pkn

22
BAB I PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA Sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara, pancasila layak untuk dikaji kembali relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu. Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun interpretasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Pada akhirnya kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini yaitu dengan keluarnya ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman 1

Upload: dinasty-fadilah

Post on 28-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Rifan Fadilah

TRANSCRIPT

Page 1: PKN

BAB I

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara, pancasila layak untuk

dikaji kembali relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila

itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan

tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus

1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu.

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat

ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap

sebagai dasar negara namun interpretasi dan perluasan maknanya ternyata

digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Pada akhirnya

kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini yaitu dengan keluarnya

ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI

No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila (Eka

Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan pancasila sebagai dasar

Negara. Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana

dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara

dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara

konsisten dalam kehidupan bemegara.

1

Page 2: PKN

A. Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat

Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan

filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang

mendalam mengenai Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam

dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Dari

masing-masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya pokok-

pokok yang terkandung di dalamnya.

1. Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila

Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya

merupakan suatu nilai (Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat

dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV adalah sebagai berikut.

Ketuhanan Yang Maha Esa

Kemanusiaan yang adil dan beradab

Persatuan Indonesia

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permuswaratan/perwakilan

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai

yang merupakan perasan dari sila-sila pancasila tersebut adalah :

Nilai Ketuhanan;

Nilai Kemanusiaan;

Nilai Persatuan;

Nilai Kerakyatan;

2

Page 3: PKN

Nilai Keadilan

Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut. Nilai adalah

sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu

penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah

suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar

penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu:

Berguna (useful)

Keyakinan (beliefl

Memuaskan (satisfying)

Menarik (interesting)

Menguntungkan ( ProfitabIe)

Menyenangkan ( Pleasant)

Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut.

Suatu realitas abstrak.

Bersifat normatif.

Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.

Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan

nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.

1. Nilai dasar

Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang

kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima

nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan.

3

Page 4: PKN

2. Nilai instrumental

Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. umumnya berbentuk

norma sosial dan norna hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam

peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

3. Nilai praksis

Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis

sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental

itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia. 

2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara

Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah

aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai.

Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai

mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah

norma. Dengan demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai.

Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bisa praklis artinya tidak mampu berfungsi

konkret dalam kehidupan sehari-hari.

Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita

adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat),

yaitu sebagai berikut.

a. Norma agama

Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma

kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma

ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri.

4

Page 5: PKN

Sumber norma ini adalah ajaran-ajarankepercayaan atau agamayang oleh

pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang

mengancam pelanggaran-pelanggaran nonna kepercayaan atau agama itu

dengan sanksi.

b. Norma moral (etik)

Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi

pekerti. Norma moral atau etik adalah nonna yapg paling dasar. Norma

moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Norma kesusilaan

berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut

kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dan manusia

sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi

ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral

berasal dari diri sendiri.

c. Norma kesopanan

Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau

normafatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan

atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma

kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun di

suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat,

berbeda pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan

berasal dari masyarakat setempat.

5

Page 6: PKN

d. Norma Hukum

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari

kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat

secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan

hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili

masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman.

Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ini bertujuan

untuk:

a. memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam

menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek;

b. menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat;

c. menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika

dan moral dalam kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat.

Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut.

a. Etika Sosial dan Budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan

menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling

menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong di antara sesama

manusia dan anak bangsa.

b.      Etika Pemerintuhan dan Politik

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,

efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis

6

Page 7: PKN

yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab ,tanggap akan aspirasi

rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk

menerima pendap atyang lebih benar walau datang dari orang per orang

ataupun kelompok orang, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

c.     Etika Ekonomi dan Bisnis

Etika ini dimaksudkan agarprinsip danperilaku ekonomi, baik oleh pribadi

institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi.

d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,

ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan

ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada

e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan

Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu

pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan

objektif.

B. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan

Pembukaan ULID 1945 yang menyatakan sebagai berikut:

“…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu

Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan

Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada

7

Page 8: PKN

Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

pemusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social

bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas

menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima ) sila merupakan dasar dari

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud adalah sebagai dasar

filsafat atau dasar falsafah negara Qthilosophische grondslag) dari negara

Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh karena pancasila merupakan

rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai

filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum r..egara yang

dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara, sedang

UUD 1945 adalah dasar (hukum) negara Indonesia. 

2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai-

nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi

penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai

filsafati yang sifatnya mendasar. Nilai dasar Pancasila bersifat abstrak, normatif

dan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan bernegara.

Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi

pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan

demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara

8

Page 9: PKN

Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan

pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan

memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan,

nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit

dan politis ini berakibat pada:  

a. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;

b. Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;

c. Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia. 

C. Implementasi Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut teori jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen

seorang ahli filsafat hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar

(grundnorm) dari suatu negara atau disebut norna fundamental Negara

(staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norna hukum tertinggi dalam

negara. Di bawah grundnorm terdapat nonna-norrna hukum yang tingkatannya

lebih rendah dan grundnorm tersebut Norma-norma hukum yang bertingkat-

tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai tertib hukum.

Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan

berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih

rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma

yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi,

demikian seterusnya sampai pada norma yang tertinggi yang tidak dapat ditelusuri

9

Page 10: PKN

lebih lanjut, Norma tertinggi itu dikatakan sebagai norma dasar (grundnorm).

Norma dasar (grundnorm) ini sebagai norma tertinggi tidak dibentuk lagi oleh

norma yang lebih tinggi lagi sebab apabila norma dasar ini masih berdasar,

bersumber dan berlaku pada normayatg lebih tinggi lagi maka ia bukanlah norma

tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada habisnya. Norma tertinggi ini

ditetapkan oleh masyarakat sebagai norna dasar yang merupakan tempat

bergantung norma-norma di atasnya.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans

Nawiasky. Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam

kaitannya dengan negara. Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu

negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma

yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi,

norrna yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih

tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang

disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma

dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk

kelompok norma hukum.

Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri

atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,

2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,

3. Formellgesetz atauundang-undang,

4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom

10

Page 11: PKN

Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dan masyarakat yang

bersangkutan. Dengan cita hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat

sesuai atau selaras dengan cita-cita atau harapan masyarakat

Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu

a) fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil

atau tidak bagi masyarakat;

b) fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita

hukum maka hokum  yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.

Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasarbagi pembentukan

konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara. Di dalam Negara

Staatsfundamentalnorm merupakan landasan dasar filosofi yang mengandung

kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.

Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum

dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut

sebagai:

1. Norma dasar;

2. Staatsfundamentalnorm;

3. Norma pertama;

4. Pokok kaidah negara yang fundamental;

5. Cita Hukum (Rechtsidee)

Di Indonesia aturan dasar negara ini tertuang dalam Batang Tubuh UUD

1945, Ketetapan MPR serta hukum dasar tidak tertulis yang disebut Konvensi

Ketatanegaraan.

11

Page 12: PKN

Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia'

3. Undang-Undang.

4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang_Undang (perpu).

5. Peraturan Pemerintah.

6. Keputusan Presiden.

7. Peraturan Daerah.

D. Pengamalan Pancasila

Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata

”pengamaran Pancasila”, Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde Baru

perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bemegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak membumi. pada

ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998 dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana

dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten

dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula

bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah pengamalan Pancasila

secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Bagaimana sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila secara

konsisten dalam kehidupan bernegara itu?

Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan

cara:

12

Page 13: PKN

1. Pengamalan secara objektif

Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati

peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang

berlandaskan pada Pancasila.

2. Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai

Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam

bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya akftralisasi

Pancasila. Aktualisasi Pancasila dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi

Pancasila secara subjektif, yaitu realisasi pada setiap individu dan aktualisasi

objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. Sebagai dasar

(filsafat) negara ada keharusan moral setiap warga negara Indonesia untuk

mengaktualisasikan Pancasila. Demikian pula sebagai dasar (filsafat) Negara ada

kewajiban moral dari negara (penyelenggara negara) untuk melaksanakan nilai

Pancasila.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara

untuk menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang

berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan

mendapatkan sanksi. Pengamalan secara objektifbersifat memaksa serta adanya

sanksi hukum, artinya bagi siapa saja yang melanggar norna hukum akan

mendapatkan sanksi. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari

mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norna hukum negara.

13

Page 14: PKN

Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara

dan penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara

subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku

setiap warga negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan

bernegara yang bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang

dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norrna etik yang dapat

kita amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi

sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini

adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik

berbangsa dan bernegara.

14