pidato pengukuhan prof. ir. bambang suhendro m.sc.ph.d

Upload: m-andi-agustianto

Post on 14-Oct-2015

243 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

penetapan gelar profesor ir. bambang suhendro m.sc.Ph.d

TRANSCRIPT

  • PENGEMBANGAN TEKNIK SIPIL-STRUKTUR MASA DEPAN DAN KAITANNYA DENGAN BIDANG-BIDANG LAIN

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik

    Universitas Gadjah Mada

    Oleh:

    Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc.,Ph.D.

  • 2

    PENGEMBANGAN TEKNIK SIPIL-STRUKTUR MASA DEPAN DAN KAITANNYA DENGAN BIDANG-BIDANG LAIN

    Ilmu Teknik Sipil (Civil Engineering) telah mulai ada dan ber-

    kembang sejak dahulu kala yaitu sejak manusia mulai mengenal peradaban dalam rangka memenuhi kebutuhan penyediaan berbagai fasilitas untuk menunjang kelangsungan hidup mereka dan tuntutan peningkatan taraf hidup yang lebih baik dan lebih baik lagi.

    Meskipun perkembangan dan prestasi yang diukir telah ber-langsung lama namun istilah Civil Engineering barulah dikuman-dangkan di dunia untuk yang pertama kalinya oleh John Smeaten di Inggris pada akhir abad XVIII, untuk membedakan dengan Military Engineering yang telah mapan saat itu, karena kegiatan-kegiatan Civil Engineering yang lebih mengarah untuk memenuhi kebutuhan kepentingan masyarakat umum yang tidak terkait langsung dengan kepentingan militer atau perang. Pada masa itu pekerjaan konstruksi berskala besar termasuk pemetaan topografi, persiapan lokasi, perancangan dan pelaksanaan pembuatan jalan, jembatan, base camp dan pelabuhan untuk keperluan militer/perang, ditangani oleh Military Engineering. Pada akhir abad XVIII tersebut belum ada pembedaan secara spesifik antara Civil Engineering dengan bidang ilmu teknik lainnya dan Civil Engineering diartikan luas sebagai yang menangani kepentingan umum masyarakat. Barulah kemudian pada abad XIX dengan telah digunakannya secara besar-besaran berbagai jenis mesin untuk industri, pembangkit tenaga listrik, sarana transportasi maupun keperluan lain maka pada saat itu mulai ada perkembangan yang membedakan cakupan bidang yang ditangani Civil Engineering dengan bidang-bidang lain seperti Mechanical Engineering, Mining Engineering, Chemical Engineering, dan Electrical Engineering (Phillips dkk., 1983). Segera setelah itu pula, yaitu masih dalam abad XIX dan abad berikutnya (XX) karena perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, bermunculanlah bidang-bidang teknik lainnya dengan spesialisasi khusus seperti yang kita kenal sekarang ini.

  • 3

    Sebagai salah satu cabang ilmu teknik yang tertua dan terluas cakupan permasalahan yang ditanganinya, yang pada hakekatnya adalah berkaitan dengan konsekuensi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan penyediaan berbagai fasilitas yang cenderung semakin meningkat, semakin beragam dan semakin kompleks, ilmu teknik sipil telah berkembang pesat utamanya dalam lima dasawarsa terakhir. Berbagai fasilitas yang secara fisik antara lain berupa bangunan gedung bertingkat banyak, bangunan perumahan dan fasilitas umum, stadion olah raga, bangunan industri, bangunan pembangkit tenaga listrik, menara transmisi dan komunikasi, jembatan berbentang panjang, jalan raya, jalan kereta api, bandar udara, hanggar pesawat terbang, bendungan, terowongan dan struktur bawah tanah, jaringan irigasi, sistem drainasi dan pengendalian banjir, penyediaan dan suplai air bersih, pelabuhan, pemecah gelombang dan bangunan lepas pantai serta upaya-upaya mitigasi bencana alam yang diakibatkan oleh gunung berapi, gempa bumi, tsunami, angin taufan, banjir, tanah longsor, kekeringan, polusi dan kebakaran, telah banyak dibangun dan dioperasikan sesuai fungsinya untuk memenuhi kebutuhan manusia.

    Berbagai fasilitas/infrastruktur yang ditangani tidaklah hanya yang terdapat di bumi saja namun seperti yang telah dicanangkan oleh American Society of Civil Engineers (ASCE) sejak sekitar 20 tahun yang lalu, termasuk pula berbagai fasilitas/infrastruktur di ruang angkasa (aerospace) dan di bulan (lunar environment). ASCE telah memiliki jurnal khusus untuk mewadahi perkembangan kearah itu yaitu ASCE Journal of Aerospace Engineering (Walla dkk., 1995).

    Cakupan keterlibatan bidang teknik sipil tidak hanya pada saat perencanaan (planning), perancangan (design) dan masa konstruk-si (construction) saja, namun yang tidak kalah pentingnya adalah pada masa pengoperasian (operation), perawatan & perbaikan (mainte-nance & repair) dan pengelolaan (management) berbagai fasilitas tersebut selama umur rencana (useful life) yang lazimnya ditargetkan dapat berfungsi baik paling tidak untuk sekitar 50 tahun.

    Permasalahan yang dihadapi pada saat perencanaan dan peran-cangan cukup berbeda dengan permasalahan pada masa konstruksi maupun pada masa pengoperasian, perawatan dan pengelolaan. Pada saat perencanaan dan perancangan, aspek (a) fisibilitas (teknis, ekonomis dan dampak lingkungan), (b) pemilihan bentuk dan sistem

  • 4

    struktur yang sesuai beserta dimensi dan jenis material yang akan digunakan, (c) kriteria perancangan dan spesifikasi teknis yang mema-dai, dan (d) perhitungan/analisis kekuatan, kestabilan, servisibilitas dan durabilitas struktur merupakan hal-hal yang mutlak harus dipertimbangkan untuk menjamin berfungsinya secara aman infra-struktur yang dibangun selama masa layan rencana. Pada masa konstruksi permasalahan yang dihadapi meliputi: (a) metode konstruk-si/pelaksanaan yang tepat, (b) manajemen konstruksi, (c) penggunaan alat-alat berat, (d) tata cara pelelangan suatu pekerjaan, dan (e) hukum pembangunan yang terkait dengan ketenagakerjaan. Pada masa pengoperasian, perawatan dan pengelolaan permasalahan yang muncul mencakup: (a) manajemen sumber daya, (b) metode perawatan, (c) metode assessment dan evaluasi kinerja infrastruktur, dan (d) metode perbaikan (repair) beserta material perbaikan yang sesuai.

    Dengan usia yang telah demikian tua, tidaklah berarti bahwa perkembangan ilmu teknik sipil telah berhenti atau telah melambat karena tidak ada lagi persoalan atau permasalahan yang tersisa untuk diteliti dan dikembangkan lagi, namun justru sebaliknya karena perkembangan bidang-bidang lain yang semakin pesat dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin beragam, semakin luas dan semakin kompleks, yang pada gilirannya memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai maka permasalahan di dunia teknik sipil, khususnya teknik sipil-struktur, justru semakin banyak, semakin menarik, semakin kompleks dan semakin menantang (challenging).

    Ada baiknya sebelum berbicara pengembangan untuk masa-masa mendatang terlebih dahulu kita menengok sejenak sejarah perkembangan ilmu Teknik Sipil dan berbagai prestasi yang telah diraih sejak masa-masa Sebelum Masehi sampai saat ini (abad XXI) untuk memberikan gambaran yang komprehensif, lengkap dan runtut mengenai perkembangan yang telah dan sedang berlangsung sehingga dapat lebih memahami arah perkembangan di masa yang akan datang.

    Perkembangan dan Prestasi Pada Masa-Masa Sebelum Masehi

    Tercatat rapi dalam sejarah bahwa pada sekitar tahun 7000 Sebelum Masehi (SM) orang-orang Babilonia telah mengenal dan menggunakan batu-bata sebagai bahan bangunan. Bendungan raksasa

  • 5

    di sungai Nile, Mesir, untuk tujuan pengendalian banjir telah dibuat pada sekitar tahun 4000 SM. Struktur Piramid makam raja-raja Mesir telah dibangun sekitar tahun 2900 SM, dan salah satunya yang terbesar, yaitu makam Pharaoh Khufu berukuran 230 m x 230 m dengan tinggi 147 m, telah diakui dunia sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia (the Seven Wonders of the Ancient World) (Phillips dkk., 1983). Sistem fondasi tiang pancang dari kayu untuk menyangga jembatan kayu di atas danau telah dikenal di Swiss pada 3500 SM. Dalam bentuknya yang sederhana konsep prategang (prestress) telah dikenal di Mesir sekitar tahun 2700 SM yang digunakan pada perahu kayu secara longitudinal dan pada barrels kayu yang diikat kencang dengan sabuk metal pada bagian luarnya sehingga tidak bocor. Prinsip-prinsip pelengkung (arch) telah diaplikasikan pada struktur bangunan pada 2500 SM di Mesir (Bennettt, 1999).

    Pada tahun 2040 SM, Raja Babilonia, Hammurabi, telah membuat dan memberlakukan suatu Peraturan Bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi, yang harus dipatuhi oleh para builders yang akan membuat bangunan saat itu dengan tujuan utama agar bangunan yang dibuat dijamin keamanannya, berfungsi baik dan tidak runtuh selama digunakan dan tidak mencelakakan manusia lain yang menggunakannya (White, Gergely dan Sexsmith, 1976). Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain berbunyi: (a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati, dan (b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditim-bulkannya. Jelas terlihat bahwa aspek-aspek keamanan (safety), fungsional dan keselamatan para penggunanya telah menjadi per-syaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala.

    Sebuah jembatan lengkung (arch bridge) telah dibuat di Babilonia sekitar tahun 1800 SM dan sebuah kubah (shell) batu pualam telah dibangun pada tahun 1400 SM di Yunani. Berbagai bangunan monumental berupa istana dan candi yang megah bermun-culan di Italia sekitar tahun 500 SM. Prinsip jembatan ponton (saat itu menggunakan perahu-perahu sebagai pontonnya) telah dikenal di China pada 500 SM (Bennettt, 1999), struktur tembok raksasa (Great

  • 6

    Wall) dibangun di China sekitar tahun 220 SM, dan sebuah aquaduct raksasa telah dibangun di Roma pada tahun 144 SM.

    Berbagai peninggalan sejarah berupa keberhasilan nenek-moyang kita dalam membangun berbagai infrastruktur yang telah disebutkan sebelumnya, yang sebagian besar masih berdiri kokoh sampai saat ini, merupakan bukti nyata bahwa dasar-dasar ilmu teknik sipil telah dikembangkan, diimplementasikan dan diaplikasikan secara nyata sejak masa-masa Sebelum Masehi, meskipun pada masa itu trial and error dan intuisi yang didasarkan pengalaman barangkali menjadi dasar utama dalam pengembangannya.

    Perkembangan dan Prestasi Pada Masa-Masa Sesudah Masehi

    Di Indonesia, pada pertengahan abad IX nenek moyang kita telah berhasil membangun candi yang sangat besar dan megah setinggi 46 m, yaitu Borobudur, yang disusul oleh pembuatan candi Prambanan yang terselesaikan pada tahun 915, yang keduanya sampai saat ini masih berdiri megah dan menjadi obyek pariwisata yang menarik di Yogyakarta. Rancangan candi-candi ini bahkan ditiru oleh candi-candi lain di luar negeri antara lain di Kamboja. Berbagai bangunan pelabuhan di pantai juga telah bermunculan sejak zaman kerajaan Sriwijaya, sementara sistem irigasi teknis juga telah ditemukan sejak zaman Majapahit.

    Perkembangan pesat dalam bidang matematika dan fisika yang terjadi pada abad XVI dan XVII, yang antara lain ditandai dengan penemuan mistar hitung (slide rule) oleh seorang matematikawan Inggris, William Oughtred (1574~1660), yang dapat membantu engineer melakukan operasi aritmatika (perkalian, pembagian, penambahan dan pangkat) secara lebih cepat dan akurat, teori analytical geometry oleh Rene Descartes (1637) di Perancis, teori diferensiasi oleh Isaac Barrow (1630~1677), dasar-dasar teori elastisitas oleh Robert Hooke (1635~1703) dan teori mechanics of motion oleh Isaac Newton (1643~1727) di Inggris, yang sampai saat ini dikenal luas sebagai Hukum Newton I, II, III dan mendasari pengembangan mekanika statik maupun dinamik modern sampai saat ini, sangat mempengaruhi perkembangan ilmu teknik sipil selan-jutnya, utamanya dalam pemodelan matematis berbagai permasalahan

  • 7

    yang dihadapi dalam praktek dan upaya penyelesaiannya secara analitis.

    Selanjutnya pada abad XVIII tercatat banyak perkembangan-perkembangan penting antara lain studi persamaan diferensial yang diaplikasikan ke permasalahan mekanika analitis oleh Jacob Bernoulli (1705) dari Swiss, Leonhard Euler (1748) yang juga mengembangkan Calculus of Variation dan solusi berbagai masalah buckling dan structural stability melalui konsep kerja (work), Joseph Lagrange (1788) dari Italia yang memformulasikan berbagai masalah mekanika secara analitis termasuk governing equation untuk plate bending, dan S. P. deLaplace dari Perancis yang telah menemukan metode transfor-masi Laplace yang bermanfaat pada solusi analitis masalah mekanika.

    Pada abad XIX juga telah ditandai oleh temuan-temuan besar seperti Karl Friedrick Gauss (1799) di Jerman tentang integrasi numerik, Jean Baptiste Fourier (1822) di Perancis mengenai deret Fourier yang dapat membantu penyelesaian analitis berbagai permasalahan mekanika, Agustin Louis Cauchy (1821) di Perancis yang memformulasikan pengertian state of stress dan Generalized Hookes Law untuk masalah 3-Dimensi dalam bentuk persamaan-persamaan diferensial parsiil, George Green (1837) bekenaan dengan konsep strain energy dan konservasi energi dalam masalah mekanika, St. Venant (1855) dan G. Kirchhoff (1824~1827) yang membidani solusi permasalahan torsi dan pelat-lentur (Sokolnikoff, 1986), Georg Friedrich Riemann (1857) di Jerman yang mengawali pengembangan kalkulus vektor dan tensor yang sangat mempermudah formulasi matematis berbagai permasalahan (termasuk mekanika) secara 3-Dimensi, seperti yang kita kenal saat ini.

    Dalam hal engineering material, setelah Dud Dudley berhasil menemukan cara pembuatan besi tuang (cast iron) pada tahun 1619, berbagai jembatan yang terbuat dari besi tuang berbentang relatif panjang bermunculan di Inggris pada abad XVII. Jembatan Coalbrookdale berbentuk lengkung (arch) merupakan jembatan besi tuang pertama yang dibuat oleh Thomas Pritchard tahun 1779. Penemuan teknologi pemrosesan besi menjadi baja berkadar karbon rendah, yang jauh lebih kuat (strong) dan liat (ductile) dibanding besi tuang, oleh Henry Bessemer (1813~1898) di Inggris pada tahun 1856, memicu diproduksinya material tersebut secara besar-besaran untuk

  • 8

    digunakan dalam berbagai jenis struktur jembatan berbentang panjang dan gedung bertingkat tinggi utamanya di Amerika Serikat.

    Penemuan semen hidraulis (Portland cement) untuk yang pertama kalinya oleh Joseph Aspdin (1799~1855) pada tahun 1824 di Inggris, yang apabila dicampur air dan agregat (kasar dan halus) dengan proporsi yang tepat dapat membentuk beton (concrete) dengan compressive strength yang tinggi dan mudah dibentuk sesuai kebutuhan sangat memacu perkembangan dunia teknik sipil saat itu. Karena penggunaan yang terus meningkat, penemuan tersebut diikuti dengan diproduksinya semen hidraulis secara besar-besaran pada tahun 1845 di Inggris, lebih-lebih setelah sistem rotary kiln pada pabrik semen ditemukan pada tahun 1880.

    Dengan tersedianya engineering materials berupa baja dan beton dengan kualitas yang memadai maka bermunculanlah struktur baja dan struktur beton-bertulang berukuran raksasa di Eropa maupun di USA. Jembatan truss lengkung berbentang panjang (3 x 155 m) yang terbuat dari baja (steel arch bridge) telah dibuat untuk pertama kalinya pada tahun 1874 oleh James Buchanan di Missisipi River, St Louis, Montana, USA, yang disusul jembatan serupa pada tahun 1890 oleh Sir John Fowler di Inggris. Jembatan baja berbentang total 522 m telah dibangun di Scotlandia pada tahun 1882. Sebuah jembatan gan-tung berbentang 310 m (long span suspension bridge) pertama, telah dibuat pada tahun 1846 oleh John Roebling melintasi Ohio River, dan Brooklyn Bridge berbentang 490 m di New York, USA, pada tahun 1883, yang keberhasilan ini disusul oleh pembuatan jembatan gantung berikutnya berbentang panjang lain di USA maupun Eropa (Bennettt, 1999). Menara Eiffel setinggi 400 m di Paris yang dibangun pada tahun 1889 oleh Alexandre Gustave Eiffel, telah menandai pula perkembangan bangunan tinggi. Struktur gedung bertingkat banyak pertama, yaitu Scott Building berlantai 12, berhasil dibangun tahun 1899 di Chicago, Illinois, disusul secara meluas di berbagai tempat.

    Pada abad XIX tersebut, yaitu tahun 1886 P.H. Jackson di San Fransisco, USA, telah mempatenkan metode penegangan slab beton dengan batang baja, disusul oleh C.E.W. Doehring di Berlin yang mempatenkan metode prategang (pretension) untuk slab dan balok beton untuk mencegah retak. Meskipun demikian karena batang prategang yang digunakan terbuat dari baja mutu biasa maka selain

  • 9

    gaya prategangnya tidak dapat tinggi, dalam beberapa tahun gaya prategang tersebut menurun drastis akibat fenomena creep beton dan relaksasi baja. Secara hampir bersamaan, R.E. Dill (1925) di Nebraska, USA, dan E. Freyssinet (1928) di Perancis menemukan solusi dengan menggunakan high strength steel wires untuk meng-gantikan batang baja mutu biasa yang digunakan sebelumnya dan selanjutnya menemukan metode penarikan kabel dan pengangkeran yang efektif pada tahun 1939 (Podolny dan Muller, 1982). Salah satu jembatan beton prategang terpanjang pertama saat itu adalah 75 m yang dibuat Freyssinet pada tahun 1948 melintasi Marne River, Perancis. Sejak itu pulalah perkembangan struktur beton prategang, utamanya untuk jembatan bentang panjang, dengan cepat meluas ke berbagai negara.

    Perkembangan yang sangat pesat tersebut tentu saja menuntut pengembangan berbagai teori, perhitungan/analisis dan formula perancangan yang lebih cermat untuk menjamin agar keamanan (safety) infrastruktur selama dioperasikan sesuai fungsinya dan keselamatan para penggunanya dapat dipertanggungjawabkan.

    Berbagai prinsip-prinsip dasar ilmu fisika yang bersifat univer-sal, terutama kinematika (kinematics), yang terkait dengan formulasi motion dan deformation, dan kinetika (kinetics), yang mencakup konservasi massa, konservasi momentum dan konservasi energi, dipadukan dengan hasil pengujian laboratorium berupa perilaku khas suatu material pada saat mengalami pembebanan yang direpresentasi-kan dalam persamaan konstitutif (constitutive equations), secara bertahap dan berlanjut telah diimplementasikan untuk mengembang-kan berbagai model matematis berbasis kalkulus vector dan tensor dalam bentuk Governing Equations (Persamaan Pengatur) berikut kondisi-kondisi batasnya (Boundary Conditions) yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam bidang teknik sipil yang cakupan-nya sangat luas dan beragam mulai dari masalah elastic/viscoelastic/ plastic solid yang ditinjau secara statik maupun dinamik, material iso-tropik maupun non-isotropik, linier maupun non-linier, perilaku jang-ka pendek maupun jangka panjang, adiabatik maupun non-adiabatik.

    Dalam bidang Teknik Sipil-Struktur, yang lebih banyak mena-ngani masalah elastic/viscoelastic/plastic solid, persamaan keseim-bangan (equilibrium equation) statik maupun dinamik yang dihasil-

  • 10

    kan dari konsep konservasi momentum, persamaan regangan-displa-cement yang merepresentasikan deformasi yang terjadi (kinematika), dan persamaan konstitutif yang mencerminkan hubungan tegangan dan regangan bahan, menjadi persamaan-persamaan fundamental yang digunakan untuk memformulasikan berbagai masalah yang dihadapi dalam bentuk Governing Equations dan mengupayakan solusinya.

    Keberhasilan demi keberhasilan yang telah diraih dan diuraikan sebelumnya tidaklah berarti bahwa segalanya berjalan mulus tanpa pernah mengalami kegagalan. Berikut ini disajikan kegagalan fatal dengan korban jiwa tidak sedikit yang pernah terjadi di masa lampau, yang justru dengan kegagalan itu para engineer dapat belajar dan terpacu untuk memperbaiki kesalahan yang terlanjur terjadi dan menyempurnakannya untuk tidak terjadi lagi. Berdasarkan kegagalan-kegagalan itu pula berbagai fenomena yang belum diketahui menjadi diketahui, berbagai asumsi dalam formulasi analitis yang terlalu sederhana dapat disempurnakan, dan variable baru yang ternyata signifikan dapat ditambahkan dalam pemodelan. Kegagalan-kegagalan beserta faktor penyebabnya untuk berbagai kasus di masa lalu adalah:

    Keruntuhan berbagai struktur jembatan (Bennett, 1999). a. Runtuhnya Menai Bridge, jembatan gantung dengan bentang 168

    m di Eastern England, yang runtuh akibat getaran berlebihan yang disebabkan oleh beban angin (hurricane) pada tahun 1840.

    b. Runtuhnya Wheeling Bridge, jembatan gantung dengan bentang 303 m yang melintasi Ohio River, West Virginia, USA, yang runtuh karena getaran akibat beban angin pada tahun 1854.

    c. Runtuhnya Ashtabula Railway Bridge, Ohio, USA, pada tahun 1876 (cast iron berbentang 50 m) karena terjadi fracture akibat beban berulang di musim salju dan menewaskan sekitar 90 orang.

    d. Tay Bridge, Dundee, Scotland, 1878, yang terbuat dari besi tuang runtuh karena beban angin berkecepatan 100 mph pada musim salju bersamaan dengan adanya kereta di atas jembatan, 75 tewas.

    e. Runtuhnya Niagara-Clifton Bridge berbentang 378 m pada tahun 1889 akibat beban angin berkecepatan 118 km/jam.

    f. Runtuhnya Quebec Bridge (steel truss structure) pada tahun 1907 dalam masa konstruksi akibat geometric nonlinierity, (75 tewas).

  • 11

    g. Runtuhnya Tacoma Narrows Bridge, Tacoma, Washington, USA, jembatan gantung dengan bentang total 1,5 km (840 m + 2 x 330 m) pada tahun 1941 akibat beban angin berkecepatan 67 km/jam.

    Keruntuhan struktur gedung dan kubah (Levy & Salvadori, 1992) a. Miringnya Menara Pisa setinggi 60 m, yang dibuat tahun 1174,

    karena penurunan fondasi yang tidak seragam. b. Runtuhnya gedung apartemen 22 lantai, Ronan Point Tower, yang

    terbuat dari sistem panel dinding beton bertulang, pada tahun 1968 di Canning Town, London, akibat ledakan tabung gas di lantai 16.

    c. Runtuhnya struktur gedung apartemen berlantai 16 L'Ambiance Plaza, Connecticut, berkolom baja dan berlantai beton prategang yang sedang dibangun dengan sistem lifting , pada tahun 1987, karena kelalaian dalam pelaksanaan.

    d. Runtuhnya struktur atap dari Hartford Arena yang terbuat dari struktur space truss baja seluas 91 m x 110 m, tahun 1978, di Connecticut, akibat beban salju.

    e. Runtuhnya Bucharest Dome, Romania, berdiameter 93,5 m dan terbuat dari struktur pipa-pipa baja, yang difungsikan untuk multipurpose exhibition hall, pada tahun 1963, setelah 7 bulan diresmikan, akibat beban salju.

    f. Runtuhnya The Kemper Arena, stadion dengan lebar atap 97 m dan panjang 108 m tanpa tiang penyangga di tengah, dengan struktur utama berupa space truss dari pipa-pipa baja, runtuh akibat hembusan angin dengan kecepatan 112 km/jam, pada tahun 1979.

    g. Runtuhnya ratusan gedung bertingkat banyak dan jembatan layang di Mexico City tahun 1985 (9500 tewas), San Francisco-California tahun 1989 (63 tewas), Northridge-California tahun 1994 (61 tewas), Kobe-Jepang tahun 1995 (5300 tewas), dan Taiwan tahun 1999 akibat gempa bumi tektonik (Kramer, 1996).

    h. Runtuhnya jutaan bangunan rumah sederhana akibat gempa bumi tektonik, antara lain di Italia tahun 1908 (83.000. tewas), Tokyo & Yokohama-Jepang tahun 1923 (99.000. tewas), Chile tahun 1960 (2230 tewas), Marocco tahun 1960 (12.000. tewas), Nicaragua tahun 1972 (10.000. tewas), China tahun 1975 (1300 tewas), China tahun 1979 (700.000. tewas), Bengkulu-Indonesia tahun 2000 (85 tewas), dan Majalengka tahun 2001 (6600 rumah roboh).

  • 12

    i. Runtuhnya gedung pencakar langit World Trade Center, 110 tingkat, di New York, USA, tahun 2001 akibat ditabrak pesawat terbang yang disusul dengan kebakaran hebat (5650 tewas).

    Keruntuhan bendungan beton (White, Gergely dan Sexsmith, 1976) Runtuhnya Malpasset concrete arch dam setinggi 60 m dan

    lebar 190 m di Perancis pada tahun 1959 yang baru berusia 5 tahun, yang menewaskan 400 orang, akibat terjadi retak (crack) pada tubuh bendungan yang dipicu oleh deformasi cukup besar pada abutmen akibat kurang kuatnya fondasi batuan pada bagian tersebut.

    Pengembangan Teknik Sipil-Struktur Masa Depan

    Beton kinerja tinggi

    Salah satu material utama yang lazim digunakan dalam bidang Teknik Sipil di seluruh dunia dewasa ini adalah beton. Sejak ditemukan pertama kalinya pada tahun 1824, material beton yang dalam aplikasinya dikombinasikan dengan tulangan baja menjadi komposit beton-bertulang, sampai saat ini merupakan material yang sangat populer untuk keperluan struktural karena memiliki kekuatan yang tinggi, mudah dibentuk sesuai keperluan, dapat menggunakan material lokal sebagai agregatnya, memiliki durabilitas yang tinggi dan jauh lebih mudah dan murah perawatan dalam jangka panjangnya.

    Beton yang yang lazim digunakan dalam praktek sehari-hari adalah yang memiliki kuat tekan (fc) sekitar 20 MPa s/d 35 MPa dengan berat volume sekitar 22 kN/m3, yang untuk selanjutnya dikenal sebagai beton normal. Untuk keperluan khusus seperti pada beton prategang kuat tekannya ditingkatkan sampai 50 MPa.

    Nilai kuat tekan sebesar itu dewasa ini dirasa masih belum mencukupi karena meskipun kuat tekannya cukup tinggi namun berat volume betonnya cukup tinggi pula sehingga untuk struktur berbentang panjang ataupun bertingkat banyak berat sendiri bahan masih mendominir komposisi beban yang bekerja. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kuat tekan beton menjadi lebih tinggi lagi, yang selanjutnya diberi nama beton mutu tinggi (high strength concrete) atau beton kinerja tinggi (high performance concrete). Menurut ACI Committee 363 (1992) beton yang memiliki

  • 13

    kuat tekan lebih dari 42 MPa didefinisikan sebagai beton mutu tinggi, sementara CEB/FIP (1990) menetapkan nilai 60 MPa sebagai batasan minimalnya. Sampai saat ini kuat tekan beton kinerja tinggi yang telah berhasil dibuat dalam skala laboratorium adalah sebesar 130 MPa (6 kali kuat tekan beton normal), yang telah mendekati nilai tegangan leleh baja mutu sedang yaitu fy = 220 MPa. Keuntungan nyata pada penggunaan beton mutu tinggi adalah dimensi elemen struktur dapat menjadi lebih kecil atau dengan dimensi yang sama dapat menjangkau bentang yang lebih besar maupun tingkat yang lebih banyak.

    Keberhasilan dalam upaya meningkatkan kuat tekan beton kinerja tinggi tersebut dapat dicapai berkat serangkaian penelitian yang meninjau beton tidak hanya secara makro dari nilai sifat mekanis yang dihasilkannya saja namun juga tinjauan secara mikro, dengan bantuan peralatan yang memadai seperti SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray Diffractometer), termasuk tinjauan reaksi kimia yang melatarbelakangi proses yang terjadi. Terungkap secara mikro bahwa kekurangan pada beton normal adalah: (a) kurang kuatnya ikatan antara permukaan agregat dengan matriks/ mortarnya (interface zone), karena masih adanya kalsium hidroksida hasil sampingan hidrasi semen dengan air yang menempel pada interface zone, (b) belum optimalnya kepadatan mortar karena adanya pori-pori maupun pori kapiler dalam matriks yang juga terisi oleh kalsium hidroksida dan air yang tersisa. Penambahan silica fume atau abu terbang (fly ash), yang kaya akan kandungan silika, dalam proporsi yang tepat terbukti dapat memicu reaksi lanjutan antara silika dengan kalsium hidroksida yang terdapat pada interface zone dan pori kapiler sehingga membentuk pasta semen baru yang menyebabkan lekatan antara matriks dengan permukaan agregat pada interface zone menjadi kuat dan beton juga menjadi lebih padat, sementara penam-bahan superplastisizer dalam adukan dapat mempertahankan workabi lity adukan meskipun faktor air semen dibuat relatif rendah, yaitu 0,28.

    Karena agregat yang digunakan haruslah berkualitas tinggi dan fabrikasinya menuntut kecermatan dan pengawasan yang relatif ketat maka aplikasi beton kinerja tinggi di lapangan belumlah dengan secara mudah dan murah dapat dilaksanakan. Disamping itu informasi mengenai beton mutu tinggi yang terdapat pada peraturan bangunan

  • 14

    saat ini masih terbatas pada sifat mekanis materialnya, formula anali-sis/perancangan belum memadai, dan beton mutu tinggi ini masih le-bih buruk daya tahannya terhadap kebakaran dibanding beton normal.

    Pengembangan lebih lanjut beton kinerja tinggi yang dapat dilakukan di masa depan antara lain adalah: a. mengupayakan berbagai peralatan pendukung agar fabrikasi beton

    mutu tinggi dapat dengan mudah dilaksanakan di lapangan, b. merumuskan persamaan konstitutif material yang representatif, c. memodifikasi formula-formula analisis dan perancangan elemen

    struktur beton normal agar sesuai untuk beton kinerja tinggi, d. meningkatkan ketahanan material terhadap kebakaran, dan e. meneliti perilaku jangka panjang material (creep dan shrinkage). Upaya pengembangan tersebut di atas jelas menuntut keterlibatan bidang-bidang lain yaitu teknik kimia, teknologi mineral, teknik industri dan teknik mesin untuk mengatasinya.

    Beton ringan dan beton ringan kinerja tinggi

    Indonesia termasuk salah satu negara yang sebagian besar wilayahnya berada di daerah yang potensi terjadinya gempa bumi tektonik cukup tinggi. Beton normal maupun beton kinerja tinggi yang meskipun kekuatannya sudah berhasil diupayakan dapat sangat besar masih memiliki berat volume yang tinggi yaitu 24 kN/m3. Mengingat semakin besar massanya akan semakin besar pula gaya gempa yang terjadi maka upaya untuk memperkecil berat volume beton/beton kinerja tinggi menjadi salah satu alternatif yang sangat menjanjikan. Pada struktur gedung bertingkat banyak misalnya, 75%~85% massa struktur akan terkonsentrasi di setiap lantai bangunan. Apabila berat sistem lantai (slab dan balok-baloknya) dapat direduksi sampai 50% karena menggunakan beton ringan atau beton ringan kinerja tinggi maka dapat diharapkan bahwa beban gempa arah horizontal yang bekerja pada setiap lantai juga akan tereduksi sekitar 50% pula. Hal ini sangat menguntungkan ditinjau dari aspek bangunan tahan gempa.

    Upaya yang telah dilakukan sampai saat ini antara lain adalah dengan mengganti agregat kasar, yang lazimnya berupa batuan/batu pecah alami yang cukup berat dan mengisi hampir 75% total volume beton, dengan agregat buatan yang jauh lebih ringan namun berke-

  • 15

    kuatan tinggi yang dikenal sebagai artificial light weight aggregate (ALWA). Berbagai penelitian skala laboratorium dan skala industri di batching plant telah berhasil membuat beton ringan kinerja tinggi dengan berat volume 18 kN/m3 (75% berat volume beton normal) dan kuat tekan sebesar 80 MPa (Holm dan Vaysburd, 1992).

    Kendala maupun pengembangan yang dapat dilakukan mirip seperti beton kinerja tinggi, dengan tambahan berupa mencari alterna-tif penggunaan bahan dasar agregat-buatan dan proses fabrikasinya.

    Material daur ulang (recicling materials)

    Sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan upaya berbagai fihak kearah pelestarian lingkungan yang sehat dan nyaman, yang pada hakekatnya kita pinjam dari anak cucu kita (bukannya mewaris-kannya ke mereka), mendorong kita untuk tidak mencemari lingkung-an dengan berbagai limbah dan bahan buangan. Bahan buangan hasil pembongkaran bangunan yang telah rusak/direnovasi/diganti yang baru/ditingkatkan fungsinya, sisa-sisa campuran beton di batching plant yang terakumulasi setiap harinya (2% dari produksi), bekas pengujian material di laboratorium, bongkaran lapis perkerasan jalan dapat diteliti untuk dimanfaatkan kembali menjadi material daur ulang meskipun dengan kualitas yang lebih rendah dari material aslinya.

    Pengembangan metode penanganan berbagai macam bahan buangan yang potensial untuk didaur ulang, proporsi dan komposisi yang optimal dalam adukan, sifat mekanis jangka pendek maupun jangka panjang material daur ulang yang dihasilkan dan formula-formula pendukung untuk analisis dan perancangan akan merupakan arah pengembangan di masa depan (Foster, 1996). yang tentu saja memerlukan keterlibatan bidang-bidang lain seperti teknik kimia, teknologi mineral, teknik industri dan teknik mesin.

    Pemanfaatan limbah sebagai bahan konstruksi

    Perkembangan pesat di bidang industri selalu akan disertai dengan hasil sampingan berupa limbah cair ataupun padat yang apabila tidak dikelola dan diantisipasi dengan baik dalam jangka panjangnya akan dapat mencemari lingkungan.

  • 16

    Abu terbang (fly ash) yang merupakan limbah padat sisa pembakaran batu bara di berbagai Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan jumlah yang sangat besar (sekitar 1,2 juta ton/tahun), telah dapat dimanfaatkan sebagai bahan substitusi semen dalam pembuatan beton normal, beton ringan, beton mutu tinggi, maupun beton ringan mutu tinggi. Limbah padat berupa slag baja maupun slag nikel yang setiap harinya tertimbun sekitar 300 ton dapat dimanfaatkan sebagai agregat pada pembuatan beton maupun beton mutu tinggi (Mangat dan Khatib, 1995). Limbah sekam padi (sekitar 11 juta ton per tahun) yang berserakan di daerah pertanian dapat dimanfaatkan abunya (setelah dibakar) untuk bahan tambah dalam campuran beton yang dapat meningkatkan sifat-sifat mekanisnya (Zhang, Lastra dan Malhotra, 1996). Limbah karet yang terdapat pada perkebunan karet dapat diupayakan untuk dimanfaatkan sebagai campuran pembuatan beton latex, sedangkan limbah plastik bekas dapat digunakan sebagai campuran pada beton polimer.

    Peningkatan kinerja berbagai beton yang memanfaatkan limbah padat maupun kemungkinan baru dalam memanfaatkan berbagai lim-bah di sekitar kita merupakan upaya yang dinantikan banyak orang.

    Material dan Teknik Perbaikan (Repair Materials)

    Pada masa pengoperasian infrastruktur secara jangka panjang berbagai peristiwa maupun faktor lingkungan dapat menyebabkan terjadinya degradasi kinerja struktur. Oleh sebab itu berbagai upaya telah dilakukan untuk mengembangkan teknik perbaikan/repair beri-kut material yang digunakan agar struktur dapat dikembalikan ke kon-disi semula sehingga dapat berfungsi aman selama masa layannya.

    Epoxy resin, epoxy mortar dan epoxy concrete merupakan bahan yang telah lazim digunakan dalam perbaikan retak dan spalling pada beton dengan waktu pengerasan yang relatif singkat. Untuk memper-baiki struktur beton bertulang di lingkungan laut yang korosif, telah dikembangkan metode perbaikan dengan prepacked aggregate yang dengan proses grouting menggunakan Styrene-Butadiene-Rubber (SBR) polymer cement mortar bagian yang telah rusak dapat dikem-balikan seperti semula (Sawada, 1997). Sistem preventif dengan surface coating method untuk mencegah invasi oksigin, air dan ion-

  • 17

    ion chloride ke dalam beton terbukti cukup efektif untuk melindungi struktur beton bertulang di lingkungan air laut dari bahaya korosi. Prinsip serupa (fireshield) juga telah dikembangkan untuk perlindung-an struktur beton terhadap kebakaran sampai temperatur 13500C.

    Teknik prategang dengan menggunakan tendon eksternal dapat menjadi upaya alternatif yang efektif untuk memperkuat jembatan yang mengalami degradasi karena overloading dan progressive structural aging (Miyamoto dkk., 2000). Teknik perkuatan elemen struktur yang relatif mudah dilakukan menggunakan carbon fiber strip ataupun carbon fiber wrap fabrics telah pula berhasil dikembangkan.

    Penemuan material dan teknik perbaikan yang relatif murah dan mudah dikerjakan dalam waktu yang singkat merupakan arah pengembangan yang sangat diperlukan di masa datang. Upaya ini sangat terkait dengan berbagai bidang antara lain teknik kimia, teknik material dan teknik industri untuk menanganinya.

    Material sintetis Berbagai macam material sintetis telah diupayakan untuk dibuat

    dalam rangka memberikan alternatif penggunaan material baru dengan kinerja yang lebih baik. Beberapa yang telah dicoba adalah: Carbon Fiber Reinforced Polymer, Glass Fiber Reinforced Polymer, Aramid Fiber Reinforced Polymer dan Polyester Fiber Reinforced Polymer, yang dimaksudkan untuk menggantikan tulangan baja konvensional, tendon prategang ataupun sebagai external reinforcement pada perbaikan/perkuatan struktur, dengan harapan lebih tahan terhadap lingkungan korosif atau agresif di sekitar laut maupun di lingkungan industri (Bakht, dkk., 2000; Foster, Richard dan Bogner, 2000).

    Pengembangan kearah ini memerlukan bantuan berbagai bidang antara lain teknik kimia, teknik material dan teknik industri. Material dan Struktur Pintar

    Peradaban manusia amat dipengaruhi oleh teknologi material yang telah, sedang, maupun akan dikembangkan. Berbagai penemuan dalam teknologi komposit, yang pada prinsipnya memadukan dua macam atau lebih bahan-teknik untuk memperoleh kinerja yang lebih baik dari bahan-bahan susunnya, telah mewarnai peradaban manusia.

  • 18

    Penemuan-penemuan mutakhir dalam structural materials maupun material komposit yang berkinerja tinggi, yang dipadukan dengan teknologi mikro-sensor, teknologi aktuator, dan komputasi dengan mikro-prosesor memungkinkan manusia untuk mewujudkan era baru di masa datang, yang disebut dengan zaman material pintar (smart material age). Material pintar tersebut memiliki kemampuan untuk menirukan cara kerja sistem syaraf, sistem otak, dan sistem otot pada tubuh manusia.

    Kemampuan teknis generasi terbaru dari material pintar tersebut tentu saja dapat dimanfaatkan oleh berbagai bidang rekayasa dengan cakupan yang sangat luas. Secara umum evolusi teknologi material yang telah dan akan terjadi dimulai dari: (a) structural materials, dimana sifat-sifat mekanik bahan yang menjadi andalan utama, (b) functional materials, dengan fungsinya yang lebih menonjol, (c) multi functional materials, dimana lebih dari satu fungsi dapat diaktifkan secara simultan, dan (d) smart/intelligent materials, yang mengaktif-kan secara optimal kemampuan sifat mekanik, fungsional, informasi, dan kontrol dalam suatu sistem yang terintegrasi sehingga mampu menyesuaikan diri secara optimal dengan kondisi di sekelilingnya (Gandhi dan Thompson, 1992).

    Mikro-sensor, yang nantinya difungsikan untuk mengukur re-gangan/pressure/suhu yang terjadi pada titik-titik kritis elemen struk-tur dan dapat melaporkan secara real time hasil pengukuran tersebut ke kontroler, dapat berbasis: (a) fiber optic interferometer, (b) shape memory alloy, (c) piezoelectric ceramic, dan (d) special strain gauge.

    Aktuator merupakan salah satu elemen dari material/struktur pintar yang berfungsi sebagai penyelaras dinamik atas mechanical properties dari struktur. Beberapa material aktuator yang dapat diharapkan berfungsi baik adalah: (a) Electro-Rheological Fluids (ER-fluids), berupa fluida yang dapat berubah menjadi seperti solid dalam sekejap (1/1000 detik) dan dapat dikendalikan nilai redaman dan kekakuannya dengan mengatur potensial elektrostatik yang diberikan pada cairan tersebut, (b) Magnetostrictive materials, berujud solid yang dapat berdeformasi cukup besar (yang nantinya dapat dikonfersi-kan menjadi gaya) sesuai keinginan dan deformasinya dapat diatur melalui pemberian medan magnit secara eksternal, (c) Electrostrictive materials, berujud solid seperti magnetostrictive materials namun

  • 19

    deformasinya dapat dikendalikan memalui pemberian medan listrik eksternal, (d) Shape Memory Alloy, berupa metal alloy yang dapat dilatih berdeformasi ke bentuk tertentu melalui pengaturan temperatur sekitarnya, dan (e) Piezoelectric ceramic, berupa solid yang deforma-sinya dapat dikendalikan melalui pemberian medan listrik.

    Elemen lain yang sangat penting dari material/struktur pintar adalah Controller yang akan difungsikan sebagai pengendali otomatis yang berdasarkan input regangan/pressure/suhu yang disampaikan oleh sistem sensor dapat mengaktifkan aktuator di bagian-bagian kritis untuk menyesuaikan redaman/kekakuan/kekuatan elemen tersebut sedemikian sehingga respon struktur secara keseluruhan menjadi paling optimal, atau apabila struktur mengalami displacement atau regangan/tegangan yang berlebihan akibat beban angin, beban gempa, ataupun overloading, kontroler dapat memodifikasi structural proper-ties sehingga respons struktur menjadi membaik. Kontroler ini nanti-nya berupa micro processor yang telah dibekali khusus dengan program komputer berbasis automatic control theory (Guran dan Inman, 1995) yang sesuai untuk struktur tersebut. Jembatan berben-tang panjang, struktur gedung bertingkat banyak, remote facilities, underground/underwaterstructures, dan aerospace structures merupa-kan infrastruktur yang sangat mendambakan implementasi prinsip kontrol aktif ini dalam praktek, utamanya dalam merespons pengaruh alam (angin/gelombang/gempa/suhu) yang bersifat nondeterministik.

    Pengembangan material/struktur pintar ini jelas memerlukan kerja sama yang erat dengan bidang-bidang elektro, teknologi sensor, komputasi, material science, teknologi keramik, teknik kimia, tekno-logi kontrol otomatis dan teknik mesin.

    Neural Network

    Metode berbasis artificial neural network, yang meniru sistem kerja otak dan syaraf manusia yang belajar melalui pengalaman, telah dicoba untuk diaplikasikan pada berbagai permasalahan di bidang teknik sipil antara lain: (a) metode monitoring kesehatan struktur melalui deteksi adanya perubahan pada system nonliniernya dengan cara melatih neural network mengenali respons getaran struktur yang sehat sampai yang sakit dengan berbagai tingkatan (Masri dkk., 2000),

  • 20

    (b) metode kontrol aktif respons struktur terhadap beban dinamik seperti gempa bumi, angin dan beban gelombang (Hung, Kao dan Lee, 2000) (c) pengukuran efektivitas organisasi suatu perusahaan jasa konstruksi/kontraktor (Sinha dan McKim, 2000), (d) memprediksi produktivitas pekerja pada proyek konstruksi (Lu, Rizk dan Hermann, 2000), (e) memprediksi tinggi muka air sungai untuk keperluan warning system pada mitigasi bencana banjir dan sejenisnya yang terkait dengan faktor alam (Liong dkk., 2000), dan (f) melakukan analisis pemilihan moda transportasi (Sayed dan Razavi, 2000).

    Pengembangan kearah aplikasi artificial neural network pada berbagai masalah lain dalam bidang teknik sipil akan terkait dengan perkembangan bidang-bidang lain seperti teknik elektro, informatika, statistika dan teknik komputasi.

    Algoritma Genetik

    Algoritma genetik (Genetic Algorithm), yang pada prinsipnya meniru proses alami evolusi manusia, merupakan metode alternatif yang bersifat random namun apabila disinergikan dengan kemampuan yang tinggi dari komputer dalam memproses hitungan akan lebih efektif dalam melakukan optimasi berbagai permasalahan dengan kendala yang kompleks dibanding dengan metode optimasi konvensi-onal (linear/nonlinear programming) yang lebih berbasis matematis.

    Berbagai masalah optimasi dalam bidang teknik sipil-struktur, yang lazimnya terkait dengan masalah meminimalkan berat struktur dengan bentuk geometri tertentu, meminimalkan berat struktur dengan melibatkan topologi, meminimalkan berat struktur dengan memvaria-sikan bentuk geometri, yang umumnya dijumpai pada tahap peran-cangan struktur, maupun masalah meminimalkan waktu/biaya pelak-sanaan pekerjaan yang dijumpai pada manajemen konstruksi, telah dapat diformulasikan dan diselesaikan secara efektif dengan meman-faatkan algoritma genetik (Soh dan Yang, 2000).

    Mengingat permasalahan optimasi dalam bidang teknik sipil-struktur umumnya sangat kompleks, baik fungsi obyektifnya maupun kendalanya sehingga metode konvensional (linear/nonlinear pro-gramming) tidak selalu dapat diandalkan untuk memperoleh solusi matematisnya, maka algoritma genetik dapat diprediksikan akan men-

  • 21

    jadi metode andalan di masa depan untuk melakukan berbagai optimasi struktur. Formulasi baru yang sesuai dengan berbagai perma-salahan optimasi struktur dalam format algoritma genetik merupakan salah satu arah pengembangan yang tentu saja terkait erat dengan bidang lain seperti komputasi , statistika dan matematika.

    Penyempurnaan Standar Nasional dan Peraturan/Pedoman

    Seiring dengan perkembangan baru dalam bidang material, hasil-hasil pengujian di laboratorium maupun di lapangan, analisis struktur, formula-formula perancangan dan pengalaman lapangan baik yang berhasil maupun gagal akan mengarah ke perlunya peninjauan kembali dan penyempurnaan berbagai pasal maupun formula yang tercakup dalam Standar Nasional, paling sedikit setiap 5 tahun sekali.

    Pengembangan model matematik berbagai permasalahan

    Berbagai persoalan dalam bidang teknik, melalui konsep-konsep kinematika, kinetika (konservasi massa, momentum dan energi), dan persamaan konstitutif material, umumnya dapat diformulasikan dan diekspresikan secara matematis dalam bentuk Governing Equations (GE), yang lazimnya berupa persamaan-persamaan diferensial parsiil. Sesuai dengan tingkat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, GE dapat berbentuk sederhana (persamaan diferensial-biasa orde satu, linier, homogin, dan melibatkan hanya satu variabel) maupun cukup rumit (persamaan diferensial parsiil orde empat, nonlinier, nonhomo-gin, dan melibatkan banyak variabel). Untuk berbagai kasus yang bervariasi, GE tersebut akan dilengkapi dengan Boundary Conditions (BC) ataupun Initial Conditions (IC), yang umumnya juga berupa persamaan-persamaan diferensial. Solusi dari permasalahan yang dihadapi, selain tergantung dari GE, juga sangat dipengaruhi oleh BC dan IC. Permasalahan tersebut dalam istilah matematik dikenal seba-gai BoundaryValue Problems.

    Berbagai strategi memperoleh solusi masalah yang dihadapi, dapat dilakukan melalui salah satu atau kombinasi dari: (a) pendekat-an matematis (mathematical approach), yang dapat ditempuh secara analitis maupun numeris, (b) pendekatan eksperimental (experi-

  • 22

    mental approach), melalui pembuatan dan pengujian model fisik dengan skala tertentu di Laboratorium maupun melalui pengujian proptotipe di lapangan, dan (c) pendekatan praktis berdasarkan prac-tical experiences dari masalah serupa di masa lalu.

    Solusi suatu masalah dianggap telah established apabila telah dibuktikan melalui berbagai pendekatan, baik secara analitis, numeris, dan eksperimental dengan hasil yang mengarah pada kesimpulan yang sama, maupun telah terbukti berhasil dipraktekkan secara nyata.

    Peluang yang sangat luas untuk pengembangan masa depan dapat berkisar mulai dari: (a) pembuatan model matematis dan meru-muskan GE/BC berbagai permasalahan yang belum ada modelnya, (b) menyempurnakan/memodifikasi GE/BC yang telah ada dengan memperbaiki asumsi-asumsi yang dipakai, (c) mengupayakan solusi analistis (closed form solution) atas masalah tertentu yang belum terjawab, (d) memperbaiki strategi solusi analitis yang telah ada agar lebih efektif dan efisien, (e) mengupayakan formulasi/prosedur/me-toda solusi numeris atas masalah tertentu yang secara numeris belum terjawab, (f) memperbaiki strategi solusi numeris yang telah ada agar lebih akurat/efektif/efisien, (g) mengupayakan solusi eksperimental dengan membuat model fisik dan mengujinya di laboratorium/la-pangan, dan (h) mengevaluasi berbagai pengalaman masa lalu atas permasalahan sejenis (yang berhasil maupun gagal), untuk menyem-purnakan model matematis, model fisik, dan asumsi yang digunakan dalam formulasi model yang telah ada atau mengusulkan model baru yang lebih sesuai. Metode numeris yang dewasa ini sangat populer dikembangkan antara lain adalah Metode Elemen Hingga (Finite Element Method), Metode Elemen Batas (Boundary Element Method), dan Metode Beda Hingga (Finite Difference Method), yang kesemua-nya berbasis komputer dan mampu menjawab permasalahan rumit.

    Analisis struktur nonlinier, baik yang menyertakan pengaruh nonlinieritas geometri, nonlinieritas material, maupun nonlinieritas geometri dan material sekaligus, dengan pembebanan statik ataupun dinamik, adiabatik maupun non-adiabatik, dalam lingkup tertentu telah berhasil dikembangkan berbasis Metode Elemen Hingga (Suhendro, 2000). Permasalahan soil-structure interaction, fluid-structure interaction, dan contact problems telah pula dapat diselesaikan dengan metode ini. Karena hasil analisisnya dapat

  • 23

    menjelaskan secara komprehensif perilaku struktur sejak respons liniernya (pada beban kerja) sampai perilaku nonlinier menjelang keruntuhan maka analisis nonlinier merupakan arah pengembangan analisis struktur masa depan yang akan dituju.

    Berbagai penemuan terkenal kadang-kadang berawal dari hasil penelitian eksperimental di laboratorium yang diikuti aplikasi proto-tipenya di lapangan, dan secara bertahap baru dilengkapi dengan pendekatan analitis maupun numerisnya oleh peneliti lain. Namun tidak jarang pula terjadi hal sebaliknya, yaitu penemuan berawal dari hasil penelitian analitis/numeris yang kemudian dilengkapi dengan model fisiknya di kemudian hari oleh peneliti lain dan dipraktekkan dalam skala prototipe pada tahap berikutnya (Suhendro, 2000).

    Dengan memahami berbagai pendekatan yang telah diuraikan sebelumnya, terbuka luas peluang untuk mengembangkan berbagai topik penelitian sesuai interest masing-masing. Applied mathematics dan teknik komputasi akan terkait erat dengan arah pengembangan ini.

    Pengembangan melalui Pemodelan Eksperimental

    Penelitian eksperimental dilakukan untuk memperoleh solusi suatu masalah melalui pembuatan dan serangkaian pengujian model fisik dengan skala tertentu di Laboratorium maupun melalui pengujian langsung pada prototipe di lapangan. Penelitian eksperimental ini lazimnya ditempuh apabila pendekatan secara analitis maupun numeris atas masalah yang dihadapi belum ada atau belum memuas-kan, yang umumnya menyangkut masalah-masalah dengan GE dan BC yang cukup rumit.

    Melalui metode eksperimental dapat dikembangkan berbagai teori baru, penyempurnaan teori yang telah ada, membantu pengem-bangan model matematis (analitis dan numeris), memvalidasikan berbagai solusi analitis/numeris, maupun mengembangkan berbagai formula sederhana yang diperlukan dalam perancangan (Suhendro, 2000). Dalam pendekatan ini pemahaman yang mendalam atas masalah yang diteliti, latar belakang yang cukup tentang teori modeling dan teknik eksperimental, maupun fasilitas laboratorium yang memadai mutlak harus dimiliki.

  • 24

    Pemodelan Eksperimental di laboratorium ini tetap akan menjadi andalan dalam pengembangan ilmu teknik sipil-struktur masa depan, dan pengembangannya sangat terkait dengan teknologi instru-mentasi, teknologi sensor, fisika teknik, teknik elektro dan teknik mesin.

    Infrastructure Management System

    Pada masa pengoperasian dan pengelolaan infrastruktur dalam kurun waktu yang cukup lama berbagai kemungkinan degradasi kinerja struktur akibat berbagai sebab mungkin dapat terjadi, antara lain adalah: (a) lingkungan yang agresif atau korosif, (b) weathering, (c) overloading, (d) fatigue & fracture, (e) gempa bumi, (f) getaran dan beban dinamik, (g) kebakaran atau temperatur, (h) gerusan (scouring) dan (i) beralih fungsi. Agar berbagai fasilitas itu masih dapat difungsikan dengan baik sesuai rencana semula maka masalah perawatan, evaluasi dan repair/retrofit merupakan aktivitas rutin yang akan selalu dilakukan. Dalam hal ini, suatu sistem pengelolaan infrastruktur (Infrastructure Management System) yang didukung oleh data base yang akurat, up to date, dan mencukupi, serta peralatan dan sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan evalusai kinerja struktur, perlu dikembangkan untuk menjamin fungsional, keamanan, dan kenyamanan dalam pengoperasian (White, Minor dan Derucher, 1992). Berbagai peralatan dan teknik evaluasi nondistruktif berbasis gelombang ultrasonik seperti rebar detector (mendeteksi tulangan baja dalam beton), PUNDIT (mendeteksi retak dan kekuatan bahan), mechanical exiter, accelerometer, LVDT, dial gage, strain gage, crack comparator, permeability meter, chloride tester, ph-meter, thermocouple, data logger dan sejenisnya telah dikembangkan dan terus menerus disempurnakan di masa mendatang.

    Aerospace Engineering

    Berbagai fasilitas/infrastruktur yang ditangani teknik sipil- struktur tidaklah hanya yang terdapat di bumi saja namun seperti yang telah dicanangkan oleh American Society of Civil Engineers (ASCE) sejak sekitar 20 tahun yang lalu, termasuk pula berbagai fasilitas/

  • 25

    infrastruktur di ruang angkasa (aerospace) dan di bulan (lunar environment), yang diketahui memiliki problema khusus dalam meng-atasi pengaruh microgravity, high vacuum, pressure differential, ther-mal cycles, vibration, impact, dan radiation. ASCE telah memiliki jurnal khusus untuk mewadahi perkembangan kearah itu yaitu ASCE Journal of Aerospace Engineering (Walla dkk., 1995). Contoh batuan bulan telah dibawa ke bumi untuk diteliti kemungkinan penggunaan-nya sebagai material utama pembuatan beton di bulan (lunar concrete).

    Forensic Engineering

    Istilah forensic telah dipakai sejak lama di dunia Kedokteran dan Kepolisian, yang pada prinsipnya adalah terkait dengan investigasi dalam rangka membantu pengadilan mengungkapkan penyebab yang sebenarnya dari suatu peristiwa yang mengakibatkan korban jiwa maupun materi yang menimpa masyarakat umum.

    Dalam bidang Teknik Sipil, berbagai peristiwa yang "tidak diinginkan" (seperti kecelakaan, kerusakan dan keruntuhan suatu infrastruktur) dapat terjadi pada masa pelaksanaan ataupun pada masa pengoperasian, yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian baik dalam bentuk materi ataupun korban jiwa. Kemungkinan penye-babnya dapat berupa: (a) kesalahan dalam tahap perancangan, seperti kesalahan interpretasi pedoman/kriteria/konsep perancangan, kesalah-an perhitungan, dan kesalahan penggunaan computer software, (b) kesalahan dalam tahap konstruksi, seperti kesalahan metode konstruk-si, kelalaian dalam pengoperasian peralatan, dan kualitas hasil penger-jaan yang tidak memenuhi spesifikasi, (c) peristiwa dalam masa pengoperasian infrastruktur yang dapat menyebabkan degradasi kinerja struktur, seperti overloading, poor maintenance, lingkungan yang agresif/korosif, tidak difungsikan sesuai rencana, kebakaran, ledakan bom, tumbukan, gempa bumi, getaran dinamik, angin taufan, banjir, tanah longsor, gerusan, fatigue & fracture, dan weathering.

    Pada kondisi ini berbagai fihak seperti: (a) lembaga pengadilan, (b) kepolisian, (c) pemerintah-daerah setempat yang terkait dengan perijinan bangunan, (d) asuransi, (e) pemilik bangunan ataupun pengelola fasilitas, dan tidak ketinggalan (f) konsultan perencana/

  • 26

    pengawas serta (g) kontraktor pada saat pembangunannya, akan dapat dilibatkan untuk menetapkan siapa yang "bersalah" dan seberapa besar "ganti-rugi" yang sepatutnya dibayarkan oleh asuransi kepada fihak yang dirugikan. Situasi yang demikian sangat memerlukan peran Forensic Engineering untuk membantu mengungkapkan permasalah-an yang sebenarnya secara obyektif dan proporsional, yang secara umum akan meliputi aspek-aspek: (a) investigasi, (b) evaluasi, dan (c) kesaksian ahli di depan pengadilan (Suhendro, 2000).

    Di negara maju, seperti USA, karena banyaknya kasus yang mengemuka dan sangat dihargainya hak-hak setiap warga negara, maka untuk menanganinya, asosiasi ASCE (American Society of Civil Engineers) cukup tanggap dan dibentuklah secara resmi Committee on Forensic Engineering pada tahun 1982, yang untuk saat ini telah berganti nama menjadi Technical Council of Forensic Engineering (TCFE). Konferensi Nasional pertama digelar di Seattle, Washington, tahun 1986, dengan tema Forensic Engineering: Learning from Failures. Suatu jurnal ilmiah Forensic Engineering JPCF telah terbit rutin 3 bulan sekali sejak 1987 dan mendapatkan respons yang sangat baik dari berbagai kalangan profesi, tidak hanya engineering saja namun termasuk pula lawyer, architects, government representatives, insurance executives, dan owners (Rens, 1997). Sejak konferensi ke 2 (1997) di Minnesota beberapa Universitas di USA telah mulai memasukkan mata kuliah Forensic Engineering dalam kurikulumnya.

    Mengingat permasalahan yang muncul di Indonesia saat ini serupa dengan yang telah terjadi sebelumnya di USA, yaitu peran-cangan dan construction infrastruktur baru tidak lagi mendominir kegiatan sehari-hari, namun masalah pengelolaan, pengoperasian, perawatan, evaluasi, perbaikan/repair existing infrastructures agar dapat berfungsi optimal selama masa layannya lebih dominan, dan peristiwa-peristiwa yang "tidak diinginkan" juga sering muncul, maka Forensic Engineering nampaknya sudah saatnya dikenalkan dan perlu dipertimbangkan untuk mulai diajarkan kepada para mahasiswa S1. Materi yang dicakup adalah: (a) teknik inspeksi dan evaluasi kinerja existing structures, (b) metode non-distruktif & distruktif, (d) teknik investigasi, (e) berbagai kasus keruntuhan struktur masa lalu, (f) program komputer untuk accident reconstruction, (g) construction law & building failure, dan (h) product law and product failures.

  • 27

    Mitigasi Bencana

    Wilayah Indonesia secara geografis dan geologis berpotensi besar mengalami bencana alam, degradasi lingkungan, dan bencana akibat ulah manusia. Bencana alam yang sering terjadi adalah gempa bumi, tsunami, gunung berapi, tanah longsor, angin taufan, banjir, erosi, polusi dan kekeringan. Ratusan bahkan ribuan korban manusia berjatuhan pada setiap kejadian bencana alam. Berhubung semua sumber bencana tersebut sebagian besar berasal dari alam yang tidak dapat dicegah maka satu-satunya alternatif adalah mengkaji dan melakukan berbagai upaya meminimalkan jatuhnya korban jiwa.

    Mitigasi, yang merupakan startegi mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalkan dampak negatif bencana alam yang diantisipasi akan terjadi di suatu daerah tertentu, merupakan infestasi jangka panjang bagi kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Mitigasi dapat bersifat struktural ataupun non-struktural (Russel, 1996). Terdapat kecenderungan bahwa sudah menjadi kebutuhan untuk lebih menitik beratkan pada upaya mitigasi katimbang respons pasca bencana (Severn, 1996).

    Pengalaman bencana gempa bumi di masa lalu di Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas struktur bangunan yang mengalami kerusakan parah adalah dari tipe non-engineered buildings, yaitu bangunan-bangunan sederhana (1~2 lantai) yang tidak memanfaatkan jasa engineers pada saat merancang dan membuatnya sehingga sistem struktur, mutu pengerjaan maupun material yang digunakan cenderung belum memenuhi standar minimal peraturan bangunan yang berlaku Korban manusia yang terkena bencana lazimnya adalah para penghuni non-engineered buildings tersebut, yang kebanyakan berupa rumah tinggal sederhana. Oleh sebab itu dalam upaya mitigasi bencana, prioritas utama yang harus diperhatikan adalah penanganan dan pem-benahan non-engineered buildings tersebut.

    Pada saat terjadi gempa bumi, tanah di bawah fondasi bangunan akan bergetar hebat secara random dalam arah 3-dimensi selama 0,5 s/d 1,5 menit, dan getaran tersebut menjalar ke bangunan di atasnya sambil mengalami amplifikasi. Akibatnya elemen-elemen pembentuk struktur bangunan, apabila tidak disambung dengan baik, cenderung akan saling terpisahkan dan runtuh menimpa penghuninya.

  • 28

    Dengan mengenali mekanisme terjadinya gempa bumi tektonik yang sampai saat ini belum dapat diprediksi secara tepat kapan terjadinya dan memahami pula tipikal kerusakan yang dapat ditimbul-kan, dapat diupayakan berbagai langkah mitigasi yang bertujuan utama untuk secara bertahap meningkatkan kualitas bangunan non-engineered di suatu wilayah sehingga memenuhi persyaratan tahan-gempa, baik terhadap bangunan baru maupun existing buldings, melalui peningkatan kualitas material yang digunakan, kualitas sistem strukturnya, dan kualitas pengerjaan serta ketrampilan para tukang/pekerja bangunan di wilayah tersebut.

    Meskipun pedoman teknis struktur tahan gempa telah lama tersedia namun kesadaran dan motivasi masyarakat untuk mengikuti-nya (saat membangun baru atau meningkatkan kualitas bangunan yang telah ada) demi keselamatan diri mereka sendiri masih sangat rendah.

    Upaya-upaya lain secara terpadu dapat ditempuh dalam rangka mitigasi bencana antara lain: sistem peringatan dini (early warning system) dan tanggap/kesiagaan darurat (disaster preparedness) yang merupakan satu kesatuan dengan upaya pengelolaan suatu wilayah.

    Peran para ahli sosiologi, psikologi, maupun komunikasi massa barangkali dapat banyak membantu menyelesaikan permasalahan peningkatan motivasi, implementasi sistem peringatan dini maupun kesiapan tanggap darurat masyarakat di suatu wilayah yang diantisi-pasi akan mengalami bencana, sehingga korban yang ditimbulkan dapat berkurang secara signifikan.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    ACI Committee 363, 1992, State-of-the-Art Report on High Strength Concrete, American Concrete Institute, Detroit, Michigan.

    Bennett, D., 1999, The Creation of Bridges, Quintet Publishing Limited, London.

    Bakht, B., Al-Bazi, G., Banthia, N., Cheung, M., Erki, M.A., Faoro, M., Machida, A., Mufti, A.A., Neale, K.W., & Tadros, G., 2000. Canadian Bridge Design Code Provisions For Fiber-Reinforced Structures, Journal of Composites for Construction, ASCE - Materials Engineering Division, Vol. 4, No.1.

    CEB-FIP, 1990, High Strength ConcreteState of the Art Report, Comite Euro-Int. Du Beton, Bulletin dInformation No.197.

    Foster, S.W., 1996, Recycled Concrete as Aggregate, Magazine of Concrete Construction, Otober.

    Foster, C.D., Richards, D. & Bogner, B.R., 2000. Design and Installation of Fiber-Reinforced Polymer Composite Bridge. Journal of Composites for Construction. ASCE - Materials Engineering Division, Vol. 4, No.1.

    Gandhi, M.V. & Thompson, B.S., 1992, Smart Materials and Structures, Chapman & Hall, London.

    Guran, A. & Inman, D.J. (editors), 1995, Smart Structures, Nonlinear Dynamics, and Control, Prentice Hall Inc., New Jersey.

    Holm, T.A. & Vaysburd, A.M. (editors), 1992, Structural Light-weight Aggregate Concrete Performance, Special Publication SP-136, American Concrete Institute, Detroit, Michigan.

    Housner, G.W. & Chung, R.M. (editors), 1996, Natural Disaster Reduction, American Society of Civil Engineers, New York.

    Hung, S., Kao, C.Y. & Lee, J.C., 2000, Active Pulse Structural Control Using Artificial Neural Networks, ASCE Journal of Engineering Mechanics, Vol.126, No.8, August.

    Ibrahim, H.H. & MacGregor, J.G., 1996, Modification of the ACI Rectangular Stress Block for High Strength Concrete, ACI Structural Journal, Vol.94, No.1, January-February.

    Kowlczyk, R.M., Sinn, R. & Kilmister, M.B., 1995, Structural Systems for Tall Buildings, Council on Tall Buildings and Urban Habitat, McGraw-Hill, Inc., New York.

  • 30

    Kramer, S.L., 1996, Geotechnical Earthquake Engineering, Prentice Hall Inc., New Jersey.

    Levy, M. & Salvadori, M., 1994, Why Buildings Fall Down, W.W. Norton & Co., New York.

    Liong, S., Lim, W. & Paudyal, G.N., 2000, River Stage Forecasting in Bangladesh: Neural Network Approach, ASCE Journal of Computing in Civil Engineering, Vol.14, No.1, January.

    Malla, R.B., Adib Jahroni, H.R., & Secorn, M.L. 1995, Simplified Design Method for Proceed Double Skinned Structure in Lunar Application. Journal of Aerospace Engineering. ASCE - Aerospace Division. Vol. 8 No. 4 pp.189-195.

    Mangat, P.S. & Khatib, J.M., 1995, Influence of Fly Ash, Silica Fume and Slag on Sulfate Resistance of Concrete, ACI Material Journal, September-Oktober.

    Masri, S.F., Smyth, A.W., Chassiakos, A.G., Caughey, T.K. & Hunter, N.F., 2000, Application of Neural Networks for Detection of Changes in Nonlinear Systems, ASCE Journal of Engineering Mechanics, Vol.126, No.7, July.

    Miyamoto, A., Tei, K., Nakamura, H., & Bull, J.W., 2000, Behavior of Prestressed Beam Strengthened with External Tendons, ASCE Journal of Structural Engineering, Vol. 126, N0. 9, September.

    Phillips, R.S., 1983, Funk & Wagnalls New Encyclopedia, Vol. 1~28, Funk & Wagnalls Inc., New York.

    Podolny Jr., W. & Muller, J.M., 1982, Construction and Design of Prestressed Concrete Segmental Bridges, John Wiley & Sons, New York.

    Rens, K.L. (editor), 1997, Forensic Engineering, American Society of Civil Engineers, New York.

    Russel, J.W., 1996, Education : Pathway to Mitigation, Proceedings of the Conference Sponsored by the American Society of Civil Engineers, Washington D.C., December 2~5.

    Sawada, E., 1997, Repair Method for Salt-Damaged Reinforced Concrete Structures, Repair & Rehabilitation II, American Concrete Institute Compilation-20, Detroit, Michigan.

  • 31

    Sayed, T. & Razavi, A., 2000, Comparison of Neural and Conventional Approaches to Mode Choice Analysis, ASCE Journal of Computing in Civil Engineering, Vol.14, No.1, January.

    Severn, R.T., 1996, A Comprehensive Strategy For Mitigation, Proceedings of the Conference Sponsored by the American Society of Civil Engineers, Washington D.C., December 2~5.

    Sinha, S.K. & McKim, R.A., 2000, Artificial Neural Network for Measuring Organizational Effectiveness, ASCE Journal of Computing in Civil Engineering, Vol.14, No.1, January.

    Soh, C.K. & Yang, Y., 2000, Genetic Programming-Based Approach For Structural Optimization, Sinha, S.K. & McKim, R.A., 2000, Artificial Neural Network for Measuring Organizational Effectiveness, ASCE Journal of Computing in Civil Engineering, Vol.14, No.1, January.

    Suhendro, B., 2000, Beberapa Hal Tentang Forensic Engineering, Seminar Nasional Forensic Engineering, Universitas Sugijopra-noto, Semarang.

    Suhendro, B., 2000, Teori Model Struktur dan Teknik Eksperimental, Beta Offset, Yogyakarta.

    Suhendro, B., 1999, Strengthening of Reinforced Concrete Beam After Fire Using Carbon Fiber Strip, Monthly Seminar, Department of Civil Engineering, Monash University, Clayton, Australia,14 March

    Suhendro, B., 2000, Stress and Displacement Amplification Factors for Nonlinear Analysis of Long Span Arch Structures, Seminar Metode Elemen Hingga, 15 Des. 2000 di ITB-Bandung.

    Suhendro, B., 2001, Inspection and Strengthening Techniques of 70-years old Piers of Multispan Railway Bridge Facing Serious Scouring Problem,International Conference on Inspection, Appraisal, Repairs & Maintenance of Buildings & Structures, Nottingham, United Kingdom, 10 ~ 14 September.

    Suhendro, B., 2002, Upaya Mitigasi Bencana Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Secara Struktural dan Non-Struktural, Lokakarya Nasional Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan, Jakarta, 17~18 Desember.

  • 32

    Sokolnikoff, I.S., 1986, Mathematical Theory of Elasticity, Robert E. Krieger Publishing Company, Florida.

    Walla, R.B., Adib-Jahromi, H.R. & Accorci, M.L., 1995, Simplified Design Method for Braced Double Skinned Structures in Lunar Application, ASCE Journal of Aerospace Engineering, Vol.8, No.4.

    White, R.N., Gergely, P. & Sexsmith, R.G., 1976, Structural Engineering - Combined Edition, John Wiley & Sons, New York.

    White, K.R., Minor, J. & Derucher, K.N., 1992, Bridge Maintenance Inspection and Evaluation, Marcel Dekker Inc., New York.

    Zhang, M.H., Lastra, R. & Malhotra, V.M., 1996, Rice husk paste and concrete: Some aspects of hydration and the microstructure of the interfacial zone between the aggregate and paste, Cement and Concrete Research, Vol. 26., No. 6.