pneumothorax

Upload: arkham-maulana

Post on 09-Jul-2015

480 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PNEUMOTHORAXDefinisi PneumothoraxPneumothorax adalah penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis.

Tipe-Tipe PneumothoraxSpontaneous pneumothorax, juga dirujuk sebagai primary pneumothorax, terjadi pada ketidakhadiran dari luka trauma pada dada atau penyakit paru yang diketahui. Secondary (juga diistilahkan yang menyulitkan) pneumothorax terjadi sebagai akibat dari kondisi yang mendasarinya.

Penyebab PneumothoraxSpontaneous pneumothorax disebabkan oleh pecahnya kista (cyst) atau kantong kecil (bleb) pada permukaan paru. Pneumothorax mungkin juga terjadi setelah luka pada dinding dada seperti tulang rusuk yang patah, luka yang menembus apa saja (tembakan senapan atau tusukan), invasi operasi dari dada, atau yang diinduksi dengan bebas dalam rangka untuk mengempiskan paru. Pneumothorax dapat juga berkembang sebagai akibat dari penyakitpenyakit paru yang mendasarinya, termasuk cystic fibrosis, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), kanker paru, asma, dan infeksi-infeksi dari paru-paru.

Siapa Yang Berisiko Untuk Pneumothorax ?Spontaneous pneumothorax mempengaruhi kira-kira 9,000 orang-orang setiap tahun di Amerika yang tidak mempunyai sejarah dari penyakit paru. Tipe dari pneumothorax ini adalah paling umum pada pria-pria yang berumur antara 20 dan 40 tahun, terutama pada priapria yang tinggi dan kurus. Merokok telah ditunjukan meningkatkan risiko untuk spontaneous pneumothorax.

Definisi Tension PneumothoraxPada beberapa kejadian-kejadian, paru terus menerus membocorkan udara kedalam rongga dada dan berakibat pada penekanan dari struktur-struktur dada, termasuk pembuluhpembuluh yang mengembalikan darah ke jantung. Ini dirujuk sebagai tension pneumothorax dan dapat menjadi fatal jika tidak segera dirawat.

Tanda-Tanda Dan Gejala-Gejala PneumothoraxGejala-gejala dari pneumothorax termasuk nyeri dada yang biasanya mempunyai suatu pencetusan yang tiba-tiba. Nyerinya tajam dan mungkin menjurus pada perasaan-perasaan sesak di dada. Napas yang pendek, denyut jantung yang cepat, napas yang cepat, batuk, dan

kelelahan adalah gejala-gejala lain dari pneumothorax. Kulit mungkin mengembangkan suatu warna kebiruan (diistilahkan cyanosis) disebabkan oleh pengurangan dalam tingkat-tingkat oksigen darah.

Mendiagnosisi PneumothoraxPemeriksaan dada dengan sebuah stethoscope mengungkapkan suara-suara pernapasan yang berkurang atau tidak hadir diatas paru yang terpengaruh. Diagnosis dikonfirmasikan oleh xray dada.

Merawat Suatu PneumothoraxSuatu pneumothorax yang kecil tanpa penyakit paru yang mendasarinya mungkin hilang degan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu. Pneumothorax yang lebih besar dan pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya seringkali memerlukan aspiration (penyedotan) dari udara bebas dan atau penempatan dari suatu tabung dada untuk mengevakuasi udara. Kemungkinan komplikasi-komplikasi dari tabung dada termasuk nyeri, infeksi dari ruang antara paru dan dinding dada (ruang pleural), hemorrhage (perdarahan), penumpukan cairan di paru, dan tekanan darah rendah (hypotension). Pada beberapa kasus-kasus, kebocoran tidak menutup dengan sendirinya. Ini disebut suatu bronchopleural fistula, dan mungkin memerlukan operasi dada untuk memperbaiki lubang di paru.

Prognosis Dari PneumothoraxHasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax. Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1.5 sampai dua tahun.I. KONSEP DASAR A. Pengertian Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps. B. Anatomi 1. Anatomi Rongga Thoraks Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh : - Depan : Sternum dan tulang iga. - Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis). - Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal. - Bawah : Diafragma - Atas : Dasar leher.

Isi : - Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru peserta pembungkus pleuranya. - Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995). C. Patofisiologi Mengenai rongga toraks sampai rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax) Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru. Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound) Terjadi perdarahan : (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecilkecil dan atelektasi) Tahanan perifer pembuluh paru naik (aliran darah turun) Oper penumothorax Close pneumotoraks Tension pneumotoraks - Ringan kurang 300 cc ---- di punksi - Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain - Berat lebih 800 cc ------ torakotomi Tek. Pleura meningkat terus Mendesak paru-paru (kompresi dan dekompresi), pertukaran gas berkurang Sesak napas yang progresif (sukar bernapas/bernapas berat) Bising napas berkurang/hilang Bunyi napas sonor/hipersonor Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak

- Sesak napas yang progresif - Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma - Nyeri bernapas - Pekak dengan batas jelas/tak jelas. - Bising napas tak terdenga - Nadi cepat/lemah - Anemis / pucat - Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan WSD/Bullow Drainage Terdapat luka pada WSD Nyeri pada luka bila untuk bergerak Ketidak efektifan pola pernapasan Inefektif bersihan jalan napas - Kerusakan integritas kulit - Resiko terhadap infeksi - Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum D. Pemeriksaan Penunjang : a. Photo toraks (pengembangan paru-paru). b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

E. Penatalaksanaan 1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks. b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan

diberi analgetik oleh dokter. c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : - Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. - Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. d. Mendorong berkembangnya paru-paru. ? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. ? Latihan napas dalam. ? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. ? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. f. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. ? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. ? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. 1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. 4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang

terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. h. Dinyatakan berhasil, bila : a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. c. Tidak ada pus dari selang WSD. F. Pemeriksaan penunjang a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) b. Diagnosis fisik : > Bila pneumotoraks Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. > Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi > Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi. G. Terapi : a. Antibiotika. b. Analgetika. c. Expectorant. H. Komplikasi 1. Tension Penumototrax 2. Penumotoraks Bilateral 3. Emfiema II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian : Point yang penting dalam riwayat keperawatan : 1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun. 2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu. 3. Pengobatan terakhir. 4. Pengalaman pembedahan. 5. Riwayat penyakit dahulu. 6. Riwayat penyakit sekarang. 7. Dan Keluhan. B. Pemeriksaan Fisik : 1. Sistem Pernapasan : ? Sesak napas ? Nyeri, batuk-batuk. ? Terdapat retraksi klavikula/dada. ? Pengambangan paru tidak simetris. ? Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. ? Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup)

? Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. ? Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. ? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. ? Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. 2. Sistem Kardiovaskuler : ? Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. ? Takhikardia, lemah ? Pucat, Hb turun /normal. ? Hipotensi. 3. Sistem Persyarafan : ? Tidak ada kelainan. 4. Sistem Perkemihan. ? Tidak ada kelainan. 5. Sistem Pencernaan : ? Tidak ada kelainan. 6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen. ? Kemampuan sendi terbatas. ? Ada luka bekas tusukan benda tajam. ? Terdapat kelemahan. ? Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. 7. Sistem Endokrine : ? Terjadi peningkatan metabolisme. ? Kelemahan. 8. Sistem Sosial / Interaksi. ? Tidak ada hambatan. 9. Spiritual : ? Ansietas, gelisah, bingung, pingsan. C. Pemeriksaan Diagnostik : ? Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. ? Pa Co2 kadang-kadang menurun. ? Pa O2 normal / menurun. ? Saturasi O2 menurun (biasanya). ? Hb mungkin menurun (kehilangan darah). ? Toraksentesis : menyatakan darah/cairan, Diagnosa Keperawatan :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum. 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. I. Intevensi Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil : ? Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. ? Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. ? Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. INTERVENSI RASIONAL a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam : 1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. 2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. 3) Observasi gelembung udara botol penempung. 4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. 5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

? Pemberian antibiotika. ? Pemberian analgetika. ? Fisioterapi dada. ? Konsul photo toraks. a. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f. . 1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. 3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu. 4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan. 5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil : ? Menunjukkan batuk yang efektif. ? Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. ? Klien nyaman. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

d. Lakukan pernapasan diafragma. e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. ? Pemberian expectoran. ? Pemberian antibiotika. ? Fisioterapi dada. ? Konsul photo toraks. a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas. i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : ? Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. ? Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri. ? Pasien tidak gelisah. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang

dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. b. Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. d. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. f. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. g. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC. Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumotoraks17 Apr PNEUMOTORAKS

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Penyebab: Spontan Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Luka Tusuk Dada Barotrauma Pada Paru Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak meningkat. Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks. Tanda dan Gejala. Sesak napas tiba-tiba, napas pendek, batuk kering, sianosis, dan nyeri dada, punggung dan lengan merupakan gejala utama. Pada luka tembus dada, bunyi aliran udara terdengar pada area luka tembus. Yang selanjutnya disebut sucking chest wound (luka dada menghisap). Jika tidak ditangani maka hipoksia mengakibatkan kehilangan kesadaran dan koma. Selanjutnya pergeseran mediastinum ke arah berlawanan dari area cedera dapat menyebabkan penyumbatan aliran vena kava superior dan inferior yang dapat mengurangi cardiac preload dan menurunkan cardiac output. Jika ini tak ditangani, pneumotoraks makin berat dapat menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Peumotoraks spontan seringkali dilaporkan terjadi pada orang-orang muda dengan perawakan tinggi. Terutama pada laki-laki. Sebabnya tidak diketahui, diduga terdapatnya abnormlitas pada jaringan ikat (connective tissue). Beberapa pneumotoraks spontan disebabkan pecahnya blebs, semacam struktur gelembung pada permukaan paru yang pecah menyebabkan udara masuk ke dalam kavum pleura. Umumnya didahului oleh peningkatan tekanan intrapulmoner seperti: batuk keras, meniup alat-alat musik, bersin, mengejan, dan lain-lain. Pneumotoraks juga dapat terjadi sebagai dampak prosedur medis, seperti pemasangan kateter vena sentral pada vena subklavia atau vena jugularis. Walaupun jarang terjadi, namun mengakibatkan komplikasi serius dan memerlukan penanganan yang segera. Penyebab lainnya termasuk akibat ventilasi mekanik, emfisema, dan penyakit paru lainnya (pneumonia). Diagnosis. Suara napas menghilang melalui pemeriksaan stetoskop mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura. Perkusi dinding dada hipersonor. coin test positif . Pneumotoraks pada trauma tumpul dada seringkali disebabkan oleh fraktur iga menusuk ke parenkim paru. Pnemotoraks dapat juga akibat deselerasi atau barotrauma pada paru tanpa

berkaitan dengan patah iga. Di dalam praktek, banyak pasien dengan pneumotoraks traumatik juga mempunyai gejala perdarahan yang mengakibatkan hemopneumotoraks. Pasien melaporkan sesak napas atau nyeri waktu inspirasi pada area fraktur iga. Pemeriksaan fisik ditemukan suara napas menurun dan perkusi pekak di atas area hemitoraks yang terkena. Jika tanda dan gejala meragukan, maka roentgen dada dapat dilakukan, tetapi pada keadaan hipoksia berat atau tension pneumothorax maka penanggulangan kedaruratan yang lebih diutamakan. Diagnosis banding : o Acute Myocardial Infarction o Emphysema Pemeriksaan riwayat kejadian secara cermat dan roentgen dada akan membantu keakuratan diagnosis. Pertolongan pertama Chest wound / Sucking Chest Wound (Luka Dada Menghisap) Luka dada terbuka dapat menyebabkan udara akan terhisap ke rongga pleura waktu inspirasi dan bila rongga dada berkontraksi waktu ekspirasi maka udara akan terdorong ke luar. Sehingga udara yang masuk melalui jalan napas normal akan berkurang akibat tidak adekuatnya ventilasi dan ekspansi paru. Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik yang bersih. Pembalut plastik yang steril meupakan alat yang baik, namun plastik pembungkus kotak rokok (selofan) dapat juga digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya Tension Pneumotoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang. Setiap pasien dengan luka tembus dada harus diawasi sepanjang waktu terhadap tension pneumothorax atau kegawatan sistem pernapasan yang mengancam jiwa. Pasien tidak boleh ditinggalkan sendirian. Hemotoraks atau pneumotoraks diobati dengan selang dada yang dihubungkan dengan WSD atau bila perlu intervensi bedah untuk memperbaiki kerusakan struktur dinding dada. Blast injury or tension Jika udara masuk dalam rongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru (pada kasus blast injury atau tension pneumothorax), perlu penangan segera. Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali. Perawatan Pre-hospital Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracocentesis untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk. Perawatan medis lebih lanjut dan evakuasi sangat dianjurkan segera dilakukan. Pneumotoraks yang belum ditangani merupakan kontraindikasi absolut evakuasi atau ditranspor melalui udara. Penaganan Klinik. Pneumotoraks kecil tanpa pengobatan hanya dengan observasi melalui rontgen dada ulangan, tetapi seringkali pasien diinapkan dengan pemberian oksigen sampai adanya resolusi dari pneumotoraks.Pneumotoraks luas memerlukan pemasangan chest tube. Pada kasus luka tusuk diperlukan drainase selang dada. Termasuk dukungan ventilasi mekanik. Pneumotoraks berulang memerlukan tindakan pencegahan lebih lanjut dengan pleurodesis. Jika pneumotorakas disebabkan oleh bullae maka dilakukan bullectomy. Pleurodesis Kimia

adalah tindakan menyuntikkan bahan kimia iritan untuk merangsang reaksi inflamasi, yang mengakibatkan terjadinya adesi paru dengan pleura parietal. Bahan yang digunakan meliputi : talk, darah, tetracycline dan bleomycin. Pleurodesis mekanik tidak menggunakan bahan kimia. Ahli bedah mengikis dinding dada (pleura parietal) sehingga paru akan melengket pada didinding dada dengan jaringan parut. Tension pneumothorax Mekanisme terjadinya tension pneumothorax sama dengan kejadian pneumotoraks umumnya. Namun pada tension pneumothorax, udara secara terus-menerus mengalir dari parenkim paru yang cedera meningkatkan tekanan di dalam rongga hemitoraks yang terkena. Pasien mengalami distress pernapasan. Suara napas menghilang, dan hemitorak yang terkena hipersonor pada perkusi. Trakea mengalami deviasi ke sisi yang berlawanan dengan injury. Organ mediastinum bergeser kea rah berlawanan dengan sisi yang sakit. Ini mengakibatkan penurunan Venous Return ke jantung. Pasien menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik, seperti: hipotensi, yang dengan cepat dapat berkembang kepada kolaps kardiovaskuler secara keseluruhan. Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet. HEMOTORAKS Hemotoraks (atau hemotoraks) adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh akumulasi darah dalam rongga pleura. Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru. Kehilangan darah dapat terjadi secara masif, setiap sisi toraks bisa terisi oleh 30% 40% dari volume darah seseorang. Jika tidak ditanggulangi, kondisi ini bisa berkembang menjadi keadaan dimana akumulasi darah akan menekan mediastinum dan trakea, mengurangi jumlah ventricles diastolic filling dan deviasi trakea ke arah sisi yang sehat. Tanda dan Gejala Tachypnea Dyspnea. Cyanosis. Decreased or absent breath sounds on affected side. Tracheal deviation. Dull resonance on percussion. Unequal chest rise. Tachycardia. Hypotension Pale, cool, clammy skin. Possibly subcutaneous air. Narrowing pulse pressure. Penatalaksanaan. Hemotoraks ditangani dengan mengatasi sumber perdarahan dan mengalirkan darah keluar dari rongga toraks. Kontrol nyeri dan pulmonary toilet. Hemotoraks dievakuasi dengan memasang drainase menggunakan selang dada (chest tube), prosedur ini dikenal dengan pemasangan selang torakostomi (tube thoracostomy). Selang

dada di pantau secara ketat karena indikasi pembedahan didasarkan pada drainase selang dada dari permulaan dan akumulasi setiap jamnya. Selang dada disambungkan ke system penampung (mis. Pleur-evac) yang dirangkaikan dengan suction pada tekanan kira-kira -20 cm H2O. Setelah selang dada dilepaskan dari suction kemudian di sambungkan dengan segel air (Water Seal Drainage (WSD)). Jika paru telah mengembang selang dada dapat di cabut. Biasanya pasien dengan cepat akan pulih setelah pemasangan drainase ini. Namun jika penyebabnya adalah ruptur aorta akibat trauma berkekuatan tinggi, maka diperlukan intervensi bedah oleh ahli bedah toraks. Hemotoraks yang luas dengan bekuan darah memerlukan tindakan operasi untuk evakuasi agar paru dapat mengembang secara penuh dan mencegah komplikasi seperti fibrotoraks dan empiema. Pendekatan dengan Torakoskopi juga cukup berhasil dalam penaganan masalah ini. MASALAH KEPERAWATAN PADA PNEUMOTORAKS/HEMOTORAKS Pola napas tak efektif b/d : Gangguan ekspansi paru sekunder terhadap: akumulasi cairan(hidrotoraks/hemotoraks) / udara(pneumotoraks) dalam rongga pleura, luka dada menghisap (sucking chest wound), flail chest Kerusakan pertukaran gas b/d : - Perubahan membran alveolar-kapiler, edema pulmonal, emboli paru - Hipoventilasi, retensi CO2 Penurunan curah jantung b/d penurunan aliran darah balik vena kava ke jantung (penurunan preload) Kekurangan volume cairan b/d kehilangan darah/cairan masif (hemotoraks) Nyeri (akut) b/d cedera parenkim paru, fraktur iga Ansietas/ketakutan b/d krisis situasional Daftar Bacaan : Boswick, JA. 1992. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Carpenito, Lynda Juall. 1997. Nursing Diagnosis: Application To Clinical Practice. Philadelphia: J.B. Lippincott Company Danusantoso, Halim. 2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC Price, Sylvia A dan Lorraine McCarty Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Michael AJ Sawyer.2008 Blunt Chest Trauma. Diakses dari http://www.emedicine.com Wikipedia. 2008. Pneumothorax. diakses dari http://en.wikipedia.org Wikipedia. 2008. Hemothorax. Diakses dari http://en.wikipedia.org Yunus, Faisal, dkk. 1992. Pulmonologi Klinik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Suka Be the first to like this post.