positive response to loss - kehilangan pasangan hidup pada ibu tiga anal

21
POSITIVE RESPONSE TO LOSS AND RESILIENCE Ibu Tiga Anak yang Kehilangan Pasangan Hidup OLEH : AGUSTINA EMASRI SIANIPAR (1300646) C PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Upload: agustinaemasrisianipar

Post on 22-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

wawancara langsung terhadap subjek dan verbatim

TRANSCRIPT

Page 1: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

POSITIVE RESPONSE TO LOSS

AND RESILIENCE

Ibu Tiga Anak yang Kehilangan Pasangan Hidup

OLEH :

AGUSTINA EMASRI SIANIPAR (1300646)

C

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2015

Page 2: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

IDENTITAS

Nama : NS

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristes Protestan

Suku Bangsa : Batak

Status Marital : Cerai Mati

Usia Penikahan : 17 tahun ( s/d 2011)

Peneliti : Agustina Emasri Sianipar

Page 3: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

LANDASAN TEORI

Positive Response to Loss

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang

sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan

(Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami

oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami

kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang

berbeda.

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan

adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti

sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa

tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total

dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.

a. Bentuk Kehilangan

1) Kehilangan orang yang berarti 

2) Kehilangan kesejahteraan 

3) Kehilangan milik pribadi

b. Sifat Kehilangan

1) Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)

Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan

dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan

atau pelalaian diri akan sulit diterima.

2) Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)

Page 4: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang

ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). 

c. Tipe Kehilangan

Actual Loss

Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama

dengan individu yang mengalami kehilangan.

Perceived Loss ( Psikologis ) 

Perasaan individual, tetapi menyangkut hal – hal yang tidak dapat diraba atau

dinyatakan secara jelas.

Anticipatory Loss 

Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu

memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan

yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)

menderita sakit terminal. Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres.

Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama

ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita. 

d. Unsur yang mempengaruhi respon positif seseorang terhadap kehilangan:

Self Perception

Adanya pandangan baru terhadap orang yang berduka adalah mereka sadar

akan kerapuhan dan ssaknya hidup setelah merasakan kehilangan orang-orang

yang mereka cintai. Akibatnya mereka yang memprioritas ulang tujuan dan

mengevaluasi kembali gaya hidup mereka. Pada umumnya, mereka

mengatakan bahwa kehilangan orang yang mereka cintai menyebabkan

mereka lebih fokus pada masa sekarang.

Inteerpersonal Relatinship

Page 5: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

Pada orang yang berduka, akan ada keluarga dan teman-teman yang akan

memberi dukungan. Mereka memiliki apresiasi yang lebih besar atas sesaknya

kehidupan, mereka bersedia untuk mengungkapkan cinta mereka untuk

anggota keluarga dan meluapakan konflik lama. Mereka memilki waktu lebih

untuk orang lain dan mencoba untuk menjadi lebih konstruktif dalam

hubungan mereka dengan orang lain.

Life Perspective

Orang-orang yang berduka, didalam sebuah penelitian berbicara tentang

sejumlah cara dimana kepribadia mereka telah berubah menjadi lebih baik

serta memiliki keterampilan baru. Pertumbuhan karakter yang terbentuk

seperti memilki rasa empati yang tinggi dan pemahaman terhadap orang lain.

Resilience

Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit

(Reivich dan Shatté,2002). Resiliensi dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda dan

hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut

dengan baik.

7 Aspek yang mempengaruhi proses resiliensi seseorang :

o Self-Esteem, merupakan begian dari harga diri.

o Self-Understanding, adalah bagaimana seseorang mengartikan dirinya.

o Self-Confidence, merupakan kepercayaan diri seseorang.

o Self-Hardiness, yaitu keuletan

o Self-Religious, adalah pemaknaan diri seseorang terhadap adanya Sang

Pencipta.

Page 6: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

o Self-Interpersonal, hubangan orang secara pribadi dengan orang

disekitarnya.

o Pengolahan Emosi Negatif, adalah kemampuan untuk tetap tenang di

bawah kondisi yang menekan.

Page 7: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

PEMBAHASAN

Positive Response to Loss

Bentuk kehilangan yang dialami subjet adalah, kehilangan orang berarti. Dimana

subjek kehilangan soulmate, belahan jiwa atau pasangan hidup yaitu suaminya. Suject

kehilangan suaminya secara tiba-tiba (suddenly). Kelihangan tersebut merupakan tipe Actual

Loss.

Persepsi diri subjek terhadap dirinya sebelum terjadi kejadian tersebut cenderung

tinggi dan sombong. Namun kemudian setelah meninggalnya suami dari subjek, ia

menganggap dirinya tidak mampu berbuat apapun. Subjek merasa tidak akan mampu

menjalani hidup dan sempat terlintas pikiran untuk mengakhiri hidup. Kemudian setelah

memikirkan anak-anaknya subjek memutuskan untuk bertahan dan menjalani hidup. Setelah

beberapa waktu berlalu, subjek merasa dirinya lebih ‘enjoy’ dari pada dirinya yang dulu, dan

juga merasa yakin akan sanggup dalam menjalani hidupnya.

Hubungan interpersonal subjek dan keluarga tidak dapat menjadi faktor pendukung

dalam proses mencari respon positif pada kehilangannya. Keluarga memberikan dukungan

secara verbal, namun subjek tidak merasa keluarga benar-benar membantunya secara nyata.

Misalkan untuk member bantuan finansial maupun menghubungi setelah kejadian tersebut.

Namun, subjek menemukan hubungan interpersonal yang baik dengan orang yang memiliki

keadaan yang sama dengannya yaitu kehilangan suami.

Pandangan hidup subjek sebelum terjadinya peristiwa kehilangan cenderung sempit,

dimana subjek lebih mengandalkan suaminya dalam berbagai hal. Subjek kemudian

kehilangan tujuan hidup sepeninggalan suaminya. Kemudian subjek mengalami pertumbuhan

karakter dan berfikir lebih terbuka dalam menjalani hidup, termasuk saat memutuskan

Page 8: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

pendidikan anaknya. Subjek memiliki rasa empati yang baik dalam melihat hidup orang lain

dan mengambil sisi positif ketika menghubungkan dengan situasi yang diahadapinya.

Resilience

Self-Esteem subjek ditunjukkan dengan tidak inginnya subjek meminta bantuan

kepada orang lain secara financial, ia lebih memilih memperjuangkan secara pribadi. Namun

lebih tinggi saat sebelum suaminya meninggal, dan sekarang subjek lebih memilih untuk

mengintrospeksi diri.

Self-Understanding,subjek menganggap dirinya sebagai pribadi lebih kuat

darisebelumnya, ia juga tidak ingin lagi jatuh sakit karena berlarut-larut dalam kesedihan.

Self-Religious, subjek lebih baik dari sebelumnya, relijiusitasnya juga memperkuat resiliensi

dirinya. Dimana pemahaman subjek tentang selalu mengandalkan Sang Pencipta, dan segala

pertolongan datangnya dari atas. Sehingga hal tersebut mempengaruhi Self-Confidence dari

subjek, dengan keyakinan dari dalam dirinya subjek lebih percaya bahwa dia akan sanggup

menjalani hidup, namun juga menyadari akan usianya yang tidak muda lagi.

Self-Hardiness, kondisi fisik merupakan penghalang subjek dalam aspek ini. Self-

Interpersonal, orang yang memiliki hubungan yang baik dengannya merupakan orang berada

disekitarnya secara langsung. Yang tinggal disekitarnya maupun yang sering bertemu

dengannya, keluarga subjek tidak memberikan pengaruh besar dalam ketahanannya

menghadapi kehilangan tersebut. Ketahanan subjek lebih dipengaruhi oleh hubungannya

dengan orang yang memiliki keadaan yang sama dengannya, dilingkungan gereja maupun

sekitar rumahnya.

Pengolahan Emosi Negatif, subjek mengakui emosinya tadak selalu stabil, terlebih

subjek memiliki tekanan darah tinggi. Namun humor dilingkungan sekitarnya dapat menekan

emosi negatifnya. Jauh berbeda dari saat pertama peristiwa kehilangan terjadi.

Page 9: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

TRANSKRIP WAWANCARA

Topik wawancara : Positive Response To Loss and Resilience – Pada Peristiwa

Meninggalnya Pasangan Hidup dari Subjek

Tanggal : 20 Maret 2015

Jam : 18.57 – 19.30 WIB

Tempat Wawancara : Kediaman Subjek

Keterangan : Peneliti (P)

Subjek (S)

P : Gak ganggu ini, Nang? Lagi sibuk tadi gak?

S : Enggak ada do, duduk-duduk. Kalo udah sore gini duduk-duduk aja lagi nyo…

Hehehe. (tertawa kecil)

P : Berapa bersaudara si Anggi, Nang?

S : Tiga, yang satu lagi kuliah si Alex kan goarnya* (nama bhs. Batak), kan di UNP.

Yang kedua si Anggi adekmu, habis tu yang masih kelas 5 si Darma, tau kau kan

yang kecil itu?

P : Berarti betiga ya, Nang, dan laki-laki semua.

S : Iya laki-laki bertiga.

P : Tahun berapa Amang pergi, Nang?

S : Pas tahun 2011.

Page 10: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

P : Yang paling besar lagi usia berapa waktu itu, Nang?

S : Pas kelas 1 sma kalo gak salahku, mau naik kelas 2.

P : Tiba – tiba ya, Nang?

S : Iyaaaaa, tiba – tiba… Tapi waktu itu belum tau lah penyakitnya, pas ronsen, di

ronsen, di ronsen keliatan lah ada batu, di ginjal kan. Baru pas libur semester anak

sekolah, si Anggi pas kelas 6, tu kami pergi lah ke Padang. Ee, ke rumah sakit tentara

di Padang, trus ke rumah sakit tentara di Padang. Kata dokter spesialis kemih yang di

situ itu, kalo di bawa ke Jakarta nanti di laser, “tapi saya bisa”, katanya kan, “besok

kita operasi”, katanya. Nah, besoknya dia operasi, kalo gak salahku hari Kamis itu.

Tulah, rupanya tensinya rendah.

P : Karena itu meninggalnya, Nang?

S : Gak tau juga, karena apa. Kata dokter sih ada jantung, tapi setauku dia gak ada

jantung. Selesai operasi, kira-kira jam 12 lewat lah meninggalnya, hari Jum’at lah itu.

P : Kehilangan sekali pasti ya, Nang.

S : Iyaalah, sangat kehilangan.

P : Bagaimana rasa kehilangannya itu boleh dijelaskan, Nang?

S : Yaaa, rasanya kayak (mata berkaca-kaca) Hehehe, jadi menangis ini, maaf ya?

P : Iya, maaf ya Nang sebelumnya,

S : Enggak kok, gak apa-apa, lama rasanya pengen menangis, tapi kan kalo nangis itu

gak bisa dibuat-buat ya. (meneteskan air mata) Rasanya itu seperti udah gak ada

artinya kita hidup lagi. Kalau lagi sore, kadang-kadang sama yang kecil itu pergi kami

Page 11: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

ke Ngarai kan, berpkir kayak, “ah, udahlah kujatuhkan aja lah diri ini ke Ngarai

lagi” gitu. Tapi kupikir lagi, “kalau aku kayak gini terus nanti anak-anakku gimana

ya?”.

P : Jadi bagi Inang anak-anak lah membuat Inang bertahan selama ini.

S : Iya, dulu aku sempat sakit-sakit. Hehehe (mata masih berkaca-kaca) sempatlah aku

di opname juga. Karena tensi tinggi, tipus juga, gak bisa terlalu kali capek. Tapi kan

aku ke pasar tiap hari kalo enggak dari mana nanti biaya kami? Kulihatnya anak-anak

ini masih perlu aku, masih harus kuperjuangkan, anakku masih punya masa depan.

Lagi pula, di belakang rumah ini ada janda juga. Setelah 6 bulan meninggal bapak si

Alex meninggal lah suaminya. Dia malah anaknya 8, yang paling besar seumur si

Alex juga. Lagi kuliah juga anknya, dua malah satu di UNP satu, STAIN satu. Masih

bersyukur aku, kan. Tapi kulihat dia kan, kupikir gini, “dia aja bisa, lebih berat

tanggungannya dariku, tapi dia sanggup.”, gitu. Ibu itu aja bisa kenapa aku enggak

kan, anakku cuma tiganya, tapi dia pun bisa menguliahkan anaknya kok. Entah dari

manapun itu, tapi berjalan aja sampe sekarang kan…

P : Udah dari dulu memang kegiatan Inang ke pasar?

S : Udaah, udah dari dulu masih ada bapak si Alex. Tapi itulah, sakit-sakit pas apa ini,

hehehe. Padahal dulu biasa-biasa ajanya. Memanglah mungkin, beban pikiran lah

yang membuat jadi sakit.

P : Keluarga gimana, Nang? Hubungannya atau dukungannya?

S : Kalau yang kualami ya, selama ini. Gak ada nya istilah saudara itu, kalau orang lain

itu, gak ada itu. Lebih berarti nya tetangga lagi dari pada saudara. Kalo masih hidup

aja nya semua menelepon begini begono. Kalo kayak sekarang ini gak ada. Apalagi

Page 12: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

kan kalau di gereja sudah kumpul – kumpul sama ibu-ibu mabalu* (janda bhs. Batak)

semua pun bilang kayak gitu. Jadi sewaktu mengucapkan kata penghiburanlah kan

katanya, “nanti sama-sama kita membesarkan anak anak ini”. Tapi kenyataannya

sebenarnya saudara itu gak ada. Sebenarnya ya kita sendiri. Yaaa, memang sih sendiri

maksudnya bukan tanpa Tuhan. Tapi itulah saudara pun gak ada. Itulah yang kami

sama-sama rasakan. Jadi ya, kalau bukan kita yang mengurus anak-anak ini siapa lagi?

Hehehe (menyapu air mata) akupun tadi lagi sendiri gini kadang sering teringat

sebenarnya…

P : (tersenyum)

S : Keluarga dari orang bapak si Alex ataupun keluargaku. Memang menjarak kok.

Cuma gini aja, yang penting kuperjuangkan bagaimana supa anakku ini jadi orang.

Udah itu satu,kita kan waktu baru-baru meninggal suami kan, gimana ya biaya anak-

anak ini. Tapi, akhirnya dicukupkan Tuhan selalu kok. Si Alex pun bisanya kuliah.

Tanpa mereka gitu yaa, mau nelpon ataupun enggak, dibantu Tuhan selalu. Hehehe.

Tadi datang yang besar dari Padang kan. Dibilangnya, “Ma, mungkin bulan puasa

Alex magang ya.” “Trus PL nya kapan?” “PL nya mungkin bulan 8, trus habis tu

mulai lagi nyusun-nyusun.”. Puji Tuhan kan istilahnya tinggal berapa lama lagi.

Gakpernah aku memelas ke sana ke sini, gak pernaaah. Kalau pepatah apa, memang

betul lah itu kan bahasa bataknya, Balga do pasu-pasu Tuhatta i namabalu* (Besar

berkat Tuhan kepada para Janda).Memang betul lah itu…

P : Jadi Inang sendiri juga merasa sudah menjadi pribadi yang lebih kuat ya, Nang?

S : Yaaa, kalaupun dulu sempat sakit-sakit untunglah masa itu sudah lewat. Tapi kuakui

kalau dulu bawaannya ada kesombongan diri. Selalu berpikir, “ah, suamiku ada kok.”,

yakan bapak si Alex tentaranya. Tapi kalo sekarang jadi lebih merendah. Umurpun

Page 13: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

udah semakin tua kan, yaa instropeksi dirinya. Itu, itu dibahas itu di gereja lo, kalau

dulu kita dak mengandalkan mengandalkan Tuhan do. Kita mengandalkan suami.

Makanya itulah tadi kubilang, orang lain itu gak ada, kawan kita itu Tuhan aja.

P : Inang merasa seperti dilupakan sama mereka?

S : Paling kita dan anak-anak kita lagi. Yaa, mungkin merekapun iyalah sibuk dengan

keluarganya kan

P : Mungkin mencoba memperbaiki komunikasi gitu, Nang?

S : Eee, sebenarnya kalo pulang kampung gitu masiih, kami. Itu kan perasaan kita yaa,

gak tau lah perasaan orang itu. Cuma ya mereka kak gak peduli gitu, iya sibuk mereka

dengan keluarganya. Hubaungan itu tetap baiknya, kalo sama itoku* (bhs. Batak

saudara laki- laki, ditujukan pada ) nelpon terkadang adalah. Tapi kalau sama edaku*

(saudara perempuan dari suami bhs. Batak) cuma soal warisan aja nya itu nelpon.

Mungkin karena tabu itu, bagi orang batak kalo aku nelpon itoku, atau itoku yang

nelpon kan. Kecuali, kalo itoku kandung, maklumlah mungkin karena orang-orang

kampung, ga dipikirkannya hal-hal gitu, gimana kehidupan kami mungkin yang dalam

pikiran mereka enak kali lah hidup kami disini. Padahal ya, ginilah sebenarnya…

P : Bererti sekarang memang lebih dekatlah ke Tuhan ya nang?

S : Iya, lebih dekat ke Tuhan. Lebih aktif juga, kalau dulu ada apa-apa di Gereja itu

mana mau terlibat, “Ah, ngapain gitu-gitu?” tapi kalau sekarang lebih mengandalkan

Tuhan lagi…

P : Kalau sekarang perasaan Inang, sudah lebih menerima dan tenang menjalani hari-

hari?

Page 14: Positive Response to Loss - Kehilangan Pasangan Hidup Pada Ibu Tiga Anal

S : Menerima, sudah. Kadang-kadang terpikir juga kalaupun misalnya suamiku gak

pergi, mungkin belum tentu kuliah si Alex. Orang-orang bilang, “Kak, ngapain

kuliah? Kok kenapa gak dimasukkan aja si Alex tentara atau polisi?” soalnya kan biar

istilahnya uangnya cuma sekali kan. Takut dulu kalau kuliah ini nanti uangnya putus

di tengah jalan gimana kan? Ternyata, masih sanggup, Gak harus ternyata kalo

keluarganya tentara terus anaknya tentara, gak ada itu. Gak nyangka juga lah.

Sekarang memang sudah lebih enjoynya aku, cuman itulah doaku semoga jangan sakit

itu ajalah, kalau lagi siang gitu diluar ketawa juganya aku sama orang-orang lain kan.

Yaitu tadilah kan… kuliat tetanggaku yang belakang itu aja bisa ketawa kok, ngapain

kita berlarut-larut terus dalam kesedihan kan. Perjuangkan ajalah lagi gimana

kedepannya, rencana juga, biarlah rencana Tuhan yang jadi. Yang penting diusahakan

anak-anak ini, kayak mana biar bermasa depan semua. Hehehe (tersenyum).

Bukittinggi, 22 Maret 2014

( NS )