pkko.fik.ui.ac.idpkko.fik.ui.ac.id/files/uts a.n. erna erawati peminatan... · web viewrekan-rekan...

34
KARYA ILMIAH STUDI ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN PSIKOTERAPI : TERAPI METAKOGNITIF VIA WEBSITE YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI TERAPI SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN SKIZOFRENIA Disusun Untuk Persyaratan Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen Disusun Oleh: ERNA ERAWATI NPM. 1106048905

Upload: others

Post on 24-Jan-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KARYA ILMIAH

STUDI ANALISIS TERHADAP PENGGUNAAN PSIKOTERAPI : TERAPI METAKOGNITIF VIA WEBSITE

YANG DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI TERAPI SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN SKIZOFRENIA

Disusun Untuk Persyaratan Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen

Disusun Oleh:ERNA ERAWATINPM. 1106048905

PROGRAM SPESIALIS ILMU KEPERAWATANKEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS INDONESIA

2012

ABSTRAK

Nama : Erna Erawati

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Judul : Studi analisis terhadap penggunaan psikoterapi : terapi metakognitif via

website yang dapat digunakan sebagai terapi spesialis keperawatan jiwa

pada klien skizofrenia.

Waham dan halusinasi pendengaran merupakan gejala positif dari skizoprenia (Videbeck,

2008). Terapi metakognitif bertujuan mengubah infrastruktur kognitif. (Moritz, 2010).

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah menganalisa penerapan psikoterapi khususnya

terapi metakognitif yang dapat digunakan sebagai terapi spesialis jiwa Terapi metakognitif

dikembangkan oleh Prof. Dr. Steffen Moritz, dkk dari Universitas Medical Center di

Hamburg Jerman dalam kurun waktu 5 tahun yaitu 2007-2012. Penerapan terapi

metakognitif diterjemahkan dalam 30 bahasa termasuk bahasa Indonesia dan dapat diakses

via website http://www.uke.de/mkt. Hasil penelitian di berbagai negara terapi ini efektif

digunakan pada klien skizofrenia dengan waham dan halusinasi dengan menunjukkan

penurunan intensitas waham dan halusinasi dalam skala PANSS dan PSYRATS.

Berdasarkan hasil diatas perlu dilakukan penelitian di Indonesia terkait penerapan terapi ini,

sehingga dapat direkomendasikan bahwa terapi metakognitif dapat menjadi standar terapi

spesialis keperawatan jiwa dalam menangani waham dan halusinasi.

Kata kunci : terapi metakognitif, via website, penerapan terapi metakognitif versi Indonesia

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan cinta dan kasih

sayang untuk hamba Nya. Atas kemudahan yang Tuhan berikan sehingga penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “Studi analisis terhadap penggunaan

psikoterapi : terapi metakognitif via website yang dapat digunakan sebagai terapi spesialis

keperawatan jiwa pada klien skizofrenia”. Karya ilmiah ini disusun dalam rangka

menyelesaikan tugas ujian tengah pada mata kuliah Sistem Informasi Manajemen semester

3 Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa pada Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia.

Selama proses penyusunan karya ilmiah ini, penulis tidak lepas dari saran dan

bimbingan dari berbagai pihak. Maka dengan segala kerendahan hati, peneliti

menyampaikan terimakasih kepada:

1. Staf Pengajar Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

yang telah membekali ilmu, sehingga karya ilmiah ini mampu terselesaikan.

2. Bapak, yang senantiasa memberikan kedamaian dan ketenangan jiwa.

3. Rekan-rekan mahasiswa angkatan VII Program Pascasarjana Kekhususan Keperawatan

Jiwa yang senasib sepenanggungan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih perlu perbaikan, maka penulis

mengharap kritik dan saran yang membangun untuk membuat karya ilmiah ini menjadi

lebih baik. Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis

sendiri dan lebih luasnya untuk pengembangan keilmuan keperawatan jiwa. Amin

Penulis

ii

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................ IKATA PENGANTAR ......................................................................................... iiDAFTAR ISI ........................................................................................................ IiiDAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. Iv

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................... 11.1. Latar Belakang .......................................................................... 21.2. Tujuan…………........................................................................

BAB II. KAJIAN LITERATUR………… .................................................. 3

BAB III. PEMBAHASAN ………………………………………………... 8

BAB IV. PENUTUP ………………………………………………………... 12

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tampilan Penggunaan MCT di website Universitas Hamburg Jerman: www/uke/de/mct

Lampiran 2. Negara- negara yang menggunakan MCT di website: www/uke/de/mct

Lampiran 3 : Translator dan co-author of MCT Indonesian Version Erna Erawati di website: www/uke/de/mct

iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Saat ini teknologi informasi terus berkembang dan menjadi suatu kebutuhan.

Perkembangan teknologi informasi juga merambah dalam area aplikasi psikoterapi.

Aplikasi ini dapat digunakan dalam praktik psikiatrik, psikologi, maupun keperawatan

jiwa. Pemanfaatan media informasi seperti website, teleconference, videoconference,

call center yang memudahkan praktisi kesehatan untuk memberikan layanan

kesehatan.

Terapi metakognitif yang dapat didownload via website memberikan kemudahan

alses baik bagi praktisi kesehatan maupun klien. Lebih dari 65.000 web yang

mengakses dan ratusan pengguna terapi metakognitif dan tersedia dalam 30 bahasa

yang berbeda tanpa dipungut biaya dan dapat dilihat dalam website

http://www.uke.de/mkt (lihat lampiran 2). Terapi ini ditujukan pada klien skizofrenia

dengan tujuan untuk mempertajam kesadaran klien skizofrenia dalam mengatasi bias

kognitif terkait waham misalnya Jump To Conclusion (JTC) sehingga dapat

mengoptimalkan pemecahan masalah (Moritz, Woodward, 2007). Target dalam terapi

metakognitif seperti halnya dalam terapi kognitif perilaku yaitu gejala psikotik tetapi

melibatkan aspek infrastruktur kognitif dalam pembentukan waham. Klien diajarkan

tentang koping alternatif dan strategi memproses informasi.

Moritz (2007) melakukan penelitian pertama pada 40 responden yang mengalami

waham dan halusinasi pendengaran yang diambil secara acak, hasilnya terapi

metakognitif terbukti secara signifikan mengurangi gejala positif yang ditujukan

dengan perilaku lebih berguna dalam hidup sehari-hari, rasa bosan berkurang, lebih

iv

1

bahagia, lebih bisa berinteraksi dengan orang lain. Penelitian kedua dilakukan pada 30

pasien secara acak dengan menggunakan terapi metakognitif kelompok, hasilnya

dengan menggunakan skala Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) terjadi

perubahan skor secara bermakna (d = 0.43) dan JTC juga mengalami penurunan

(d=0.31). Hal ini membuktikan bahwa terapi metakognitif kelompok mampu

menurunkan intensitas waham dengan menggunakan skala PANSS maupun Psychotic

Symptom Rating Scales (PSYRATS).

Penelitian mengenai efektifitas penggunaan terapi metakognitif dilakukan di

India oleh Kumar (2010) yang membandingkan kelompok yang mendapatkan terapi

metakognitif dibandingkan yang tidak hasilnya terjadi penurunan secara bermakna

dalam skala PANSS dan PSYRATS pada kelompok intervensi dibanding kelompok

kontrol (d = 0.68). Kerstan (2009) melakukan penelitian dalam 2 bulan antara pre dan

post pada 18 pasien, hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol, ternyata untuk

kelompok intervensi menunjukkan perubahan yang signifikan dalam PSYRAT

terutama dalam delusional distress, memori dan kualitas kehidupan. Di Belanda,

Mizrahi, et al. (2006) melakukan penelitian pada 29 pasien skizofrenia, pada kelompok

MCT secara signifikan terjadi penurunan pada skala PSYRATS (p = 0.01).

1.2. Tujuan

Dari berbagai penelitian tersebut, mendorong penulis untuk memberikan analisa

mengenai penerapan psikoterapi khususnya terapi metakognitif via website. Adapun

karya ilmiah ini bertujuan untuk :

1.2.1. Memberikan gambaran penerapan terapi metakognitif pada klien skizofrenia.

1.2.2. Memberikan analisa mengenai penerapan terapi metakognitif pada klien

skizofrenia dengan waham

2

BAB II

KAJIAN LITERATUR

Website atau situs dapat diartikan sebagai kumpulan halaman yang menampilkan

informasi data teks, data gambar diam atau gerak, data animasi, suara, video dan atau

gabungan dari semuanya, baik yang bersifat statis maupun dinamis yang membentuk

satu rangkaian bangunan yang saling terkait dimana masing-masing dihubungkan

dengan jaringan-jaringan halaman (hyperlink). Bersifat statis apabila isi informasi

website tetap, jarang berubah, dan isi informasinya searah hanya dari pemilik website.

Bersifat dinamis apabila isi informasi website selalu berubah-ubah, dan isi informasinya

interaktif dua arah berasal dari pemilik serta pengguna website (Sarukkai, 2002).

Terapi metakognitif ini ditampilkan dalam website universitas Medical Center di

Hamburg, Jerman dalam 30 bahasa (lihat lampiran 2). Untuk melihat versi bahasa yang

dituju, maka sebelumnya terapis dapat mendownload sesi-sesi yang dibutuhkan dengan

melakukan double click pada bendera bahasa yang dimaksud. Terapi ini sangat

terstruktur dengan baik dan merupakan panduan bagi terapis, namun tidak menutup

kemungkinan klien skizofrenia dengan insight yang baik dan kemampuan berpikir

yang baik dapat menggunakannya secara mandiri. Terapi ini juga diujicobakan

padaklien dengan obsesif kompulsif yang dapat menggunakan terapi ini secara mandiri,

namun penelitian sedang berlangsung dan belum ada hasilnya.

Terapi metakognitif merupakan suatu intervensi yang dapat dilakukan baik

individu maupun kelompok untuk meningkatkan kesadaran akan bias kognitif yang

dialami klien skizofrenia yang dimanifestasikan dalam bentuk waham dengan

memberikan gambaran akan kejadian-kejadian yang membentuk pemikiran waham dan

3

menyampaikan strategi kognitif untuk melawan (Moritz, et al, 2011). Kata meta berasal

dari bahasa yunani yang berarti “diatas”, kognisi mengacu pada proses mental seperti

perhatian, memori dan pemecahan masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

metakognisi adalah berpikir tentang cara kita berpikir. Terapi metakognitif dapat

digambarkan sebagai terapi yang dapat mengubah cara berpikir sesuatu yang mengarah

ke keyakinan dengan tujuan untuk mempertajam kesadaran klien skizofrenia pada

spektrum bias kognitif. Terapi metakognitif (Moritz & Woodward, 2007) ditujukan

pada klien skizofrenia dengan tujuan untuk mempertajam kesadaran klien skizofrenia

dalam mengatasi bias kognitif terkait waham misalnya melompat ke kesimpulan / Jump

to Conclusion (JTC) sehingga dapat mengoptimalkan pemecahan masalah.

Dalam sesi terapi metakognitif, setiap anggota secara langsung mengungkapkan

pendapat terkait dengan kejadian sehari-hari. Hal ini bertujuan agar individu lebih

realistis dan menyadari akan bias kognitif yang dialaminya. Terapi metakognitif

dilakukan pada individu yang dianggap mampu berkomunikasi secara dua arah,

mampu secara aktif terlibat dalam suatu kelompok. Peran terapis dalam setiap sesi

dalam pelaksanaan terapi metakognitif ini adalah membantu individu supaya

peningkatan kesadaran akan bias kognitif yang dialami sehingga dapat mengurangi

rasa percaya diri akan memori-memori yang salah (Moritz, 2010). Sesi-sesi dalam

pelaksanaan terapi metakognitif berdasarkan modul Metacognitive Training for

Schizofrenia yang dikembangkan oleh Moritz (2010). Ada delapan sesi dalam

pelaksanaan terapi metakognitif, yaitu :

2.1. Sesi 1 : Atribusi (penafsiran)

Target domain adalah mengenal atribut eksternal-personal untuk sebuah

kesalahan: inferences sebagai penyebab utama. Pada awal sesi bertujuan untuk

meyakinkan klien untuk menjelaskan situasi yang berbeda dengan dari sudut

pandang diri sendiri, orang lain, faktor lingkungan. Misal dysfunctional

attributional pattern pada kalimat saya selalu salah, depressive atributional style

dalam kalimat kegagalan adalah saya, keberuntungan adalah kebetulan saja pada

4

harga diri rendah, dan self-serving bias pada kalimat kegagalanku karena orang lain

dan aku sukses karena diriku. Fokus pada sesi ini adalah bahwa banyak faktor yang

dapat menjelaskan suatu kondisi. Pada tahap ini terapis memberi contoh dan

meminta partisipan untuk menggali pengalaman pribadi mengenai salah

menginterpretasi. Sesi pertama terapis dapat memberikan contoh berdasarkan

pengalaman / kejadian sehari-hari tentang misinterpretasi tidak mengarah pada

waham pada orang tertentu.

2.2. Sesi 2 : Melompat ke Kesimpulan I

Sesi ini bertujuan melatih partisipan untuk tidak langsung menyimpulkan

pada kesan pertama, karena kenyataannya belum tentu benar. Partisipan akan

menginterpretasikan gambar sesuai dengan pemikiran mereka menuliskannya

dalam flipchart kemudian didiskusikan. Gambar tersebut berupa puzzle dan bukan

gambar yang utuh. Banyak partisipan yang akan terlalu cepat menyimpulkan

gambar yang ditampilkan. Misalnya gambar kodok yang berupa puzzle

diinterpretasikan dengan gambar lemon. Terapis memberi kesempatan pada

individu untuk mengungkapkan pengalaman mereka sendiri selama psikosis pada

sesi kedua.

2.3. Sesi 3 : Mengubah Keyakinan

Latihan ini bertujuan menggambarkan respon bias kognitif saat individu tidak

memperhatikan sumber informasi. Dengan menggunakan 3 gambar yang sekuens,

ditemukan bias walaupun sudah ditunjukkan bukti tentang kebenarannya. Klien

skizofrenia terjadi penurunan dalam menginterpretasikan dengan benar pada

gambar kedua dan ketiga. Contohnya gambar 3 bunga dan 3 buah buahan.

Kemudian partisipan diminta untuk menuliskan 4 interpretasi yang berbeda. Sesi

ketiga saat menghadapi individu yang memberi interpretasi yang tidak benar, maka

terapis tidak boleh langsung melakukan konfrontasi tapi menekankan bahwa

5

meskipun interpretasi awal seperti itu tapi bisa berubah setiap saat. Keputusan yang

tergesa-gesa bisa menimbulkan kesalahpahaman dan konflik sosial.

2.4. Sesi 4 : Bersikap Empati I

Latihan ini bertujuan agar individu mengidentifikasi emosi dasar manusia

melalui ekspresi wajah. Klien skizofrenia memiliki kesulitan untuk memprediksi

tindakan orang lain dan hal ini berkontribusi terhadap pikiran waham. Meskipun

ekspresi wajah penting dalam memahami status mental dan perasaan seseorang.

Klien skizofrenia sangat mudah mengalami misinterpretasi. Terapis bisa

memodifikasi tugas pertama dan kedua menyesuaikan dengan kemampuan

individu.

2.5. Sesi 5 : Memori

Latihan ini bertujuan untuk memberi kesadaran pada individu untuk tidak

menyimpan memori mereka yang terbukti tidak sesuai dengan fakta-fakta. Klien

skizofrenia menunjukkan lebih percaya diri dalam kesalahan memori. Memori yang

salah ini meningkatkan keyakinan klien skizofrenia akan kebenarannya. Terapis

memberi kesempatan pada klien untuk menyampaikan detail gambar dan melatih

untuk membedakan memori yang benar dan salah.

2.6. Sesi 6 : Bersikap Empati II

Latihan ini bertujuan mendiskusikan bukti bukti sehingga individu dapat

membuat penilaian terhadap seseorang dari sikap tubuh dan intonasi bahasa.

Terapis bisa mengajukan pertanyaan secara interaktif. Individu diajarkan untuk

lebih mengenal perbedaan antara memori yang benar dan memori yang salah.

Terapis memberi kesempatan pada individu untuk mendeskripsikan setiap gambar.

Terapis meminta individu untuk membayangkan diri mereka pada situasi seperti

pada gambar yang dipresentasikan.

2.7. Sesi 7 : Melompat ke Kesimpulan II

6

Latihan ini bertujuan agar individu menggunakan waktu yang efisien dalam

menyelesaikan masalah. Pengambilan keputusan yang tergesa-gesa dapat dicegah

dengan membuat penilaian yang tepat pada awal. Terapis bertindak sebagai

moderator dalam diskusi yang terbuka dan memberdayakan individu.

2.8. Sesi 8 : Harga diri dan mood

Latihan ini bertujuan agar individu mengubah strategi koping yang

disfungsional misalnya berpikir negatif menjadi lebih realistik dan interpretasi

yang lebih rasional dengan menggunakan beberapa teknik yang dapat

meningkatkan harga diri dan mood. Terapis memberi kesempatan individu untuk

mengungkapkan interpretasi yang lebih rasional.

7

BAB III

PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan Moritz (2010) ini memberikan pandangan baru untuk

memahami skizofrenia. Pelatihan metakognitif yang dilakukan pada klien skizofrenia

adalah mempertajam kesadaran klien akan bias kognitif yang dialaminya. Format

powerpoint yang disuguhkan tiap sesi terapi metakognitif memfasilitasi diseminasi yang

biasanya merupakan masalah dalam intervensi. Saran dari penelitian yang dilakukan

Moritz (2010) ini adalah sebaiknya dilakukan kombinasi antara orientasi kognitif dan

pendekatan yang berorientasi pada gejala sehingga akan mengurangi gejala psikotik dan

bias kognitif dan menciptakan perawatan yang holistik pada skizofrenia.

Setelah diterjemahkan oleh penulis, terapi metakognitif versi Indonesia di upload

oleh Prof. Dr. Phil. Steffen Moritz, dalam website di Universitas Medical Center Hamburg

Jerman untuk kemudian ditampilkan melalui bendera Indonesia tempat asal penerjemahan

(lihat lampiran 3). Setelah penulis sebelumnya melakukan komunikasi via email dengan

Prof. Dr. Moritz dan pengiriman file yang terdiri dari 9 file untuk siklus A dan 9 file untuk

siklus B atas bantuan Vivian Braun. Setelah tersedia di website dalam bahasa Indonesia,

maka penulis dapat menggunakannya dalam penelitian dan dapat di upload oleh siapapun

yang berminat untuk mengadakan penelitian mengenai penerapan terapi metakognitif pada

skizofrenia gratis tanpa dipungut biaya.

Terapi metakognitif merupakan salah satu bentuk pengembangan terapi yang berfokus

pada kognisi sosial dan persepsi emosi (Teiford, 2008). Terapi metakognitif dapat

dikatakan sebagai campuran dari psikoedukasi, terapi remediasi kognitif dan terapi kognitif

perilaku (Moritz, et al., 2010). Setiap modul dimulai dengan pengenalan elemen

8

psikoedukasi dan upaya normalisasi dengan menyertakan contoh dan latihan yang sesuai

dengan domain (misalnya. Melompat ke kesimpulan). Upaya normalisasi tersebut bertujuan

mempertajam kesadaran metakognitif, hal ini merupakan aspek psikoedukasi. Kesadaran

metakognitif tidak hanya terletak pada kesadaran klien skizofrenia akan disfungsi

neuropsikologisnya namun juga pada kesadaran akan bias kognitif. Pada awal slide MCT di

tiap sesi akan ditemukan pertanyaan tentang tujuan pembelajaran “Mengapa kita perlu

mempelajarinya” dan di akhir slide akan ditemukan pertanyaan “Apa hubungannya dengan

psikosis?” dan contoh kasus yang memberikan gambaran bagi klien bagaimana bias

kognitif dapat meningkat menjadi gejala psikotik. Kedua pertanyaan ini akan memberi

ruang bagi individu untuk melakukan refleksi diri.

Persamaan dengan terapi remediasi kognitif adalah melibatkan banyak tugas kognitif

yang menyediakan informasi berkaitan dengan aspek daya tilik diri (insight) dan

pengalaman yang dikoreksi. Aspek perencanaan dan monitoring diri dalam terapi kognitif

remediasi dapat dilakukan dengan ketrampilan metakognitif yang diintegrasikan dalam

terapi metakognitif. Moritz & Woodward (2007, dalam Lauriello & Pallanti, 2012),

menyebutkan bahwa terapi metakognitif kelompok pada klien skizofrenia merupakan

pendekatan remediasi metakognitif berdasarkan 2 elemen, yaitu:

1. Translasi pengetahuan merupakan manajemen pengetahuan menghasilkan kodifikasi

yang memudahkan penyebaran dan diseminasi.

2. Identifikasi konsekuensi negatif dari bias kognitif yang mendasari gejala positif :

waham misal distorsi atribusi, JTC dan defisit ToM.

Persamaan dengan terapi kognitif perilaku, terletak pada target dalam terapi

metakognitif yaitu gejala psikotik tetapi melibatkan aspek infrastruktur kognitif dalam

pembentukan waham. Hubungan antara tujuan pembelajaran dan praktik dalam kehidupan

sehari-hari digaris bawahi dalam slide secara berulang ulang dalam setiap sesinya. Transfer

tujuan pembelajaran dalam praktik kehidupan sehari-hari menjadi tujuan yang terpenting

9

dalam pelatihan di masing-masing sesi dan hal ini merupakan aspek dalam terapi kognitif

perilaku.

Hubungan antara bias kognitif dan psikosis ditekankan secara berkelanjutan dalam

setiap sesi pada terapi metakognitif. Klien diajarkan tentang koping alternatif dan strategi

memproses informasi. Format powerpoint yang disuguhkan tiap sesi terapi metakognitif

memfasilitasi diseminasi yang biasanya merupakan masalah dalam intervensi (Shafran et

al., 2009). Adapun tujuan dari terapi metakognitif, adalah :

1. Terapi metakognitif (Moritz & Woodward, 2007b) ditujukan pada klien skizofrenia

dengan tujuan untuk mempertajam kesadaran klien skizofrenia dalam mengatasi bias

kognitif terkait waham (misalnya, melompat ke kesimpulan) sehingga dapat

mengoptimalkan pemecahan masalah.

2. Terapi metakognitif terdiri dari delapan modul menargetkan kesalahan kognitif

umum dan pemecahan masalah bias dalam skizofrenia. Kesalahan ini dan bias

mungkin, pada mereka sendiri, atau dalam kombinasi, berujung pada pembentukan

keyakinan palsu titik waham (Freeman, 2007; Moritz & Woodward, 2007b).

Program terapi terdiri dari dua siklus paralel terdiri dari 8 modul siklus A dan 8 modul

siklus B dengan jumlah total berisi 16 modul. Inti dari setiap sesi pada siklus A dan siklus

B adalah sama. Dari 8 modul itu, modul pertama berisi kesalahan dalam atribusi, modul 2

dan 7 berisi tentang melompat ke kesimpulan, modul 3 berisi tentang infleksibilitas

keyakinan, modul 4 dan 6 berisi tentang defisit teori pikiran dan kognisi sosial, modul 5

berisi tentang terlalu percaya diri terhadap memori yang salah, dan modul 8 berisi tentang

depresi dan harga diri rendah. Siklus yang paralel yang identik dan sekuen akan

mempermudah pemahaman klien yang berada di rawat jalan atau yang sedang menjalani

day care. Pelaksanaan terapi metakognitif yang di ruang rawat inap dapat menggunakan

satu siklus saja, dimulai dengan siklus A, setelah menjalani rawat jalan dapat dilanjutkan

dengan siklus B. Sedangkan pada klien skizofrenia yang berada di rawat jalan atau

menjalani day care dan belum pernah mendapat terapi ini, perlu mengikuti 16 modul secara

10

berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar lebih memperdalam pemahaman dan mencapai

keberhasilan dalam mengikuti pelatihan terapi metakognitif dalam setiap sesinya.

Faktor pendukung selama proses penerjemahan terapi metakognitif versi Indonesia ini

adalah:

1. Sikap terbuka dan kepercayaan, dari Prof. Moritz, psikiater sekaligus peneliti dan

praktisi yang menawarkan penulis sebagai translator terapi metakognitif versi

Indonesia.

2. Modul dalam terapi metakognitif, sangat terstruktur dengan baik sehingga dalam 30

bahasa, semua sama dalam setiap sesinya karena dalam bentuk powerpoint.

Faktor penghambatnya adalah :

1. Penulis mengalami kesulitan dalam memodifikasi terapi ini disesuaikan dengan

pertimbangan budaya dan kondisi klien skizofrenia. Adapun hal-hal yang perlu

diketahui adalah klien skizofrenia yang mengikuti terapi ini harus melalui tes IQ:

vocabulary test dengan hasil minimal 70. Namun setelah dikonsultasikan dengan Prof.

Moritz, kriteria ini bukan sebagai kriteria utama.

2. Terapi ini juga menggunakan istilah-istilah yang pada akhirnya harus dijelaskan dulu

pada klien skizofrenia, dan akan menemui kendala saat klien tidak juga memahami.

Namun setelah dikonsultasikan via email dengan Prof. Moritz, jika ada beberapa slide

dalam powerpoint yang tidak dapat dikenali dapat dilewati tanpa mengurangi inti dari

modul pelatihan terapi metakognitif.

3. Terapi ini membutuhkan kemampuan terapis untuk memberikan contoh disesuaikan

dengan pemahaman klien skizofrenia dengan pertimbangan budaya, sehingga klien

dapat mencapai tujuan setelah mengikuti terapi.

4. Belum adanya penelitian terapi metakognitif versi Indonesia, namun penulis akan

menggunakan terapi ini dalam penelitian pada klien skizofrenia dengan waham pada

tahun 2012 dan dalam beberapa kesempatan peneliti pernah mengujicobakan di RSJ

Ghrasia pada beberapa klien skizofrenia dengan waham pada bulan Juni-Juli tahun

2012. Dari hasil wawancara pada klien skizofrenia dengan waham dengan tingkat

11

pendidikan yang baik dan dapat berkomunikasi dengan baik, peneliti mendapatkan

respon yang memuaskan.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pesatnya perkembangan teknologi dalam penerapan psikoterapi terutama terapi

metakognitif yang dapat digunakan sebagai terapi dalam menangani klien skizofrenia

dengan waham menjadi perhatian penting bagi pelayanan kesehatan jiwa. Translasi

pengetahuan mengenai terapi metakognitif dengan menggunakan tekhnologi ini tidak

hanya memberikan alternatif untuk dalam penyampaian terapi pada klien skizofrenia

dengan waham, tetapi juga memberikan keuntungan bagi terapis.

Dengan teknologi tersebut dapat dipergunakan sebagai informasi untuk

membantu penerapan psikoterapi khususnya terapi metakognitif baik di bidang

psikologi, kedokteran dan keperawatan jiwa. Dengan konsistensi sistematika proses

penerjemahan, penulis mengalami kesulitan dalam memodifikasi slide demi slide dalam

modul pelatihan terapi metakognitif versi Indonesia. Namun modifikasi dapat

dilakukan dalam pelaksanaan terapi metakognitif.

4.2. Rekomendasi

Meskipun terapi metakognitif tersebut sudah diterjemahkan dalam 30 bahasa,

namun terapi tersebut perlu mempertimbangkan transkultural. Kendala dalam

penyampaian slide tertentu dalam terapi metakognitif versi Indonesia pada setiap

sesinya dapat dikaitkan dengan ketidaktahuan klien dan ketidaksesuaian dengan kondisi

mengenai isi dalam slide tersebut. Hal ini dapat teratasi dengan menanyakan terlebih

dulu pada klien. Apabila klien tidak mengetahuinya maka slide tersebut dapat dilewati

tanpa mengurangi inti dan tujuan dari modul pelatihan dalam terapi metakognitif.

Terapis juga dapat memodifikasi dengan menyampaikan suatu fenomena atau kejadian

12

yang memiliki inti sama dengan slide disesuaikan dengan budaya tapi hal ini juga

membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan terapis sendiri dalam mempertimbangkan

budaya setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Freeman, D. (2007). Suspicious minds: the psychology of persecutory delusion. Clinical Psychology Review, 27, 425-457.

Kerstan. (2009). Evaluation des Metakognitiven Trainings bei chronisch schizophren erkrankten Menschen. Hamburg: University of Hamburg

Kumar D, Zia Ul Haq M, Dubey I, et al. (2010). Effect of meta-cognitive training in the reduction of positive symptoms in schizophrenia. Europe Journal Psychotherapy Counseling (in press)

Lauriello & Pallanti. (2012). Clinical Manual for treatment of Schizophrenia.America American Psychiatric Publishing.

Mizrahi R, Kiang M, Mamo D.C, Arenovich, T., Bagby, R.M., Zipursky, R.B., et al. (2006). The Selective Effect of Antipsychotic on the different dimension of the experience of psychosis in schizophrenia spectrum disorder, Schizophrenia Research 88 : 111-118.

Moritz, S, (2011). Schizophrenia Finding from S.Moritz and Co-Authors Provide New Insight into Schizophrenia. Medical Sciences-Psychiatry and Neurology Jurnal :56.

Moritz, S., Veckenstedt, R., Randjbar, S., Vitzthum, F., & Woodward, T.S. (2011). Antipsychotic treatment beyond antipsychotic: metacognitive intervention for schizophrenia patients improves delusional symptoms. Psychological Medicine, 41: 1823-1832.

Moritz, S., Veckenstedt, R., Randjbar, S. et al (2010). Course and determinant of self esteem in people diagnosed with schizophrenia during psychiatric treatment. Psychosis, 2 : 144-153

Moritz, S., Vitzthum, F., Randjbar, S., Veckenstedt, R., & Woodward, T.S. (2010). Detecting and defusing cognitive traps : metacognitive intervention in schizophrenia. Current Opinion in Psychiatry 23 : 561-569.

Moritz, S., Woodward, T.S, Stevens, C., Hauschildt, M., Stevens, Metacognition Study Group. (2010). Metacognitve Training for Schizophrenia, VanHam Campus Press: Hamburg.

Moritz,S. & Woodward, T.S. (2007a). Metacognitive training for schizophrenia patient (MCT): a pilot study on feasibility, treatment adherence, and subjective efficacy, German Journal of Psychiatry, 10, 69-78.

Moritz,S. & Woodward, T.S. (2007). Metacognitive training in schizophrenia : from basic research to knowledge translation and intervention. Current opinion in Psychiatry, 20, 619-625.

Shafran, R., Clark, D.M., Fairburn, C.G., Arntz , A., Barlow, D.H., Ehlers, A., et al. (2009). Mind the gap: improving the dissemination of CBT. Behaviour Research and Therapy, 47, 902-909.

Sarukkai, Ramesh R (2002). Foundation of web technology. USA: Kluwer Academic Publisher.

Teiford. (2008). Sosial perception: 21st century issues and challenges. New York : Nova Science Publisher.

Lampiran 1. Tampilan Penggunaan MCT di website Universitas Medical Center Hamburg ………..….....Jerman: http://www.uke.de/mkt

Lampiran 2. Negara- negara yang menggunakan MCT di website: http://www.uke.de/mkt

Lampiran 3 : Translator dan co-author of MCT Indonesian Version Erna Erawati di website: www/uke/de/mct