poligami menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974 …digilib.unila.ac.id/54945/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Skripsi)
OlehIndah Sumarningsih
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Oleh :Indah Sumarningsih
Poligami adalah suatu perkawinan lebih dari satu. Poligami dibedakan menjadidua, yaitu poligini dan poliandri. Poligini adalah seorang suami yang memilikiistri lebih dari satu. Poliandri adalah seorang istri yang memiliki suami lebih darisatu. Fokus penulis dalam skripsi ini, yaitu poligami yang bermakna poligini.Meskipun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan danKompilasi Hukum Islam sudah mengatur secara jelas mengenai poligami, namundalam prakteknya masyarakat belum mentaati peraturan tersebut. Poligamidilakukan tanpa memenuhi alasan dan syarat dibolehkan poligami, sepertipoligami tanpa persetujuan istri dan tanpa meminta izin Pengadilan. Permasalahanyang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana poligami menurutUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi HukumIslam, bagaimana pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dan akibat hukumpoligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan danKompilasi Hukum Islam.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Tipepenelitian yang digunakan adalah deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakanadalah yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiriatas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yangkemudian dianalisis secara kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakanstudi pustaka dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian dalam pembahasan ini, poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islamadalah sama. Poligami dibolehkan hanya dalam kondisi darurat, dengan disertaisalah satu alasan dibolehkannya poligami, yaitu istri tidak dapat menjalankankewajibannya sebagai seorang istri, istri mendapat cacat badan dan penyakit yangtidak dapat disembuhan, istri tidak dapat melahirkan keturunan. Poligamidibolehkan apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan denganmeminta izin Pengadilan dan dibatasi hanya sampai 4 (empat) orang istri.Pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Indah Sumarningsih
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak diatur secara jelas, keduanyahanya mengatur mengenai syarat dibolehkannya poligami, yaitu adanyapersetujuan istri/istri-istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjaminkeperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, adanya jaminan bahwa suamidapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka. Pelaksanaan poligamidiatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang PelaksanaanUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan ketentuanharus mengajukan permohonan tertulis kepada Pengadilan, dengan disertai salahsatu alasan dan memenuhi syarat-syarat dibolehkannya poligami. Prosedurberacara permohonan poligami di Pengadilan terdiri atas : pemanggilan pihak-pihak, pemeriksaan, pembacaan permohonan, jawaban, pembuktian dan putusan.Akibat hukum poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah sama. Pengaturan akibat hukumterhadap poligami menurut Kompilasi Hukum Islam lebih lengkap dan rinci.Poligami dapat menimbulkan akibat hukum yang meliputi: hubungan antara suamidan istri-istri berupa hak dan kewajiban suami dan istri-istri, terhadap anak yaituanak memiliki hubungan perdata/nasab dengan ibu bapak dan keluarga ibubapaknya yang berimplikasi pada berhaknya atas hak waris dari ibu danbapaknya, terhadap harta kekayaan yaitu istri-istri berhak atas harta bersama.
Kata Kunci: Perkawinan, Poligami, Hak dan Kewajiban, Anak, HartaKekayaan.
POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN1974 TENTANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Oleh:
INDAH SUMARNINGSIH
Skripsi
Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum KeperdataanFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap penulis adalah Indah Sumarningsih, penulis
dilahirkan di Bandarejo, pada tanggal 12 Juli 1996. Penulis
adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Marsudi dan Ibu Siti Aminah.
Riwayat Pendidikan penulis dimulai pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 1
Bandarejo diselesaikan pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Negeri 2 Natar diselesaikan pada tahun 2011 dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri 1 Kibang yang diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun 2014, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Lampung, program pendidikan Strata 1 (S1) melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dan pada pertengahan Juni
2016 penulis memfokuskan diri dengan mengambil bagian Hukum Keperdataan.
Selama kuliah, penulis aktif pada kegiatan UKMF Pusat Studi Bantuan Hukum
(PSBH) Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai anggota Bidang
Kesekertariatan periode 2015/2016, pengurus Bidang Kajian devisi Pemberkasan
periode 2016/2017.
Penulis selain aktif dalam organisasi internal di kampus, juga aktif dalam
mengikuti perlombaan tingkat fakultas dan tingkat nasional. Pada tahun 2015 di
tingkat fakultas penulis pernah mengikuti Kompetisi Peradilan Semu (MCC
Internal) yang diadakan oleh UKMF PSBH. Kemudian ditingkat Nasional
penulis pernah dikirim untuk mewakili Universitas Lampung untuk mengikuti
Kompetisi Peradilan Semu atau yang sering disebut Moot Court Competition
(MCC), yaitu NMCC Piala Prof Soedarto VI Universitas Diponegoro pada tahun
2017 di Semarang.
Penulis juga telah mengikuti program pengabdian langsung kepada masyarakat
yaitu Kuliah Kerja Nyata (KKN Periode I) di Desa Sukanegara, Kecamatan
Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 (empat puluh) hari pada
bulan Januari sampai Februari 2017. Kemudian ditahun 2018 penulis
menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
MOTO
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)perempuan yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu khawatirtidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja atau budak-budakyang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.(QS. An-Nisa’ [4] : 3)
“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi. Jika waktu pagi tiba, janganlahtunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan
manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu”.(Abdullah bin Umar)
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur atas Ridho Allah SWT dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kedua Orangtuaku Ayahanda Marsudi dan Ibunda Siti Aminah yang senantiasa
mendoakan, sabar dalam mendidikku dari aku kecil hingga sekarang, memberi
semangat, tulus mencintai, menyayangi dan ikhlas bekerja keras demi membiayai
pendidikanku.
SANWACANA
Alhamdulilahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
karena atas rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam’’ sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi subtansi
maupun penulisan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan
kesempurnaan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini bukanlah hasil jerih payah sendiri,
akan tetapi juga berkat bimbingan dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi
ini dapat selesai. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan rasa
hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Hj. Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., Dosen Pembimbing I yang telah
banyak membantu dengan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap
pemikirannya, memberikan bantuan moril, saran, serta kritik yang
membangun dalam menyelesaikan skripsi ini;
4. Ibu Elly Nurlaili, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah banyak
membantu dengan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap
pemikirannya, memberikan bantuan moril, saran, serta kritik yang
membangun dalam menyelesaikan skripsi ini;
5. Ibu Dr. Hj. Nunung Rodliyah, M.A., Dosen Pembahas I yang telah
memberikan kritik dan saran serta masukan dalam penulisan skripsi ini;
6. Ibu Kasmawati, S.H., M.Hum., Dosen Pembahas II yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini;
7. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas
Lampung;
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas
Lampung, khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan sumber
mata air ilmuku yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang
bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya
selama penulis menyelesaikan studi;
9. Kepada narasumber yang telah memberikan sumbangsih atas
terselesaikannya skripsi ini: Bapak Syamsuddin, S.H., M.H., Hakim
Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas I A dan Bapak Masiran Malkan,
S.H., M.H., Hakim Pengadilan Agama Tanjungkarang Kelas I A serta H.
Suryani M. Nur, S.sos., M.M., Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung yang
telah membantu dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini, terima kasih untuk kebaikan dan bantuannya;
10. Keluarga Besarku Tercinta, nenekku Supini dan Mariyat. Ayukku Ita
Mardiana, kakakku Eko Yulianto dan mamasku Tulus Sugiantoro serta
semua keluargaku lainnya yang selalu memberi doa, nasihat, semangat,
serta bantuan baik secara moril maupun materiil untuk keberhasilanku;
11. Untuk seluruh keluarga besar UKMF PSBH FH Unila yang telah
memberikan banyak ilmu dan pengalaman serta mengajarkan penulis tentang
managemen organisasi, kepemimpinan, kekeluargaan, amanah dan tanggung
jawab;
12. Terimakasih kepada sahabatku: Dewi Muslimah, Ayu Dewi Kartika Sari,
Elva, Eka Fitri Wahyuni, Anisa Nur Janah, Made Atma Gebi Suryani,
Meilinda Sari, Mayza Amelia, Mia Lestari, Melinda Sopiani, Leni Oktavia,
Khulfa Istiqomah Dini, Siti Muarifah atas motivasi, semangat dan
bantuannya selama ini dalam proses menyelesaikan studi di Universitas
Lampung;
13. Terimakasih kepada teman-teman Kosan Arita: Mba Cen, Mba Opa, Mba
Emput, Mba Ulul, Mba May, Iin, Mey, Aini, Pera, Ana, Ambar, Reni yang
selalu memberikan keceriaan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;
14. Terimakasih kepada teman-teman KKN desa Sukanegara: Burhanuddin,
Kurnia Purnama Ayu, Dwi Oktaria, M. Irvan Maulana, M. Sofyan Mahmud,
Tika Noviana atas kebersamaannya selama 40 hari;
15. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan
2014 serta teman-teman di bagian Hukum Keperdataan. Terimakasih telah
mewarnai masa-masa perkuliahanku;
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua bantuan dan
dukungannya;
17. Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis menyadari bahwa skrisi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya untuk penulis dalam
mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 26 November 2018
Penulis,
Indah Sumarningsih
DAFTAR ISI
HalamanABSTRAK ......................................................................................................... iHALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iiiHALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ivLEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. vRIWAYAT HIDUP ........................................................................................... viMOTO ................................................................................................................ viiiHALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ixSANWACANA .................................................................................................. xDAFTAR ISI...................................................................................................... xiv
I. PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1B. Rumusan Masalah ................................................................................ 9C. Ruang Lingkup..................................................................................... 9D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKAA. Kerangka Konseptual ........................................................................... 12
1. Pengertian Poligami ....................................................................... 122. Poligami Menurut Para Ulama Mazhab ......................................... 163. Poligami Menurut Para Ulama Kontemporer ................................ 18
B. Kerangka Teori..................................................................................... 25C. Kerangka Pikir ..................................................................................... 28
III. METODE PENELITIANA. Jenis Penelitian..................................................................................... 30B. Tipe Penelitian ..................................................................................... 31C. Pendekatan Masalah............................................................................. 31D. Data dan Sumber Data ......................................................................... 32E. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 33F. Pengolahan Data................................................................................... 35G. Analisis Data ........................................................................................ 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam............................................ 37
1. Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974tentang Perkawinan ........................................................................ 37a. Pengaturan Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan.............................................. 37b. Alasan-alasan Dibolehkan Poligami ........................................ 40
2. Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam .................................. 50a. Pengaturan Poligami Menurut Kompilasi Hukum Islam ......... 50b. Alasan-alasan Dibolehkan Poligami ........................................ 56
B. Pelaksanaan Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam ..................... 671. Syarat Dibolehkan Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam..... 67a. Syarat Dibolehkan Poligami Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan............................... 67b. Syarat Dibolehkan Poligami Menurut Kompilasi Hukum
Islam......................................................................................... 782. Proses Beracara di Pengadilan ....................................................... 85
C. Akibat Hukum Terhadap Poligami Menurut Undang-Undang Nomor1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam........ 981. Akibat Hukum Terhadap Poligami Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan..................................... 98a. Hubungan Antara Suami dan Istri............................................ 98b. Terhadap Anak ......................................................................... 102c. Harta Kekayaan........................................................................ 106
2. Akibat Hukum Terhadap Poligami Menurut Kompilasi HukumIslam............................................................................................... 111a. Hubungan Antara Suami dan Istri............................................ 112b. Terhadap Anak ......................................................................... 120c. Harta Kekayaan........................................................................ 123
V. PENUTUPA. Kesimpulan .......................................................................................... 132
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1,
menentukan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin, antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Hal ini sejalan dengan Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila,
dimana sila yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga
perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani
juga memiliki peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat
hubungan dengan keturunan yang pula merupakan tujuan perkawinan,
pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, perkawinan adalah mitssaqan ghalidzan untuk
menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah.1
Mitssaqan ghalidzan adalah perjanjian perkawinan yang kuat dan kokoh, artinya
pernikahan yaitu suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian
1 Wati Rahmi Ria dan Muhamaad Zulfikar, Ilmu Hukum Islam, Bandar Lampung,
Gunung Pesagi, 2015, hlm. 49.
2
diantara dua belah pihak, yaitu suami dan istri.2 Sebagaimana firman Allah SWT
dalam Surat An-Nisa‟ Ayat 21 yang artinya sebagai berikut:
“Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan pada istrimu,
padahal kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri.
Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat. (QS. An-Nisa‟
21 : 4).
Menafsiri istilah Mitsaqan Ghalizhan dalam Surat An-Nisa‟ Ayat 21, Ibnu Katsir
mengutip sebuah Hadist Shahih dari Jabir dalam Kitab Shahih Muslim yang
menyatakan bahwa ketika seorang laki-laki mengambil perempuan dari orang
tuanya untuk dinikahi berarti dia telah melakukan perjanjian atas nama Allah
sebagaimana Dia telah menghalalkannya dengan kalimat Allah, sehingga ada
tanggung jawab dan konsekuensi yang besar dibaliknya. Maka suami harus sadar
ketika menerima janji tersebut dan isi dari janji tersebut adalah sebagaimana Allah
jelaskan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 231 yang artinya: “Istri harus diperlakukan
dengan baik, tetapi jika tidak hendaknya diceraikan dengan baik pula”, dengan
demikian dalam kondisi apapun suami tidak diperbolehkan menzholimi istri.3
Mengingat masyarakat Indonesia bersifat majemuk dan pluralisme dalam adat
istiadat, kesukuan dan agama, masing-masing mempunyai pandangan hidup yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, khususnya dalam hal perkawinan
dan kehidupan keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan hukum yang
mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan.
2 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2010, hlm. 9.
3 Diakses dari :https://ridhamujahidahulumuddin.wordpress.com/2016/02/17/tafsir-ayat-
al-qur‟an-tentang-mahar-qs-an-nisaa-ayat-4-dan-21. Pada Jum‟at, 17 Februari 2018 Pukul. 13.40
WIB.
3
Pemerintah membentuk suatu Undang-Undang Perkawinan Nasional yaitu
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
Nomor 1 Tahun 1974) dan penjelasannya terdapat dalam tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 3019 yang diundangkan pada tanggal 2 Januari
1974, untuk kelancaran dan pedoman dalam pelaksanaan Undang-Undang
tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
(Lembaran Negara Nomor 12 Tahun 1975) pada tanggal 1 April 1975, maka
dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 mulailah Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 dilaksanakan di seluruh Indonesia.
Undang-Undang Perkawinan tersebut sudah berlaku secara formal yuridis bagi
bangsa Indonesia dan telah menjadi bagian dari hukum positif. Undang-Undang
Perkawinan ini selain meletakkan asas-asas sekaligus prinsip-prinsip dan
memberikan landasan hukum yang menjadi pegangan bagi seluruh masyarakat
Indonesia yang akan melangsungkan perkawinan, Undang-Undang Perkawinan
tersebut juga mengatur tentang prinsip-prinsip perkawinan itu sendiri, syarat
sahnya suatu perkawinan, harta bersama suami istri, larangan perkawinan dan lain
sebagainya.
Selain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ada aturan lain
yang mengatur tentang perkawinan dalam lingkup agama Islam, yaitu Kompilasi
Hukum Islam. Kompilasi Hukum Islam ini juga mengatur tentang syarat-syarat
perkawinan, prinsip-prinsip perkawinan dan lain sebagainya. Pada dasarnya
antara Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
4
tentang Perkawinan memiliki substansi yang tidak jauh berbeda tentang tata cara
pelaksanaan perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan substansinya mengarah pada hukum positif Indonesia atau bersifat
nasional, yaitu berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia, sedangkan Kompilasi
Hukum Islam memiliki substansi yang berbasis agama Islam, yaitu berlaku bagi
orang Islam.
Perkawinan tidak hanya dipandang dari sudut hubungan yang diatur dalam agama
saja tetapi juga dari sudut hukum negara, sehingga sah atau tidaknya perkawinan
itu ditentukan oleh hukum masing-masing agama dan kepercayaannya serta bagi
negara sebagai tanda sahnya perkawinan itu, maka perlu dicatat menurut
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 3 Ayat (1)
menentukan: “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh
memiliki seorang istri. Seorang istri hanya boleh memiliki seorang suami” dan
Pasal 27 KUH Perdata menentukan: “Dalam waktu yang sama seorang laki-laki
hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai istrinya, seorang
perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”.
Pasal-pasal tersebut di atas, menjelaskan bahwa perkawinan itu mensyaratkan satu
pasangan saja yaitu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami dan istri. Perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita
5
dimana pada prinsipnya bahwa suami hanya mempunyai satu istri dan sebaliknya
istri hanya mempunyai satu suami dikenal dengan perkawinan monogami.4
Perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan, namun
realitasnya banyak pria dan wanita memiliki pasangan lebih dari satu dalam ikatan
perkawinan diwaktu yang bersamaan dan dalam hukum perkawinan dikenal
dengan istilah poligami. Hal ini dapat dilihat banyaknya masyarakat bahkan
public figur yang melakukan poligami.
Seiring perkembangan zaman, saat ini masyarakat memahami penyebutan istilah
poligami hanya digunakan untuk laki-laki yang menikahi wanita lebih dari satu.
Pemahaman tersebut sangatlah salah, padahal sebenarnya istilah untuk laki-laki
yang menikahi wanita lebih dari satu disebut poligini, sehingga istilah poligami
secara langsung menggantikan istilah poligini. Mengingat lebih luasnya
pengertian dari poligami itu sendiri, yaitu suatu ikatan perkawinan lebih dari satu,
dimana salah satu pihak menikahi beberapa lawan jenis dalam waktu yang
bersamaan. Poligami dibedakan menjadi dua, yaitu poligini dan poliandri. Poligini
adalah suatu perkawinan dimana seorang suami menikahi wanita lebih dari satu
dalam waktu yang bersamaan, sedangkan poliandri adalah suatu perkawinan
dimana seorang istri menikahi laki-laki lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan. Dibandingkan dengan poligini, bentuk poliandri tidak banyak
dipraktekkan. Hal ini dikarena ada beberapa negara yang melarang poliandri,
khusus untuk orang Islam poliandri diharamkan.
4 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum
Adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju, 2007, hlm. 120.
6
Fokus penulis dalam skripsi ini, yaitu pembahasan poligami yang bermakna
poligini (suami yang beristri lebih dari satu). Penulis tetap menggunakan istilah
poligami, hal ini dikarenakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur dan menggunakan
istilah poligami. Mengingat poliandri di Indonesia dilarang, maka istilah poligami
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam adalah poligami yang bermakna poligini. Subjek
(pelaku) dari poligami yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah masyarakat
umum yang tidak tunduk pada peraturan khusus.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 5
Ayat 1 ditegaskan syarat-syarat beristri lebih dari satu, yaitu: adanya persetujuan
dari istri, adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-
istri dan anak-anaknya, adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap
istri-istri dan anak-anaknya. Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam menentukan bahwa
“Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan
poligami apabila: istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak
dapat melahirkan keturunan”.
Poligami dibolehkan dalam Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam tersebut hanyalah pengecualian, untuk itu Undang-Undang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam mencantumkan syarat-syarat dan alasan-alasan
dibolehkannya hal tersebut, dengan demikian asas yang dianut oleh Undang-
Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah bukan asas monogami
7
mutlak, melainkan monogami terbuka yang menempatkan poligami pada status
hukum darurat. Disamping itu, poligami tidak semata-mata kewenangan suami
penuh, tetapi atas dasar izin dari istri dan hakim pengadilan. Perkawinan poligami
merupakan perbuatan hukum dan tidak dilarang oleh ketentuan agama, namun
hanya diatur sedemikian rupa agar benar-benar dilakukan sesuai dengan dan untuk
tujuan yang dibenarkan hukum.5
Poligami sebagai bagian dari sistem perkawinan Islam telah diterima dalam
hukum perkawinan nasional dan praktek pelaksanaanya diatur dengan prosedur
tertentu, yakni dengan ketentuan bahwa: “Pengadilan dapat memberikan izin
kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh
pihak-pihak yang bersangkutan” (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 3 Ayat (2)). Pernyataan ini berarti bahwa apabila istri tidak
menyetujui poligami, karena secara fisik masih mampu melayani suami secara
baik, maka pengadilan dapat menolak izin poligami yang diajukan suami.
Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam sudah mengatur
sedemikian rupa alasan dan persyaratan yang cukup ketat tentang poligami di
Indonesia, namun realitanya tidak menutup kemungkinan masih ada bahkan
banyak masyarakat yang belum mengindahkan peraturan tersebut. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya pelaksanaan poligami yang terjadi dimasyarakat
tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan, seperti: poligami yang dilakukan
tanpa disertai adanya alasan-alasan dibolehkannya poligami, poligami yang
dilakukan secara diam-diam tanpa meminta persetujuan istri serta poligami
5 Amir Nurrudin dan Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Study Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1 Tahun 1974 sampai KHI), Cet ke-2, Jakarta,
Kencana, 2004, hlm. 162.
8
dilakukan tanpa meminta izin Pengadilan. Praktek poligami yang tidak sesuai
dengan konsep aturan-aturan dan syarat-syarat serta prosedur pelaksanaan yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam, maka poligami yang dilakukan tersebut tidak sah
menurut hukum.
Poligami sebagai hubungan hukum secara otomatis menimbulkan akibat hukum,
yaitu terhadap pasangan berupa hubungan hak dan kewajiban antara suami dan
istri-istri, terhadap anak, terhadap harta kekayaan sehingga akan berpengaruh
terhadap kehidupan sosial-ekonomis keluarga, karena jika semula suami hanya
bertanggung jawab pada satu keluarga saja maka setelah ia berpoligami ia akan
mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk istri-istri dan anak-anaknya.
Permasalahan yang dapat timbul dalam keluarga akibat poligami, yaitu konflik
terkait kesenjangan hak atau kewajiban, konflik harta kekayaan antara suami dan
istri-istri, konflik antara anak-anak dari istri-istrinya serta konflik antara istri dan
anak-anaknya masing-masing.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka untuk menjawab
permasalahan tersebut penulis tertarik menulis skripsi yang berjudul:“Poligami
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam”.
9
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan memperhatikan pokok-pokok pikiran di
atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam?
2. Bagaimana pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam?
3. Bagaimana akibat hukum terhadap poligami menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup bidang ilmu dan kajian.
Ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Perdata yaitu Hukum Perkawinan
Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Hukum Islam yaitu Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam. Kajian dalam penelitian ini adalah poligami
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam, pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam serta akibat
hukum terhadap poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
10
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok bahasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis poligami menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum
Islam;
b. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis pelaksanaan poligami
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam;
c. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis akibat hukum terhadap
poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini, yaitu:
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis kegunaan penelitian skripsi ini adalah sebagai sumbangsih
pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum keperdataan khususnya dalam hal
poligami menurut dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam;
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan penelitian skripsi ini secara praktis, yaitu:
11
1) Untuk menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca mengenai
poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Kompilasi Hukum Islam;
2) Sebagai lahan penelitian lanjutan bagi pihak yang membutuhkan referensi
sekaligus dapat digunakan untuk penelitian terkait poligami menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam;
3) Sebagai salah satu syarat akademis bagi penulis untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Pengertian Poligami
Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “poly”
atau “polus” yang berarti “banyak” dan kata “gamaei” atau ”gamos” yang
berarti “kawin” atau “perkawinan”, jika pengertian kata tersebut digabungkan,
maka poligami akan berarti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari
seorang. Menurut bahasa Arab, poligami disebut “ta‟did al-zawjah” (terbilangnya
pasangan).6
Secara terminologi, poligami yaitu seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu
istri atau seorang laki-laki yang beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling
banyak empat orang.7
Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pengertian poligami adalah
ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa
lawan jenis dalam waktu yang bersamaan dan berpoligami berarti menjalankan
(melakukan) poligami.8
6Supardi Mursalin, Menolak Poligami, Studi tentang Undang-Undang Perkawinan dan
Hukum Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 15. 7Siti Zulaikha, Fiqh Munakahat, Yogyakarta, Idea Press Yogyakarta, 2015, hlm. 101.
8https://kbbi.web.id/poligami, diakses pada 15 November 2017, Pukul. 20.00 WIB.
13
Pengertian poligami dalam kamus hukum adalah ikatan dimana salah satu pihak
mempunyai atau menikah beberapa lawan jenis dalam waktu yang tidak berbeda.9
Berdasarkan hal tersebut, poligami mempunyai dua kemungkinan makna, yaitu:
Pertama, seorang laki-laki menikah dengan banyak perempuan. Kedua, seorang
perempuan menikah dengan banyak laki-laki. Kemungkinan pertama disebut
poligini dan kemungkinan kedua disebut poliandri.10
Hanya saja sejak
berkembangnya zaman, pengertian itu mengalami perubahan sehingga poligami
dipakai untuk makna laki-laki yang memiliki banyak istri, sedangkan poligini
sendiri tak lazim digunakan khususnya di Indonesia.11
Berdasarkan pengertian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
poligami adalah suatu perkawinan lebih dari satu, dimana seorang laki-laki
menikahi wanita lebih dari satu orang dan sebaliknya seorang wanita menikahi
laki-laki lebih dari satu orang yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan.
Poligami itu sendiri terbagi menjadi 2 (dua), yaitu poligini dan poliandri.
a. Poligini
Istilah poligini berasal dari ”poli” atau “polus” artinya “banyak” dan “gene”
artinya “istri”, jadi poligini artinya beristri banyak.12
Poligini adalah perkawinan
dimana seorang laki-laki (suami) menikah dengan beberapa perempuan (istri).13
9 Sudarsono, Kamus Hukum, Cet-VI. Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hlm. 364.
10 Candra Saptiawan Saputra, Perkawinan Dalam Islam: Monogami atau Poligami,
Yogyakarta, An Naba‟, 2007, hlm. 21. 11
Rijal Imanullah, Poligami Dalam Hukum Islam, Mazahib, Vol XV, No. 1. Juni 2016,
hlm. 105. 12
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, Cet Pertama,
Surabaya, Pustaka Progresif, 2007, hlm. 680. 13
A. Jafran, Larangan Muslimah Poliandri: Kajian Filosofis, Normatif Yuridis,
Psikologis dan Sosiologis AL-„ADALAH Vol. X. No. 3 Januari 2012, hlm. 326.
14
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa poligini adalah seorang pria yang
menikahi lebih dari satu orang istri dalam waktu yang bersamaan.
Poligini dibolehkan dalam Al-Qur‟an, sebagaimana firman Allah SWT yang
artinya: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka
(kawinilah) seorang saja…”.(QS. An-Nisa‟ [4] : 3).
Berawal dari ayat ini, hukum poligini dibolehkan dengan harus memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan, yaitu adanya persetujuan istri, adanya kepastian
suami mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-anak mereka, suami harus
berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka, sebagaimana ditetapkan
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam. Bagi suami yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka ia
tidak dibenarkan untuk memiliki istri lebih dari seorang.
b. Poliandri
Secara etimologis, poliandri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Polus: banyak”
dan “Andros: laki-laki”, dalam bahasa Inggris “poliandry” yang berarti “bersuami
lebih dari seorang”.14
Secara terminologis, poliandri diartikan dengan perempuan
yang mempunyai suami lebih dari satu, namun dalam masyarakat perkawinan
poligini lebih banyak dikenal dari pada perkawinan poliandri.15
Poliandri dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu poliandri fatrenal dan poliandri
poliandri non fatrenal. Poliandri fatrenal adalah perempuan yang mempunyai
14
Mahyuddin, Masailul Fiqhiyah, Jakarta, Kalam Mulia, 2003, hlm. 59. 15
Ensiklopedi Indonesia, Jakarta, PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jilid V, 2376.
15
suami lebih dari satu dimana si suami beradik kakak, sedangkan poliandri non
fatrenal adalah perempuan yang mempunyai suami lebih dari satu dimana suami
suami tidak ada hubungan kakak beradik kandung.16
Terkait dengan perkawinan satu orang wanita dengan beberapa orang laki-laki
(poliandri), Islam sangat melarang. Larangan mengenai poliandri ditegaskan oleh
Islam dalam Surat An-Nisa‟ Ayat 24 sebagai berikut:
“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-
budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-
Nya atas kamu…”. (QS. An-Nisa‟ [4] : 24).
Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu kategori wanita yang haram dinikahi
oleh laki-laki adalah wanita yang sudah bersuami yang dalam hal ini disebut al-
Muhshanat.17
Dibandingkan dengan poligini, poliandri sangatlah tidak adil bagi kaum wanita,
namun tidak demikian apabila menyandarkan kembali pada ketentuan hukum
nasab dalam Islam. Tali keturunan atau nasab dalam Islam disandarkan pada garis
keturunan ayah, sehingga apabila terjadi poliandri maka akan sulit untuk
menentukan garis keturunan dari anak yang dilahirkan. Hal ini nantinya juga akan
berdampak pada sistem kewarisan terhadap anak dan suami-suami wanita
manakala salah satu suami dari wanita tersebut meninggal dunia, maka dapat
diketahui bahwa poliandri dalam Islam sangat dilarang karena akan menimbulkan
madharat dalam hal nasab yang juga berdampak pada permasalahan kewarisan.
16
Diakses darihttps://id.m.wikipedia.org. Pada Jum‟at, 09 Maret 2018, Pukul 12.51 WIB. 17
Syeh Taqiyudin al-Nabhani dalam A. Jafran Larangan Muslimah Poliandri: Kajian
Filosofis, Normatif Yuridis, Psikologis dan Sosiologis AL-„ADALAH Vol. X. No. 3 Januari 2012,
hlm. 327.
16
2. Poligami Menurut Ulama Mazhab
Untuk memperoleh wawasan lebih luas terkait pengertian poligami, perl
u dikemukakan juga pengertian poligami menurut Ulama 4 (empat) Mazhab,
yaitu:
a. Mazhab Hanafi
Mahzab Hanafi menginterpretasikan Surat An-Nisa‟ [4] : 3 secara berbeda dengan
pendapat umum. Pendapat ini diwakili oleh Abu Bakar Jassas Razi yang
mengatakan dalam Ahkam Al-Qur‟an bahwa kata yatim dalam ayat tersebut tidak
berarti anak yang ditinggalkan mati ayahnya semata, tetapi mencakup janda yang
ditinggal mati suaminya juga.18
Al-Kasyani berpendapat poligami dibolehkan tetapi syaratnya harus adil, namun
jika seseorang khawatir tidak bisa berbuat adil dalam nafkah lahir (sandang,
pangan, papan) dan nafkah lahir (membagi giliran tidur) terhadap istri-istrinya,
maka Allah menganjurkan kaum lelaki untuk menikah dengan satu istri saja. Hal
ini dikarenakan bersikap adil dalam nafkah lahir batin merupakan kewajiban
syar‟i yang bersifat dlarurah, dan itu sungguh berat sekali. Dlarurah berarti suatu
keperluan yang harus ditunaikan karena ia sangat penting dan pokok. Antara
bentuk perlakuan adil terhadap beberapa istri adalah nafkah lahir berkaitan dengan
materi (seperti makanan, tempat tinggal dan pakaian) harus sama. Baik diberikan
pada istri merdeka maupun hamba sahaya, karena semua itu merupakan
keperluan-keperluan primer. Suami juga dilarang mengganti kewajiban nafkah
18
Fhatonah, Telaah Poligini: Perspektif Ulama Populer Dunia (Dari Ulama Klasik
Hingga Ulama Kontemporer), AL- HIKMAH jurnal Studi Keislaman, Volume 5, Nomor 1, Maret
2015, hlm. 22.
17
batinnya dengan uang. Demikian pula bagi istrinya, tidak boleh memberikan uang
kepada suaminya agar mendapat jadwal giliran lebih dari istri yang lain.19
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi kalangan Hanafi,
praktik poligami hingga empat istri dibolehkan dengan catatan aman dari
kezhaliman (ketidakadilan) terhadap salah satu dari istrinya, jika ia tidak dapat
memastikan keadilannya, maka ia harus membatasi diri pada monogami
berdasarkan firman Allah SWT: “…Jika kalian khawatir ketidakadilan, sebaiknya
monogamy…”.
b. Mazhab Maliki
Kebanyakan buku-buku ulama Malikiyah membahas seputar hukum poligami
hamba sahaya, keharaman beristri lebih dari empat orang serta kewajiban
membagi jadwal giliran terhadap istri-istrinya. Menurut Imam Maliki dalam
bukunya menyatakan bahwa seorang hamba sahaya dalam hal poligami juga sama
dengan orang merdeka, mereka sama-sama dibolehkan mempunyai istri sampai
empat orang, karena ayat tersebut bersifat umum.20
Sementara masalah sikap adil, Ibn Rusyd mengatakan bahwa kewajiban bersikap
adil diantara para istri sudah menjadi ijma ulama yang tidak boleh ditawar-tawar
lagi. Secara umum, dalam masalah “keadilan” disini menunjukan bahwa poligami
(baik untuk merdeka maupun hamba) dalam pandangan Maliki tidak berbeda
dengan sebagian besar ulama lainnya, yakni poligami dibolehkan tetapi yang
menjadi pertimbangan utama adalah tetap harus berlaku adil.
19
Fhatonah, Ibid., hlm. 23. 20
Ibid., hlm. 24.
18
c. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi‟i dengan tegas berpendapat poligami tidak diwajibkan. Hal ini
seperti penjelasan dalam kitabnya Mughnil Muhta: “Nikah itu tidak wajib
berdasarkan firman Allah Surat An-Nisa‟ Ayat 3. Nikahilah perempuan yang baik
menurutmu. Pasalnya, kewajiban tidak berkaitan dengan sebuah pilihan yang
baik. Nikah juga tidak wajib berdasarkan: Dua, tiga atau empat perempuan. Tidak
ada kewajiban poligami berdasarkan ijma ulama”.21
d. Mazhab Hambali
Kitab Mausu‟atul Fiqhiyyah menyatakan: “Bagi kalangan Syafi‟iyah dan
Hambaliyah, seseorang tidak dianjuran untuk berpoligami tanpa keperluan yang
jelas (terlebih bila telah [dari zina] dengan seorang istri) karena praktik poligami
berpotensi menjatuhkan seseorang pada yang haram (ketidakadilan)”. Allah SWT
berfirman: “Kalian takkan mampu berbuat adil diantara para istrimu sekalipun
kamu menginginkan sekali”. Rasulullah bersabda: “Orang yang memilki dua istri,
tetapi cenderung pada salah satunya, maka di hari Kiamat ia berjalan miring
karena perutnya berat sebelah”.22
3. Poligami Menurut Para Ulama Kontemporer
Para ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan poligami, meskipun dasar
pijakan mereka adalah sama, yaitu mereka mendasarkan pada Surat An-Nisa‟
Ayat 3. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai poligami menurut para ulama,
sebagai berikut:
21
Fhatonah, Op. Cit., hlm. 24. 22
Fhatonah, Loc. Cit., hlm. 25.
19
a. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh berpendapat bahwa poligami merupakan tindakan yang tidak
boleh dan haram. Poligami hanya diperbolehkan jika keadaan benar-benar
memaksa pada awal Islam muncul dan berkembang yakni dengan alasan:
Pertama, saat itu jumlah pria sedikit jika dibandingkan dengan jumlah wanita
akibat gugur dalam peperangan antar suku dan kabilah, maka sebagai bentuk
perlindungan para pria menikahi wanita lebih dari satu. Kedua, saat itu Islam
masih sedikit sekali pemeluknya, dengan poligami wanita yang dinikahi
diharapkan masuk Islam dan memengaruhi sanak keluarganya. Ketiga, dengan
poligami terjalin ikatan pernikahan antar suku yang mencegah peperangan dan
konflik.23
Kini keadaan telah berubah. Poligami, papar Abduh justru menimbulkan
permusuhan, kebencian dan pertengkaran antara para istri dan anak-anak, bahkan
Muhammad Abduh berfatwa bahwa poligami ini hukumnya haram dengan alasan:
Pertama, syarat poligami adalah berbuat adil. Syarat ini sangat sulit dipenuhi dan
hampir mustahil sebab Allah SWT sudah menjelaskan dalam Surat An-Nisa‟ Ayat
129 yang artinya: “kamu tidak akan dapat berbuat adil diantara istri-istrimu”.
Kedua, buruknya perlakuan para suami yang berpoligami terhadap para istrinya
karena mereka tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk memberi nafkah lahir
dan batin secara baik dan adil. Ketiga, dampak psikologi anak-anak dari hasil
23
Marzuki, Pengantar Studi Hukum Islam (Prinsip Dasar Memahami Berbagai Konsep
Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia), Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2013, hlm. 342.
20
pernikahan poligami, mereka tumbuh dalam kebencian dan pertengkaran sebab
ibu mereka bertengkar baik dengan suami atau dengan istri yang lain.24
Syeikh Muhammad Abduh juga menjelaskan hanya Nabi Muhammad saja yang
dapat berbuat adil sementara yang lain tidak dan perbuatan yang satu ini tidak
dapat dijadikan patokan sebab ini kekhususan Nabi kepada istri-istrinya. Abduh
membolehkan poligami hanya dalam keadaaan yang benar-benar terpaksa.
Menurut Abduh, praktek poligami merupakan praktek perbudakan. Islam tidak
mengajarkan seperti itu. Fenomena ini menurut Muhammad Abduh adalah tradisi
jahiliyah yang tidak ada hubungannya dengan Islam.25
b. Mahmud Syaltut
Berbeda pendapat dengan Muhammad Abduh, Mahmud Syaltut tidak meletakkan
syarat keterpaksaan dalam masalah poligami. Dia menyerahkan kepada individu
untuk menentukan keadaan dirinya apakah mampu berlaku adil ataupun tidak,
kemudian dia jawab sendirilah depan Allah SWT.
Mahmud Syaltut melihat hukum dibolehkannya poligami adalah untuk jalan
keluar kepada pengasuh anak yatim supaya tidak terjebak dalam kezaliman akibat
perbuatannya yang tidak adil terhadap mereka. Oleh karena itu, menurut Syaltut,
apa yang penting dalam poligami adalah keadilan bukan keterpaksaan. Menurut
peneliti dari Malaysia Zulkifli Haji Mohd Yusuff dan Aunur Rafiq, ide Syaltut ini
sekiranya direalisasikan tanpa pengawasan cermat terhadap pelaku poligami,
maka hal ini tidak akan menimbulkan dampak positif. Bahkan poligami menjadi
24
Edi Darmawijaya, Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Tinjauan
Keluarga Turki, Turnisia dan Indonesia),Vol 1, No. 1 Maret 2015, hlm. 30. 25
Ibid., hlm. 30.
21
wadah pemuas nafsu lelaki dan lahirnya keluarga yang penuh konflik, persaingan
tidak sehat, khususnya dikalangan istri yang dimadu. Biasanya faktor penting
yang menjadi permulaan adalah merebut cinta dan perhatian suami, bukannya
merebut harta.26
c. Musthofa al-Maraghi
Musthofa al-Maraghi adalah seorang ulama kontemporer. Ia menyatakan dalam
kitab tafsirnya bahwa dibolehannya poligami adalah kebolehan yang dipersulit
dan diperketat. Menurutnya, poligami dibolehkan dalam keadaan darurat yang
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan. Dia
kemudian mencatat kaidah fiqhiyah “dar‟u al-mafasid muqaddamun „ala jalbi al-
mushalih” (menolak yang berbahaya harus didahulukan daripada mengambil yang
bermanfaat). Catatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan betapa pentingnya
untuk berhati-hati dalam melakukan poligami.
Alasan seseorang boleh berpoligami menurut Musthofa Al-Maraghi apabila:27
1) Seseorang yang mempunyai istri mandul, sedangkan ia mendambakan
keturunan yang akan meneruskannya. Terlebih-lebih apabila orang tersebut
seorang hartawan atau pembesar. Orang semacam ini diperkenankan untuk
kawin lagi.
2) Istri telah tua renta dan telah mencapai usia putus menstruasi (menapouse),
sedangkan si laki-laki masih menghendaki keturunan dan masih mampu untuk
membiayai anak-anaknya, baik belanja hidupnya maupun pendidikannya.
3) Seorang suami yang mempunyai daya seksual yang tinggi (hiper sex), hingga
ia belum merasa cukup memenuhi nalurinya dengan hanya satu istri atau istri
mempunyai masa haid yang panjang hingga tiap bulannya itu menghabiskan
waktu yang cukup lama. Dalam hal yang semacam ini, suami dihadapkan
kedua alternatif pilihan, yaitu:
a) Kawin lagi;
b) Berbuat zina yang mempunyai efek negatif, baik terhadap agama, harta,
keturunan dan lain sebagainya.
Oleh karena itu jalan yang terbaik dan maslahat adalah kawin lagi (poligami).
26
Edi Darmawijaya, Ibid., hlm. 31. 27
Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, hlm. 176-177.
22
d. Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah seorang intelektual muslim dari Suriah yang
mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ia mengatakan, sebagaimana
yang dikutip oleh Masyfuk Zuhdi, sebagai berikut: Islam memandang poligami
lebih banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya, karena manusia itu
menurut fitrahnya (human nature) mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka
mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika
hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis, dengan demikian poligami itu
bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami
dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri
beserta anak-anaknya masing-masing, karena itu hukum asal perkawinan menurut
Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisasi
sifat/watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang
monogamis.
Berbeda dengan kehidupan keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan
terangsang timbulnya perasaan cemburu, iri hati/dengki dan suka mengeluh dalam
kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga. Oleh karena itu,
poligami hanya dibolehkan, apabila dalam keadaaan darurat, misalnya istri
ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari tiga
human investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal dunia,
yakni bahwa amalan tidak tertutup berkah adanya keturunan yang shaleh yang
selalu berdoa untuknya, maka dalam keadaan istri mandul dan suami tidak mandul
berdasarkan keterangan medis hasil laboratoris, suami diizinkan berpoligami
23
dengan syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga
dan harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu
tinggalnya.28
e. Syaikh Sayyid Sabiq
Menurut Sayyid Sabiq, poligami adalah salah satu ajaran Islam yang sesuai
dengan fitrah kaum laki-laki. Laki-laki adalah makhluk Allah yang memiliki
kecenderungan seksual lebih besar dibandingkan kaum perempuan. Secara
genetik, laki-laki dapat memberikan benih kepada setiap wanita karena kodrat
wanita adalah hamil dan melahirkan setelah masa pembuahan. Jika perempuan
melakukan poliandri, tidak hanya bertentangan dengan kodratnya, tetapi sangat
naif dan irrasional. Dari sisi genetik akan kesulitan mencari dari benih siapa yang
dibuahkan oleh perempuan yang hamil tersebut. Dengan demikian, syariat Islam
tentang poligami tidak bertentangan dengan hukum alam dan kemanusiaan,
bahkan relevan dengan fitrah dan kodrat kaum laki-laki.29
f. Abu Bakar bin Arabi
Menurut Abu Bakar bin Arabi, seseorang yang melakukan poligami haruslah
berlaku adil. Mengenai adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih
sayang ia menyatakan bahwa hal ini berada diluar kesanggupan manusia, sebab
cinta itu adanya dalam genggaman Allah SWT yang mampu membolak
balikannya menurut kehendak-Nya. Begitu pula dengan hubungan seksual,
terkadang suami bergairah dengan istri yang satu, tetapi tidak bergairah dengan
28
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta, Kencana Prenada Media grup, 2003,
hlm.130-133. 29
Boedi Abdullah, Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim, Bandung, CV Pustaka
Setia, 2013, hlm. 32.
24
istri lainnya. Hal ini, apabila tidak disengaja, ia tidak terkena hukum dosa, karena
berada diluar kemampuannya. Oleh karena itu, ia tidak dipaksa untuk berlaku
adil.30
Menurut Al-Khattabi, sebagai penguat adanya kewajiban melakukan pembagian
yang adil terhadap istri-istrinya yang merdeka dan makruh bersikap berat sebelah
dalam menggaulinya, yang berarti mengurangi haknya, tetapi tidak dilarang untuk
lebih mencintai perempuan yang satu daripada yang lainnya, karena masalah cinta
berada diluar kesanggupannya.31
g. Ibnu Katsir
Ibnu Katsir yang merupakan pendukung Hambali, mengatakan jika dengan
berpoligami seseorang takut berbuat zalim, hendaknya menikah hanya dengan
satu istri saja atau cukup dengan hamba-hamba wanita karena tidak diwajibkan
berbuat adil terhadap mereka.
Masalah “adil (cinta)”, Ibnu Katsir menafsirkan Surat An-Nisa‟ Ayat 129 bahwa:
“Wahai manusia, kamu sekali-kali tidak akan dapat bersikap adil diantara para
istrimu dalam semua segi, karena meskipun kamu membagi giliran mereka secara
lahir semalam-semalam, akan tetapi mesti ada pembelaan dalam kecintaan (dalam
hati) keinginan syahwat dan hubungan intim”.
Sebagaimana keterangan Ibnu Abbas ra, Ubaidah al-Salmani, Hasan al-Basri dan
Dhahhak bin Muzamin. Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang Qais Ibnu
Harits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah menjadikan riwayat
30
H. M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2014, hlm. 363. 31
Abdul Rahman Ghoozali, Op. Cit., hlm. 134.
25
sahabat yang beristri lebih dari 4 (empat) lalu Nabi memerintahkan untuk memilih
4 (empat) saja dan menceraikan sisanya adalah riwayat-riwayat yang bisa
dijadikan Hujjah dalam pembahasan hukum Syara‟, sehingga memberi batasan
jumlah istri maksimal empat.32
h. Musafir Al-Jahrani
Musafir Al-Jahrani adalah seorang pemikir yang menyatakan bahwa poligami
adalah syariat Islam yang tak terbantahkan keabsahannya. Kendatipun syariat
tidak diwajibkan, namun Al-Qur‟an membolehkannya. Siapa saja yang menolak
poligami sebenarnya satu sikap yang pro-Barat dan menolak kehujjahan Al-
Qur‟an. Padahal dibolehkannya poligami dalam Al-Qur‟an adalah untuk
kemasalatan didunia dan diakhirat. Poligami bertujuan untuk memelihara hak-hak
wanita dan memelihara kemuliaanNya.
B. Kerangka Teori
Teori merupakan tujuan akhir dari ilmu pengetahuan. Kerangka teori adalah
konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka
acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap
dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh penulis.33
Untuk membahas
permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori-teori sebagai
berikut:
32
Siti Zulaikha, Op.Cit.,hlm. 104. 33
Amiruddin dan H Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT Raja
Grafindo, 2012, hlm. 14.
26
1. Teori Kepastian Hukum
Teori kepastian hukum menurut Gustav Radbruch dinyatakan bahwa “sesuatu
yang dibuat pasti memiliki cita dan tujuan”.34
Jadi, hukum dibuatpun ada
tujuannya dan tujuan ini merupakan suatu nilai yang ingin diwujudkan manusia,
tujuan hukum yang utama ada tiga, yaitu keadilan untuk keseimbangan, kepastian
untuk ketetapan dan kemanfaatan untuk kebahagiaan.
Berkaitan dengan teori kepastian hukum, penulis melihat bahwa seberapa
efisienkah peraturan yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Apakah pengaturan poligami
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam sudah ditaati oleh masyarakat. Teori kepastian hukum ini untuk
memecahkan rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu pada rumusan masalah
pertama, terkait poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dimana didalamnya akan dibahas
mengenai pengaturan dan alasan dibolehkan poligami.
2. Teori Keadilan
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum. Mengingat tujuan hukum selain
keadilan, ada kepastian hukum dan kemanfaatan. Pakar teori keadilan yaitu
Aristoteles yang menyatakan bahwa keadilan menuntut perlakuan yang sama bagi
mereka yang sederajat didepan hukum.35
34
Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2011, hlm. 123. 35
W. Friedman, Teori & Filsafat Hukum (Telaah Kritis Atas Teori-teori Hukum), Jakarta,
Rajawali, 1990, hlm. 21.
27
Jika dikaitkan dengan penelitian ini, teori keadilan digunakan untuk memecahkan
rumusan masalah yang kedua, yaitu pelaksanaan poligami menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
yang didalamnya akan dibahas mengenai syarat adil bagi seseorang yang akan
berpoligami dan rumusan ketiga yaitu akibat hukum yang timbul dari poligami.
Akibat hukum dari poligami yaitu hubungan antara suami dan istri, terhadap anak
dan harta kekayaan. Oleh karena itu, teori keadilan ini dapat memecahkan
rumusan masalah yang kedua dan ketiga.
28
C. Kerangka Pikir
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam
Poligami
Istri Istr
i
Istri
Suami
Istri Istri Suami Suami
Poliandri Poligini
Pelaksanaan
poligami menurut
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 tentang
Perkawinan dan
Kompilasi Hukum
Islam
Poligami
menurut
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 tentang
Perkawinan dan
Kompilasi
Hukum Islam
Akibat hukum terhadap
poligami menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan
Hukum Islam
Suami Istri
29
Keterangan:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 3
Ayat (1), seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri dan sebaliknya
seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami dan dalam hukum
perkawinan disebut dengan istilah monogami. Namun, dalam kondisi tertentu
seorang suami dibolehkan untuk melakukan poligami. Poligami merupakan suatu
ikatan perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau menikahi beberapa lawan
jenis dalam waktu yang bersamaan. Poligami dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu
poligini dan poliandri. Poligini yaitu suatu ikatan perkawinan dimana seorang
suami memiliki istri lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan,
poliandri yaitu seorang istri memiliki suami lebih dari satu dalam waktu yang
bersamaan.
Penulis memfokuskan pada pembahasan poligami yang bermakna poligini (suami
yang beristri lebih dari satu). Perkawinan poligami yang dilakukan secara sah
akan menimbulkan pandangan tersendiri dari kedua instrument yang mengaturnya
yaitu dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya akan timbul pertanyaan tentang bagaimana
pandangan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam dan bagaimana pelaksanaan poligami
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam serta bagaimana akibat hukum terhadap poligami
menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam.
30
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berfikir dan bertindak logis, metodis
dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum atau fakta empiris yang
terjadi atau yang ada disekitar kita untuk direkontruksi guna mengungkapkan
kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan. Berfikir logis adalah berfikir secara
bernalar menurut logika yang diakui ilmu pengetahuan dengan bebas dan
mendalam sampai kedasar pesoalan guna mengungkapkan kebenaran. Metodis
adalah berfikir dan berbuat menurut metode tertentu yang kebenarannya diakui
menurut penalaran. Sistematis adalah berfikir dan berbuat yang bersistem, yaitu
runtun, berurutan dan tidak tumpang tindih.36
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat normatif, karena penelitian ini dilakukan
dengan cara mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori,
sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi,
konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan
mengikat suatu Undang-Undang serta serta bahasa hukum yang digunakan tetapi
tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.37
36
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti, 2004, hlm. 2. 37
Ibid., hlm. 102.
Perihal skripsi ini, penelitian hukum normatif diaplikasikan dalam permasalahan
pandangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam mengenai poligami. Penulis akan melakukan penelitian
normatif dengan cara mengkaji dan menganalisis dari bahan-bahan pustaka berupa
literatur dan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan
dibahas yang bertujuan untuk menjawab setiap permasalahan dalam penelitian.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian
deskriptif. Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum deskriptif bersifat
pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap
tentang keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu
yang terjadi dalam masyarakat.38
Pada penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran secara menyeluruh
tentang Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam karena akan dilakukan analisis secara
cermat terhadap hukum poligami, sehingga akan diperoleh pandangan hukum
diantara kedua hukum tersebut.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga tercapainya tujuan penelitian.
Penelitian ini bukanlah memperoleh hasil yang dapat diuji melalui statistik,
melainkan penelitian ini merupakan penafsiran subjektif yang merupakan
38
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 57.
32
pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan ilmiah. Pendekatan masalah
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif,
artinya pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara
menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan
perundangan-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini. Penggunaan
pendekatan yuridis normatif dalam skripsi ini, bahan utama yang digunakan
adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
D. Data dan Sumber Data
Menurut Soerjono Soekanto, data adalah sekumpulan informasi yang dibutuhkan
dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber, data terdiri
dari data lapangan dan kepustakaan.39
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui Perundang-Undangan dan
Kompilasi Hukum Islam.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga), yaitu:
1. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat, bersumber dari:
a) Al-Qur‟an;
b) Al-Hadist;
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
e) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
39
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Grafindo
Persada, 2004, hlm. 15.
33
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum
primer yang berupa buku-buku, literatur-literatur, dan data-data yang berkaitan
dengan judul dan permasalahan yang akan diteliti.
3. Bahan Hukum Tersier
Data tersier adalah bahan hukum yang memberikan suatu petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri
dari kamus hukum, metodologi penelitian hukum, penelitian hukum normatif dan
pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Lampung.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal
dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam
penelitian hukum normatif.40
Menelaah Peraturan Perundang-Undangan dan
Kompilasi Hukum Islam yang berkaitan dengan penelitian ini. Kegiatan studi
pustaka tersebut dilakukan dengan tahap sebagai berikut: penentuan sumber data
sekunder (bahan hukum primer dan sekunder); identifikasi data sekunder bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperlukan; inventarisasi data
yang sesuai dengan rumusan masalah dengan cara pengutipan atau pencatatan;
serta mengkaji data yang sudah terkumpul guna menentukan relevansinya dengan
40
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hlm. 81.
34
kebutuhan dan rumusan masalah yang sesuai dengan judul penelitian yaitu
Poligami Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam.
2. Wawancara
Wawancara (Interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to
face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan
masalah penelitian kepada seseorang responden.41
Metode wawancara yang
dilakukan adalah standartisasi interview, dimana hal-hal yang akan dipertanyakan
telah disiapkan terlebih dahulu oleh penulis. Beberapa hal yang harus
dipersiapkan sebelum melakukan wawancara, yaitu seleksi individu untuk
diwawancara yang sesuai dengan penelitian ini; pendekatan terhadap orang yang
telah diseleksi; pengembangan suasana lancar dalam wawancara; serta usaha
untuk menimbulkan pengertian dan bantuan sepenuhnya dari orang yang
diwawancara sesuai dengan judul penelitian yaitu Poligami Menurut Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
Penulis melakukan wawancara kepada Bapak Syamsuddin, S.H., M.H. selaku
Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang Kelas I A dan Bapak Masiran Malkan,
S.H., M.H. selaku Pengadilan Agama Tanjungkarang Kelas I A sebagai
narasumber yang memberikan informasi tentang pandangan poligami menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan dari
pandangan Kompilasi Hukum Islam, penulis melakukan wawancara kepada H.
Suryani M. Nur, S. Sos., M.M. selaku Wakil Ketua MUI Provinsi Lampung.
41
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op. Cit., hlm. 8.
35
F. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan
pengolahan data sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Pemeriksaan data (editing) merupakan pembenaran apakah data yang
terkumpul melalui studi pustaka, dokumen dan wawancara sudah dianggap
lengkap, relevan, jelas, tidak berlebihan dan tanpa kesalahan;
2. Penandaan Data (Coding)
Penandaan data (coding) merupakan pemberian tanda pada data yang
diperoleh, baik berupa penomoran ataupun penggunaan tanda, simbol atau
kata tertentu yang menunjukan golongan, kelompok atau klasifikasi data
menurut jenis dan sumbernya, dengan tujuan untuk menyajikan data secara
sempurna, memudahkan rekonstruksi dan analisis data;
3. Penyusunan atau Sistematisasi Data (Constructing/Systemizing)
Penyusunan atau sistematisasi data (constructing/systemizing) merupakan
kegiatan menabulasi atau menyusun secara sistematis data yang sudah diedit
dan diberi tanda dalam bentuk tabel-tabel yang berisi angka-angka dan
persentase apabila data itu kuantitatif, maupun pengelompokan secara
sistematis data yang sudah diedit dan diberi tanda menurut klasifikasi data dan
urutan masalah jika data itu kualitatif.
G. Analisis Data
Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara
sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk
memperoleh suatu kesimpulan. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan
36
penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode deduktif. Analisis kualitatif
adalah menguraikan data secara bermutu, dalam bentuk kalimat yang tersusun
secara teratur, runtut, logis tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga
memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.42
Penelitian ini akan diuraikan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara
sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya dapat
ditarik kesimpulan dengan menggunakan kesimpulan deduktif. Metode deduktif
adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi yang diuraikan
menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan
generalisasi tersebut.
42
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 127.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam adalah sama. Keduanya sama-sama
membolehkan poligami. Poligami dibolehkan hanya dalam kondisi darurat,
dengan disertai salah satu alasan dibolehkan poligami yang diatur dalam Pasal
4 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Pasal 57 Kompilasi Hukum Islam. Alasan-alasan yang dimaksud, yaitu istri
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, istri
mendapatkan cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri
tidak dapat melahirkan keturunan. Poligami dibolehkan apabila dikehendaki
oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan meminta izin Pengadilan dan
dibatasi hanya sampai 4 (empat) orang istri.
2. Pelaksanaan poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak diatur secara jelas, keduanya
hanya mengatur syarat-syarat dibolehkannya poligami. Syarat dibolehkan
poligami diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam yang menentukan:
adanya persetujuan istri atau istri-istri, adanya kepastian bahwa suami mampu
133
menjamin keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka, adanya
jaminan bahwa suami dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka. Pelaksanaan poligami secara jelas diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dengan ketentuan harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pengadilan, dengan disertai alasan-alasan dan memenuhi
syarat-syarat dibolehkan poligami. Prosedur beracara permohonan poligami di
Pengadilan terdiri atas: pemanggilan pihak-pihak, pemeriksaan, pembacaan
permohonan, jawaban, pembuktian dan putusan.
3. Akibat hukum terhadap poligami menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam adalah sama.
Pengaturan akibat hukum terhadap poligami menurut Kompilasi Hukum Islam
lebih lengkap dan rinci. Poligami yang sah dapat menimbulkan akibat hukum
yang meliputi: hubungan antara suami dan istri berupa hak dan kewajiban,
terhadap anak, harta kekayaan. Terkait pengaturan harta bersama dalam
Kompilasi Hukum Islam menentukan secara rinci mengenai bentuk harta
bersama, tanggung jawab terhadap harta bersama, pertanggungjawaban
terhadap hutang dan sita jaminan terhadap harta bersama dan kewarisan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Abdullah, Boedi. 2013. Perkawinan Perceraian Keluarga Muslim. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Ali, Zainuddin. 2012. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2012. Penghantar Metode Penelitian Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers.
Anto, Mukti. 2011. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakir, Herman. 2006. Filsafat Hukum (Desain dan Arsitektur Kesejarahan).
Jakarta: PT Refika Aditama.
Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jilid V). 2376.
Erwin, Muhammad. 2011. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ghozali, Abdul Rahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media
grup.
Hadikusuma, Hilman. 2007. Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut
Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju.
Harahap, Yahya. 2008. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Husein, Ibrahim. 2003. Fiqh Perbandingan Masalah Pernikahan. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Husein, Imanuddin. 2003. Satu Istri Tak Cukup. Jakarta: Khaznah.
Mahasatya, Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Cv. Alfa Beta.
Mahyuddin. 2003. Masailul Fiqhiyah. Jakarta: Kalam Mulia.
Manan, Abdul. 2008. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam. Jakarta: Kencana
Mas
Mardani. 2010. Hukum Perkawinan Islam (Di Dunia Islam Modern). Jakarta:
Graha Ilmu.
Marzuki. 2013. Pengantar Studi Hukum Islam (Prinsip Dasar Memahami
Berbagai Konsep Dan Permasalahan Hukum Islam Di Indonesia).
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum Dan Penelitian Hukum. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti.
Mulati. 2005. Hukum Islam Tentang Perkawinan dan Waris. Cet. ke-1. Jakarta:
Universitas Tarumanagara.
Munawwir, A. W. 2007. Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap. Cet
Pertama. Surabaya: Pustaka Progresif.
Mursalin, Supardi. 2007. Menolak Poligami, Studi tentang Undang-undang
Perkawinan dan Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, Khairuddin. 2002. Status Wanita di Asia Tenggara: Studi terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan
Malaysia. Jakarta: INIS.
Nurrudin, Amir dan Akmal Taringan. 2004. Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Study Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, UU No. 1 Tahun
1974 sampai KHI). Cet ke-2. Jakarta: Kencana.
Rasyid, Roihan A. 2001. Hukum Acara Pengadilan Agama. Edisi Baru. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Ria, Wati Rahmi dan Muhamaad Zulfikar. 2015. Ilmu Hukum Islam. Bandar
Lampung: Gunung Pesagi.
Rodliyah, Nunung. 2018. Aspek Hukum Perceraian Dalam Kompilasi Hukum
Islam. Bandar Lampung: Aura Anugrah Utama Raharja.
Rofiq. Ahmad. 2015. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Saebani, Beni Ahmad. 2010. Fiqh Munakahat. Cet VI (Edisi Revisi). Bandung:
CV Pustaka Setia.
Saebani, Beni Ahmad dan Syamsul Falah. 2011. Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Bandung: CV Pustaka Setia.
Saputra, Candra Saptiawan. 2007. Perkawinan dalam Islam: Monogami atau
Poligami. Yogyakarta: An Naba’.
Sasongko, Wahyu. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. 2004. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:
Grafindo Persada.
Soimin, Soedharyo. 2010. Hukum Orang dan Keluarga (Perspektif Hukum
Perdata Barat/BW, Hukum Islam dan Hukum Adat). Edisi Revisi. Jakarta:
Sinar Grafika.
Sudarsono. 2009. Kamus Hukum. Cet-VI. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarsono. 2010. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitati, Kualitatif
dan R & D”. Bandung: Cv. Alfa Beta.
Supriyadi, Dedi. 2011. Fiqh Munakahat Perbandingan (dari Tekstualitas sampai
Legislasi). Bandung: CV Pustaka Setia.
Tihami, H. M. A. dan Sohari Sahrani. 2014. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah
Lengkap. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Zulaikha, Siti. 2015. Fiqh Munakahat 1. Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Herzien Inlandsch Reglement (HIR).
Rechtsreglement voor de Buitengwesten (RBg).
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembar Negara
Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3019)
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembar
Negara Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3050).
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Jurnal/Skripsi:
Dani Tirtana. 2010. Analisis Yuridis Izin Poligami Dalam Putusan Pengadilan
Agama Jakarta Selatan. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Edi, Darmawijaya. Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif (Tinjauan
Keluarga Turki, Turnisia dan Indonesia). Vol 1, No. 1 Maret 2015.
Fatonah, Telaah Poligini: Perspektif Ulama Populer Dunia (Dari Ulama Klasik
Hingga Ulama Kontemporer), AL- HIKMAH jurnal Studi Keislaman,
Volume 5, Nomor 1, Maret 2015.
Fitra Ardhian, Reza. Poligami Dalam Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
Serta Urgensi Pemberian Izin Poligami Di Pengadilan Agama. Privat
Law. Vol III No. 2 Juli-Desember 2015.
Imanullah, Rijal. Poligami Dalam Hukum Islam. Mazahib, Vol XV, No. 1. Juni
2016.
Jafran, A. Larangan Muslimah Poliandri: Kajian Filosofis, Normatif Yuridis,
Psikologis dan Sosiologis. AL-‘ADALAH Vol. X. No. 3 Januari 2012.
Website:
https://kbbi.web.id/poligami
https://ridhamujahidahulumuddin.wordpress.com
https://id.m.wikipedia.org.
https://padistudio.wordpress.com
https://pta-semarang.go.id
https://kerinci.kemenag.go.id