pkp
DESCRIPTION
pkpTRANSCRIPT
TUGAS PKP
Politik Dalam Pelayanan Kesehatan (Keperawatan)
Oleh :
1. Ardiyansya
2. Rohmawati
3. Ayu rizky dwi R
4. Fitri handayani
5. Nike novita I
6. Lukman Efendi
7. Tanita Larasati
8. M. farikhin
9. Hanif Imam R
10. Tiyan Adi S
11. Coliq Nur H
a. Lalu hendri M
Kelas VIIB
Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinngi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lamongan
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas penyertaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kami telah
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “ Politik Dalam Pelayanan
Kesehatan (Keperawatan)”. Penyusunan makalah ini untuk tugas mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat, melalui makalah ini kami berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan. Metode yang kami ambil dalam penyusunan karya tulis
ini adalah berdasarkan data – data dari dari buku dan internet.
Kami menyadari makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan oleh
beberapa pihak, oleh karena itu kami ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak tersebut, antara lain :
1. Bapak Drs. H. Budi Utomo Amd. Kep, M,MKes, selaku ketua STIKES Muhammadiyah Lamongan.
2. Bapak Arifal Aris S.Kep, Ns, M.Mkes, selaku Kaprodi S-1 Keperawatan.
3. Ibu Hj. Siti Sholikha S.kep Ns Mmkes, selaku Dosen Penanggung Jawab mata kuliah Praktek Keperawatan Profesional
4. Ibu Faridah juanita S. Kep, Ns, selaku Dosen pembimbing mata kuliah Praktek Keperawatan Profesional
5. Teman-teman yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Karena itu,
kami sangat mengharapakan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi
segala kekurangan dan kesalahan dari makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Lamongan, 26 November 2012
Penulis
DAFATAR PUSTAKA
HALAMAN JUDUL..................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFATAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1.3 Tujuan Penulisan................................................................................1.4 Metode Penulisan...............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Thoraks..........................................................2.2 Pengertian Trauma Thoraks...............................................................2.3 Etiologi...............................................................................................2.4 Patofisiologi........................................................................................2.5 Manifestasi Klinis...............................................................................2.6 Kelainan Akibat Trauma Thoraks......................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
3.1 Gawat Darurat/Pertolongan pertama..................................................3.2 Tindakan Kolaboratif.........................................................................3.3 Konservatif.........................................................................................3.4 Invansif/Operatif................................................................................3.5 Diagnosa Keperawatan.......................................................................3.6 Rencana Asuhan Keperawatan...........................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.........................................................................................4.2 Saran ..................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang
Keperawatan bukan profesi yang statis dan tidak berubah tetapi profesi yang
secara terus-menerus berkembang dan terlibat dalam masyarakat yang berubah,
sehingga pemenuhan dan metode perawatan berubah, karena gaya hidup berubah.
Berbicara tentang keperawatan berarti berbicara tentang keperawatan pada satu
waktu tertentu, dan dalam hal ini, bab ini akan membicarakan tentang “Peran
Perawat di Bidang Politik”. Satu trend dalam pendidikan keperawatan adalah
berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan yang menerima pendidikan
keperawatan dasar di sekolah dan Universitas. Organisasi keperawatan professional
terus-menerus menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat dalam mendapatkan
dan memperluas peran baru. Trend praktik keperawatan meliputi berkembangnya
berbagai tempat praktik dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar.
Perawat secara terus-menerus meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai
anggota dari tim asuhan kesehatan. Peran perawat meningkat dengan meluasnya
focus asuhan keperawatan. Trend dalam keperawatan sebagai profesi meliputi
perkembangan aspek-sapek dari keperawatan yang mengkarakteristikkan
keperawatan sebagai profesi, meliputi pendidikan, teori, pelayanan, otonomi dan
kode etik. Aktivitas dari organisasi professional keperawatan menggambarkan
seluruh trend dalam pendidikan dan praktik keperawatan kontemporer.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kontroversi strategi pendidikan keperawatan di era
globalisasi?
2. Bagaimana strategi pelayanan keperawatan di era globalisasi ini?
3. Bagaimana sistem penataan praktek keperawatan di Indonesia?
4. Bagaimana etika politik perawat dalam merawat pasien?
5. Bagaimana peran perawat dalam bidang politik?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui kontroversi strategi pendidikan keperawatan di era globalisasi?
2. Mengetahui strategi pelayanan keperawatan di era globalisasi ini?
3. Mengetahui sistem penataan praktek keperawatan di Indonesia?
4. Mengetahui politik perawat dalam merawat pasien?
5. Mengetahui peran perawat dalam bidang politik?
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan mereview dari berbagai literatur, baik dari buku-buku keperawatan dan
internet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kontroversi Strategi Pendidikan Keperawatan Di Era Globalisasi
Profesionalisme
Keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan
yang telah terbentuk mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik
sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses
profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan,
dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi keperawatan,
profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk
mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalamsistem pelayanan
kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari
masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih
memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan
lingkungan social di Indonesia. Proses ini merupakan tantangan bagi perawat
Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik, berencana, berkelanjutan dan
tentunya memerlukan waktu yang lama.
Institusi pendidikan keperawatan sangat bertanggung jawab dan berperan
penting dalam rangka melahirkan generasi perawat yang berkwalitas dan
berdedikasi. Sejalan dengan berkembangnya institusi pendidikan keperawatan di
Indonesia semakin bertambah jumlahnya. Motivasi dari pendirian institusi
pendidikan keperawatanpun sangat bervariasi dari alasan “Bisnis” sampai
dengan “Sosial”. Dan yang kemudian menjadi pertanyaan dan keganjilan adalah
banyaknya pemilik dan pengelola institusi pendidikan keperawatan ini yang
sama sekali tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keperawatan baik
secara disiplin ilmu atau profesi. Ini menjadi penyebab rendahnya mutu lulusan
dari pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia dan tidak siap untuk
bersaing.
Salah satu tolok ukur kwalitas dari perawat dipercaturan Internasional
adalah kemampuanuntuk dapat lulus dalam Ujian Kompetensi Keperawatan
seperti ujian NCLEX-RN dan CGFNS sebagai syarat mutlak bagi seorang
perawat untuk dapat bekerja di USA. Dalam hal ini kualitas dan kemampuan
perawat Indonesia masih sangat memprihatinkan. Di Kuwait pernah terjadi fakta
yang memalukan sekaligus menjatuhkan kredibilitas bangsa terutama system
pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia memiliki permasalahan yang
berkaitan dengan Higher Education bagi perawat Indonesia yang bekerja di
Kuwait Hal tersebut lebih disebabkan karena system pendidikan keperawatan
kita yang sangat bervariasi. Efek yang paling buruk dari hal tersebut adalah
tidak diakuinya perawat yang memiliki ijazah S1 Keperawatan (S.Kep) dan
mereka hanya disamakan dengan D3 Keperawatan. Institusi pendidikan
keperawatan harus dilakukan perubahan secara total antara lain :
a. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, dari institusi pendidikan keperawatan.
b. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan
menggunakan bahasa Inggris.
c. Menutup Institusi pendidikan keperawatan yang tidak berkualitas.
d. Institusi pendidikan keperawatan harus di pimpin oleh seseorang yang
memiliki latar belakang pendidikan keperawatan.
e. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di
Institusi pendidikan keperawatan.
f. Semua dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan keperawatan harus
berbahasa Inggris secara aktif.
g. Memberantas segala jenis KKN di Institusi pendidikan dimulai dari
perizinan penerimaan mahasiswa, proses pendidikan dan akreditasi serta
proses kelulusan mahasiswa.
2. Strategi Pelayanan Keperawatan di Era Globalisasi
Praktek keperawatan sebagai tindakan professional harus didasarkan
pada penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai
ilmu dasar serta ilmu keperawatan di jadikan sebagai landasan untuk
melakukan pengkajian, menegakkan diagnostic, menyusun perencanaan,
malaksanakan asuhan keperawatan dan mengevaluasi hasil dari tindakan
keperawatan serta mengadakan penyesuaian rencana keperawatan untuk
menentukan tindakan selanjutnya.
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan teknikal, perawat
juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung
resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang
dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri. Tapi
yang terjadi di lapangan sangat memilukan, banyak sekali rekan-rekan perawat
yang melakukan “Praktek Pelayanan Medis/Kedokteran dan Pengobatan” yang
sangat tidak relevan dengan ilmu keperawatan itu sendiri. Hal tersebut telah
membuat profesi perawat di pandang rendah oleh profesi lain.
Banyak hal yang menyebabkan hal ini berlangsung berlarut-larut antara
lain:
a. Kurangnya kesadaran diri dan pengetahuan dari individu perawat itu
sendiri.
b. Tidak jelasnya aturan yang ada seperti belum di tetapkannya RUU
Keperawatan serta tidak tegasnya komitmen penegakan hukum di
Indonesia.
c. Minimnya penghargaan financial dari pihak-pihak terkait terhadap
perawat.
d. Kurang optimalnya perannya organisasi profesi keperawatan.
Rendahnya pengetahuan masyarakat tentang perawat dan keperawatan
yang lebih disebabkan karena kurangnya informasi yang diterima oleh
masyarakat berkaitan tentang profesi perawat dan keperawatan terutama di
daerah yang masih menganggap bahwa perawat juga tidak berbeda dengan
“dokter”.
Sementara itu, dunia Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit juga masih
sangat jauh dari nyaman, rekan-rekan perawat bekerja selama 24 jam 1 hari dalam
2 atau 3 shift, sedangkan pendapatan mereka masih sangat jauh dari memadai.
Sebagai perbandingan perawat Indonesia yang bekerja di Kuwait mendapatkan
gaji berkisar Rp.15 juta s/d Rp.24 juta sebulan, sedangkan rekan-rekan perawat
yang bekerja di Indonesia jauh dibawah kebutuhan hidup mereka.
Beberapa contoh diatas lebih disebabkan karena selama ini kita dianggap kecil
oleh profesi lain. Perawat mutlak sangat di perlukan dan dibutuhkan dalam
pelayanan kesehatan. Kita harus sudah mulai berani untuk berbicara karena
keadilan itu harus ditegakkan, yang harus segera dilaksanakan adalah:
a. Penentuan standarisasi gaji untuk perawat tentu setelah melalui uji
kompetensi.
b. Menciptakan system sirkulasi dalam penempatan perawat Indonesia ke
luar negeri sehingga pada jangka panjang akan terjadi peningkatan
penghargaan dan kesetaraan terhadap profesi keperawatan di Indonesia.
c. Memberikan sanksi kepada Rumah Sakit atau Institusi pelayanan
kesehatan yang tidak memberi gaji sesuai dengan standard.
3. Penataan Praktek Keperawatan
Dalam suatu penataan praktek keperawatan perlu adanya undang-
undang, maka semua itu harus sesuai dengan standar kompetensi profesi, salah
satunya kompetensi perawat ( SKP ) yang sudah diakui secara nasional.
Penetapan SKP telah Konvensi Nasional antara BNSP, PPNI, dan Depkes pada
tanggal 1-2 Juni 2006 di Gedung Depkes JL. HR Rasuna Said,Kuningan
Jakarta Selatan. SKP Nasional Indonesia mengacu pada kerangka kerja Konsil
Keperawatan Internasional ( ICN, 2003 ) yang menekankan pada perawat
generalis yang bekerka dengan klie individu, keluarga dan komunitas dalam
tatanan asuha keperawatan di rumah sakit dan komunitas serta bekerja sama
dengan pemberi asuhan kesehatan dan social lainnya. Dalam kerangka kerja
ICN, kompetensi perawat generalis dikelompokkan menjajedi 3
judulkompetensi utama, yaitu Praktek keperawatan profesional, Pemberian
asuhan keperawatan dan menejemen keperawatan Pengembangan professional.
Peran profesional perawat tidak akan bisa di capai, kalau model praktik
keperawatan di pelayanan belum ditata secara professional.
Model praktik keperawatan professional yang dilaksanaka oleh perawat
di tatanan pelayanan keperawatan masih mejadi suatu abstraksi. Pelayanan
asuhan keperawatan yang optimal akan terus digunakan sebagai tuntutan bagi
organisasi pelayanan kesehatansistem pemberian pelayanan kesehatan ke
system desentralisasi. Dengan meningkatnya pendidikan bagi perawat,
diharapkan dapat memberikan arah terhadap pelayanan keperawatan
berdasarkan pada issue di masyarakat. Sejak diakuinya keperawatan sebagai
profesi dan ditumbuhkannya Pendidikan Tinggi Keperawatan (D3
Keperawatan) dan berlakunya UU No.23 Tahun 1992,dan PERMENKES
No.1239/2000; proses registrasi dan legislasi keperawatan, sebagai bentuk
pengakuan adanya kewenangan dalam melaksanakan praktik keperawatan
professional. Ada 4 model praktik yang diharapkan ada yaitu: model praktik di
Rumah Sakit, rumah, berkelompok, dan individual. Akan tetapi pelaksanaan
PERMENKES tersebut masih perlu mendapatkan persiapan yang optimal oleh
profesi keperawatan.
4. Etika Politik Dalam Merawat Pasien
Etika adalah mengenai pengawasan bagi orang lain, kepedulian
terhadap perasaan, banyak sumber praktis. “Merawat seseorang berarti
bertindak untuk kebaikan mereka, membantu mengembalikan otonomi mereka,
membantu mereka untuk mencapai potensi penuh mereka. Mencapai tujuan
hidup mereka dan pemenuhan kebutuhan”. Dalam pengalaman menderita
mungkin tidak hanya membuat kita lebih simpati, tapi mungkin juga
membantu kita untuk lebih empati terhadap pasien kita. Simpati adalah
perasaan yang timbul secara spontan yang kita miliki atau tidak dimiliki.
Empati adalah kemampuan untuk meletakkan diri kita dalam sesuatu orang
lain, dalam suatu seni yang dapat dipelajari, latihan imajinasi yang dapat
dilatih. Perasaan ini dapat menjadi motivator yang kuat, yang juga dapat
diperoleh dalam melakukan tanggung jawab professional kita.
Jika kita memilih menjadi perawat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, atau
hanya sebagai aututerapi tanpa disadari, untuk menghadapimasalah dan
kecemasan sendiri, pasien akan menderita karena pekerjaan kita yang akan
menjadi catatan bagi mereka. (Eadie 1975, Shimpson et all 1983)
Merawat bisa menjadi merusak orang lain jika kita tidak mengerti
dinamika aslinya, yaitu seperti dorongan psikologis yang kompleks yang
muncul dalam operasi ketika kita dalam posisi tangguh sebagai penolong
terhadap pasien yang relative tidak mandiri dan lemah. Inilah, mengapa
psikiater dalam pelatihan dan perawat psikiatri didukung untuk mengalami
psikoanalisis pribadi atau terlibat dalam terapi kelompok, sebagai proses untuk
mengungkapkan perasaan yang terdalam dan sering tersembunyi dengan
maksud lain. Ketika pengawasan dan perhatian dari perawat yang baik dapat
melakukan kekuasaannya dengan baik, over protektif, menguasai atau
mengganggu dan pengawasan seperti pada bayi, seperti pengasuhan yang jelek,
juga bias menjadi sangat merusak, ini dapat dikatakan bahwa “kebaikan
terbesar kita juga merupakan sumber potensial kelemahan dan kejahatan kita”.
Beberapa praktik dan sikap perawat dapat membawa mereka kepada
konflik langsung dengan tim kesehatan yang terkait dalam merehabilitasi
kesehatan pasien,dengan fisioterapis dan ahli terapi yang menjabat. Konflik
disini bukan hanya dalam persaingan profesionalitas atau ketidak jelasan
batasan kerja, tapi juga perbedaan dalam interpretasi tentang perawatan
dandalam praktik perawatan. Dari suatu pandangan yang lazim, perawat juga
merupakan pegawai yang melakukan pekerjaan tertentu seefisien dan seefektif
mungkin. Hasilnya, pembatasan-pembatasan layak di pertimbangkandan
batasan praktik dapat dilakukan pada waktu yang tersedia untuk hubungan
perawatan dan dan perhatian terhadap kebutuhan tertentu pasien.
Pengalaman perawat menghadapi kenyataan hubungan kekuasaan
dalam bekerja dengan pasien dan dokter,berarti bahwa mereka mengetahui
bahwa etika harus dilakukan dengan kekuasaan dan pembagian kekuasaan
dalam hubungan langsung antar pribadi. Bagaimanapun, tantangan adalah
untuk memahami sifat alami hubungan kekuasaan dan etika pembagian
kekuasaan, dalam mengajar, dalam management, dalam pendidikan kesehatan
dan riset, dalam mempengaruhi sumber daya, dan dalam politik kesehatan
local dan nasional.
Perawat tidak hanya belajar merawat pasien, tetapi juga meningkatkan
kesejahteraan pasien secara umum. Ini berarti memperhatikan standard dan
management pelayanan, kemampuan staff, efisiensi dan efektifitas prosedur
yang digunakan, peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, dan
kesehatan masyarakat. Jika kepedulian terhadap kesehatan dipahami dari arti
perspektif luas, perawat cepat mengetahui bahwa politik dan etika perawatan
berlanjut satu sama lain, pembagian dan kepedulian, menghormati orang dan
keadilan, kaitan kekuasaan dan nilai-nilai adalah saling berhubungan, dan
memaksakan tanggung jawab politis pada mereka. Pada akhirnya perjuangan
menjadi lebih baik dan kondisi yang lebih patut untuk pasien dan perawat serta
petugas kesehatan lain yang tidak dapat dipisahkan. Bukan tidak mungkin
menggabungkan kualitas personal yang sensitive dan peduli dengan yang
kompeten dan efisiensi dalam management, atau empati kepada orang lain
dengan orang yang keras dalam susunan staff, atau perundingan bersama.
5. Peran Perawat Dalam Dunia Politik
Akhir – akhir ini banyak masalah yang melanda profesi keperawatan ini
berkaitan dengan tidak adanya seseorang perawat yang menjadi pemegang
kebijakan baik di eksekutif maupun legislative.disamping itu juga disinggung
mengenai undang – undang keperawatan yang sampai kini belum juga
terselesaikan karena tidak adanya keterwakilan seorang perawat dalam posisi
tersebut.
Arti politik secara umum adalah proses pembentukan dan pembagian
kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan
keputusan, khususnya dalam Negara. Disebutkan juga bahwa politik adalah
seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional. Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk
membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Untuk
melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan
perangkat structural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku
demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa
dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bias dicapai, saat tiap
individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh Negara untuk bias
teraktualisasikan, saat tiap individu lain sesuai dengan normadan hukum yang
berlaku.
Ada banyak hal yang dapat dilakukan seorang perawat dalam berperan
secara aktif maupun pasif dalam dunia politik, mulai dari kemampuan yang
harus dimiliki dalam bidang politik hingga talenta yang harus dimiliki
mengenai “Sense of Politic”. Dalam wilkipedia Indonesia disebutkan bahwa
seseorang dapat mengikuti dan berhak menjadi insane politik dengan
mengikuti suatu partai politik , mengikuti ormas atau LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat). Maka dari hal tersebut seseorang berkewajiban untuk melakukan
hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik
yang telah disusun secara baik oleh UUD dan perundangan hukum yang
berlaku. Dari hal tersebut, perawat yang merupakan bagian dari insan
perpolitikan di Indonesia juga berhak dan berkewajiban ikut serta dan
mengambil sebuah kekuasaan demi terwujudnya regulasi profesi keperawatan
yang nyata. Dari hal tersebut juga terlihat bahwa perawat dapat
memperjuangkan banyak hal terkait dengan umat maupun nasib perawat itu
sendiri.
Pentingnya dunia politik bagi profesi keperawatan adalah bahwasanya
dunia politik bukanlah dunia yang asing, namun terjun dan berjuang
bersamanya mungkin akan terasa asing bagi profesi keperawatan. Hal ini
ditunjukkan belum adanya keterwakilan seorang perawat dalam kancah
perpolitikan Indonesia. Tidak dipungkiri lagi bahwa seorang perawat juga
rakyat Indonesia yang juga memiliki hak pilih dan tentunya telah melakukan
haknya untuk memilih wakil-wakilnya sebagai anggota legislative namun
seakan tidak ada satu pun suara yang menyuarakan hati nurani profesi
keperawatan. Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena profesi
kita pun membutuhkan penyampaian aspirasi yang patut untuk didengar dan
diselesaikannya permasalahan yang ada, yang tentunya akan membawa
kesejahteraan rakyat seluruh profesi keperawatan. Sulitnya menjadikan RUU
Keperawatan seringkali dikaitkan dengan tidak adanya keterwakilan seorang
perawat di badan legislative sana.
Menjadi bagian dari dunia perpolitikan di Indonesia, diharapkan
seorang perawat mampu mewakili banyaknya aspirasi dan menyelesaikan
permasalahan yang ada di profesi keperawatan salah satunya seperti yang
disebutkan diatas yaitu mengenai bagaimana meregulasi pendidikan
keperawatan yang hasil akhirnya diharapkan tercapainya kualitas perawat bias
dipertanggung jawabkan. Regulasi pendidikan akan menjadikan tidak
bermunculnya institusi pendidikan keperawatan yang hanya mencari untung,
politik uang, dan institusi yang tidak melakukan penjaminan mutu akan output
perawat yang di luluskan setiap periodenya. Dengan regulasi pendidikan
keperawatan, semua menjadi terstandarisasi, profesi keperawatan yang
mempunyai nilai tawar, nilai jual, dan menjadi profesi yang dipertimbangkan.
Regulasi kewenangan perawat di lahan kliniktidak kalah pentingnya
dengan regulasi pendidikan, dimana regulasi pendidikan merupakan
bagaimana kita melakukan persiapan yang matang sebelum membuat dan
memulai (perencanaan), dimana kita melakukan pembangunan fondasi yang
kokoh dan system yang mensupport akan terbentuknya generasi perawat-
perawat yang siap tempur. Regulasi kewenangan perawat dilahan klinik akan
menjadiakan profesi keperawatan semakin mantap dalam langkahnya.
Kewenangan perawat yang mandiri, terstruktur dan ranah yang jelas akan
menjadikan perawat semakin professional dan proporsional sesuai dengan
tanggung jawab yang harus dipenuhi. Selain itu, dalam regulasi kewenangan
ini di harapkan tidak terjadi adanya overlap dan salah satu yang paling penting
adalah menghindari terjadinya malpraktik yang kemungkinan dapat terjadi.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh seorang perawat sehingga
mampu terjun ke dunia politik. Salah satu yang paling umum dilakukan adalah
mendukung salah satu partai politik. Partai politik ini akan menjadi motor
penggerak pembawa di kancah perpolitikan Indonesia. Banyak partai yang
menawarkan posisi legislative, ada partai yang melakukan pengkaderan dari
awal yang mampu menyiapkan calon-calon legislative dari embrio yang akan
diberikan suntikan ideology dari partai tersebut, ada juga partai yang
memberikan kesempatan kepada siapa saja yang siap untuk berjuang bersama-
sama mendukung partainya dan menjadi calon legislative.
6. Organisasi Keperawatan
Partai Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah organisasi
keperawatan tingkat nasional yang merupakan wadah bagi semua perawat
Indonesia, yang didirikan pada tanggal 17 Maret 1974.
Menurut catatan yang ada sebelum PPNI, telah terdapat beberapa
macam organisasi keperawatan. PPNI pada awalnya terbentuk dari
penggabungan beberapa organisasi keperawatan, seperti:
a. IPI (Ikatan Perawat Indonesia)
b. PPI (Persatuan Perawat Indonesia)
c. IGPI (Ikatan Guru Perawat Indonesia)
d. IPWI (Ikatan Perawat Wanita Indonesia)
Setiap orang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang
syah dapat mendaftarkan diri sebagai anggota PPNI dan semua mahasiswa
keperawatan yang sedang belajar dapat disebut calon anggota.
PPNI setiap 4 tahun sekali menyelenggarakan musyawarah nasional.
Dalam musyawarah ini selain pengurus pusat juga hadir para pejabat dan
pengurus cabang. Berbagai masalah keperawatan dibahas dalam MUNAS
tersebut yang kemudian memberikan hasil yang berupa rekomendasi atau
keputusan organisasi. Untuk mempertahankan dan mengembangkan profesi,
maka organisasi profesi keperawatan harus melakukan 5 fungsi, yaitu:
a. Definisi dan pengaturan professional melalui penyusunan dan penentuan
standar pendidikan dan praktik bagi perawat umum dan spesialis.
Pengaturan dapat ditempuh melalui pemberian izin praktik (lisensi),
sertifikat, dan akreditasi. Pengaturan juga dapat dilakukan melalui adopsi
kode etik dan norma perilaku (Styles, 1983).
b. Pengembangan dasar pengetahuan untuk praktik dalam komponen luas
dan sempit. Sumbangan utama untuk pengembangan ilmu keperawatan
telah diberikan oleh berbagai ahli teori. Tujuan utama teori keperawatan
adalah netralisasi ilmu keperawatan. Tantangan bagi para perawat di masa
depan adalah menggerakkan pertanyaan dan memformulasikan teori dari
teori yang telah dipublikasikan ini dan kemudian melakukan uji hipotesa
melalui penelitian keperawatan. Karena hanya penelitian yang dapat
menentukan manfaat suatu teori, penelitian memberikan sumbangan utama
bagi pengembangan pengetahuan keperawatan.
c. Transmisi nilai-nilai, norma, pengetahuan, dan keterampilan kepada
anggota profesi untuk diterapkan dalam praktik. Fungsi ini dilakukan
melalui pendidikan para perawat dan berbagai proses sosialisasi.
d. Komunikasi dan advokasi tentang nilai-nilai dan sumbangsih bidang garap
kepada masyarakat dan konstitusi. Fungsi ini menuntut organisasi perawat
untuk berbicara pada perawat dari suatu posisi kesepakatan luas. Penting
bagi perawat untuk berpartisipasi secara aktif dalam penyusunan UU dan
kebijakan pemerintah.
e. Memperhatikan kesejahteraan umum dan social anggota. Fungsi ini
dilakukan oleh organisasi perawat dimana organisasi perawat ini
memberikan dukungan moral dan social bagi anggota untuk menjalankan
peranannya sebagai tenaga professional dan mengatasi masalah
professional anggotanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada akhir makalah ini kami ingin lebih menegaskan bahwasannya politik
harusnya disikapi sacara serius oleh semua pihak agar perawat Indonesia ke
depan lebih siap umtuk berkompetisi di era globalisasi. Semua pihak yang
terkait harus segera bersinergi dalam rangka menciptakan perbaikan dan
perubahan untuk menciptakan sistem yang lebih baik, pihak – pihak tersebut
antara lain adalah:
a. Pemerintah
b. Swasta
c. Organisasi profesi ( PPNI )
d. Lembaga pendidikan
e. Perawat dan calon perawat
Ada beberapa hal yang menurut kami perlu segera dilakukan agar perbaikan
keperawatan di Indonesia dapat segera tercapai, antara lain:
a. Pengesahan UU Pratek Keperawatan
b. Pembentukan Nursing Council (Nursing Board)
c. Reformasi system pendidikan keperawatan Indonesia
d. Peningkatan fungsi organisasi profesi
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi
pembaca khususnya tentang peran perawat dalam dunia politik