pneumniaaa
DESCRIPTION
pneumoniaTRANSCRIPT
8
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbecak, teratur, dalam satu atau lebih area
terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya (Smeltzer, 2002). Bronkopneumonia adalah
proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi
pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, dan benda-benda asing (Muttaqin, 2008). Bronkopeneumonia
merupakan peradangan pada perekim paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, atau benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang
tinggi, gelisah, dispnu, napas cepat dan dangkal, muntah serta batuk kering
dan produktif (Hidayat, 2006). Bronkopneumonia adalah Peradangan paru
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (stafilokokus, pneumokokus, atau
streptokokus), atau virus (respiratory syncytial virus) (Speer, 2007).
Bronkopneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing
(Ngastiyah, 2005). Bronkopneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada
parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai agens seperti virus,
mikoplasma, dan aspirasi substansi asing (Betz, 2002).
9
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
adalah suatu peradangan atau inflamasi yang terjadi pada parenkim paru
yang disebabkan oleh adanya virus, jamur, bakteri dan benda asing.
Terapi inhalasi merupakan istilah yang menekankan pada berbagai
terapi yang melibatkan perubahan komposisi, volume, atau tekanan gas
yang diinspirasi. Terapi ini terutama mencangkup peningkatan konsentrasi
oksigen pada gas yang diinspirasi (terapi oksigen), peningkatan uap air
yang terkandung di dalam gas inspirasi (terapi humidifikasi), penambah
partikel udara dengan zat lain yang bermanfaat (terapi aerosol), dan
pemakaian berbagai alat untuk mengendalikan atau membantu pernafasan
(ventilasi buatan, tekanan jalan nafas positif) (Wong, 2008).Terapi inhalasi
adalah pemberian obat secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran
respiratori (IDAI, 2008). Terapi inhalasi yaitu merupakan obat cair yang
mengandung larutan dalam udara (Ringel Edward, 2012).
Prosedur inhalasi yaitu hal pertama yang harus diperhatikan saat
melakukan terapi inhalasi adalah penggunaan selang dan masker karena
penggunaan alat untuk masingmasing pasien berbeda guna menghindari
infeksi silang. ikuti resep yang dianjurkan oleh dokter. Pada saat mesin
dihidupkan, tarik napas dalam perlahanlahan dengan mulut, tahan 2—3
detik, kemudian hembuskan kembali. Pada anakanak cukup dianjurkan
bernapas normal dan usahakan agar anak tidak menangis karena akan
mengurangi efektivitas terapi. Hindari bernapas cepat untuk mencoba
menghirup seluruh uap yang dihasilkan, karena akan menyebabkan rasa
10
pusing, gemetar, dan mual. Jika hal ini terjadi, hentikan mesin dan istirahat
selama lima menit sebelum melanjutkan terapi kembali. Terapi inhalasi
biasanya berlangsung selama 10—15 menit. Obat pengencer lendir kadang
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi batuk sampai beberapa saat
setelah terapi. hal ini wajar karena batuk adalah suatu reaksi refleks untuk
mengeluarkan lendir yang sudah diencerkan saat terapi. Setelah inhalasi,
fisioterapis akan membaringkan anak pada posisi tertentu sesuai dengan
kebutuhan. tanyakan pada dokter, paruparu sebelah mana yang banyak
lendirnya, prosedur ini harus selalu dilakukan untuk menghindari sesak
napas setelah inhalasi. Setelah selesai terapi bersihkan muka untuk
menghindari iritasi akibat sisasisa obat yang menempel. Cuci serta
simpan selang dan masker untuk pemakaian selanjutnya, masker dibuat
untuk pemakaian 6—10 kali (IDAI, 2008).
B. Anatomi dan Fisiologi
(Syaifuddin, 2006) secara anatomis sistem pernapasan dibagi
menjadi 3 bagian yaitu :
1. Traktus respiratorius bagian atas
Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari berbagai bagian,
diantaranya :
11
Gambar 1.1 Traktus respiratorius
a. Hidung
Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan
kanan oleh septum nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak
lengkap menadi empat daerah yang mengandung saluran nasal
yang berjalan kebelakang mengarah pada nasofaring. Area tepat
dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut
yang kasar. Sisa dari interior dilapisi oleh membrana mukosa.
Fungsi dari hidung adalah membawa udara dari dan ke paru-
paru dan menghangatkan udara saat diinspirasi. Bulu di dalam
lubang hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa
bertindak untuk mengangkat debu dan benda asing lain dari
udara. Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari sel
mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan,
pembengkakan dari membrana mukosa akibat edema lokal dan
kongesti dari pembuluh darah. Saluran hidung cenderung menjadi
12
terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus, sekret
jernih, tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi
kekuning-kuningan atau kehijauan akibat adanya pus (neutrofil
mati dan granulosa).
b. Sinus
Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang
terletak dalam berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan
mukosa sekretoris dan memperoleh suplai darah dan saraf dari
hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya pembuluh
darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.
c. Laring
Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan
trakhea. Terutama terdiri dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan
tujuh tulang rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh
membrana. Suatu struktur tulang rawan tergantung diatas tempat
masuk ke laring ini merupakan epiglotis yang mengawal glotis
selama menelan, mencegah makanan masuk laring dan trakhea.
Inflamasi dari epiglotis dapat menimbulkan obstruksi terhadap
saluran pernafasan.
Bagian interior laring mengandung dua lipatan membrana
mukosa yang terlentang melintasi rongga dari laring dari bagian
tengah tulang rawan tiroid ke tulang rawan arytenoid. Ini
merupakan pita atau lipatan suara. Selama pernafasan biasa pita
13
suara terletak dalam jarak tertentu dari garis tengah dan udara
respirasi melintas secara bebas diantaranya tanpa menimbulkan
keadaan vibrasi. Selama insiprasi dalam yang dipaksaan mereka
berada dalam keadaan lebih abduksi, sementara selama berbicara
atau menyanyi mereka dalam keadaan adduksi. Perubahan ini
dipengaruhi oleh otot-otot kecil. Pada anak-anak, pita suara lebih
pendek dibandingkan dengan orang dewasa.
Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada
saat yang sama ambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana
laring akan menutup dalam usaha mencegah makanan memasuki
traktus respiratorius makanan bagian bawah. Laring juga tertutup
selama regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya
aspirasi makanan. Refleks penutupan ini tergantung pada
koordinasi neurimuskuler yang kemungkinan tidak bekerja secara
penuh pada bayi, sehingga mengarah pada spasme.
2. Traktus respiratorius bagian bawah
Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini
adalah trakea, bronki dan bronkiolus serta paru-paru. Tiga yang
pertama adalah, trakea, bronki dan bronkiolus, merupakan tuba yang
mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru-paru. Trakea dimulai
pada batas bagian bawah dari laring dan melintas dibelakang sternum
kedalam toraks. Trakea merupakan tuba membranosa fleksibel, kaku
karena adanya cincin tidak lengkap yang berspasi secara teratur. Tuba
14
dilapisi oleh membrana mukosa, epitelium permukaan adalah
kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks trakea membagi
diri menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam suatu substansi
paru-paru.
Didalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi
cabang yang tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif
berkurang hingga cabang yang mempunyai penampang yang sangat
sempit, di mana mereka di sebut sebagai bronkiolus. Tuba ini dilapisi
oleh membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner bersilia,
berlanjut dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara
longitudinal dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki
yang lebih kecil dan bronkioles hal ini dibatasi oleh dinding posterios.
Seluruh panjang dari percabangan bronkial disuplai dengan serat
elastik yang kaya, bersama dengan semua jaringan lain yang
disebutkan, dapat diubah oleh karena penyakit, sehingga
mempengaruhi fungsi normal.
15
Gambar 2.1 Traktus Respiratorius bagian bawah
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea,
ada 2 buah yang terdapat pada ketingian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set
yang sama. Bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping ke arah
tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang,
cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli
tidak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru/ gelembung hawa atau alveoli.
16
3. Paru-paru
Berdasarkan anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru
dipertimbangkan adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus
ini membentuk masing-masing paru. Setiap lobulus merupakan
miniatur dari paru-paru dengan percabangan bronkial dan suatu
sirkulasi sendiri.
Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi kedalam suatu
alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah terjadi
pertukaran gas antara udara dan darah.
Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula
dan dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-paru dibagi
kedalam lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi
dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial;
darah kembali dari jaringan paru-paru melalui vena bronchial.
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang
berkaitan dengan mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi.
Paru-paru disuplai dengan darah deoksigenasi oleh arteri pulmonalis
yang datang dari ventrikel kanan. Arteri membagi diri dan membagi
diri kembali dalam cabang yang secara progresif menjadi lebih kecil,
berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya mereka
membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak pada
dinding dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler sangat tipis
17
dan disinilah terjadi pertukaran gas pernapasan. Darah yang
dioksigenasi kembali kedalam atrium dengan empat vena pulmonalis.
Fisiologi pernapasan menurut Hidayat (2006), meliputi tiga tahap :
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer.
Dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi, di antaranya adalah perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru. Semakin tinggi tempat maka tekanan udara
semakin rendah. Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat
tekanan udara semakin tinggi. Hal lain yang mempengaruhi
proses ventilasi kemampuan thoraks dn paru pada alveoli dalm
melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan
napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem
saraf otonom, terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf
parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat
menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan
adanya refleks batuk dan muntah juga dapat mempengaruhi
adanya proses ventilasi, adanya peran mukus siliaris yang sebagai
18
penangkal benda asing yang mengandung interveron dapat
mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians
(complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk
berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya surfaktan yang terdapat pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada
sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks
atau keadaan paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menerik
napas; sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
CO2 atau kontraksi atau menyempitnya paru. Apabila complience
baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar
secara maksimal.
2. Difusi Gas
Pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, diantaranya,
pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal membran
respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
intertisial keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan.
19
Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini
dapat terjadi seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh
karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan
O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi) dan pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi
ke dalam alveoli. Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk
menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan
larut dalam plasma (3%). Kemudian pada transportasi CO2 akan
berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin (30%),
dan larut dalm plasma (5%), kemudian sebagian menjadi HCO3
berada pada darah (65%).
Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi, di antaranya curah jantung (cardiac output) yang
dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung.
Isi sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk
berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat
ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang
dimiliki pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pda akhir
diastol, natrium yang paling beperan dalam menentukan besarnya
20
potensial aksi, kalsium berperan dalma kekuatan kontraksi dan
relaksasi. Faktor lain dalam menentukan proses transportsi adalah
kondisi pembuluh darah, latihan/olahraga (exercise), hematokrit
(perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan
atau HCT/PCV), Eritrosit, dan Hb.
C. Etiologi
Menurut (Muttaqin, 2008) penyebab dari Bronkopneumonia adalah :
1. Bakteri
a. Pneumokokus
b. Streptokokus
c. Stafilokokus
d. Haemophilus Influenzae
e. Pseudomonas aeruginosa
2. Virus
a. Virus Influenza
b. Adenovirus
c. Sitomegalovirus
d. Virus Rino
3. Fungi
a. Aspergillus
b. Koksidiomikosis
c. Histoplasma
21
4. Aspirasi
a. Cairan amnion
b. Makanan
c. Cairan lambung
d. Benda asing
D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada Bronkopneumonia menurut (IDAI, 2008) adalah
1. Gejala infeksi umum
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Gelisah
d. Malaise
e. Penurunan nafsu makan
f. Keluhan gastrointestinal seperti mual, munah atau diare.
2. Gejala infeksi respiratori
a. Batuk
b. Sesak nafas
c. Retraksi dada
d. Takipnea
e. Nafas cuping hidung
f. Sianosis
22
E. Patofisiologi
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran nafas
menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah
proliferasi dan penyeraban kuman. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMNs (polimorfnuklears), fibrin,
eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli. Proses ini termasuk dalam
stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah
kelanjutan deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit
PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat (IDAI, 2008).
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbondioksida. Sel-sel darah putih kebanyakan neutrofil juga berimigrasi
kedalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi parsial bronkhi atau
alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah
vena yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang
terventilasi dan keluar ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial (Smeltzer, 2002).
23
F. Penatalaksanaan
Adapun Penatalaksanaan pada pasien Bronkopneumonia yaitu:
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Riyadi, 2009) pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan
uji resistensi, akan tetapi karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu
terapi secepatnya maka biasanya diberikan :
a. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier
seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dengan ventolin.
Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dalam hal ini dilakukan adalah :
a. Menjaga kelancaran pernapasan
Klien Bronkopneumonia berada dalam keadaan dispnea dan sianosis
karena adanya radang paru dan banyaknya lendir di dalam bronkus
atau paru. Agar klien dapat bernapas secara lancar, lendir tersebut
harus dikeluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan oksigen perlu
dibantu dengan memberikan oksigen 2 l/menit secara rumat.
Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
1) Berikan sikap berbaring setengah duduk
24
2) Longgarkan pakaian yang menyekat seperti ikat pinggang, kaos
yang sempit.
3) Ajarkan bila batuk, lendirnya dikeluarkan dan katakan kalau
lendir tersebut tidak dikeluarkan sesak nafasnya tidak akan
segera hilang,
4) Beritahukan pada anak agar ia tidak selalu berbaring ke arah
dada yang sakit, boleh duduk/miring ke bagian yang lain.
b. Kebutuhan Istirahat
Klien Bronkopneumonia adalah klien payah, suhu tubuhnya
tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu cukup istirahat, semua
kebutuhan klien harus ditolong di tempat tidur. Usahakan pemberian
obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien
dapat istirahat sebaik-baiknya.
G. Komplikasi
Menurut (Betz, 2002) komplikasi dari Bronkopneumonia adalah:
1. Pneumonia interstisial menahun
2. Rusaknya jalan nafas
3. Efusi Pleura
4. Fibrosis Paru
5. Gagal nafas
6. Bronkiolitis
25
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
pneumonia menurut (Muttaqin, 2008):
1. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/ . Dalam
keadaan leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100
mm/jam. Pemeriksaan gas darah (AGD/Astrup) menunjukkan hipoksemia
sebab terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi didaerah pneumonia.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto thoraks posterio-anterior dan lateral untuk melihat keberadaan
konsolidasi retrokardial sehingga lebih mudah untuk menentukan lobus
yang terkena.
3. Pemeriksaan cairan pleura
4. Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
aspirasi (pengisapan) lewat trakea.
I. Tumbuh Kembang Anak Usia Pra Sekolah
Pertumbuhan dan perkembangan menurut Wong (2008), Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-
sel tubuh dan juga bertambah besarnya sel. Adanya multiplikasi dan
pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal
26
tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan
sperma hingga dewasa.
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan
diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-
organ, dan sistemnya yang terorganisasi.
Anak prasekolah adalah anak yang mempunyai rentang usia tiga
sampai lima tahun Wong (2008).
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia prasekolah, meliputi:
a) Motorik kasar
Pada usia 3 tahun anak prasekolah mampu mengendarai sepeda
roda tiga, melompat dari langkah dasar, berdiri pada satu kaki untuk
beberapa detik dengan seimbang, menaiki tangga dengan kaki
bergantian. Pada usia 4 tahun anak mampu melakukan loncatan dan
lompatan dengan satu kaki dengan lancer serta menangkap bola dengan
baik, Pada usia 5 tahun anak melompat tali dengan kaki bergantian, dan
mulai main papan luncur dan berenang. (Wong, 2008).
b) Motorik halus
Membangun menara dari 9 atau 10 kotak, membangun jembatan
dengan 3 kotak, secara benar masuk biji-bijian kedalam botol berleher
sempit, dalam menggambar menirukan lingkaran (Wong, 2008).
c) Bahasa
27
Mempunyai perbendaharaan 900 kata, menggunakan kalimat
lengkap dari 3 sampai 4 kata, dan hanya memasukkan kata-kata
terpenting untuk menyampaikan sebuah makna. bicara tanpa henti tanpa
peduli apakah seseorang memperhatikannya. (Wong, 2008).
d) Kognitif
Berada dalam fase perceptual egosentrik dalam berpikir dan
berprilaku, mulai memahami waktu, bicara tentang masa lalu dan masa
depan sebanyak masa kini (Wong, 2008).
e) Citra tubuh
masa prasekolah memainkan peranan penting dalam
perkembangan citra tubuh. Dengan meningkatnya pemahaman bahasa,
anak prasekolah mengenali bahwa individu memiliki penampilan yang
diinginkan dan yang tidak diinginkan. Pada usia 5 tahun anak mulai
membandingkan ukuran tubuhnya dengan teman sebaya dan bisa
menjadi sadar bahwa mereka tinggi atau pendek (Wong, 2008).
f) Kemampuan Sosial
Lebih memperlihatkan kemandirian. seperti mampu menyikat
gigi dan berpakaian sendiri. Cenderung banyak menuntut tetapi juga
bersemangat untuk diajak bekerjasama. Kadang berperilaku tidak
sopan. Semakin kita bereaksi emosional, maka semakin dia akan
berkelakuan buruk. Anak ingin disukai dan ingin menyenangkan teman-
temanya, serta berharap memiliki teman dekat. Mengerti tentang hal
sehari-hari seperti makanan, uang dan konsep waktu. Memiliki rasa
28
kepemilikan, dimana ia akan memandang segala sesuatu sebagai
miliknya. Sudah memiliki rasa simpati dan rasa sedih ketika seseorang
atau apapun berada di dalam kesusahan atau kesedihan. Ini yang ia
harapkan dari orang disekitarnya ketika berada dalam situasi yang
sama. Sadar akan seksualitas dan memiliki rasa ingin tahu alami
mengenai hal tersebut. Memperlihatkan ketertarikan yang tinggi dalam
bernyanyi, menari dan akting. Penuh dengan ide imajinatif mencoba
untuk membedakan antara khayalan dan kenyataan (Wong, 2008).
g) Tidur dan Aktivitas
Pola tidur sangat bervariasi tetapi rata-rata anak prasekolah
tidur sekitar 12 jam dalam semalam dan jarang tidur di siang hari.
Tingkat aktivitas masih tetap tinggi, meskipun aktivitas yang tenang,
seperti menonton televisi (Wong, 2008).
J. Pengkajian Anak Pra Sekolah dengan Bronkopneumonia dan Tindakan
Terapi Inhalasi
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien Bronkopneumonia menurut Suyono
(2009) :
1. Identitas
Biodata klien terdiri atas Nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat.
Biodata penanggung jawab terdiri atas Nama, jenis kelamin, umur,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, hubungan dengan klien
29
2. Riwayat penyakit sekarang
Hal yang perlu dikaji :
a. Keluhan yang dirasakan klien (batuk, pilek, sesak nafas)
b. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan
3. Riwayat penyakit dahulu
Hal yang perlu dikaji yaitu :
a. Pernah menderita ISPA
b. Riwayat terjadi aspirasi
c. Sistem imun anak yang mengalami penurunan
d. Sebutkan sakit yang pernah dialami
4. Riwayat penyakit keluarga
a. Ada anggota keluarga yang sakit ISPA
b. Ada anggota keluarga yang sakit Bronkopneumonia
5. Demografi
a. Usia : Lebih sering pada bayi atau anak dibawah 5 tahun
b. Lingkungan : Pada lingkungan yang sering berkontaminasi
dengan polusi udara
6. Pemeriksaan fisik
Pada penderita Bronkopneumonia hasil pemeriksaan fisik yang biasanya
muncul yaitu :
a. Keadaan umum : tampak lemah, sesak nafas
b. Kesadaran : tergantung tingkat keparahan penyakit bisa
somnolent
30
c. Tanda-tanda vital :
1) TD : hipertensi
2) Nadi : takikardi
3) RR : takipnea, dispnea, nafas dangkal
4) Suhu : hipertermi
d. Kepala : tidak ada kelainan
e. Mata : konjungtiva bisa anemis
f. Hidung : jika sesak akan terdengar nafas cuping hidung
g. Paru
1) Inspeksi : pengembangan paru berat, tidak simetris jika
hanya satu sisi paru, ada penggunaan otot bantu
nafas.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, paningkatan vocal fremitus
pada daerah yang terkena
3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan, normalnya timpani
4) Auskultasi : bisa terdengar ronkhi
h. Jantung : jika tidak ada kelainan jantung, pemeriksaan
jantung tidak ada kelemahan
i. Ekstremitas : sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi
31
K. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler oleh adanya edema alveoli.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
(Wong, 2008)
L. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, bersihan
jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada dispnea
b. Perkusi paru sonor
c. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
d. Tidak ada batuk produktif
32
32
Intervensi :
a. Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara
dan bunyi nafas lain.
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi
dengan cairan. Bunyi nafas bronkhial (normal pada
bronkhus) dapat juga terjadi pada area konsolidasi.
Krekels terdengar pada inspirasi.
b. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan
dinding dada/ atau cairan paru.
c. Atur posisi setengah fowler pada anak besar dan ekstensikan
kepala pada bayi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam
dan lebih kuat.
d. Berikan obat sesuai indikasi : mukoitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgetik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan
mobilisasi sekret. Analgetik diberikan untuk
memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati-hati.
e. Berikan cairan tambahan IV atau oksigen
33
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan
(termasuk tak tampak) dan memobilisasikan secret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, pola
nafas kembali efektif
Kriteria hasil:
a. RR = 30 - 40 x/menit
b. Tidak ada dispnea
c. Pengembangan paru maksimal
Intervensi :
a. Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum
dengan semi fowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30o.
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.
b. Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi
untuk memantau saturasi oksigen
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak
simetris sering terjadi karena ketidaknyaman gerakan
dinding dada.
c. Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap
terbuka
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
34
d. Ajarkan teknik relaksasi pada anak yang sudah memahami, sudah
bisa atau mengerti.
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan
sehingga kebutuhan O2 tidak meningkat.
e. Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2
tubuh.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler akibat edema alveoli.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
pertukaran gas maksimal.
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak dispnea
b. Klien tidakk ada kebiruan
c. N = 90 - 100 x/menit
d. PO2 normal pada GDA
e. PCO2 normal
f. Warna kulit normal
g. Anak tidak gelisah
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas
35
Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung pada indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
b. Atur posisi yang dapat meningkatkan kenyamanan anak
Rasional : Memberikan posisi yang nyaman seperti posisi semi
fowler, membuat anak bernafas dengan mudah.
c. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, catat adanya
fianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral.
Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon
tubuh terhadap demam/ menggigil. Namun sianosis
daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia sistemik.
d. Pertahankan istirahat tidur dorong menggunakan teknik relaksasi
dan aktivitas senggang.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/
konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi.
e. Kolaborasi pemberian therapi O2 dengan benar
Rasional : Tujuan therapi oksigen adalah mempertahankan PaO2
diatas 60 mmHg.
f. Awasi GDA
Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi
paru.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan O2, kelemahan umum.
36
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien
toleran terhadap aktivitas
Kriteria Hasil :
a. Klien tidak tampak kelemahan
b. Dyspnea berkurang
c. Tidak ada dyspnea saat aktivitas
d. Tidak ada sianosis setelah aktivitas
e. Dapat beraktivitas optimal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dispnea.
Peningkatan kelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Bantu anak dalam melakukan aktivitas yang sesuai dan berikan
aktivitas yang menyenangkan sesuai dengan kemampuan dan
minat anak.
Rasional : Menurunkan kebutuhan O2
c. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
37
d. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
(Wong, 2008)