jufri pidato pengukuhan guru besar 19 mei

Upload: muhammadikhsaninzana

Post on 12-Jul-2015

137 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

A. Ideologi Sipakatau dalam Wacana Budaya Pada hakikatnya wacana budaya (Lontara La Galigo) ditemukan salah satu jenis naskah (Lontara), yang tidak vakum, tidak murni tetapi di dalamnya direpresentasikan ideologi kultural. Suatu paham yang mempertahankan tatanan kehidupan sosial yang berkaitan dengan konsep Manurungnge. Manurungnge dalam perspektif antropologi merupakan manusia Bugis yang pertama muncul (diturunkan) ke Bumi (wilayah masyarakat Bugis) untuk meneruskan kemuliaan atas nama To Palanroe (Sang penentu nasib). Paham teograsi inilah yang dipandang kekuasaan segalanya bersifat ketauhidan. Ideologi sipakatau dalam wacana budaya dalam perspektif kebahasaan dikategorikan wacana naratif, sedangkan dalam perspektif wacana kritis bercirikan ideologi kultural dan kekuasaan yang direpresentasikan dalam tiga struktur wacana, yaitu (1) struktur super, (2) struktur makro, dan (3) struktur mikro (istilah van Dijk). Ketiga aspek tersebut ditemukan satu kesatuan yang saling mendukung untuk menciptakan realitas sosial dan simbol kebahasaan sebagai mediasinya dalam sistem pemerintahannya (kedatuannya). Struktur super dalam pandangan psikologis ditemukan skematik yang bersifat kronologis, yang secara sistematis membangun wacana kultural yang bersifat abstrak dari berbagai peristiwa dan tema. Keutuhan dan keterpaduan (koheren) yang tematis tersebut dikategorikan suatu usaha sadar secara konstruk untuk mempengaruhi pandangan publik yang diperjuangkan oleh komunitas Manurungnge yang bersifat genealogi dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Konsep kosmologi dalam kerangka wacana tersebut yang terpusat pada manusia Bugis inilah dijadikan pandangan hidup ketika itu untuk meyakinkan masyarakat di muka Bumi agar tercipta kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Kesadaran atau pikiran manusia Bugis (Manurungnge) menemukan kaidah tentang kondisi sosiol-historis dalam konteks tertentu untuk mendominasi pengetahuan manusia, sehingga mampu mempertahankan sistem kedatuannya beberapa generasi. Salah satu strategi yang ditemukan untuk mencapai tujuannya adalah otokritik dan diskusi terbatas. Pentingnya suatu 1

rasionalitas komunikatif yang menekankan saling pemahaman, kejelasan, kesepakatan, dan kekuatan argumentasi dalam komunitasnya. Pada dasarnya, ideologi kultural tersebut yang diperankan seseorang atau komunitas dalam berbagai aktivitas yang ditampilkan dalam wacana budaya. Di samping itu, juga posisi aktor, dan gagasannya direpresentasikan dengan menggunakan kata, kalimat, paragraf dan wacana yang dirangkai untuk membangun suatu tujuan tertentu. Hal ini terkait dengan status sosial, karisma, kewenangan, dan kepakarannya. Pengonstruksian kekuasaan dan pengetahuan mengacu pada ideologi tertentu untuk mempresentasikan realita sosial di dalam praktek institusi. Konstruksi tersebut dikembangkan menjadi tiga aspek pendominasian, (1) pengetahuan dan/atau keyakinan, (2) kaidah interaksi sosial dalam diskursif, dan (3) peran dan posisi aktor dalam struktur sosial. Kerja ideologi Manurungnge yang genealogi tersebut berdampak terhadap kekuasaannya di muka Bumi. Dalam penelitian ditemukan tiga jenis ideologi (paham) yang dipejuangkan di Ale Lino adalah ideologi kultural siangrebale, ideologi kultural sipakatau, dan ideologi kultural Manurungnge. Paham kultural tersebut mendominasi dan berkuasa karena; (1) garis keturunan (genealogi) dan/atau karisma; (2) menberi hukuman; (3) memberi imbalan (4) berhak untuk membimbing, menyuruh, atau memberhentikan; (5) memberi pengetahuan tentang cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah; dan (6) memberi penguatan. Mereka selalu memproduksi bahasa yang dapat menciptakan citra kepada khalayak bahwa dirinyalah paling layak berkuasa dalam masyarakat. Pilihan bahasa, seperti kata, kalimat yang lebih bersifat kongkrit menjadi media untuk menunjukkan struktur hierarki kekuasaan dan menetapkan konsepsi tentang kebenaran, aturan, dan realitas sosial. Dibalik pilihan kata dan kalimat tersebut ditemukan ideologi kultural (Manurungnge, Siangrebale dan Sipakatau). Suatu paham kosmologi, genealogi, dan ketauhidan yang dikonstruksi secara menyeluruh dan mendalam untuk mengisi dunia tengah. Struktur mikro digunakan sebagai alat untuk mengklasifikasikan pengalaman dunia dan membangun ide secara sistematis yang berupa kategori ideologi kultural. Dengan demikian, tidak mengherankan kalau komunitas Manurungnge senantiasa memproduksi dan mereproduksi simbol, baik simbol verbal 2

maupun simbol non-verbal agar memperkuat, memapankan, dan mengukuhkan pendominasiannya. Ideologi kultural ditemukan bekerja sebagai perekat hubungan sosial yang mengikat masyarakat Bugis secara bersama dengan menetapkan nilai dan norma yang disepakati secara kolektif dalam komunitasnya. Norma dan Nilai edukasi yang ditemukan, yaitu (1) otokritik, (2) solidaritas, (3) kedermawanan (makacua), (4) penegakan hukum adat, (5) kekompakan, (6) demokratis, (7) etos budaya lokal, (8) satu kata dengan perbuatan (adanagau), (8) unjuk kerja (reso), tata krama, kesantunan (malebbi) berbahasa, ketauhidan, dan kepasrahan, serta konstruksi tentang kosmologi. Nilai edukasi tersebut didasarkan pada kecerdasan emosional, spiritual, sosial, dan intelektual. Peneliti menyatakan bahwa temuan dalam wacana Lontara La Galigo yang layak diperjuangkan adalah ideologi sipakatau. Peneliti mengajak masyarakat intelektual Sul-Sel (Bugis, Makassar, tator, dan mandar bersatu untuk mengkaji secara mendalam dan menyeluruh dan memanfaatkan secara maksimal ideologi sipakatau tersebut dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, seperti bidang sosial, politik, budaya, ekonomi, dan pendidikan. Hadirin yang terhormat. B. IDEOLOGI SIPAKATAU SEBAGAI WACANA BUDAYA Masyarakat dituntut berperan aktif sebagai pembaharu terhadap produksi budaya, yang mampu membangun proposisi kultural dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Kemudian, diasumsikan bahwa pilihan bahasa dan proposisinya membentuk suatu konstruk sosial. Bahasa, ideologi dan kekuasaan sebagai ciri khas wacana kritis merupakan suatu pendekatan interdisipliner terhadap suatu kajian produk budaya. Pandangan kritis pada perilaku bahasa yang ada relevansinya dengan rutinitas sosial mengenai ketidakadilan atau terjadinya penindasan, pendominasian, pada suatu komunitas atas komunitas yang lain. Suatu teks/wacana tidak hanya dipahami dari isi teks itu sendiri, tetapi perlu diperhatikan latar belakang yang memproduksi teks budaya tersebut. Ideologi sipakatau dalam kajian wacana kritis bertujuan untuk merekonstruksi pola pikir manusia secara komprehensif 3

dalam tatanan sosial-kultural melalui teks. Paham tersebut dalam wacana budaya diproduksi oleh komunitas tertentu yang memposisikan dirinya dalam suatu kelompok sosial. Di dalam kebanyakan interaksi, para pemakai bahasa mengungkapkan pandangannya dan bahasa sebagai media dengan posisi yang berbeda. Tampak bahwa suatu peristiwa budaya yang di dalamnya terintegrasi suatu sistem ideologi, yang dinyatakan secara spesifik suatu teks budaya. Secara konsisten memperkenalkan tema utama suatu peristiwa budaya yang menguntungkan komunitas tertentu dan bersifat dominan terhadap komunitas yang lain dalam masyarakat. Dari satu tema ke tema yang lain merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dan sifat koheren dalam suatu wacana kultural. Sebagai akibatnya, dari sudut pandangan kerja ideologi sipakatau, pengungkapan secara signifikan di dalam teks budaya baik aktor maupun komunitasnya berpengaruh terhadap komunitas yang lain dalam masyarakat. Di balik struktur wacana dalam komunitas Bugis ditemukan ideologi sipakatau untuk mempertahankan kekuasaan dalam periode pemerintahan (kedatuan). Hal ini menunjukkan bahwa wacana LLG dalam perspektif kritis adalah setiap manusia memiliki potensi ideologi sipakatau baik individu maupun secara kelompok. Ideologi kultural tersebut berpotensi di bawah sejak lahir, dipengaruhi lingkungan, atau bersifat integratif. Pada hakikatnya, ideologi sipakatau merupakan seperangkat pengetahuan dan keyakinan yang dikonstruksi oleh komunitas tertentu yang bersifat kultural untuk mencapai tujuan tertentu. Ia bekerja untuk menciptakan dan mempertahankan pendominasiannya. Hal ini dipandang sebagai kerangka penafsiran mengorganisasi dan merekonstruksi seperangkat keyakinan, pengetahuan, pola berpikir, dan perilaku suatu masyarakat tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu, ideologi tersebut sebagai pengikat utama terkait dalam kekuasaan yang ditetapkan sebagai landasan teoretis untuk menyikapi ragam kelompok dalam masyarakat. Pengembangan prilaku masyarakat dapat diaplikasikan ideologi tersebut dari berbagai variasi sebagai suatu kreativitas untuk menunjukkan suatu identitas dirinya, tujuan, status, dan nilai dalam wacana budaya tersebut. Proses relasi pengetahuan dan keyakinan yang panjang tersebut bermanfaat bagi komunitas tertentu untuk mempengaruhi komunitas yang lain dengan konstruksi yang sistematis dan komprehensif. Hal ini penting 4

dalam format kesadaran masyarakat yang seharusnya memiliki paradigma komunikasi dengan ideologi sipakatau, tetapi bukan sebaliknya. Penandaan berbagai informasi, tampak ada kecenderungan untuk menyusun proposisi yang ditafsirkan secara berbeda oleh masyarakat dan di sinilah ideologi sipakatau bekerja untuk melegitimasi kekuasaannya dalam masyarakat tersebut. Sistem komunikasi yang diterima secara verbal dan nonverbal adalah sistem budaya sipakatau dengan tujuan tertentu. Hadirin yang saya muliakan Bahwa sesungguhnya ideologi tersebut ditetapkan sebagai fondasi teoritis untuk menyikapi ragam kelompok masyarakat sebagai tujuannya. Interaksi antara ideologi, kognisi sosial, praktik sosial dan wacana kultural dipresentasikan dalam wujud teks. Kerja ideologi inilah diharapkan untuk melegitimasi kekuasaan dalam masyarakat agar tercipta suatu tatanan sosial yang berharkat dan bermartabat. Berdasarkan hal tersebut, pada hakikatnya Sipakatau adalah seperangkat proposisi keyakinan dan pengetahuan yang dikonstruksi untuk berkomunikasi secara berharkat dan bermartabat dengan tujuan tertentu. Hadirin yang saya hormati. C.Ideologi Sipakatau dalam Skenario Pembelajaran Bahasa Pada hakikatnya, ideologi sipakatau dalam skenario pembelajaran bahasa dirangcang sesuai paham kultural tersebut meliputi; struktur super, struktur makro, dan struktur mikro. Struktur super meliputi struktur skematik dan struktur makna. Struktur skematik dalam pembelajaran bahasa meliputi: (a) bagian awal, (b) bagian tengah, dan (c) bagian akhir, sedangkan struktur makna meliputi tahapan: (a) penemuan pokok bahasan, (b) penentuan tujuan, (c) penenpatan peran peserta didik, (d) penyebaran, dan (e) pemekaran bahan ajar; Struktur makro meliputi: (a) tampilan aktor yang meliputi: peserta didik dan guru, (b) tampilan kelompok yang humanis, dan (c) tampilan kaidah interaksi.

5

Struktur mikro dalam pembelajaran bahasa meliputi: (a) pilihan kata, (b) pilihan kalimat, (c) pilihan metafora, dan (e) pilihan sinomin, antonim, dan (f) hiponim Pelaksanaan pembelajaran bahasa dalam konstruk bahasa meliputi hirarki bahasa (wacana, kalimat, dan kata), sedangkan dalam konstruk psikologi meliputi koheren, satu kesatuan, saling mendukung, sistematis, dan tematis. Di samping itu, pembelajaran bahasa dalam konstruk sosiologi meliputi kaidah interaksi, vertikal dan horizontal, top-down, buttom-up, interaktif, dan struktur sosial. Selanjutnya, pelaksanaan pembelajaran bahasa dalam konstruk pendidikan, meliputi: autokritik, etos kerja/belajar, penegakan adat, solider, kompak, dan humanis. Hadirin yang saya muliakan.D.

Roadmap dan Karakteristik Pendekatan Sipakatau

Pendekatan sipakatau berasumsi bahwa pelaksanaan pembelajaran bahasa sebagai suatu nilai dan norma untuk mencapai sutau tujuan. 1. Kalau pendekatan audio-lingual (PAL) dalam pembelajaran bahasa mengutamakan struktur dan bentuk kalimat dan pendekatan komunikatif dan kontekstual menekankan pada makna dan konteks (PKK), maka pendekatan Sipakatau (PS) lebih mengutakan pada nilai. 2. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa mengutamakan pengucapan dialog sesuai struktur kalimat melalui hafalan dan PKK menekankan pada dialog berdasarkan situasi dan fungsi komunikatifnya, maka pendekatan Sipakatau (PS) lebih mengutakan wacana berdasarkan pilihan bahasa. 3. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa berarti belajar bunyi, kosakata, struktur dan PKK menekankan pada konteks dan komunikatifnya, maka PS lebih mengutamakan wacana berdasarkan pilihan bahasa. 4. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, khususnya pola kalimat tidak disajikan dari konteks dan PKK menyajikan pola kalimat dalam konteks, maka PS lebih mengutamakan pola kalimat disajikan simbol kultural berdasarkan pilihan bahasa. 5. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, pengulangan merupakan teknik latihan dan PKK pengulangan, jika diperlukan untuk konteks kalimat yang bersifat komunikatif, maka PS lebih mengutamakan pengulangan merupakan proses pembentukan watak (nilai)/karakter .

6

Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, sistem linguistik dipelajari melalui pola kalimat dan PKK - sistem linguistik dipelajari melalui proses usaha peserta didik untuk berkomunikasi, maka PS - sistem linguistik dipelajari melalui usaha sadar berwacana. 7. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, urutan unit pelajaran dimulai dari yang mudah ke yang sulit dan PKK - Urutan unit pelajaran tergantung dari minat peserta didik terhadap topik, fungsi atau isi pelajaran, maka PS - Urutan unit pembelajaran dari kearifan lokal ke global. 8. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, Guru mengawasi agar peserta didik tidak menggunakan bahasa yang bertentangan dengan teori dan PKK - Guru membantu peserta didik agar bermotivasi untuk berusaha menggunakan bahasa sesuai kebutuhannya, maka PS - Guru menfasilitasi peserta didik untuk memilih bahasa yang santun. 9. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, berasumsi, bahasa adalah kebiasaan, maka dari kesalahan harus dihindari dan PKK berasumsi, bahasa sebagai ciptaan pribadi, maka dibentuk melalui percobaan yang berhasil dan tidak berhasil, maka PS - berasumsi, bahasa adalah budi, maka dikonstruksi secara kohesif dan koheren. 10. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, kesempurnaan mengungkapkan diri secara formal merupakan tujuan utama dan PKK - bahasa yang dapat diterima oleh masyarakat dan diucapkan secara lancar merupakan tujuan utama dan yang dituntut kesempurnaan mengutarakan dalam konteks, maka PS - tujuan utama berbahasa adalah kefasihan berkomunikasi yang bermartabat & berharkat (sikapatau, sipakalebbi, dan sipakainge). 11. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, peserta didik diharapkan mengadakan interaksi dengan sistem bahasa berdasarkan materi tertentu secara terpimpin. dan PKK peserta didik diharapkan mengadakan interaksi dalam situasi nyata secara lisan dan tulisan secara mandiri, maka PS peserta didik diharapkan mengadakan interaksi sesuai tatakrama lingkungan (budaya lokalnya). 12. Kalau PAL dalam pembelajaran bahasa, dapat menimbulkan motivasi intrinsik terhadap struktur bahasa dan PKK dapat menimbulkan motivasi intrinsik terhadap hal yang bisa dikomunikasikan dalam bahasa yang dipelajari, maka PS dapat menimbulkan motivasi intrinsik terhadap kearifan lokal.6.

7

Hadirin yang saya muliakan. Prinsip Sipakatau dalam Pembelajaran Bahasa

E.

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan ketika ideologi sipakatau ingin diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa. Berikut ini diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan temuan empiris dalam wacana La Galigo.

1.

Klasifikasi Fungsional Suatu pengklasifikasian secara fungsional diarahkan untuk membatasi pandangan pada peserta didik tertentu untuk menampilkan kepada publik. Fungsi peserta didik lain, hanyalah melaksanakan perintah, tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan sedikit pun untuk menentang kehendak pendidik. Dengan demikian, kelompok tersebut dapat dikategorikan peneliti sebagai komunitas yang dimarjinalkan. Wacana inilah yang diistilahkan oleh Foucault (1977) sebagai wacana komunitas yang terpinggirkan atau tersembunyi atas komunitas lainnya. Hal inilah yang ingin dikritik Habermas karena partisipan dan tema dibatasi. Ia menginginkan bentuk komunikasi yang ekslusif dalam diskusi untuk menguji validitas yang dibahas. Menurut Habermas, tidak ada kekuatan dan kekuasaan kecuali argumentasi yang lebih baik dan semua motif dikesampingkan kecuali motif pencarian kebenaran kooperatif (Ritzer dan Goodman, 2003:190). Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa seharusnya argumentasi yang kuat menjadi acuan mencari kebenaran. Kaidah interaksional Kaidah interaksional merupakan suatu kegiatan dengan cara partisipan mengontrol dan mengendalikan pelaku lain dalam interaksi sosial/kelas. Tampaknya, partisipan mengendalikan yang lain untuk mencapai tujuannya. Dalam perspektif pendidikan bahasa, diharapkan partisipan tidak saling 8

2.

mengontrol dan mengendalikan dalam interaksi sosial. Di samping itu, respon partisipan lain tidak dalam bentuk penerimaan secara terpaksa. Hal ini dikategorikan oleh Fairclouch (1989), sebagai kekuasaan dalam diskursus sebagai partisipan yang lebih berkuasa dan memberikan ruang lingkup yang sempit untuk mengemukakan pendapatnya terhadap partisipan lain (yang lemah). Partisipan merespon dengan diam diistilahkan Fairclouch sebagai pemaksaan keterbukaan. Sehubungan hal tersebut, diharapkan dan direkomendasikan pembelajaran bahasa diimplementasikan tidak saling mengontrol dan mengendalikan dalam interaksi kelas. Dalam penelitian ditemukan suatu kaidah interaksi yang bersifat dialog. Sistem pergantian bicara yang dipakai dalam dialog itu, dapat diimplementasikan dalam berbagai kaidah interakasi baik antara guru dan siswa (sebaliknya), maupun antara siswa dengan siswa. Lee (2002) mengistilahkan jenis kekuasaan sistem pergantian bicara (turn-taking) tersebut, disebut kekuasaan berdasarkan informasi. Pendominasian suatu individu biasanya patuh karena ia mengagumi kepada yang mendominasi dan ingin memperoleh penguatan informasi. 3. Representasi Peserta Didik Dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa, peran peserta agar tidak terjadi aktor sosial yang memiliki karisma dan wibawa diantara temannya karena memiliki kemampuan di atas rata-rata. Di satu sisi ada pencitraan yang berlebihan pada peserta didik tertentu. Di sisi lain, ada peserta didik tidak pernah ditampilkan dalam kegiatan pembelajaran bahasa. Dengan demikian, diharapkan dalam pembelajaran bahasa, peran peserta didik dalam interaksi kelas diaktualisasikan secara manusiawi (sipakatau). 4. Pola relasional yang bersifat perintah Pola relasional yang bersifat perintah tersebut membuat kesan kepada publik bahwa pembicara berada dalam posisi meminta mitra bicara untuk melakukan suatu reaksi. Idealnya, mitra bicara menjadi pelaku yang tunduk (didominasi). Bentuk perintah yang bersifat gramatikal tersebut, meminta suatu perbuatan untuk dilakukan oleh mitra bicara. Inilah dimaksud Fairclouch (1989) sebagai tuntutan otoritas yang signifikan dan memiliki hubungan kekuasaan secara tersurat. Hal tersebut membuat relasi dalam berbentuk perintah sebagai kepentingan 9

ideologi kultural pendidikan. Diharapkan dalam pembelajaran bahasa, pola relasional bersifat diskursis kultural bukan perintah. 5. Ekspresi penguatan Ekspresi penguatan merupakan suatu bentuk tindakan yang bersifat menyatakan perasaan pembicara kepada mitra bicara. Penguatan dapat bersifat verbal atau non-verbal dari pembicara ke mitra bicara. Pemberian penguatan kepada mitra bicara memiliki hubungan kekuasaan. Mitra bicara memungkinkan memberikan respons positif terhadap hal-hal yang diinginkan pembicara karena adanya ekspresi penguatan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pemberian penguatan dalam pembelajaran bahasa, ada hubungannya dengan pendominasian ke partisipan lain yang memiliki kepentingan tertentu dalam pencapaian suatu tujuan pembelajaran. 6. Struktur makna Struktur makna yang diharapkan dalam pembelajaran bahasa dalam pandangan kritis di satu sisi, adalah aspek kemanusiaannya sebagai mahluk yang termulia di dunia, berharkat dan bermartabat baik dalam bermasyarakat dan bernegara maupun dalam interaksi kelas. Di sisi lain, ditemukan interaksi vertikal. Istilah dipakai van Dijk interaksi yang bersifat top-down dan dikagorikan suatu distorsi tindakan komunikasi. Tindakan distorsi komunikasi seperti ini dikritisi oleh Habermas (1975). Menurutnya, tindakan komunikatif adalah situasi interaksi ideal, yang tidak ditentukan oleh siapa yang kuat atau berkuasa sebagai argumentasi yang menang. Sebaliknya, argumentasi yang lebih baik akan muncul sebagai pemenang. Menurut Ritzer & Goodman (2004), bobot bukti dan argumentasi menentukan hal-hal yang dianggap sahih dan benar. Argumentasi yang muncul dalam diskursus sebagai hasil kesepakatan partisipan adalah benar. Teori kebenaran menurut Hesse (1995), (Outwaite, 1994), dan McCarthy (1982) adalah gagasan tentang kebenaran dan pada hakikatnya menuju pada bentuk interaksi yang bebas dari semua pengaruh yang mendistorsi. 7. Sistem Sosial Sistem sosial dalam teori stratifikasi fungsional merupakan sistem sosial yang terdiri atas aktor/peserta didik yang saling berinteraksi untuk mengoptimalkan kekuasaan dan kepentingannya dengan sistem simbol yang terstruktur secara 10

kultural (Parsons (1951). Lebih cenderung melihat peserta didik dari sisi status-peran dan lebih tertarik penggalian norma dalam sistem sosial daripada unit interaksinya. Hadirin yang saya hormati Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa syukur kepada Allah SWT atas anugrah yang diberikan kepada kami, dan ucapan terima kasih dan penghargaan atas bantuan, dorongan, dan jasa-jasa bapak/Ibu/Saudara mulai di dalam rahim ibu sampai saat ini.(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Ucapan terima kasih kepada Pemerintah RI, Kementerian Pendidikan Nasional, yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk memangku jabatan guru besar pada Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri Makassar. Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Rektor UNM, priode 2004-2008 Prof.Dr.H.M. Idris Arief , M.S. yang telah menyetujui pengangkatan saya sebagai guru besar. Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Rektor UNM, Prof. Dr. H. Arismunandar, M.Pd atas dukungan, arahan, dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan ini, dan juga para Rektor sebelumnya, Prof. Dr. H. Syahruddin Kaseng, Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa. Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada ketua dan anggota majelis guru besar dan senat UNM yang memberikan dorongan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan guru besar ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada para dekan, Dr.H. Mansur Akil, M.Pd, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Rasyid, Prof. Dr. Hj. Hafsah Nur, Prof.Dr. H. Zainuddin Taha, Drs. H. Abdul Azis, Prof. Drs. Said Mursalim,M.A., dan Drs.H. Abdul Hamid atas dukungan, arahan dan kerjasama yang baik. Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Dekan FBS dan para pembatu Dekan, senat FBS, dan Ketua dan Sekretaris jurusan/prodi di lingkungan FBS. Atas dukungan dan kerjasama yang baik sampai saat ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Dra. M.J. Rumate Memah, sebagai pembimbing dalam jenjang strata S1 di IKIP Ujung Pandang, Dr. Wibowo, M.Ed.(alm.), Dr. Drs. Abdul Hamid, M.Ed., Ph.D., (alm.) sebagai pembimbing dalam jenjang strata S2, Prof. Drs. H. Abdul Wahab. M.Ed. Ph.D., (alm.), Prof. Dr.H. Imam Syafiie, M.Pd., Dr. Djoko Saryono, M.Pd sebagai 11

promotor dan ko promotor dalam jenjang strata S3 di PPs Universitas Negeri Malang (UM), atas bimbingan, arahan, dan dorongan sehingga dapat menyelesaikan studi tepat waktu. (8) Penghargaan dan ucapan terima kasih, saya sampaikan kepada Guru saya di SMA Neg. 1 Watansoppeng, bapak Drs. Budiaman. BA, di SMP negeri Cabenge, bapak Drs.H.Andi Palancoi, di SD negeri Sumbang Alee, H. Andi Petau yang telah mendidik dan memotivasi, bahkan mendoakan saya sehingga berdampak positif dalam karier seperti ada yang terjadi hari ini, yaitu pengukuhan guru besar di UNM. (9) Begitu juga, saya ucapkan terima kasih kepada teman-teman di FBS, dan kolega di UNM, serta teman di S2 dan S3 di Univ. Neg. Malang atas dorongan, kerjasama dan bantuannya sehingga tugas di kampus dapat saya menyelesaikan dengan baik. (10) Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi, saya sampaikan atas kehadiran Bapak, Ibu, Saudara, para teman sekalian dalam acara pengukuhan guru besar. (11) Ucapan terima kepada istri yang tersayang, Hj. Rosmawarna.B., penuh pengertian, selalu mendampingi saya dan anak-anak yang tercinta, andi Iswan AJ (alm.), andi Iswanto Saputra AJ., mahasiswa Elektro Unhas, andi Iszulkarnain AJ., siswa MAN Makassar, andi Iszulkifli AJ., siswa SMPN 3 Makassar, andi Iswiranda AJ., SMPN 24 Makassar, Andi Isma Afrah Nailah AJ., 2 tahun, 2 bulan, Saudara dan sanak keluarga yang mulia, tanpa bantuan, pengertian, dorongan, dan doa, sulit dibayangkan saya berada di tempat mulia ini untuk menyampaikan pidato pengukuhan guru besar. (12) Akhirnya, perkenankanlah saya menyampaikan rasa hormat dalam lubuk hati yang paling dalam dan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang, ayahanda tercinta andi Palewai (almarhum) dan ibundah Sitti Halifah (almarhumah) yang mengasuh, membimbing, mendidik, berdoa selalu dengan penuh kesabaran, ketabahan, keikhlasan sejak lahir sampai ayahanda dan ibunda pulanng kerahmatullah. Semoga Allah STW melimpahkan rahmat dan rahimNYA kepada kita semua. Amin. Wabillahi taufik wal hidayat, warahmatullahi wabarakatuh. Daftar Pustaka Ambo Enre, F. 1992. Beberapa Nilai Sosial Budaya dalam Ungkapan dan Sastra Bugis. Ujung Pandang: Pinisi: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni. Edisi Khusus. 1 No: 1-32. 12 wassalamu alaikum

Budiman Hardiman, Fransisco. 2003. Kritik Ideologi: Menyingkap Kepenting-an Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas. Yogyakarta. Penerbit Buku Baik. Fairclough, Norman. 1989. Language and Power. England: Longman Group UK. Ali Bahasa oleh Rohmani Indah. 2003. Relasi Bahasa, Kekuasaan dan Ideologi. Boyan Publishing. Malang. Fairclough, Norman. 1995. Critical Discourse Analysis: the Critical Study of Language. New York: Longman Publishing. Fairclough, Norman (Ed). 1992. Critical Languange Awareness. New York: Longman Publishing. Terjemahan oleh Hartono. 1995. Kesadaran Bahasa Kritis. Semarang. IKIP Semarang Press. Foucault, Michel. 1997. Seks dan Kekuasaan. Penerjemah Rahayu S. Hidayat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Fowler, Roger. 1996. On Critical Linguistics. Dalam Carmen Rosa Caldas-Coulthard dan Malcolm Coulthard (ed.), Text dan Practices: Reading in Critical Discourse Analysis. London and New York: Routledge. Habermas, J. 1971. Knowledge and Human Interests. Boston. Beacon Press. Halliday, M.A.K and Hasan, Rugaiya. 1996. Cohesion in Englisch. London: Longman Haq, Hamka. 2003. Nilai Religi dan Kemanusiaan dalam Galigo. Makalah ini disajikan dalam Seminar Internasional Sawerigading. Masamba Sulawesi Selatan. 10-14 Desember. Jufri. 2002. Prinsip Strategi Pembelajaran Bahasa. Makassar. State University of Makassar Press. Jufri. 2006. Struktur Wacana La Galigo. Disertasi. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Jufri. 2007. Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya. Makassar: Badan Penerbit UNM. Jufri. 2008. Analisis Wacana Kritis. Makassar: Badan Penerbit UNM. Jufri. 2009. Analisis Wacana Budaya. Makassar: Badan Penerbit UNM. Jufri. 2010. Analisis Wacana Politik. Makassar. Laporan penelitian (belum diterbitkan). Lemlit UNM. Lee, Blaine. 2002. The Power Principle. Diterjemahkan oleh Saputra. A. Prinsip Kekuasaan. 2002. Jakarta. Binarupa Aksara. Mill, Sara. 1997. Knowing Your Place: A Maxist Feminist Stylistic Analysis. Dalam Michael Toolan (ed.), Language, Text and Context: Essay in Stylistics, London and New York: Routledge. 13

Ritzer, G., Goodman, D. 2003. Modern Sosiological Theory. Diterjemahkan Santoso, TB. Teori Sosiologi Modern. 2003. Jakarta: Prenada Media. van Dijk, T. 2001. Principles of Critical Discourse Analysis, dalam Margaret Wetherell, Stephanie Taylor and Simeon J. Yates. Discourse Theory and Practice A Reader (hal. 300-317). London: Sage Publications. Wahab, Abdul. 2003. Masa Depan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah. Makalah ini disajikan dalam Kongres Bahasa Indonesia VIII. Jakarta, 14-17 Oktober. Wetherell M, Taylor S, dan Yates S.J. 2001. Discourse Theory and Practice a Reader. London: Sage Publications.

RIWAYAT HIDUP NamaLengkap : Prof. Dr. Drs. H. Jufri. AP., M.Pd NIP : 1959 1231 1985 03 1016 Tempat Tanggal Lahir: Macanre, Soppeng, 1959 Pangkat/Golongan : Prmbina Utama Madya/ IV/d Pekerjaan : Dosen tetap FBS UNM Alamat Rumah : BTN Tabaria Blok M. 19 Makassar (Komplek PU Jl. Muhajirin) Telp. : 0411 888548, HP. 082188156567 Email : [email protected]. Bidang keahlian : Pendidikan Bahasa Bapak Kandung : Andi Palewai (almarhum) Ibu Kandung : Sitti Halifah (almarhumah) Anak Kandung : Andi Iswan (almarhum) Andi Iswanto Saputra. AJ (mahasiswa Elektro Unhas) 14

Andi Iszulkarnain. AJ. (siswa MAN Model Makassar) Andi Iszulkifli. AJ. (siswa SMPN 3 Makassar) Andi Iswiranda. AJ (siswa SMPN 26 Makassar) Andi Isma Afrah Nailah (2tahun, 2 bulan) Riwayat Pendidikan 1. Sekolah Dasar, 1971 di Soppeng 2. SMP, 1974 di Soppeng 3. SMA, 1977 di Watansoppeng 4. Sarjana pendidikan Bahasa Asing/Jerman, 1984 di Ujung Pandang 5. Master Pendidikan Bahasa Indonesia, 1996 di PPs Univeristas Negeri Malang 6. Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia, 2006 di PPs Universitas Negeri Malang Matakuliah yang dibina 1. Metodologi Penelitian 2. Stategi Pembelajaran Bahasa 3. Analisis Wacana/Analisis Wacana Kritis 4. Perencanaan Pembelajaran Bahasa 5. Analisis Bahan Pembelajaran 6. Seminar Pengajaran Bahasa 7. Desain dan kurikulum bahasa 8. Filsafat Ilmu 9. Teori Aspek Keterampilan Berbahasa 10. Pengantar Komputer

Publikasi Ilmiah/Jurnal Implementasi Latihan Kemampuan Produktif Bahasa dalam Kontakte Deutsch bagi Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Vol.11 No.1 Maret 2006. 2. Pelestarian Bahasa Daerah, Perilaku dan Budayanya untuk Memperkukuh Budaya Bangsa. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Vol.08 No.1 Desember 2003. 3. Pembelajaran BIPA yang Humanis. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Vol.11 No.02 Juli 20061.

15

Representasi Ideologi Kultural dalam Kata: Suatu Kajian Wacana Kritis. Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya (JBSP): WACANA KRITIS. 2007, Vol.12 No.02 Juli 2007. 5. Struktur Wacana Lontara La Galigo. Artikel untuk Jurnal Internasioanal Beriga, Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Kebudayaan, Belia dan Sukan Negara Brunei Darussalam, 2007. 6. Strutur Mikro Wacana Lontara La Galigo: Suatu Kajian Kritis. Jurnal Retorika Fakultas Bahasa dan Seni UNM, 2007. 7. Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Vol.10 No.2 Desember 2005. 8. Penggunaan Kosakata dalam Wacana Berita tentang SBY sekitar Pemilu 2004. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, Vol.10 No.1 Maret 2005. 9. Struktur Wacana dalam LLG. Bulletin Penelitian, Seri: Sosial Budaya dan Humanoria, Maret 2007.Vol. 6 Edisi Khusus, Akreditasi No, 55/Dikti/Kep./2005. 10. Struktur Makro Wacana Berita Pencemaran Nama Baik pada Media Massa Cetak. Jurnal Vol.14. Juli 2009. ISSN 08533563. Wacana Kritis: Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya.4.

Penulisan Buku 1. Analisis Wacana Budaya. Buku. ISBN. 978-602-8111-41-6. Badan Penerbit Universitas Negeri Makasar, 2009. 2. Analisis Wacana Kritis. Buku. 978-979-26-4894-2. 2008. 3. Analisis Wacana Pembelajaran. Draf Buku. 2009. 4. Analisis Wacana Politik: Tahap kedua. Draf buku. 2010. 5. Analisis Wacana Politik: Tahap Pertama. Draf Buku. 2008. 6. Metode Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya. Buku. ISBN 978-979-26-4841-6, Badan Penerbit Universitas Negeri Makasar, 2007. 7. Metode Penelitian Bahasa, Sastra, dan Budaya. Buku. ISBN 978-979-26-4841-6. 2007. 8. Pemeliharaan Budaya Nusantara. Editor, draf Buku 2006. 9. Perencanaan Pengajaran Bahasa Asing/Jerman. Buku, 1993. 10. Prinsip-Prinsip Strategi Pembelajaran Bahasa. Buku. ISBN 979-8416-51-1, State University of Makassar Press. 2001.

Pertemuan Ilmiah 1. Analisis Data Kualitatis. Makalah. Juli 1995. 16

2. Analisis Esistensi Tokoh dalam Buku Sampar. Review. Juli 1995. 3. Analisis Kritis Lontara La Galigo versi Bahasa Indonesia. Makalah. 2005 4. Analisis Tes Bahasa Indonesia Catur Wulan I di SMA Negeri I Malang. Makalah. Desember 1995. 5. Analisis Wacana Kritis terhadap Surat Kabar. Makalah. 2004 6. Beberapa Aspek dalam Angcangan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa. Makalah, 1999 7. Beberapa Aspek Penting penerjemahan ke Bahasa Indonesia. Makalah. April 1995. 8. Beberapa Strategi Langsung yang Berhubungan dengan Bahasa. Makalah . 2005 9. Belajar Bahasa Indonesia untuk Orang Asing Tingkat Lanjut. Makalah. 2005 10. Deskripsi Model Fungsi Bahasa dalam Pengembangan Penelitian Sosiolinguistik. Makalah, 1987. 11. Eksistensi Beberapa Jenis Korpus Bahasa dalam Penelitian Kualitatif. Malakah, 1989. 12. Filsafat dan Sistem Pendidikan, serta problematiknya di India. Makalah. 1994 13. Kaidah Bahasa Indonesia Baku dalam Penulisan Karya Ilmiah. Makalah. Mei 1995. 14. Kecenderungan Perkembangan Iptek Dewasa Ini, Makalah. 2003 15. Konsep Dasar Strategi Belajar Bahasa. Makalah . 2005 16. Landasan EmpIris dan Konseptual dalam Belajar-Mengajar Bahasa Kedua. Makalah. 2005 17. Langkah Pertama dalam Perkembangan Bahasa Anak. Makalah. 2003 18. Managemen Kearsipan dan Kesekertariatan. Makalah disajikan pada Pelatihan Kepala Tata Usaha dan Staf Administrasi di Sul-Sel, 2001. 19. Membaca dan Teori Skemata. Makalah Disajikan pada Seminar Bulan Bahasa, 2001. 20. Menyikapi Pembelajaran Menulis Karangan dengan Strategi Quantum Learning yang ditulis oleh Sukirno. Makalah . 2005 21. Model Pengembangan Multi Media terhadap Bahan Ajar Membaca Bahasa Di SMA. Makalah. 2005 22. Norma Pedagogis Belajar Bahasa Asing. Makalah . 2004 23. Pembelajaran Bahasa Kedua. Makalah. 2005 24. Pembelajaran Bahasa secara Umum: Membaca dan Menulis. Makalah. 2005 17

25. Pemerolehan Bahasa Kedua. Makalah. 1994. 26. Pendekatan Integratif dalam Pembelajaran Bahasa Jerman sebagai Bahasa Asing di Indonesia. Makalah Internasional, 1997. 27. Pengajaran Budaya: Strategies for Foreign Language Educators. Makalah. 2005. 28. Pengaktualisasian Pembelajaran Bahasa Asing di SMA. Makalah, 1993. 29. Pemanfaatan Lontara sebagai Sumber Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa SMA Di Sul-Sel. Makalah. 2003 30. Peningkatan Kualitas Kemampuan Mahasiswa Bebahasa Jerman dalam Mata Kuliah Sprachbeherschung di Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman FBS Universitas Negeri Makassar. Makalah. 2003 31. Penyantiran Tema dalam Kalimat Berstruktur TemaRema Bahasa Indonesia. Makalah. Juli 1995. 32. Peranan Paket Belajar dalam Perencanaan Pengajaran Pengajaran Bahasa Makalah, 1991. 33. Perancangan Pengajaran Bahasa di Indonesia. Makalah, 1996. 34. Pengembangan Lontara sebagai Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia: Interpretasi Wacana dalam Perspektif Konteks. Makalah. 2003 35. Perkembangan Lanjut Bahasa Anak. Makalah. 2003 36. Prinsip Analisis Wacana Kritis versi Teun A. Van Dijk dalam Margaret W. 2001. Makalah . 2005 37. Pengembangan Metode Keilmuan di Perguruan Tinggi. Makalah. 1995 38. Pengembangan Metode Keilmuan di Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman/Asing FBS UNM dalam Kecenderungan Perkembangan Iptek Dewasa Ini. Makalah . 2005 39. Penigkatan Proses Belajar Mengajar di Kelas dan di Luar Kelas. Makalah. 2005 40. Representasi Pola Pikir Masyarakat Bugis dalam Wacana Lontara: Suatu Kajian Fenomenologi Hermeneutika, Makalah. 2003 41. Selayang Pandang Pengajaran Bahasa Asing di Indonesia. Makalah, 1985. 42. Sistem Pendidikan: Tantangan dan Harapan. Makalah. 2004 43. Sosialisasi Ratifikasi HAM Internasional. Power Point. 2001 44. Strategi Pembelajaran Bahasa Berfokus pada Peserta Didik. Makalah. 2005

18

45. Strategi tidak Langsung dalam Pengelolaan Kelas Bahasa. Makalah. 2005 46. Supervisi Klinik Disajikan di Depan Para Pengawas Guru Agama Depag Prop. Sul-Sel. Makalah. 2002. 47. Taksonomi Jufri dalam Lontara: kajian Analisis Wacana. Makalah . 2005 48. Tindak Tutur Direktif Anak dalam Bahasa Indonesia. Makalah. 1995 49. Upaya Peningkatan Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Makalah. 2004 50. Upaya Peningkatan Tenaga Kependidikan Bahasa Asing/Jerman dalam Perspektif Desentralisas. Makalah. 2005 51. Vitalisasi Labotarorium Bahasa dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Bahasa. Makalah, 2002. 52. Metode Pembelajaran Berabasis Pembentukan Karakter & Soft Skill. Makalah. Workshop, PHK PPL dan Microteaching Universitas Muhammadyah Parepare. Oktober 2007. 53. Menyusun Usulan Penelitian Tindakan Kelas. Pemakalah, Semlok Block Grant PTK kerjasama Direktorat Profesi Pendidik, Dirjen PMPTK, Depdiknas. Oktober 2007. 54. Studi Kasus terhadap Mahasiswa dan Alternatif Pemecahan dalam upaya Peningkatan Kualitas Mahasiswa. Makalah, 1991. 55. Prosedur dan Teknik Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah. 2005. 56. Penelitian Tindakan Kelas. Materi disajikan dalam Lokakarya dan Pelatihan Guru Seni Budaya tingkat nasional. 2008.

Penelitian 1. Analisis Perbandingan Tingkat Efektivitas antara Metode Diskusi dan Metode Ceramah dalam Mata Kuliah Perencanaan Pengajaran Bahasa di SMA Negeri di Ujung Pandang. Penelitian, 1991. 2. Hubungan antara Intelegensi dan Afektif dengan Prestasi Mahasiswa di Jurusan Pendidikan Bahasa Asing (Jerman) FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1989. 3. Hubungan antara Motivasi Belajar Bahasa dengan Prestasinya di SMA Neg. 2 Ujung Pandang dan SMA Neg. Maros. Penelitian, 1990.

19

Hubungan antara Sikap orang tua terhadap Remaja dan Prestasi Belajar dengan diri Remaja. Reviewer. 1995. 5. Kajian Latihan Kemampuan Produktif Bahasa Jerman dalam Buku Kontakte Deutsch bagi Siswa SMU. Penelitian, 1998. 6. Kemampuan Mahasiswa Melaksanakan PPL di SMA Neg. 2 Ujung Pandang dan SMA Neg. Maros. Penelitian, 1989. 7. Keterampilan Membaca Bahasa Mahasiswa Memester III Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1989. 8. Korelasi antara NEM dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS Ujung Pandang. Penelitian, 1991 9. Korelasi antara Prestasi Belajar Mahasiswa dalam Matakuliah Perencanaan Pengajaran Bahasa dengan Prestasi MicroTeaching. Penelitian, 1992. 10. Korelasi antara Sikap dengan Prestasi Belajar Bahasa FBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1993. 11. Korelasi antara Strategi Belajar dan Hasil Belajar Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian. September. 1994. 12. Korelasi antara Tingkat Motivasi dan Intelegensi dengan Prestasi Belajar Bahasa FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1992. 13. Pengaruh Kemampuan Membaca Literal dan Kritis Mahasiswa terhadap IPK Mahasiswa di FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1989. 14. Pengembangan Latihan Kemampuan Produktif dan Reseptif Bahasa bagi Siswa SMU Negeri 5 Makassar. Penelitian, 2000. 15. Penguasaan Materi Bahasa Jerman dan Inggris dikaitkan dengan Penggunaan Didaktik-Metodik pada SMA Neg. di Ujung Pandang. Penelitian, 1985. 16. Penilaian Kemampuan Guru terhadap Prestasi Belajar Bahasa Jerman di SMA Neg. Se-Kota Madya Ujung Pandang. Penelitian, 1991. 17. Penilaian Kemampuan Guru terhadap Prestasi Siswa Belajar Bahasa. Penelitian, 1993. 18. Proses Belajar-Mengajar dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di SMA Muhammadyah 17 Malang. Suatu Studi Kasus. Penelitian. 1995. 19. Studi Kajian terhadap Perbandingan hasil Belajar Mahasiswa di FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1989.4.

20

Studi Kasus terhadap IPK Mahasiswa di bawah dua di Jurusan Pendidikan Bahasa Asing FPBS IKIP Ujung Pandang. Penelitian, 1990. 21. Studi Perbandingan antara Metode Ceramah dan Metode Diskusi terhadap Prestasi Mahasiswa dalam Mata Kuliahan Perencanaan Pengajaran Bahasa Jerman di FBS. Penelitian, 1991. 22. Struktur Wacana Media Fenomena Politik dan Sosial Pascareformasi. Penelitian Hibah Pascasarjana. 2009. 23. Struktur Wacana Politik dan Wacana Pendidikan Pascareformasi. Penelitian Hibah Pascasarjana .201020.

Tugas Akhir S1, S2, dan S3 Lesenunterricht an der SMA. (Pembelajaran Membaca di SMA), Skripsi, FPBS IKIP Ujung Pandang, 1984. 2. Analisis Latihan Bacaan Bahasa bagi Pembelajar SMU dalam Kontakte Deutsch. Tesis, PPs IKIP Malang, 1997. 3. Struktur Wacana Lontara La Galigo. Disertasi, PPs Universitas Negeri Malang, 2006.1.

Pelatihan 1. Metodik pengajaran buku KD 1 di Makassar. 1984. 2. Penataran Guru bahasa Jerman di Jakarta. 1984. 3. Penataran guru bahasa Jerman tingkat lanjut di Jakarta. 1985. 4. Penataran guru bahasa Jerman di PT di Bali. 1990. 5. Sparchkurz di Jerman Barat. 2007. 6. Pelatihan ToT HAM di Makassar. 2002. Tanda Jasa dan Penghargaan 1. Dosen Teladan I di IKIP Ujung Pandang. 1989. 2. Satya Lancana Karya Satya XX tahun 2007. Pengabdian pada Masyarakat 1. Pelatihan Pengunaan Laboratorium Bahasa Multi Media di FBS UNM, 2007. 2. Pelatihan Kontakte Deutsch bagi anggota Ikatan Guru Bahasa Jerman Indonesia (IGBJI) cabang Sul-Sel. 2000. 3. Penyuluhan HAM bagi anggota POLRI di Sulawesi Selatan kerjasama dengan UNHCR dan Pemerintah RI. 2001-2002.

21

22