plagiat merupakan tindakan tidak terpuji makna...
TRANSCRIPT
-
MAKNA HIDUP BAGI GURU SEKOLAH LUAR BIASA
(Sebuah Analisis Tematik)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Aristhon David
139114165
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
PERSEMBAHAN
Teruntuk kedua orangtuaku,
yang selalu menemaniku dalam doa-doanya
yang tak pernah bosan mendengar keluh kesahku
selalu tersenyum, meskipun terkadang aku mengecewakan
Terima kasih
Dan teruntuk para guru SLB
Engkau bagai pelita dalam gulita
Jangan pernah lelah untuk berjuang
karena akan selalu ada kebaikan yang menyertai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
v
MOTTO
Hidup dengan apa adanya,
bukan berarti tak berdaya apa-apa
bukan berarti tak ingin melangkah maju
bukan pula berarti kehilangan asa untuk berjuang
Hidup dengan apa adanya,
berarti berani menghadapi ketakutan diri
berani untuk menikmati setiap proses tanpa rasa sesal
mengerti bahwa memang terkadang hidup perlu jatuh dan bangkit
memahami bahwa hidup adalah sebuah penerimaan yang indah
menyadari bahwa hidup merupakan sebuah pengertian yang benar
memaklumi bahwa hidup juga bagian dari sebuah pemahaman yang tulus
tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang
tak masalah meski mereka datang lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan
hidup apa adanya mengajari,
bahwa kita bisa, selama kita ada, bersedia, dan terus berjuang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vii
MAKNA HIDUP BAGI GURU SEKOLAH LUAR BIASA
(Sebuah Analisis Tematik)
Aristhon David
ABSTRAK
Makna hidup merupakan salah satu tanda bahwa manusia adalah salah satu
insan yang keberadaannya memiliki arti. Hanya saja, perjalanan menemukan
makna hidup harus melalui pahit getir kehidupan, sehingga menghadirkan
gelombang naik dan turun di dalam perjuangannya. Makna hidup dapat ditemukan
di mana saja, dengan cara apa saja, termasuk dalam pekerjaan sehari-hari yang
dilakukan oleh seorang guru SLB. Pekerjaan yang tampak tidak menjanjikan,
sehingga keputusan untuk terus berjuang menjalani proses mengajari anak
berkebutuhan khusus menjadi bentuk unik di masa perjuangannya. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang dinamika psikologis, sekaligus
pengalaman para guru SLB dalam menjalani proses mengajari anak berkebutuhan
khusus. Penelitian ini dilakukan terhadap tiga guru SLB menggunakan wawancara
semi-terstruktur dengan metode analisis tematik teoretik. Tematik teoretik
membantu peneliti untuk menemukan makna-makna personal informan terkait
pekerjaannya sebagai pengajar di SLB serta merangkai pengalaman tersebut
secara komprehensif dan terarah. Penelitian ini menemukan bahwa para guru SLB
memiliki panggilan tulus dari dalam hatinya, setiap usaha yang dilakukan
merupakan sarana kreativitas agar dapat menghasilkan sesuatu yang baru, setiap
proses yang datang dihayati dan dijalani sebaik-baiknya, setiap sikap optimis
merupakan tanda sebuah penerimaan terhadap takdir Tuhan, serta setiap dukungan
sosial yang datang dari orang terkasih merupakan fondasi semangat yang kuat
untuk menjalani hari-harinya.
Kata kunci : Makna hidup, mengajar, guru SLB, anak berkebutuhan khusus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
THE MEANING OF LIFE FOR A TEACHER IN AN EXTRAORDINARY
SCHOOL
(A Thematic Analysis)
Aristhon David
ABSTRACT
The meaning of life is that a human is created with a purpose. However, we, as
humans, often face an ebb and flow in the ongoing search for meaning. The
meaning of life can be found in any way, at any time, and through any work,
including working as a teacher in a school for special needs. Whilst becoming a
teacher in such a school could be viewed as an unpromising job, there are those
who continue to teach special needs children, and to me, that is unique. In this
study, the author explores the psychological experiences when teaching special
needs children, illuminating how this impacts the meaning of life for teachers. The
semi-structured interview was conducted with three teachers in an extraordinary
school. Theoretical thematic was used as a primary method analysis. The results
showed that teachers had been called from the bottom of their heart; creativity was
always the ultimate effort in creating something new; every process and
experience was lived as well as possible; optimism became a good acceptance;
and finally, social support was the ultimate foundation for nurturing a good spirit.
Keywords : Meaning in life, teaching, teacher, extraordinary school, special
needs children
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Membaca sebuah berita di internet menjadi awal dari perjumpaan dengan
fenomena mengenai guru SLB. Fenomena yang menyadarkan peneliti akan arti
sebuah perjuangan. Bermula dari kisah mereka tentang berbagai suka duka yang
mereka alami kala mengajari anak berkebutuhan khusus hingga mengamati
perjuangan mereka yang terus bertahan bersama segala kondisi yang mungkin tak
terbayangkan sebelumnya, membuat peneliti terusik untuk menuliskan kisah
mereka. Karya ini peneliti peruntukkan bagi para individu yang bekerja sebagai
guru SLB di manapun mereka berada sebagai sebuah bentuk empati dan dukungan
kepada mereka.
Selama proses penelitian karya, peneliti mengucap syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa karena atas anugerah, kasih dan rahmat-Nya, peneliti diberi
kesempatan untuk menyelesaikan skripsi berjudul “Makna Hidup Guru Sekolah
Luar Biasa” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini juga tidak akan selesai
tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dalam bentuk apapun dari banyak pihak.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. M. L. Anantasari, M.Si., selaku dosen pembimbing, yang tak
berhenti untuk menantang peneliti bergerak lebih jauh dan selalu
memercayai peneliti untuk terus berkembang hingga peneliti kini lebih
percaya diri. Terima kasih untuk perhatian, dukungan, kasih, dan juga
kepeduliaan atas apa yang peneliti perjuangkan dalam tulisan ini, yang
seringkali memberi pencerahan, sekaligus inspirasi bagi peneliti selama
ini.
2. Bapak Y. B. Cahya Widiyanto, Ph.D., selaku dosen yang menemani
peneliti kala memilih topik penelitian yang dilakukan. Terimakasih atas
pengetahuan yang diberikan, pertanyaan-pertanyaan yang semakin
menyadarkan peneliti bahwa setiap hasil yang baik harus dilalui dengan
usaha yang sungguh-sungguh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
3. Dosen dan karyawan Fakultas Psikologi, terimakasih karena sudah
memberikan pengetahuan, pelajaran, dan pengalaman berharga selama
peneliti menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma.
4. Kedua orangtua peneliti, rumah untuk selalu pulang, bintang yang selalu
berpijar di hati peneliti, yang mendukung peneliti secara penuh untuk
mengejar apapun yang peneliti yakini dan selalu mengingatkan peneliti
untuk tak pernah ragu memperjuangkan mimpi.
5. Ibu Ani selaku kepala sekolah SLB Wiyata Dharma III, serta kedua
informan yang sangat peneliti kasihi, dan juga Bapak Ibu pengajar SLB
yang sudah memercayai peneliti dan bersedia untuk berbagi pengalaman
hidup dengan sangat terbuka. Terimakasih atas pengalaman dan juga
dukungan kepada peneliti selama ini. Begitu banyak pelajaran berharga
yang peneliti peroleh dan tak bisa peneliti ganti dengan apapun.
6. Pak Yoyo selaku guru di SLB Hellen Keller yang mempertemukan peneliti
dengan Ibu P yang akhirnya menjadi informan penelitian ini, terimakasih
atas segala waktu yang telah diberikan. Terimakasih atas pengalaman yang
diberikan kepada peneliti selama ini. Begitu banyak pelajaran berharga
yang peneliti peroleh dan tak bisa peneliti ganti dengan apapun juga.
7. Aping sebagai saudara sepupu yang tak pernah berhenti menyemangati,
yang selalu memberi keceriaan melalui gurauan untuk cepat lulus, yang
membuat peneliti termotivasi untuk segera lulus.
8. Teman-teman bimbingan Bundadari (Vivi, Dhani, Nia, Nana, Praswin,
Dita, dan Tom) yang selalu menyemangati dan berjalan bersama. Semoga
Tuhan mengabulkan doa kita semua.
9. Mas Rio, Robeth, Dipu, Teo, Grego, dan Yuda. Terimakasih atas
kehadiran dan keceriaan yang membuat peneliti tak pernah ragu menoleh
ke belakang serta tak merasa berjalan sendirian. Terimakasih selalu
mengajarkan peneliti untuk belajar menikmati hidup.
10. Seluruh teman-teman kos Bani terdahulu, Ricky, Ino, Abed, Chandra, Mas
Bono, Mas Wid, dan Mas Adi yang juga menemani setengah perjalanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
C. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10
A. Guru Sekolah Luar Biasa ..................................................................... 10
1. Pengertian guru SLB ...................................................................... 10
2. Kompetensi guru SLB..................................................................... 11
B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) .................................................... 12
1. Pengertian ABK .............................................................................. 12
2. Jenis-jenis kelainan ABK ............................................................... 13
C. Sekolah Luar Biasa (SLB) ................................................................... 14
1. Definisi SLB .................................................................................. 14
2. Jenis-jenis SLB .............................................................................. 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
D. Penemuan Makna Hidup menurut Frankl ............................................ 16
1. Definisi makna hidup ..................................................................... 16
2. Cara menemukan makna hidup ...................................................... 17
E. Dinamika Makna Hidup pada Guru SLB ............................................. 19
F. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 24
A. Strategi Penelitian ................................................................................ 24
B. Fokus Penelitian ................................................................................... 25
C. Informan Penelitian .............................................................................. 25
D. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 26
E. Prosedur Pengambilan Data ................................................................. 27
F. Metode Analisis Data ........................................................................... 28
G. Saturasi Data ........................................................................................ 31
H. Refleksi Peneliti ................................................................................... 32
I. Kredibilitas Data .................................................................................. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 35
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ................................................. 35
1. Persiapan dan perizinan ................................................................. 35
2. Pelaksanaan penelitian ................................................................... 38
B. Informan Penelitian .............................................................................. 39
1. Demografi informan ....................................................................... 39
2. Latar belakang informan ................................................................ 40
C. Hasil Penelitian .................................................................................... 44
1. Hasil informan 1 (NR) ................................................................... 45
2. Hasil informan 2 (IP) ..................................................................... 64
3. Hasil informan 3 (PN) .................................................................... 82
D. Hasil Kredibilitas Data ......................................................................... 98
E. Analisis Penelitian ............................................................................... 99
1. Hidup mengikuti panggilan hati ................................................... 100
2. Hidup menjadi sarana kreativitas ................................................. 110
3. Hidup merupakan sebuah penerimaan ......................................... 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
4. Membangun hidup dari dukungan sosial ..................................... 128
F. Temuan Unik ..................................................................................... 130
G. Pembahasan ........................................................................................ 132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 154
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 158
LAMPIRAN ..................................................................................................... 165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pelaksanaan Penelitian ......................................................................... 38
Tabel 2. Demografi Informan ............................................................................ 39
Tabel 3. Hasil Kredibilitas Data Informan 1 ....................................................... 98
Tabel 4. Hasil Kredibilitas Data Informan 2 ...................................................... 98
Tabel 5. Hasil Kredibilitas Data Informan 3 ...................................................... 98
Tabel 6. Subtema dan Tema ............................................................................... 99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Informan 1 .................................................. 166
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Informan 2 .................................................. 169
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Informan 3 .................................................. 170
Lampiran 4. Lembar Pernyataan Kesesuaian Informan 1 ................................ 171
Lampiran 5. Lembar Pernyataan Kesesuaian Informan 2 ................................ 172
Lampiran 6. Lembar Pernyataan Kesesuaian Informan 3 ................................ 173
Lampiran 7. Lembar Hasil Meaning in Life Questionnaire Informan 1 .......... 174
Lampiran 8. Lembar Hasil Meaning in Life Questionnaire Informan 2 .......... 175
Lampiran 9. Lembar Hasil Meaning in Life Questionnaire Informan 3 .......... 176
Lampiran 10. Pertanyaan Penelitian ................................................................ 177
Lampiran 11. Analisis Data Informan 1 ........................................................... 180
Lampiran 12. Cluster of Meaning Informan 1 ................................................. 235
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xviii
DAFTAR GAMBAR
Skema Alur Berpikir Penelitian Makna Hidup Guru SLB ................................. 23
Skema Hasil Penelitian Makna Hidup Guru SLB ............................................ 153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Hidup adalah persembahan...jadi, bagaimana saya bisa mempersembahkan
diri saya untuk orang-orang yang saya layani..termasuk melayani anak-anak
di SLB ini, tidak hanya sebatas tenaga tapi juga hati..”. – (PN, 761-767)
“Bagi saya hidup adalah ibadah mas…ketika kita bisa berbagi dengan orang
lain, membantu orang lain kita bisa merasa senang dengan sendirinya..ada
kebahagiaan luar biasa saat kita bisa membantu orang lain mas termasuk
anak-anak di sini…”. – (IP, 1311-1318)
Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan
masyarakat. Pramudia (2006) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
proses humanisasi yang bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia
yang lebih berkualitas, agar dapat memajukan kesejahteraan masyarakat dalam
suatu negara. Oleh karena itu, Naraduhita dan Sawarjuwono (2012)
menambahkan bahwa pemerintah dan juga pihak swasta berusaha melakukan
beberapa upaya seperti membangun sekolah, memberikan fasilitas yang
memadai, dan memberikan beasiswa kepada anak-anak yang berprestasi atau
anak dengan keadaan ekonomi yang kurang memadai agar anak-anak tersebut
dapat menerima pendidikan yang baik. Bukan hanya itu, pemerintah juga
membuat beberapa peraturan untuk mengatur sistem pendidikan nasional serta
membedakan jenis pendidikan. Pasal 15 (UU RI nomer 2 Sistem Pendidikan
Nasional, 2003) menjelaskan bahwa pendidikan terdiri dari beberapa jenis
yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan
khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
Firmansyah dan Widuri (2014) mengungkapkan bahwa pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan
dan bakat istimewa. Oleh karena itu, jenis pendidikan ini biasanya dibedakan
dengan pendidikan reguler yang dilakukan di sekolah-sekolah formal.
Pendidikan khusus tersebut, biasanya dipusatkan di tempat bernama Sekolah
Luar Biasa (SLB) dengan anak-anak yang memiliki kelainan atau keunikan
berbeda-beda (ABK). Efendi (2006) mengklasifikasikan SLB menjadi tujuh
yaitu SLB-A hingga SLB-G, dengan kelainan mulai dari tunanetra atau
kebutaan hingga tunaganda dengan kelainan yang lebih dari satu.
Paparan di atas menunjukkan, bahwa pendidikan di SLB memerlukan
peran penting seorang pendidik atau guru karena perkembangan setiap ABK
yang ada di SLB bergantung pada cara mengajar guru yang ada di sana,
sehingga mendidik ABK bukan menjadi suatu hal yang mudah. Senada dengan
yang dikatakan oleh Rosdiana (2013) bahwa ABK memiliki sifat yang lebih
sensitif dari siswa biasa, sehingga memerlukan keikhlasan, kesabaran, serta
kesiapan untuk menghadapi segala kondisi yang akan terjadi ketika melakukan
pendekatan dan bersikap bersama ABK agar materi pembelajaran dapat
tersampaikan dengan baik. Hal tersebut menyebabkan guru SLB yang
mengajar secara tak langsung juga berperan untuk membantu siswanya
menemukan kelebihan yang ada dalam diri mereka, sedangkan memahami
setiap keunikan, kelebihan, atau karakteristik siswa yang berbeda bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
merupakan hal yang mudah karena kondisi tersebut dapat menyulitkan guru
selama mengajar.
Kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh seorang guru SLB
ketika mengajar ABK mendukung munculnya fenomena permasalahan lain
yaitu kekurangan tenaga pengajar pada SLB. Data statistik sekolah luar biasa
dari kementerian pendidikan dan kebudayaan (2017), mencatat bahwa ada
ketidakseimbangan antara jumlah guru SLB dengan anak berkebutuhan khusus
di SLB daerah Yogyakarta. Arif selaku kepala bagian kepala bagian
kepegawaian dinas pendidikan pemuda dan olahraga (Disdikpora) DIY
(Rezkisari, 2014) juga menambahkan bahwa saat ini DIY memiliki 78 Sekolah
Luar Biasa (SLB) dengan jumlah guru berjumlah 849 orang. Jumlah guru itu
masih kurang, apalagi 137 guru (khusus SLB) diantaranya harus diperbantukan
untuk sekolah reguler guna membantu penyelenggaraan pendidikan inklusif
dan setiap tahunnya terkadang jumlah guru di SLB malah mengalami
penurunan.
Selain itu, muncul pula fenomena lain yang terjadi pada guru SLB yang
mengajar di Kupang, yakni 30 guru SLB belum menerima gaji dari bulan
Februari hingga Juni 2017 (Lewanmeru, 2017). Adi di Pekanbaru (dalam
Firmansyah & Widuri, 2014) juga mengemukakan hal yang sama bahwa
sebanyak 32 guru yang bertugas di SLB Bina Center Rejosari, Kecamatan
Tenayan, Pekanbaru, juga tak menerima gaji selama 3 bulan, walaupun gaji
yang diberikan sangat kecil, padahal tugas yang mereka emban sebagai guru
SLB sangat berat dibandingkan guru di sekolah umum. Hal berbeda terjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
pada guru SLB di Riau, di mana para guru rela hanya dibayar 97 ribu rupiah
karena kondisi ekonomi SLB yang kurang baik (Tanjung, 2017). Keadaan
tersebut membuat hidup mereka sangat memprihatinkan.
Belajar memahami metode mengajar yang baik untuk menghadapi
ABK seperti tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita menjadi kesulitan tersendiri
bagi para guru. Terlebih lagi, menghadapi permasalahan dalam memahami
karakteristik ABK, membutuhkan bantuan saat mengajar, mendapatkan gaji
yang kurang layak membuat guru yang mengajar di SLB mengalami beberapa
perubahan dalam hidupnya. Perubahan tersebut seperti peningkatan stres yang
lebih tinggi, dibandingkan guru yang mengajar di sekolah reguler biasa. Hal ini
dibuktikan dengan penelitian Wardhani (2012) yang menemukan bahwa guru
SLB mengalami tingkat burnout yang lebih besar dibandingkan dengan guru
yang mengajar di sekolah formal. Selain itu, Firmansyah dan Widuri (2014)
juga menemukan bahwa guru SLB memiliki banyak emosi negatif ketika
berhadapan dengan kondisi SLB untuk pertama kalinya. Penelitian
Linayaningsih (2011) juga mengungkapkan hal yang sama, yaitu tingkat stres
yang dialami oleh guru SLB lebih tinggi dibanding guru di sekolah formal,
sehingga perlu adanya strategi koping yang sesuai untuk mengatasi stres
tersebut.
Penelitian lain mengenai guru SLB yang telah dilakukan sebelumnya
juga mengukuhkan bahwa menjadi seorang guru SLB sangat sulit karena
menghadapi permasalahan yang berat, namun tetap ada yang rela memberikan
hidupnya untuk mengajari ABK. Meskipun diawalnya para guru merasa cemas,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
takut, dan mengalami subjective well-being yang dikatakan rendah, tetapi
segala hal itu dapat diatasi ketika mereka telah mampu beradaptasi di SLB
tersebut. Hal tersebut dikemukakan oleh Firmansyah dan Widuri (2014)
mengenai subjective well-being pada guru yang mengajar di SLB.
Akan tetapi, dalam kenyataannya berbagai masalah yang dihadapi oleh
guru SLB tak menurunkan semangat beberapa guru untuk tetap mengajar.
Guru-guru ABK di SLB tersebut tampak mampu mengatasi setiap kendala dan
bertahan dari segala permasalahan yang dihadapi dengan tetap mengabdikan
hidupnya untuk mengajari ABK. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Frankl
(1992) bahwa,
“meskipun kita tunduk kepada kondisi-kondisi dari luar yang
mempengaruhi kehidupan kita, namun kita bebas memilih
reaksi kita terhadap kondisi-kondisi tersebut.”
Kata-kata Frankl itu, menjelaskan sedikit alasan, mengapa masih ada guru yang
tetap berjuang dan tampak bersemangat, meski diterpa oleh kondisi sulit,
sehingga menggelitik untuk memahami lebih dalam mengenai arti hidup bagi
guru itu sendiri. Frankl (1992) juga mengatakan dalam teorinya logoterapi
bahwa ada tiga cara untuk menemukan makna hidup yaitu dengan memberi
pada dunia lewat suatu ciptaan, dengan sesuatu yang kita ambil dari dunia
dalam pengalaman, dan dengan sikap yang kita ambil terhadap penderitaan
kita. Makna yang ditemukan melalui tiga cara tersebut dapat memberikan
sebuah semangat untuk menjalani kehidupan dalam kondisi apapun.
Makna hidup yang menjadi salah satu teori milik Frankl telah diteliti
sebelumnya oleh Putri, Respati, dan Safitri (2009). Penelitian milik Putri,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
Respati, dan Safitri ini membahas mengenai makna hidup pada wanita yang
berperan ganda. Penelitian ini menceritakan bahwa para subjek memang
mengalami kesedihan yang mendalam ketika mereka tak memiliki cukup
waktu untuk merawat anak dan bersama dengan keluarga, namun disisi lain
mereka harus memenuhi keperluan keluarga karena kekurangan biaya,
sehingga mereka pun harus bekerja dan membagi waktu. Akan tetapi, para
subjek mampu menemukan makna kehidupan ketika mereka menyadari tujuan
mereka yang sebenarnya yaitu untuk membahagiakan keluarga agar tak
kekurangan, sehingga para subjek tetap bekerja dengan giat.
Penelitian mengenai makna juga dilakukan oleh Kleftaras dan Psarra
(2013) mengenai kemampuan adaptasi individu dengan gangguan fisik dilihat
dari makna hidup dan depresi. Penelitian ini menjelaskan bahwa adaptasi
seseorang terhadap gangguan fisiknya sangat berhubungan dengan makna
hidup yang akan didapatkan dan depresi. Hal ini dikarenakan, ketika seseorang
gagal menemukan tujuan hidup saat beradapatasi dengan gangguan fisiknya,
individu tersebut akan mengalami kebosanan dengan hidupnya dan akhirnya
enggan menemukan arti yang berharga ketika hidup. Hal ini akan
memunculkan tingkat depresi yang tinggi. Akan tetapi, sebaliknya bila
seseorang mampu bertahan sekaligus memiliki tujuan hidup yang jelas, maka
secara tak disadari individu tersebut meningkatkan makna hidupnya dan
mengurangi rasa depresinya. Pandangan terhadap tujuan hidup bukan hanya
menguatkan dan mengurangi depresi, tetapi juga dapat membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
mengarahkan hidup ke arah yang lebih berkualitas (dalam Martela & Steger,
2016).
Dari beberapa paparan penelitian yang relevan di atas, tampak bahwa
penelitian yang membahas tentang aspek psikologis mengenai makna hidup
memang telah dilakukan sebelumnya, namun demikian, yang membedakan
penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya adalah gambaran makna hidup
tersebut dilihat dari sisi guru SLB. Penelitian sebelumnya belum pernah
membahas secara khusus mengenai gambaran makna hidup pada guru SLB di
Yogyakarta, terlebih dengan karakteristik kelainan yang berbeda. Akan tetapi,
penelitian sebelumnya tetap berguna untuk menambah pengetahuan mengenai
makna hidup dan aspek-aspek pada guru SLB yang menjadi fokus pembahasan
dalam penelitian ini.
Peneliti melihat fenomena yang terjadi di lingkungan serta penelitian
sebelumnya bahwa banyak guru SLB memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
dibandingkan guru yang mengajar di sekolah formal. Akan tetapi, masih ada
beberapa individu yang mau mengabdikan hidupnya untuk menjadi seorang
guru di SLB agar dapat mengajari ABK. Inilah yang menjadi alasan peneliti
hendak menggali gambaran makna hidup yang dimiliki oleh para guru SLB
tersebut, sehingga alasan mereka untuk tetap bertahan juga dapat diketahui.
Penelitian ini menggunakan strategi kualitatif dengan teknik analisis
tematik teoretik. Dalam penerapannya, peneliti akan mencoba menggali
pengalaman-pengalaman para guru di SLB yang menghadapi ABK dengan
kelainan tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita dengan tetap menggunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
arahan teori. Hal ini bertujuan agar peneliti mampu menemukan gambaran
makna hidup para guru tersebut melalui pemunculan makna dari pengalaman
dan fenomena yang terjadi, sehingga dapat memberikan pemahaman mengenai
pandangan yang lebih positif terhadap arti hidup dan pekerjaan.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran makna hidup
pada guru yang mengajar di SLB.
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat, baik secara
teoretis maupun secara praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memberi sumbangan pengetahuan
untuk penelitian selanjutnya, terutama yang berhubungan dengan
kebermaknaan hidup dan guru SLB, serta menambah wawasan tentang
psikologi positif.
2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para guru yang sedang
mengajar atau beraktivitas bersama anak berkebutuhan khusus di SLB
agar memahami usaha untuk menghadapi kesulitan yang dialami,
maupun bangkit dari pengalaman yang buruk, sehingga mampu
menjadi pribadi yang lebih memaknai hidup.
b. Hasil penelitian ini mampu menambah pengetahuan bagi remaja-
remaja yang tertarik melanjutkan pendidikan di bidang luar biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
(PLB) agar tidak ragu mengajari anak berkebutuhan khusus dan selalu
bersikap positif dalam menjalani hidup.
c. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bagi
orang tua maupun keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus
agar lebih memerhatikan anak-anaknya dalam batas wajar dan dapat
berkontribusi menjadi agen yang mendukung anak-anak
berkebutuhan khusus tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Guru SLB
1. Pengertian guru SLB
Sekolah luar biasa sebagai tempat anak-anak berkebutuhan khusus
belajar juga memerlukan seorang pendamping yang sering disebut guru
SLB. Permendiknas RI No. 32 pasal 1 (2008) menyebutkan bahwa guru
SLB merupakan tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi pendidik bagi peserta didik yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial dan/atau potensi
kecerdasan dan bakat istimewa pada satuan pendidikan khusus, satuan
pendidikan umum, dan/atau satuan pendidikan kejuruan. Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 72 pasal 20 (1991) juga memberikan pengertian
mengenai guru SLB yaitu, tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi
khusus sebagai guru pada satuan pendidikan luar biasa. Selain itu,
Wardhani (2012) juga menjelaskan bahwa guru pendidikan luar biasa
merupakan seorang pendidik yang melayani anak berkebutuhan khusus
agar potensi yang dimiliki berkembang optimal.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa guru
SLB merupakan tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik,
kompetensi, dan sertifikasi pendidik bagi peserta didik yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial dan/atau potensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
kecerdasan dan bakat istimewa pada satuan pendidikan khusus, satuan
pendidikan umum, dan/atau satuan pendidikan kejuruan.
2. Kompetensi guru SLB
Menghadapi ABK memang tak mudah karena ada kesulitan lain
yang muncul dan berbeda dengan sekolah formal pada umumnya,
sehingga membuat seorang guru harus memiliki kompetensi lain agar
dapat menghadapi kesulitan-kesulitan tersebut. Mangunsong (1998)
menjelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru pendidikan
khusus didasari oleh tiga kemampuan, yakni; (1) kemampuan umum
(general ability) yaitu kemampuan yang diperlukan untuk mendidik
peserta didik pada umumnya (anak normal) (2) kemampuan dasar (basic
ability) adalah kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik
berkebutuhan khusus (3) kemampuan khusus (specific ability) merupakan
kemampuan yang diperlukan untuk mendidik peserta didik berkebutuhan
khusus jenis tertentu.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang guru
SLB harus memiliki kompetensi dasar yaitu kompetensi umum sebagai
pengajar, kompetensi dasar yang diperlukan untuk menghadapi ABK,
kompetensi khusus untuk menghadapi ABK yang memiliki kebutuhan
khusus tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
B. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
1. Pengertian ABK
Solikhatun (2013) mengatakan bahwa setiap individu diciptakan
dengan kesempurnaan yang berbeda-beda. Kesempurnaan tak hanya
dilihat dari segi fisik, namun juga kelebihan lain yang dimiliki, misalnya
keadaan pikiran, atau bahkan kelebihan-kelebihan lain yang bisa berbeda
satu sama lain. Akan tetapi, bila salah satu dari alat indera kita tak dapat
berfungsi dengan baik, maka kita akan mengalami suatu perbedaan yang
janggal atau sesuatu yang sering disebut kecacatan.
Anak yang dilahirkan memiliki kekurangan tersebut sering disebut
anak berkebutuhan khusus (ABK). Menurut Kirk, Heward, dan Orlansky
(dalam Efendi, 2006) anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memiliki kelainan dari kondisi anak normal, baik dalam hal fisik, mental,
maupun perilaku sosialnya. Hallahan dan Kauffman (dalam Efendi, 2006)
menambahkan bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
mempunyai masalah dalam kemampuan berpikir, melihat, mendengar,
sosialisasi, dan bergerak. Selain itu,
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan kelainan kondisi fisik,
mental, maupun perilaku yang berbeda dengan anak normal pada
umumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
2. Jenis-jenis kelainan pada ABK
Anak berkebutuhan khusus sendiri juga memiliki keunikan yang
berbeda-beda, sehingga cara merawat dan mengembangkan keunikan itu
juga berbeda-beda dan tak dapat disamakan satu sama lain. Hal tersebut
membuat kebanyakan orang enggan memahami anak-anak tersebut dan
memilih acuh tak acuh. Nida (2013) menjelaskan bahwa ABK pada
umumnya memiliki beberapa jenis kelainan, yaitu :
a. Tunanetra anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan.
b. Tunarungu anak yang mengalami hambatan dalam pendengaran dan
bahasa.
c. Tunadaksa anak dengan kelainan atau kelumpuhan salah satu bagian
tubuhnya.
d. Retardasi mental (Tunagrahita) anak dengan tingkat kecerdasan di
bawah rata-rata anak normal.
e. Tunalaras anak yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial, dan biasanya menunjukkan perilaku
menyimpang yang tidak sesuai dengan normal dan aturan yang
berlaku di sekitarnya.
f. Anak Berbakat anak dengan kemampuan IQ di atas rata-rata anak
normal pada umumnya.
g. Tunaganda anak dengan hambatan yang disebabkan oleh satu atau dua
kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak,
bahasa, atau hubungan-pribadi masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
h. Autisme adalah anak yang tidak dapat membentuk hubungan sosial
atau komunikasi yang normal, sehingga anak tersebut akan
mengalami kesulitan untuk memahami bahwa sesuatu dapat dilihat
dari sudut pandang orang lain.
i. Hyperactive adalah anak yang mengalami gangguan mekanisme
tertentu pada sistem syaraf pusat yang menyebabkan anak menjadi
hiperaktif, tidak bisa beristirahat, berperilaku tidak sabaran, kesulitan
untuk memusatkan perhatian dan impulsif seperti Attention Deficit
and Hyperactivity Disorder (ADHD)
Paparan mengenai jenis ABK di atas, memperlihatkan bahwa ABK
memiliki kelompok kelainan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis
gangguan dan karakteristik kelainannya yaitu, tunanetra, tunarungu,
tunadaksa, tunagrahita, tunalaras, anak berbakat, tunaganda, autisme, dan
Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD).
C. Sekolah Luar Biasa (SLB)
1. Definisi SLB
Anak-anak berkebutuhan khusus juga layak mendapatkan
pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing, sehingga
pemerintah membangun sebuah sarana untuk anak-anak tersebut, yakni
sekolah luar biasa (SLB). Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008)
menjelaskan bahwa sekolah merupakan sebuah bangunan atau lembaga
untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.
SLB yang merupakan salah satu jenis sekolah juga memiliki pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
yang sama, hanya peserta didiknya yang berbeda. Wardhani (2012)
mengatakan bahwa sekolah luar biasa merupakan tempat bagi anak
berkebutuhan yang dirancang secara khusus sesuai dengan jenis,
karakteristik dan keterbatasan masing-masing anak. Selain itu, dalam
Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 72 Pasal 1 (1991) menjelaskan bahwa
SLB merupakan satuan sistem pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan luar biasa. Vaughn dan Thompson (2003) juga memberi
pengertian mengenai SLB, yaitu bentuk pendidikan publik yang sesuai
untuk diberikan kepada individu penyandang cacat.
Mengacu pada pengertian mengenai SLB di atas, dapat
disimpulkan bahwa SLB merupakan tempat atau lembaga untuk
mengadakan jenis pendidikan khusus bagi anak-anak yang mengalami
keterbatasan, sesuai dengan jenis, karakteristik dan keterbatasan masing-
masing anak.
2. Jenis-jenis SLB
SLB yang telah dirancang untuk menyesuaikan bahan ajar dengan
kemampuan ABK dibagi menjadi beberapa klasifikasi khusus. Efendi
(2006) mengklasifikasikan tujuh jenis SLB yang disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing anak yaitu:
a. SLB-A adalah tempat anak-anak yang memiliki kekurangan dalam
penglihatan (tunanetra).
b. SLB-B adalah tempat bagi anak-anak yang tidak bisa mendengar
(tunarungu).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
c. SLB-C adalah tempat anak-anak tunagrahita atau anak dengan tingkat
kognisi di bawah rata-rata.
d. SLB-D sekolah luar biasa untuk anak yang memiliki kelumpuhan
(tunadaksa).
e. SLB-E sekolah luar biasa untuk anak tunalaras atau memiliki kelainan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial akibat emosinya.
f. SLB-F untuk anak dengan kemampuan di atas rata-rata.
g. SLB-G sekolah luar biasa dengan anak berkelainan ganda
Pemaparan di atas, memperlihatkan bahwa SLB sendiri dapat
dikelompokan menjadi tujuh jenis sekolah yang berbeda agar sesuai
dengan karakteristik gangguan ABK yaitu, SLB-A, SLB-B, SLB-C, SLB-
D, SLB-E, SLB-F, dan SLB-G.
D. Penemuan Makna Hidup menurut Frankl
1. Definisi makna hidup
Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008)
diartikan sebagai arti atau maksud yang dalam atau penting. Teori
mengenai makna hidup dikemukakan oleh Victor Frankl. Frankl (1992)
mengatakan bahwa makna hidup adalah sesuatu yang oleh seseorang
dipandang penting, dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang
besar serta dapat dijadikan tujuan hidup. Makna hidup bila berhasil
ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan
demikian berarti dan berharga. Ryff dan Singer (1998) mengatakan bahwa
makna hidup merupakan suatu tujuan yang sangat berharga dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
kehidupan seseorang. Selain itu, Puspasari dan Alfian (2012) juga
menjelaskan bahwa makna hidup merupakan hal-hal yang dipandang
penting, dirasa berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang benar yakni
hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
makna hidup merupakan sesuatu yang oleh seseorang dipandang penting,
dirasakan berharga, dan diyakini sebagai sesuatu yang besar serta dapat
dijadikan tujuan hidup.
2. Cara menemukan makna hidup
Frankl (1992) juga mengatakan bahwa makna hidup merupakan
sesuatu yang harus diperjuangkan sendiri dan hanya dapat ditemukan
sendiri. Oleh karena itu, Frankl (1992) menegaskan bahwa setiap individu
dapat mulai berjuang menemukan makna hidupnya dengan menerapkan
tiga nilai yang ada, yakni :
a. Nilai-nilai kreatif (Creative Values)
Nilai yang dicapai melalui kegiatan berkarya, bekerja, mencipta
serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan
penuh tanggung jawab untuk menghasilkan sesuatu agar potensi
tersalurkan dengan baik. Bekerja dan menyalurkan kemampuan pada
suatu tugas atau tujuan yang bermanfaat, sehingga membuat seorang
individu merasa bertanggung jawab, dapat menimbulkan perasaan
berarti pada hidup serta merasa hidup sangat berharga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
b. Nilai-nilai penghayatan (Experiential Values)
Nilai yang diperoleh melalui keyakinan dan penghayatan
mendalam mengenai suatu kebenaran, kebajikan, keindahan,
keimanan, penerimaan diri yang baik dan keagamaan, serta cinta
kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan
seseorang memiliki hidup yang berarti. Tidak sedikit orang-orang
yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau
ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya untuk
menekuni suatu cabang seni tertentu karena mencintainya.
c. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal Values)
Nilai yang diperoleh melalui penerimaan dengan penuh
ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang
tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tidak dapat
disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian. Penerimaan
tersebut dapat berupa sikap yang diambil dalam menghadapi keadaan
tersebut. Apabila, menghadapi keadaan yang tidak mungkin diubah
atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat dikembangkan.
Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabah terhadap hal-hal tragis
yang tidak mungkin dielakkan lagi dianggap mampu mengubah
pandangan seorang individu dari yang semula diwarnai penderitaan
menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah
penderitaan itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
Dari pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa makna
hidup dapat diraih dengan beberapa cara yaitu, nilai kreatif, nilai
penghayatan, dan nilai bersikap.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa individu
yang telah memaknai hidupnya memiliki kebebasan untuk berkehendak
terhadap segala kondisi yang terjadi padanya. Selain itu, individu tersebut
juga memiliki hasrat atau keinginan untuk bermanfaat bagi dirinya sendiri
dan orang lain, sehingga membangkitkan tujuan untuk hidup di dunia,
serta individu tersebut mampu menemukan arti kehidupan di segala
kondisi termasuk dalam penderitaan yang paling menyedihkan.
E. Dinamika Makna Hidup pada Guru SLB
Pemaparan di atas menunjukan bahwa pekerjaan menjadi guru SLB
merupakan pekerjaan yang berat dan tak mudah, namun tak menghasilkan
banyak keuntungan. Banyak masyarakat luas yang menganggap bahwa
kekurangan tenaga pengajar di SLB merupakan sebuah perkara lumrah karena
banyak individu yang enggan untuk menjadikan pekerjaan tersebut sebagai
suatu pilihan. Hal ini membuat jumlah guru SLB yang mengajar menjadi
semakin tak seimbang dari tahun ke tahun. Penghargaan dari pemerintah untuk
para guru yang mengajar pun kurang sesuai dengan pekerjaan yang dijalani
oleh para guru, padahal menjadi seorang guru SLB dan mengajari ABK
memerlukan keikhlasan yang luar biasa. Frankl (1992) mengatakan bahwa
dalam kondisi yang paling menderita pun, seorang manusia tetap dapat
menemukan makna hidupnya, guru SLB pun demikian. Semua permasalahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
yang dihadapi oleh para guru, bukan hanya dari sisi sulitnya mengajari ABK,
namun juga dari sisi situasi lingkungan yang menekan naluri untuk berhenti
mengabdi di SLB, guru SLB tetap menerima hal tersebut, optimis, serta
berjuang untuk tetap mengajari ABK yang membutuhkan.
Kondisi kehidupan yang didominasi oleh permasalahan dan kesulitan
membuat seorang guru SLB tak mudah untuk menemukan arti atau makna
dalam kehidupannya, serta membagikannya kepada orang lain. Guru SLB
harus mampu menggali penderitaan dan menemukan hikmah atas semua
permasalahan tersebut. Ketika guru SLB telah berhasil menemukan hikmah
atas permasalahan yang terjadi pada dirinya, maka akan muncul kebahagiaan,
ketabahan serta kehidupan yang berarti kala mengajari ABK. Hal tersebut
lantas membuat guru SLB mampu bersemangat dan tetap merasakan gairah
dalam kehidupannya, sehingga pilihannya untuk mengabdi pada SLB dianggap
sebagai sebuah perjuangan yang berarti bagi dirinya.
Frankl (1992) menjelaskan mengenai tiga cara untuk menemukan
makna hidup yaitu, nilai kreatif untuk berkarya, mencipta, dan bekerja sebaik-
baiknya sesuai dengan tanggung jawab pribadi, sehingga pekerjaan tersebut
dirasa berarti. Kedua, nilai penghayatan melalui agama, keyakinan, cinta kasih
yang dirasakan dari diri sendiri maupun orang lain, sehingga muncul arti untuk
diri sendiri dan orang lain. Ketiga, nilai bersikap saat menghadapi persoalan,
penderitaan, dan kesedihan yang tak dapat dielakkan lagi, seseorang tetap harus
mampu bertindak positif pada semua perasaan negatif yang dirasakan. Ketika
tiga cara tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berkembang dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
baik, maka kehidupan yang bermakna pun akan dirasakan. Begitu pula dengan
guru SLB yang tampak selalu bahagia dibalik kesulitannya menghadapi
kendala di SLB.
Frankl (1992) juga menambahkan saat individu tersebut benar-benar
mampu berkehendak secara bebas terhadap dirinya, memiliki hasrat untuk
bermanfaat, serta merasakan kehidupan yang penuh arti, maka individu
tersebut dapat dikatakan telah memaknai hidupnya, seperti yang dilakukan oleh
guru SLB saat bebas untuk memilih apakah dirinya tetap ingin bertahan
mengajar ABK atau memilih pergi meninggalkan SLB dan mencari makna dan
tujuan hidupnya melalui pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Akan tetapi,
ternyata tetap ada guru yang memilih untuk tinggal, mengabdi, dan mengajar
ABK di SLB, entah dengan alasan apa. Ketika seorang guru SLB tetap
bergairah mengajari ABK dengan tabah dan bahagia, sehingga muncul tujuan
hidup yang jelas serta perasaan mencintai dan dicintai oleh ABK, meskipun
begitu banyak tekanan dari lingkungan atau diri sendiri yang membuat mereka
lelah, namun mereka enggan menyerah dan tak ada alasan untuk berhenti. Kala
perasaan bahwa hidup bermakna dan penuh arti itu ada, sehingga guru SLB
mampu menghadapi permasalahannya dengan senyuman dan semangat untuk
tetap mengabdi di SLB tanpa memikirkan nestapa yang dihadapi. Ketiga hal
tersebut membangun sebuah keyakinan yang kuat dalam diri para guru SLB,
sehingga enggan mengalah kepada situasi yang tak mendukung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
Sebuah perjuangan yang tampak memilukan, namun dipandang
berharga dan bermakna bagi guru SLB. Frankl (1992) pernah menyampaikan
bahwa
“Ketika kita tidak lagi mampu mengubah situasi, kita
ditantang untuk mengubah diri kita sendiri."
Hal tersebut tampak pada kehidupan guru SLB. Seperti yang diketahui bahwa
menjadi seorang guru SLB sangat berat, namun ketika situasi tak dapat diubah
menjadi lebih mudah, maka mereka memilih untuk menikmati dan merasakan
makna kehidupan dalam kesulitan tersebut, sehingga para guru tetap terlihat
merasa bahagia, meskipun menghadapi segala permasalahan dan tekanan.
Selain itu, guru SLB tetap memilih untuk bertahan dan mengabdi dengan ikhlas
karena merasa bahwa semua yang dilalui merupakan sebuah perjuangan yang
berarti.
F. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: bagaimanakah gambaran makna
hidup guru SLB?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
Gambar 1. Skema Alur Berpikir Penelitian Makna Hidup Guru SLB
Tingkat stres dan burnout yang
tinggi
Menjalankan tiga nilai untuk
menemukan makna:
Nilai kreatif
Nilai penghayatan
Nilai bersikap
Permasalahan sebagai guru SLB
Memilih bertahan di SLB dan
mengabdi dengan ikhlas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Strategi Penelitian
Dalam upaya mengungkap dan menggambarkan makna hidup guru
SLB secara jelas, maka dibutuhkan strategi penelitian yang bersifat mendalam
mengenai permasalahan yang akan diteliti. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan jenis penelitian kualitatif. Willig (2013) mengatakan bahwa
kualitatif merupakan metode yang berpusat di sekitar makna dari kualitas
tekstur pengalaman seorang individu. Selain itu, Poerwandari (2007)
menjelaskan bahwa metode kualitatif berfungsi untuk mendapatkan
pemahaman yang mendalam dan khusus atas suatu fenomena, serta untuk dapat
memahami manusia dalam segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif.
Oleh karena itu, Geertz (dalam Smith, 2013) menuturkan bahwa sejumlah
besar riset kualitatif bertujuan untuk menyajikan penuturan yang subur dan
terperinci karena data penelitian yang didapatkan dari pengalaman hidup
informan akan dikumpulkan dan dianalisis, sehingga muncul makna-makna
sebagai temuan baru dari penelitian kualitatif.
Desain analisis dalam penelitian ini adalah tematik teoretik. Braun dan
Clarke (2006) mengatakan bahwa teknik analisis data tematik teoretik
merupakan cara peneliti untuk merumuskan tema-tema yang bersifat permisif
atau terbuka, namun tetap fokus pada fitur tertentu dalam pengkodean data dan
tak terlepas dari pandangan teori, sehingga fenomena dapat dilihat dengan
terstuktur. Penjelasan-penjelasan tersebut menyebabkan penelitian kualitatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
dengan desain analisis tematik dianggap sesuai untuk mengungkap tujuan
penelitian ini.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada gambaran makna hidup guru SLB yang
meliputi proses penemuan dan pemenuhan makna tersebut dengan cara
menganalisis data yang didapatkan dari pengalaman sehari-hari informan
secara mendalam.
C. Informan penelitian
Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive
sampling. Sugiyono (2007) menjelaskan bahwa purposive sampling
merupakan teknik pemilihan informan dengan pertimbangan tertentu oleh
pihak peneliti, yaitu informan dipilih berdasarkan kriteria atau ciri-ciri yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Pengertian tersebut didukung oleh penjelasan
dari Willig (2013) yang mengatakan bahwa purposive sampling merupakan
teknik memilih informan dengan kriteria dan relevansi yang sesuai terhadap
pertanyaan penelitian. Hal ini bertujuan agar data yang didapatkan dari
pengalaman lebih mendalam, sehingga informan dapat dengan sungguh-
sungguh mewakili aspek yang ingin diteliti. Dalam penelitian ini, yang menjadi
informan penelitian memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Informan merupakan guru yang mengajar ABK dengan gangguan
tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita karena guru yang menghadapi ABK
tersebut memerlukan metode belajar yang unik dan SLB yang menangani
ABK dengan ketiga gangguan tersebut juga cukup mudah ditemui.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
b. Informan didapatkan melalui keterangan orang yang berwenang, yaitu
kepala sekolah di SLB dan telah bekerja di SLB dalam kurun waktu
minimal 10 tahun atau lebih agar informan dapat menggambarkan secara
jelas makna hidup yang dirasakannya.
c. Informan bersedia mengikuti Meaning in Life Questionnaire, serta berhasil
mendapatkan skor, sama dengan atau di atas 24 pada aspek kehadiran
makna hidup, sehingga dapat dikategorikan memiliki kehadiran makna
hidup yang baik oleh Steger (Steger, Frazier, Oishi, & Kaler, 2006), serta
informasi yang diteliti dapat lebih mendalam.
d. Tempat mengajar merupakan SLB yang berada di Yogyakarta karena
jumlah SLB yang aktif cukup banyak.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
metode wawancara dan kuesioner. Moleong (2006) mengartikan wawancara
sebagai percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu oleh kedua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) dan
terwawancara (interviewee). Metode wawancara yang digunakan pada
penelitian ini ialah wawancara semi-terstruktur, di mana peneliti menyiapkan
beberapa pertanyaan pokok yang akan ditanyakan kepada informan untuk
menggali pengalaman informan mengenai kondisi kehidupannya di SLB
(lampiran halaman 177). Akan tetapi, tak menutup kemungkinan peneliti dapat
melakukan pertanyaan di luar daftar pertanyaan yang telah dibuat untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
menggali lebih dalam lagi informasi yang ingin didapat (probing) (Sugiyono,
2007).
Selain itu, peneliti juga menggunakan kuesioner sebagai alat penentuan
informan dan pengumpulan data. Sutopo (2006) menuturkan bahwa angket
atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak
langsung, di mana instrumen atau alat pengumpulan datanya berisi sejumlah
pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh informan.
Penelitian ini menggunakan kuesioner Meaning in Life Questionnaire milik
Steger yang berisi 10 butir pernyataan dan telah diadaptasi atau diterjemahkan
oleh peneliti dalam bahasa Indonesia (lampiran halaman 174). Hal tersebut
dilakukan peneliti untuk memastikan bahwa informan penelitian benar-benar
telah sesuai dengan tujuan penelitian.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini, diawali dengan
penetapan kriteria informan yang akan berpartisipasi, serta menyiapkan
kuesioner penilaian diri untuk melihat sejauh mana informan berhasil
memaknai hidupnya. Selanjutnya, peneliti mencari dan menetapkan informan
yang terlibat dalam penelitian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan
harus mendapatkan rekomendasi dari pihak berwenang, di mana yang
berwenang di SLB adalah kepala sekolah. Setelah itu, peneliti berusaha untuk
membangun rapport dengan informan, sekaligus memberikan kuesioner MLQ
serta menandatangani informed consent dan memberikan penjelasan singkat
mengenai gambaran penelitian yang akan dilakukan agar informan mengetahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
dan memahami dengan baik hal apa saja yang akan dilakukan selama penelitian
berlangsung. Informed consent tersebut berisikan penjelasan mengenai hak-
hak informan, gambaran kemungkinan adanya akibat psikologis yang
diperoleh selama proses penelitian berlangsung, kerahasiaan data diri
informan, maupun segala tanggung jawab peneliti atas informasi yang
disampaikan oleh informan akan terjaga dengan baik, sehingga informan
diharapkan dapat mengungkapkan dengan terbuka mengenai semua
pengalaman dan proses hidup yang dialami kepada peneliti.
F. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data tematik teoretik dengan
tingkatan semantik. Boyatzis (dalam Braun & Clarke, 2006) menjelaskan
bahwa tematik teoretik tingkatan semantik berarti mengidentifikasi tema dalam
arti eksplisit atau permukaan data dan analis tidak mencari apa pun melampaui
apa yang dikatakan peserta atau apa yang telah ditulis. Idealnya, proses analitik
melibatkan perkembangan dari deskripsi, di mana data hanya disusun untuk
menunjukkan pola konten semantik, diringkas untuk interpretasi, dan upaya
berteori akan pentingnya pola dan makna untuk implikasi yang lebih luas
(Braun & Clarke, 2006). Ely, Vinz, Downing, dan Anzul (dalam Braun &
Clarke, 2006) menjelaskan bahwa ada enam langkah yang perlu dilakukan
dalam proses analisis data tematik, yakni:
a. Mengakrabkan diri dengan data (familiarising yourself with your data)
Tahap pertama analisis dimulai dengan membaca dan membaca
ulang transkrip yang telah dibuat. Dengan “berendam” dalam data dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
terus membaca kembali, peneliti akan lebih mendalami diri dalam data asli
dan menjadikan informan sebagai fokus dari analisis. Proses ini juga
dimaksudkan untuk mencari arti, pola dan sebagainya dalam data yang
telah dikumpulkan. Sangat ideal untuk membaca seluruh data setidaknya
setiap kali sebelum memulai pengkodean, karena ide-ide, atau identifikasi
pola mungkin akan terbentuk saat membaca.
b. Membuat kode-kode (generating initial codes)
Tahap kedua dimulai ketika peneliti telah familiar dengan datanya,
sehingga dapat memberi kode tentang hal yang bermakna dalam transkrip.
Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan seperangkat
kode-kode inisial yang menarik, komprehensif, dan mendetail mengenai
data. Hal ini membantu peneliti untuk mengidentifikasi secara spesifik apa
yang informan katakan, kemudian memahami, dan berpikir tentang suatu
isu. Akan tetapi, kode-kode ini berbeda dengan tema-tema yang nantinya
akan peneliti buat. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat
kode, salah satunya dengan membuat catatan atau tanda-tanda pada data
yang berpotensi penting.
c. Mencari tema (searching for themes)
Tahap ketiga, analisis dilakukan dengan mengeksplorasi dan
mengumpulkan kode-kode yang telah dibuat sebelumnya untuk melihat
tema apa saja yang muncul. Dalam aktivitas analisis tema ini, Peneliti
mulai menganalisis kode-kode dan mempertimbangkan bagaimana kode
yang berbeda dapat bergabung untuk membentuk tema secara menyeluruh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
Pada fase ini akan sangat membantu, bila peneliti menggunakan
representasi visual untuk membantu mengurutkan dan menerangkan
berbagai kode ke dalam tema. Akhiri tahap ini dengan mengumpulkan
kandidat tema dan sub-tema yang telah dibuat.
d. Mengecek kembali tema yang dibuat (reviewing themes)
Tahap keempat dapat dimulai ketika peneliti telah memiliki kandidat
tema dan sub-tema yang telah dirancang sebelumnya. Kandidat-kandidat
tema akan dipilah dan semakin menjelaskan bahwa tidak semua tema akan
dapat digunakan. Tema-tema lain yang dapat digunakan, mungkin dapat
dipecah lagi menjadi tema baru yang berbeda. Proses ini dilakukan agar
data dalam tema dapat menyatu bersama secara bermakna, sehingga
muncul perbedaan yang jelas dan peneliti dapat mengidentifikasikan setiap
tema secara kronologis.
e. Mendefinisikan tema (defining and naming themes)
Pada tahap ini, setelah peneliti mendapatkan tema-tema yang
muncul dari transkrip informan dan diidentifikasi kembali secara
kronologis, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengembangan,
pemetaan, dan bagaimana hubungan setiap tema dapat dijelaskan secara
rinci dan jelas. Dalam melakukan analisis ini, tema yang telah didapatkan
akan didefinisikan dan disempurnakan lebih lanjut. Maksud dari tujuan
pendefinisian dan penyempurnaan tema adalah agar “esensi” dari tema
dapat menjelaskan aspek data yang diteliti, serta memudahkan peneliti
melakukan proses selanjutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
f. Melaporkan hasil (producing the report)
Tahap ini merupakan tahap terakhir, di mana tema-tema sudah dapat
menjelaskan aspek data yang diteliti secara rinci. Tema-tema yang telah
disempurnakan akan dilaporkan dalam bentuk tulisan sebagai hasil
penelitian. Peneliti harus mampu meyakinkan pembaca bahwa hubungan
tema-tema yang muncul dapat dibuktikan, sekaligus mengilustrasikan
hasil data penelitian.
G. Saturasi Data
O’Reilly, Parker, dan Walker (dalam Fusch & Ness, 2015) menjelaskan
bahwa penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian yang merefleksikan
sebuah pengalaman dan saturasi data dimaksudkan untuk melihat sejauh mana
data yang diperoleh dari pengalaman tersebut telah mencapai titik jenuh.
Dengan kata lain, bila peneliti terus berusaha mendapatkan data baru dari
pengalaman-pengalaman informan, hasil yang didapatkan cenderung
menunjukkan pengulangan atas data yang telah diperoleh sebelumnya (Grady,
dalam Fusch & Ness, 2015). Jumlah informan dalam penelitian ini sebanyak
tiga orang. Hal ini didasarkan pada keterbatasan finansial, waktu, dan
kemampuan peneliti. Akan tetapi, menurut Morse, Lowery, dan Steury (dalam
Fusch & Ness, 2015) saturasi tidak selalu mengandalkan jumlah informan
sebagai acuan dasar.
Saturasi dalam penelitian kualititatif dapat dilihat dari segi kepadatan
(thick) dan kekayaan (rich) data. Fusch dan Ness (2015) mengatakan cara
termudah untuk membedakan antara data yang kaya dan tebal adalah dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
memikirkan kualitas yang kaya dan tebal sebagai kuantitas. Hal ini diperkuat
dengan penjelasan Burmeister dan Aitken (dalam Fusch & Ness, 2015) bahwa
saturasi data bukan tentang angka atau jumlah banyaknya data atau informan,
namun dari kedalaman data yang diperoleh. Berdasarkan kategori tersebut,
saturasi dalam penelitian ini menyandarkan diri pada kedalaman data yang
diperoleh dari setiap informan.
H. Refleksi Peneliti
Lyons dan Coyle (2016) menjelaskan bahwa refleksi merupakan salah
satu kunci dari penelitian kualitatif karena refleksi membuat peneliti menjadi
transparan dalam memandang penelitian yang dibangunnya. Selain itu, sebuah
penelitian kualitatif harus memiliki kredibilitas yang baik agar dapat terpecaya.
Salah satu cara menjaga kredibilitas adalah dengan menyadari apa yang
menjadi kekurangan penelitian. Oleh karena itu, penelitian ini juga dibuat
demikian, peneliti ingin melakukan refleksi diri agar tak terjadi bias dan
kekurangan dalam penelitian ini dapat menjadi tolak ukur untuk peneliti
selanjutnya.
Peneliti selama ini masih menganggap bahwa makna hidup
merupakan suatu hal yang sangat rumit dan luas, sehingga butuh sebuah teori
yang sangat kuat untuk mengukurnya, atau kalau tidak, maka makna tersebut
tak akan dapat diukur. Peneliti menganggap bahwa teori mengandung suatu
peran yang sangat sangat penting dalam penelitian mengenai makna hidup,
sehingga peneliti selalu berpusat pada teori. Peneliti menganggap bahwa guru
SLB memiliki hidup yang sangat negatif, menyedihkan, dan menderita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
Anggapan ini muncul karena peneliti melihat masalah yang dialami oleh guru
SLB dari sudut pandang teori, sehingga semua hal terkesan buruk dan mereka
sebagai guru pun akan memiliki hidup yang menderita. Selain itu, referensi
yang dibaca peneliti juga masih sedikit, sehingga peneliti kurang memiliki
sudut pandang yang netral. Anggapan-anggapan tersebut tak jarang membuat
peneliti menghakimi dan mencemooh pekerjaan guru SLB sebagai sesuatu
yang membawa kesulitan dalam hidup.
Setelah peneliti melakukan refleksi diri, peneliti berpikir bahwa
sebenarnya kehidupan itu bukan mengenai sulit atau tidaknya, namun
bagaimana kita menyikapinya. Selain itu, kehidupan seseorang juga tak
terlepas dari adanya sebuah masalah dan peristiwa yang buruk. Hal tersebut
juga berlaku bagi para guru SLB, sehingga peneliti berpikir bahwa pekerjaan
sebagai guru SLB, bukan sebuah pekerjaan yang mudah, namun para guru tetap
memilih untuk bahagia menjalaninya. Pekerjaan sebagai guru SLB serta anak
berkebutuhan khusus di dalamnya memiliki peran penting dalam kehidupan
dan berhak untuk diperlakukan sama dengan orang lain dan tak pantas untuk
direndahkan atau dicemooh. Hal yang terpenting adalah bagaimana mereka
menjalani hidupnya, selama masih ada pengharapan dalam hidup para guru,
maka bentuk pekerjaan, sakit, kekurangan, atau apapun yang membuat
penderitaan dapat dilihat positif.
Saat peneliti melakukan penelitian ini, peneliti berusaha
menghilangkan semua anggapan yang ada di dalam diri peneliti, yakni
anggapan mengenai pekerjaan guru SLB yang dilihat menyedihkan karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
makna hidup juga dapat diambil dari kebahagian, tergantung setiap orang
memaknainya. Peneliti berusaha untuk mendengarkan pengalaman informan
tanpa menghakimi apa yang dialami oleh informan agar meminimalisir bias
yang muncul dalam penelitian ini.
I. Kredibilitas Data
Data yang telah dikumpulkan dan dianalisis harus memiliki kebenaran
agar tidak mengalami suatu perdebatan, sehingga diperlukan adanya teknik
pemeriksaan keabsahan atau kebenaran data tersebut. Hal ini dilakukan agar
data tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara jelas. Pelaksanaan teknik
pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
member checking. Member checking adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data dengan memberikan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis kepada
orang-orang yang memberikan data, kemudian memberikan pandangan dan
reaksi dari data yang telah diorganisasikan tersebut (Prastowo, 2014).
Member Checking bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang
diperoleh sesuai dengan yang diberikan oleh pemberi data. Jika, data yang
ditemukan dan dianalisis telah disepakati oleh pemberi data, maka data tersebut
dapat dikatakan valid dan kredibel (dapat dipercaya) (Prastowo, 2014). Akan
tetapi sebaliknya, bila pemberi data tidak menyepakatinya, maka akan
dilakukan diskusi mengenai temuan data tersebut agar dapat menyesuaikan
dengan apa yang diberikan pemberi data dan menyepekati bersama melalui
tanda tangan agar lebih autentik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan dan perizinan
Informan dalam penelitian ini adalah beberapa guru SLB yang
dipilih menggunakan sistem purposive sampling dengan kriteria homogen.
Purposive sampling dengan kriteria homogen merupakan salah satu jenis
penentuan informan dengan tujuan melihat kesamaan pengalaman
informan agar dapat menggali sedalam-dalamnya pengalaman tersebut
dan menemukan sebuah gambaran yang jelas dari fenomena yang ingin
diteliti (dalam Guest, Namey, & Mitchell, 2012). Setelah peneliti
menetapkan kriteria, hal yang dilakukan selanjutnya adalah mencari
informan dengan kriteria yang sesuai melalui orangtua, teman, dan media
sosial.
Peneliti segera mengunjungi SLB ketika telah mendapatkan
informasi mengenai keberadaan guru yang sesuai dengan kriteria
penelitian. Peneliti, kemudian melakukan dua hal untuk memastikan
bahwa informan memang telah sesuai dengan yang dicari, yaitu:
a. Melakukan konfirmasi kepada pihak berwenang (Prastowo, 2014)
Cara ini dilakukan dengan bertemu pihak yang berwenang di
SLB saat itu, yakni kepala sekolah. Peneliti menjelaskan maksud dan
tujuan terlebih dahulu kepada kepala sekolah SLB, lalu memberikan
beberapa penjelasan mengenai kriteria yang dibutuhkan. Kemudian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
kepala sekolah akan memilihkan guru yang selaras dengan kriteria
yang telah peneliti sebutkan.
b. Memberikan kuesioner (Guest, Namey, & Mitchell, 2012).
Setelah kepala sekolah memberikan rekomendasi kepada
peneliti mengenai guru yang sesuai, peneliti harus tetap memastikan
bahwa guru yang direkomendasi telah memaknai hidupnya dengan
memberikan kuesioner agar sesuai dengan maksud penelitian. Peneliti
memberikan kuesioner Meaning in Life Questionnaire (Steger,
Frazier, Oishi, & Kaler, 2006). Kuesioner tersebut berisi sepuluh
pertanyaan mengenai, kategori masih mencari dan mengeksplorasi
makna hidup dan kategori telah merasakan kehadiran makna hidup.
Skoring dalam kuesioner tak pula terlalu sulit, ketika informan
mencapai skor 24 ke atas pada kategori kehadiran makna hidup, maka
informan dapat dikatakan telah merasakan makna hidupnya dan
informan inilah yang akan diambil oleh peneliti untuk diwawancarai.
Setelah melakukan skoring dan pengecekan, peneliti akan
menemui informan yang sesuai untuk membicarakan jadwal pertemuan
wawancara, proses wawancara, serta mengisi informed consent. Peneliti
mengawali proses wawancara dengan melakukan rapport sambil
menjelaskan tujuan dilakukannya wawancara tersebut dan meminta izin
informan untuk merekam pembicaraan selama proses wawancara
berlangsung menggunakan alat perekam. Peneliti juga menjelaskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
mengenai pemeriksaan hasil wawancara pertama untuk menentukan
perlunya probing.
Selama wawancara, peneliti menggunakan teknik wawancara
semi-terstuktur agar memberikan kebebasan bagi peneliti untuk
menentukan alur wawancara yang nyaman dan terbuka, sehingga informan
juga mampu mengeluarkan pengalaman yang dimilikinya. Selama proses
wawancara berlangsung, terkadang informan merasa sedih karena
mengingat rasa prihatinnya terhadap ABK yang diajar, maka perlu adanya
sedikit waktu jeda untuk mengembalikan ketenangan dan konsentrasi
informan pada pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Setelah selesai,
hasil rekaman suara tersebut akan ditranskip oleh peneliti untuk
menghasilkan dokumentasi tertulis berupa verbatim dan menuju ke
langkah berikutnya yaitu analisis data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
2. Pelaksanaan penelitian
Pelaksaan wawancara dengan tiga informan dilakukan secara terpisah
sesuai dengan kesepakatan bersama. Berikut merupakan waktu dan tempat
pelaksanaan penelitian :
Tabel 1. Pelaksanaan penelitian
No. Keterangan Informan 1
(NR)
Informan 2
(IP)
Informan 3
(PN)
1. Pertemuan dengan kepala sekolah,
perkenalan
dengan guru SLB,
serta pengisian
kuesioner
Senin, 15
Januari
2018
08.45-
09.30
SLB
Rabu, 17
Januari 2018
10.00-11.00
SLB
Jumat, 19
Januari
2018
11.30-12.15
SLB
2. Penjelasan proses wawancara,
jadwal
wawancara, serta
pengisian
informed consent
Senin, 22
Januari
2018
09.00-10.00
SLB
Senin, 22
Januari
2018
10.00-10.30
SLB
Jumat, 22
Januari
2018
12.00-12.30
SLB
3. Wawancara Informan
Jumat, 26
Januari
2018 08.30-
10.00
SLB
Kamis, 1
Februari
2018
11.00-12.15
SLB
Selasa, 13
Februari
2018 12.00-
13.30
SLB
4. Probing Senin, 16 April 2018
09.00-10.00
SLB
Selasa, 13
Maret 2018
11.00-11.40
SLB
Kamis, 5
April 2018
13.30-14.30
SLB
Senin, 23
April 2018
11.00-12.10
SLB
5. Member Checking Senin, 30 April 2018
09.00-09.50
SLB
Selasa, 1
May 2018
09.00-09.45
SLB
Selasa, 1
May 2018
12.00-12.30
SLB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
B. Informan Penelitian
1. Demografi informan
Tabel 2. Data informan
No. Keterangan Informan 1 Informan 2 Informan 3
1. Inisial NR IP PN
2. Usia 35 tahun 46 tahun 45 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
4. Daerah Asal Yogyakarta Yogyakarta Magelang
5. Urutan
Kelahiran
Anak kedua
dari tiga
bersaudara
Anak
pertama
dari tiga
bersaudara
Anak
keempat dari
enam
bersaudara
6. Pendidikan
Terakhir Pascasarjana Sarjana Sarjana
7. Pekerjaan Guru SLB Guru SLB Guru SLB
8. Suku Jawa Jawa Jawa
9. Agama Islam Islam Katolik
10. Telah bekerja
selama 14 tahun 12 tahun 15 tahun
11. Pekerjaan
pasangan
Ibu rumah
tangga
Sudah
meninggal
12. Pekerjaan
Orangtua
Ayah :
Pensiunan
PNS
Ayah :
Pensiunan
PNS
Ayah :
Sudah Tidak
bekerja
Ibu :
Pensiunan
PNS
Ibu :
Pedagang
Beras
Ibu :
Sudah tidak
bekerja
13. Jumlah anak 3 orang 2 orang 1 orang
14. Usia anak
Anak
pertama :
10 tahun
Anak
pertama :
17 tahun
12 tahun
Anak kedua
:
3 tahun
Anak kedua
: 15 tahun
Anak ketiga
:
1,5 tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
2. Latar belakang informan
a. Informan 1 (NR)
NR bekerja sebagai pengajar di salah satu sekolah luar biasa
daerah Yogyakarta dengan status pegawai negeri sipil. NR lahir di
Yogyakarta dan saat ini telah berusia 35 tahun. NR adalah anak kedua
dari tiga bersaudara. Ayah dan Ibu NR merupakan pensiunan PNS.
NR telah memiliki suami dan tiga orang anak, dua anak masih duduk
di bangku SD dan anak yang ketiga belum sekolah. Pekerjaan Suami
NR sebagai wiraswasta.
Sebelum NR menjadi pengajar di SLB saat ini, NR sudah
pernah bekerja sebagai pengajar ABK secara wiyata bakti di salah satu
SLB daerah Yogyakarta selama lima tahun, kemudian pada tahun
2008 dirinya berpindah karena mendapat kesempatan untuk menjadi
seorang pegawai negeri sipil. NR telah mengajar di SLB saat ini
selama sepuluh tahun. Selain mengajar di SLB, NR hanya menjadi ibu
rumah tangga bagi keluarganya. NR memiliki latar belakang
pendidikan sebagai sarjana S1 pendidikan luar biasa dan pascasarjana
magister jurusan manajemen, sehingga NR telah mendapat
pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus. NR juga
mendapatkan pelatihan khusus setelah satu tahun bekerja sebagai
pengajar di SLB. Pelatihan tersebut berupa tambahan mengenai anak
berkebutuhan khusus dan penerapan ilmu seni musik dalam mengajar
anak berkebutuhan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
NR tidak memiliki keluarga yang mengalami gangguan
ketunaan, namun NR memiliki orangtua yang salah satunya
merupakan pensiunan PNS guru SLB. NR mengaku bahwa sejak kecil
dirinya sering mengikuti orangtuanya ke SLB, sehingga NR merasa
tak asing dengan suasana SLB. NR menganggap bahwa anak-anak di
SLB adalah anak yang menyenangkan dan sama dengan anak normal
pada umumnya. NR juga mengatakan bahwa dirinya sangat dekat
dengan anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dan sering bertukar
cerita. NR mengaku bahwa kedekatan dengan suasana SLB sejak kecil
membuatnya merasa mengenal anak berkebutuhan khusus dan tertarik
dengan mereka.
b. Informan 2 (IP)
IP bekerja sebagai pengajar di salah satu sekolah luar biasa
daerah Yogyakarta dengan status pegawai negeri sipil. IP lahir di
Yogyakarta dan saat ini telah berusia 46 tahun. IP adalah anak pertama
dari tiga bersaudara. Ayah IP merupakan pensiunan PNS, sedangkan
Ibunya adalah pedagang beras. Saudara IP yang pertama bekerja
sebagai karyawan RS PKU Muhammadiyah dan saudara IP yang
kedua sebagai wiraswasta percetakan. IP telah memiliki istri dan dua
orang anak yang masih duduk di bangku SD. Istri IP bekerja sebagai
ibu rumah tangga biasa.
Sebelum IP menjadi pengajar di SLB, IP pernah bekerja di
salah satu dinas kesehatan daerah Yogyakarta sebagai ahli gizi selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
sebelas tahun, kemudian pada tahun 2006 dirinya berpindah karena
mendapat kesempatan untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil. IP
telah mengajar di SLB selama dua belas tahun. Selain mengajar di
SLB, IP juga menjadi guru mengaji bagi anak-anak di sekitar
rumahnya. IP memiliki latar belakang pendidikan sebagai sarjana S1
pendidikan bidang bimbingan konseling, namun dirinya belum pernah
mendapatkan pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus. IP
mendapatkan pelatihan khusus setelah satu tahun bekerja sebagai
pengajar di SLB. Pelatihan tersebut berupa dasar-dasar mengajar anak
berkebutuhan khusus dan penerapan ilmu seni musik dalam mengajar
anak berkebutuhan khusus.
IP memiliki salah satu saudara sepupu yang mengalami
kondisi tunarungu. IP sering bergaul dengannya karena jarak rumah
mereka tidak terlalu jauh. IP menganggap bahwa saudaranya adalah
orang yang menyenangkan dan sama dengan manusia normal pada
umumnya. Ketika kecil, IP mengaku sangat dekat dengan saudaranya,
sehingga sering bertukar cerita. Akan tetapi, saat ini saudaranya
pindah ke tempat yang lebih jauh, sehingga IP jarang bertemu
denganya. IP mengaku bahwa kedekatan dengan saudaranya membuat
dirinya merasa mengenal anak berkebutuhan khusus dan tertarik
dengan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
c. Informan 3 (PN)
PN bekerja sebagai pengajar di salah satu sekolah luar biasa
swasta daerah Yogyakarta. PN lahir di Magelang dan saat ini telah
berusia 45 tahun. PN adalah anak keempat dari enam bersaudara.
Ayah dan Ibu PN sudah tidak lagi bekerja, namun mereka pernah
menjadi pengajar di sekolah dasar dengan anak-anak normal. Saudara
PN yang pertama dan kedua bekerja sebagai guru di sekolah formal
dengan daerah yang berbeda. Saudara PN yang ketiga telah menjadi
romo di salah satu paroki. Saudara PN yang kelima bekerja di salah
satu RS daerah Yogyakarta, sedangkan saudara PN yang keenam telah
meninggal dunia. Suami PN juga sudah meninggal dunia, namun PN
dikaruniai satu orang anak yang masih duduk di bangku SD.
Sebelum PN menjadi pengajar di SLB, PN sempat bekerja
sebagai pengajar di salah satu PAUD daerah Semarang. Kemudian,
setelah tiga tahun bekerja PN berpindah karena mendapat cerita
bahwa salah satu SLB membutuhkan bantuan untuk menjadi pengajar
anak berkebutuhan khusus. PN telah mengajar di SLB selama lima
belas tahun. Selain mengajar di SLB, PN hanya menjadi seorang ibu
sekaligus ayah bagi anaknya. PN memiliki latar belakang pendidikan
sebagai sarjana S1 pendidikan di UPY, namun dirinya belum pernah
mendapatkan pengetahuan mengenai anak berkebutuhan khusus. PN
mendapatkan pelatihan khusus dan seminar saat telah bekerja sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
44
pengajar di SLB. Pelatihan tersebut berupa keterampilan dalam
mengajari anak berkebutuhan khusus.
PN mengaku bahwa dirinya merasa tertarik dengan ABK
karena sebelum bekerja di PAUD, PN sudah mengenal beberapa anak
dari SLB. PN mengaku sering bertemu dengan anak-anak tersebut. PN
menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang jujur
dan apa adanya, selain itu anak berkebutuhan khusus juga sama
dengan anak normal pada umumnya, sehingga harusnya bisa dibantu
dan diajari dengan baik. Meskipun, PN tidak memiliki latar belakang
keluarga atau pendidikan sebagai guru SLB, PN mengaku bahwa
dirinya memiliki ketertarikan hati untuk mengajari anak-anak tersebut
karena kejujuran mereka yang membuat PN kagum.
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, peneliti memperoleh
data dari setiap informan. Data yang diperoleh lantas dianalisis oleh peneliti
melalui tiga tahapan yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya untuk
menemukan tema yang akan dibahas. Tema-tema tersebut, kemudian
digambarkan melalui narasi dari pengalaman setiap informan. Gambaran dari
tema-tema yang muncul akan menjelaskan bagaimana perjalanan kehidupan
informan dalam memaknai hidupnya.
Sebelum membahas mengenai tema yang muncul, peneliti akan
memaparkan beberapa subtema terlebih dahulu. Subtema akan diintegrasikan
dan menggiring peneliti untuk menjelaskan tema besar yang menjadi temuan
penelitian. Subtema yang muncul dari para informan juga berbeda satu sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
45
lain karena pengalaman dan penilaian informan terhadap hidupnya tak selalu
sama. Berikut ialah pemaparan secara naratif subtema dari setiap informan.
1. Informan 1 (NR)
a. Berniat mengikuti teladan Ibu sebagai pengajar SLB
NR telah menjalani kehidupan sebagai guru SLB selama 15
tahun, di mana dirinya sempat bekerja sebagai guru tanpa bayaran
hingga akhirnya menjadi seorang PNS di SLB saat ini. NR memilih
menjadi seorang guru SLB bukan tanpa alasan, tetapi karena NR telah
memiliki keinginan tersendiri dalam hatinya yaitu, mengikuti teladan
Ibu yang merupakan seorang pengajar di SLB. NR mulai memiliki
keinginan tersebut sejak kecil. Kala itu, NR senang mengikuti Ibunya
ke SLB serta memerhatikan Ibunya saat mengajar anak-anak
berkebutuhan khusus. NR merasa kagum pada sosok Ibunya yang
jarang mengeluh saat mengajari anak-anak tersebut. NR menganggap
bahwa pengalaman yang dialami saat mengikuti Ibunya merupakan
pengalaman yang menarik dan membuatnya terinspirasi.
b. Rasa prihatin dan terikat secara emosi dengan ABK dan SLB
Saat menyadari bahwa dirinya terinspirasi oleh sosok Ibunya,
NR memilih untuk mengambil pendidikan di bidang anak
berkebutuhan khusus. NR merasa bidang tersebut sangat sesuai
dengan dirinya, karena menuntun NR untuk dekat dengan
keinginannya. Selain itu, ada perasaan lain yang NR rasakan yaitu,
kepr