pjbl ii
TRANSCRIPT
BAB I
PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGIS MATERNAL PADA POSTPARTUM
I. Perubahan Fisik
Menurut Ward & Hisley (2008), perubahan fisik yang terjadi pada periode
postpartum meliputi perubahan pada beberapa system tubuh, diantaranya:
A. Sistem hematologi dan metabolic
Terjadi penurunan volume darah disertai penurunan plasma yang lebih banyak
menyebabkan peningkatan hematokrit . kehilangan darah pada saat persalinan
menyebabkan Hb turun hingga 1 gram pada persalinan normal dan 2 gram pada section
caesaria. Jumlah sel darah putih juga meningkat dan akan kembali pada nilai normalnya
setelah 6 hari postpartum. Terjadi peningkatan plasma fibrinogen yang berhubungan
dengan kompensasi terhadap perdarahan postpartum. Kadar estrogen dan
progesterone mengalami penurunan yang drastic, diikuti dengan adanya produksi
prolaktin. Selain itu laktogen plasental, kortisol, growth hormone (GH), dan insulinase
menurun.
B. Sistem neurologi
Terjadi keletihan dan ketidaknyamanan serta pola tidur yang terganggu akibat
kebutuhan bayi. Barrios (2010) jugaq menambahkan ketidaknyamanan yang disebabkan
oleh kehamilan menghilang setelah persalinan, misalnya carpal tunnel syndrome,
digantikan dengan ketidaknyamanan pada uterus akibat periode relaksasi dan
kontraksi. Selain itu pitocin dan menyusui menstimulasi kontraksi uterus dan
meningkatkan nyeri. Sakit kepala mungkin terjadi pada pasien yang menerima anastesi
epidural atau spinal (Ward & Hisley, 2008) namun sakit kepala bukan gejala normal
pada postpartum, dan perlu pengkajian lebih lanjut. (Barrios, 2010)
C. Sistem renal, cairan, dan elektrolit
Aliran plasma ginjal, glomerular filtration rate (GFR), plasma creatinin, dan
blood urea nitrogen (BUN) berangsur kembali ke nilai normal sebelum kehamilan
setelah dua sampai tiga minggu postpartum. Ekskresi urin yang normal terjadi pada ibu
hamil berkurang setelah minggu pertama postpartum. Proteinuria juga menurun ke
1
nilai normal setelah enam minggu postpartum. Selama periode postpartum, terjadi
natriuresis dan diuresis. Cairan dan elektrolit kembali pada nilai normal pada minggu
ketiga. Diuresis juga menyebabkan penurunan level oksitosin dan estrogen.
Barros (2010) menambahkan diuresis terjadi selama 1-2 jam postpartum.
Terdapatnya risiko overdistensi kandung kemih, dan UTI yang disebabkan karena stasis
urin. Kandung kemih yang menggantikan posisi uterus menyebabkan risiko hemoragi.
D. Sistem kardiovaskular
Terjadi ketidakstabilan selama periode postpartum, curh jantung meningkat
dari level sebelum bersalin pada 1-2 jam postpartum dan tetap tinggi selama 48 jam
postpartum. Curah jantung kembali ke nilai normal sebelum hamil setelah 2-4 minggu
setelah persalinan.
E. Sistem reproduksi
Uterus mengalami penurunan ukuran yang cepat (involution) dan kembali pada
ukuran sebelum kehamilan setelah 3 minggu. Bagian pembentuk plasenta mengalami
pemulihan dengan proses exfoliasi. Setelah persalinan pervaginam sering muncul
edema atau memar, dan laserasi superficial. Menstruasi terjadi setelah 6-b minggu
setelah persalinan pada ibu tidak mnyusui dan lebih lama pada ibu menyusui. Ibu yang
menyusui eksklusif mungkin belum mengalami menstruasi untuk tiga bulan atau lebih.
Pada Barros (2010) dijelaskan mengenai perubahan posisi fundus dimana posisi
fundus menurun satu jari atau 1 cm perhari. Minggu pertama teraba 4-5 jari dibawah
umbilicus. Minggu kedua fundus telah berada pada letak yang normal dan tidak dapat
dipalpasi lagi. Lochia atau pengeluaran sekret vagina setelah seorang wanita melahirkan
atau mengalami abortus (Brooker, 19970) terjadi dalam tiga tahap: rubra(merah gelap)
terjadi hingga hari ke 3-4, sebagian besar darah dan debris trophoblastik; serosa
(merah muda-coklat) terjadi hingga hari ke 10, terdiri dari darah tua, serum, leukosit,
dan debris jaringan; alba (kuning-putih) dapat berlangsung selama 6 minggu terdiri dari
lukosit dan sel desidua.
F. Sistem Gastrointestinal
Motilitas gastrik menurun lebih banyak dari pada saat kehamilan pada hari-hari
pertama postpartum disebabkan karena tonus dinding abdomen yang menurun dan
2
konstipasi juga terjadi. Pergerakan pencernaan kembali pada keadaan normal setelah
hari kedua atau ketiga setelah persalinan.
G. Sistem musculoskeletal
Terjadi kelemahan otot dan sakit pada seluruh tubuh. Penurunan tonus otot
pada otot rektus menyebabkan otot menjadi lembek, kendur, dan lemah.
II. Perubahan Psikologis
Ward & Hisley memaparkan bahwa perubahan hormonal yang cepat
mengakibatkan gangguan mood. Bentuk yang paling umum adalah “the Blues”,
sedangkan yang kurang umum adalah depresi postpartum dan psikosis postpartum.
A. The Blues (Maternity Blues/ Baby Blues/ Postpartum Blues)
Gejalanya meliputi kesedihan, perubahan mood, insomnia, keletihan, cemas,
sulit berkonsentrasi, iritabilitas, dan nafsu makan menurun. Gejala ini biasanya muncul
dari hari-hari pertama postpartum, mencapai puncaknya pada hari kelima, dan turun
setelah hari-hari berikutnya.
B. Depresi Postpartum
Terjadi sekitar dua minggu postpartum. Gejalanya meliputi gangguan tidur,
perasaan bersalah, keletihan, perasaan tanpa harapan dan tidak berharga. Pada kasus
yang lebih berat, bisa muncul keinginan untuk bunuh diri.
C. Psikosis Postpartum
Gejala meliputi delusi, halusinasi, agitasi (kegelisahan yang kronis),
ketidakmampuan untuk tidur, dan kebiasaan yang ganjil dan irrasional.
Selain itu, dalam Barrios, 2010 disebutkan juga perubahan psikososial yang
terjadi selama postpartum yang disebut “Rubin’s phase” yang meliputi:
- Taking-in : dimana ibu melewati fase ini dengan bantuan. Terjadi selama 24-
48 jam pertama dan ibu membutuhkan istirahat yang cukup.
- Taking-hold: merupakan fase transisi. Terjadi pada hari ketiga sampai dua
minggu postpartum dimana ibu mulai mampu menerima perannya sebagai
ibu.
- Let-go: ibu menyadari bahwa bayinya merupakan individu yang terpisah
dari dirinya. Terdapat rasa kehilangan dan penyesuaian diri.
3
BAB II
KOMPLIKASI POSTPARTUM
II.1 Hemoragi Postpartum
Definisi
hemoragi postpartum adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah
persalinan pervaginam dan lebih dari atau sama dengan 1000 ml setelah persalinan
melalui sesar. (Ward & Hisley, 2008)
Klasifikasi (Ward & Hisley, 2008):
1. Hemoragi permulaan/ hemoragi primer adalah hemoragi yang terjadi selama 24
jam setelah persalinan.
2. Hemoragi akhir/ hemoragi sekunder adalah hemoragi yang terjadi lebih dari 24 jam
sampai 6 minggu postpartum.
Epidemiologi
WHO dalam Ward & Hisley, 2008 menyebutkan 25% kematian yang
berhubungan dengan kehamilan disebabkan karena perdarahan postpartum.
Sedangkan hemoragi sekunder ditemukan kurang dari 1% dari semua persalinan. (Ward
& Hisley, 2008, dan Prawirohardjo, 1999)
Pathofisiologi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya hemoragi pada post partum
diakronimkan menjadi istilah “4T” yaitu: Tone, Trauma, Tissue, Thrombin.
Tone:
Merupakan gangguan pada tonus uterin atau disebut juga Uterin Atony yaitu
kegagalan myometrium untuk berkontraksi dan beretraksi mengikuti persalinan
sehingga mengakibatkan nonkompresi pada arteri dan vena uterus pada sisi implantasi
plasenta.
Trauma
Selama kala II persalinan, trauma pada jaringan lunak menyebabkan laserasi
saluran genital. Laserasi yang besar atau beberapa laserasi kecil dapat mempengaruhi
stabilitas hemodinamik.
4
Tissue
Hal ini berhubungan dengan tahanan plasenta yang dapat menyebabkan
jaringan uterus terluka saat pengeluaran plasenta.
Thrombin
Berhubungan dengan koagulasi maternal dimana gangguan koagulasi bisa
menyebabkan perdarahan. Gangguan tersebut dapat meliputi sindrom HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver enzyme, Low Platelet count), Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC), sepsis, dan solusio plasenta.
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk Uterin Atony:
- Overdistensi uterus
- Bayi yang besar
- Gestasi multiple
- Hydramnion
- Distensi kandung kemih
- Kala I dan/atau kala II yang terlalu lama
- Persalinan presipitasi
- Induksi kehamilan dengan pitocin
- Parits tinggi
- Frahmen plasenta tegang
- Agen anastetik halogen
- Kesalahan managemen kala III
Faktor risiko untuk trauma jaringan
- Persalinan kala II yang cepat
- Persalinan presipiteus
- Persalinan pervadinam operatif
- Manipulasi fetus
- Epistotomi lebar
- Bayi yang besar
- Persalinan sesar
- Ruptur uterus
5
Penatalaksanaan Medis
Pemberian 0,5 mg ergometrin intramuskuler, yang dapat diulangi 4 jam atau
kurang. (Prawirohardjo, 1999) Atau pemberian obat oksitosin (pitocin) IV, diikuti
dengan methylergonovine (Methergine) atau ergonovine (Ergotrate), carboprost
(Hemabate), dan misoprostol (Cytotec). (Ward & Hisley, 2008)
II.2 Hematoma
Definisi
Hematoma adalah pengumpulan lokal darah dalam jaringan penghubung atau
lunak di bawah kulit yang mengikuti luka atau laserasi ke pembuluh darah tanpa luka
pada jaringan. (Ward & Hisley, 2008)
Gambar II.1 Vulvar Hematoma
Sumber: Ward & Hisley, 2008
Faktor Risiko
Faktor risiko pada pembentukan hematoma meliputi laserasi saluran genital,
epistotomi, persalinan vaginal operatif, kala II persalinan yang sulit atau lama, dan
nulipara.
6
Manifestasi Klinis
Nyeri dan tekanan yang makin parah jika perdarahan berlanjut, diskolorasi dan
pembengkakan pada sisi jaringan hematoma, juka disentuh pasien merasakan perih
yang parah. Jika hematoma besar, bisa terjadi shok, tidak terjadi lochia, dan
ketidakmampuan buang air.
Penatalaksanaan Medis
Jika hematoma kurang dari 3-5 cm, berikan es pada area hematoma pada 12
jam pertama dengan obat antinyeri. Jika hematoma lebih luas dari 5 cm dibutuhkan
insisi dan drainase yang dilakukan di kamar operasi dengan pemberian anastesi.
Jika terjadi shok, perawatan meliputi cairan IV, oksigen, dan kateterisasi urin.
II.3 Infeksi Postpartum
Definisi
Adalah infeksi bakteri pada saluran genitalia yang terjadi 28 hari setelah
persalinan, aborsi buatan, dan keguguran. ( Ward & Hisley,2008) selain itu, infeksi
postpartum juga melibatkan proses peradangan yang disebabkan masuknya kuman
pada waktu persalinan dan nifas. (Prawirohardjo, 1999)
Gambar II.2 Endometritis postpartum
Sumber: Ward & Hisley, 2008
Epidemiologi
Endometritis: 1-3 % pada persalinan pervaginam, 10-2-% pada SC
7
Urinary Tract Infection (UTI): 2-4 %
Mastitis: <10 % pada wanita menyusui
Pathofisiologi
Prawirohardjo (1999) menjelaskan terjadinya infeksi postpartum dapat
disebabkan berbagai hal, diantaranya:
1. Tangan penolong atau pemeriksa yang tertutup sarung tangan membawa
bakteri dari vagina ke uterus pada saat perikasa dalam atau alat-alat yang
dimasukkan ke jalan lahir tidak sepenuhnya terbebas dari kuman.
2. Tangan atau alat-alat yang digunakan untuk menolong persalinan
terkontaminasi bakteri dari hidung atau mulut penolong.
3. Banyaknya kuman pathogen yang ada dalam tempat pelayanan kesehatan
yang menyebar melalui udara ataupun alat-alat.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak menyebabkan infeksi penting kecuali
ketuban sudah pecah.
5. Infeksi intrapartum yang dapat terjadi jika persalinannya lama atau jika
ketuban sudah pecah lama apalagi jika dilakukan pemeriksaan dalam
berulang kali.
6. Pada Mastitis terjadi karena stasis ASI dan infeksi serta trauma pada puting
Faktor Risiko
Endometriosis
Merupakan inflamasi dan infeksi lapisan dalam uterus.
- Persalinan SC
- Rupture membrane yang berkepanjangan
- Pemeriksaan vagina berulang kali
- Monitoring FHR internal
- Status social-ekonomi rendah
- Nutrisi kurang
- Umur yang muda
- Diabetes
- Infeksi genital terdahulu
- Kesalahan pada teknik aseptic
8
- Anemia
- Merokok
- Nulipara
- Persalinan vaginal operatif
- Perawatan perineal postpartum yang kurang
Mastitis
Merupakan infeksi pada payudara yang disebabkan sumbatan pada dukstus
- Stasis ASI
- Saluran ASI yang terisi
- Menyusui jarang
- Keletihan
- Trauma pada puting
- Primipara
Infeksi Saluran Kemih
- Kateterisasi
- Pemeriksaan vagina berkali-kali
- Higin postpartum yang buruk
- Trauma saluran genitalia
- Anastesi epidural
- SC
- Rupture membrane yang premature
- Status nutrisi buruk
- Riwayat UTI selama kehamilan
- Diabetes
- Sensasi kandung kemih yang menurun setelah persalinan.
Manifestasi Klinis
Endometritis
- Demam lama > 38C
- Bau lochia busuk
- Nyeri pada abdomen
9
- Kedinginan
- Nafsu makan buruk
- Malaise
- Denyut nadi meningkat
- Sel darah putih meningkat
Urinary Tract Infection
- Asimptomatik
- Dysuria
- Frekuensi
- Rasa terbakar saat berkemih
- Nyeri suprapubic
- Demam
- Kelemahan
- Mual dan muntah
Mastitis
- Area payudara hangat, nyeri, dan kaku
- Nodus akxila membesar
- Demam (sampai 38,9C)
- Kedinginan
- Sakit pada tubuh
- Sakit kepala
- Malaise
Pemeriksaan Diagnosa
Endometritis
- pemeriksaan bimanual dan vaginal
- hitung sel darah putih
Urinary Track Infection
- adanya leukosit dan darah pada urine dipstick
Mastitis
- culture ASI
Penatalaksanaan Medis
10
Endometritis
- antibiotic sesuai resep
- antipyretics
- diet tinggi protein dan vitamin C
UTI
- antibiotik peroral (Sulfonamide, aminopenicillin, anti-infective,
nitrofurantoin, chephalosporins)
- antipyretic, analgesic, antispasmodic, antiemetic
Mastitis
- antibiotic
- antipyretic
- diet tinggi vitamin C dan protein.
11
DAFTAR PUSTAKA
Ward & Hisley. 2008. Maternal – Child Nursing Care: Optimizing Outcomes for Mother,
Children, and Family. Philadelphia: F.A. Davis
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP
Barrios, Diana. 2010. Postpartum: Maternal Physiologic Changes. Oakland: Merritt
Collage
Brooker, Christine. 1997. Kamus Saku Keperawatan Edisi 31. Jakarta: EGC
12