokumen-dokumen

pendukung dan studi pendahuluan.

b. Persiapan. Pada tahap akan menjelaskan kegiatan apa saja yang akan

dilakukan setelah daftar rencana kerjasama disetujui oleh kedua belah

pihak terkait. Dalam tahap ini terdapat beberapa ketentuan dalam

menyusun sebuah kerjasama, beberapa diantaranya adalah

penyusunan pra-studi kelayakan, konsultasi publik, hingga kegiatan

pendukung selama persiapan kerjasama.

c. Transaksi. Dalam bagian ini menyangkut mengenai teknis dari

pelaksanaan kerjasama antar dua belah pihak, mulai dari pembiayaan,

Page 26: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

26

pengembalian modal, penentuan lokasi pembuatan infrastruktur,

pelelangan atau beauty contest hingga penandatangan kerjasama

dilaksanakan dalam tahap ini.

2. Faktor pendukung dan penghambat yang ditinjau menggunakan Teori

Implementasi Edward III yang meliputi:13

a. Komunikasi. Pemerintah selaku pencetus ide perubahan peruntukan

penggunaan hutan produksi menjadi pariwisata diharapkan

mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Jika dalam

menyampaikan sebuah tujuan dan sasaran dari suatu kebijakan tidak

jelas, tidak dapat memberi pemahaman atau bahkan tujuan tersebut

tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, makan akan

terjadi kemungkinan bahwa akan terjadi suatu penolakan dari

kelompok sasaran yang bersangkutan.

b. Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara

jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan sumber

daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.

Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni

kompetisi implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya

adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.

Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi

dokumen saja.

13

Edward Julisrtha. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba Persada

Page 27: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

27

c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh

implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila

implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh

pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif

yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi

kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d. Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi

adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating

procedures) atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap

implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang

akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape,

yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya

menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk tipe penelitian deskriptif. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Ikbal Hasan bahwa penelitian deskriptif mempelajari

masalah – malasah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat

serta situasi – situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan – kegiatan, sikap –

Page 28: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

28

sikap, pandangan – pandangan dari suatu fenomena. 14 Sesuai dengan judul

penelitian yang diangkat, uraian deskriptif yang dimaksud yaitu

mendeskripsikan proses kerjasama antara pemerintah Provinsi Jawa Tengah

dengan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah terkait perubahan

peruntukan penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng

Park, sedangkan pendekatan kualitatif Dimana metodologi kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata

– kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati15

dibutuhkan untuk melengkapi informasi dalam memahami fenomena sosial

berdasarkan pada kenyataan dilapangan.

1.7.2. Situs Penelitian

Lokasi penelitian berada di sekitar kawasan Wanawisata Penggaron, Desa

Susukan, Kabupaten Semarang, yang telah direncanakan akan dijadikan lokasi

pembangunan Jateng Park.

Selain itu penelitian dilakukan di instansi-instansi terkait rencana

pembangunan Jateng Park seperti:

a. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dalam studi kasus pembangunan

Jateng Park diwakili oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas

Budaya dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, dan Kesekretariatan Provinsi

Jawa Tengah.

14 Ikbal Hasan. 2002. Pokok-Pokok Metode Penelitian dan aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm13. 15 Lexy J Moloeng. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal 3.

Page 29: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

29

b. Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah

c. Pihak Badan Usaha bentukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum

Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yaitu PT. SPJT dan PT. Palawi

1.7.3. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini informan yang diteliti dipilih dengan metode

purposive sampling. Purposive sampling digunakan untuk menentukan

informan dari perilaku utama yang paling bertanggung jawab terhadap

kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani

Divisi Regional Jawa Tengah.

1.7.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam studi ini terdiri dari data primer dan sekunder

dalam bentuk statistik dan peta. Teknik survei yang digunakan yaitu melalui

teknik wawancara, teknik survei primer (menggunakan instrumen penelitian

dalam bentuk kuesioner) dan teknik survei sekunder (kunjungan instansional)

yang ditempuh lewat kunjungan ke beberapa instansi terkait di Kabupaten

Semarang maupun Provinsi Jawa Tengah. Setiap data yang digunakan

memiliki manfaat di dalam studi, yaitu memberikan gambaran naratif/

deskriptif tentang kondisi fisik, sosial, dan ekonomi wilayah penelitian (peta

wilayah studi dan uraiannya), dasar perhitungan sampling, dan manfaat data.

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

Page 30: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

30

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari

sumber atau informan. Pengambilan data ini dilakukan melalui teknik

wawancara secara langsung kepada informan yang dinilai memiliki

kapabilitas dan paham terhadap seluk-beluk permasalahan yang diteliti

misalnya melakukan wawancara kepada Dinas Perhubungan sebagai dinas

yang berwenang dalam mengelola dan mengatur transportasi di Kota

Semarang, para pengemudi angkutan umum serta masyarakat khususnya

para penumpang yang merasakan dampak dari diberlakukannya optimalisasi

terminal mangkang tersebut.

2. Data Sekunder, adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung dari

objek penelitian, meliputi kajian pustaka, laporan-laporan, arsip, berita di

media dan data-data penunjang lainnya yang dapat menambah khasanah

data sehingga akan mempermudah peneliti dalam penyusunan penelitian.

Data-data ini diperoleh dengan meminta atau meminjam dari instansi yang

menjadi obyek penelitian.

1.7.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:

1. Interview / Wawancara, adalah merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dalam

penelitian kualitatif ini dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan

Page 31: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

31

informasi secara holistic.16 Wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti

kepada informan terkait pembangunan Jateng Park dan masyarakat.

2. Dokumentasi, yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, dan sebagainya.

3. Observasi, metode ini dapat mengidentifikasikan tentang fenomena

karakteristik objek penelitian guna memperdalam data atau fakta yang

belum terdata atau mendukung data yang sudah ada. Mencakup observasi

langsung ke objek penelitian untuk melihat tingkatan pelaksanaan

pembangunan antara yang seharusnya (das sollen) dan apa yang terjadi

(das sein) apakah telah terjadi ketimpangan di lapangan. Data pendukung

dapat diperoleh melalui dokumentasi berupa foto atau gambar.

1.7.6. Analisis Data

Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data

kedalam pola, kategori dan satuan uaraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

data.17

Analisis dilakukan setelah data dari wawancara di lapangan dikumpulkan.

Karena menggunakan tipe pendekatan kualitatif, maka analisis data yang

dilakukan berproses secara induktif yaitu membuat kesimpulan berdasarkan

informasi dari narasumber.

16 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. 2011. hlm 231 17Lexy Moelong. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2004. Halaman 38.

Page 32: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

32

Langkah – langkah pengolahan setelah data terkumpul maka dengan cara

memeriksa kembali data yang telah diperoleh dan mencocokan untuk

diklarifikasi menurut golongan dan kategori masing – masing serta

menyempurnakan data yang dianggap masih belum sesuai tujuan yang

hendak dicapai.

Analisis data ini menurut Moeleong, dalam bukunya yang berjudul Metode

Penelitian Kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu:

1. Reduksi data, yaitu diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan

perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan transformasi data kasar

yang muncul dari hasil penelitian dilapangan. Reduksi data merupakan

suatu bentuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang

data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian

rupa sehingga kesimpulan – kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan

diverifikasi.

2. Penyajian data, yaitu dartikan sebagai kesimpulan informasi yang

tersususn dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Adapun dalam penelitian ini penulis lebih

menekankan pada bentuk penyajian yang deskriptif atau penggambaran.

3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, merupakan langkah terakhir dalam

analisa data kualitatif, penarikan kesimpulan ini tergantung pada besarnya

catatan lapangan, kecakapan, dan kejelian dalam menganalisa data kasar

tersebut. Dengan melalui tahapan reduksi (data yang berlimpah dipilah –

pilah, sebagian yang tidakberguna dibuang, dan sebagian dipakai), display

Page 33: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

33

data, peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah semua persoalan

serta berbagai data dan informasi terungkap.

1.7.7. Matriks Penelitian

Matrik penelitian bisa kita katakan sebagai gambaran penelitian itu sendiri.

Di dalam matrik penelitian biasanya terdapat beberapa hal yang harus kita

isikan seperti judul, rumusan masalah, tujuan dari penelitian, hipotesis (apabila

ada), populasi dan juga matrik itu sendiri. Pada penelitian tersebut, peneliti

membuat matriks penelitian dengan tujuan untuk mempermudah dalam

memberikan gambaran mengenai penelitian yang di lakukan termasuk judul,

rumusan masalah, tujuan dan sebagainya. Selain itu matrik penelitian biasa

digunakan untuk memudahkan dalam melakukan skripsi, sebab dengan begitu

semua akan lebih berjalan terstruktur dan bisa mendapatkan hasil penelitian

sesuai dengan yang di inginkan. Berikut adalah matriks penelitian.

Tabel 1.1

Matriks Penelitian

Judul Analisis Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa

Tengah Terkait Perubahan Peruntukan Penggunaan

Kawasan Hutan Produksi Penggaron Menjadi Jateng

Park

Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses kerjasama yang dilakukan

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum

Perhutani dalam perubahan peruntukan

penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron

menjadi Jateng Park?

Page 34: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

34

Lanjutan Tabel 1.1

2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat

dalam proses kerjasama Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah dengan Perum Perhutani terkait

perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan

produksi Penggaron menjadi Jateng Park?

Variabel 1. Proses Kerjasama antara Pemerintah Provinsi

Jawa Tengah dan Perum Perhutani dalam

pembangunan Jateng Park

2. Faktor penghambat dan pendukung dalam

kerjasama

Indikator 1. Proses Kerjasama

A. Perencanaan

i. Penyusunan rencana anggaran dan

penganggaran Kerjasama Pemerintah dan

Badan Usaha

ii. Identifikasi dan penetapan kerjasama

iii. Rekomendasi lanjut atau tidaknya kerjasama

iv. Daftar rencana kerjasama

B. Persiapan

i. Prastudi kelayakan;

ii. Rencana Dukungan Pemerintah dan Jaminan

Pemerintah;

iii. Penetapan tata cara pengembalian investasi;

iv. Pengadaan tanah untuk KPBU

C. Transaksi

i. Penjajakan minat pasar

ii. Penetapan lokasi KPBU

iii. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana

Page 35: BAB 1 PENDAHULUANeprints.undip.ac.id/61639/2/BAB_1.pdfMengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional

35

iv. Pemenuhan pembiayaan

Lanjutan Tabel 1.1

2. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Komunikasi

b. Struktur Organisasi

c. Sumber daya

d. Disposisi

Sumber Data a. Informan kunci: stakeholders terkait yaitu Kepala

Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Provinsi

Jawa Tengah dan Kepala Administrasi Perum

Perhutani KPH Semarang.

b. Informan Pendukung: staff BKPH Penggaron,

Konsultan Bussiness Plan Jateng Park, dan

dokumen kerjasama, dan kepustakaan

Metode Penelitian a. Metode Penelitian Kualitatif

b. Penentuan Informan menggunakan purposive

sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan

c. Pengumpulan data menggunakan teknik

wawancara, observasi, dan dokumentasi

d. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif