politeknik kesehatan kemenkes padang faktor risiko

68
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA BBL YANG DIRAWAT DI RUANG COVIES RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2014 Karya Tulis Ilmiah Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Sebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang Oleh: ALMUZAKIR Nim : 123110222 JURUSAN DIII KEPERAWATAN PADANG POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2015

Upload: others

Post on 26-Dec-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVIES

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan ke Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes PadangSebagai Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Studi DIII Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Oleh:ALMUZAKIR

Nim : 123110222

JURUSAN DIII KEPERAWATAN PADANGPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

TAHUN 2015

Page 2: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan do’a dan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa, serta berkat Rahmat dan Karunia-Nya, penulisan Karya Tulis

Ilmiah ini dapat diselesaikan oleh peneliti walaupun menemui kesulitan maupun

rintangan.

Penyusunan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan suatu

rangkaian dari proses pendidikan secara menyeluruh di Program Studi D.III

Jurusan Keperawatan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang, dan sebagai

prasyarat dalam menyelesaikan Pendidikan D.III Keperawatan pada masa akhir

pendidikan.

Judul Karya Tulis Ilmiah “Faktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru

Lahir yang Dirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014”.

Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti menyadari akan

keterbatasan kemampuan yang ada, sehingga peneliti merasa masih ada yang

belum sempurna baik dalam isi maupun dalam penyajiannya. Untuk itu peneliti

selalu terbuka atas kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan Karya

Tulis Ilmiah ini.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar – besarnya atas segala bimbingan, pengarahan dari Ibu Dra. Hj. Syarwini,

S.Kep, M.Biomed selaku Pembimbing I Karya Tulis Ilmiah dan Ibu Delima, S.Pd,

M.Kes selaku Pembimbing II Karya Tulis Ilmiah, dan semua pihak yang peneliti

terima, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Ucapan terimakasih juga peneliti ucapkan kepada :

1. Bapak H. Sunardi, S.KM, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kementerian

Kesehatan Padang

2. Ibu Hj. Murniati Muchtar S.KM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan

Keperawatan

Page 3: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

ii

3. Ibu Ns. Idrawati Bahar, S.Kep, M.Kep selaku Ketua Prodi Keperawatan

Padang

4. Bapak / Ibu dosen serta karyawan/I Poltekkes Kemenkes Padang

5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang selalu bersama dalam suka

duka

6. Orang tua dan saudara tercinta yang telah mendoakan mendukung secara

moril maupun materil.

Akhir kata peneliti berharap Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat khususnya

bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan

semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah

SWT. Amin.

Padang, Juni 2015

Peneliti

Page 4: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL ivDAFTAR GAMBAR vDAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang 1B. Rumusan Masalah 3C. Tujuan Penelitian 4D. Manfaat Penelitian 5E. Ruang Lingkup 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Asfiksia Neonatorum 7B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Kejadian Asfiksia 13C. Kerangka Teori 21D. Kerangka Konsep 22E. Hipotesis 22F. Definisi Operasional 23

BAB III METODE PENELITIANA. Jenis dan Desain 24B. Tempat dan Waktu Penelitian 25C. Populasi dan Sampel 25D. Jenis dan Teknik pengumpulan Data 25E. Pengolahan dan Analisis Data 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Penelitian 29B. Pembahasan 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan 51B. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 5: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

iv

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian

Asfiksia di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 30

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan JenisPersalinan di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 30

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KejadianAnemia di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014 31

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan UsiaKehamilan di RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 31

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan JenisPersalinan dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. DjamilPadangTahun 2014 32

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan KejadianAnemia dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. DjamilPadang Tahun 2014 33

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan UsiaKehamilan dan Kejadian Asfiksia pada BBL yangDirawat di Ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil PadangTahun 2014 34

Page 6: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

v

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 2.1 : Kerangka Teori 21

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep 22

Gambar 3.1 : Kerangka Case Control 24

Page 7: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Daftar Tilik

Lampiran B Lembar Konsultasi Proposal Penelitian

Lampiran C Jadwal Kegiatan Karya Tulis Ilmiah

Lampiran D Surat pengantar studi pendahuluan dari Poltekkes KemenkesPadang

Lampiran E Surat izin studi pendahuluan dari Kabag. Pendidikan & PenelitianKasubag Diklit Non Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang

Lampiran F Master Tabel

Lampiran G Lembar konsultasi penelitian

Lampiran H Surat pengantar penelitian dari Poltekkes Kemenkes Padang

Lampiran I Surat izin penelitian dari Kabag. Pendidikan & Penelitian KasubagDiklit Non Medis RSUP Dr. M. Djamil Padang

Page 8: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

1

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator untuk mengukur

tingkat kemajuan bangsa. Target MDGs sampai dengan tahun 2015 adalah

mengurangi angka kematian bayi dan balita sebesar dua pertiga dari tahun

1990 yaitu sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup.(1)

Angka kematian bayi baru lahir di dunia memang mencengangkan, dari

130 juta kelahiran, 4 juta bayi di antaranya meninggal di usia yang belum

genap 1 bulan. Menurut data badan kesehatan dunia (WHO), 4 sampai 9 juta

bayi yang lahir per tahunnya mengalami asfiksia yang membuat nyawanya tak

tertolong. Bahkan di Indonesia, sebanyak 27 persen kematian bayi baru lahir

tersebut disebabkan oleh kasus asfiksia yang merupakan penyebab kedua

tertinggi kematian bayi setelah prematuritas.(2)

Selanjutnya data WHO pada tahun 2013 angka kematian bayi di

Indonesia masih cukup tinggi yaitu 15 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun

2010 Asia tenggara menduduki peringkat kedua tertinggi untuk kematian

balita yang diakibatkan asfiksia neonatorum setelah Pasifik Barat yaitu 11%.(3)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4) Asfiksia neonatorum

adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur, sehingga

dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan

akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.(5)

Page 9: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

2

Angka kematian balita di Indonesia karena menderita asfiksia

neonatorum pada tahun 2000 adalah 11%, dan tidak mengalami perubahan

pada tahun 2010 yaitu 11%.(3) Selanjutnya angka kejadian asfiksia di rumah

sakit pusat rujukan propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Data

mengungkapkan bahwa kira-kira 10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan

untuk mulai bernafas, dari bantuan ringan sampai resusitasi lanjut yang

ekstensif, 5% bayi pada saat lahir membutuhkan tindakan resusitasi yang

ringan seperti stimulasi untuk bernafas, antara 1% sampai 10% bayi baru lahir

dirumah sakit membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang

membutuhkan intubasi dan kompresi dada.(6)

Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan tahunan DKK Padang

(2013) tergambar bahwa kematian pada perinatal di kota Padang disebabkan

oleh kejadian asfiksia pada tahun 2011 dengan jumlah 10 kasus (13,3%) dan

terus meningkat pada tahun 2012 dan 2013 yaitu sebesar 16 kasus (34,8%)

dan 27 kasus (37%) yang merupakan urutan pertama dan diikuti oleh kejadian

BBLR dan kejadian kelainan congenital.(7)

Faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia adalah penyakit

pada ibu saat hamil seperti : hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru,

anemia, dan kekurangan energi kronik (KEK); pada ibu dengan kehamilan

beresiko seperti : umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun, usia kehamilan, riwayat

persalinan (preterm, posterm), faktor plasenta (plasenta previa, ablasio

plasenta), faktor janin (kelainan tali pusat), faktor persalinan : partus lama atau

partus dengan tindakan tertentu.(8)

Page 10: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

3

Hasil penelitian Tisnawati, dkk (2010) didapatkan ada hubungan yang

bermakna antara riwayat penyakit ibu sewaktu hamil, tindakan persalinan dan

usia kehamilan, namun tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur

ibu dan riwayat partus lama dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di

RSUP DR. M. Djamil Padang.(9) Selanjutnya penelitian Rahmi, (2011) di

RSUP DR. M. Djamil Padang didapatkan hubungan yang bermakna antara

jenis persalinan, namun tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu

dan penyakit yang diderita ibu.(10)

Pada studi dokumentasi awal yang dilakukan di Ruang Covies Instalasi

Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 5 Februari 2015

banyak bayi yang dirawat yang mengalami asfiksia adalah sebanyak 18 bayi

dari 745 bayi yang dirawat pada tahun 2014.

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka peneliti telah meneliti

mengenai “Faktor risiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di

ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahannya adalah “Faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan

kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr.

M. Djamil Padang Tahun 2014”.

Page 11: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

4

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor risiko

yang berhubungan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang

dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi kejadian asfiksia di RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2014.

b. Diketahui distribusi frekuensi ibu berdasarkan jenis persalinan di

RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

c. Diketahui distribusi frekuensi ibu hamil berdasarkan kejadian anemia

di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

d. Diketahui distribusi frekuensi ibu berdasarkan usia kehamilan di RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

e. Diketahui hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada

bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil

Padang tahun 2014.

f. Diketahui hubungan kejadian anemia dengan kejadian asfiksia pada

bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil

Padang tahun 2014.

g. Diketahui hubungan usia kehamilan dengan kejadian asfiksia pada

bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil

Padang tahun 2014.

Page 12: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

5

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Memberi kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan dan

mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan saat kuliah.

b. Meningkatkan wawasan peneliti dalam mempersiapkan pengumpulan,

pengolahan data, dan menginformasikan data temuan serta menambah

pengetahuan tentang masalah-masalah yang diteliti dan faktor yang

mempengaruhinya.

2. Bagi Peneliti Selanjtutnya

Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya untuk menambah

pengetahuan dan data dasar tentang kejadian asfiksia pada bayi baru

lahir.

3. Bagi Tenaga Kesehatan

a. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang terkait khususnya

perawat yang bertugas di RSUP Dr. M. Djamil Padang dalam

mengatasi angka kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di masa yang

akan datang.

b. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang terkait khusunya

perawat yang bertugas di RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk lebih

memperhatikan adanya faktor-faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir.

Page 13: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

6

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian disini berkaitan dengan bidang kesehatan

khususnya keperawatan anak dimana peneliti akan membahas tentang faktor

risiko kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies

RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. Jenis penelitian ini adalahanalitik

dengan desaincase control dimana variabel independen (jenis persalinan,

kejadian anemia, dan usia kehamilan) dan variabel dependen (terjadinya

asfiksia pada bayi baru lahir).

Page 14: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Asfiksia Neonatorum

1. Pengertian

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak

dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4) Asfiksia

neonatorum adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas spontan dan teratur,

sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang

menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.(5)

2. Faktor Penyebab

Asfiksia neonatorum dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

diataranya adalah adanya :

a. Penyakit pada ibu sewaktu hamil seperti hipertensi, gangguan atau

penyakit paru, anemia, kekurangan energi kronik (KEK) dan gangguan

kontraksi uterus.

b. Pada ibu yang kehamilannya beresiko

c. Faktor plasenta

Fungsi plasenta akan berkurang sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan O2 dan nutrisi metabolisme janin, sehingga menimbulkan

metabolisme anaerob dan akhirnya asidosis dengan pH darah turun.

d. Faktor janin itu sendiri

Seperti terjadi kelainan tali pusat, seperti tali pusat menumbung

atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan

jalan lahir.

Page 15: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

8

e. Faktor persalinan seperti partus lama atau partus dengan tindakan

tertentu.(8)

3. Penilaian Asfiksia

Untuk nilai Apgar dari bayi yang baru lahir, rincian yang harus

dievaluasi dalam melengkapi hasil evaluasi melalui nilai Apgar meliputi :

a. Suhu kulit

b. Perfusi kulit

c. Adanya edema

d. Kekuatan denyut perifer

e. Lokasi dari bunyi napas abnormal

f. Keadaan sensorium janin

Denyut jantung merupakan salah satu dari indikator yang paling

sensitif dari kesejahteraan janin. Setelah bradikardia yang cepat pada saat

kelahiran, denyut jantung biasanya meningkat sampai 180-200 denyut per

menit dan kemudian bertahap melambat sampai batas normal 100-140

dengan variabilitas dari denyut ke denyut.(11)

Sedangkan menurut Jumiarni, untuk menentukan tingkat asfiksia

dengan tepat membutuhkan pengalaman dan observasi klinis serta

penilaian yang tepat, sehingga pada tahun 1953 – 1958 Virginia Apgar

mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan neonatus.

Kriteria ini ternyata berguna karena berhubungan erat dengan perubahan

keseimbangan asam basa pada bayi dan juga dapat memberi gambaran

berat perubahan kardio vaskuler, cara ini sangat ideal dan telah umum

digunakan.(12)

Page 16: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

9

Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung,

melihat usaha bernapas, menilai tonus otot, menilai reflek ransangan,

memperhatikan warna kulit. Virginia Apgar mengatakan bahwa : setiap

bayi yang lahir dengan menangis biasanya hidup, tetapi bayi lahir tidak

menangis biasanya cepat meninggal. Maka Virginia Apgar membuat daftar

penilaian dengan mengobservasi pada menit pertama dan menit kelima

setelah lahir, adapun tujuannya menit pertama untuk menunjukkan

beratnya asfiksia dan menentukan kemungkinan hidup selanjutnya

sedangkan menit kelima untuk menentukan gejala sisa.(12)

Di bawah ini adalah tabel Apgar skore untuk menentukan derajat

asfiksia :(11)

Tanda Vital 0 1 2

AAppearance(warna kulit)

Biru, pucatBadan merah,

ekstremitas biruSeluruh

tubuh merah

P

Pulse(frekuensi

denyutjantung)

Tidak ada <100 >100

G

Grimace(refleks /

reaksiterhadap

ransangan)

Tidak adarespon

Sedikit gerakanmimik (grimace)

Ada respon,batuk, bersin

AActivity

(tonus otot)Lumpuh

Ekstremitasdalam fleksi

sedikit

Gerakanaktif

RRespiration(respirasi)

Tidak adaLambat, tidak

beraturanMenangis

kuat

Page 17: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

10

4. Klasifikasi

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR dibedakan atas :

a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0 – 3

b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4 – 6

c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7 – 9

d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.(13)

5. Tanda dan Gejala

a. Pernapasan cepat

b. Pernapasan cuping hidung

c. Sianosis

d. Nadi cepat

e. Reflek lemah

f. Warna kulit biru atau pucat.(14)

6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia neonatorum adalah

sebagai berikut:

a. Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah :

Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan

saluran pernapasan tetap bebas agar oksigenasi dan pengeluaran

karbon dioksida berjalan lancar. Memberi bantuan pernapasan secara

aktif pada bayi yang menunjukkan pernapasan lemah. Melakukan

koreksi terhadap asidosis yang terjadi. Serta menjaga sirkulasi darah

tetap baik.(12)

Page 18: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

11

b. Penanganan pada asfiksia ringan (Apgar Skore 7-10)

1) Bayi dibungkus dengan kain hangat lalu dibawa ke meja resusitasi

2) Bersihkan jalan napas dengan mengisap lendir pada hidung

kemudian disekitar mulut

3) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu

membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan lainnya

4) Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi ke

dalam inkubator.(12)

c. Penanganan pada bayi dengan asfiksia sedang (Apgar Skore 4-6)

1) Menerima bayi dengan kain hangat

2) Letakkan bayi pada meja resusitasi

3) Bersihkan jalan napas bayi

4) Berikan oksigen 2 liter per menit. Bila berhasil teruskan perawatan

selanjutnya

5) Bila belum berhasil ransang pernapasan dengan menepuk-nepuk

telapak kaki, bila tidak berhasil juga pasang penlon masker

(ambubag) di pompa 60 x / menit

6) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, biasanya

diberikan terapi Natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, dekstrose

40% sebanyak 4 cc disuntikkan melalui vena umbilicus masukkan

perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya perdarahan intra cranial

karena perubahan pH darah mendadak.(12)

Page 19: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

12

d. Penanganan pada bayi dengan asfiksia berat (Apgar Skore 0-3)

1) Menerima bayi dengan kain hangat

2) Letakkan bayi pada meja resusitasi

3) Bersihkan jalan napas bayi sambil memompa jalan napas dengan

penlon (ambubag)

4) Berikan oksigen 4-5liter per menit

5) Bila tidak berhasil, lakukan pemasangan ETT (EndoTracheal Tube)

6) Bersihkan jalan napas melalui ETT

7) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan

natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc, selanjutnya berikan

dekstrosa 40% sebanyak 4 cc

8) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk ICU dan infuse terlebih

dahulu.(12)

e. Persiapan alat-alat resusitasi

1) Meja resusitasi dengan kemiringan kurang dari 10 derajat

2) Guling kecil untuk menyangga / ekstensi

3) Lampu untuk memanaskan badan bayi

4) Penghisap slim

5) Oksigen

6) Spuit ukuran 2,5 cc atau 10 cc

7) Ambubag

8) ETT (endo tracheal tube)

9) Laringoskop

Page 20: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

13

10) Obat-obatan (Natrium bikarbonat 7,5% (meylon), dekstrosa 40%,

kalsium glukonas, adrenalin, dekstrose 5% dan infuse set).(12)

B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Asfiksia

1. Penyakit pada ibu sewaktu hamil

a) Hipertensi / hipotensi

Tekanan darah dapat meningkat apabila pasien memiliki pertalian

dengan penyakit hipertensif kehamilan. Takikardia dan hipotensi

menunjukkan adanya hipovolemia karena kehilangan darah yang

banyak. Apabila gejala shock tidak disertai dengan kehilangan darah

eksterna, harus dicurigai adanya perdarahan tersembunyi. Ibu dengan

shock hipovolemik hipertensi atau hipotensi akan berpengaruh buruk

tehadap kelahiran janin. Bahkan tekanan darah yang normal pun dapat

merupakan suatu penurunan yang bermakna dari tekanan hipertensif

sebelumnya.(11)

b) Penyakit jantung

Penyakit jantung yang diderita oleh seorang wanita yang sedang

hamil akan sangat berpengaruh terhadap kehamilannya, mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam kandungan, karena suplai

darah ke seluruh tubuh adalah dari jantung maka ibu akan kekurangan

suplai darah dan oksigen pada masa kehamilan dan berakibat juga pada

janin akan terjadi kekurangan oksigen yang akan menyebabkan bayi

akan lahir dengan asfiksia.(12)

Page 21: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

14

c) Penyakit paru-paru

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit

pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur,

bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari

ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan

ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah

lahir.(12)

Penyakit paru-paru yang tidak terkontrol pada seseorang dalam

masa kehamilan akan dapat menyebabkan asfiksia karena janin sangat

bergantung pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan

pembuangan produk sisa sehingga terjadi gangguan pada aliran

umbilical maupun plasenta yang hampir selalu menyebabkan

asfiksia.(15)

d) Anemia

Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar

hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab

anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam

makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik

(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid

sebelumnya), serta penyakit kronik.(16)

Jika seorang wanita hamil mengidap anemia, kemungkinan

terjadinya keguguran (abortus), lahir premature, proses persalinan lama,

dan lemasnya kondisi sang ibu dapat terjadi yang merupakan faktor

risiko yang meyebabkan asfiksia pada janin.(16)

Page 22: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

15

e) Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Asupan nutrisi pada saat kehamilan sangat penting, karena akan

berpengaruh terhadap kondisi ibu dan perkembangan janin.

Kekurangan energi kronik pada masa kehamilan akan terjadi defisiensi

zat besi yang menyebabkan ibu tampak lemah, letih dan pucat. Pada

saat ini hemoglobin darah berkurang sehingga suplai oksigen dari ibu

ke janin tidak sesuai dengan kebutuhan, sehingga janin kekurangan

oksigen dan akan berdampak terjadi asfiksia pada saat lahir.

Kondisi yang juga terjadi pada ibu karena kurang asupan nutrisi

dan kekurangan energi kronik adalah pertambahan berat badan ibu

tidak signifikan dengan usia kehamilan, nutrisi dari ibu ke janin juga

berkurang dan kemungkinan bayi akan lahir dengan berat badan

kurang dari normal yang merupakan salah satu penyebab terjadi

asfiksia pada bayi baru lahir.(17)

2. Pada ibu yang kehamilannya beresiko

a) Umur ibu < 20 tahun

Menurut National Center for Health Statistic, sekitar 13%

persalinan terjadi pada wanita berusia antara 15 sampai 19 tahun.

Remaja memiliki kemungkinan lebih besar mengalami anemia, kurang

asupan nutrisi dan zat besi sehingga beresiko lebih tinggi memiliki

janin yang pertumbuhannya terhambat, persalinan premature dan

asfiksia serta angka kematian bayi yang lebih tinggi. Karena tidak

direncanakan, sebagian besar kehamilan remaja jarang mendapatkan

Page 23: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

16

konseling prakonsepsi. Konseling pada kehamilan tahap awal masih

mungkin bermanfaat.(18)

b) Kehamilan pada umur > 35 tahun

Sekitar 10% kehamilan terjadi pada wanita dalam kelompok usia

dini. Penelitian-penelitian awal mengisyaratkan bahwa wanita berusia

lebih dari 35 tahun beresiko lebih tinggi mengalami penyulit obstetric

serta morbiditas dan mortalitas perinatal.(19)

Pengamatan di Parkland Hospital (Cunningham dan Leveno, 1995)

terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35 tahun

memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden hipertensi,

diabetes, solusio plasenta, persalinan premature, lahir mati dan

plasenta previa yang berujung pada asfiksia hingga kematian.(19)

c) Persalinan preterm

Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang

menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26

sampai ke-37. Persalinan seperti itu ditandai sebagai kedaruratan

obstetric. Factor-faktor yang menyertai persalinan preterm adalah

infeksi, bayi lebih dari satu, hidromnion, hipertensi pada kehamilan,

operasi abdomen atau trauma kematian janin, perdarahan uterus atau

abnormalitas, inkompeten serviks, dan KPD. Factor-faktor maternal

lainnya meliputi status ekonomi, usia kurang dari 18 tahun atau lebih

dari 40 tahun, merokok lebih dari 10 batang rokok sehari, dan

kelahiran premature terdahulu. Persalinan preterm mendapatkan

Page 24: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

17

perhatian khusus karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas

janin meningkat, terutama karena imaturitas system pernapasan.(20)

d) Persalinan posterm

Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan

pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka

menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh

verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin

ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah

termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga

kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk

disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi

berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan

kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka

menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia.(20)

3. Factor plasenta

a) Plasenta previa, yaitu suatu keadaan dimana plasenta terletak pada

segmen bawah uterus, karena uterus berkontraksi dan berdilatasi pada

minggu-minggu terakhir pada masa kehamilan. Fili plasenta robek dari

dinding uterus, membuka sinus-sinus uterus dan menyebabkan

perdarahan, sang ibu kekurangan darah dan transfer oksigen ke janin

terganggu sehingga terjadi gangguan pernapasan janin yang akan

menyebabka asfiksia. Jumlah perdarahan tergantung pada besarnya

sinus-sinus yang terbuka. Plasenta previa digambarkan sebagai

lengkap (seluruh plasenta menutup ostium internal), parsial (sebagian

Page 25: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

18

kecil plasenta menutup ostium internal), marginal (tepi plasenta

melekat dekat ostium internal tetapi tidak menutup ostium internal).(11)

b) Abrupsio plasenta, yaitu pelepasan premature plasenta dinding uterus.

Pada pelepasan plasenta yang ringan, janin hidup, dan biasanya tidak

ditemukan adanya gawat janin. Perdarahan dan nyeri abdomen

minimum, dan tidak ditemukan adanya shock atau koagulopati.

Kontraksi uterus sering intermitten, disertai dengan sedikit

peningkatan tonus di antara kontraksi-kontraksinya. Tanda-tanda vital

ibu stabil.(11)

Pelepasan plasenta moderat ditandai dengan kehilangan darah yang

lebih banyak dan nyeri abdomen yang lebih parah. Janin dapat

menunjukkan perubahan denyut jantung janin dan gawat napas yang

berujung pada asfiksia janin dan memberi kesan adanya insufisiensi

plasenta.(11)

Apabila terdapat plasenta yang berat, janin dapat meninggal atau

dalam bahaya berat. Nyeri abdomen menetap dan perdarahan banyak.

Shock maternal dan kemungkinan koagulopati dapat menjadi nyata.

Kontraksi uterus sering tetanik tanpa disertai relaksasi di antara

kontrasi-kontraksinya.(11)

4. Faktor janin itu sendiri, seperti terjadi kelainan tali pusat, seperti tali pusat

menumbung atau melilit pada leher atau juga kompresi tali pusat antara

janin dan jalan lahir.

a) Insersio valementosa, pada keadaan ini pembuluh tali pusat membuat

jarak sebelum mencapai plasenta. Karena mereka tidak terlindung,

Page 26: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

19

pembuluh ini dapat robek atau prolap selama persalinan, menyebabkan

perdarahan janin atau asfiksia. Semua tanda-tanda distress janin

diperiksa dengan segera dan dilakukan tindakan yang sesuai.(20)

b) Prolap tali pusat, yaitu ketika tali pusat keluar dari uterus mendahului

presentasi. Ketika hal ini terjadi, tali pusat tertekan antara pelvic

maternal dan bagian presentasi pada setiap kontraksi. Sebagai akibat,

sirkulasi janin sangat terganggu dan berkembang menjadi distress

dengan mortalitas 20 % - 30 %.(20)

5. Faktor persalinan, partus lama dan partus dengan tindakan tertentu

a) Partus lama, persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya

persalinan kala I lebih lama, fase aktif dan laten menjadi lebih lama,

dan terjadi kegagalan dilatasi serviks dalam waktu yang dapat diterima.

Penyulit persalinan yang lama meliputi keletihan maternal, infeksi, dan

perdarahan karena atonia uteri, rupture uterus atau laserasi jalan lahir.

Distress janin mungkin terjadi karena gangguan suplai darah dan

berkurangnya oksigen, menyebabkan asfiksia janin. Ketuban pecah

dini (KPD) meningkatkan risiko infeksi dan prolaps tali pusat bila

bagian presentasi gagal untuk turun.(20)

b) Ekstraksi vakum, adalah suatu persalinan buatan ketika janin

dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)

dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu

yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada

saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh

mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum

Page 27: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

20

bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan

bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya

asfiksia.(20)

c) Ekstraksi forceps, suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan

dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin. Ekstraksi forceps

dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan preeclampsia, eklampsia, atau

ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep. Indikasi pada

janin yaitu pada keadaan gawat janin dan indikasi waktu yaitu pada

kala II yang lama. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah perdarahan,

trauma jalan lahir, infeksi, sedangkan pada janin adalah fraktur tulang

kepala, cedera servikal, lecet pada muka, asfiksia.(21)

d) Seksio secaria, melahirkan janin melalui insisi pada dinding uterus

(histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan bilamana diyakini

bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan

bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya. Sedangkan

persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman.(19)

Page 28: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

21

C. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori tentang faktor yang menyebabkan terjadinya

asfiksia adalah.(8)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut Alimul Aziz (2005)

Penyakit pada ibu sewaktuhamil :1. Hipertensi2. Gangguan atau penyakit

paru3. Gangguan kontraksi

uterus4. KEK

Factor persalinanseperti partuslama atau partusdengan tindakan

Faktor janin :1. Terjadi kelainan tali

pusat sepertimenumbung atau melilitpada leher

2. Kompresi tali pusatantara janin dan jalanlahir

Factor plasenta :Janin dengansolusio plasenta

Pada ibu yangkehamilannya beresiko :1. Usia ibu2. Preeklampsi3. Eklampsi4. Riwayat obstetric buruk

ASFIKSIA

5. Usia kehamilan

Keterangan : variabel yang di teliti

Variabel yang tidak diteliti

5. Anemia

Page 29: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

22

D. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori, peneliti membatasi faktor-faktor yang

diteliti, yaitu faktor jenis persalinan, kejadian anemia, usia kehamilandengan

kejadian asfiksia pada bayi baru lair di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

E. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian atau dalil sementara

yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti

mengemukakan hipotesis :

1. Ha : Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi

baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun

2014

2. Ha : Ada hubungan kejadian anemia dengan kejadian asfiksia pada bayi

baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun

2014

JENISPERSALINAN

KEJADIANANEMIA

USIAKEHAMILAN

KEJADIAN

ASFIKSIA

V. Independen V. Dependen

Page 30: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

23

3. Ha : Ada hubungan usia kehamilan dengan kejadian asfiksia pada bayi

baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun

2014

F. Definisi Operasional

NO

VariabelDefinisi

OperasionalCaraUkur

AlatUkur

Hasil UkurSkalaUkur

1DependenKejadianAsfiksia

Suatupengkategorianyang dilihatapakah terdapatdiagnose medistentang asfiksia

Studidokumentasi

Daftartilik

-Asfiksia :Kasus

- Tidakasfiksia:Kontrol

Ordinal

1IndependenJenisPersalinan

Suatupengkategoriancara ibumelahirkan bayiyang tercatatdalam MR

Studidokumentasi

Daftartilik

-Tidak Normal:Partus dengantindakan(ekstraksivakum,ekstraksiforceps, seksiosecaria daninduksi)

-Normal:Partusspontan

Ordinal

2 KejadianAnemia

Suatupengkategorianberdasarkananemi/tidaknyaibu saat hamilyang tercatatdalam MR

Studidokumentasi

Daftartilik

-Anemia:Hb < 11 gram%

-Tidak Anemia:Hb ≥ 11 gram%

Ordinal

3 Usiakehamilan

Suatupengkategorianberdasarkanlamanya ibuhamil yangtercatat dalamMR

Studidokumentasi

Daftartilik

-Kurang/ Lebihbulan :< 37 minggu /> 40 minggu

-Cukupbulan:37-40 minggu

Ordinal

Page 31: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

24

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalahanalitik untuk menentukan

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Desain penelitian adalah

case control yang berusaha melihat ke belakang, artinya mengumpulkan data

dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut

ditelusuri penyebabnya atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat

tersebut.(22) Pada penelitian ini variabel independen adalah jenis persalinan,

kejadian anemia, dan usia kehamilan. Sedangkan variabel dependen adalah

kejadian asfiksia pada BBL.

(+) Partus dengan tindakan

(-) Partus spontan

(+) Anemia

(-) Tidak Anemia

(+) Preterm / posterm

(-) Cukup bulan

Asfiksia

Kasus

(+) Partus dengan tindakan

(-) Partus spontan

(+) Anemia

(-) Tidak Anemia

(+) Preterm / posterm

(-) Cukup bulan

NonAsfiksia

Control

Gambar 3.1 KerangkaCase Control Modifikasi dari teori Notoatmodjo : 2012

Page 32: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

25

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan

Januari sampai Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel

Notoadmojo (2012) berpendapat “populasi merupakan keseluruhan

subjek penelitian”. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan

diteliti.(22)

Populasi dalam penelitian ini adalah semua data bayi yang dirawat di

ruang Covies RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Januari 2014 –

Desember 2014. Untuk mendapatkan sampel kasus digunakantotal sampling

sehingga didapatkan sampel kasus sebanyak 15. Pada desaincase control ini

digunakan perbandingan 1 : 2, maka didapatkan sampel kontrol sebanyak 30

sehingga total sampel 15 + 30 = 45. Untuk mengambil sampel kontrol

dilakukan secara acak sistematik. Pertama, dilakukan pengurangan antara

seluruh populasi dengan jumlah sampel kasus untuk mendapatkan jumlah

populasi yang tidak asfiksia yaitu 745 – 15 = 730. Selanjutnya, ditentukan

interval untuk memilih sampel kontrol yang akan digunakan yaitu 730 : 30 =

24.33 (digenapkan 24). Kemudian, dipilih sampel kontrol berdasarkan interval

yang telah ditentukan.

Page 33: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

26

D. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis pengumpulan data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang sudah ada di

RSUP Dr. M. Djamil Padang.

2. Teknik pengumpulan data

a. Pengumpulan data dimulai dari melihat buku rekapan rawatan bayi di

ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang,

b. Mencatat nomor rekam medik untuk kasus dan control dengan

perbandingan 1:2 yaitu sebanyak 45 responden.

c. Menyalin data dari status yang ada di ruang rekam medik ke daftar

ceklis berdasarkan nomor rekam medik yang telah dicatat sebelumnya

di buku rekapan rawatan bayi ruang covies RSUP Dr. M. Djamil

Padang.

E. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian diolah melalui tahapan sebagai

berikut :

a. Pemeriksaan data(Editing)

Setelah data didapatkan dariMedical Record kemudian peneliti

memeriksa kebenaran dan kelengkapannya kembali.

Page 34: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

27

b. Pengolahan data(Coding)

Mengklarifikasikan dan mengkodekan untuk masing-masing data

termasuk kedalam kategori yang sama. Pengkodean dilakukan sebagai

berikut :

1) Variabel kejadian asfiksia

� Asfiksia = 0

� Tidak asfiksia = 1

2) Variabel jenis persalinan

� Tidak normal = 0

� Normal = 1

3) Variabel kejadian anemia

� Anemia = 0

� Tidak anemia = 1

4) Variabel usia kehamilan

� Kurang/lebih bulan= 0

� Cukup bulan = 1

c. Pemindahan data(Entry)

Memasukkan data yang telah diberi kode untuk diproses secara

komputerisasi.

d. Pembersihan data(Cleaning)

Kegiatan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan

kedalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak.(22)

Page 35: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

28

2. Analisis Data

a. Analisa univariat

Analisa data univariat dengan distribusi frekuensi yang bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing

variabel.(22)

b. Analisa bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat hubungan 2 variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi dengan cara dilakukan uji

Chi-Square untuk uji hipotesis dengan tingkat kepercayaan 95%.

Apabila nilai p < 0,05 maka secara statistic terdapat hubungan

yang bermakna antara 2 variabel sehingga Ha gagal tolak. Sedangkan

jika nilai p > 0,05 maka secara statistic tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara 2 variabel sehingga Ha ditolak.

Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan

melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan

besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.(22)

Page 36: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

29

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum

Data-data responden didapat dariMedical Record tentang bayi yang

dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang dari bulan Januari

2014 sampai dengan Desember 2014. Jumlah responden pada penelitian

ini adalah sebanyak 45 responden dengan rincian responden kasus

sebanyak 15 dan responden kontrol sebanyak 30, hal ini dikarenakan

keterbatasan buku dokumentasi pasien yang ada diMedical Record RSUP

Dr. M. Djamil Padang.

2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkat pendidikan, dari 45

responden ditemukan data bahwa 24.4 % responden memiliki tingkat

pendidikan SD, 40 % memiliki tingkat pendidikan SMP, 24.4 % memiliki

tingkat pendidikan SMA, dan 11.1 % responden memiliki tingkat

pendidikan PT.

Page 37: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

30

3. Analisis Data

a. Analisa Data Univariat

1) Kejadian Asfiksia

Tabel 4.1Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Asfiksia

di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

Jenis Persalinan Frekuensi Persentase

Asfiksia 15 33.3

Tidak Asfiksia 30 66.7

Jumlah 45 100

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kurang dari separoh (33.3 %)

responden memiliki bayi yang mengalami asfiksia.

2) Jenis Persalinan

Tabel 4.2Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan

di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

Jenis Persalinan Frekuensi Persentase

Tidak Normal 23 51.1

Normal 22 48.9

Jumlah 45 100

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (51.1 %)

responden mengalami persalinan yang tidak normal.

Page 38: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

31

3) Kejadian Anemia

Tabel 4.3Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia

di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

Kejadian Anemia Frekuensi Persentase

Anemia 7 15.6

Tidak Anemia 38 84.4

Jumlah 45 100

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sebagian kecil (15.6 %)

responden mengalami anemia saat hamil.

4) Usia Kehamilan

Tabel 4.4Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan

di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

Usia Kehamilan Frekuensi Persentase

Kurang/Lebih bulan 15 33.3

Cukup bulan 30 66.7

Jumlah 45 100

Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa kurang dari separoh (33.3 %)

responden melahirkan pada usia kehamilan Kurang/Lebih bulan.

Page 39: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

32

b. Analisis Data Bivariat

1) Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia

Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan dan

Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di Ruang CoviesRSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

JenisPersalinan

Kejadian Asfiksia

JumlahKasus(Asfiksia)

Kontrol(TidakAsfiksia)

f % f % f %

TidakNormal

9 60 14 46.7 23 51.1

Normal 6 40 16 53.3 22 48.9

Jumlah 15 100 30 100 45 100

OR = 1.714 ( 0.487 – 6.029 ) p = 0.598

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang

mengalami asfiksia (kasus), lebih banyak ditemukan pada responden yang

mengalami persalinan tidak normal (60 %). Sedangkan, pada kelompok

BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), lebih sedikit ditemukan

pada responden yang mengalami persalinan tidak normal (46.7 %).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.598 yang berarti tidak terdapat

hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia pada bayi baru

lahir atau dengan kata lain jenis persalinan tidak menjadi penyebab

asfiksia karena nilai p > 0.05.

Page 40: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

33

2) Hubungan Kejadian Anemia dengan Kejadian Asfiksia

Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia

dan Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di RuangCovies RSUP Dr. M. Djamil Padang

Tahun 2014

KejadianAnemia

Kejadian Asfiksia

JumlahKasus(Asfiksia)

Kontrol(TidakAsfiksia)

f % f % f %

Anemia 5 33.3 2 6.7 7 15.6

TidakAnemia

10 66.7 28 93.3 38 84.4

Jumlah 15 100 30 100 45 100

OR = 7 ( 1.167 – 42 ) p = 0.032

Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang

mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 33.3 % pada responden yang

mengalami anemia saat hamil. Sedangkan, pada kelompok BBL yang

tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 6.7 % pada responden yang

mengalami anemia saat hamil.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0.032 (p < 0.05), artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara anemia dengan kejadian asfiksia

pada bayi baru lahir.

Page 41: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

34

Perhitungan OR diperoleh nilai OR = 7 ( 1.167 – 42 ), artinya ibu

dengan anemia saat hamil beresiko 7 kali lebih besar akan melahirkan bayi

dengan asfiksia bila dibandingkan dengan yang tidak anemia.

3) Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia

Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan dan

Kejadian Asfiksia pada BBL yang Dirawat di Ruang CoviesRSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014

UsiaKehamilan

Kejadian Asfiksia

JumlahKasus(Asfiksia)

Kontrol(TidakAsfiksia)

f % f % f %

Kurang /lebihbulan

10 66.7 5 16.7 15 33.3

Cukupbulan

5 33.3 25 83.3 35 66.7

Jumlah 15 100 30 100 45 100

OR = 10 ( 2.369 – 42.219) p = 0.003

Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL yang

mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 66.7 % pada responden yang

mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan. Sedangkan, pada

kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 16.7

% pada responden yang mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih

bulan.

Page 42: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

35

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value = 0.003 (p < 0.05), artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian

asfiksia.

Perhitungan OR didapatkan hasil OR =10 (2.369 – 42.219), artinya

usia kehamilan yang kurang bulan / lebih bulan beresiko 10 kali lebih

besar menyebabkan asfiskia bila dibandingkan dengan yang cukup bulan.

B. Pembahasan

1. Analisis Data Univariat

a. Kejadian Asfiksia

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kurang dari separoh

(33.3 %) bayi lahir mengalami asfiksia. Hampir sama dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2011) yang menunjukkan

kejadian asfiksia sebanyak 19.6 %.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir

tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir.(4)

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi tidak dapat bernapas

spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin

meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut.(5)

Asfiksia neonatorum disebabkan oleh beberapa faktor di

antaranya adalah penyakit pada ibu saat hamil seperti : hipertensi,

penyakit jantung, penyakit paru-paru, anemia, dan kekurangan energi

Page 43: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

36

kronik (KEK); pada ibu dengan kehamilan beresiko seperti : umur ibu

< 20 tahun dan > 35 tahun, usia kehamilan, riwayat persalinan

(preterm, posterm); faktor plasenta (plasenta previa, ablasio plasenta);

faktor janin (kelainan tali pusat); dan faktor persalinan : partus lama

atau partus dengan tindakan tertentu.(8)

Menurut analisa peneliti, asfiksia yang terjadi pada bayi baru

lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang

disebabkan oleh tingginya angka kejadian anemia pada ibu sewaktu

hamil (71.4 %), juga disebabkan oleh usia kehamilan kurang bulan /

lebih bulan (66.7 %), dan jenis persalinan tidak normal yaitu seksio

sesarea (39.1 %).

Dampak yang ditimbulkan oleh asfiksia ini sangat

memprihatinkan karena jika tidak tertangani dengan cepat akan

berakibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Bayi yang mengalami

asfiksia, suplai oksigen ke jaringan dan organ tubuh terganggu.

Akibatnya, terjadi penumpukan karbondioksida, tetapi kekurangan

oksigen sehingga darah akan menjadi asam. Padahal, normalnya

keasaman atau pH darah adalah sekitar 7,35 – 7,45. Organ yang paling

sering mengalami gangguan adalah otak, menyebabkan terjadinya

kelainan neurologis karena iskemik pada jaringan otak sehingga dapat

menimbulkan gangguan intelegensi, kejang, gangguan perkembangan

psikomotor dan kelainan motorik yang termasuk di dalam palsi

cerebral. Selanjutnya, jika bayi sudah mengalami gangguan intelegensi,

Page 44: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

37

kejang, gangguan perkembangan psikomotor tersebut, maka akan

terjadi gangguan psikologis pada keluarga khususnya orangtua bayi.

Dalam rangka untuk mengurangi angka kejadian asfiksia tersebut,

pihak rumah sakit sebaiknya meningkatkan pemberian penyuluhan

kesehatan pada ibu hamil dan dilakukan pemeriksaan kehamilan yang

rutin dan teratur agar bisa dideteksi secara dini kejadian asfiksia serta

dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat saat persalinan.

b. Jenis Persalinan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa lebih dari separoh (51.1

%) ibu mengalami persalinan yang tidak normal. Hasil penelitian tidak

sama dengan penelitian Rahmi (2011) yang menunjukkan 35.3 % ibu

mengalami persalinan yang tidak normal.

Seksio secaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada

dinding uterus (histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan

bilamana diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan

menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.

Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan

aman.(19) Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan ketika janin

dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)

dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu

yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada

saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh

mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum

bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan

Page 45: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

38

bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya

asfiksia.(20)

Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan persalinan tidak

normal, ternyata hanya terdapat 39.1 % bayi yang lahir mengalami

asfiksia. Sedangkan, dari semua persalinan tidak normal tersebut,

ternyata hampir semua persalinan dilakukan dengan seksio sesarea.

Hal ini disebabkan karena, pada saat ini banyaknya ibu hamil

yang menginginkan proses persalinan dengan cara operasi yaitu seksio

sesarea untuk menghindari rasa sakit saat persalinan atau ibu hamil

tersebut takut menghadapi proses persalinan dengan cara normal

meskipun tidak ada indikasi. Oleh karena itu, banyak bayi yang lahir

dari ibu yang melahirkan dengan tindakan seksio sesarea tidak

mengalami asfiksia. Namun, saat ibu melahirkan dengan persalinan

yang tidak normal seperti seksio sesarea janin akan terkontaminasi

oleh obat bius yang digunakan ibu akibatnya janin menjadi lemah

mulai dari proses kelahiran sampai selesai sehingga saat bayi lahir bayi

tidak mampu untuk memulai bernapas secara spontan.

Pada kelahiran pervaginam melewati jalan lahir memungkinkan

cairan yang memenuhi paru-paru semasa janin berada dalam rahim

dipompa habis keluar karena proses kompresi terjadi berkat adanya

kontraksi rahim ibu secara berkala sehingga kontraksi tersebut semakin

kuat menekan tubuh bayi dan cairan di paru ikut keluar. Sedangkan,

yang terjadi pada bayi dengan seksio sesarea proses kompresi jantung

paru tidak sempurna sehingga menyebabkan cairan tetap memenuhi

Page 46: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

39

paru-paru janin selama dalam rahim yang akan mengakibatkan janin

kesulitan bernapas saat bayi lahir.

Untuk setiap persalinan dengan tindakan tertentu tetap diperlukan

kesiapan dari tim medis dan penatalaksanaan yang tepat setelah bayi

dilahirkan dan diperlukan persiapan alat resusitasi yang lengkap.

Setelah menjalani proses persalinan yang beresiko diharuskan ibu

untuk merawat kondisi badannya agar tidak mudah diserang

komplikasi lain dari persalinan yang dihadapinya, misalnya mengikuti

kelas ibu nifas secara teratur.

c. Anemia

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian kecil (15.6 %)

ibu mengalami anemia saat hamil. Hasil penelitian ini hampir sama

dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilang (2010) yang

menunjukkan 5.8 % ibu mengalami anemia saat hamil.

Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar

hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab

anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam

makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik

(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid

sebelumnya), serta penyakit kronik.(16) Jika seorang wanita hamil

mengidap anemia, kemungkinan terjadinya keguguran (abortus), lahir

premature, proses persalinan lama, dan lemasnya kondisi sang ibu

dapat terjadi yang merupakan faktor risiko yang meyebabkan asfiksia

pada janin.(16)

Page 47: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

40

Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan ibu mengalami

anemia saat hamil, ternyata terdapat 71.4 % bayi yang lahir mengalami

asfiksia.

Ibu dengan anemia saat hamil akan kekurangan Hemoglobin dan

oksigen di dalam darah, sehinga hemoglobin dan oksigen tersebut akan

sedikit ditransfer ke janin melalui plasenta. Akibatnya pertumbuhan

janin menjadi terganggu misalnya paru-paru belum terbentuk

sempurna sehingga saat bayi lahir akan mengalami kesulitan untuk

bernapas dan terjadi asfiksia.

Masalah anemia pada kehamilan tidak bisa diabaikan begitu saja.

Karena itu, upaya pencegahan anemia sangatlah penting demi kualitas

ibu dan janin yang akan dilahirkan. Bagi mereka yang sebelum hamil

sudah menderita anemia, konsultasi pada dokter pada awal kehamilan

sangatlah penting. Kemungkinan dokter akan memberi vitamin zat besi

tambahan. Tindakan pencegahan lainnya adalah dengan

mengkonsumsi makanan yang seimbang. Beberapa bahan makanan

yang mengandung zat besi adalah hati ayam, tahu, tempe, kangkung

dan bayam. Usahakan agar selalu mengkonsumsi jenis makanan

tersebut selama hamil.

Namun, tidak semua jenis anemia dapat diatasi dengan cara

seperti itu. Pada kasus ibu hamil yang menderita anemia hemolitik,

pengobatannya dilakukan dengan transfusi darah. Sedangkan pada ibu

hamil yang menderita anemia karena infeksi, pengobatan dilakukan

dengan menanggulangi penyakitnya terlebih dahulu baru memperbaiki

Page 48: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

41

anemianya. Misalnya saja, ibu hamil yang menderita tuberkulosis

(TBC) akan diberi antibiotik dahulu baru diberi zat besi tambahan

untuk mengobati anemianya. Pengobatan ini tentu harus dalam

pengawasan dokter.

d. Usia Kehamilan

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kurang dari separoh

(33.3 %) ibu melahirkan pada usia kehamilan kurang bulan atau lebih

bulan. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian Tisnawati,

dkk (2010) yang menunjukkan bahwa 23.3 % ibu mengalami usia

kehamilan kurang bulan / lebih bulan.

Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang

menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26

sampai ke-37. Persalinan preterm mendapatkan perhatian khusus

karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas janin meningkat,

terutama karena imaturitas system pernapasan.(20)

Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan

pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka

menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh

verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin

ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah

termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga

kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk

disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi

berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan

Page 49: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

42

kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka

menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia.(20)

Menurut analisa peneliti, bayi yang lahir dengan ibu mengalami

usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan, ternyata terdapat 66.7 %

bayi yang lahir mengalami asfiksia.

Usia kehamilan ibu yang kurang bulan akan menyebabkan

pertumbuhan janin belum sempurna salah satunya paru-paru. Saat

paru-paru belum sempurna di dalam rahim maka saat bayi lahir belum

ada kesiapan paru-paru bayi untuk memulai bernapas. Sedangkan,

pada usia kehamilan ibu telah dari 41 minggu, janin dalam rahim akan

semakin besar sehingga saat terjadi persalinan ibu akan sulit untuk

melahirkan akibatnya janin lama di jalan lahir dan ketika ketuban

sudah pecah janin termakan mekonium saat di jalan lahir sehingga

masuk ke paru-paru dan menghambat bayi untuk bernapas segera

setelah lahir.

Pemeriksaan kehamilan yang baik dapat mencegah terjadinya

persalinan prematur, paling tidak dilakukan pemeriksaan hamil sebulan

sekali sampai usia kehamilan 37 minggu meskipun tidak ada keluhan.

Hal ini akan bermanfaat antara lain untuk mengetahui perkembangan

janin, ada tidaknya kecacatan, termasuk tanda-tanda persalinan preterm

dan postterm.

2. Analisis Data Bivariat

a. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia

Page 50: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

43

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL

yang mengalami asfiksia (kasus), lebih banyak ditemukan pada

responden yang mengalami persalinan tidak normal (60 %). Sedangkan,

pada kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), lebih

sedikit ditemukan pada responden yang mengalami persalinan tidak

normal (46.7 %).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0.598 yang berarti tidak

terdapat hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia

pada bayi baru lahir.

Hasil penelitian tidak sama dengan penelitian yang dilakukan

Rahmi (2011) yang mengemukakan bahwa ada hubungan antara jenis

persalinan dengan kejadian asfiksia ( P = 0.023).

Hasil penelitian juga tidak sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh Tisnawati, dkk pada tahun 2010 yang menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara tindakan persalinan dengan kejadian

asfiksia (P = 0.0001) dengan keeratan hubungan didapatkan tindakan

persalinan beresiko 24.889 kali lebih besar untuk terjadi asfiksia.

Partus lama yang berlangsung lebih dari 24 jam, biasanya

persalinan kala I lebih lama, fase aktif dan laten menjadi lebih lama,

dan terjadi kegagalan dilatasi serviks dalam waktu yang dapat diterima.

Penyulit persalinan yang lama meliputi keletihan maternal, infeksi, dan

perdarahan karena atonia uteri, rupture uterus atau laserasi jalan lahir.

Distress janin mungkin terjadi karena gangguan suplai darah dan

berkurangnya oksigen, menyebabkan asfiksia janin. Ketuban pecah

Page 51: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

44

dini (KPD) meningkatkan risiko infeksi dan prolaps tali pusat bila

bagian presentasi gagal untuk turun.(20)

Seksio secaria, melahirkan janin melalui insisi pada dinding

uterus (histerotomi). Tindakan seksio secaria dilakukan bilamana

diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan

menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.

Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan

aman.(19) Menurut Anne Hansen dari University Hospital, Denmark,

menyebutkan bahwa bayi yang lahir dengan seksio sesarea memliki

resiko lebih tinggi pada system pernapasan, kemungkinan berkaitan

dengan perubahan fisiologis akibat proses kelahiran. Proses kelahiran

dengan seksio sesarea memicu pengeluaran hormone stress pada ibu

yang diperkirakan menjadi kunci pematangan paru-paru bayi yang

terisi air sehingga bayi lahir mengalami asfiksia.

Ekstraksi vakum, adalah suatu persalinan buatan ketika janin

dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negative (penyedotan atau vakum)

dari bagian kepalanya. Persalinan vakum ini biasanya terjadi pada ibu

yang menderita gangguan jatung dan paru-paru. Oleh sebab itu, pada

saat persalinan berlangsung, sebelum ada aba-aba ibu tidak boleh

mengedan, karena kondisi jantung dan parunya lemah. Risiko vakum

bagi ibu adalah perdarahan dan trauma atau luka jalan lahir. Sedangkan

bagi bayi lecet pada kulit atau cedera tulang kepala, hingga terjadinya

asfiksia.(20)

Page 52: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

45

Ekstraksi forceps, suatu persalinan buatan dimana janin

dilahirkan dengan tarikan cunam yang dipasang di kepala janin.

Ekstraksi forceps dilakukan pada ibu-ibu dengan keadaan preeclampsia,

eklampsia, atau ibu-ibu dengan penyakit jantung, paru, partus kasep.

Indikasi pada janin yaitu pada keadaan gawat janin dan indikasi waktu

yaitu pada kala II yang lama. Komplikasi yang terjadi pada ibu adalah

perdarahan, trauma jalan lahir, infeksi, sedangkan pada janin adalah

fraktur tulang kepala, cedera servikal, lecet pada muka, asfiksia.(2)

Penelitian yang dilakukan terhadap kejadian asfiksia pada bayi

baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M. Djamil Padang

didapatkan 60 % merupakan persalinan yang tidak normal dan 40 %

yang normal. Hasilnya jenis persalinan yang tidak normal (partus lama,

persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum dan ekstraksi

forceps) tidak merupakan faktor risiko kejadian asfiksia.

Perbedaan hasil ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan

oleh jumlah responden kasus yang mengalami persalinan tidak normal

lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah responden kontrol yang

mengalami persalinan tidak normal, dapat pula disebabkan jenis

persalinan yang tidak normal seperti seksio sesarea tidak hanya

menyebabkan terjadinya asfiksia tetapi juga dapat menyebabkan

penyakit lain selain asfiksia seperti bayi dengan berat lahir rendah.

Sebaliknya, asfiksia tidak hanya disebabkan oleh jenis persalinan yang

tidak normal saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu faktor

dari janin itu sendiri seperti tali pusat menumbung atau melilit pada

Page 53: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

46

leher, faktor plasenta yang tidak mampu memenuhi kebutuhan O2 dan

nutrisi metabolisme janin, penyakit pada ibu seperti preeklampsi,

eklampsi dan ibu dengan umur saat melahirkan kurang dari 20 tahun

atau lebih dari 35 tahun.

Hal ini disebabkan karena, pada saat ini banyaknya ibu hamil

yang menginginkan proses persalinan dengan cara operasi yaitu seksio

sesarea untuk menghindari rasa sakit saat persalinan atau ibu hamil

tersebut takut menghadapi proses persalinan dengan cara normal

meskipun tidak ada indikasi. Oleh karena itu, banyak bayi yang lahir

dari ibu yang melahirkan dengan tindakan seksio sesarea tidak

mengalami asfiksia.

e. Hubungan Kejadian Anemia dengan Kejadian Asfiksia

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL

yang mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 33.3 % pada responden

yang mengalami anemia saat hamil. Sedangkan, pada kelompok BBL

yang tidak mengalami asfiksia (kontrol), ditemukan 6.7 % pada

responden yang mengalami anemia saat hamil.

Hasil penelitian tidak sama dengan penelitian yang dilakukan

Gilang di RSUD Tugurejo periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2010

dengan melihat 11 faktor yang berkaitan dengan penyebab asfiksia,

ternyata untuk faktor anemia tidak ada hubungannya dengan kejadian

asfiksia dengan nilai P value didapatkan 0.089.(23)

Wanita hamil dikatakan mengidap penyakit anemia jika kadar

hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram %. Umumnya, penyebab

Page 54: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

47

anemia adalah kurang gizi (malnutrisi), kurang zat besi dalam

makanan yang dikonsumsi, penyerapan yang kurang baik

(malabsorbsi), kehilangan darah yang banyak (pada haid-haid

sebelumnya), serta penyakit kronik.(16)

Jika seorang wanita hamil mengidap anemia, kemungkinan

terjadinya keguguran (abortus), lahir premature, proses persalinan lama,

dan lemasnya kondisi sang ibu dapat terjadi yang merupakan faktor

risiko yang meyebabkan asfiksia pada janin.(16)

Berdasarkan hasil penelitian tentang kejadian anemia, didapatkan

jumlah asfiksia yang anemia sebanyak 33.3 % dan 6.7 % untuk jumlah

yang tidak asfiksia dengan anemia. Perbedaan hasil dengan penelitian

sebelumnya adalah dalam hal terjadinya perbedaan angka yang

signifikan antara asfiksia yang diakibatkan anemia dengan yang tidak

asfiksia tapi diakibatkan anemia. Artinya semakin tinggi jumlah

asfiksia akibat anemia dan semakin rendah jumlah selain asfiksia

akibat anemia, maka p value akan semakin kecil dari 0,05 dan akan

semakin tinggi keeratan hubungan antara anemia dengan kejadian

asfiksia.

Ibu dengan anemia saat hamil akan kekurangan Hemoglobin dan

oksigen di dalam darah, sehinga hemoglobin dan oksigen tersebut akan

sedikit ditransfer ke janin melalui plasenta. Akibatnya pertumbuhan

janin menjadi terganggu misalnya paru-paru belum terbentuk

Page 55: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

48

sempurna sehingga saat bayi lahir akan mengalami kesulitan untuk

bernapas dan terjadi asfiksia.

Hasil penelitian didapatkan riwayat anemia ibu sewaktu hamil

berhubungan dengan kejadian asfiksia, maka penyakit anemia ini perlu

dipertimbangkan dalam perawatan saat ibu hamil ataupun pemberian

pendidikan kesehatan kepada pasangan usia subur sebelum menjalani

program hamil.

f. Hubungan Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa pada kelompok BBL

yang mengalami asfiksia (kasus), ditemukan 66.7 % pada responden

yang mengalami usia kehamilan kurang bulan / lebih bulan. Sedangkan,

pada kelompok BBL yang tidak mengalami asfiksia (kontrol),

ditemukan 16.7 % pada responden yang mengalami usia kehamilan

kurang bulan / lebih bulan.

Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Tisnawati, dkk pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian

asfiksia dengan keeratan hubungan beresiko 14.76 kali lebih besar

mengalami asfiksia.

Persalinan preterm ditandai dengan irama kontraksi uterus yang

menyebabkan perubahan servikal antara kehamilan minggu ke-26

sampai ke-37. Persalinan seperti itu ditandai sebagai kedaruratan

obstetric. Factor-faktor yang menyertai persalinan preterm adalah

infeksi, bayi lebih dari satu, hidromnion, hipertensi pada kehamilan,

Page 56: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

49

operasi abdomen atau trauma kematian janin, perdarahan uterus atau

abnormalitas, inkompeten serviks, dan KPD. Factor-faktor maternal

lainnya meliputi status ekonomi, usia kurang dari 18 tahun atau lebih

dari 40 tahun, merokok lebih dari 10 batang rokok sehari, dan

kelahiran premature terdahulu. Persalinan preterm mendapatkan

perhatian khusus karena masa kehamilan belum 37 minggu, mortalitas

janin meningkat, terutama karena imaturitas system pernapasan atau

sistem pernapasan janin belum sempurna yang apabila janin lahir akan

menyebabkan asfiksia.(20)

Pada persalinan posterm, bayi akan kehilangan berat badan dan

pertumbuhan rambut dan kuku jari yang panjang. Kulit mereka

menjadi kehilangan air karena kulitnya tidak lagi dilindungi oleh

verniks kaseosa. Mekonium dari ususnya mewarnai kuku dan mungkin

ditemukan di dalam paru-parunya. Secara umum, bayi posterm adalah

termasuk golongan risiko tinggi. Angka mortalitasnya dua atau tiga

kali lipat dari bayi fulterm. Keadaan dan kondisi malnutrisi yang buruk

disebabkan oleh plasenta yang menua. Sebagaimana usia gestasi

berlalu, plasenta menjadi semakin kurang efisien dalam memberikan

kebutuhan nutrisi dan oksigen bayi. Sebagai akibatnya, mereka

menderita berbagai derajat malnutrisi dan hipoksia yang berujung pada

asfiksia janin.(20)

Usia kehamilan ibu yang kurang bulan akan menyebabkan

pertumbuhan janin belum sempurna salah satunya paru-paru. Saat

paru-paru belum sempurna di dalam rahim maka saat bayi lahir belum

Page 57: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

50

ada kesiapan paru-paru bayi untuk memulai bernapas. Sedangkan,

pada usia kehamilan ibu telah dari 41 minggu, janin dalam rahim akan

semakin besar sehingga saat terjadi persalinan ibu akan sulit untuk

melahirkan akibatnya janin lama di jalan lahir dan ketika ketuban

sudah pecah janin termakan mekonium saat di jalan lahir sehingga

masuk ke paru-paru dan menghambat bayi untuk bernapas segera

setelah lahir.

Hasil penelitian didapatkan usia kehamilan berhubungan dengan

kejadian asfiksia, maka usia kehamilan ini perlu untuk dijadikan

pertimbangan dalam perawatan saat ibu hamil ataupun dalam

pemberian pendidikan kesehatan.

Page 58: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

51

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kurang dari separoh ibu memiliki bayi yang mengalami asfiksia di RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

2. Lebih dari separoh ibu mengalami persalinan yang tidak normal di RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

3. Sebagian kecil ibu mengalami anemia saat hamil di RSUP Dr. M. Djamil

Padang tahun 2014.

4. Kurang dari separoh ibu melahirkan pada usia kehamilan kurang bulan /

lebih bulan di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014.

5. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis persalinan dengan

kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. OR = 1.714 ( 0.487 – 6.029 )

6. Terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian anemia dengan

kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP

Dr. M. Djamil Padang tahun 2014. OR = 7 ( 1.167 – 42 )

7. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia kehamilan dengan kejadian

asfiksia pada bayi baru lahir yang dirawat di ruang covies RSUP Dr. M.

Djamil Padang tahun 2014. OR = 10 ( 2.369 – 42.219)

Page 59: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

52

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas dapat disarankan :

1. Kepada Direktur Rumah Sakit melalui Kepala Ruangan di poliklinik

kebidanan dan yang bertugas di PKMRS disarankan untuk meningkatkan

pemberian penyuluhan kesehatan pada ibu hamil tentang upaya

pencegahan anemia yaitu dengan mengonsumsi makanan seimbang yang

tinggi zat besi seperti hati ayam, tahu, tempe, kangkung dan bayam. Selain

itu, ibu hamil juga harus mengonsumsi vitamin zat besi tambahan. Untuk

mencegah terjadinya persalinan premature, ibu hamil seharusnya

melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali pada masa kehamilan

meskipun tidak ada keluhan.

2. Kepada penelitian selanjutnya disarankan agar melakukan penelitian

dengan menggunakan data primer dan meneliti variabel lain yang

berhubungan dengan kejadian asfiksia.

Page 60: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

DAFTAR PUSTAKA

1. BadanPenelitiandan PengembanganKesehatanKementerianKesehatanRI. Riset Kesehatan Dasar. 2010.

2. Artikel waspada asfiksia mother and baby. 2013.Diakses pada Tanggal 9April 2015 Pukul 09.30 WIB

3. Badan Statistik Kesehatan Dunia. 2013.

4. Sarwono.Dalam:RukiyahAi Yeyeh,Yulianti Lia. Asuhan Neonatus Bayidan Anak Balita. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2013.

5. Manuaba.Dalam:RukiyahAi Yeyeh,Yulianti Lia. Asuhan Neonatus Bayidan Anak Balita. Jakarta: CV. Trans Info Media; 2013.

6. Sholeh,2010.Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. IDAI: Jakarta.

7. DinasKesehatanKota Padang.Laporan Tahunan Tahun 2013 Edisi 2014.

8. Aziz Alimul, 2005.Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Medika: Jakarta.

9. Tisnawati, 2010. Faktor-faktor yang berhubungan dengan KejadianAsfiksia di IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. JurnalKeperawatan.

10.Rahmi,2011.Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Asfiksiadi IRNA Kebidanan RSUP Dr. M. Djamil Padang. KTI Keperawatan.

11.Benzion Taber, 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri danGinekologi. EGC: Jakarta.

12.Jumiarni,1995.Asuhan Keperawatan Perinatal. EGC:Jakarta.

13.Ghai, 2010. Dalam: Maryunani Anik, Eka Puspita. AsuhanKegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media;2013.

14.Aziz Alimul, 2009.Ilmu Kesehatan Anak. Salemba Medika: Jakarta.

15.Parer, 2008. Dalam: Maryunani Anik, Eka Puspita. AsuhanKegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta: CV. Trans Info Media;2013.

16.http://diandonz22.blogspot.com/2014/04/hubungan-anemia-pada-ibu-hamil_16.html. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2015 Pukul 11.45 WIB

Page 61: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

17.Paath,ErnaPrancin.2005.Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta:EGC

18.Wiknjosastro,H. 2007.Ilmu Kebidanan. Jakarta:PTBina Pustaka

19.Cunningham,2006.Obstetric Williams. EGC:Jakarta.

20.Hamilton,1995.Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC:Jakarta.

21.Tatang, N. Hubungan Jenis Perrsalinan dengan Kejadian AsfiksiaNeonatorum. 2007. Didapat dari http://jenispersalinanasfiksianeonatorum.Diakses tanggal 24 Januari 2015 Pukul 15.20 WIB.

22.Notoatmodjo,2012.Metode Penelitian Kesehatan. RinekaCipta:Jakarta.

23.Gilang. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian AsfiksiaNeonatorum (Studi di RSUD Tugurejo Semarang). 2010. Didapat darihttp://download.portalgaruda.org/article.php?article. Diakses tanggal 6Mei 2015 Pukul 10.45 WIB.

Page 62: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

DAFTAR TILIK

FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVISE

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014

No No.MRTanggal

lahirAlamat Diagnosa Medis

kategori

JenisPersalinan

Kategori

Anemi /tidak

Kategori

UsiaKehamilan

Kategori

Ket

1

2

dst

Page 63: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

JADWAL KEGIATAN KARYA TULIS ILMIAH

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA BBL YANG DIRAWATDI RUANG COVIES RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

TAHUN 2014

NO KEGIATANDESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV1 Penyerahan Topik/Judul Penelitian2 Kesediaan Pembimbing 1 dan 23 Penulisan Proposal KTI4 Pengumpulan proposal KTI5 Sidang Proposal6 Perbaikan Proposal KTI7 Penelitian/Pengumpulan Data8 Konsultasi Laporan Penelitian9 Ujian Sidang Hasil KTI10 Perbaikan KTI11 Pegumpulan Hasil KTI12 Yudisium

Padang, Juni 2015Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2 Peneliti

Dra. Hj. Syarwini, S.Kep, M.Biomed Delima, S.Pd, M.Kes Almuzakir

Page 64: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

Compatibility Report for Ghanchart.xlsRun on 14/02/2012 1:37

The following features in this workbook are not supported by earlier versions of Excel. These features may be lost or degraded when you save this workbook in an earlier file format.

Minor loss of fidelity # of occurrences

Some cells or styles in this workbook contain formatting that is not supported by the selected file format. These formats will be converted to the closest format available.

2

Page 65: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

MASTER TABEL

FAKTOR RISIKO TERJADINYA ASFIKSIA PADA BBLYANG DIRAWAT DI RUANG COVIES

RSUP Dr. M. DJAMIL PADANGTAHUN 2014

No No. MRTanggal

Alamat Diagnosa MedisKate Jenis Kate Anemi / Kate Usia Kate

KetLahir gori Persalinan gori Tidak gori Kehamilan gori

1 856909 16/01/2014 Kerinci Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 39 1 case

2 855912 10/01/2014 Pyk BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 35 0 control

3 857110 21/01/2014 Pdg Post op omphalokel 1 SC 0 Tidak 1 38 1control

4 862860 21/03/2014 Balingka Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case

5 860118 21/02/2014 Pyk BBLR 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

6 861070 16/02/2014 Pasaman Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

7 864534 30/03/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case

8 861896 10/03/2014 Pdg Omphalitis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

9 862929 01/02/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

10 864701 09/04/2014 Darmasraya Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 35 0 case

11 863680 27/03/2014 Pyk Atresia Ani 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control

12 864572 04/04/2014 Pdg Ikterik 1 Spontan 1 Tidak 1 39 1 control

13 864809 10/04/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Anemi 0 41 0 case

14 865812 20/04/2014 Pdg BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 37 1 control

15 867009 01/05/2014 Solsel Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 39 1 control

16 868029 09/05/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 41 0 case

17 868053 17/04/2014 Bkt Palato Skizis 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

18 869198 21/05/2014 Pdg Resiko Infeksi 1 SC 0 Anemi 0 38 1 control

19 870809 05/06/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 38 1 case

20 869963 26/05/2014 Pasaman Atresia Duodeni 1 Spontan 1 Tidak 1 39 1 control

21 872391 21/06/2014 Pdg BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 27 0 control

22 873229 28/06/2014 Pdg Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 41 0 case

23 874430 11/07/2014 Lb. Sikaping Hydrocepalus 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

24 875232 20/07/2014 Kayu Tanam Ikterik 1 SC 0 Tidak 1 36 0 control

25 874254 08/07/2014 Pdg Asfiksia 0 VE 0 Tidak 1 43 0 case

26 876324 02/08/2014 Pariaman Pendarahan SOL 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control

27 877825 14/08/2014 Pasaman BBLR 1 SC 0 Tidak 1 39 1 control

28 875010 18/07/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 31 0 case

29 873670 02/07/2014 Pasaman BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

30 879495 28/08/2014 Jambi Respiratory distress 1 Spontan1 Tidak 1 38 1 control

31 877158 05/08/2014 Pdg Asfiksia 0 Partus lama 0 Tidak 1 39 1 case

32 880313 03/09/2014 Pdg Resiko Infeksi 1 Spontan 1 Tidak 1 40 1 control

33 882681 30/08/2014 Pdg Pneumonia 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

34 883143 25/09/2014 Pariaman Asfiksia 0 Spontan 1 Tidak 1 34 0 case

35 885407 16/10/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

36 887017 05/10/2014 Jambi PJB Nonsianotik 1 SC 0 Tidak 1 38 1control

37 883824 29/09/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Tidak 1 41 0 case

38 859295 09/02/2014 Pdg Sepsis 1 SC 0 Tidak 1 38 1 control

39 888231 08/11/2014 Swl BBLR 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

40 891485 08/12/2014 Pdg Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 36 0 case

41 883859 03/10/2014 Koto Panjang Resiko Infeksi 1 SC 0 Tidak 1 41 0 control

42 890618 30/11/2014 Pdg Respiratory distress 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

43 891537 09/12/2014 Pariaman Asfiksia 0 SC 0 Anemi 0 36 0 case

44 892739 03/12/2014 Pdg Ikterik 1 Spontan 1 Tidak 1 38 1 control

45 892743 29/12/2014 Pariaman Resiko Infeksi 1 Spontan 1 Anemi 0 34 0 control

Ket :

Diagnosa Medis Jenis Persalinan Kejadian Anemia Usia Kehamilan0 = Asfiksia 0 = Tidak Normal 0 = Anemia 0 = Kurang/Lebih Bulan1 = Tidak Asfiksia 1 = Normal 1 = Tidak Anemia 1 = Cukup Bulan

Page 66: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

85 65 68 86 18 96 86 91 98 87 42 54 88 26 81

85 59 12 86 29 29 87 08 09 87 63 24 88 38 59

85 71 10 86 47 01 86 99 63 87 78 25 88 31 43

85 69 09 86 36 80 87 10 00 87 50 10 88 54 07

85 84 32 86 45 72 87 09 18 87 87 59 88 70 17

85 92 95 86 48 09 87 23 91 87 94 95 88 38 24

86 28 60 86 58 12 87 36 70 87 71 58 88 82 31

86 01 18 86 70 09 87 32 29 88 03 13 88 97 35

86 10 70 86 80 29 87 44 30 88 12 95 89 14 85

86 45 34 86 80 53 87 52 32 87 88 78 89 06 18

89 13 57 89 15 37 89 27 39 89 27 43

Page 67: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

Data yang didapat dari Medical Record tersebut diketahui bahwa dari 45 responden ternyata terdapatmemiliki pendidikan rendah. Tingkat pendidikan berperan sangat penting terhadap perkembangan psikologis

Page 68: POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG FAKTOR RISIKO

PendidikanIbu

SD 1SMP 2SMP 2SMP 2SMA 3SD 1SMP 2SMA 3SMA 3SD 1PT 4SMA 4SD 1SMP 2SMP 2SD 1SMA 3SD 1SMA 3SMP 2SMP 2SMP 2SMP 2SD 1SMP 2SMA 3SMP 2SD 1SMA 3PT 4PT 4SMP 2SMP 2SMA 3SMP 2SD 1SD 1SMA 3PT 4SMP 2SMA 3SMP 2SMP 2SD 1SMA 3