pkn

3
Advokat dan pengacara Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja. Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber”acara” di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk “beracara” di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktek / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah “hanya” diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat. Peran dan Fungsi Advokat Pengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain. Mengikuti konsep trias politica tentang pemisahan kekuasaan negara, maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran hakim mewakili kepentingan negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah. Sedangkan advokat tidak termasuk dalam lingkup kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan

Upload: hendrawan-adnan

Post on 14-Apr-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PKN

Advokat dan pengacara

Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.

Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber”acara” di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk “beracara” di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktek / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah “hanya” diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.

Peran dan Fungsi AdvokatPengertian advokat menurut Pasal 1 ayat (1) UU Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Selanjutnya dalam UU Advokat dinyatakan bahwa advokat adalah penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya (hakim, jaksa, dan polisi). Namun demikian, meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi para penegak hukum ini berbeda satu sama lain.Mengikuti konsep trias politica tentang pemisahan kekuasaan negara, maka hakim sebagai penegak hukum menjalankan kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan kekuasaan eksekutif. Disini diperoleh gambaran hakim mewakili kepentingan negara, jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah. Sedangkan advokat tidak termasuk dalam lingkup kekuasaan negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsinya secara mandiriuntuk mewakili kepentingan masyarakat (klien) dan tidak terpengaruh kekuasaan negara (yudikatif dan eksekutif).Sebagai konsekuensi dari perbedaan konsep tersebut, maka hakim dikonsepsikan memiliki kedudukan yang objektif dengan cara berpikir yang objektif pula sebab mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Oleh sebab itu, dalam setiap memeriksa, mengadili, dan menyesesaikan perkara, seorang hakim selain wajib mengikuti peraturan perundang-undangan harus pula menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat.Jaksa dan Polisi dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang subjektif pula sebab mewakili kepentingan pemerintah (eksekutif). Untuk itu, bila terjadi pelanggaran hukum (undang-undang), maka jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menindaknya tanpa harus menggali nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain, setiap pelanggaran hukum (undang-undang), maka akan terbuka bagi jaksa dan polisi untuk mengambil tindakan.Sedangkan advokat dikonsepsikan memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif Advokat ini sebab ia mewakili kepentingan masyarakat (klien) untuk membela hak-hak hukumnya. Namun, dalam membela hak-hak hukum tersebut, cara berpikir

Page 2: PKN

advokat harus objektif menilainya berdasarkan keahlian yang dimiliki dan kode etik profesi. Untuk itu, dalam kode etik ditentukan diantaranya, advokat boleh menolak menangani perkara yang menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada klien.

Jaksa dan Polisi

Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara. Pada tahap ini, pelaku (tersangka) telah berubah statusnya menjadi terdakwa, yang akan disidang dalam pengadilan. Apabila telah dijatuhkan putusan, maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.

Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun antarabangsa, sebagaimana yang ditempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).