pkp ipa pak jejep
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan dan perubahan konsep dalam kurikulum
IPA sudah mengalami beberapa penggantian nama dari IPA menjadi
pengetahuan alam, sains dan kembali ke IPA. Ilmu Pengetahuan Alam dan
Teknologi secara global telah mengalami berbagai perkembangan. Hal ini
dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi di
lingkungan sekitar kita. IPA bertujuan untuk menyiapkan peserta didik agar
tanggap menghadapi lingkungannya, karena dengan belajar IPA siswa belajar
memahami fenomena-fenomena alam yang terjadi di lingkungannya. Sejalan
dengan itu Samatowa (2006:78) mengemukakan bahwa ”dengan belajar IPA,
dapat meningkatkan kemampuan siswa ke arah sikap dan kemampuan yang
baik dan berguna bagi slingkungannya”.
Belajar IPA bukan hanya sekedar menghafalkan konsep dan prinsip
IPA. Melainkan dengan pembelajaran IPA diharapkan siswa dapat memiliki
sikap dan kemampuan yang berguna bagi dirinya dalam memahami perubahan
yang terjadi di lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Khairudin dan
Soedjono (2005: 15) yang mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran IPA
yaitu (1) mengembangkan kognitif siswa, (2) mengembangkan afektif siswa,
(3) mengembangkan psikomotorik siswa, (4) mengembangkan kreativitas
siswa, dan (5) melatih siswa berfikir kritis.
Dari beberapa tujuan pembelajaran IPA yang telah dikemukakan
sebelumnya terlihat bahwa hasil belajar IPA sangat diharapkan tercermin dari
kemampuan siswa bersikap dan bertingkah laku yang baik, dalam memahami
fenomena-fenomena alam yang terjadi dilingkungannya. Oleh karena itu guru
atau pendidik perlu merancang suatu rencana pembelajaran yang menarik bagi
siswa, sehingga tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPA dapat
tercapai. Von Glasersfeld (Suparno, 1997: 12) mengemukakan bahwa salah
satu faktor yang menentukan prestasi dan hasil belajar mengajar IPA adalah
faktor kemampuan guru menerapkan dan mengembangkannya dalam kegiatan
belajar mengajar IPA yang antara lain:
Guru perlu belajar mengerti cara berfikir siswa sehingga dapat
membantu memodifikasinya. Baik dilihat dari jalan berfikir mereka mengenai
2
suatu persoalan yang ada. Guru perlu menanyakan kepada siswa bagaimana
mereka mendapatkan jawabannya. Ini adalah cara yang baik untuk
menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk menjelaskan
mengapa suatu jawaban tidak berlaku untuk keadaan tertentu.
Seorang guru hendaknya memandang pembelajaran IPA tidak
hanya menekankan pada hasil tetapi juga menekankan pada proses untuk
memahami konsep dan prinsip tersebut, sehingga dapat membantu siswa
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar
(Depdiknas, 2006: 3). Jika guru dalam mengajarkan konsep IPA lebih
menekankan pada proses maka siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri
untuk memahami masalah atau objek yang diamati dapat membawa dampak
positif bagi kemajuan belajar siswa yang berorientasi pada peningkatan hasil
dan prestasi belajar siswa. Hal ini relevan juga dengan yang dikemukakan oleh
Hasbullah (2004: 3) bahwa pembelajaran adalah suatu upaya membantu siswa
mengkontruksi (membangun) konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan dengan kemampuannya sendiri melalui internalisasi sehingga
konsep dan prinsip itu terbangun kembali. Berdasarkan hal tersebut di atas
guru perlu merancang dan melaksanakan suatu pembelajaran yang
memungkinkan siswa mengkonstruksi pemikirannya sendiri untuk
menemukan konsep dan prinsip IPA tersebut serta mengetahui untuk apa
konsep tersebut dipelajari. Dengan memberikan kesempatan kepada siswa
mengkonstruksi pemikirannya sendiri, siswa dapat belajar lebih aktif, kreatif,
menumbuhkan kesan bermakna bagi siswa, sehingga hasil belajar yang
diharapkan dalam pembelajaran IPA dapat tercapai.
Salah satu kajian materi yang tercantum dalam Kurikulum Satuan
Pendidikan (KTSP) pembelajaran IPA di sekolah dasar (SD) kelas IV adalah
konsep gaya yang harus dikuasai oleh siswa karena materi tersebut sangat
dekat dengan lingkungan keseharian siswa. Namun kenyataan di SD konsep
gaya belum dapat dikuasai siswa sepenuhnya dengan baik. Hal ini dibuktikan
dengan temuan pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret
2011 di kelas IV SD Negeri Sukamaju I Pusat Pembinaan Pendidikan TK/SD
Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur. Peneliti melakukan observasi,
wawancara dan tes langsung kepada para siswa di kelas IV tersebut. Dari
observasi yang dilakukan dalam situasi belajar mengajar, peneliti memperoleh
data sebagai berikut: (1) guru dalam mengajarkan konsep gaya kepada siswa
3
kurang melibatkan siswa secara aktif dalam interaksi belajar mengajar
sehingga siswa kurang termotivasi dalam belajar, (2) guru kurang
membimbing siswa dalam mengkonstruksi pemikirannya untuk memahami
konsep gaya melalui kegiatan mengamati dan menemukan, (3) guru kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanipulasi alat peraga dalam
memahami konsep gaya
Selain dari observasi dan wawancara yang dilakukan, peneliti
memberikan soal kepada siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju I untuk
mengetahui pemahaman siswa mengenai konsep gaya. Tampak bahwa siswa
kurang memahami konsep gaya. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan siswa
menyelesaikan soal yang diberikan.
Berdasarkan realita yang ada, dalam mengajarkan IPA didominasi o
leh proses belajar mengajar dengan ceramah-ceramah dan dikte materi dari -
buku teks sehingga IPA terlihat hanya sebuah kumpulan materi semata. Kita
mengenal Manajemen Barbasis Sekolah (MBS), Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK), Quantum Teaching, Life Skill, Contextual Teaching and
Learning (CTL), Pakem dan masih banyak yang lainnya merupakan upaya
pembelajaran yang sedang populer diterapkan para pengajar dalam upayanya
meningkatkan kualitas pembalajaran. Sayangnya pembaharuan ini masih
belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga tidak mampu menyelesaikan
akar dari permasalahan. Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan
dasar bertujuan untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
Pengembangan pembelajaran sudah sangat baik untuk sebuah harapan
perbaikan mutu pendidikan. Namun demikian kelemahan dalam penerapannya
adalah guru sebagai pengajar masih miskin dan tidak adak keberanian untuk
improvisasi. Langkah-langkah inovasi pembelajaran harus didukung pula oleh
inovasi penggunaan alat peraga yang dapat menarik dan menantang siswa
dalam pencapaian taksonomi pembelajaran.
Guru merupakan komponen proses yang utama, sebab guru adalah
pelaksana dalam proses pembelajaran. Agar guru mampu melaksanakan tugas
dengan baik, guru harus menguasai berbagai kemampuan. Salah satu
kemampuan yang harus dikuasai adalah mengembangkan diri secara
profesional. Ini berarti guru tidak hanya dituntut menguasai dan menyajikan
4
materi pelajaran, mampu mengembangkan potensi peserta didik semaksimal
mungkin, akan tetapi guru juga dituntut untuk mampu melihat/menilai hasil
kenerjanya sendiri.
Pembelajaran yang berhasil ditunjukan oleh dikuasainya materi
pelajaran oleh siswa yang dinyatakan dengan nilai. Pada semester I tahun
2010-2011 ini penulis menemukan masalah dalam pembelajaran IPA“ Gaya”.
Nilai rata-rata hasil belajar siswa dari mata pelajaran tersebut hanya mencapai
60% dan siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil temuan di atas, hal itulah yang menyebabkan
rendahnya hasil belajar siswa akan konsep gaya di sekolah dasar. Jika masalah
tersebut tidak dapat diatasi maka akan berdampak buruk bagi kontruksi
pemahaman siswa,terutama pada mutu dan kualitas pembelajaran IPA. Oleh
karena itu, peneliti bermaksud untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Optimalisasi
Penggunaan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Kelas IV SD Negeri Sukamaju I
Kecamatan Tanggeung Kabupaten Cianjur pada Pembelajaran Konsep Gaya”.
1. Identifikasi Masalah
Dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh guru dan
melalui refleksi diri ditemukan beberapa masalah yang merupakan faktor
penyebab rendahnya nilai rata-rata yang diraih siswa, yaitu :
a. Siswa kurang memahami dan menguasai tentang konsep “GAYA”;
b. Siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran;
c. Hasil belajar siswa kurang memuaskan.
2. Analisis Masalah
Melalui diskusi dengan teman sejawat terungkap beberapa faktor
penyebab rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi, yaitu :
a. Penggunaan alat peraga kurang maksimal.
b. Penjelasan materi yang disampaikan tidak sistematis dan terlalu cepat.
c. Kurang memberikan bimbingan dalam proses pembelajaran.
d. Kurangnya kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya.
e. Guru terlalu dominan dalam proses pembelajaran
5
B. Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi fokus perbaikan adalah :
1. Bagaimana aktivitas bertanya siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju I
dalam pembelajaran konsep gaya melalui pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL)?
2. Bagaimana hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju I dalam
pembelajaran konsep gaya melalui pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL)?
Setelah melakukan refleksi diri dan berdiskusi dengan teman sejawat,
maka rumusan masalahnya adalah “Bagaimana optimalisasi pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa di kelas IV SDN Sukamaju I pada pembelajaran konsep gaya?
C. Tujuan Perbaikan
Tujuan perbaikan dalam perbaikan pembelajaran ini adalah untuk
mengoptimalisasikan penerapan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dalam meningkatkan hasil belajar siswa terhadap konsep gaya
di kelas IV SD Negeri Sukamaju I. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mengetahui aktivitas bertanya siswa kelas IV SD Sukamaju I pada mata
pelajaran IPA dalam konsep gaya setelah optimalisasi penggunaan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
b. Mengidentifikasi hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sukamaju I pada
pembelajaran konsep gaya siswa setelah optimalisasi penggunaan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
D. Manfaat Perbaikan
1. Manfaat Penelitian bagi siswa adalah :
a. Meningkatkan motivasi belajar siswa;
b. Siswa memiliki keberanian bertanya dan mengeluarkan pendapat;
c. Meningkatkan rasa percaya diri siswa akan kemapuannya;
d. Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
2. Manfaat Penelitian bagi guru adalah :
a. Tidak terpaku pada buku sumber saja, tetapi akan terinspirasi untuk
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajaran;
6
b. Termotivasi untuk menggunakan media dan metode pembelajaran
yang tepat sesuai dengan karakterisktik mata pelajaran yang
disampaikan dan sesuai dengan usia peserta didik;
c. Dapat memperbaiki proses pembelajaran dalam upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran yang dikelolanya ke suasana pembelajaran yang
lebih bermakna;
d. Dapat meningkatkan keprofesionalan guru dalam membimbing siswa
belajar secara benar.
3. Manfaat Penelitian bagi sekolah adalah :
a. Sekolah akan lebih meperhatikan pentingnya menyediakan sarana
prasarana untuk proses belajar mengajar secara lebih professional baik
di dalam kelas maupun di luar kelas;
b. Dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah mulai dari
pembelajaran dalam kelas.
4. Manfaat Penelitian bagi peneliti adalah :
a. Dapat meningkatkan wawasan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian tindakan kelas.
b. Lebih dewasa untuk lebih berhati-hati mengambil kesimpulan dari
suatu fenomena sebelum melakukan penelitian.
c. Menyadari bahwa kurikulum itu bukan tujuan dari pembelajaran
tetapi merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Karakteristik Siswa SD
Siswa sebagai peserta didik merupakan salah satu komponen yang
menempati posisi sentral dalam sistem proses belajar mengajar. Mereka
menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian. Sebagai individu, siswa SD
memiliki karakteristik yang menggambarkan pola perilaku dan kemampuan
sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan
pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. “Karakteristik yang paling menonjol
dari anak usia SD mereka berada dalam tahap perkembangan konkret
operasional” (Djiwandono, 2002 : 86).
Uraian tentang gambaran perkembangan anak usia SD dikemukakan
dalam Development Appropriate Practice (1992).
Bahwa dalam periode ini anak memiliki ciri antara lain: a). Belajar dari apa yang dekat dan dapat dijangkau anak, b). Menampakkan diri jenjang yang serba faktual (Operasional Kongkrit), c). Memikirkan segala sesuatu yang dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu (Holistik dan integrative), d). Melakukan aktivitas belajar penuh bermakna (Meaningfull) melalui proses manipulatif sambil bermain.Pembelajaran IPA juga harus sesuai dengan karakteristik
perkembangan kognitif siswa. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Piaget (Nasution, 2008 : 33) bahwa perkembangan kognitif individu
melewati empat tahapan, yaitu :
1. Tahapan sensori motor (± 0 – 2 tahun);
2. Tahapan praoprasional (± 2 – 7 tahun);
3. Tahapan oprasional (± 7 – 12 tahun); dan
4. Tahapan oprasional formal (± 12 – 15 tahun);
Setiap individu mengalami perkembangan melalui tahapan-tahapan
tersebut, namun kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda
tergantung pada proses pertumbuhan dan perkembangan kognitif masing-
masing. Usia anak sekolah dasar pada umumnya berada pada tahapan
operasional konkrit artinya siswa berfikir atas dasar pengalaman nyata. Siswa
belum mampu berfikir abstrak, kalaupun mampu berfikir abstrak, terlebih
dahulu harus didahului oleh pengalaman konkrit. Jadi tahapan operasional
konkrit ini adalah tahap kemampuan berfikir siswa dalam pencapaian konsep
yang bersifat abstrak harus dikaitkan dengan hal-hal yang konkrit.
8
Dengan demikian untuk memudahkan siswa dalam mempelajari
konsep gaya di kelas IV sekolah dasar diperlukan suatu pendekatan
pembelajaran yang ditunjang oleh media pengajaran yang bersifat konkrit.
Pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan CTL karena siswa untuk
mendapatkan informasi-informasi atau pengetahuan melalui pembelajaran
langsung berhadapan dengan media nyata, bermakna dan sesuai dengan aspek
kehidupan sehari-hari dan masa yang akan datang.
Pendapat di atas sesuai dengan teori Ausubel (Sukmara, 2005 : 79)
pembelajaran bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitik
beratkan pada kegunaan pengalaman belajar bagi kehidupan dunia nyata
siswa, guru dituntut mampu meyakinkan secara realistis tentang suatu
pengalaman belajar dengan menekankan pada siswa aktif dan memotivasi
belajar yang tinggi pada siswa.
Pada pembelajaran IPA pun perlu ditunjang oleh kegiatan
pengamatan dan percobaan sebagaimana dikatakan oleh Powler (Samatowa,
2006 : 2) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam
dan kebendaan yang sistematis tersusun secara teratur berlaku umum berupa
kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen.
Dengan demikian untuk membelajarkan anak agar lebih meningkat
kemampuan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikapnya guru perlu
menerapkan kegiatan pengamatan, percobaan dan diskusi pada mata pelajaran
IPA secara berkelanjutan. Berdasarkan fakta di lapangan peneliti memperoleh
keterangan bahwa pembelajaran IPA khususnya pada konsep gaya belum
mampu meningkatkan kemampuan hasil belajar siswa yang maksimal
dikarenakan penggunaan pendekatan pembelajaran dan sistem evaluasi yang
tidak sesuai dan kurang variatif. Dengan melihat kenyataan tersebut maka
solusi yang dapat digunakan diantaranya menerapkan pendekatan CTL karena
siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran melalui interaksi
dengan aspek kehidupan dunia nyata melalui kegiatan pengamatan, percobaan
dan diskusi sehingga memperoleh kesimpulan dari hasil proses
pembelajarannya.
B. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Pengertian Pendekatan CTL
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti
”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks)”. (KUBI, 2002 : 519).
9
Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan sebagai
suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum
contextual mengandung arti yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan
langsung, mengikuti konteks, yang membawa maksud, makna, dan
kepentingan.
Menurut Depdiknas (2003 : 5) Contextual Teaching and Learning adalah “konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari-hari ”.
Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar,
apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti.
Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan.
Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang
bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan keterampilan yang baru
bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan menemukan
sendiri bukan meniru kata guru.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan
dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai
tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa
sendiri yang memanjat tangga tersebut ( Depdiknas, 2006 : 4 ).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari
konsep di atas terdapat tiga hal yang harus kita pahami : Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi
yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk
10
dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi
itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah
dilupakan. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan. Artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami
materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai kehidupan sehari-hari.
2. Asas-Asas Pendekatan CTL
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.
Menurut pengembang filsafat konstruktivisme Mark Baldawin dan
diperdalam oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu
terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya.
Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah,
menemukan hal – hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan
gagasan – gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksi pengetahuan di
benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke
situasi lain, dan dapat dijadikan milik mereka sendiri. Dengan dasar itu,
pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun
sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
pembelajaran (Sanjaya : 2006).
b. Inkuiri
Asas kedua dalam pembelajaran CTL adalah inkuiri. Artinya,
proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui
proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta
hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
11
Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah
mempersiapkan sejumlah materi yang hatus dihafal, akan tetapi merancang
pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan yang harus dipahaminya.
c. Bertanya ( Questioning )
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan
setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan
kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui
CTL, guru tidak menyampaikan jawaban atas pertanyaan siswa begitu
saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan jawaban dari
pertanyaannya sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab
melalui pertanyaan – pertanyaan guru dapat membimbing dan
mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya
Kegiatan ”bertanya” menjawab permasalahan oleh gaya
pendidikan lama dianggap sebagai ” tong kosong nyaring bunyinya ” atau
” berbicara adalah perak tetapi diam adalah emas ”. Siswa yang banyak
bertanya sering kali tidak ditanggapi dengan positif oleh guru maupun
teman – temannya. Kelas bukan merupakan tempat yang aman untuk ”
berbuat kesalahan ” dan eksplorasi. Anak kecil dalam kepoloson
belajarnya justru sering kali bertanya banyak hal yang terkadang
membingungkan orang tua seperti ” Kenapa langit warnanya biru ?
Bagaimana adik bisa berada di perut Ibu? ”. Sekali lagi seiring perjalanan
pendidikan kita, kepolosan dan kekritisan tidak semakin terasah tetapi
justru sebaliknya. Siswa akhirnya menjadi malas dan bahkan apatis
terhadap kegiatan belajar yang dirasakannya sebagai siksaan.
d. Masyarakat Belajar ( Learning Community )
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan
orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik
dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang
terjadi secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing
dengan orang lain, antar teman-teman , antar anggota kelompok; yang
12
sudah tahu memberi tahu kepada yang belum tahu, yang pernah memiliki
pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah hakekat
dari masyarakat belajar, masyarakat yang saling berbagi. Pembelajaran
yang baik adalah pembelajaran yang terjadi dalam suasana bersifat sosial.
e. Pemodelan ( Modeling )
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses pembelajaran
dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa, misalnya : Guru memberikan contoh bagaimana cara
mengoperasikan sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah
kalimat asing, guru olah raga memberikan contoh bagaimana cara
melempar bola, guru kesenian memberikan contoh bagaimana cara
memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh bagaimana cara
menggunakan termometer, dan lain sebagainya.
Proses modeling tidak sebatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga
memanfaatkan siswa yang dinggap memiliki kemampuan, misalnya siswa
yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk
menampilkan kebolehannya di depan teman – temannya, dengan demikian
siswa dapat dianggap sebagai model. Modeling merupakan asas yang
cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa
dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-abstrak yang dapat
memungkinkan terjadinya verbalisme.
f. Refleksi ( Reflection )
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas atau pengalaman
yang baru diterima, misalnya ketika pelajaran berakhir siswa merenung
kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, mestinya dengan
cara yang baru saya pelajari sehingga file dalam komputer saya lebih
tertata.
Pengetahuan diperoleh melalui proses, pengetahuan yang dimiliki
siswa diperluas melalui konteks pembelajaran yang kemudian diperluas
sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan
antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang
13
baru. Dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi
dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Selama ini siswa menjalani
pembelajaran dengan statis dan tanpa variasi. Jarang sekali mereka diberi
kesempatan untuk ” diam sejenak ” dan berpikir tentang apa yang baru
saja mereka lakukan atau pelajari.
g. Penilaian Nyata ( Authentic Assessment )
Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru
pada saat ini, biasanya ditekankan pada pengembangan aspek intelektual
sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada penggunaan tes.
Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi
pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan
oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi
perkembangan seluruh aspek dalam diri siswa , meliputi sosial emosional,
keterampilan fisik psikomotorik. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan
tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga
proses belajar melalui penilaian nyata. Penilaian nyata (Authentic
Assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan
informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa pada
seluruh aspek dalam diri siswa.
Adapun langkah-langkah atau tahapan pembelajaran kontekstual
menurut Elaine, BJ (Sotardi, 2008:105) meliputi empat tahapan, yaitu:
1) Tahap invitasi, siswa didorong agar mengembangkan pengetahuan
awal dengan memberikan pertanyaan yang problematik pada
kehidupan sehari-hari, melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas,
dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahaman tentang konsep
gaya.
2) Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan
menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian,
penginterpretasi data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh
guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan diskusi tentang
masalah yang ia bahas. Tahap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa
tentang fenomena kehidupan nyata dari lingkungan sekitarnya.
14
3) Tahap penjelasan dan solusi, pada saat ini siswa memberikan
penjelasandan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa dapat
mengumpulkan gagasan, membuat model, dan membuat rangkuman
serta ringkasan hasil pekerjaan.
4) Tahap pengambilan tindakan (Aplikasi), siswa dapat membuat
keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai
informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan
saran baik secara individu mauppun secara berkelompok yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.
C. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Untuk mengetahui hasil belajar dapat
dilakukan dengan kegiatan penilaian. Menurut Schwartz (Hamalik,
1999:157) penilaian adalah ”suatu program untuk memberikan pendapat
dan penentuan arti atau faedah suatu pengalaman”. Yang dimaksud
dengan pengalaman adalah pengalaman yang diperoleh dari proses
pendidikan. Maka penilaian adalah suatu upaya untuk memeriksa sejauh
mana siswa telah mengalami kemajuan belajar atau telah mencapai tujuan
belajar dan pembelajaran.
Penilaian adalah pengungkapan karakteristik siswa sebagai peserta
didik dalam menguasai kompetensi dasar yang diajarkan dalam proses
pembelajaran. Dengan menggunakan indikator standar kompetensi,
materi pokok, pengalaman belajar, indikator keberhasilan dan instrumen
penilaian, hasil belajar dapat dikembangkan.Penilaian hasil belajar dalam
KTSP dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar,
penilaian akhir, satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan
penilaian program (Mulyasa, 2007:258).
1. Penilaian Kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum,
dan ujian akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses
pembelajaran dalam kompetensi dasar tertentu. Ulangan harian ini terdiri
dari seperangkat soal yang harus dijawab para peserta didik, dam tugas-
15
tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas.
Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester.
Prosedur evaluasi yang dinilai yaitu berupa tes pross dan tes akhir.
Tes proses dilakukan pada saat pembelajaran berlangsung sedangkan tes
akhir dilaksanakan pada kegiatan akhir pada proses pembelajaran sebagai
evaluassi bagi siswa untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian
keberhasilan siswa dalam memahami materi yang diberikan. Adapun
butuh evaluasi kinerja yang dinilai berupa aktivitas bertanya siswa pada
saat proses pembelajaran berlangsung
Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan
dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar,
memberikan umpan balik untuk perbaikan proses pembelajaran, dan
penentuan kenaikan kelas.
Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari segi hasil, asumsi
dasar adalah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar
yang optimal pula, dimana adanya korelasi antara proses pembelajaran
dengan hasil yang dicapai (Tindrayani, 2007:14).Adapun kriteria
keberhasilan pembelajaran itu menurut Sudjana (2004: 35) adalah:
Kriteria ditinjau dari sudut proses, kriteria dari sudut proses
menekankan kepada pengajaran sebagai suatu proses haruslah merupakan
interaksi dinamis sehingga siswa, sebagai subjek yang belajar mampu
mengembangkan potensinya melalui belajar sendiri dan tujuan yang telah
ditetapkan tercapai secara efektif; Kriteria dari sudut hasil yang dicapai,
kriteria dari segi hasil menekankan pada tingkat penguasaan tujuan oleh
siswa baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Kedua kriteria ini tidak bisa berdiri sendiri tetapi harus merupakan
hubungan sebab akibat, dengan kriteria tersebut berarti pengajaran bukan
hanya mengejar hasil tetapi keduanya ada dalam keseimbangan.
D. Ruang Lingkup Konsep Gaya di kelas IV SD
1. Pengertian Gaya
Gaya sering diartikan “sebagai dorongan atau tarikan. Bila kita
menarik atau mendorong suatu benda” (Wahyono, 2008: 89), maka berarti
kita memberikan gaya pada benda tersebut. Untuk melakukan suatu gaya,
diperlukan tenaga. Gaya tidak dapat dilihat, tetapi pengaruhnya dapat
16
dirasakan. Gaya ada yang kuat dan ada pula yang lemah. Makin besar gaya
dilakukan, makin besar pula tenaga yang diperlukan. Besar gaya dapat
diukur dengan alat yang disebut dinamometer. Satuan gaya dinyatakan
dalam Newton (N). Gaya dapat memengaruhi gerak dan bentuk benda.
2. Jenis-jenis Gaya
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menemukan gaya dengan
jenis yang berbeda satu dan yang lainnya. Gaya tarik, gaya dorong, dan
gaya gesek merupakan beberapa gaya yang dapat kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Setiap gaya yang dilakukan memerlukan tenaga.
Berdasarkan sumber tenaga yang diperlukan, gaya dibedakan menjadi
beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Gaya Otot
Gaya otot merupakan gaya yang dihasilkan oleh tenaga otot.
Contoh gaya otot adalah pada saat kita menarik atau mendorong meja, dan
menendang bola.
b. Gaya Gesek antara Dua Benda
Gaya gesek merupakan gaya yang terjadi karena bersentuhannya
dua permukaan benda. Contoh gaya gesek adalah gaya yang bekerja pada
rem sepeda. Pada saat akan berhenti, karet rem pada sepeda akan
bersentuhan.
c. Gaya Magnet
Gaya magnet merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan atau
dorongan dari magnet. Contoh gaya magnet adalah, tertariknya paku
ketika didekatkan dengan magnet. Benda-benda dapat tertarik oleh
magnet jika masih berada salam medan magnet.
d. Gaya Gravitasi
Gaya gravitasi merupakan gaya yang ditimbulkan oleh tarikan
bumi. Contoh gaya gravitasi adalah jatuhnya buah dari atas pohon dengan
sendirinya. Semua benda yang dilempar ke atas akan tetap kembali ke
bawah karena pengaruh gravitasi bumi.
17
e. Gaya Listrik
Gaya listrik merupakan gaya yang terjadi karena aliran muatan
listrik. Aliran muatan listrik ini ditimbulkan oleh sumber energi listrik.
Contoh gaya listrik adalah bergeraknya kipas angin karena dihubungkan
dengan sumber energi listrik. Muatan listrik dari sumber energi listrik
mengalir ke kipas angin. Sehingga, kipas angin dapat bergerak.
3. Gaya Dapat Mempengaruhi Gerak Benda
Benda dapat bergerak karena adanya gaya yang bekerja pada
benda. Jika tidak ada gaya yang bekerja pada benda maka benda tidak
dapat bergerak atau berubah kedudukannya. Beberapa faktor yang
mempengaruhi gerak suatu benda adalah adanya gaya gravitasi bumi dan
tarikan atau dorongan yang terjadi pada benda.
4. Gaya Dapat Mempengaruhi Bentuk Benda
Gaya yang dihasilkan oleh dorongan ataupun tarikan dapat
mengakibatkan benda bergerak. Selain menyebabkan benda bergerak, gaya
yang bekerja pada benda juga dapat mengubah bentuk benda. Tanah liat
dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga dihasilkan keramik dan asbak
yang cantik dan menarik.
18
BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN
A. Subjek Penelitian
Pelaksanaan perbaikan pembelajaran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Sukamaju I Kecamatan Tanggeung
Kabupaten Cianjur. Yang menjadi subyek penelitian adalah siswa kelas IV SD
sebanyak 31 orang, yang terdiri dari 15 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa
perempuan dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda, objek
dalam pelaksanaan perbaikan ini adalah implementasi dari optimalisasi
pembelajaran model CTL pada materi konsep gaya di kelas IV SD Negeri
Sukamaju I.
Pelaksanaan perbaikan ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu:
1. Siklus I : Selasa, 08 Maret 2011
2. Siklus II : Kamis, 10 Maret 2011
3. Siklus III : Selasa, 15 Maret 2011
B. Deskripsi Per Siklus
1. Rencana Perbaikan
Pada tahap perencanaan perbaikan hal-hal yang direncanakan
dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1) menyusun rencana pembelajaran untuk setiap pertemuan. Adapun yang
perlu dipertimbangkan dalam menyusun rencana ini adalah
menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah
pendekatan CTL;
2) menyusun tes awal/tes akhir. Dalam menyusun tes awal materi
dikaitkan dengan materi yang akan diajarkan, fungsinya untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan awal siswa terhadap pelajaran
yang akan diajarkan. Tes akhir diadakan dengan tujuan untuk
mengetahui tingkat pemahaman serta hasil belajar terhadap materi
yang telah diberikan, tes ini dibuat untuk persiapan pada setiap siklus;
18
19
3) menyusun pedoman pembelajaran untuk guru, fungsinya untuk
memudahkan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam persiapan mengajar. Selain
itu untuk mengantisipasi kesalahan dalam menyampaikan bahan ajar
atau materi;
4) mempersiapkan rencana yang diperlukan selama proses pembelajaran,
yaitu mempersiapkan lokasi atau kelas yang akan dipakai penelitian,
mengkondisikan siswa, dan mempersiapkan alat peraga yang mungkin
bisa dipakai dalam pembelajaran;
5) mempersiapkan instrumen yang meliputi lembar observasi baik bagi
guru atau bagi siswa, lembar pengamatan untuk kegiatan kelompok,
pedoman wawancara, catatan lapangan, LKS;
2. Prosedur Pelaksanaan
a. Pada tahap pelaksanaan ini, peneliti melaksanakan penelitian dengan
rencana tindakan yang terdiri dari 3 siklus, setiap siklus terdiri dari tiga
tindakan yang dilaksanaan secara continue. Dan yang lebih jelasnya
dapat dilihat dalam tabel jadwal perbaikan di bawah ini.
Tabel 3.1 Jadwal Perbaikan
Siklus
Tin
daka
n Pelaksanaan
KetHari/Tanggal
Waktu Materi
1 2 3 4 5 6Siklus I 1 Selasa, 08
Maret 201107.35-08.45 Pengertian
gayaSiklus II 1 Kamis, 10
Maret 201107.35-08.45 Pengaruh
gaya terhadap bentuk benda
Siklus III 1 Selasa, 15 Maret 2011
07.35-08.45 Bentuk benda dalam kehidupan sehari-hari
b. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan
perbaikan ini adalah sebagai berikut :
1) Observasi
Menurut Soedarsono (1997: 16) yang dimaksud observasi
adalah mencatat data dengan mengamati dampak proses belajar
20
mengajar”. Jadi selama tindakan berlangsung hal-hal yang diteliti
bisa teramati dari beberapa aspek, baik aspek yang meliputi proses
pembelajarannya, guru, siswa ataupun situasi kelas pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observasi merupakan
bahan untuk refleksi yang akan dilakukan pada tindakan
berikutnya.
2) Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang
menuntut adanya pertemuan langsung antara peneliti dengan
sumber data (siswa). Wawancara ini dilakukan dengan
memberikan beberapa pertanyaan kepada siswa yang dipilih oleh
peneliti.
Siswa yang dipilih oleh peneliti adalah siswa yang memiliki
kemampuan sedang, tinggi dan rendah. Hasil wawancara ini
digunakan sebagai data atau informasi yang dianalisis secara
kualitatif.
3) Evaluasi (Tes)
Evaluasi digunakan untuk memperoleh informasi atau data
mengani hasil belajar yang dicapai secara individual setelah
dilakukan kegiatan pembelajaran.
4) Dokumentasi
Untuk memperjelas data penelitian, digunakan kamera foto.
Rekaman gambar diperoleh dari setiap siklus yaitu pada saat
dilakukan observasi yaitu kegiatan guru dan kegiatan siswa,
wawancara guru dan siswa, siswa mengerjakan LKS,
didokumentasikan untuk dijadikan sebagai salah satu bahan
analisis.
c. Refleksi adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah dan atau tidak
terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil
dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan”
(Depdikbud,1999: 44).
Pada tahap refleksi guru melakukan kegiatan merenungkan dan
mengkaji kembali secara intensif kejadian-kejadin atau peristiwa yang
menyebabkan munculnya sesuatu yang diharapkan atau tidak
21
diharapkan. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah-
langkah lebih lanjut dalam upaya mencapai tujuan.
Dengan demikian tahap refleksi merupakan sesuatu kegiatan
perenungan untuk memikirkan dan mengakui segala kekurangan dan
kesalahan yang telah terjadi selama pembelajaran, sehingga dari
kegiatan refleksi ada keterbukaan dan keinginan untuk memperbaiki
atas kekurangan tersebut.
d. Instrumen perbaikan sebagai alat pengumpulan data untuk
memperoleh data yang akurat dan lengkap yang digunakan dalam
pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Lembar Observasi
Sebagaimana diungkapkan oleh Sudjana (1990:84) bahwa “
lembar observasi adalah instrument yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi tentang tingkah laku guru dan siswa atau
proses terjadinya suatu kegiatan yang diamati”.
Lembar observasi adalah instrument yang bisa digunakan
dalam penelitian.Untuk menjaring data yang diperlukan, lembar
observasi yang digunakan pada pelaksanaan perbaikan ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu :
a) lembar observasi untuk kegiatan guru, setiap tingkah laku guru
dalam proses pengelolaan diamati secara seksama, hal
demikian dimaksudkan untuk mengoreksi kekurangan yang
tidak terencana sebagai bahan perbaikan guru pda tindakan
selanjutnya.
b) lembar observasi kegiatan siswa, di dalam lembar observasi
siswa mengamati setiap kegiatan siswa mulai dari tahap
invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, sampai pada tahap
pengambilan tindakan.
2) Pedoman Wawancara
Lembar wawancara adalah instrument penelitian yang
digunakan untuk mengetahui pendapat, aspirasi, harapan, prestasi,
keinginan, keyakinan dan lain-lain, sebagai hasil belajar siswa.
(Sudjana, 1990: 67-68). “wawancara di butuhkan untuk
mengungkapkan data yang hanya dapat diungkapkan dengan kata-
kata secara lisan oleh sumbernya”.
22
3) Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah alat pengumpulan data catatan
yang berisi peristiwa-peristiwa atau kenyataan yang spesifik dan
menarik mengenai suatu yang diamati atau terlihat secara
kebetulan (Hasan dan Zainul, 1992: 76).
4) Instrumen Tes
Tes dilaksanakan untuk memproleh gambaran tentang
prestasi belajar siswa secara individu setelah dilakukan tindakan.
Hasil tes disalin sejumlah data tentang pemahaman siswa secara
individu juga dapat mengetahui pemahaman siswa dalam mencari
dan mengolah informasi sehingga siswa dapat melakukan
penjelasan dan memberikan solusi tentang permasalahan yang
dihadapi. Instrumen tes yang penulis gunakan adalah lembar
evaluasi yang merupakan instrumen yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep yang
dibelajarkan. Lembar evaluasi digunakan pada akhir setiap
tindakan dan dilaksanakan secara individual.
5) Lembar Penilaian Proses
Lembar penilaian proses merupakan instrumen yang
digunakan untuk menilai keterampilam dan sikap siswa selama
mengikuti pembelajaran. Lembar penilaian proses ini terdiri dari
lembar penilaian keterampilan pengetahuan alam dan lembar
penilaian sikap.
6) Kamera Foto
Kamera foto digunakan untuk merekam data hasil
penelitian dalam bentuk gambar/foto dokumentasi. Foto dilakukan
pada setiap siklus pada saat siswa melakukan diskusi di kelas,
kegiatan interaksi antara guru dan siswa berupa Tanya jawab untuk
mengolah informasi menjadi konsep pencarian solusi dari masalah
yang sedang dipelajari.
e. Mengadakan kesepakatan dengan teman sejawat dalam melakukan
teori tindakan yang harus mendapat perhatian pada waktu pelaksanaan
perbaikan berupa lembaran observasi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam.
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Per Siklus
Hasil perbaikan yang diperoleh dari setiap siklus dan tindakan
dideskripsikan, dianalisis dan direfleksi untuk mengetahui hasil pembelajaran
yang telah dilaksanakan, serta dapat melihat kelebihan dan kekurangan dalam
pembelajaran tersebut, maka dari itu akan mempermudah kegiatan
pembelajaran selanjutnya.
Hasil perbaikan ini menunjukan bagaimana aktivitas serta hasil belajar
siswa di kelas IV SD Negeri Sukamaju I setelah dilakukan tindakan.
Pembahasan hasil penelitian dapat membuktikan berhasil atau tidaknya
penggunaan pendekatan CTL pada materi yang diajarkan dan tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada
paparan tiap dan hasil tiap siklus di bawah ini.
1. Paparan Siklus I
1) Deskripsi
Pembelajaran siklus I tindakan dilaksanakan pada hari Selasa
tanggal 8 Maret 2011 pukul 07.35 – 08.45 di kelas IV SDN Sukamaju I
Kecamatan Tanggeung Kabupten Cianjur. Materi yang disajikan adalah
menjelaskan pengertian gaya dan sifat gaya yaitu pengaruh gerak benda
terhadap bentuk benda.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru mengucapkan salam
dan siswa menjawabnya secara serempak. Setelah berdo’a guru
mengabsen jumlah siswa seluruhnya 31 orang, siswa hadir semuanya.
Selanjutnya siswa dikelompokkan menjadi 5 kelompok yang terdiri dari
6 orang. Setelah tertib duduk berkelompok lalu siswa bersiap-siap
memasuki pembelajaran IPA, peneliti menyiapkan RPP, beserta
instrumen penelitian antara lain: lembar observasi, lembar wawancara,
lembar kerja siswa, lembar evaluasi dan alat bantu (alat peraga).
Setelah diberi pengarahan, guru mengadakan apersepsi dengan
tanya jawab tentang tarikan dan dorongan untuk mengungkapkan
konsepsi awal siswa terhadap konsep tersebut, guru memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pengalaman hidupnya
23
24
sehari-hari yang ada kaitannya dengan konsep gaya, diantaranya sebagai
berikut : “karena sebelumnya kamu pernah belajar tentang gaya, apa yang
dimaksud dengan gaya?”. 4 orang siswa menjawab ; dorongan dan
tarikan, Pak . Pertanyaan selanjutnya “menurut kamu apa yang etrjadi
pada karet gelang jika dimainkan di jari-jari?”,semua siswa lelaki
menjawab “lunak, Pak” tetapi siswa perempuan menjawab berubah-ubah
bentuknya. Kegiatan dilanjutkan dengan memperkenalkan materi
pembelajaran dengan indikator yang akan dibahas pada lembar kerja
siswa yang akan dibagikan kepada setiap kelompok.
Pada tahap invitasi, pembelajaran dilakukan dengan tanya jawab
mengenai pengertian gaya. Ali Mohamad Sami’an menjawab gaya itu
tidak bisa dilihat tapi kita dapat merasakan pengaruhnya. Nova,
menjawab gaya itu adalah berupa dorongan.
Pada tahap eksplorasi guru melakukan Tanya jawab tentang
pengaruh gaya terhadap bentuk benda. Apakah yang dimaksud gaya?
Setiap siswa ditanya dengan cara ditunjuk, dari 31 siswa yang menjawab
benar adalah 20 orang. Kemudian dilanjutkan dengan bertanya apa saja
yang termasuk sifat gaya? Yang menjawab benar 15 orang. Selanjutnya
siswa diminta untuk menyebutkan contoh pengaruh gaya terhadap bentuk
benda? 60% dari jumlah siswa menjawab, yang lainnya harus ada
bimbingan guru.
Setelah itu guru memberikan tugas kepada kelompok yang berupa
LKS. Setiap kelompok membaca petunjuk dan perintah yang ada pada
lembar kerja siswa. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
melakukan percobaan mengenai gaya, sementara itu siswa
mempersiapkan alat-alat untuk melakukan percobaan.
Pada tahap diskusi penjelasan dan solusi guru berperan sebagai
motivator dan fasilitator. Dalam tahap ini guru meminta siswa untuk
melaporkan hasil diskusi kelompoknya secara bergantian. Setiap
perwakilan kelompok melaporkan hasil pekerjaannya. Masih ada
sebagian dari perwakilan kelompok yang masih malu-malu untuk
melaporkan hasil diskusi kelompoknya.
Pada tahap pengambilan tindakan guru bertanya kepada siswa
tentang hubungan konsep gaya dengan konsep kehidupan sehari-hari,
siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Ada yang
25
menjawab karet gelang jika dimainkan dijari akan berubah bentuk. Mobil
jika tabrakan akan penyok. Selanjutnya guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bertanya.
Pada tahap kegiatan akhir guru melakukan penekanan terhadap
konsep konsep esensial melalui kegiatan tanya jawab. Siswa mencatat
konsep-konsep esensial tentang gaya. Kemudian guru membimbing siswa
untuk membuat kesimpulan tentang gaya. Setelah itu guru memberikan
tes akhir yang diberikan secara individu. Siswa mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru secara individu
2) Analisis
Setelah siklus I dilaksanakan maka kegiatan selanjutnya adalah
mengumpulkan data untuk dianalisis selama proses belajar mengajar.
Data-data tersebut adalah catatan observasi, catatan lapangan dan hasil
wawancara guru dengan siswa. Dari data-data tersebut diperoleh beberapa
temuan penting, berdasarkan lembar observasi kegiatan yang dilakukan
guru sudah sesuai dengan rencana.Temuan-temuan penting tersebut
dapat disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 4.1
Temuan Esensial Penelitian Siklus I
MateriTahapan Kegiatan
Temuan
1. Pengertian gaya
2. Sifat-sifat gaya
3. Pengaruh gaya terhadap bentuk benda
4. Contoh benda-benda
Apersepsi siswa terlihat memberikan respon walaupun jawabannya masih harus diluruskan
Invitasi Siswa kurang berani bertanyaEksplorasi siswa terlihat aktif dalam mencari
jawaban walaupun masih dibimbing oleh guru
Penjelasan dan solusi
Ada 2 kelompok dalam melakukan percobaan selalu menunggu bimbingan dan arahan dari guru
Pengambilan Tindakan
Ada beberapa siswa yang tidak berpartisipasi aktif dalam menjawab
Kegiatan Ahir Rata-rata hasil evaluasi proses 1,97
Rata-rata hasil belajar siswa:67.42
26
Pada saat tanya jawab siswa terlihat memberikan respon walaupun
jawabannya masih harus diluruskan, terlihat juga ada yang ragu-ragu
dalam mengungkap gagasan. Guru tetap memberi semangat agar siswa
merasakan pengakuan keberanian dirinya yang positif. Dalam kegiatan
diskusi siswa bersemangat walaupun ada beberapa yang kurang antusias,
guru berkeliling melihat aktivitas yang dilakukan masing-masing
kelompok.
Dalam mengemukakan pendapat dan menuliskan hasil diskusi
setiap kelompok harus dipantau karena siswa belum begitu memahami
pembelajaran yang sedang mereka ikuti, jadi siswa masih harus diberi
arahan dan guru memberikan semangat agar siswa lebih giat memberikan
pertanyaan terutama dalam pembelajaran IPA.
Pada tahap eksplorasi siswa diminta untuk melakukan percobaan
sesuai dengan petunjuk yang ada dalam LKS, kemudian mencari jawaban
dari hasil diskusi dan membaca buku paket yang dimilikinya. Pada tahap
ini siswa terlihat aktif dalam mencari jawaban walaupun masih dibimbing
oleh guru. Pada tahap diskusi dan penjelasan konsep siswa cukup aktif
dan saling bertanya tentang jawaban yang akan dilaporkan didepan teman
sekelasnya.
Hasil belajar pada Siklus I yang diperoleh belum memuaskan
karena pembelajaran ini baru pertama kali dilaksanakan, sehingga masih
memerlukan waktu bimbingan dan perbaikan. Dari hasil wawancara
siswa senang mengikuti pembelajaran seperti ini karena harus membaca
buku sendiri untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar kerja
siswa, kemudian diberi kesempatan bagi siswa yang tingkat
kecerdasannya tinggi untuk bertanya atau menjawab pertanyaan.
Tabel 4.2
Hasil Evaluasi Proses Siklus I Tindakan 1
No Nilai Frekuensi Jumlah Persentase
1 3 10 3032.25806451
6129%
2 2 10 2032.25806451
6129
3 1 11 1135.48387096
77419Jumlah
Rata-rata6 31 6100%
1,967741935
27
Tabel 4.3
Hasil Evaluasi Akhir Siklus I
Nilai Frekwensi Jumlah Prosentase100 - - -
90 6 54019.354838709
6774%
80 5 40016.129032258
064570 5 350 16.13%
60 8 48025.806451612
9032
50 4 20012.9032258
064516
40 3 1209.67741935483871
Jumlah
31
2090 84,03226774193540
0%
Rata-Rata 67.4193548387097
Pada pelaksanaan siklus I dengan menggunakan pendekatan
kontekstual hasil evaluasi akhir yang diperoleh yaitu yang memperoleh
nilai ≤ KKM (60,00) ada 15 orang dan 16 orang yang nilainya di atas
KKM. Nilai rata-rata yang evaluasi akhir diperoleh siswa adalah 67.42
Sedangkan untuk penilaian proses aktivitas bertanya diperoleh nilai rata-
rata 1.97.
3) Refleksi
Setelah melakukan siklus I pembelajaran IPA konsep gaya
dengan pendekatan kontekstual, peneliti melakukan refleksi kegiatan
pelaksanaan tindakan tersebut berdasarkan data dan informasi yang
diperoleh saat mengobservasi proses kegiatan belajar mengajar. Siswa
terlihat sangat antusias dalam belajar. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu adanya alat bantu belajar dan pengelompokkan
siswa yang cukup baik.
28
Berdasarkan analisis yang dilakukan, hasil belajar siswa belum
memuaskan, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai baru mencapai
67,42 dari target yang diharapkan. Aktivitas bertanya siswa juga belum
memuaskan, siswa masih malu dalam mengemukakan pendapat. Oleh
karena itu maka pada tindakan selanjutnya guru harus menciptakan
suasana akrab dan menyenangkan sehingga siswa termotivasi untuk
beraktivitas bertanya dan berpendapat tanpa perasaan malu dan takut,
walaupun belum sempurna.
2. Paparan Siklus II
a. Deskripsi
Pada hari Kamis tanggal 10 Maret 2011 pukul 7.35-08.45 dengan
jumlah siswa 31 orang, dilaksanakan Siklus II Tdengan materi konsep gaya
dapat mengubah bentuk benda dengan menggunakan pendekatan CTL.
Kegiatan diawali dengan mengkondisikan siswa agar siap untuk
belajar dengan cara merapikan tempat duduk, ruangan, peralatan belajar
dan sebagainya. Kemudian peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran agar
siswa tahu kemampuan yang harus dikuasainya. Peneliti kemudian guru
memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan materi prasyarat
sebagai berikut: “Pernahkah kalian membuat patung/asbak,pot dari tanah
liat”. 15 orang siswa menjawab “Pernah Pak”. peneliti melanjutkan
pertanyaan “Bagaimana cara membuatnya, coba yang bisa menjawab
acungkan tangan”. 1 orang siswa menjawab “Mula-mula kita ambil tanah
liat, lalu kita tekan-tekan dengan tangan kita sehingga membentuk patung
yang kita inginkan”.
Pada tahap invitasi peneliti memperlihatkan gambar-gambar
tentang peristiwa yang membuktikan gaya dapat mengubah bentuk benda.
kemudian peneliti meminta siswa untuk mengajukan pertanyaan
berdasarkan gambar tersebut. Satu orang siswa mengacungkan tangan lalu
bertanya “Pak dalam gambar ada orang yang sedang memukul-mukul
kaleng hingga penyok, apa maksudnya Pak?”. Peneliti kemudian
melemparkan pertanyaan tersebut kepada siswa lain “Apakah ada yang bisa
menjawab pertanyaan temanmu tadi?”. Satu siswa perempuan menjawab
“Menurut saya kaleng tersebut dipukul hingga penyok karena orang
tersebut memakai tenaga atau gaya otot.
29
Pada tahap ekplorasi, peneliti membagikan lembar kerja siswa
(LKS), kemudian siswa dibentuk dibagi menjadi 5 kelompok yang terdiri
dari 6 orang dengan kemampuan yang berbeda. Alasannya adalah agar
dalam kegiatan kelompok dapat berjalan dengan dengan baik dan tidak
didominasi oleh siswa yang pandai saja. Siswa kemudian melakukan
percobaan dan berdiskusi dengan panduan LKS tentang konsep gaya dapat
mengubah bentuk benda. Selama siswa berdiskusi guru berkeliling untuk
memberikan pengarahan dan bimbingan tentang kesulitan yang dihadapi
oleh siswa. Kemudian peneliti meminta siswa secara bergiliran melaporkan
hasil diskusinya di depan kelas. Salah satu hasil dikusinya adalah “Plastisin
dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga dihasilkan berbagai bentuk yang
menarik. Gaya yang diberikan oleh tangan pada plastisin membuat bentuk
tanah liat berubah. Hal ini menunjukkan bahwa gaya juga dapat mengubah
bentuk benda.”
Pada tahap pengembangan dan aplikasi konsep, siswa diminta
untuk memberikan contoh tentang guna konsep gaya dapat merubah bentuk
benda berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Contoh guna gaya dapat
merubah bentuk benda adalah pembuatan gerabah, pembuatan bata merah,
pembuatan patung dari tanah liat”.Siswa dan guru bersama-sama
menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Kegiatan Akhir, Siswa diberi tugas post tes yang dikerjakan secara
individu. Guru kemudian menutup kegiatan pembelajaran dan siswa
diberikan PR tentang pengaruh gaya lainnya terhadap bentuk benda dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Analisis
Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan lapangan, lembar
aktivitas siswa, lembar observasi, dan lembar wawancara terdapat beberapa
temuan penting yang terjadi selama penelitian berlangsung pada siklus II
tindakan I.
Tabel 4.4Temuan Esensial Penelitian Siklus II
Materi Tahapan Kegiatan
Temuan
Pengaruh gaya
terhadap bentuk benda
Apersepsi 15 orang siswa yang menjawab pertanyan peneliti
Invitasi 15 orang siswa sudah bertanyaEksplorasi 17 orang siswa menjawab pertanyaan
yang diberikan guru
30
Penjelasan dan Solusi
Siswa dalam tiap-tiap kelompok bekerja sama mengerjakan lembar kerja siswa dengan baik
Guru mencoba untuk memacu siswa supaya semua siswa aktif dalam diskusi kelompok
Pengambilan Tindakan
35 siswa mulai aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
Kegiatan Ahir Rata-rata hasil evaluasi proses meningkat menjadi 2,35
Rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 88.06
Pada waktu kegiatan apersepsi dilaksanakan hanya ada lima belas
orang siswa yang menjawab pertanyan peneliti. Berdasarkan hal tersebut
maka pemahaman siswa tentang konsep gaya dapat merubah bentuk benda
masih rendah.
Pada waktu kegiatan awal siswa terlihat senang ketika guru
memintanya duduk dengan kelompoknya. Siswa tertarik untuk mengikuti
proses pembelajaran tentang konsep gaya dapat mengubah bentuk benda.
Pada saat siswa diminta untuk mengamati gambar tentang konsep gaya
dapat mengubah bentuk benda, pemahaman siswa sudah mulai meningkat.
Hal ini terlihat dari kegiatan tanya jawab yang dilakukan guru 17 orang
siswa menjawab pertanyaan yang diberikan peneliti.
Pada waktu materi disajikan melalui LKS tentang konsep gaya
dapat merubah bentuk benda, siswa dalam tiap-tiap kelompok bekerja sama
mengerjakan lembar kerja siswa dengan baik. Dalam kegiatan diskusi
berlangsung guru mencoba untuk memacu siswa supaya semua siswa aktif
dalam diskusi kelompok. Semua siswa mendapat tugas secara merata.Siswa
memahami konsep dengan baik pada saat pemantapan. Siswa sudah mulai
terbiasa dalam melakukan dan mengungkapkan pendapat, aktivitas siswa
sudah mengarah pada pembelajaran yang diharapkan yaitu siswa belajar
dengan aktif.
Tabel 4.5Hasil Evaluasi Proses Siklus II
No Nilai Frekuensi Jumlah Prosentase
1 3 15 4548.3870967741936%
2 2 12 2438.7096774
193548
3 1 4 412.9032258
064516
31
Jumlah 6 31 7300Rata-rata 2.3548387096774
2Tabel 4.6
Hasil Evaluasi Akhir Siklus II
No Nilai Frekuensi Jumlah Prosentase1. 100 10 10002. 90 12 10803. 80 4 3204. 70 3 2105. 60 2 120
JUMLAH 31 2730Rata-rata 88.064516129
0323
Pada pelaksanaan siklus II dengan menggunakan pendekatan
kontekstual hasil evaluasi akhir yang mendapat nilai di bawah atau sama
dengan KKM yaitu 2 orang. Namun, kali ini ada siswa yang memperoleh
nilai 100. Nilai rata-rata evaluasi akhir yang diperoleh siswa adalah 88.06.
Sedangkan untuk penilaian proses diperoleh nilai rata-rata 2,35.
c. Refleksi
Setelah melakukan siklus II pembelajaran IPA dengan pendekatan
CTL, peneliti melakukan refleksi kegiatan pelaksanaan tindakan tersebut
berdasarkan data dan informasi yang diperoleh saat mengobservasi proses
kegiatan belajar mengajar. Siswa terlihat sangat antusias dalam belajar. Hal
ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu adanya alat bantu belajar dan
pengelompokkan siswa yang cukup baik.
Berdasarkan hasil renungan di atas, maka peneliti akan mencoba
melanjutkan pembelajaran pada tindakan dua dengan materi energi
matahari dengan rencana perbaikan sebagai berikut: merancang
penyampaian apersepsi dengan bahasa yang jelas dan sesuai dengan
perkembangan siswa; mengupayakan minat dan aktivitas siswa untuk lebih
meningkat lagi; mendorong siswa untuk lebih aktif dalam bertanya maupun
menjawab pertanyaan, serta mengkondisikan siswa dalam kegiatan
kelompok, sehingga aktivitas lebih merata.
3. Paparan Siklus III
a. Deskripsi
32
Pembelajaran Siklus III dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 15
Maret 2011, jam 07.35-08.45 WIB dengan jumlah siswa sebanyak
31orang. Pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan pendekatan CTL
dilakukan dengan metoda diskusi kelompok yang dilakukan oleh lima
kelompok siswa.
Setelah membaca doa dan salam, kegiatan pembelajaran diawali
dengan mengkondisikan siswa dan melakukan apersepsi dengan
mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman yang dimiliki siswa
tentang pengaruh gaya terhadap bentuk benda. Guru lalu menyampaikan
tujuan pembelajaran yaitu melalui metode diskusi kelompok siswa dapat
menjelaskan pengaruh gaya terhadap bentuk benda dengan benar. Guru
melakukan tanya jawab tentang pengaruh gaya sebagai berikut: “Apa yang
dimaksud dengan gaya”. Siswa menjawab dengan serempak “dorongan
dan tarikan”. “Apa yang terjadi ketika karet gelang dimainkan dijari-jari”.
Siswa kembali menjawab dengan serempak “berubah bentuk”. Pertanyaan
dilanjutkan “Apa yang menyebabkan benda tersebut berubah bentuk?”.
Setengahnya siswa menjawab “Karena ada gaya tarikan dari dari jari
tangan, Pak”. Coba sebutkan contoh benda yang berubah bentuk karena
pengaruh gaya? Siswa serempak menjawab, bata merah, genteng, asbak,
pot bunga, gerabah. Pak.
Pembelajaran dilanjutkan dengan tahap eksplorasi. Pada
tahap ini guru membagikan gambar-gambar tentang pengaruh
gaya . Siswa mengamati gambar-gambar yang dibagikan oleh guru.
Kemudian penelitian dilanjutkan dengan menyuruh siswa untuk
memperhatikan alat peraga yang ada di depan kelas. Siswa merasa
senang dengan mengamati alat peraga. Guru menunjukkan alat
peraga untuk memancing keingintahuan siswa dan ada hampir 75 %
siswa yang berani mengajukan pertanyaan tentang pengaruh gaya terhadap
bentuk benda, dan sebagai besar lainnya siswa berani mengajukan
pertanyaaan tetapi jika diminta guru.
Pada tahap diskusi dan penjelasan konsep peneliti membagikan
lembar kerja siswa (LKS), siswa kemudian melakukan percobaan dan
berdiskusi dengan panduan LKS tentang pengaruh gaya terhadap bentuk
benda di bawah bimbingan guru. Kemudian siswa diminta secara
bergiliran melaporkan hasil diskusinya di depan kelas. Salah satu hasil
33
diskusi yang disampaikan oleh siswa adalah “gaya dapat mengubah bentuk
benda”.
Pada tahap pengembangan dan aplikasi konsep, siswa diminta
untuk memberikan contoh pengaruh gaya terhadap bentuk benda dalam
kehidupan sehari-hari. Respon jawaban yang diberikan siswa antara lain
bata merah, pot bunga, asbak, drum yang dibuat menjadi ketel, mobil yang
bertabrakan”. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang materi yang
belum dipahami. Siswa dan guru selanjutnya menyimpulkan kegiatan
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pada kegiatan akhir siswa diberi post tes yang dikerjakan secara
individual. Guru kemudian menutup kegiatan pembelajaran dan
memberikan tugas untuk membuat benda hasil dari pengaruh gaya
terhadap benda dalam kehidupan sehari-hari.
b. Analisis
Berdasarkan data yang diperoleh dalam instrumen penelitian yang
digunakan, terdapat beberapa temuan penting yang terjadi selama
pertemuan.
Tabel 4.7
Temuan Esensial Penelitian Siklus III
Materi Tahapan Kegiatan
Temuan
Pengertian Gaya
Apersepsi semua siswa antusias menjawab pertanyan guru.
Invitasi Siswa yang bertanya meningkat dari siklus sebelumnya
Eksplorasi semua Siswa menjawab pertanyaan yang diberikan guru.
Penjelasan dan Solusi
Siswa dalam tiap-tiap kelompok bekerja sama berdiskusi dan melakukan percobaan dengan aktif
Pengambilan Tindakan
siswa mulai aktif dalam bertanya dan menjawab pertanyaan.
Kegiatan Ahir Rata-rata hasil evaluasi proses meningkat menjadi 2,61
34
Rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 93.87
Temuan pertama yaitu pada tahap eksplorasi setelah guru
membagikan gambar dan meminta siswa untuk mengamati
gambar serta alat peraga untuk memancing ke ing in t ahuan
s i swa dan pada akh i rnya s i swa be ran i mengungkapkan
pertanyaan tentang pengaruh gaya terhadap bentuk benda, terdapat 10
orang siswa yang berani mengajukan pertanyaan. Hal tersebut
dikarenakan guru memberi motivasi terhadap siswa yang tidak
berpartisipasi aktif untuk berani dalam mengajukan
pertanyaan.Siswa terlihat senang karena dapat mengamati
langsung alat peraga.
Temuan kedua, aktivitas belajar siswa semakin terlihat lebih baik
dibanding pada pembelajaran sebelumnya.Siswa yang biasanya pasif dan
jarang bertanya, maka dengan belajar kelompok siswa tersebut mampu
berkomunikasi dengan teman sekelompoknya.
Tabel 4.8
Hasil Evaluasi Proses Siklus III Tindakan 1
No Nilai Frekuensi Jumlah Prosentase1
3 19 5761.2903225806
452%2
2 12 2438.7096774193
5483 1 - -
- - - -Jumlah
Rata-rata31 31 81%
2.61290322580645
Tabel 4.9
Hasil Evaluasi Akhir Siklus III Tindakan 1
No Nilai Frekuensi Jumlah Prosentase1.
100 18 180058.0645161290
323%2.
90 8 72025.8064516129
032%3.
80 4 32012.9032258064
516%4. 70 1 70 3.22580645161
35
JUMLAH 340 31 291000%Rata-rata 93.8709677419
355
Pada pelaksanaan siklus III tindakan 1 dengan menggunakan
pendekatan kontekstual hasil evaluasi akhir yang diperoleh menunjukkan
tidak ada lagi siswa yang mendapat nilai di bawah KKM nilai terendah
yang diperoleh siswa adalah 60. Bila dibandingkan dengan tindakan
sebelumnya rata-rata hasil evaluasi akhir mengalami peningkatan dari
81,95 menjadi 93.87. Sedangkan untuk rata-rata evaluasi proses adalah
2,61. Rata rata evaluasi proses juga mengalami peningkatan dari siklus
sebelumnya.
Peningkatan hasil evaluasi akhir dan evaluasi proses ini bila dilihat
dari tindakan yang dilakukan. Dengan yang lain, artinya proses muncul
ketika ada ketertarikan antar sesama anggota kelompok yang seusia. Jika
anak nyaman dalam belajarnya maka akan diperoleh hasil belajar yang
baik. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada
siswa, yakni mempelajari materi pembelajaran, berdiskusi untuk
memecahkan masalah atau tugas. Dengan interaksi yang efektif
memungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada
tingkat setara.
c. Refleksi
Setelah melakukanpembelajaran siklus III konsep gaya dapat
mengubah bentuk benda dengan pendekatan CTL, peneliti melakukan
refleksi berdasarkan hasil analisis terhadap proses belajar mengajar. Siswa
terlihat sangat antusias dalam belajar. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu adanya alat peraga dan penggunaan metode kerja
kelompok.Upaya perbaikan yang akan dilakukan peneliti pada tindakan
selanjutnya diantaranya :
1. Agar siswa berani dan berinisiatif sendiri tanpa diminta guru untuk
mengajukan pertanyaan, maka guru harus memotivasi siswa
kurang aktif untuk berani mengajukan pertanyaan dengan
inisiatif sendiri melalui penguatan berupa pujian pada siswa.
2. Menggunakan media/alat yang lebih variatif dan relevan dengan materi
36
pelajaran untuk mempertahankan antusiasme siswa dalam belajar.
B. Pembahasan
Berdasarkan deskripsi, analisis dan refleksi setiap tindakan perbaikan
yang dilakukan, peneliti dapat menuliskan beberapa temuan esensial dalam
penelitian yang telah dilaksanakan. Temuan-temuan esensial tersebut peneliti
peroleh secara rinci dan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pembahasan Siklus I
Pada siklus I faktor yang menjadi hambatan bagi aktivitas bertanya
jawab siswa dengan menggunakan pendekatan CTL, pertama yaitu
kemampuan siswa dalam memahami pertanyaan masih rendah. Hal ini
menjadikan jawaban yang diungkapkan siswa berkaitan dengan konsep
gaya tidak seperti yang diharapkan peneliti, sehingga guru mengajukan
pertanyaan kembali dan memberikan waktu berpikir agar siswa menjawab
pertanyaan dengan benar. Padahal pertanyaan yang diajukan guru
merupakan salah satu upaya mengkonstruksi pengetahuan awal siswa agar
dapat melalui tahapan selanjutnya. Seperti pendapat Samatowa
(2006: 53) bahwa “ menurut pandangan konstruktivisme belajar
bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga
pengetahuan awal siswa”.
Pembelajaran dengan model CTL lebih bermakna karena
memberikan pengalaman belajar yang dimulai dari hal-hal yang diketahui
oleh siswa, sehingga guru harus mengaitkan antara konsep baru dengan
konsep yang telah dimiliki siswa berdasarkan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini senada dengan pendapat Nurhadi
(2002: 1), yang menyatakan bahwa:
Model Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Aktivitas bertanya siswa pada siklus 1 belum banyak terlihat,
karena siswa belum terbiasa dengan metode tanya jawab dan diskusi
kelompok. Kegiatan pembelajaran kurang efektif dengan banyaknya siswa
37
yang ribut atau pun hanya memainkan alat peraga. Perolehan nilai rata-rata
aktivitas bertanya pada siklus I 1,97. Hal ini menunjukkan aktivitas
bertanya pada siklus I belum menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Beberapa siswa ada yang bertanya karena kurang mengerti dengan
bahasa yang disajikan dalam lembar soal, sehingga guru harus
menjelaskan kembali kata-kata atau kalimat yang tidak dipahami oleh
siswa. Hal ini menunjukkan masih rendahnya pembendaharaan kosakata
yang dimiliki oleh siswa, sehingga guru harus senantiasa mengenalkan
siswa pada kosakata /art i yang termuat dalam soal evaluasi .
Penggunaan bahasa yang benar merupakan kaidah-kaidah yang penting
dalam penyusunan tes hasil belajar. Hal ini senada dengan pendapat
Rakhmat dan Solehuddin (2006:24) bahwa "faktor bahasa juga
merupakan hal yang pokok untuk dipahami dalam penyusunan tes hasil
belajar”.
Berdasarkan hasil wawancara vang dilakukan terhadap tiga orang
siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda, dalam setiap tindakan
pada siklus 1, pada umumnya siswa merasa senang mengikuti
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dikarenakan
siswa dapat bekerjasama dalam kelompok dan penggunaan media
berupa benda-benda sebagai alat peraga yang langsung dimanipulasi
oleh siswa.
Pada akhirpembelajaran guru membahas kembali soal
evaluasi individu untuk meluruskan pemahaman siswa yang masih
keliru. Dari hasil tes akhir individu yang dikerjakan siswa dalam setiap
tindakan pada siklus I ini diperoleh nilai yang masih belum memuaskan
yaitu baru mencapai rata-rata 67,42
Kesulitan yang ditemui saat evaluasi akhir, yaitu kemampuan
siswa dalam memahami soalaplikatif masih kurang. Pada umumnya siswa
telah memahami konsep materiyang dipelajari , hanya saja siswa
belum terbiasa dengan soal-soal apl ikatif .
Gambar 4.1
Grafik Nilai Evaluasi Proses Aktivitas Bertanya Siklus I
38
bertanya keaktifan berpendapat0
0.5
1
1.5
2
2.5
Bertanya
Keaktifan
berpendapat
Gambar 4.2
Grafik Rata-Rata Nilai Evaluasi Akhir Siklus I
hasil bela-jar
010203040506070
siklus I
2. Pembahasan Siklus II
Pada Siklus II aktivitas bertanya siswa menunjukkan peningkatan
dari tindakan sebelumnya. Jika pada akhir siklus I rata-rata nilai aktivitas
bertanya 1,97 pada akhir siklus II meningkat menjadi 2,35. Pada siklus 2
peneliti berusaha untuk membimbing siswa dalam kegiatan diskusi, baik
pada kegiatan diskusi kelompok maupun diskusi kelas semua siswa
mendapatkan kesempatan untuk bertanya, menjawab pertanyaan dan
mengemukakan pendapatnya. Pada siklus 2 peneliti juga menggunakan
alat peraga yang lebih variatif dari tindakan sebelumnya, sehingga siswa
merasa tertarik dalam proses tanya jawab. Hal ini membuktikan bahwa
“Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat
bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif”(Sudjana,
2002: 99). Dalam kaitannya dengan pengajaran IPA, keberadaan alat
peraga jelas mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan belajar mengajar.
Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari tindakan-tindakan
sebelumnya. Hal ini menunjukkan pemahaman siswa secara individu
mengalami peningkatan. Rata-rata kelas hasil belajar siswa pada siklus II
39
adalah 88,06. Hasil ini diakibatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran menunjukkan peningkatan. Kemudian dalam menyusun soal
guru berusaha menyesuaikan dengan kaidah-kaidah penyusunan soal
evaluasi agar dapat mengukur sampai sejauh mana pemahaman siswa
setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan
pengertian evaluasi menurut Jarolimek dan C. Parker (1993: 23) yang
menyebutkan bahwa “Evaluasi adalah usaha untuk membandingkan hasil
belajar dengan tujuan yang ditetapkan”. Jadi melalui evaluasi diharapkan
akan diketahui kemajuan siswa, hasil pencapaian tujuan yang dapat
merupakan masukan bagi pengembangan tindakan selanjutnya.
Gambar 4.3
Grafik Nilai Evaluasi Proses Aktivitas Bertanya dalam Diskusi Siklus II
siswa2.12.22.32.42.52.62.72.8
bertanya
berpendapat
Keaktifan
Gambar 4.4
Grafik Rata-Rata Nilai Evaluasi Akhir Siklus II
3. Pembahasan Siklus III
Berdasarkan dari hasil analisis data yang diperoleh dari analisis
dokumen. Pada Siklus III peneliti sudah dapat melaksanakan kegiatan
hasil bela-jar
0102030405060708090
siklus 2
40
pembelajaran dari awal sampai akhir untuk menerapkan pendekatan CTL
dalam pembelajaran konsep pengaruh gaya terhadap bentuk benda.
Pada Siklus III guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berinteraksi dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan seperti itu
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi, bertanya,
maupun mengeluarkan pendapat, serta berinteraksi dengan siswa yang
menjadikan siswa aktif dalam kelas. Dengan demikian peran guru di
dalam kelas bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar tetapi lebih
bersifat sebagai penggerak atau pembimbing siswa untuk memperoleh
pengetahuannya sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2002:
13) yang menyatakan bahwa “ Pengetahuan yang diperoleh siswa sendiri
akan lebih melekat lebih lama di pikiran dan menjadikan prestasi belajar
siswa meningkat”.
Hasil Belajar pada siklus III mengalami peningkatan secara
siginifikan. Hal ini membuktikan bahwa penerapan penerapan pendekatan
CTL dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Di samping aspek kognitif
siswa, penerapan pendekatan tersebut juga mampu meningkatkan aspek
afektif dan psikomotor. Aspek afektif yang tampak yakni kesungguhan
dan keberanian mengungkapkan pertanyaan, sementara aspek psikomotor
dapat dilihat dari kecepatan dan ketepatan siswa menyelesaikan serangkai
percobaan melalui panduan LKS. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Sudjana (2002: 34) bahwa “Dalam pembelajaran terdapat tiga ranah yang
menjadi fokus peningkatan kualitas pembelajaran yakni ranah kognitif,
ranah efektif, dan ranah psikomotoris”.
Gambar 4.5
Grafik Nilai Evaluasi Proses Aktivitas Bertanya Siklus III
Bertanya Keaktifan Berpendapat2.6
2.62
2.64
2.66
2.68
2.7
2.72
2.74
Betanya
Keaktifan
Berpendapat
Gambar 4.6
Grafik Rata-Rata Nilai Evaluasi Akhir Siklus III
41
Hasil Belajar0
20
40
60
80
100
Sikulus 3
Sikulus 3
Gambar 4.7Grafik Rata-Rata Nilai Evaluasi Proses Aktivitas Bertanya dan
Nilai Evaluasi Akhir
Siklus I Siklus 2 Siklus 30
20
40
60
80
100
19.7
67.35
23.5
81.95
26.1
93.87
Bertanya Evaluasi Bertanya Eavaluasi Bertanya 2 Evaluasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil, analisis data dan pembahasan perbaikan pada
pembelajaran konsep gaya menggunakan pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL), maka penulis menyimpulkan bahwa
1. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)dapat meningkatkan
aktivitas bertanya siswa kelas IV SD Sukamaju I dalam pembelajaran
konsep gaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah siswa yang melakukan
aktivitas bertanya dengan indikator aktif bertanya dan relevan dengan
materi ajar, bertanya kadang-kadang dan relevan dengan materi ajar,
bertanya tapi tidak relevan dengan materi ajar meningkat setiap siklusnya,
sedangkan siswa yang tidak bertanya siswa berkurang setiap siklusnya.
Nilai rata-rata aktivitas bertanya siswa sebagai berikut: akhir siklus I
1.97; akhir siklus II 2,35; dan akhir siklus III 2,61.
SIKLUS III
42
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas IV SD Gayatri dalam pembelajaran konsep gaya.
Hal ini berdasar pada hasil penelitian yang menunjukkan rata-rata nilai
hasil tes belajar siswa yang meningkat setiap siklus sebagai berikut: pada
akhir siklus I rata-rata yang dicapai 67.42 pada akhir siklus II meningkat
menjadi 88.06; dan pada akhir siklus III meningkat menjadi 93.87.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam rangka perbaikan
pembelajaran serta meningkatkan berbagai aspek pembelajaran dalam proses
maupun hasil pembelajaran, semoga penelitian ini dapat dijadikan acuan dan
bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam upaya peningkatan kualitas
pendidikan. Saran-saran yang penulis ajukan dari perbaikan ini adalah:
1. Keberhasilan pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL )tergantung dari keterampilan guru mengembangkan pembelajaran
sehingga guru hendaknya menguasai istem pengajaran atau penilaian
pembelajaran dan pendekatan Contextual Teaching and Learning(CTL).
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL )dalam pembelajaran
IPA yang dapat memberikan suatu inovasi dan membantu siswa dalam
mengembangkan seluruh potensi dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, (2009). Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta : Universitas
Terbuka.
Arikunto, S., Suhardjono, dan Supardi. (2007). Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: BumiAksara.
Asep Sunandar. (2008). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
pada Pembelajaran Konsep Energi di Kelas V SD. Skripsi FIP UPI.
Tidak dipublikasikan.
Ausubel.( 2005). [Online]. Tersedia: http//www.pmri.com.[20 September 2009]
Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS. Jakarta: BP. Panca Usaha.
Depdiknas. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Formal. Jakarta: BSNP.
Djiwandono, S. (2002 : 86). Pengembangan Kurikulum IPA (Tinjauan Teoritis
dan Historis). Yogyakarta: Imperia Pres
41
43
Entin Sunarti. (2008). Penerapan Model CTL Dalam Pembelajaran IPS Untuk
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa. Skripsi FIP UPI. Tidak
dipublikasikan.
Elaine, BJ. (2008). Math Stories, Real Stories, Real-life Stories. [Online].
Tersedia:http://www.ex.ac.uk/telematics/T3/maths/actar01.htm.
[20September 2008].
Hamalik, O. ( 1999 ). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Hasbullah. (2004). Penelitian Tindakan Kelas. Malang : Universitas Negeri
Malang.
Hermawan, R. Mujono dan Suherman, A. (2007). Metode Penelitian Pendidikan
Sekolah Dasar. Bandung: UPI Press.
Hopkins.(1993). A Teacher’s Guide to Classroom Research. Buckingham: Open
University Press.
Kasbolah. (1998). Penilaian Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Rineka Cipta.
KhairudindanSoedjono. (2005). TeoriBelajar&Pembelajaran, Yogyakarta: Ar-
ruzz Media
Massofa. (2008). PTK dan Permasalahan Pendidikan. [on line]. Tersedia : http://
Massofa.Wordpress.com/tag. Januari 18, 2008.
Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Nasution, S. (2008). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT.
Tarsito.
Nurhadi. (2002). PembelajaranKontekstual (Contextual Teaching And Learning).
Malang: Universitas Malang.
Nurhayati, E. (2008). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
dalam pembelajaran Bangun Datar di Kelas II SD. Skripsi PGSD FIP
UPI Bandung.Tidak Dipublikasikan.
Ruseffendi, H.E. T. (2005). Dasar-dasar IPA Modern dan Komputer. Bandung:
Tarsito.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Samatowa. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suparno, P. ( 1997 ). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius.
42
44
Sudjana, N. (1989). PenilaianHasil Proses BelajarMengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Slameto.(2003). Teori-TeoriBelajarMengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhendra dan Suwarma, Dina M. (2006). Kapita Selekta IPA. Bandung: UPI
Press.
Sutardi, D. dan Sudirjo, E. (2007). Pembaharuan Dalam PBM di SD. Bandung:
UPI Press.
Soedarsono.(1997). Penelitian Ilmiah. Bandung: Transito
Tatik Atikah. (2008). Penerapan Model CTL Dalam Materi IPS Perkembangan
Teknologi Komunikasi. Skripsi FKIP UNSUR Cianjur.Tidak
dipublikasikan.
Tindrayani, E. (2007). Model Pembelajaran Sains di SekolahDasar, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya
Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.
Bandung: UPI Press.
Wahyono.(2007). IlmuPengetahuanAlam 4, Untuk SD/MI Kelas 4. Jakarta: BSE
Depdiknas.
Wardani. I. (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.