pkn
DESCRIPTION
Rifan FadilahTRANSCRIPT
BAB I
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
Sebagai sebuah ideologi dan dasar filsafat negara, pancasila layak untuk
dikaji kembali relevansinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila
itu merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus
1945 oleh PPKI sebagai lembaga pembentuk negara saat itu.
Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat
ini, Pancasila ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap
sebagai dasar negara namun interpretasi dan perluasan maknanya ternyata
digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang silih berganti. Pada akhirnya
kesepakatan bangsa terwujud kembali pada masa kini yaitu dengan keluarnya
ketetapan MPR No. XVIIVMPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI
No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila (Eka
Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan pancasila sebagai dasar
Negara. Pasal 1 ketetapan tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara
konsisten dalam kehidupan bemegara.
1
A. Pancasila Dalam Pendekatan Filsafat
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan
filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
mendalam mengenai Pancasila. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam
dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu. Dari
masing-masing sila, kita cari intinya, hakikat dari inti dan selanjutnya pokok-
pokok yang terkandung di dalamnya.
1. Nilai-Nilai yang Terkandung pada Pancasila
Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu nilai (Kaelan; 2000). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV adalah sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permuswaratan/perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai
yang merupakan perasan dari sila-sila pancasila tersebut adalah :
Nilai Ketuhanan;
Nilai Kemanusiaan;
Nilai Persatuan;
Nilai Kerakyatan;
2
Nilai Keadilan
Beberapa pengertian tentang nilai diberikan sebagai berikut. Nilai adalah
sesuatu yang berharga, baik, dan berguna bagi manusia. Nilai adalah suatu
penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut jenis dan minat. Nilai adalah
suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat menjadi dasar
penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu:
Berguna (useful)
Keyakinan (beliefl
Memuaskan (satisfying)
Menarik (interesting)
Menguntungkan ( ProfitabIe)
Menyenangkan ( Pleasant)
Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut.
Suatu realitas abstrak.
Bersifat normatif.
Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak.
Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan
nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang
kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima
nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan.
3
2. Nilai instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. umumnya berbentuk
norma sosial dan norna hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai praksis
sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental
itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
2. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah
aturan pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai.
Nilai yang abstrak dan normatif dijabarkan dalam wujud norma. Sebuah nilai
mustahil dapat menjadi acuan berperilaku kalau tidak diwujudkan dalam sebuah
norma. Dengan demikian pada dasarnya norma adalah perwujudan dari nilai.
Tanpa dibuatkan norma, nilai tidak bisa praklis artinya tidak mampu berfungsi
konkret dalam kehidupan sehari-hari.
Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita
adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat),
yaitu sebagai berikut.
a. Norma agama
Norma ini disebut juga dengan noffna religi atau kepercayaan. Norma
kepercayaan atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Norma
ini ditujukan terhadap kewajiban manusia kepada Tuhan dan dirinya sendiri.
4
Sumber norma ini adalah ajaran-ajarankepercayaan atau agamayang oleh
pengikut-pengikutnya dianggap sebagai perintah Tuhan. Tuhanlah yang
mengancam pelanggaran-pelanggaran nonna kepercayaan atau agama itu
dengan sanksi.
b. Norma moral (etik)
Norma ini disebut juga dengan norma kesusilaan atau etika atau budi
pekerti. Norma moral atau etik adalah nonna yapg paling dasar. Norma
moral menentukan bagaimana kita menilai seseorang. Norma kesusilaan
berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut
kehidupan pribadi. Asal atau sumber norma kesusilaan adalah dan manusia
sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi
ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral
berasal dari diri sendiri.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan disebut juga norrna adat, sopan santun, tatakrama atau
normafatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan
atau kepantasan yang berlaku dalam masyarakat. Daerah berlakunya norma
kesopanan itu sempit, terbatas secara lokal atau pribadi. Sopan santun di
suatu daerah tidak sama dengan daerah lain. Berbeda lapisan masyarakat,
berbeda pula sopan santunnya. Sanksi atas pelanggaran norna kesopanan
berasal dari masyarakat setempat.
5
d. Norma Hukum
Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari
kekuasaan luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Masyarakat
secara resmi (negara) diberi kuasa untuk memberi sanksi atau menjatuhkan
hukuman. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai lembaga yang mewakili
masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat ini bertujuan
untuk:
a. memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam
menjalankan kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek;
b. menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat;
c. menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika
dan moral dalam kehidupan berbangsa, bemegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut.
a. Etika Sosial dan Budaya
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan tolong-menolong di antara sesama
manusia dan anak bangsa.
b. Etika Pemerintuhan dan Politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,
efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis
6
yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab ,tanggap akan aspirasi
rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk
menerima pendap atyang lebih benar walau datang dari orang per orang
ataupun kelompok orang, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
c. Etika Ekonomi dan Bisnis
Etika ini dimaksudkan agarprinsip danperilaku ekonomi, baik oleh pribadi
institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi.
d. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial,
ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan
ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang ada
e. Etika Keilmuan dan Disiplin Kehidupan
Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu
pengetahuan dan teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis dan
objektif.
B. Makna Pancasila Sebagai Dasar Negara
1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketentuan
Pembukaan ULID 1945 yang menyatakan sebagai berikut:
“…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada
7
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
pemusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas
menyatakan bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima ) sila merupakan dasar dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara yang dimaksud adalah sebagai dasar
filsafat atau dasar falsafah negara Qthilosophische grondslag) dari negara
Indonesia. Pancasila sebagai dasar filsafat oleh karena pancasila merupakan
rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai
filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum r..egara yang
dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) negara, sedang
UUD 1945 adalah dasar (hukum) negara Indonesia.
2. Makna Pancasila sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar (filsafat) negara mengandung makna bahwa nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan bernegara. Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai
filsafati yang sifatnya mendasar. Nilai dasar Pancasila bersifat abstrak, normatif
dan nilai itu menjadi motivator kegiatan dalam penyelenggaraan bernegara.
Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi
pedoman normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan
demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan negara
8
Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan
pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan
memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit
dan politis ini berakibat pada:
a. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos;
b. Pancasila dipahami secara politik ideologis untuk kepentingan kekuasaan;
c. Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia.
C. Implementasi Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia.
Menurut teori jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen
seorang ahli filsafat hukum, dasar negara berkedudukan sebagai norma dasar
(grundnorm) dari suatu negara atau disebut norna fundamental Negara
(staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norna hukum tertinggi dalam
negara. Di bawah grundnorm terdapat nonna-norrna hukum yang tingkatannya
lebih rendah dan grundnorm tersebut Norma-norma hukum yang bertingkat-
tingkat tadi membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai tertib hukum.
Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang lebih
rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma
yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi,
demikian seterusnya sampai pada norma yang tertinggi yang tidak dapat ditelusuri
9
lebih lanjut, Norma tertinggi itu dikatakan sebagai norma dasar (grundnorm).
Norma dasar (grundnorm) ini sebagai norma tertinggi tidak dibentuk lagi oleh
norma yang lebih tinggi lagi sebab apabila norma dasar ini masih berdasar,
bersumber dan berlaku pada normayatg lebih tinggi lagi maka ia bukanlah norma
tertinggi dan akan terus berjenjang tidak ada habisnya. Norma tertinggi ini
ditetapkan oleh masyarakat sebagai norna dasar yang merupakan tempat
bergantung norma-norma di atasnya.
Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans
Nawiasky. Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam
kaitannya dengan negara. Menurut Hans Nawiasky, norma hukum dalam suatu
negara juga berjenjang dan bertingkat membentuk suatu tertib hukum. Norma
yang di bawah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi,
norrna yang lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih
tinggi lagi demikian seterusnya sampai pada norma tertinggi dalam Negara yang
disebutnya sebagai Norma Fundamental Negara (Staatsfundamentalnorm). Norma
dalam negara itu selain berjenjang, bertingkat dan berlapis juga membentuk
kelompok norma hukum.
Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum negara terdiri
atas 4 (empat) kelompok besar, yaitu :
1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental negara,
2. Staqtgrundgesetz atau aturan dasar/pokok flegata,
3. Formellgesetz atauundang-undang,
4. Verordnung dan Autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom
10
Cita hukum mengarahkan hukum kepada cita-cita dan masyarakat yang
bersangkutan. Dengan cita hukum maka hukum yang dibuat dan dibentuk dapat
sesuai atau selaras dengan cita-cita atau harapan masyarakat
Pancasila sebagai cita hukum memiliki dua fungsi, yaitu
a) fungsi regulatif, artinya cita hukum menguji apakah hukum yang dibuat adil
atau tidak bagi masyarakat;
b) fungsi konstitutif, artinya fungsi yang menentukan bahwa tanpa dasar cita
hukum maka hokum yang dibuat akan kehilangan maknanya sebagai hukum.
Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasarbagi pembentukan
konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara. Di dalam Negara
Staatsfundamentalnorm merupakan landasan dasar filosofi yang mengandung
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.
Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut
sebagai:
1. Norma dasar;
2. Staatsfundamentalnorm;
3. Norma pertama;
4. Pokok kaidah negara yang fundamental;
5. Cita Hukum (Rechtsidee)
Di Indonesia aturan dasar negara ini tertuang dalam Batang Tubuh UUD
1945, Ketetapan MPR serta hukum dasar tidak tertulis yang disebut Konvensi
Ketatanegaraan.
11
Adapun tata urutan perundangan adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia'
3. Undang-Undang.
4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang_Undang (perpu).
5. Peraturan Pemerintah.
6. Keputusan Presiden.
7. Peraturan Daerah.
D. Pengamalan Pancasila
Tibalah saatnya akhiruraian mengenai pancasila ini pada kata
”pengamaran Pancasila”, Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde Baru
perlunya Pancasila diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bemegara. Namun, selalu saja terkesan slogan belaka dan tidak membumi. pada
ketetapan MPR No. XVIII/MPR 1998 dinyatakan bahwa pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan undang-undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula
bahwa misi pertama penyeleng garaan bernegara adalah pengamalan Pancasila
secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bagaimana sesungguhnya melaksanakan atau mengamalkan Pancasila secara
konsisten dalam kehidupan bernegara itu?
Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan dengan
cara:
12
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati
peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum negara yang
berlandaskan pada Pancasila.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai
Pancasila yang berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam
bersikap dan bertingkah laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam istilah lain, Kaelan (2002) menyatakan perlunya akftralisasi
Pancasila. Aktualisasi Pancasila dibedakan atas dua macam, yaitu aktualisasi
Pancasila secara subjektif, yaitu realisasi pada setiap individu dan aktualisasi
objektif, yaitu realisasi dalam segala aspek kenegaraan dan hukum. Sebagai dasar
(filsafat) negara ada keharusan moral setiap warga negara Indonesia untuk
mengaktualisasikan Pancasila. Demikian pula sebagai dasar (filsafat) Negara ada
kewajiban moral dari negara (penyelenggara negara) untuk melaksanakan nilai
Pancasila.
Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara
untuk menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara Negara yang
berperilaku menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan
mendapatkan sanksi. Pengamalan secara objektifbersifat memaksa serta adanya
sanksi hukum, artinya bagi siapa saja yang melanggar norna hukum akan
mendapatkan sanksi. Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari
mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norna hukum negara.
13
Di samping mengamalkan secara objektif, secara subjektif warga Negara
dan penyelenggara negara wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara
subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku
setiap warga negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan
bernegara yang bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang
dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 adalah norma-norrna etik yang dapat
kita amalkan. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi
sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya pengamalan secara subjektif ini
adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik
berbangsa dan bernegara.
14