polio gtoo

19
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vaksin berasal dari kata vaccinia atau vacca berarti sapi dalam bahasa latin. Sebutan vaksin, diberikan oleh Louis Pasteur yang semula menggunakan istilah variolation atau memberikan virus variola sapi atau cacar sapi dengan tujuan memperoleh kekebalan terhadap cacar pada manusia. Karena vaksin ditujukan untuk memperoleh kekebalan atau imunitas, maka disebut juga sebagai imunisasi. Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman (bakteri maupun virus), komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau tiruan kuman dan berguna untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh seseorang. Imunisasi adalah upaya memberikan bahan untuk merangsang produksi daya tahan tubuh. Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan tubuh kepada bayi dan anak serta ibu hamil terhadap penyakit tertentu.(Samik Wahab, A, Prof, Dr. dr, sistem imun, imuniisasi dan penyakit umum. Hal: 38). Vaksin menyebabkan tubuh kita memproduksi “antibody”, tetapi tidak menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal. Setelah di vaksinasi, kadang-kadang terjadi panas, ini bukanlah penyakit tetapi reaksi dari vaksinasi yang akan hilang dalam 1-2 hari, imunisasi dibagi 2 macam yaitu imunisasi program dan imunisasi non program.

Upload: nur-lestary

Post on 28-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

xxxxxxxx

TRANSCRIPT

Page 1: Polio Gtoo

BAB I

PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Vaksin berasal dari kata vaccinia atau vacca berarti sapi dalam bahasa latin.

Sebutan vaksin, diberikan oleh Louis Pasteur yang semula menggunakan istilah

variolation atau memberikan virus variola sapi atau cacar sapi dengan tujuan

memperoleh kekebalan terhadap cacar pada manusia. Karena vaksin ditujukan untuk

memperoleh kekebalan atau imunitas, maka disebut juga sebagai imunisasi.

Vaksin adalah suatu produk biologik yang terbuat dari kuman (bakteri maupun

virus), komponen kuman, atau racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan,

atau tiruan kuman dan berguna untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh

seseorang.

Imunisasi adalah upaya memberikan bahan untuk merangsang produksi daya

tahan tubuh. Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan tubuh kepada

bayi dan anak serta ibu hamil terhadap penyakit tertentu.(Samik Wahab, A, Prof, Dr. dr,

sistem imun, imuniisasi dan penyakit umum. Hal: 38).

Vaksin menyebabkan tubuh kita memproduksi “antibody”, tetapi tidak

menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal. Setelah di vaksinasi, kadang-

kadang terjadi panas, ini bukanlah penyakit tetapi reaksi dari vaksinasi yang akan

hilang dalam 1-2 hari, imunisasi dibagi 2 macam yaitu imunisasi program dan

imunisasi non program.

Lingkungan kita mengandung berbagai macam-macam agen infeksi, seperti virus,

jamur, dan parasit dengan ukuran bentuk dan sifat berbedabeda. Banyak dari agen ini

dapat menyebabkan kerusakan patologis dan akhirnya membunuh hospes jika

penyebaran tidak dihambat. Pada invidu normal sebagian besar berlangsung dalam

jangka waktu terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanan karena

sistem imun melawan agen infeksi dan mengendalikan dan melenyapkan sebelum

mendapatkan tempat berpijak.

Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja

sebagai payung protekrif untuk menyegah masuk dan menyebarnya agen infeksi.

Mekanisme pertahanan ini di bagi menjadi 2 kelompok fungsional yaitu mekanisme

pertahanan non spesifik meliputi kulit dan membrane mukosa, sel-sel fagosit,

komplemen, lizosim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Semua mekanisme

Page 2: Polio Gtoo

pertahanan ini berperan sebaga garis pertahanan pertama dan menghambat kebanyakan

patogen potensial sebelum menjadi infeksi yang tampak.

Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan

system imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat

yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena

terjadi pemajanan terhadap mikroba atau determinan antigenetic tersebut sebelumnya.

Sehingga pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat

agen infeksi tertenu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit dikemudian hari. Hal

ini menjadi dasar imunisasi.

Dalam tubuh pertahanan non spesifik dan spesifik bekerja sama untuk

melenyapkan infeksi. Respon imun ditengai oleh beberapa sel dan molekul larut yang

sekresi oleh sel-sel tersebut. Sel-sel utama yang terlibat dalam reaksi imun adalah

limfosit (sel B, sel T, sel NK), fagosit (neutrofil, eosinofil, monosit, dan makrofag), sel

asesori (basofil, sel mast, dan trobosit), sel-sel jaringan dan lain-lain. Bahan larut yang

disekresi dapat berupa antibody, komplemen, dan mediator radang, dan sitokin.

Walaupun bukan merupakan bagian utama dari respon imun, sel-sel lain dalam jaringan

juga dapat berperan serta dengan memberi isyaat pada limosit atau berespons, terhadap

sitokin yang dilepaskan oleh limfosit dan makrofag.

Sedangkan antibodi terhadap virus polio dapat ditransmisikan melalui plasenta.

Meskipun demikian pada noenatus yang mendapatkan satu dosis vaksin polio oral, 70-

100%nya akan mengembangkan imunitas lokal pada usus dan 30% - 50%-nya akan

mengmbangkan antibody serum terhadap satu atau lebih tipe virus polio. Kebanyakan

bayi mengekskresikan virus selama 4 minggu pasca imunisasi sehingga pemberian satu

dosis vaksin polio oral pada saat lahir atau selambat-lambatnya 2 minggu sesudah lahir

tidak akan mengganggu pemberian dosis imunisasi dasar yang dianjurkan mulai

diberikan pada umur 6 minggu.

Pemberian polio oral tambahan pada saat lahir meningkatkan angka

sorokonversipada umur yang lebih muda daripada bila hanya diberikan 3 dosis. Alasan

lain memberikan vaksin folio oral pada saat lahir dan menyelesaikan seri DPT/ polio

lebih awal adalah karena anak yang lebih tinggi. Paralysis yang diprovokasi oleh

pemberian injeksi, termasuk vaksin DPT, terjadi saaat anak masih berada dalam masa

inkubasi virus polio.

(Samik,A, Prof.Dr.dr.System imun, imunisasi, dan penyakit imun. Hal 59-69)

Page 3: Polio Gtoo

B. TUJUAN

a. Tujuan umum

Agar Mahasiswi kebidanan dapat mengetahui dan memahami tentang Imunisasi Polio.

b. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengertian imunisasi Polio

2. Untuk mengetahui Macam-macam imunisasi polio

3. Untuk mengetahui tujuan imunisasi polio

4. Untuk mengetahui gejala imunisasi polio

C. MANFAAT

BAB II

Page 4: Polio Gtoo

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN

Polio merupakan penyakit virus yang dapat menimbulkan kelumpuhan pada bayi.

Penyakit ini disebabkan oleh virus yang termasuk dalam family Picornaviridae dan ada 3

serotipe virus polio yaitu P1, P2, P3. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh

seorang dokter dari Jerman bernama Jakob Heine pada tahun 1840, dan virus

penyebabnya pertama kali dikenali oleh Karl Landsteiner pada tahun 1908. Penyakit ini

sempat mewabah, terutama di Amerika dan Eropa pada sekitar abad 19 yang akhirnya ke

seluruh dunia. Di Indonesia sendiri sejak dahulu cukup banyak ditemukan kasus-kasus

polio. Sejak saat itu dunia berlomba-lomba untuk menemukan vaksin yang efektif untuk

mencegah penyakit ini.

Polio merupakan penyakit yang menular, dan penularan terjadi melalui jalur oro-

fekal (melalui air dan makanan yang tercemar oleh virus ini). Seseorang yang menderita

infeksi polio akan mengeluarkan feses yang mengandung virus ini. Pada sebagian besar

kasus (90%) infeksi polio tidak menunjukkan gejala apapun juga (asimtomatis). Tetapi

pada sebagian kecil kasus (kurang lebih 3%) virus dapat memasuki sistem saraf pusat

dan mengakibatkan kelumpuhan. Lumpuh layu yang terjadi menunjukkan gejala otot

yang lemah, dan kurang dapat dikontrol. Kelumpuhan ini dapat sembuh pada sebagian

besar kasus, tetapi kelumpuhan yang terjadi lebih dari 12 bulan biasanya akan

meninggalkan gejala sisa yang akan menetap sampai dewasa.

Di Indonesia tersedia 2 jenis vaksin polio yaitu OPV dan IPV. OPV (Oral Polio

Vaccine) diberikan dengan cara diteteskan di mulut (2 tetes setiap kali pemberian),

sedangkan IPV (Inactivated Polio Vaccine) diberikan dengan cara disuntikkan.

Penggunaan IPV di Indonesia tidak lazim dan lebih banyak digunakan OPV.  Vaksin

OPV mengandung virus polio hidup tipe 1, 2, dan 3 yang telah dilemahkan. Vaksin

diberikan segera pada waktu lahir lalu kemudian perlu diberikan bersama dengan vaksin

DTP pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 18 bulan. Booster diperlukan pada saat

anak memasuki bangku sekolah (5 tahun). Jadwal ini diambil dari jadwal pemberian

imunisasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tahun 2008. Walaupun seseorang anak

telah terkena penyakit polio, vaksin tetap perlu diberikan, mengingat ada 3 serotipe virus

polio.

Page 5: Polio Gtoo

B. MACAM-MACAM IMUNISASI POLIO

Vaksin polio terdiri dari 2 jenis , yaitu Vaksin Virus   Polio Oral (Oral Polio

Vaccine=OPV) dan Vaksin Polio Inactivated (Inactived   Poliomielitis Vaccine).

1. Oral Polio Vaccine (OPV)

Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling

sering   dipakai di Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan

cairan   melalui mulut. Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang

dilemahkan.   OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma Bandung. Komposisi vaksin

tersebut   terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin yang masih hidup  

tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan   jaringan ginjal

kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes   mengandung virus

tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak   lebih dari 2 mcg dan

kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.

Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di

usus   dan memacu pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding

luar lapisan   usus yang mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang

akan masuk.   Pemberian Air susu ibu tidak berpengaruh pada respon antibodi

terhadap OPV dan   imunisasi tidak bioleh ditunda karena hal ini. Setelah diberikan

dosis pertama   dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis berikutnya akan

memberikan   perlindungan jangka panjang.

Virus polio ini dapat bertahan di tinja hingga 6 minggu setelah pemberian

vaksin   melalui mulut. Anak yang telah mendapatkan imunisasi OPV dapat

memberikan pengeluaran   virus vaksin selama 6 minggu dan akan melakukan infeksi

pada kontak yang belum   diimunisasi. Untuk orang yang berhubungan (kontak)

dengan bayi yang baru di   imunisasi harus menjaga kebersihan dengan mencuci

tangan setelah mengganti popok   bayi.

Sehingga bila ada seorang kontak di rumah yang dalam keadaan kondisi

tubuh   sedang turun, seperti pengobatan kortikosteroid (imunosupresan) atau  

pengobatan radiasi umum, penyakit kanker atau keganasan yang berhubungan

Page 6: Polio Gtoo

dengan   sistem retikuloendotelial (seperti limpoma, leucemia, penyakit hodgkin),  

anak dengan mekanisme imunologik terganggu misalnya hipogamaglobulinemia dan  

penderita infeksi HIV atau AIDS, sebaiknya menghindar dari bayi atau anak yang  

divaksinasi polio paling tidak selama 6 minggu sesudahnya.

Anggota keluarga yang belum pernah diimunisasi polio atau belum lengkap

imunisasinya   dan mendapat kontak dengan anak yang mendapat vaksin OPV,

sebaiknya harus ditawarkan   imunisasi dasar OPV pada waktu yang bersamaan

dengan anak tersebut.

2. Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)

Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated   atau

Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV   dihasilkan

dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat   tidak

aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia. Karena IPV   tidak hidup dan

tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat menyebabkan   penyakit polio

walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang lemah.   Vaksin yang

dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada   sel-sel VERO ginjal

kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.

Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan

polimiksin   B. IPV harus disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan.

Pemberian   vaksin tersebut dengan cara suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml

diberikan   dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.

Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan

mendapatkan   OPV maka dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang

kontak yang mempunyai   daya tahan tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk

menggunakan IPV.

Sejak tahun 1997 American Academy of Pediatric (AAP) dan Centers For  

Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat merekomendasikan  

pemberian IPV untuk vaksinasi rutin pada semua bayi di Amerika Serikat. Sejak   itu

dilaporkan Kejadian Ikutan Paska Imunsasi Polio sangat menurun.

Page 7: Polio Gtoo

C. TUJUAN IMUNISASI POLIO

Imunisasi polio digunakan untuk untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit

polimielitis.

D. KEJADIAN IKUTAN PASKA IMUNISASI

Pada   umumnya reaksi terhadap vaksin dapat berupa reaksi simpang (adverse

events),   atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi

simpang   vaksin antara lain berupa efek farmakologi, efek samping, interaksi obat,

intoleransi,   reaksi idiosinkrasi dan reaksi alergi. Kejadian yang bukan disebabkan efek

langsung   vaksin dapat terjadi karena kesalahan tehnik pembuatan, pengadaan dan

distribusi   vaksin, kesalahan prosedur, tehnik pelaksanaan dan faktor kebetulan.

Kejadian ikutan paska imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang  

terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi. Kejadian ikutan paska imunisasi   Polio

memang jarang ditemukan. Setelah pemberian vaksinasi OPV sebagian kecil   penerima

akan mengalami gejala pusing-pusing, diare ringan dan sakit pada otot.   Lebih jarang

lagi, diperkirakan setiap 2,5 dosis OPV yang diberikan dapat mengalami   kasus

Paralitik Poliomielitis (Vaccine-Associated Paralytic Poliomyelitis   atau VAPP).

VAPP merupakan kejadian lumpuh layu akut (AFP) 4 –   40 hari setelah diberikan

vaksin OPV dengan sekuele neurologis susulan yang   mirip dengan polio setelah 60

hari. Sementara itu, kasus VAPP kontak terjadi   ketika virus yang berasal dari vaksin

OPV (VDPV) diekskresikan dan menyebar   kepada anak-anak yang tidak diimunisasi

atau anak-anak yang belum menerima OPV   secara lengkap.

Wabah VAPP di Mesir, Filipina, Republik Dominika, Haiti dan Madagaskar yang  

dihubungkan dengan sirkulasi VDPV yang telah berubah bentuk menjadi neurovirulen  

yang disebabkan karena perubahan genetik atau rekombinasi dengan enterovirus   non-

polio. Di Thailand, strain VDPV yang diisolasi dari kultur tinja ditemukan   pada 3 dari

15 kasus AFP yang dilaporkan selama 5 tahun terakhir dengan 1 –   5 kasus lumpuh

neurologis menetap yang terjadi 60 hari setelah pemberian OPV.   Namun, VAPP yang

disebabkan OPV jarang terjadi pada daerah dengan cakupan imunisasi   lebih dari 90 %

dan tingkat imunitas kelompok yang tinggi.

Menurut laporan Vaccine Safety Committee, Division of Health Promotion   and

Disease Prevention, Institute Medicine National Academy of Science USA,   tahun

1994 terdapat bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal bahwa OPV dapat  

menyebabkan Sindrom Guillain Barre (GBS). Demikian juga di Turki   pada tahun

Page 8: Polio Gtoo

2003 pernah dilaporkan 5 penderita GBS setelah pemberian vaksinasi   OPV. Penyakit

GBS adalah penyakit yang menyerang kelumpuhan kaki dan otot pernapasan   manusia,

dimana penyebabnya masih belum diketahui secara jelas. Secara teoritis   vaksin hidup

seperti OPV dapat berubah menjadi bentuk patogenik.

Resiko paling sering terjadi pada pemberian dosis pertama dibandingkan dosis  

berikutnya. Resiko yang relatif sangat jarang tersebut memang tidak boleh diremehkan,  

namun bukan menjadi alasan untuk menghindari pemberian vaksinasi OPV karena  

pemberiannya terbukti sangat berguna untuk menghindari penyakit polio dan

menurunkan   kasus polio di dunia. Untuk mengurangi kejadian ikutan paska imunisasi

maka   sebaiknya harus memperhatikan secara cermat kondisi kesehatan penerima

imunisasi.

Kejadian ikutan pada janin belum pernah dilaporkan, namun OPV jangan

diberikan   pada ibu hamil 4 bulan pertama kecuali terdapat alasan mendesak misalnya

bepergian   ke daerah endemis poliomielitis. Vaksin polio oral dapat diberikan bersama-

sama   dengan vaksin inactivated dan virus hidup lainnya, tetapi tidak boleh diberikan  

bersama vaksin tifoid oral. Bila BCG diberikan pada bayi, tidak perlu memperlambat  

pemberian OPV, karena OPV memacu imunitas lokal dan pembentukan antibodi

dengan   cara replikasi dalam usus.

Di dalam vaksin polio OPV dan IPV mengandung sejumlah kecil antibiotik

(neomisin,   polimisin, streptomisin) namun hal ini tidak merupakan kontra indikasi

kecuali   pada anak yang mempunyai bakat hipersensitif yang berlebihan.

Tampaknya dengan era globalisasi dimana mobilitas penduduk dunia antar negara  

yang sangat tinggi dan cepat mengakibatkan kesulitan dalam mengendalikan

penyebaran   virus ini. Selain pencegahan dengan imunisasi polio, harus disertai dengan

peningkatan   sanitasi lingkungan dan higiena sanitasi perorangan untuk mengurangi

penyebaran   virus yang kembali mengkawatirkan ini.

Keadaan yang tidak boleh divaksinasi OPV (Menurut Advisory Committee on

Immunization Practices (ACIP) dan Committees   on Infectious Diseases of the

American Academy of Pediatric (AAP))

1. Penyakit akut atau demam (suhu lebih 38,5 C)

2. Muntah atau diare

3. Sedang menerima pengobatan kortikosteroid (imunosupresan) dan

pengobatan   radiasi umum (termasuk kontak penerima)

4. Penyakit kanker atau keganasan (termasuk kontak penerima) yang

Page 9: Polio Gtoo

berhubungan     dengan sistem retikuloendotelial (seperti limpoma, leucemia,

penyakit hodgkin)     dan anak dengan mekanisme imunologik yang terganggu

misalnya hipogamaglobulinemia.

5. Penderita infeksi HIV atau AIDS (termasuk kontak penerima)

E. GEJALA IMUNISASI POLIO

Imunisasi polio, Gejala awal dapat berupa anak rewel, batuk-batuk dan demam

seperti influenza, kemudian diikuti dengan leher kakum sakit kepala, otot badan dan kaki

terasa sakit setelah dua hari dan akhirnya lumpuh. Kelumpuhan bisa menyerang kaki,

tangan dan otot menelan. Polio sangat menular. Penularan ini akan meluas dengan cepat

pada daerah yang perumahannya sangat rapat dan kesehatan lingkungan kotor. Vaksin

untuk mencegah polio adalah vaksin polio.

Resiko terjadinya polio paralitik akibat vaksin setelah penggunaan vaksin polio

oral (sabin) pada anak yang imunokompeten adalah satu kasus untuk setiap 750.000 anak

yang divaksinasi. Resikonya berkurang 20 kali lipat pada pemberian selanjutnya. Resiko

terjadinya VAPP meningkat 3000 kali pada penderita gangguan sistem kekebalan.

Terutama pada penderita agammaglobulinemia atau hipogammalobulinemia kontak

rumah tangga atau komonitas anak yang baru diberi vaksin polio oral dapat disekresi

ditijauselama beberapa minggu.

(Samik,,Prof.Dr.dr.sistem imun, imunisasi, dan oenyakit imun. Hal 59-60)

Tabel polio

Umur : 0 – 11 bulan

Dosis : 2 tetes setiap kali pemberian (lihat petunjuk)

Cara : Meneteskan ke dalam mulut

Selang waktu pemberian : Berikan 4x, dengan jarak minimla 4 minggu. Tunggu

paling cepat 4 minggu jarak antara pemberian I dan

berikutnya. Kalau tidak, kekebalan yang dihasilkan kurang

baik. Tidak perlu mengulang dosis I, bila ada kelambatan

pemeberian polio 2. Ada dua jenis vaksin polimyelitis

yaitu vaksin yang diberikan per oral dan yng diberikan

secara suntikan. Vaksin poliomielitis oral (sabin)

mengandung tiga tipe. Virus polio hidup yang dilemahkan

Page 10: Polio Gtoo

(virus polio 1,2, dan 3) karena harganya yang murah,

mudah pemberiannya, dapat menginduksi imunitas

intensial, dan berpotensi menginfeksi secara

sekunderpemberian vaksin polio oral trivalent sebagai

vaksin pilihan untuk pemberantasanpoliomielitis.

Kontra indikasi : Umumnya tidak ada

Bila anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada

gangguan penyerapan vaksin oleh usus diare berat. Vaksin akan tetap diberikan, kemudian

dicoba mengulangi lagi 4 minggu setelah pemberian polio 4.

Vaksin polio jadi salah satu vaksinasi wajib yang direkomendasi WHO untuk

mencegah infeksi virus polio penyebab kelumpuhan. Vaksin ini dibuat dari virus polio

yang sudah dimatikan. Karena vaksin diberikan secara oral atau diteteskan ke dalam

mulut, maka dikenal sebagai Oral Polio Vaccine (OPV). Bayi mendapatkan vaksin polio

oral pada usia 2 bulan, 3-4 bulan, dan 4-6 bulan. Pemberian vaksin akan diulang saat

bayi berusia 18 bulan, dan 5-6 tahun. Bayi yang lahir di RB/RS diberikan vaksin polio

saat bayi dipulangkan untuk menghindari transmisi virus kepada bayi lain. Pemberian

vaksin polio saat bayi 2 bulan dapat dibarengi pemberian vaksin DPT dan Hib.

F. PENYAKIT POLIOMIELITIS

a. Pengertian Poliomielitis

Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan

predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik

batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi

kelumpuhan serta autropi otot.

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan

poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini

dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan

melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis).

b. Gambaran Klinis

Poliomielitis terbagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Asimtomatis: Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya

tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

Page 11: Polio Gtoo

2. Poliomielitis Abortif: Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa

hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri

kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.

3. Poliomielitis Non Paralitik: Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis

abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2

hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi

demam atau masuk ke dalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini

dengan hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal

dan kolumna posterior.

4. Poliomielitis Paralitik: Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai

kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut

pada bayi ditemukan paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-

bentuk gejalanya antara lain :

a) Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen,

tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.

b) Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa

gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.

c) Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan

bentuk bulbar.

d) Kadang ensepalitik: Dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor

dan kadang kejang.

c. etiologi

Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu:

1. Brunhilde

2. Lansing

3. Leon; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan.

Masa inkubasi : 7-10-35 hari

Klasifikasi virus

Golongan : Golongan IV ((+)ssRNA)

Familia : Picornaviridae

Genus : Enterovirus

Spesies : Poliovirus

d. penularan

Page 12: Polio Gtoo

Cara penularannya dapat melalui :

1. Inhalasi

2. Makanan dan minuman

3. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.

Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC

faecese beberapa minggu.

e. pencegahan

Cara pencegahan dapat dilalui melalui :

1. Imunisasi

2. Jangan masuk daerah endemis

3. Jangan melakukan tindakan endemis

f. patofisiologi

Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua

neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat

terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah

yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :

1. Medula spinalis terutama kornu anterior

2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta

formasio retikularis yang mengandung pusat vital.

3. Sereblum terutama inti-inti virmis.

4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan

kadang-kadang nucleus rubra.

5. Talamus dan hipotalamus.

6. Palidum.

7. Korteks serebri, hanya daerah motorik.