pokemon go menyulut harapan developer aplikasi tanah air

1
Bisnis augmented reali- ty lokal menanti efek Pokemon Go. Ruisa Khoiriyah, Dian S. Pertiwi D emam Pokemon Go me- landa seluruh dunia se- jak tiga pekan terakhir. Berbeda dengan permainan berbasis internet di gadget yang cenderung memaku si pemain dengan gagdet di tangan dan abai dengan sekitar, Pokemon Go mengajak para pengguna, untuk bergerak secara fisik. Maklum, monster-monster mini bisa sewaktu-waktu nang- kring di halaman rumah tetang- ga atau pun di lobi sebuah hotel besar. Pemburu monster maya harus bergerak mengeksplorasi wilayah baru yang mungkin asing bagi mereka, demi bisa menangkap si Pokemon. Pengalaman berbeda inilah yang menjadi salah satu faktor Pokemon Go mampu menjadi headline global. Pokemon Go turut mengerek keakraban ma- syarakat dengan teknologi aug- mented reality (AR). Ini adalah istilah untuk me- nyebut teknologi interaktif yang memodifikasi objek statis lalu memproyeksikannya dalam bentuk tiga dimensi. Alhasil, si objek terlihat nyata dan hidup dan bisa ditempatkan di tempat fisik dengan bantuan media vir- tual seperti gawai. Teknologi inilah yang me- mungkinkan si Pokemon men- dadak nongkrong di meja kerja menunggu Anda menangkap- nya. Sebenarnya, bukan cuma permainan seperti Pokemon Go yang bisa memanfaatkan tekno- logi AR agar mampu memikat pengguna. Teknologi AR juga bisa menjadi pilihan bagi kor- porasi dalam mengemas materi iklan mereka. Lantas, adakah demam Poke- mon Go turut memengaruhi laju permintaan teknologi AR dari kalangan korporasi? Senja Lazuardy, IT Director AR&Co, salah satu pemain bisnis AR di tanah air, mengungkapkan, de- mam game AR asal Jepang itu sejauh ini memang belum lang- sung mengungkit permintaan bisnis AR lokal. Maklum, baru tiga pekan usia popularitas Po- kemon Go di jagat raya. Namun, menurut Senja, su- dah ada beberapa klien AR&Co yang meminta konsep mirip Pokemon Go untuk materi pro- mosi korporasi mereka, yakni konsep yang memuat peng- alaman interaktif melalui pe- nangkapan objek, mirip dengan game bikinan Niantic tersebut. “Kami sendiri pernah membuat model mirip Pokemon Go. Waktu itu untuk proyek dengan klien sebuah perusahaan ro- kok,” terang dia. Ivan Chen, pemilik Anantaru- pa Studio, menimpali, sebelum demam Pokemon Go meledak, permintaan materi AR kepada rumah produksi seperti Ananta- rupa memang mulai menanjak naik. “Permintaan naik 10 kali lipat tahun ini, tapi itu bukan karena demam Pokemon Go,” kata dia. Kenaikan permintaan materi AR di Anantarupa, menurut Ivan, tidak lepas dari kesukses- an mereka merilis game AR pe- sanan sebuah perusahaan seg- men fast moving consumer goods (FMCG), Februari lalu. Tapi, Ivan optimistis, populari- tas Pokemon Go bakal memba- wa pengaruh positif terhadap permintaan materi AR di tanah air. “Paling tidak, masyarakat kini menjadi lebih ngeh dengan augmented reality,” imbuh Bimo Pakusadewa, Chief Exe- cutive Officer (CEO) Lycan.co. Pertumbuhan bisnis AR lambat Di Indonesia, bisnis augmen- ted reality memang terbilang lumayan baru. Sekitar tahun 2009 atau tujuh tahun belakang- an, mulai banyak pemain pu- blishing menggarap AR. Keba- nyakan mereka juga menggarap materi virtual reality (VR). Segmen VR lebih berkembang karena dari sisi teknologi sudah mendukung. “Sudah sampai puncak dan tinggal berlomba membuat device senyata mung- kin,” kata Senja. Adapun segmen AR masih terbilang lambat. Menurut Bimo, salah satu halangan ter- besar adalah edukasi pasar dan permodalan. Masalah modal menjadi isu klasik. Maklum, untuk setiap proyek AR bisa memakan anggaran ratusan juta rupiah. Awareness pasar yang belum terbangun akhirnya belum mampu melahirkan kebutuhan. Padahal, potensi pasar bisnis ini besar. Belanja iklan korpora- si cukup besar. Tahun lalu saja, nilainya mencapai Rp 118 trili- un versi AC Nielsen. Materi promosi memakai tek- nologi AR menawarkan peng- alaman baru sehingga peluang keberhasilan mengungkit pen- jualan bisa ikut besar. “Ada penjualan klien kami berhasil meningkat hingga 400% setelah memakai game promosi AR,” cerita Ivan. AR&Co juga mencatat kena- ikan proyek AR semenjak boo- ming mobile apps. Setiap ta- hun, perusahaan ini rata-rata menggarap 100 proyek dengan nilai minimal ratusan juta per proyek. “Pasar masih sangat besar karena AR bisa diaplika- sikan secara lintas industri,” imbuh Krisni Lee, Managing Director AR&Co. Krisni menggambarkan, AR&Co selama ini baru mampu menggarap 70% dari pasar yang sudah pasti mereka dapatkan. Selain dipakai untuk mendu- kung materi iklan, AR juga bisa digunakan untuk kebutuhan dunia pendidikan. “Kami ba- nyak mendapat pesanan AR untuk buku dan museum dari luar negeri,” terang Senja. Developer lokal, menurut Senja, memiliki keunggulan tersendiri di bisnis ini. Bila pe- ngembang mancanegara unggul dari sisi inovasi wearable devi- ce, maka pengembang lokal se- benarnya cukup bergaung dari sisi inovasi konten. “Orang kita banyak yang kreatif, lo, maka- nya banyak dicari oleh orang luar,” kata dia. Nah, sudah saatnya developer lokal makin unjuk gigi. o Demam Pokemon Go membantu edukasi pasar tentang kehadiran bisnis augmented reality. KONTAN/Muradi Pokemon Go Menyulut Harapan Developer Lokal Developer lokal unggul dari sisi kreativitas mencipta konten augmented reality. Booming teknologi informasi di negeri ini sedikit banyak turut mengungkit pamor bisnis augmented reality. Para developer lo- kal mengaku, beberapa tahun belakangan ini permintaan pasar produk AR mengalami kenaikan kendati tidak dramatis. Demam Pokemon Go mereka harap bisa turut mendorong awareness pasar terhadap kehadiran teknologi AR. Maklum, potensi pasar di Indonesia terbilang besar. Nah, sebelum AR mengemuka lagi melalui demam game bi- kinan Niantic Labs itu, bisnis Virtual Reality (VR) lebih dahulu ramai. Bahkan, perusahaan teknologi terkemuka seperti Google, kepincut menggarap kue bisnis itu di sini. “Yang saya tahu, Google memiliki Google Earth, Google Streetview, dan membuat Google 360 Photo komersial,” ujar Bimo Pakusadewa, CEO Lycan.co. Kehadiran raksasa seperti Google di bisnis VR tak ayal turut menggoyang harga jasa produk. Kini tarif per view produk VR sekitar Rp 2 juta, turun dari sebelumnya US$ 300-US$ 400 per view. Developer lokal dituntut kian giat menjemput klien, terma- suk melirik AR sebagai produk andalan baru. o Harga Tertekan karena Pemain Global? 10 TABLOID KONTAN 25 Juli - 31 Juli 2016 Bisnis

Upload: dian-sari-pertiwi

Post on 26-Jan-2017

37 views

Category:

Technology


2 download

TRANSCRIPT

Bisnis augmented reali-ty lokal menanti efek Pokemon Go.

Ruisa Khoiriyah, Dian S. Pertiwi

Demam Pokemon Go me-landa seluruh dunia se-jak tiga pekan terakhir.

Berbeda dengan permainan berbasis internet di gadget yang cenderung memaku si pemain dengan gagdet di tangan dan abai dengan sekitar, Pokemon Go mengajak para pengguna, untuk bergerak secara fisik.

Maklum, monster-monster mini bisa sewaktu-waktu nang-kring di halaman rumah tetang-ga atau pun di lobi sebuah hotel besar. Pemburu monster maya harus bergerak mengeksplorasi wilayah baru yang mungkin asing bagi mereka, demi bisa menangkap si Pokemon.

Pengalaman berbeda inilah yang menjadi salah satu faktor Pokemon Go mampu menjadi headline global. Pokemon Go turut mengerek keakraban ma-syarakat dengan teknologi aug-mented reality (AR).

Ini adalah istilah untuk me-nyebut teknologi interaktif yang memodifikasi objek statis lalu memproyeksikannya dalam bentuk tiga dimensi. Alhasil, si objek terlihat nyata dan hidup dan bisa ditempatkan di tempat fisik dengan bantuan media vir-tual seperti gawai.

Teknologi inilah yang me-mungkinkan si Pokemon men-dadak nongkrong di meja kerja menunggu Anda menangkap-nya. Sebenarnya, bukan cuma permainan seperti Pokemon Go yang bisa memanfaatkan tekno-logi AR agar mampu memikat

pengguna. Teknologi AR juga bisa menjadi pilihan bagi kor-porasi dalam mengemas materi iklan mereka.

Lantas, adakah demam Poke-mon Go turut memengaruhi laju permintaan teknologi AR dari kalangan korporasi? Senja Lazuardy, IT Director AR&Co, salah satu pemain bisnis AR di tanah air, mengungkapkan, de-mam game AR asal Jepang itu sejauh ini memang belum lang-sung mengungkit permintaan bisnis AR lokal. Maklum, baru tiga pekan usia popularitas Po-kemon Go di jagat raya.

Namun, menurut Senja, su-dah ada beberapa klien AR&Co yang meminta konsep mirip Pokemon Go untuk materi pro-mosi korporasi mereka, yakni konsep yang memuat peng-alaman interaktif melalui pe-nangkapan objek, mirip dengan game bikinan Niantic tersebut. “Kami sendiri pernah membuat model mirip Pokemon Go. Waktu itu untuk proyek dengan klien sebuah perusahaan ro-kok,” terang dia.

Ivan Chen, pemilik Anantaru-pa Studio, menimpali, sebelum demam Pokemon Go meledak, permintaan materi AR kepada rumah produksi seperti Ananta-rupa memang mulai menanjak naik. “Permintaan naik 10 kali lipat tahun ini, tapi itu bukan karena demam Pokemon Go,” kata dia.

Kenaikan permintaan materi AR di Anantarupa, menurut Ivan, tidak lepas dari kesukses-an mereka merilis game AR pe-sanan sebuah perusahaan seg-men fast moving consumer goods (FMCG), Februari lalu. Tapi, Ivan optimistis, populari-tas Pokemon Go bakal memba-wa pengaruh positif terhadap

permintaan materi AR di tanah air. “Paling tidak, masyarakat kini menjadi lebih ngeh dengan augmented reality,” imbuh Bimo Pakusadewa, Chief Exe-cutive Officer (CEO) Lycan.co.

Pertumbuhan bisnis AR lambat

Di Indonesia, bisnis augmen-ted reality memang terbilang lumayan baru. Sekitar tahun 2009 atau tujuh tahun belakang-an, mulai banyak pemain pu-blishing menggarap AR. Keba-nyakan mereka juga menggarap materi virtual reality (VR).

Segmen VR lebih berkembang karena dari sisi teknologi sudah mendukung. “Sudah sampai puncak dan tinggal berlomba membuat device senyata mung-kin,” kata Senja.

Adapun segmen AR masih terbilang lambat. Menurut Bimo, salah satu halangan ter-besar adalah edukasi pasar dan permodalan. Masalah modal menjadi isu klasik. Maklum, untuk setiap proyek AR bisa memakan anggaran ratusan juta rupiah.

Awareness pasar yang belum terbangun akhirnya belum mampu melahirkan kebutuhan. Padahal, potensi pasar bisnis

ini besar. Belanja iklan korpora-si cukup besar. Tahun lalu saja, nilainya mencapai Rp 118 trili-un versi AC Nielsen.

Materi promosi memakai tek-nologi AR menawarkan peng-alaman baru sehingga peluang keberhasilan mengungkit pen-jualan bisa ikut besar. “Ada penjualan klien kami berhasil meningkat hingga 400% setelah memakai game promosi AR,” cerita Ivan.

AR&Co juga mencatat kena-ikan proyek AR semenjak boo-ming mobile apps. Setiap ta-hun, perusahaan ini rata-rata menggarap 100 proyek dengan nilai minimal ratusan juta per proyek. “Pasar masih sangat besar karena AR bisa diaplika-sikan secara lintas industri,” imbuh Krisni Lee, Managing Director AR&Co.

Krisni menggambarkan, AR&Co selama ini baru mampu menggarap 70% dari pasar yang sudah pasti mereka dapatkan.

Selain dipakai untuk mendu-kung materi iklan, AR juga bisa digunakan untuk kebutuhan dunia pendidikan. “Kami ba-nyak mendapat pesanan AR untuk buku dan museum dari luar negeri,” terang Senja.

Developer lokal, menurut Senja, memiliki keunggulan tersendiri di bisnis ini. Bila pe-ngembang mancanegara unggul dari sisi inovasi wearable devi-ce, maka pengembang lokal se-benarnya cukup bergaung dari sisi inovasi konten. “Orang kita banyak yang kreatif, lo, maka-nya banyak dicari oleh orang luar,” kata dia.

Nah, sudah saatnya developer lokal makin unjuk gigi. o

Demam Pokemon Go membantu edukasi pasar tentang kehadiran bisnis augmented reality. KONTAN/Muradi

Pokemon Go Menyulut Harapan Developer Lokal

Developer lokal unggul dari sisi kreativitas mencipta konten augmented reality.

Booming teknologi informasi di negeri ini sedikit banyak turut mengungkit pamor bisnis augmented reality. Para developer lo-kal mengaku, beberapa tahun belakangan ini permintaan pasar produk AR mengalami kenaikan kendati tidak dramatis. Demam Pokemon Go mereka harap bisa turut mendorong awareness pasar terhadap kehadiran teknologi AR. Maklum, potensi pasar di Indonesia terbilang besar.

Nah, sebelum AR mengemuka lagi melalui demam game bi-kinan Niantic Labs itu, bisnis Virtual Reality (VR) lebih dahulu ramai. Bahkan, perusahaan teknologi terkemuka seperti Google, kepincut menggarap kue bisnis itu di sini. “Yang saya tahu, Google memiliki Google Earth, Google Streetview, dan membuat Google 360 Photo komersial,” ujar Bimo Pakusadewa, CEO Lycan.co.

Kehadiran raksasa seperti Google di bisnis VR tak ayal turut menggoyang harga jasa produk. Kini tarif per view produk VR sekitar Rp 2 juta, turun dari sebelumnya US$ 300-US$ 400 per view. Developer lokal dituntut kian giat menjemput klien, terma-suk melirik AR sebagai produk andalan baru. o

Harga Tertekan karena Pemain Global?

10 TABLOID KONTAN 25 Juli - 31 Juli 2016 Bisnis