porto apendisitis inal
DESCRIPTION
appendictTRANSCRIPT
Nama Peserta : Rinaldi Sani NST
Nama Wahana : RSUD Tanjung Pura LAngkat
Topik : Apendisitis akut
Tanggal (kasus) : 19 September 2015 Presenter : dr. Rinaldi Sani NST
Tanggal presentasi : Pendamping : dr. Dalyana
Tempat presentasi : RSUD Tanjung Pura LAngkat
Objektif presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Ny.Nurhayati, 28 tahun, nyeri perut kanan bawah, apendisitis akut
Tujuan: Tatalaksana emergensi
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama: Ny. Nurhayati No. RM: -
Nama klinik: - Telp: - Terdaftar sejak: -
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran klinis:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Hal ini dialami pasien sejak ± 6 jam
SMRS dan memberat dalam 1 jam ini. Nyeri timbul tiba-tiba dengan rasa nyeri yang sangat
hebat. Nyeri awalnya dirasakan pada perut bagian tengah kemudian lama kelamaan menjalar ke
perut bagian kanan bawah. Nyeri berkurang bila pasien tidak banyak bergerak. Keluhan ini
disertai dengan mual, muntah sudah 2 kali, dan demam. BAK dan BAB dalam batas normal.
Tidak ada riwayat gangguan pada menstruasi selama ini.
2. Riwayat pengobatan:
Belum dilakukan terapi apapun untuk penyakit ini.
3. Riwayat kesehatan/penyakit:
Pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat keluarga:
Riwayat keluarga menderita penyakit jantung, gula, maupun darah tinggi tidak diketahui oleh
pasien.
5. Riwayat pekerjaan:
Ibu rumah tanggal
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan):
Pasien tidak suka mengonsumsi sayuran atau buah-buahan.
7. Riwayat imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus):
-
8. Lain-lain:
Daftar Pustaka
1. De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC:
Jakarta.
2. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II. EGC:
Jakarta.
3. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendiks. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM &
Mattox KL, editors, Sabiston Texbook of Surgery 17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders,
2004: 1381-1393.
4. Way LW. Appendix. In: Way LW & Doherty GM, editors, Current Surgical Diagnosis &
Treatment. 11 edition. Boston: McGraw Hill, 2003: 668-672.
5. Jaffe BM & Berger DH. The Appendix. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL,
Hunter JG, Pollock RE, editors, Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. New
York: McGraw Hill Companies Inc, 2005:1119-1134.
6. Hardin DM. Acute Apendisitis: Review and Update. American Academy of Family Physician
1999; 60: 2027-34.
7. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR & Rees BI. Evaluation of the Alvarado score in
acute Apendisitis. Available at: http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi?
artid=1294889&blobtype=pdf.
8. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and appendiceal abscess. In: Baker RJ, Fiscer JE, editors,
Mastery of Surgery Vol II 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2001: 1466-
1478.
9. Ellis H & Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H,
Ashley SW, McFadden DW, editors, Maingot’s Abdominal Operations Vol II 10th edition.
Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-1222.
10. Soybel DI. Appendix. In: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ,
Thompson RW, editors, Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. New York:
Springer Verlag Inc, 2000: 647-662.
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis apendisitis akut
2. Pemeriksaan penunjang dalam penegakkan diagnosis
3. Membuat konsultasi ke bagian bedah untuk tatalaksana emergensi
1. Subjektif: Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Hal ini dialami pasien sejak ±
6 jam SMRS dan memberat dalam 1 jam ini. Nyeri timbul tiba-tiba dengan rasa nyeri yang
sangat hebat. Nyeri awalnya dirasakan pada perut bagian tengah kemudian lama kelamaan
menjalar ke perut bagian kanan bawah. Nyeri berkurang bila pasien tidak banyak bergerak.
Keluhan ini disertai dengan mual, muntah sudah 2 kali, dan demam. BAK dan BAB dalam batas
normal menyingkirkan diganosis banding gastroenteritis, gangguan traktus urinarius, intususepsi,
dan enteritis Crohn. Tidak ada riwayat gangguan pada menstruasi selama ini menyingkirkan
gangguan ginekologis. Diagnosis mengarah kepada apendisitis akut yang kemudian dilakukan
pengeakkan diagnosis berdasarkan skor Alvarado.
2. Objektif:
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium mendukung diagnosis apendisitis. Pada kasus ini,
diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Faktor risiko: pasien tidak suka mengonsumsi sayuran dan buah-nbuahan.
- Gejala klinis: nyeri terlokalisir perut kanan bawah tiba-tiba yang diawali dengan nyeri di perut
tengah. Kondisi ini disertai dengan demam, mual, dan muntah.
- Pemeriksaan fisik: McBurney sign (+), Psoas sign (+), Rovsing sign (+) yang lebih
mengarahkan diagnosis ke apendisitis retrosekal. Tidak dijumpai defans muskular yang
menyingkirkan komplikasi peritonitis pada pasien.
- Pemeriksaan laboratorium: leukositosis ringan. Hal ini makin menegakkan diagnosis
apendisitis terlebih dengan jumlah neutrofil yang lebih tinggi.
3. Assessment (penalaran klinis):
Nyeri perut kanan terlokalisir pada pasien ini dengan McBurney sign (+), Psoas sign (+),
Rovsing sign (+) dan mereda dalam kondisi istirahat khas untuk apendisitis akut. Terlebih lagi,
tidak ada gangguan BAK, BAB, dan menstruasi yang menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Skor alvarado juga menunjukkan skor 9 artinya pasien hampir menderita apendisitis dan
diperlukan tindakan apendektomi segera. Pasien ini dikonsulkan ke bagian bedah untuk rencana
apendektomi segera dengan terapi awal pemberian antibiotika dan analgesik.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm), dan
berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit
ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendisitis pada usia
itu. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior
dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu,
nyeri visceral pada appendisitis bermula di sekitar umbilicus. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren.1
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis. Obstruksi lumen oleh
fekalith, hiperplasia jaringan limfoid, biji-bijian, cacing usus, merupakan penyebab utama
obstruksi apendiks. Obstruksi dapat menyebabkan inflamasi akibat benda asing dan kompensasi
tingginya sekresi mukus. Akibatnya, apendiks akan distensi dan dilatasi. Kondisi diperburuk
dengan adanya infeksi bakteri di apendiks. Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan
beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi, terutama yang paling banyak bacteri Escherichia coli.2
Kapasitas lumen pada appendiks normal hanya 0,1 mL dan sekresi sekitar 0,5 mL pada distal
sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang serabut
saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut
tengah atau di bawah epigastrium (nyeri tumpul di Th 10) serta rasa mual. Bila sudah mengenai
peritoneum parietal, terutama bila eksudat inflamasi sudah banyak, akan terjadi nyeri somatik
spesifik di titik McBurney. Distensi diperburuk dengan gangguan aliran darah vena dan
gangguan limfatik apendiks.3
Apendisitis akut yang tidak ditangani dengan cepat dapat berlanjut ke perforasi apendiks.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis difus. Tanda
perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis >14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga >48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai
pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang
melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua
atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abses. Absses tersebut dapat diketahui dari
adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.4
Gejala apendisitis akut umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut.
Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram yang
hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam. Kemudian, nyeri
akan berpindah dan terlokalisasi di titik McBurney. Pada gejala sistemik, pasien dapat
mengalami demam subfebris maupun febris. Dapat ditemukan gejala mual, muntah, obstipasi
atau diare.5
Pasien dengan apendisitis retrosekal juga memiliki gejala lain yang bersifat konfirmasi
diagnostik, seperti:6
1. Rovsing’s sign: jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Apendisitis namun tidak spesifik.
2. Psoas sign: pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien
dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendiks. Manuver
ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
3. Obturator sign: pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada
manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendiks, abses lokal, iritasi M. Obturatorius
oleh Apendisitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
4. Blumberg’s sign (nyeri lepas kontralateral): pemeriksa menekan di LLQ kemudian
melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan
nyeri di RLQ.
5. Wahl’s sign: manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada auskultasi.
6. Baldwin’s test: manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
7. Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding diagnostik,
khususnya pada pasien dengan pelvis abses karena ruptur Appendiks. Pasien dengan nyeri
apendisitis biasanya cenderung tidak ingin banyak pergerakan agar nyeri bisa berkurang.
Selain itu, pasien juga umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan, karena pada
sikap itu Caecum tertekan sehingga isi sekum berkurang. Hal tersebut akan mengurangi
tekanan ke arah Appendiks sehingga nyeri perut berkurang.3
Skala alvarado:7
Gejala Klinik Nilai
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah
sebaiknya dilakukan.
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan
akut, Apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika
hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis
Apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari
18.000/mm3 pada Apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah
tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi appendiks dengan atau tanpa abses.8
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Apendisitis. Penilaian dikatakan
positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior appendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya
appendicolith atau apendiks tidak terlihat karena adanya cairan atau massa perisekal akan
mendukung diagnosis.
Diagnosis banding dari Apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis dari akut abdomen.3
1. Adenitis Mesenterica Akut: nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak
dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Apendisitis. Observasi selama beberapa
jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica
adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi
segera.
2. Gastroenteritis akut:umumnya mual muntah mengawali terjadinya nyeri perut atau diare.
Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Gangguan traktus urinarius: umumnya nyeri bersifat kolik dan ditemukan tanda-tanda
gangguan pada miksi.
4. Divertikulitis Meckel: penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip
Apendisitis akut. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Apendisitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususepsi: BAB pasien biasanya berdarah dan berlendir, terbada massa di regio abdomen
kanan bawah.
6. Enteritis Crohn: manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan
leukositosis sering dikelirukan sebagai Apendisitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia.
Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak
menyingkirkan diagnosis Apendisitis akut.
7. Perforasi ulkus peptikum: gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Apendisitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup,
gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Gangguan ginekologi: apendisitis akut mirip dengan PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau
tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik. Biasanya ada gangguan siklus
menstruasi. Ultrasonogradi dan laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan
diagnosis.
Teknik operasi apendektomi:9,10
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit horizontal atau oblik di daerah McBurney.
3. Dibuat sayatan otot, dengan cara:
a. Pararectal/paramedian: sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis
karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit
hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia sikatris.
b. Mc Burney/wechselschnitt/muscle splitting: sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
Insisi apponeurosis M. oblik abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.
Splitting M. oblik abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah. Splitting M.
transversus abdominis arah horizontal.
4. Peritoneum dibuka. Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi
di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin
bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
5. Sekum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari
Appendiks. Setelah Appendiks ditemukan, Appendiks diklem dengan klem Babcock dengan
arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya). Appendiks
dibebaskan dari mesoappendiks dengan cara mesoappendiks ditembus dengan sonde kocher
dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.
6. Appendiks di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena
mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke
distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas
sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
7. Appendiks dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
8. Penyelesaian dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendiks diinversikan ke
dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
9. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
4. Plan:
Diagnosis: diagnosis dianggap sudah tepat karena memenuhi 9 dari 10 skor Alvardo. Untuk
penegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter ahli
bedah.
Pengobatan: segera konsul ke bagian bedah untuk tindakan apendektomi emergensi. Tindakan
ini dilakukan untuk mencegah distensi berlebihan pada rongga appendiks yang dapat
menyebabkan komplikasi perforasi apendiks sampai peritonitis yang membutuhkan tindakan
pemebdahan lebih invasif yaitu laparotomi.
Pendidikan: dilakukan setelah pasien stabil. Edukasi kepada pasien untuk kontrol luka operasi.