polio gtoo
DESCRIPTION
xxxxxxxxTRANSCRIPT
![Page 1: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Vaksin berasal dari kata vaccinia atau vacca berarti sapi dalam bahasa latin.
Sebutan vaksin, diberikan oleh Louis Pasteur yang semula menggunakan istilah
variolation atau memberikan virus variola sapi atau cacar sapi dengan tujuan
memperoleh kekebalan terhadap cacar pada manusia. Karena vaksin ditujukan untuk
memperoleh kekebalan atau imunitas, maka disebut juga sebagai imunisasi.
Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman (bakteri maupun
virus), komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan,
atau tiruan kuman dan berguna untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh
seseorang.
Imunisasi adalah upaya memberikan bahan untuk merangsang produksi daya
tahan tubuh. Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan tubuh kepada
bayi dan anak serta ibu hamil terhadap penyakit tertentu.(Samik Wahab, A, Prof, Dr. dr,
sistem imun, imuniisasi dan penyakit umum. Hal: 38).
Vaksin menyebabkan tubuh kita memproduksi “antibody”, tetapi tidak
menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal. Setelah di vaksinasi, kadang-
kadang terjadi panas, ini bukanlah penyakit tetapi reaksi dari vaksinasi yang akan
hilang dalam 1-2 hari, imunisasi dibagi 2 macam yaitu imunisasi program dan
imunisasi non program.
Lingkungan kita mengandung berbagai macam-macam agen infeksi, seperti virus,
jamur, dan parasit dengan ukuran bentuk dan sifat berbedabeda. Banyak dari agen ini
dapat menyebabkan kerusakan patologis dan akhirnya membunuh hospes jika
penyebaran tidak dihambat. Pada invidu normal sebagian besar berlangsung dalam
jangka waktu terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanan karena
sistem imun melawan agen infeksi dan mengendalikan dan melenyapkan sebelum
mendapatkan tempat berpijak.
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja
sebagai payung protekrif untuk menyegah masuk dan menyebarnya agen infeksi.
Mekanisme pertahanan ini di bagi menjadi 2 kelompok fungsional yaitu mekanisme
pertahanan non spesifik meliputi kulit dan membrane mukosa, sel-sel fagosit,
komplemen, lizosim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Semua mekanisme
![Page 2: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/2.jpg)
pertahanan ini berperan sebaga garis pertahanan pertama dan menghambat kebanyakan
patogen potensial sebelum menjadi infeksi yang tampak.
Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan
system imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat
yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena
terjadi pemajanan terhadap mikroba atau determinan antigenetic tersebut sebelumnya.
Sehingga pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat
agen infeksi tertenu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit dikemudian hari. Hal
ini menjadi dasar imunisasi.
Dalam tubuh pertahanan non spesifik dan spesifik bekerja sama untuk
melenyapkan infeksi. Respon imun ditengai oleh beberapa sel dan molekul larut yang
sekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah
limfosit (sel B, sel T, sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit, dan makrofag), sel
asesori (basofil, sel mast, dan trobosit), sel-sel jaringan dan lain-lain. Bahan larut yang
disekresi dapat berupa antibody, komplemen, dan mediator radang, dan sitokin.
Walaupun bukan merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain dalam jaringan
juga dapat berperan serta dengan memberi isyaat pada limosit atau berespons, terhadap
sitokin yang dilepaskan oleh limfosit dan makrofag.
Sedangkan antibodi terhadap virus polio dapat ditransmisikan melalui plasenta.
Meskipun demikian pada noenatus yang mendapatkan satu dosis vaksin polio oral, 70-
100%nya akan mengembangkan imunitas lokal pada usus dan 30% - 50%-nya akan
mengmbangkan antibody serum terhadap satu atau lebih tipe virus polio. Kebanyakan
bayi mengekskresikan virus selama 4 minggu pasca imunisasi sehingga pemberian satu
dosis vaksin polio oral pada saat lahir atau selambat-lambatnya 2 minggu sesudah lahir
tidak akan mengganggu pemberian dosis imunisasi dasar yang dianjurkan mulai
diberikan pada umur 6 minggu.
Pemberian polio oral tambahan pada saat lahir meningkatkan angka
sorokonversipada umur yang lebih muda daripada bila hanya diberikan 3 dosis. Alasan
lain memberikan vaksin folio oral pada saat lahir dan menyelesaikan seri DPT/ polio
lebih awal adalah karena anak yang lebih tinggi. Paralysis yang diprovokasi oleh
pemberian injeksi, termasuk vaksin DPT, terjadi saaat anak masih berada dalam masa
inkubasi virus polio.
(Samik,A, Prof.Dr.dr.System imun, imunisasi, dan penyakit imun. Hal 59-69)
![Page 3: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/3.jpg)
B. TUJUAN
a. Tujuan umum
Agar Mahasiswi kebidanan dapat mengetahui dan memahami tentang Imunisasi Polio.
b. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian imunisasi Polio
2. Untuk mengetahui Macam-macam imunisasi polio
3. Untuk mengetahui tujuan imunisasi polio
4. Untuk mengetahui gejala imunisasi polio
C. MANFAAT
BAB II
![Page 4: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/4.jpg)
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Polio merupakan penyakit virus yang dapat menimbulkan kelumpuhan pada bayi.
Penyakit ini disebabkan oleh virus yang termasuk dalam family Picornaviridae dan ada 3
serotipe virus polio yaitu P1, P2, P3. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh
seorang dokter dari Jerman bernama Jakob Heine pada tahun 1840, dan virus
penyebabnya pertama kali dikenali oleh Karl Landsteiner pada tahun 1908. Penyakit ini
sempat mewabah, terutama di Amerika dan Eropa pada sekitar abad 19 yang akhirnya ke
seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sejak dahulu cukup banyak ditemukan kasus-kasus
polio. Sejak saat itu dunia berlomba-lomba untuk menemukan vaksin yang efektif untuk
mencegah penyakit ini.
Polio merupakan penyakit yang menular, dan penularan terjadi melalui jalur oro-
fekal (melalui air dan makanan yang tercemar oleh virus ini). Seseorang yang menderita
infeksi polio akan mengeluarkan feses yang mengandung virus ini. Pada sebagian besar
kasus (90%) infeksi polio tidak menunjukkan gejala apapun juga (asimtomatis). Tetapi
pada sebagian kecil kasus (kurang lebih 3%) virus dapat memasuki sistem saraf pusat
dan mengakibatkan kelumpuhan. Lumpuh layu yang terjadi menunjukkan gejala otot
yang lemah, dan kurang dapat dikontrol. Kelumpuhan ini dapat sembuh pada sebagian
besar kasus, tetapi kelumpuhan yang terjadi lebih dari 12 bulan biasanya akan
meninggalkan gejala sisa yang akan menetap sampai dewasa.
Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin polio yaitu OPV dan IPV. OPV (Oral Polio
Vaccine) diberikan dengan cara diteteskan di mulut (2 tetes setiap kali pemberian),
sedangkan IPV (Inactivated Polio Vaccine) diberikan dengan cara disuntikkan.
Penggunaan IPV di Indonesia tidak lazim dan lebih banyak digunakan OPV. Vaksin
OPV mengandung virus polio hidup tipe 1, 2, dan 3 yang telah dilemahkan. Vaksin
diberikan segera pada waktu lahir lalu kemudian perlu diberikan bersama dengan vaksin
DTP pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 18 bulan. Booster diperlukan pada saat
anak memasuki bangku sekolah (5 tahun). Jadwal ini diambil dari jadwal pemberian
imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tahun 2008. Walaupun seseorang anak
telah terkena penyakit polio, vaksin tetap perlu diberikan, mengingat ada 3 serotipe virus
polio.
![Page 5: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/5.jpg)
B. MACAM-MACAM IMUNISASI POLIO
Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus Polio Oral (Oral Polio
Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived Poliomielitis Vaccine).
1. Oral Polio Vaccine (OPV)
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling
sering dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan
cairan melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang
dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi vaksin
tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup
tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal
kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus
tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan
kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di
usus dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding
luar lapisan usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang
akan masuk. Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada respon antibodi
terhadap OPV dan imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan
dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan
memberikan perlindungan jangka panjang.
Virus polio ini dapat bertahan di tinja hingga 6 minggu setelah pemberian
vaksin melalui mulut. Anak yang telah mendapatkan imunisasi OPV dapat
memberikan pengeluaran virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi
pada kontak yang belum diimunisasi. Untuk orang yang berhubungan (kontak)
dengan bayi yang baru di imunisasi harus menjaga kebersihan dengan mencuci
tangan setelah mengganti popok bayi.
Sehingga bila ada seorang kontak di rumah yang dalam keadaan kondisi
tubuh sedang turun, seperti pengobatan kortikosteroid (imunosupresan) atau
pengobatan radiasi umum, penyakit kanker atau keganasan yang berhubungan
![Page 6: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/6.jpg)
dengan sistem retikuloendotelial (seperti limpoma, leucemia, penyakit hodgkin),
anak dengan mekanisme imunologik terganggu misalnya hipogamaglobulinemia dan
penderita infeksi HIV atau AIDS, sebaiknya menghindar dari bayi atau anak yang
divaksinasi polio paling tidak selama 6 minggu sesudahnya.
Anggota keluarga yang belum pernah diimunisasi polio atau belum lengkap
imunisasinya dan mendapat kontak dengan anak yang mendapat vaksin OPV,
sebaiknya harus ditawarkan imunisasi dasar OPV pada waktu yang bersamaan
dengan anak tersebut.
2. Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau
Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV dihasilkan
dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak
aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan
tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan penyakit polio
walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah. Vaksin yang
dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel VERO ginjal
kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan
polimiksin B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan.
Pemberian vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml
diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan
mendapatkan OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang
kontak yang mempunyai daya tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk
menggunakan IPV.
Sejak tahun 1997 American Academy of Pediatric (AAP) dan Centers For
Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat merekomendasikan
pemberian IPV untuk vaksinasi rutin pada semua bayi di Amerika Serikat. Sejak itu
dilaporkan Kejadian Ikutan Paska Imunsasi Polio sangat menurun.
![Page 7: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/7.jpg)
C. TUJUAN IMUNISASI POLIO
Imunisasi polio digunakan untuk untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimielitis.
D. KEJADIAN IKUTAN PASKA IMUNISASI
Pada umumnya reaksi terhadap vaksin dapat berupa reaksi simpang (adverse
events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi
simpang vaksin antara lain berupa efek farmakologi, efek samping, interaksi obat,
intoleransi, reaksi idiosinkrasi dan reaksi alergi. Kejadian yang bukan disebabkan efek
langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan tehnik pembuatan, pengadaan dan
distribusi vaksin, kesalahan prosedur, tehnik pelaksanaan dan faktor kebetulan.
Kejadian ikutan paska imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Kejadian ikutan paska imunisasi Polio
memang jarang ditemukan. Setelah pemberian vaksinasi OPV sebagian kecil penerima
akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit pada otot. Lebih jarang
lagi, diperkirakan setiap 2,5 dosis OPV yang diberikan dapat mengalami kasus
Paralitik Poliomielitis (Vaccine-Associated Paralytic Poliomyelitis atau VAPP).
VAPP merupakan kejadian lumpuh layu akut (AFP) 4 – 40 hari setelah diberikan
vaksin OPV dengan sekuele neurologis susulan yang mirip dengan polio setelah 60
hari. Sementara itu, kasus VAPP kontak terjadi ketika virus yang berasal dari vaksin
OPV (VDPV) diekskresikan dan menyebar kepada anak-anak yang tidak diimunisasi
atau anak-anak yang belum menerima OPV secara lengkap.
Wabah VAPP di Mesir, Filipina, Republik Dominika, Haiti dan Madagaskar yang
dihubungkan dengan sirkulasi VDPV yang telah berubah bentuk menjadi neurovirulen
yang disebabkan karena perubahan genetik atau rekombinasi dengan enterovirus non-
polio. Di Thailand, strain VDPV yang diisolasi dari kultur tinja ditemukan pada 3 dari
15 kasus AFP yang dilaporkan selama 5 tahun terakhir dengan 1 – 5 kasus lumpuh
neurologis menetap yang terjadi 60 hari setelah pemberian OPV. Namun, VAPP yang
disebabkan OPV jarang terjadi pada daerah dengan cakupan imunisasi lebih dari 90 %
dan tingkat imunitas kelompok yang tinggi.
Menurut laporan Vaccine Safety Committee, Division of Health Promotion and
Disease Prevention, Institute Medicine National Academy of Science USA, tahun
1994 terdapat bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal bahwa OPV dapat
menyebabkan Sindrom Guillain Barre (GBS). Demikian juga di Turki pada tahun
![Page 8: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/8.jpg)
2003 pernah dilaporkan 5 penderita GBS setelah pemberian vaksinasi OPV. Penyakit
GBS adalah penyakit yang menyerang kelumpuhan kaki dan otot pernapasan manusia,
dimana penyebabnya masih belum diketahui secara jelas. Secara teoritis vaksin hidup
seperti OPV dapat berubah menjadi bentuk patogenik.
Resiko paling sering terjadi pada pemberian dosis pertama dibandingkan dosis
berikutnya. Resiko yang relatif sangat jarang tersebut memang tidak boleh diremehkan,
namun bukan menjadi alasan untuk menghindari pemberian vaksinasi OPV karena
pemberiannya terbukti sangat berguna untuk menghindari penyakit polio dan
menurunkan kasus polio di dunia. Untuk mengurangi kejadian ikutan paska imunisasi
maka sebaiknya harus memperhatikan secara cermat kondisi kesehatan penerima
imunisasi.
Kejadian ikutan pada janin belum pernah dilaporkan, namun OPV jangan
diberikan pada ibu hamil 4 bulan pertama kecuali terdapat alasan mendesak misalnya
bepergian ke daerah endemis poliomielitis. Vaksin polio oral dapat diberikan bersama-
sama dengan vaksin inactivated dan virus hidup lainnya, tetapi tidak boleh diberikan
bersama vaksin tifoid oral. Bila BCG diberikan pada bayi, tidak perlu memperlambat
pemberian OPV, karena OPV memacu imunitas lokal dan pembentukan antibodi
dengan cara replikasi dalam usus.
Di dalam vaksin polio OPV dan IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik
(neomisin, polimisin, streptomisin) namun hal ini tidak merupakan kontra indikasi
kecuali pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlebihan.
Tampaknya dengan era globalisasi dimana mobilitas penduduk dunia antar negara
yang sangat tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan
penyebaran virus ini. Selain pencegahan dengan imunisasi polio, harus disertai dengan
peningkatan sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan untuk mengurangi
penyebaran virus yang kembali mengkawatirkan ini.
Keadaan yang tidak boleh divaksinasi OPV (Menurut Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) dan Committees on Infectious Diseases of the
American Academy of Pediatric (AAP))
1. Penyakit akut atau demam (suhu lebih 38,5 C)
2. Muntah atau diare
3. Sedang menerima pengobatan kortikosteroid (imunosupresan) dan
pengobatan radiasi umum (termasuk kontak penerima)
4. Penyakit kanker atau keganasan (termasuk kontak penerima) yang
![Page 9: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/9.jpg)
berhubungan dengan sistem retikuloendotelial (seperti limpoma, leucemia,
penyakit hodgkin) dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu
misalnya hipogamaglobulinemia.
5. Penderita infeksi HIV atau AIDS (termasuk kontak penerima)
E. GEJALA IMUNISASI POLIO
Imunisasi polio, Gejala awal dapat berupa anak rewel, batuk-batuk dan demam
seperti influenza, kemudian diikuti dengan leher kakum sakit kepala, otot badan dan kaki
terasa sakit setelah dua hari dan akhirnya lumpuh. Kelumpuhan bisa menyerang kaki,
tangan dan otot menelan. Polio sangat menular. Penularan ini akan meluas dengan cepat
pada daerah yang perumahannya sangat rapat dan kesehatan lingkungan kotor. Vaksin
untuk mencegah polio adalah vaksin polio.
Resiko terjadinya polio paralitik akibat vaksin setelah penggunaan vaksin polio
oral (sabin) pada anak yang imunokompeten adalah satu kasus untuk setiap 750.000 anak
yang divaksinasi. Resikonya berkurang 20 kali lipat pada pemberian selanjutnya. Resiko
terjadinya VAPP meningkat 3000 kali pada penderita gangguan sistem kekebalan.
Terutama pada penderita agammaglobulinemia atau hipogammalobulinemia kontak
rumah tangga atau komonitas anak yang baru diberi vaksin polio oral dapat disekresi
ditijauselama beberapa minggu.
(Samik,,Prof.Dr.dr.sistem imun, imunisasi, dan oenyakit imun. Hal 59-60)
Tabel polio
Umur : 0 – 11 bulan
Dosis : 2 tetes setiap kali pemberian (lihat petunjuk)
Cara : Meneteskan ke dalam mulut
Selang waktu pemberian : Berikan 4x, dengan jarak minimla 4 minggu. Tunggu
paling cepat 4 minggu jarak antara pemberian I dan
berikutnya. Kalau tidak, kekebalan yang dihasilkan kurang
baik. Tidak perlu mengulang dosis I, bila ada kelambatan
pemeberian polio 2. Ada dua jenis vaksin polimyelitis
yaitu vaksin yang diberikan per oral dan yng diberikan
secara suntikan. Vaksin poliomielitis oral (sabin)
mengandung tiga tipe. Virus polio hidup yang dilemahkan
![Page 10: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/10.jpg)
(virus polio 1,2, dan 3) karena harganya yang murah,
mudah pemberiannya, dapat menginduksi imunitas
intensial, dan berpotensi menginfeksi secara
sekunderpemberian vaksin polio oral trivalent sebagai
vaksin pilihan untuk pemberantasanpoliomielitis.
Kontra indikasi : Umumnya tidak ada
Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada
gangguan penyerapan vaksin oleh usus diare berat. Vaksin akan tetap diberikan, kemudian
dicoba mengulangi lagi 4 minggu setelah pemberian polio 4.
Vaksin polio jadi salah satu vaksinasi wajib yang direkomendasi WHO untuk
mencegah infeksi virus polio penyebab kelumpuhan. Vaksin ini dibuat dari virus polio
yang sudah dimatikan. Karena vaksin diberikan secara oral atau diteteskan ke dalam
mulut, maka dikenal sebagai Oral Polio Vaccine (OPV). Bayi mendapatkan vaksin polio
oral pada usia 2 bulan, 3-4 bulan, dan 4-6 bulan. Pemberian vaksin akan diulang saat
bayi berusia 18 bulan, dan 5-6 tahun. Bayi yang lahir di RB/RS diberikan vaksin polio
saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus kepada bayi lain. Pemberian
vaksin polio saat bayi 2 bulan dapat dibarengi pemberian vaksin DPT dan Hib.
F. PENYAKIT POLIOMIELITIS
a. Pengertian Poliomielitis
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan serta autropi otot.
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan
poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).
b. Gambaran Klinis
Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya
tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.
![Page 11: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/11.jpg)
2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa
hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis
abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2
hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi
demam atau masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini
dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal
dan kolumna posterior.
4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai
kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut
pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-
bentuk gejalanya antara lain :
a) Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen,
tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
b) Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
c) Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar.
d) Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor
dan kadang kejang.
c. etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu:
1. Brunhilde
2. Lansing
3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan.
Masa inkubasi : 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Spesies : Poliovirus
d. penularan
![Page 12: Polio Gtoo](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022020208/55cf9a77550346d033a1dd70/html5/thumbnails/12.jpg)
Cara penularannya dapat melalui :
1. Inhalasi
2. Makanan dan minuman
3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC
faecese beberapa minggu.
e. pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. Jangan masuk daerah endemis
3. Jangan melakukan tindakan endemis
f. patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua
neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat
terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah
yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta
formasio retikularis yang mengandung pusat vital.
3. Sereblum terutama inti-inti virmis.
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra.
5. Talamus dan hipotalamus.
6. Palidum.
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.