pkn

37
“MEMAHAMI PRINSIP DAN PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI DALAM PEMERINTAHAN, DAN LEMBAGA SWASTA SERTA OTONOMI DAERAH” MAKALAH INI DISAMPAIKAN PADA MATA KULIAH PKN Dose Pengampu: Lili Supriyadi, MM Oleh: Sheree Diba Sulhan 11140810000141 MANAJEMEN INFORMASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Upload: shereediba

Post on 10-Apr-2016

228 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

gjgj

TRANSCRIPT

Page 1: PKN

“MEMAHAMI PRINSIP DAN PENERAPAN GOOD

GOVERNANCE DI DALAM PEMERINTAHAN, DAN

LEMBAGA SWASTA SERTA OTONOMI DAERAH”

MAKALAH INI DISAMPAIKAN PADA MATA KULIAH PKN

Dose Pengampu: Lili Supriyadi, MM

Oleh:

Sheree Diba Sulhan

11140810000141

MANAJEMEN INFORMASI

PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015M

Page 2: PKN

A. PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG GOOD GOVERNANCE

Good Governance (Tata Pemerintahan Yang Baik) merupakan istilah

yang popular sejak berakhirnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan

gerakan Reformasi. Konsep Good Governance ini muncul karena kurang

efektifnya kinerja pemerintah yang selama ini dipercaya sebagai

penyelenggara urusan publik. Pendekatan penyelenggaraan urusan publik yang

bersifat sentralistis, non partisipatif serta tidak menumbuhkan rasa percaya dan

bahkan antipati pada rezim yang berkuasa. Menurut Edelman dalam (Wibowo,

2004:5) hal ini seperti merupakan era anti birokrasi, era anti pemerintah serta

era anti institusi. Implikasi nyata dari fenomena semakin rendahnya

kepercayaan publik pada pemerintah ini, berujung pada posisi administrasi

publik yang sulit serta tidak menguntungkan. Lahirnya konsep Good

Governance dianggap sebagai suatu paradigma baru landasan nilai

penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.

Hampir di setiap event atau peristiwa penting yang menyangkut masalah

pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan. Bahkan dalam pidato-pidato,

pejabat Negara sering mengutip kata-kata di atas. Singkatnya Good

Governance telah menjadi wacana yang kian popular di tengah masyarakat.

(Hadi, 2001:67)

Meskipun kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan

peristiwa oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan

antara satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good

Governance sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan

suatu

Negara, perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi

prasyarat- prasyarat tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan

Good Governance sebagai penerjemahan konkret demokrasi dengan

meniscayakan adanya civic culture sebagai penopang sustainabilitas

demokrasi itu sendiri.

Page 3: PKN

Ringkasnya, dapat dikatakan bahwa governance merupakah seluruh

rangkaian proses pembuatan keputusan/kebijakan dan seluruh rangkaian

proses dimana keputusan itu diimplementasikan atau tidak diimplementasikan.

Karenanya, analisis mengenai governance kemudian berfokus pada aktor-

aktor dan struktur atau sistem, baik formal maupun informal, yang terlibat

dalam proses pembuatan dan pengimplementasian sebuah keputusan.

Pemerintah hanyalah salah satu aktor tersebut, sementara aktor-aktor lain

diluar pemerintah dan militer biasa dikelompokkan sebagai bagian dari civil

society. Demikian juga, struktur formal pengambilan keputusan yang dimiliki

pemerintah (rapat kabinet, sidang paripurna, dialog dengan warga, dsb.) hanya

merupakan salah satu struktur yang mempengaruhi pengambilan dan

pengimplementasian keputusan, sementara diluarnya mungkin banyak terdapat

struktur-struktur informal (adat istiadat, mafia, KKN, dsb.) yang dapat

mempengaruhi pelaksanaan maupun individu- individu dalam struktur formal

tadi.

Good Governance mensyaratkan 8 karakteristik umum/dasar, yaitu

partisipasi, penegakan hukum, akuntabilitas, transparansi, responsif, efektif

dan efisien, ekuiti (persamaan derajat) wawasan kedepan, dan daya tanggap.

Apabila diimplementasikan secara ideal, konsep ini diharapkan dapat

memastikan pandangan kaum minoritas diperhitungkan dan suara dari mereka

yang paling lemah dalam masyarakat didengar dalam proses perencanaan

pembangunan dan

pengambilan keputusan. Ia juga responsif terhadap masa kini dan

kebutuhan masyarakat di masa depan. Ini konsep idealnya.

(http://www.depdagri.go.id). Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis lebih

memfokuskan Implikasi Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance)

Terhadap Efektivitas Perencanaan Pembangunan.

Pemahaman umum tentang Good Governance mulai mengemuka di

Indonesia sekitar 15 tahun belakangan ini, terutama setelah berbagai lembaga

Page 4: PKN

pembiayaan internasional mempersyaratkan “Good Governance” dalam

berbagai program bantuannya. Kepemeritahan yang baik banyak

diperkenalkan oleh lembaga donor atau pemberi pinjaman luar negeri seperti

World Bank, Asian Development Bank, IMF maupun lembaga-lembaga

pemberi pinjaman lainnya yang berasal dari Negara-Negara maju. Good

Governance dijadikan aspek pertimbangan lembaga donor dalam memberikan

pinjaman maupun hibah. (Arifiyadi, http://www.depkominfo.go.id)

Setelah era Reformasi diawali dengan pergantian kepemimpinan nasional

dari Soeharto ke Habibie, selanjutnya berturut-turut kepada Abdurrahman

Wahid dan Megawati Soekarno Putri sampai Susilo Bambang Yudhoyono

pemerintah mulai memiliki komitmen menjadikan Good Governance sebagai

landasan nilai pemerintahan (Salam, 2004:220)

Pada era Reformasi ini, pemerintah (Legislatif dan Eksekutif) telah

menghasilkan tiga produk perundang-undangan yang mengubah wajah sistem

pemerintahan di Indonesia. Produk pertama adalah Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dengan fokus utama pada

pemberian wewenang yang lebih besar kepada daerah Kabupaten dan Kota

dalam mengelola

pemerintahan dan pembangunan. Implikasi dari Undang-Undang ini

terhadap pembangunan daerah adalah terjadinya pergeseran kewenangan

dalam kebijakan perencanaan dan pembangunan daerah. Melalui desentralisasi

kebijakan, daerah mempunyai kewenangan dalam menetapkan kebijakan

dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Sedangkan

kewenangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan pembangunan hanya

meliputi kebijakan tentang perencanaan pembangunan nasional dan

pengendalian pembangunan nasional secara makro.

Kedua, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, mengatur tentang

pelaksanakan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

dengan fokus utama pada pengalokasian dana dan wewenang untuk

mengelolanya yang lebih besar kepada daerah Kabupaten/ Kota. Ketiga,

Page 5: PKN

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, mengatur tentang Pelaksanaan

Pemerintahan Yang Baik, dengan fokus pada pelaksanaan pemerintahan dan

pembangunan, baik di daerah maupun di pusat.

Dengan ketiga undang–undang ini menjadi landasan digunakannya konsep

Good Governance sebagai landasan nilai penyelenggaran pemerintahan, yang

berorientasi pada pengembalian harga diri rakyat demi membangun kembali

citra pemerintahan sebagai pelayan yang adil.

Sedangkan menurut Suryanto (dalam Salam, 2004:220), ada tiga hal yang

melatarbelakangi munculnya Good Governance, yaitu:

1. Munculnya fenomenam“gelombang demokratisasi berskala global”.

Gelombang ini pada mulanya muncul di Korea Selatan dan di beberapa

Negara Amerika Latin yang menenggelamkan politik birokratik otoriter pada

dasawarsa tahun 80-an dan berikutnya menyapu bersih sosialisme di Eropa

pada awal dasawarsa tahun 90-an.

2. Terjadinya kehancuran secara sistematik berbagai dasar institusional

bagi proses pengelolaan distribusi sumber-sumber ekonomi pada sebagian

besar masyarakat dunia ketiga. Institusi bisnis dan politik yang seharusnya

memiliki prinsip pengelolaan berbeda telah berubah menjadi sekutu dan

melipatgandakan tumbuhnya kronisme. Transparansi, akuntabilitas publik

dan lokasi berbagai sumber ekonomi gagal berkembang dalam dunia

bisnis.

3. Terakumulasinya kegagalan Struktural Adjustment Program yang

diparakarsai oleh IMF dan Bank Dunia. Program ini memiliki dan

menganut asumsi dasar bahwa Negara merupakan satu-satunya lembaga

penghambat bagi proses terjadinya globalisasi ekonomi.

Good Governance yang merupakan landasan nilai penyelenggaraan

pemerintahan saat ini pada prinsipnya menekankan tentang pentingnya

kolaborasi dalam kesetaraan dan kesimbangan antara sektor publik, sektor

swasta dan masyarakat. Good governmance ini mengisyaratkan adanya

Page 6: PKN

pandangan atau paradigma baru administrasi publik yang disebut dengan tata

kepemerintahan yang baik (Good Governance). Paradigma Good Governance

menekankan arti penting kesetaraan antara institusi Negara, swasta dan

masyarakat (http://www.law.ui.ac.id)

Oleh karena itu konsep Good Governance ini ditujukan untuk

meningkatkan peranan dan keterlibatan masyarakat dalam proses

pembangunan pada umumnya, yang dimulai dari tahap perencanaan

pembangunan, implementasi dan evaluasi. Sebab masyarakatlah yang

paling tahu apa yang menjadi kebutuhannya, maka idealnya masyarakat

harus dilibatkan dalam proses pembangunan dan diadopsinya konsep Good

Governance ini bisa dianggap sebagai suatu gerakan kembali ke karakter

pemerintahan yang hakiki sebab Good Governance akan menghasilkan

birokrasi yang handal dan profesional, efisien, produktif, serta memberikan

pelayanan prima kepada masyarakat. (http://www.republika.co.id)

Good Governance yang merupakan prinsip penyelenggaraan

pemerintahan yang universal, karena itu seharusnya diterapkan dalam

penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di

tingkat daerah. Upaya menjalankan prinsip-prinsip Good Governance perlu

dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Apalagi dengan

telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 1999.

B. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE

Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas

prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan

tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa

dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good

Governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip Good

Page 7: PKN

Governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

Dalam situs http://www.goodgovernance-or.id UNDP mengemukakan 10

buah prinsip Good Governance, yaitu:

1. Partisipasi

Partisipasi merupakan aspek yang penting dalam

mewujudkan Good Governance sebab Good Governance tidak

dimaksudkan memberikan kewenangan hanya kepada pemerintah

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, tetapi lebih dari itu

harus memperkuat peran dan kedudukan warga masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan. Kesetaraan politik antara

warga dengan pemerintah ini penting dalam penyelenggaraan

pemerintahan, karena setiap orang sejatinya memiliki hak yang

sama dalam hukum dan politik. Artinya, setiap warga memiliki

kesempatan yang sama untuk mempengaruhi setiap kebijakan

berdasarkan kepada preferensinya dan juga kepentinganya,

menurut rambu-rambu yang telah disepakati dalam berbagai

peraturan perUndang-Undangan. Masyarakat harus memiliki

kesempatan ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan yang ada,

mulai pemeriksaan awal masalah, daftar pemecahan yang

mungkin diambil, pemilihan satu kemungkinan tindakan,

mengorganisasikan pelaksanaan, evaluasi dalam tahap

pelaksanaan, hingga memperdebatkan mutu dari mobilisasi atau

organisasi lebih lanjut (Goulet dalam Prasojo, 2007:3).

Prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk

mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam

proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan

masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Page 8: PKN

Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan

yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka

mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah

menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat

mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi

pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian

pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang

keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif

untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi

dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi

untuk menyelesaikan isu sektoral.

Partisipasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga wilayah

pengambilan keputusan yaitu dalam praktek operasional,

keputusan anggaran dan pembuatan kebijakan (Burns,

Hambleton, dan Hogget, dalam Prasojo 2007:5). Tiga wilayah

keputusan tersebut pada dasarnya memiliki keterkaitan yang erat

mengingat tujuan strategis tertentu yang harus diambil pada

tingkatan pembuatan kebijakan membutuhkan keputusan pada

tingkatan anggaran dalam membiayai praktek operasional. Jadi

kekuasaan warga pada praktek operasional membutuhkan

kekuasaan dalam menentukan anggaran. Kekuasaan warga

dalam seluruh wilayah pengambilan keputusan ini sangat

menentukan bagi derajat partisipasi yang terjadi di suatu

pemerintahan. Berdasarkan ketiga wilayah pengambilan

keputusan ini maka partisipasi warga dapat dibagi kedalam

beberapa level/tingkatan mulai dari sekedar memberikan

infomasi, konsultasi, kemitraan, sampai pada level kendali

warga.

Menurut Yeremias (2007) partisipasi sangat diperlukan dalam

rangka demokrasi. Untuk Indonesia yang sudah menerima

Page 9: PKN

ideologi demokrasi, maka partisipasi harus diterima dan

dipraktekkan dalam sistem politik, administrasi pemerintahan

dan dalam proses pengambilan keputusan publik.

Partisipasi harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses

kepemerintahan.

Secara teoritis, partisipasi memberi pengaruh positif terhadap

kinerja/ pencapaian hasil dan kepuasan. Artinya semakin

menggunakan atau mempraktekkan partisipasi, maka semakin

meningkat kinerja atau pencapaian hasil serta kepuasan.

Partisipasi juga penting dalam rangka membangun public trust

(Wang & Wart dalam Yeremias, 2007). Kalau masyarakat

diberikan kesempatan untuk berpartisipasi maka mereka merasa

bahwa pemerintah tidak menipu mereka, pemerintah dekat

dengan mereka, pemerintah dapat dipercaya. Sementara itu,

kepentingan mereka mendapatkan perhatian dalam kesempatan

itu karena mereka diberi keleluasaan untuk menyampaikan

berbagai pendapat, keluhan, dsb. Partisipasi juga diperlukan

untuk kepentingan masyarakat sendiri agar masyarakat dapat

belajar sesuatu yang baru (learning process) dan juga bisa

mendapatkan keterampilan (gain skills), dan juga untuk

pemerintah partisipasi diperlukan untuk dapat meyakinkan

masyarakat, membangun trus, mengurangi kegelisahan,

membangun strategic alliances, memperoleh legitimasi (gain

legitimacy).

Tapi permasalah terkait konsep partisipasi adalah konsep

partisipasi itu sendiri juga masih menjadi masalah, karena

memiliki arti yang variatif, sebagaimana disampaikan oleh

Arnstein dalam (Yeremias:2007): mulai dari manipulation,

therapy, informing, consultation, placation, partnership,

delegated dan citizen control. Dalam kenyataannya, banyak

yang melakukan bentuk manipulatif tapi telah mengklaim

Page 10: PKN

sebagai partisipasi. Menurut Arnstein dalam (Suhirman, 2007),

salah satu cara untuk memahami partisipasi adalah dengan

menggunakan “tangga partisipasi”. Tangga partisipasi

memperlihatkan relasi antara warga dengan pemerintah dalam

formulasi dan pelaksanaan kebijakan publik.

1. Manipulasi, pemerintah memberikan informasi,

dalam banyak hal berupa informasi dan kepercayaan

yang keliru kepada warga. Dalam beberapa hal

pemerintah melakukan mobilisasi warga yang

mendukung/dibuat mendukung keputusannya untuk

menunjukkan bahwa kebijakannya populer

(memperoleh dukungan).

2. Penentraman, pemerintah memberikan informasi

dengan tujuan agar warga tidak memberikan

perlawanan atas kepatuhan yang telah ditetapkan.

Pemberian informasi sering kali didukung oleh

pengerahan kekuatan (baik hukum maupun

psikologis).

3. Sosialisasi, pemerintah memberikan informasi

mengenai keputusan yang telah dibuat dan mengajak

warga untuk melaksanakan keputusan tersebut.

4. Konsultasi, pemerintah meminta saran dan kritik dari

masyarakat sebelum suatu keputuasan ditetapkan.

5. Kemitraan, masyarakat dilibatkan untuk merancang

dan mengambil keputusan bersama dengan

pemerintah.

6. Pendelegasian kekuasaan, pemerintah

mendelegasikan keputusan untuk ditetapkan oleh

warga.

7. Pengawasan oleh warga, warga memiliki kekuasaan

mengawasi secara langsung keputusan yang telah

Page 11: PKN

diambil dan menolak pelaksanaan keputusan yang

bertentangan dengan tujuan yang tekah ditetapkan.

Dalam tangga partisipasi, para praktisi umumnya menerima

konsep bahwa manipulasi pada dasarnya bukanlah partisipasi.

Penentraman, informasi dan konsultasi pada dasarnya adalah

bentuk lain dari tokensime yaitu kebijakan sekedarnya berupa

upaya superfisial (dangkal, pada permukaan) atau tindakan

simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Sedangkan kemitraan,

pendelegasian kekuasaan dan pengawasan oleh warga diterima

sebagai wujud dari kekuasaan dan partisipasi warga.

2. Penegakan Hukum (Rule of Law)

Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan

hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum

itu. Prinsip penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan

hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung

tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat.

3. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan

kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi

menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan

masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin

kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan

memadai.

4. Kesetaraan

Kesetaraan adalah perlakuan yang sama kepada semua unsur

tanpa memandang atribut yang menempel pada subyek tersebut.

Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara

pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan

menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang

Page 12: PKN

akurat dan memadai.

5. Daya Tanggap

Daya tanggap (responsiveness) merupakan kemampuan untuk

memberikan reaksi yang cepat dan tepat dalam situasi khusus.

Prinsip ini meningkatkan kepekaan para penyelenggara

pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat, tanpa kecuali.

Pemerintah daerah perlu membangun jalur komunikasi untuk

menampung aspirasi masyarakat dalam hal penyusunan

kebijakan. Ini dapat berupa forum masyarakat, talk show,

layanan hotline, prosedur komplain.

Sebagai fungsi pelayan masyarakat, pemerintah daerah akan

mengoptimalkan pendekatan kemasyarakatan dan secara periodik

mengumpulkan pendapat masyarakat.

6. Efisiensi dan Efektivitas

Terselenggaranya kegiatan instansi publik dengan

menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan

bertanggung jawab. Indikatornya antara lain : pelayanan mudah,

cepat, tepat dan murah ( Dwiyanto, 2005:82)

7. Berorientasi konsensus (Concencus Orientation)

Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi

berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus

atau kesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing

pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap

berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan

pemerintah.

8. Saling ketergantungan (Interrelated)

Bahwa keseluruhan ciri Good Governance adalah saling

memperkuat dan saling terkait dan tidak bisa berdiri sendiri.

Page 13: PKN

Sedangkan dalam praktek penyelenggaraan pemerintaan di Indonesia

pasca gerakan Reformasi nasional, prinsip-prinsip penyelenggaraan

pemerintahan yang baik tercermin dalam Ketetapan Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan

Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang memuat

asas-asas umum pemerintahan yang mencakup:

1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam Negara hukum yang

mengutamakan lanasan peraturan perUndang-Undangan, kepatutan dan

keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Negara;

2. Asas tertib penyelenggaraan Negara, yaitu asas yang menjadi

landasan keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan Negara.

3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

4. Asas keterbukan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak

diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan

rahasia Negara.

5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara Negara.

6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perUndang-Undangan

yang berlaku

7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan Negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.

Page 14: PKN

C. KARAKTERISTIK DASAR GOOD GOVERNANCE

Kepemerintahan yang baik menurut UNDP (1997) mengidentifikasi lima

karakteristik yaitu:

a. Interaksi, melibatkan tiga mitra besar yaitu pemerintah, swasta, dan

masyarakat madani untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya ekonomi,

sosial, dan politik.

b. Komunikasi, terdiri dari sistem jejaring dalam proses pengelolaan dan

kontribusi terhadap kualitas hasil.

c. Proses penguatan sendiri, adalah kunci keberadaan dan kelangsungan

keteraturan dari berbagai situasi kekacauan yang disebabkan dinamika dan

perubahan lingkungan, memberi kontribusi terhadap partisipasi

dan menggalakkan kemandirian masyarakat, dan memberikan kesempatan

untuk kreativitas dan stabilitas berbagai aspek kepemerintahan yang baik.

d. Dinamis, keseimbangan berbagai unsur kekuatan kompleks yang

Page 15: PKN

menghasilkan persatuan, harmoni, dan kerja sama untuk pertumbuhan dan

pembangunan berkelanjutan, kedamaian dan keadilan, dan kesempatan merata

untuk semua sektor dalam masyarakat madani.

e. Saling ketergantungan yang dinamis antara pemerintah, kekuatan pasar, dan

masyarakat madani.

Lima karakteristik dalam good governance mencerminkan terjadinya proses

pengambilan keputusan yang melibatkan stakeholders dengan menerapkan prinsip

good governance yaitu partisipasi, transparansi, berorientasi kesepakatan, kesetaraan,

efektif dan efisien, akuntabilitas, serta visi dan misi. Sedangkan Lembaga

Administrasi Negara (LAN) (2003) mengungkapkan prinsip-prinsip good governance

antara lain yaitu akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, supremasi hukum, keadilan,

partisipasi, desentralisasi, kebersamaan, profesionalitas, cepat tanggap, efektif dan

efisien, dan berdaya saing. Mustopadidjaja (1997) mengatakan prinsip-prinsip good

governance adalah demokrasi dan pemberdayaan, pelayanan, transparansi dan

akuntabiiltas, partisipasi, kemitraan, desentralisasi, dan konsistensi kebijakan dan

kepastian hukum (Sedarmayanti, 2009:282-287).

Jumlah komponen ataupun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik

sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya.

Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip

utama yang melandasi good governance, yaitu akuntabilitas, transparansi, dan

partisipasi (Sedarmayanti, 2009:289).

Page 16: PKN

D. PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE

A. Tinjauan Transparansi

1. Pengertian Transparansi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) dan Departemen

Dalam Negeri (2002), menyebutkan transparansi adalah prinsip yang menjamin

akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi tentang kebijakan, proses

pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Menurut

Transparancy International, undang-undang Fredom of Information (FOI) bukan

hanya mengatur tentang hak publik untuk mengakses informasi tetapi juga

menekankan pada obligasi pemerintah untuk memfasilitasi akses tersebut. Krina

(2003: 19).

Page 17: PKN

20

2. Indikator Transparansi

Transparansi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu adanya kebijakan terbuka

terhadap pengawasan, adanya akses informasi sehingga masyarakat dapat

menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah, dan berlakunya prinsip check and

balance antara lembaga eksekutif dan legislatif. Tujuan dari transparansi adalah

membangun rasa saling percaya antara pemerintah dengan publik dimana

pemerintah harus memberi informasi akurat bagi publik yang membutuhkan,

terutama informasi handal yang berkaitan dengan masalah hukum, peraturan, dan

hasil yang dicapai dalam proses pemerintahan, adanya mekanisme yang

memungkinkan masyarakat mengakses informasi yang relevan, adanya peraturan

yang mengatur kewajiban pemerintah daerah menyediakan informasi kepada

masyarakat, serta menumbuhkan budaya di tengah masyarakat untuk mengkritisi

kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah (Sedarmayanti, 2009:289).

Tabel 4. Indikator

Prinsip Transparansi

Di N I

Trans

paransi

1 Tersedianya informasi yang memadai

pada setiap proses penyusunan dan

implementasi kebijakan publik.2 Adanya akses pada informasi yang siap,

mudah dijangkau, bebas diperoleh dan tepat

waktu.3 Bertambahnya pengetahuan dan

wawasan masyarakat terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah.4 Meningkatnya kepercayaan

masyarakat terhadap pemerintahan.5 Meningkatnya jumlah masyarakat

yang berpartisipasi dalam pembangunan

Sumber: Sedarmayanti (2007:22)

Page 18: PKN

3. Mekanisme Transparansi

Mekanisme transparansi merupakan cara kerja, aturan-aturan, atau

pedoman dalam menerapkan transparansi. Secara ringkas, mekanisme

transparansi mencakup hal-hal berikut:

A) Adanya suatu jaminan dalam sistem keterbukaan dan standarisasi

dari semua proses-proses pelayanan publik

B) Memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai

kebijakan dan pelayanan publik maupun proses-proses didalam

sektor publik

C) Adanya fasilitas pelaporan maupun penyebaran informasi publik

(kebijakan atau program kerja) maupun penyimpangan tindakan

aparat publik didalam kegiatan melayani (Dra.Loina Lalolo Krina

P, 2003).

C. Tinjauan Partisipasi

1. Pengertian Partisipasi

Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam

pengambilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah, juga

dilihat pada keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai kebijakan dan

rencana pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi. Keterlibatan dimaksud

bukan dalam prinsip terwakilnya aspirasi masyarakat melalui wakil di DPR,

melainkan keterlibatan secara langsung. Partisipasi dalam arti mendorong semua

warga negara menggunakan haknya menyampaikan secara langsung atau tidak,

usulan dan pendapat dalam proses pengambilan keputusan. Terutama member

kebebasan kepada rakyat untuk berkumpul, berorganisasi dan berpartisipasi aktif

dalam menentukan masa depan (Sedarmayanti, 2009:290).

Page 19: PKN

Partisipasi berarti bahwa setiap warga negara mempunyai suara dalam

pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi

institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Dari uraian tersebut, dapat

ditarik suatu pengertian bahwa partisipasi yang sering juga disebut peran serta

atau ikut serta masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan

masyarakat secara aktif dan terorganisasikan dalam seluruh tahapan

pembangunan, sejak tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan,

evaluasi hingga pengembangan atau perluasannya.

2. Indikator Partisipasi

Oleh karena partisipasi merupakan prinsip mendasar dari good

governance, maka perlu ditetapkan indikator dalam pelaksanaan kegiatan

pemerintahan yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dalam

melaksanakan tugas-tugasnya.

Tabel 5. Indikator Prinsip Partisipasi

Dimensi No Indikat

or

Partisipasi

(Participatio

n)

1 Adanya pemahaman penyelenggara negara

tentang proses atau metode partisipatf.2 Adanya pengambilan keputusan yang

didasarkan atas konsensus bersama.3 Meningkatnya kualitas dan kuantitas masukan

(kritik dan saran) untuk pembangunan daerah.4 Terjadinya perubahan sikap masyarakat

menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah

pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Sumber: Sedarmayanti (2007:16-22).

Page 20: PKN

3. Mekanisme Partisipasi

Mekanisme partisipasi merupakan cara kerja, aturan-aturan, atau pedoman

dalam menerapkan partisipasi. Secara ringkas, mekanisme partisipasi mencakup

hal-hal berikut:

D. Tinjauan Akuntabilitas

1. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban

atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang, badan hukum

dan pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan

untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Adisasmita, 2011: 89).

Selanjutnya, dalam Sedarmayanti (2009:289), akuntabilitas yakni adanya

pembatasan dan pertanggungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk

pada pengembangan rasa tanggungjawab publik bagi pengambil keputusan di

pemerintahan, sektor privat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya

kepada pemilik (stakeholder). Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan

upaya menciptakan sistem pemantauan dan mengontrol kinerja

kualitas, inefisiensi, dan perusakan sumberdaya, serta transparansi manajemen

keuangan, pengadaan, akunting, dan dari pengumpulan sumber daya. Secara

umum, akuntabilitas berarti kewajiban suatu organisasi untuk membuat

a) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik,

b) Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan mengumpulkan

masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga negara

dalam kegiatan publik,

c) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik

seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan

masyarakat dan layanan publik (Dra.Loina Lalolo Krina P, 2003).

Page 21: PKN

perhitungan- perhitungan yang seksama dan mencatatnya dengan gambaran yang

benar tentang transaksi finansial dan keadaan organisasi, kemudian

menyampaikan laporan tersebut pada laporan tahunan. Prinsip akuntabilitas

menghendaki bahwa setiap pelaksanaan tugas dan hasil akhir dari kegiatan

pemerintahan dan pembangunan harus dapat dan wajib dipertanggungjawabkan

dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat dan para pihak yang terkait sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pertanggungjawaban kepada

masyarakat disamping merupakan kewajiban adalah juga sewajarnya dilakukan

karena rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan UUD

1945. Prinsip ini menekankan bahwa semua kegiatan dan hasil akhir yang

dicapai harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau

rakyat secara benar dan jujur dengan dukungan data/informasi yang lengkap.

Keharusan menerapkan konsep ini mengingat kegiatan pemerintah mempunyai

pengaruh (dampak) besar dan juga karena kegiatan pemerintah dibiayai dari

uang rakyat, sehingga segala kegiatan dan hasilnya harus dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 22: PKN

2. Indikator Akuntabilitas

Oleh karena good governance berpegang pada akuntabilitas, maka perlu

ditetapkan indikator dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan yang dapat

digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Tabel 6. Indikator Prinsip Akuntabilitas

Dimensi No Indikat

or

Akuntabilitas

(Accountabili

ty)

1 Adanya kesesuaian antara pelaksanaan

dengan standar prosedur pelaksanaan.2 Adanya sanksi yang ditetapkan pada setiap

kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan 3 Pembuatan laporan pertanggungjawaban dari

kegiatan penyelenggaraan negara kepada

masyarakat sesuai dengan peraturan peraturan 4 Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah daerah5 Berkurangnya kasus-kasus KKN

Sumber: Sedarmayanti (2007:23)

Page 23: PKN

3. Mekanisme Akuntabilitas

Mekanisme akuntabilitas merupakan cara kerja, aturan-aturan, atau

pedoman dalam menerapkan akuntabilitas. Secara ringkas, mekanisme

akuntabilitas mencakup hal-hal berikut:

a) Pembuatan sebuah keputusan dan laporan harus dibuat secara tertulis dan

tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan,

b) Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang

berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar

maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders,

c) Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai

dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku,

d) Adanya ketentuan untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan

konsekuensi ketentuan pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak

terpenuhi,

e) Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah

ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut (Dra.Loina

Lalolo Krina P, 2003).

Page 24: PKN