pkf5

Download PKF5

If you can't read please download the document

Upload: asih-tri-marini

Post on 05-Dec-2014

40 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

dasar teori PKF5

TRANSCRIPT

1. III. TINJAUAN PUSTAKA Suatu reaksi kimia dapat berlangsung secara sempurna jika terjadi suatu kesetimbangan dari reaksi tersebut. Kesetimbangan dibagi menjadi dua macam, yaitu keseimbangan homogen dan keseimbangan heterogen. Homogen bila terdapat hanya satu fase, sedangkan heterogen bila terdapat lebih dari satu fase. Pada saat setimbang, kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi kekiri. Kesetimbangan merupakan kesetimbangan dinamis, bukan statis. Kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi, tekanan, volum dan temperatur. Dalam hal ini kondisi reaksi menentukan hasil reaksi kesetimbangan dalam industri (Keenan, 1989). Kecepatan reaksi kimia pada suhu konstan sebanding dengan hasil kali konsentrasi zat yang bereaksi. Reaksi kimia bergerak menuju kesetimbangan yang dinamis, di mana terdapat reaktan dan produk, tetapi keduanya tidak lagi mempunyai kecenderungan untuk berubah. Kadang-kadang konsentrasi produk jauh lebih besar daripada konsentrasi reaktan yang belum bereaksi di dalam campuran kesetimbangan, sehingga reaksi dikatakan reaksi yang sempurna. GN Lewis memperkenalkan besaran termodinamika baru yaitu keaktifan yang bisa dipakai sebagai ganti konsentrasi. Sangat memudahkan jika keaktifan dianggap sebagai perkalian antara konsentrasi zat yang dimaksud dengan suatu koefisien keaktifan. Dengan persamaan sebagai berikut: K = a = keaktifan (Syukri, 1999). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan apabila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Dalam kesetimbangan kimia, jika tekanan diperbesar sama dengan volume diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih kecil, dan jika tekanan diperkecil sama dengan volume diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih besar (Atkins, 1997). Dalam suatu kesetimbangan suatu larutan, maka apabila jumlah koefisien di sebelah kiri sama dengan jumlah koefisien di sebelah kanan, faktor tekanan dan volume tidak mempengaruhi pergeseran kesetimbangan dan jika suhu dinaikkan maka kesetimbangan bergeser ke arah yang endotermis dan jika diturunkan maka kesetimbangan bergeser ke arah reaksi yang eksotermis (dalil Vant Hoff). Air dan karbon tetraklorida (CCl4) memiliki perbedaan kepolaran dalam suatu kelarutan, dalam hal ini air merupakan pelarut polar sedangkan karbon tetraklorida merupakan pelarut non polar (Syukri, 1999). Apabila kedua pelarut yang berbeda kepolaran dalam kelarutan tersebut dicampurkan maka mereka tidak akan bisa bercampur. Diperlukannya suatu zat perantara untuk dapat membuat kedua pelarut yang berbeda kepolaran tersebut dapat bercampur. Dalam hal ini zat antara merupakan suatu zat yang dapat bercampur dalam keadaan polar apabila dilarutkan dalam suatu pelarut polar dan juga dapat bercampur apabila dilarutkan dalam pelarut non polar (Keenan, 1989). 2. VI. PEMBAHASAN Pada percobaan ini dikaji tentang penerapan hukum distribusi, dimana iodium yang digunakan dilarutkan dalam dua pelarut berbeda yang tak campur, yaitu pelarut organik CCl4 dan air. Untuk menentukan konsentrasi-konsentrasi spesi yang berada dalam kesetimbangan dilakukan melalui kesetimbangan heterogen iodium dalam dua pelarut tak campur, air dan CCl4. Penentuan konsentrasi I2 f = koefisien keaktifan

dan I3- dalam larutan air dilakukan dengan menyetimbangan larutan KI dengan larutan I2 dalam CCl4. Setelah tercapai kesetimbangan, kedua larutan dipisahkan dan masing-masing dititrasi dengan natrium tiosulfat untuk menentukan kadar I2. Campuran larutan I2 dalam CCl4 dengan larutan KI memberikan warna ungu pada larutan. Setelah didiamkan beberapa saat, ternyata larutan tersebut terpisah. Pada bagian atas berwarna kuning kemerahan sedangkan bawah berwarna ungu tua. Bagian yang berwarna kuning tersebut adalah iodium dalam air. Berdasarkan pengamatan yakni terpisahnya larutan tersebut, kemungkinan kesetimbangan iodium yang terdistribusi ke larutan CCl4 telah tercapai. Untuk menentukan konstanta kesetimbangan, langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung konsentrasi iodium total, kemudian iodium dalam CCl4, iodium dalam air, dan kadar I3- dan I-. Setelah semua konsentrasi spesi yang ada pada keadaan setimbang telah diketahui maka nilai konstanta kesetimbangan dapat ditentukan. Kesetimbangan yang terjadi jika iodium dilarutkan dalam air sebagai kalium iodida memiliki reaksi sebagai berikut : I 2 + I - I 3Setelah itu, larutan tersebut didiamkan sampai terlihat jelas perbedaan kedua lapisan tersebut. Lalu kemudian ditambahkan indikator amilum. Penambahan indikator ini bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi dengan perubahan warna yang menunjukkan titik akhir titrasi. Indikator ini akan mengikat I2 yang lepas dari ikatannya dengan air ataupun dengan CCl4. Masuknya I2 ke dalam amilum akan menghasilkan warna biru gelap pada larutan yang dititrasi. Setelah itu kemudian kedua lapisan larutan tersebut dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat untuk konsentrasi yang berbeda untuk setiap lapisan tersebut untuk menentukan konsentrasi I2. Untuk lapisan atas yang berupa lapisan CCl4 dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M. Lapisan CCl4 berada dibagian atas karena lapisan ini lebih besar massa jenisnya daripada lapisan air. Titrasi ini dilakukan sampai terjadi perubahan warna pada larutan tersebut dari warna ungu kebiruan menjadi jernih. Waktu kesetimbangan adalah sangat penting, karena itu perlu dilakukan titrasi secepat mungkin setelah larutan tersebut diberi indikator amilum. Titrasi dengan natrium tiosulfat dimaksudkan untuk menentukan besarnya konsentrasi total (T) sebagai I2 dan I3-. Hal ini terjadi karena reaksi antara I2 dengan Na2S2O3 yang menyebabkan berubahnya konsentrasi I2 dalam reaksi segera disetimbangkan dari pembebasan iod baru dari iod trioksida, karena berdasarkan asas Le Chatelier, kesetimbangan kimia akan bergeser ke arah di mana konsentrasinya berkurang. Setelah dititrasi dengan larutan Na2S2O3 pada saat tercapai kesetimbangan warna larutan berubah menjadi bening, sesuai dengan reaksi Iod-amilum + Na2S2O3 2NaI + Na2S2O6 tak berwarna Dari data yang diperoleh dapat dihitung nilai dari tetapan kesetimbangannya (K). Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa nilai tetapan kesetimbangan akan semakin besar dengan meningkatnya konsentrasi dari I2 dalam CCl4 hal ini berarti kesetimbangan cenderung bergerak ke arah produk, atau ke kanan, terlihat bahwa reaksi cenderung bergeser pada pembentukan I3- karena nilai K lebih dari 1.

Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi larutan I2 dalam CCl4 dan Larutan KI maka semakin besar pula konsentrasi I- atau KI bebasnya, sebaliknya tetapan kesetimbangan akan semakin kecil. Konsentasi molekul I2, dan ion I3- yang paling besar ditemukan pada campuran I2 dalam CCl4 0,08M & KI 0,1M dengan nilai secara berturut-turut 0,023 M dan 1,77 x 10-2 M. Lain halnya dengan nilai konsentrasi ion I-, nilai yang terbesar justru ditemukan pada campuran CCl4 0,02M & KI 0,1M dengan nilai 0,0986 M. 1. VII. KESIMPULAN Kesimpulan pada percobaan ini adalah : 1. Berdasarkan percobaan, kesetimbangan tercapai saat terjadinya pemisahan dari kedua campuran larutan, I2 dalam CCl4 dan KI. 2. Kesetimbangan yang terjadi adalah kesetimbangan homogen, yang ditunjukkan oleh konsentrasi dalam bentuk molaritas dalam setiap spesi es yang terlibat sebagai hukum aksi massa. 3. Iod dalam dua pelarut tak bercampur air dan CCl4, terlarut dalam air sebagai I- dan I3-, serta terlarut dalam CCl4 sebagai I2. Semakin besar konsentrasi larutan I2 dalam CCl4 dan Larutan KI maka semakin besar pula konsentrasi I- atau KI bebasnya. 4. Kesetimbangan yang terjadi jika Iodium dilarutkan dalam air sebagai KI merupakan kesetimbangan homogen dan dapat menunjukkan validitas hukum aksi masa.

DAFTAR PUSTAKAAtkins, P.W. 1990. Kimia Fisika Jilid 2 Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Keenan. 1999. Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta. Sukardjo. 1990. Kimia Anorganik. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. Tony, Bird. 1987. Kimia Fisika Untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Pendahuluan Kesetimbangan adalah keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum kesetimbangan adalah kali konsentrasi setimbang zat yang berada di ruas kiri. Masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya. Suatu reaksi dikatakan setimbang apabila reaksi pembentukan dan reaksi penguraian pada reaksi tersebut berlangsung dengan kecepatan yang sama sehingga tidak ada lagi perubahan pada sistem tersebut (Bird. 1987). Sebagian besar reaksi kimia bersifat reversibel artinya hanya reaktan-reaktan yang bereaksi membentuk produk, tetapi produkpun saling bereaksi untuk memnetuk reaktan kembali. Hal di atas dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan berikut: aA+bB --->cC+dD A dan B = Reaktan C dan D = Produk a, b, c, d = Koofisien rekasi Jakarta.

Jika laju reaksi pembentukan yaitu reaksi dari kiri ke kanan sama dengan laju rekasi kebalikan (penguraian) yaitu reaksi dari kanan kek kiri, maka reaksi dikatakan berada dalam keadaan seimbang. Sepeerti halanya dalam keseimbangan fisik, bila suatu reaksi mencapai keadaan seimbang bukan berarti reaksi rekasi pembentukan dan reaksi kebalikan berhenti sama sekali, tetapi hal ini menunjukkan bahwa laju kedua reaksi yang berlawanan tersebut telah sama (Bird. 1987). Salah satu fakta yang penting tetntang reaksi kimia reversibel (dapat-balik). Bilamana suatu reaksi kimia dimulai, hasil-hasil reaksi mulai menimbun, dan seterusnya akan bereaksi satu sama lain memualai suatu reaksi yang kebalikannya. Setelah beberapa lama, terjadilah kesetimbangan dinamis, yaitu jumlah molekul (atau ion) dan setiap zat terurai, sama banyaknya dengan jumlah molekul yang terbentuk dalam suatu satuan waktu. Dalam beberapa hal, kesetimbangan ini terletak sama sekali berada di pihak pembentukan suatu atau beberapa zat, maka reaksi itu tampak seakan-akan berlangsung sampai selesai (Svehla. 1990) Dasar Teori Nernst pertama kalinya memberi pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi ketika tahun 1891, ia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat bercampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta pada suatu temperatur tertentu. Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan (Soebagio. 2002). Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak bergantungpada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla. 1990). Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut: Kd= C2/C1 atau Kd= Co/Ca dengan Kd = Koefisien distribusi, dan C1, C2, Co, dan Ca adalah konsentrasi solut pada pelarut 1,2 organik dan air (Soebagio. 2002).

Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solute dalam pelarut organik dituliskan di atas dan konsentrasi solut dalam pelarut di tuliskan di bawah. Dari rumus tersebut jika harga Kd besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya. Rumus tersebut di atas hanya berlaku bila;

1. solut tidak terionisasi dalam salah satu pelarut, 2. solut tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut, 3. zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-reaksi lain (Soebagio. 2002) Dalam penentuan harga tetapan kesetimbangan berdasarkan konsentrasi haruslah mengetahui hubungan kuantitatif antara pereaksi dengan hasil reaksi dari suatu reaksi kesetimbangan (Nasrudin. 2010). Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dari iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi iod dalam sistem kloroform air dapat ditentukan (Anonim. 2011). Apabila kedua pelarut yang berbeda kepolaran dalam kelarutan dicampurkan maka mereka tidak akan bisa bercampur. Diperlukannya suatu zat perantara untuk dapat membuat pelarut berbeda kepolaran tersebut bercampur. Dalam hal ini zat antara merupakan suatu zat yang dapat bercampur dalam keadaan polar apabila dilarutkan dalam suatu pelarut polar dan juga dapat bercampur apabila dilarutkan dalam pelarut nonpolar (Syabatini. 2009). Suatu dasar agar solut dapat terekstrak dari fasa air ke fasa organik adalah suatu solut tersebut harus menjadi tidak bermuatan (Soebagio. 2002). Iod jauh lebih dapat larut dalam larutan kalium iodida dalam air daripada dalam air, ini disebabkan oleh terbentuknya ion triiodida, I3-. Kesetimbangan berikut berlangsung dalam suatu larutan seperti ini: I2 + I- ___> I3 Jika larutan itu dititrasidengan larutan natrium tiosulfat, konsentrasi iod total, sebagai I2 bebas dan I3- tak bebas, diperoleh, karena segera sesudah iod dihilangkan akibat interaksi dengan triosulfat, sejumlah iod baru dibebaskan dari tri-iodida agar kesetimbangan tidak terganggu. Namun jika larutan dikocok dengan karbon tetra klorida, dalam mana iod saja yang dapat larut cukup banyak, maka iod bebas dalam larutan air. Dengan menentukan konsentrasi iod dalam larutan karbon tetraklorida, konsentrasi ion iod

bebas dalam larutan air dapat dihitung dengan menggunakan koefisien distribusi yang diketahui, dan dari situ konsentrasi total iod bebas yang ada dalam kesetimbangan. Dengan memperkurangkan harga ini dari konsentrasi awal kalium iodida, dapatlah disimpulkan konsentrasi KI bebas. Tetapan Kesetimbangan: K= ([I-] x [I2])/([I3-]) (Svehla. 1990). Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi maka: I3- + 2S2O32- --->3I- + S4O62Selama zat antara S2O3I- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai: S2O32- + I3- ---> S2O3I- + 2IYang mana berjalan terus menjadi: 2S2O3I- + I- ---> S4O62- + I3Warna indikator muncul kembali pada S2O3I- + S2O32- ---> S4O62- + IReaksi berlangsung baik di bawah PH = 5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hypoiodos (HOI) terbentuk (Khopkar. 2007). Iodium, I2, sedikit larut di dalam air namun larut dalam air yang mengandung ion I -, misalnya dalam larutan KI. I2 dan I- dalam larutan air akan membentuk ion tri-iodida, I3- dan reaksinya merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk reaksi : I2(g) + I-(aq) ---> I3-(aq) Kesetimbangan ini berlangsung dalam larutan air, untuk itu perlu menghitung konsentrasikonsentrasi yang bersangkutan dalam air. Dari percobaan penentuan tetapan distribusi di atas dapat dihitung nilai Kd kemudian dengan rumus: Kd = [I2]H2O/[I2]HCl3 Dapat dihitung konsentrasi (I2) H2O dengan persamaan [I2] H2O = Kd [I2]HCl3 dan selanjutnya dapat dihitung [I3-] H2O dan [I-] H2O