pidato pengukuhan gb budi santosa wignyosukarto

28
Yang terhormat Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada, Ketua dan Anggota Majelis Guru Besar, Universitas Gadjah Mada, Rektor dan para Wakil Rektor, Universitas Gadjah Mada, Ketua dan Anggota Senat Akademik, Universitas Gadjah Mada, Segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada, Para tamu undangan dan hadirin yang saya hormati, Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Alhamdulillahirabilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, sehingga dapat hadir pada acara hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat. Pada hari yang berbahagia ini, perkenankanlah saya menyampaikan Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar di Bidang Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, dengan judul : Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium 2015 Hadirin yang terhormat, Air adalah salah satu sumberdaya yang mendukung keberlangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya, yang merupakan elemen utama kehidupan yang berkelanjutan, seperti yang tertulis dalam Q.S. Al Anbiyaa (21:30), “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Air merupakan kebutuhan pokok kita sehari-hari, kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Banyak orang berpikir bahwa air adalah sumberdaya yang tidak terbatas, walaupun sebenarnya hanya satu persen dari semua air yang tersedia di bumi ini berupa air segar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dengan siklus hidrologisnya, air dianggap sebagai sumberdaya yang dapat terbaharukan. Namun dengan semakin ber- kembangnya jumlah penduduk, meningkatnya perkembangan ekono-

Upload: dian-pratiwi

Post on 30-Jun-2015

153 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

Yang terhormat Ketua dan Anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada, Ketua dan Anggota Majelis Guru Besar, Universitas Gadjah Mada, Rektor dan para Wakil Rektor, Universitas Gadjah Mada, Ketua dan Anggota Senat Akademik, Universitas Gadjah Mada, Segenap Sivitas Akademika Universitas Gadjah Mada, Para tamu undangan dan hadirin yang saya hormati, Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillahirabilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, sehingga dapat hadir pada acara hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat.

Pada hari yang berbahagia ini, perkenankanlah saya menyampaikan Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar di Bidang Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, dengan judul :

Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium 2015

Hadirin yang terhormat,

Air adalah salah satu sumberdaya yang mendukung keberlangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya, yang merupakan elemen utama kehidupan yang berkelanjutan, seperti yang tertulis dalam Q.S. Al Anbiyaa (21:30), “Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup”. Air merupakan kebutuhan pokok kita sehari-hari, kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air kita akan mati dalam beberapa hari saja. Banyak orang berpikir bahwa air adalah sumberdaya yang tidak terbatas, walaupun sebenarnya hanya satu persen dari semua air yang tersedia di bumi ini berupa air segar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Dengan siklus hidrologisnya, air dianggap sebagai sumberdaya yang dapat terbaharukan. Namun dengan semakin ber-kembangnya jumlah penduduk, meningkatnya perkembangan ekono-

Page 2: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

2

mi, semakin intensifnya penggunaan air dan pencemaran air selama beberapa dekade terakhir ini serta perubahan iklim global, telah terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Ketidakseimbangan ini telah memicu terjadinya krisis air di hampir pelosok dunia. Diperkirakan pada tahun 2025, hampir 3,5 miliar manusia, akan mengalami kekurangan air dan 2,5 miliar manusia akan hidup tanpa sanitasi yang layak. Semua orang berharap bahwa seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga terhadap cemaran. Namun kenyataannya air selalu dihamburkan, dicemari, dan disia-siakan. Hampir separo penduduk dunia, hampir seluruhnya di negara-negara berkembang, menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang tercemar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2 miliar orang kini menyandang risiko menderita penyakit diare yang disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-anak setiap tahun.

Dalam Country Report for the 3rd World Water Forum Kyoto – Japan, March 2003, dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya air di Indonesia menghadapi problema yang sangat kompleks, mengingat air mempunyai beberapa fungsi baik fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang masing dapat saling bertentangan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas kegiatan ekonomi, telah terjadi perubahan sumberdaya alam yang sangat cepat. Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah pertanian, pemukiman dan industri, yang tidak terkoordinasi dengan baik dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir. Di Pulau Jawa, yang hanya mempunyai 4,5% potensi air tawar nasional, harus menopang kebutuhan 60% jumlah penduduk Indonesia, hampir 70% daerah irigasi Indonesia, dan harus melayani 70% kebutuhan air industri nasional. Hal itu telah mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara para pengguna air baik untuk kepentingan rumah tangga, pertanian dan industri, termasuk penggunaan air permukaan dan air bawah tanah di perkotaan. Saat ini sektor pertanian menggunakan hampir 80% kebutuhan air total, sedangkan kebutuhan

Page 3: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

3

untuk industri dan rumah tangga hanya 20%. Pada tahun 2020, diperkirakan akan terjadi kenaikan kebutuhan air untuk rumah tangga dan industri sebesar 25% - 30%. Selain itu, beberapa daerah aliran sungai di Pulau Jawa telah mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, erosi yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya sedimentasi di beberapa waduk yang telah dibangun di sungai Citarum, Brantas, Serayu-Bogowonto dan Bengawan Solo. Sedimentasi tersebut akan mengurangi usia tampung waduk, usia tampung beberapa waduk tersebut diperkirakan hanya akan mampu memenuhi kebutuhan air baku hingga tahun 2010 saja. Disisi lain penambangan pasir yang intensif telah mengakibatkan penurunan dasar sungai di beberapa tempat yang membahayakan konstruksi beberapa jembatan dan bangunan pengambilan air untuk irigasi. Pengambilan air tanah yang berlebihan di beberapa akuifer di kota-kota besar di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya) telah mengakibatkan terjadi intrusi air laut dan penurunan elevasi muka tanah. Ketidaktersediaan sistem sanitasi dan pengolah limbah industri yang baik, juga telah mengakibatkan terjadinya pencemaran air tanah dan sungai oleh buangan air rumah tangga dan industri, terutama di musim kemarau. Di saat lain, dimusim hujan, banjir terjadi di mana-mana, akibat karena semakin kecilnya daerah resapan, turunnya kapasitas sungai dan rusaknya sistem drainasi internal.

Pengelolaan sumberdaya air yang kompleks ini menjadi tantangan utama dalam upaya pencapaian tujuan Pembangunan Milenium yang dicanangkan di tahun 2000, terutama dalam pencapaian tujuan pertama, memberantas kemiskinan dan kelaparan, serta tujuan ke tujuh target sepuluh, mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum.

Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals) Para hadirin yang saya muliakan, Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara

Page 4: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

4

anggota PBB yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Milenium. Deklarasi itu berdasarkan pendekatan yang inklusif, dan berpijak pada perhatian bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia. Dalam konteks inilah negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals 2015(MDGs). Setiap tujuan (goal) memiliki satu atau beberapa target. Target yang tercakup dalam MDG sangat beragam, mulai dari mengurangi kemiskinan dan kelaparan, menuntaskan tingkat pendidikan dasar, mempromosikan kesamaan gender, mengurangi kematian anak dan ibu, mengatasi HIV/AIDS dan berbagai penyakit lainnya, serta memastikan kelestarian lingkungan hidup dan membentuk kemitraan dalam pelaksanaan pembangunan. Bagi pengelola sumberdaya air, maka tujuan pertama : mengurangi kemiskinan dan kelaparan, serta tujuan ketujuh target kesepuluh: mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum merupakan tantangan terbesar yang harus dicapai.

Upaya memberantas kemiskinan tidak terlepas pada upaya penyediaan pangan yang cukup dan terjangkau bagi masyarakat. Pertanian sebagai usaha penyediaan pangan, saat ini dipandang sebagai pemakai air terbesar, hampir 70% dari jumlah air dunia dipakai untuk keperluan pertanian. Delapan puluh persen diantara lahan pertanian di negara berkembang, yang menghasilkan 60% jumlah pangan, masih tergantung pada air hujan. Hanya 20% daerah pertanian yang mempunyai jaringan irigasi, namun dapat memproduksi 40% pangan dan hampir 60% produksi biji-bijian. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk sebesar 2 miliar pada tahun 2030 (FAO, 2003), untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan dunia, maka diperlukan peningkatan jumlah daerah irigasi sebesar 40 juta hektar (20%), yang tentunya akan semakin meningkatkan kebutuhan air irigasi. Pada saatnya, pemakaian air untuk kepentingan pertanian akan berkompetisi dengan pemakaian untuk keperluan rumah tangga dan industri. Oleh karena itu diperlukan peningkatan efisiensi pemakaian air untuk irigasi. Dari sebuah hitungan dinyatakan bahwa peningkatan produktivitas air sebesar 1% dalam memproduksi pangan akan dapat memberikan kelebihan air sebesar 24 liter per hari

Page 5: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

5

per orang. Peningkatan nilai manfaat air bagi pertanian, baik pada lahan irigasi maupun lahan tadah hujan, diartikan sebagai peningkatan jumlah atau nilai produksi pertanian untuk setiap unit air yang diberikan. Upaya yang penting lainnya adalah upaya mengurangi kehilangan air baik yang berupa perkolasi, drainasi, resapan. Pemberian air diusahakan hanya untuk pemenuhan evapotranspirasi tanaman saja. Di aras lahan petani, upaya peningkatan produktivitas air, mengharapkan perubahan pola pengelolaan air, tanah dan tanaman. Salah satu cara budidaya padi hemat air adalah SRI (System of Rice Intensification) yaitu teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Metode ini pertama kali ditemukan di Madagaskar antara tahun 1983-1984 oleh biarawan Yesuit asal Perancis bernama FR. Henri de Laulani, S.J. Uji coba pola SRI pertama di Indonesia dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi, Jawa Barat pada musim kemarau 1999 dengan hasil 6,2 ton/ha dan musim hujan 1999/2000 dengan hasil rata-rata 8,2 ton/ha. Di Tamil Nadu, India, metoda ini dapat menghemat air irigasi sebesar 58 % (WWF, 2006)

Dibidang penyediaan air bersih dan sanitasi, WHO pada tahun 2003 melaporkan bahwa dari 6 miliar penduduk dunia, masih ada 1,1 miliar orang yang tidak mempunyai akses terhadap air bersih, dimana 63% - nya berada di Asia. Sedangkan survey WHO yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 217 juta penduduk Indonesia, dengan komposisi populasi 44% berada di perkotaan dan sisanya di pedesaan, sebanyak 78% penduduk memiliki akses terhadap air (improved water). Namun yang mendapat pelayanan dari PDAM hanya 17% rumah tangga (ADB, 2006).

Menurut Human Development Report UNDP 2006, ketidak merataan ketersediaan air merupakan masalah utama dalam penyediaan dan distribusi air. Wilayah America Latin memiliki 31% ketersediaan air dunia, sehingga penduduknya mendapatkan air 12 kali lebih banyak dari mereka yang berada di Asia Selatan. Beberapa negara, seperti Brazil dan Kanada, memiliki ketersediaan air jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan, sedangkan negara-negara lain seperti di Timur Tengah, ketersediaannya jauh lebih kecil dari yang

Page 6: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

6

dibutuhkan penduduknya. Negara kekurangan air seperti Yaman (hanya 198 m3 perorang), tidak bisa mendapatkan kelebihan air Kanada (90.000 m3 perorang). Juga wilayah Cina dan India yang kekurangan air, tidak dapat ditolong oleh wilayah Iceland yang ketersediaan airnya 300 kali lebih banyak dari kebutuhan minimum perorangnya. Indonesia sebetulnya memiliki tingkat ketersediaan air yang cukup berlimpah yaitu rata-rata sebesar 15.500 m3 perorang pertahunnya, sembilan kali dari minimal kebutuhan 1.700 m3 perorang. Akan tetapi masalahnya sama, ada ketidakseimbangan antara ketersediaan dan distribusi, dan ketersediaannya sangat tergantung pada musim. Masalah terbesar saat ini adalah di mana pulau-pulau yang paling padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Nusa Tenggara Timur, memiliki ketersediaan air yang jauh lebih kecil dari permintaan akan air bersih. Air yang tidak cukup itupun sebagian besar sudah sangat tercemar. Pulau Jawa hanya mempunyai 4,5% potensi air tawar nasional, tetapi harus menopang 65% jumlah penduduk Indonesia. Akibatnya Jawa mengalami krisis air, terutama di musim kemarau. Padahal, permintaan akan air bersih, tiap tahunnya semakin meningkat. Menurut proyeksi pemerintah, pertambahan permintaan air bersih di Indonesia dari tahun 1990 sampai 2020 mencapai 220%

Sehubungan dengan krisis air, Kemal Dervis, Administrator UNDP, pada Peringatan Hari Air Sedunia 22 Maret 2007 menyatakan bahwa sesungguhnya, tantangan mendasar krisis air adalah kesenjangan akibat ketidaksetaraan. Walaupun secara harafiah dunia tidak kehabisan air, kelangkaan air merupakan ancaman nyata dalam pembangunan manusia di berbagai tempat dan sebagian besar penduduk dunia. Sekitar 700 juta penduduk di 43 negara hidup di bawah ambang batas kebutuhan air minimum yaitu 1,700 m3 per orang per tahun. Dalam 20 tahun, 3 miliar penduduk dunia akan hidup di bawah ambang batas tersebut. Meningkatnya kebutuhan air akibat perluasan kota, industri, pertanian, serta tuntutan akan energi semakin menyulitkan kondisi masyarakat miskin yang sudah rentan terhadap ketersediaan makanan dan mata pencarian. Laporan Pembangunan Manusia 2006 menyerukan pengakuan terhadap kebutuhan air bersih dengan harga yang terjangkau sebagai hak asasi manusia, demikian

Page 7: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

7

pula dengan Rencana Aksi Global untuk menanggapi krisis air. Ironisnya, kita hidup dalam dunia dimana semakin kecil pendapatan seseorang, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya akan air. Rumah tangga yang termiskin di Negara berkembang menghabiskan hampir 10% dari pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan akan air, sementara di negara maju, jika pendapatan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan akan air melebihi 3%, keadaan tersebut akan dipandang sebagai kesulitan ekonomi. Yang menarik dari pernyataan Kemal Darvis adalah bahwa “jalan keluar tidak semata terbatas pada hidrologi dan urusan teknis; peranan yang lebih besar tergantung pada kekuasaan, politik, dan tata pemerintahan di setiap jajaran, secara kolektif, kita memiliki perangkat untuk menghadapi krisis air global; yang kita butuhkan sekarang adalah komitmen, niatan politik kolektif serta kebijakan yang memadai untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut”. Pernyataan tersebut membuat rasa ingin tahu saya untuk merenungkan lebih dalam pengaruh sosial dan politis dalam penentuan kebijakan pengelolaan sumberdaya air, di luar pendekatan teknis hidrologis dan hidraulis yang sudah biasa saya lakukan selama ini. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu Para hadirin yang saya hormati,

Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu (Integrated Water Resources Management, IWRM) merupakan suatu proses koordinasi dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air dan lahan serta sumberdaya lainnya dalam suatu wilayah sungai, untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan kesejahteraan sosial yang seimbang tanpa meninggalkan keberlanjutan ekosistem. Pengelolaan sumberdaya air terpadu memfokuskan pada pengelolaan terpadu antara kepentingan bagian hulu dan kepentingan bagian hilir sungai, pengelolaan terpadu antara kuantitas dan kualitas air, antara air tanah dan air permukaan, serta antara sumberdaya lahan dan sumberdaya air. Konsep IWRM ini

Page 8: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

8

diharapkan dapat mengatasi masalah kelangkaan air, banjir, polusi hingga distribusi air yang berkeadilan.

Perjalanan konsep IWRM ini sudah sangat panjang, di Indonesia juga dikenal slogan, One River-One Plan-One Management. Namun hingga saat ini koordinasi antar sektor yang menguasai empat hal yang perlu diterpadukan tersebut di atas, belum dapat berjalan dengan baik. Penebangan hutan terus berlanjut hingga mengakibatkan bencana banjir serta sedimentasi waduk dan muara sungai, pengambilan air tanah (blue water) yang lebih sulit diperbaharui terus berlangsung tanpa memperhatikan kemungkinan penurunan muka tanah dan intrusi air asin, penggalian pasir tidak terkendali, sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi dasar sungai yang membahayakan beberapa infrastruktur lainnya.

Upaya untuk koordinasi pengelolaan sumberdaya air pernah dilakukan oleh pemerintah pada kesempatan memperingati Hari Air Sedunia XII tahun 2004 pada tanggal 23 April 2004. Pada saat itu dicanangkan komitmen pemerintah dalam pengelolaan Sumber Daya Air dengan penandatanganan Deklarasi Nasional Pengelolaan Air yang Efektif dalam Penanggulangan Bencana oleh 11 Menteri dalam koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang terdiri dari Menko Kesra, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Kesehatan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan, Menteri Sosial, Menteri Negara Riset dan Teknologi, serta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Lagi-lagi, mengingat kondisi Sumberdaya Air di Indonesia sudah mencapai tingkat krisis yang langsung mempengaruhi: kemiskinan, kekurangan pangan; menghambat pertumbuhan ekonomi sosial budaya bangsa dan terganggunya ekosistem, maka Presiden Susilo Bambang Yudoyono di Jakarta pada tanggal 28 April 2005 mencanangkan Gerakan Nasional Kemitraan Penyelematan Air (GN-KPA) guna peningkatan keterpaduan implementasi kebijakan pengelolaan untuk keberlanjutan fungsi sumberdaya air. GN-KPA pada intinya memuat 6 komponen strategis, yakni (1) Penataan Ruang, pembangunan fisik, pertanahan dan kependudukan; (2) Rehabilitasi

Page 9: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

9

hutan dan lahan serta Koservasi sumber daya air; (3) Pengendalian daya rusak air; (4) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air; (5) Penghematan penggunaan dan pengelolaan permintaan air; dan (6) Pendayagunaan sumber daya air secara adil, efisien dan berkelanjutan. Dengan telah dicanangkannya GN-KPA, diharapkan urusan air adalah urusan semua pemegang kepentingan baik masyarakat, pengguna air lainnya dan pemerintah.

Pada bulan Maret 2006, Bank Pembangunan Asia (ADB) mengenalkan Water Financing Program 2006 – 2010, untuk membantu memperkenalkan program IWRM di 25 wilayah sungai di Asia – Pasifik, termasuk 5 wilayah sungai di Indonesia, diantaranya Wilayah Sungai Citarum, Ciliwung-Cisadane, Ciujung, Progo-Opak-Oya. ADB mempunyai 25 elemen sebagai indikator kondisi IWRM di sebuah Wilayah sungai, antara lain keberadaan: Organisasi Pengelola Wilayah Sungai (RBO), partisipasi para pemegang kepentingan, perencanaan wilayah sungai, kesadaran publik, alokasi air, hak atas air, ijin pembuangan limbah, pembiayaan IWRM, nilai/harga air, peraturan pengelolaan air, infrastruktur yang mempunyai multi-manfaat, partisipasi sektor swasta lewat CSR (corporate social responsibility), pendidikan tentang pengelolaan wilayah sungai, pengelolaan daerah tangkapan air, kebijakan tentang aliran penyangga kualitas lingkungan, manajemen bencana, peramalan banjir, rehabilitasi kerusakan akibat banjir, monitoring kualitas air, upaya perbaikan kualitas air, konservasi lahan basah (rawa), perlindungan dan peningkatan ikan di sungai, pengelolaan air tanah, konservasi air dan sistem informasi guna mendukung penentuan kebijakan.

Seperti yang disampaikan oleh Kemal Dervis, Administrator UNDP, bahwa sesungguhnya, tantangan mendasar krisis air adalah kesenjangan akibat ketidaksetaraan. Oleh karena itu indikator kesuksesan IWRM tentang alokasi air, hak atas air dan nilai/harga air menjadi sangat menarik untuk saya bahas pada kesempatan ini. Kebijakan alokasi air yang dapat mengatasi kesenjangan akibat ketidaksetaraan sangat diharapkan oleh petani yang membutuhkan air dengan “nilai ekonomis” yang rendah. Kebutuhan air untuk irigasi persawahan paling dominan dan mempunyai nilai ekonomis yang rendah. Kebutuhan air untuk menjaga kualitas lingkungan hampir

Page 10: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

10

tidak mempunyai nilai ekonomis, sehingga saat ini orang hampir tidak peduli dengan kualitas air di sungai atupun sumber air lainnya. Kebutuhan air untuk industri tidak banyak namun mempunyai nilai ekomis yang lebih menarik.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan air dan terjadinya kelangkaan ketersediaan air, orang mulai terpancing untuk berpikir dan memandang air sebagai barang ekonomi (economic goods). Seperti yang tercantum dalam Dublin Priciples (1992) Water has an economic value in all its competing uses and should be recognized as an economic good. Kelangkaan air dianggap sebagai peluang ekonomi. Buat mereka, kelangkaan air harus diatasi dengan efisiensi pemakaian, yang ditindaklanjuti dengan pembatasan pemakaian air dengan cara menaikkan nilai ekonomi air sehingga orang akan berhati-hati memakai air karena mahal. Saat sebagian orang tertarik untuk menjual air langsung sebagai barang komoditi, beberapa pemakai air lainnya mulai terganggu, karena bagi budidaya pertanian, ketersediaan air akan dapat menunjang peningkatan produksi pangan, peningkatan pendapatan petani, lapangan pekerjaan dan ketahanan pangan. Kebutuhan air bagi keperluan pertanian di beberapa Negara Asia hampir mencapai 90% dari tingkat ketersediaan air demikian juga di Indonesia. Hal ini karena sebagian besar masyarakatnya hidup dari pertanian dan ketahanan pangan menjadi komponen utama bagi ketahanan bangsa. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002 (Subandriyo, 2004), konsumsi beras total masyarakat Indonesia sebesar 123,52 kg/kapita/tahun. Dengan luas daerah pertanian sawah sebesar 9,8 juta hektar, usaha tani padi melibatkan 23,7 juta rumah tangga tani, yang sebagian besar petani kecil dan buruh tani yang rentan terhadap fluktuasi harga. Menurut hitungan Chapagain dan Hoekstra, 2004, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi 1 kg beras adalah sebesar 2.800 – 3.200 liter, dan besaran itu akan semakin meningkat apabila tingkat efisiensi irigasinya semakin kecil.

Dengan adanya persaingan antara pengguna air, maka pertimbangan ekonomis sering menjadi pertimbangan pada kebijakan alokasi air. Saat ini air mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi saat dijual langsung sebagai barang komoditi. Menurut Perpamsi,

Page 11: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

11

2004, rata-rata harga jual air tertinggi mencapai Rp. 2.938/m3 dan terendah sebesar Rp 750/m3. Dan kalau dijual sebagai air kemasan, 1 liter air kemasan dapat dijual Rp. 500,-. Kalau dilihat dari nilai ekonominya, maka seseorang yang senang mendapatkan keuntungan langsung, akan mengatakan bahwa petani telah membuang-buang air terlalu boros, karena apabila diperbandingkan dengan air PDAM, Untuk memproduksi 1 kg beras dibutuhkan 2.800 liter air atau setara dengan Rp 2.100,- kalau harga air PDAM Rp. 750/m3. Apabila harga air tersebut dibandingkan dengan harga berasnya yang hanya Rp 2.790/kg, maka pemakaian air untuk persawahan (padi) dapat dikatakan merugi, karena petani masih harus membayar biaya produksi sebesar 30% dari harga beras tersebut. Apalagi kalau dikonversikan pada harga air kemasan, harga air untuk memproduksi 1 kg beras setara dengan Rp. 1.400.000,-. Melihat perbandingan nilai ekonomi tersebut di atas, pemakaian air irigasi akan selalu mendapatkan tekanan sebagai pemakai air yang sangat boros, tidak efisien, dan lain-lain. Bahkan beberapa kebijaksanaan pemerintah dan lembaga donor selalu mendasarkan pada kenyataan bahwa biaya Operasi dan Pemeliharaan sistem irigasi terlalu mahal dibanding pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian.

Ancaman terhadap alokasi air akibat ketidaksetaraan ini ini telah terjadi. Kurnia, Avianto dan Bruns (2000) menunjukkan adanya beberapa industri tekstil di Jawa Barat yang mendapatkan air dari saluran irigasi dan air tanah, dengan cara membeli atau menyewa tanah petani atau mengambil alokasi pergiliran pemberian air irigasi bagi tanah yang dibeli/disewa tersebut, dan kadang-kadang masih menambah beberapa pipa pengambilan bahkan dengan pemompaan. Untuk menambah jumlah air yang dapat diambil, beberapa industri tersebut juga melakukan pendekatan kepada petani bagian hulu agar dapat merelakan sebagian airnya dengan imbalan misal dengan pembangunan saluran drainasi. Yang paling dirugikan pada keadaan ini adalah petani dibagian hilir yang akan kekurangan air. Proses realokasi air irigasi untuk kepentingan lain, akan memberikan pengaruh negatif pada ekonomi di pedesaan, berkurangnya air irigasi, akan mengurangi luas tanam dan akan mengakibatkan hilangnya mata

Page 12: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

12

pencaharian, penurunan produksi pangan dan gangguan sosial lainnya. (Rosegrant and Ringler, 1998)

Sebetulnya perubahan alokasi seperti di atas tidak diperbolehkan, berkenaan dengan Undang-Undang No 7/2004, pasal 29 ayat (3) prioritas pemberian air irigasi lebih tinggi dari pada pemberian air untuk kepentingan industri, namun dengan pendekatan bahwa alokasi air itu melekat pada lahan pertanian, maka seseorang yang menyewa atau membeli tanah pertanian tersebut dapat mengambil air irigasi yang menjadi hak yang melekat atas lahan itu. Dan hal ini dimungkinkan karena pada ayat (4) dinyatakan bahwa pemerintah dapat menetapkan urutan prioritas yang berbeda, dan untuk itu pada ayat (5) pemerintah mengatur kompensasi kepada yang dirugikan. Cara ini telah menguntungkan sebagian kecil petani yang mendapat imbal jual air, tetapi telah merugikan sebagian besar petani lainnya, karena akan mengakibatkan terjadinya penurunan produksi dan ketidakpastian pemberian air. Akibatnya, beberapa petani dipaksa untuk menjual lahan pertaniannya, walaupun sebetulnya mereka mempunyai hak untuk mempertahankannya, namun mereka tidak mampu berhadapan dengan kekuatan ekonomi dan politik pemilik industri. Apabila penyalahgunaan alokasi air ini tidak ditindak maka upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan milennium dapat terancam, terutama menyangkut target kedua yaitu mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang kelaparan. Penyediaan air minum Para hadirin yang terhormat,

Alokasi air untuk kebutuhan pokok sehari-hari ternyata masih diragukan, Undang-undang no 7/2004 masih belum dapat meyakinkan publik pada tujuan pembuatan undang-undang itu sendiri. Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa Negara akan menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari, seperti yang disampaikan dalam penjelasannya : Sumberdaya Air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh

Page 13: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

13

rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air oleh negara dimaksud, Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air. Jaminan itu tertuang dalam pasal 29 dan pasal 80. Pasal 29 ayat (3) menyatakan bahwa penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada merupakan prioritas utama penyediaan sumber daya air di atas semua kebutuhan., ayat (4) Urutan prioritas penyediaan sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Dan ayat (5) Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya. Pasal 80 ayat (1) menyatakan bahwa pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan untuk pertanian rakyat tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air. Ayat (2) Pengguna sumber daya air selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menanggung biaya jasa pengelolaan sumber daya air. Namun ternyata definisi kebutuhan pokok sehari-hari dalam undang-undang ini tidak seperti definisi yang umum dipakai oleh masyarakat. Bagi kita kebutuhan pokok sehari-hari adalah kebutuhan air untuk minum, memasak dan mandi, namun dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air (bukan dari saluran distribusi) untuk keperluan sendiri guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif, misalnya untuk keperluan ibadah, minum, masak, mandi, cuci dan, peturasan. Dipertegas lagi pada penjelasan pasal 80 ayat (1) Pengguna sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari yang tidak dibebani biaya jasa pengelolaan sumber daya air

Page 14: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

14

adalah pengguna sumber daya air yang menggunakan air pada atau mengambil air untuk keperluan sendiri dari sumber air yang bukan saluran distribusi. Dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa alokasi air baku bagi penduduk perkotaan yang memenuhi kebutuhan air sehari-harinya lewat pipa PDAM tidak mendapatkan prioritas utama, termasuk Jakarta tidak mendapatkan prioritas utama suplai air baku dari Jatiluhur. Kalau jaminan prioritas alokasi air untuk kebutuhan pokok sehari-hari ini tidak ada, bagaimana kita akan menggapai target kesepuluh pembangunan milennium: Mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada air bersih yang layak minum.

Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2003 merencanakan peningkatan sambungan rumah tangga dari 17% pada tahun 2004 menjadi 62% pada tahun 2015. Selain itu, sesuai dengan PP 16/2005 tentang Air Minum, pada tahun 2008, seluruh PDAM sudah harus dapat mengalirkan air yang langsung dapat diminum (potable water) dan bukan hanya air bersih (clean water). Target tersebut di atas merupakan tantangan besar, mengingat data dari Departemen Pekerjaan Umum menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, rata-rata jumlah sambungan baru yang terpasang tiap tahunnya hanya 300.000 sambungan rumah tangga. Padahal, untuk dapat mencapai target diatas, perlu ada peningkatan sebanyak dua juta sambungan tiap tahunnya. Dari sekian banyak PDAM, sebagian besar diantaranya (173 PDAM) hanya melayani 20% populasi didaerahnya. Hanya 5 PDAM yang jangkauan pelayanan mencapai lebih dari 80% populasi. Sedangkan jika dilihat dari tingkat kesehatan perusahaan, hanya 9% PDAM yang masuk dalam kategori sehat. Dan yang lainnya masuk dalam kategori kurang sehat, tidak sehat, dan bahkan 28% PDAM masuk dalam kategori kritis. Sebagian besar dari PDAM tersebut juga menanggung beban hutang yang besar. Menurut laporan Bank Dunia, sampai pada tahun 2004, 440 Pemerintah Daerah belum bisa membayar hutangnya kepada Departemen Keuangan, dan sebagian besar dari hutang tersebut adalah hutang PDAM. Karena akumulasi denda dan bunga, hutang PDAM meningkat dari yang tadinya Rp 1,66 trilyun pada Desember 2003 menjadi Rp 2,75 trilyun pada Desember 2004. Kenaikan hampir 65% hanya dalam setahun. Bahkan dalam

Page 15: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

15

acara rapat kerja dengan Panitia Adhoc IV DPD Republik Indonesia di Jakarta, Juli 2007, Menteri PU Djoko Kirmanto menyatakan hampir 80 persen kondisi PDAM tidak sehat karena beban hutang, walaupun harus diakui bahwa hingga saat ini sudah banyak PDAM yang menunjukkan kinerja yang semakin membaik, hutang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) hingga hingga akhir 2007 diperkirakan akan mencapai Rp 6 triliun.

Saat ini, pengembangan air minum, air baku dan tol sangat kurang peminat baik investor dalam maupun luar negeri, sedangkan infrastruktur tersebut sangat dibutuhkan dan sangat mendesak untuk dikembangkan, sementara pendanaan dari pemerintah sangat kurang karena keterbatasan APBN dan APBD. Investasi dibidang infrastruktur publik dapat dikatakan tidak berkembang baik, selama periode April 2006-April 2007, kredit ke sektor listrik, gas dan air hanya tumbuh 4,65 % menjadi Rp 5,74 triliun (Kompas, 7 Juli 2007). Yang menjadi masalah saat ini adalah bahwa 61 % konsumen belum mampu membayar harga untuk cost recovery. Sebelumnya, perhitungan tarif Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) berdasarkan pada Permendagri No.2 tahun 1998. Melalui revisi Permendagri ini penetapan tarif akan didasarkan pada prinsip keterjangkauan & keadilan, mutu pelayanan, pemulihan biaya (full cost recovery), efisiensi pemakaian, transparansi & akuntabilitas, serta perlindungan dan pelestarian fungsi sumber air. Dengan prinsip ini, PDAM harus dapat menutup seluruh biaya operasi yang ada, dengan beban tingkat kebocoran yang tinggi 30% – 50%, jaringan distribusi yang kompleks dan tingkat konsumsi yang rendah. Tentunya hal ini dapat meningkatkan besaran tarif, padahal tidak semua masyarakat di daerah memiliki penghasilan yang dapat mencukupi untuk membeli air bersih. Besarnya tarif full cost recovery di suatu daerah dapat mencapai Rp 3000/m3.

Pada saat ini pemerintah juga berencana meluncurkan Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), seperti yang dinyatakan oleh Dirjen Cipta Karya Dep PU, Agoes Widjanarko di Jakarta, Juni 2007. Guna mendukung program air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin di pedesaan dan pinggiran kota yang rentan penyakit dan belum terakses fasilitas

Page 16: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

16

tersebut, pemerintah kembali mendapat kuncuran dana pinjaman dari Bank Dunia senilai Rp.1,3 triliun. Untuk tahap pertama, program PAMSIMAS akan dilaksanakan pada 5.000 desa sebagai percontohan yang akan dilakukan tahun ini. Semoga program ini dapat mengatasi problema tersebut di atas dan akan berhasil mendukung pencapaian tujuan MDG.

Pembangunan jaringan air minum dan penyediaan air baku yang berlimpah, juga mendapat ancaman dengan semakin berkembangnya industri air kemasan. Beberapa produsen air kemasan memanfaatkan air tanah di daerah resapan air. Konflik antara petani dan produsen air minum kemasan telah terjadi, salah satunya di Klaten Jawa Tengah. Pada tahun 2004, Indonesia merupakan Negara ke 8 terbesar dunia yang mengkonsumsi air kemasan sebesar 7,62 juta m3/tahun (Rodwan, 2004), bandingkan dengan China merupakan Negara ke 3 dunia dengan konsumsi 11,89 juta m3/tahun. Konsumsi air kemasan ini telah menjadi trend baru gaya hidup hampir semua lapisan masyarakat Indonesia dan dunia. Dengan harga yang hampir 200 kali lebih mahal dibanding dengan air PDAM, konsumsi air kemasan bagi masyarakat miskin akan mengurangi kemampuannya untuk mensejahterakan dirinya. Salah satu produsen air kemasan adalah Aqua Danone. Sejak 1996 perusahaan makanan asal Prancis Danone menguasai saham mayoritas Aqua Danone sebesar 74%, yang kemudian telah terjadi perubahan besar dalam manajemen Aqua. Dalam produksi, Aqua juga melonjak tajam, dari 1 miliar liter sebelum bergabung dengan Danone, pada tahun 2005 mampu mencapai 3,5 miliar liter (Willy Sidharta, Sinar Harapan, 2005). Aqua menguasai 40 % pangsa pasar air mineral di dalam negeri. Pertumbuhan industri air mineral di dalam negeri sangat besar. Konsumsi per kapita per tahun di Indonesia baru sekitar 40 liter, masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Thailand konsumsi per kapita per tahunnya 75 liter. Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin) yang beranggotakan sekitar 140 perusahaan air minum dalam kemasan memproyeksikan, pada tahun 2010, kebutuhan air minum dalam kemasan akan menjadi sekitar 17 miliar liter. Dalam usaha mengejar ‘ketertinggalan’ dari negara lain, ketersediaan sumber daya air merupakan problema bagi pelaku usaha di Indonesia, dan

Page 17: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

17

untuk itu Aqua melakukan penelitian sumber air yang intensif di daerah resapan. Rata-rata setiap tahun diadakan penelitian sumber air di dua atau tiga wilayah. Tahun 2005, misalnya Aqua mempunyai program penelitian di Gunung Merapi dan Gunung Salak. Pengaturan Kualitas Sumberdaya Air Para hadirin yang saya hormati,

Konflik yang terjadi dalam suatu wilayah sungai juga dapat mencakup konflik antara hulu dan hilir dalam pengaturan kualitas air. Ada dua kelompok utama yang menggunakan air sungai. Kelompok pertama adalah konsumen air yaitu industri, petani dan rumah tangga, yang mengambil air dari sungai untuk pemenuhan kebutuhannya lewat sistem distribusi air publik, kelompok ini biasanya tinggal dibagian hilir sungai. Kelompok kedua adalah kelompok pencemar air sungai, termasuk industri, peternakan dan rumah tangga, memanfaatkan badan air untuk tempat pembuangan limbah, memakai air sebagai pengencer limbah, guna memaksimalkan keuntungan individu atau perusahaan tanpa memperhatikan pengaruhnya pada ekosistem. Peningkatan konsumsi dan peningkatan pencemaran akan juga menjadi penyebab kelangkaan air. Seperti kita ketahui, saat ini hampir semua industri dan pemukiman membuang limbahnya ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Di negara berkembang, hampir 90%-95% buangan rumah tangga dan 75% limbah industri dibuang ke sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu (UNEP, 2004). Dengan semakin banyaknya limbah yang masuk ke badan air akan semakin banyak volume air segar yang harus mengalir di sungai agar dapat mencapai suatu standar kualitas air tertentu bagi kehidupan di bagian hilir. Tingkat pencemaran tidak hanya tergantung pada jumlah limbah yang dibuang tetapi juga pada volume air yang mengalir di sungai, di mana pada saat musim hujan tingkat pencemaran akan lebih rendah dibanding pada saat musim kemarau. Di beberapa negara, dalam kerangka IWRM, telah dilakukan pengaturan kualitas air dalam beberapa ruas sungai. Pengaturan ini ditentukan dengan mempertimbangkan volume air segar yang ada dan standar

Page 18: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

18

pencemaran pada badan air yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan air baku bagi suatu daerah di ruas sungai tersebut. Suatu daerah pertanian akan membutuhkan kualitas air baku yang lebih rendah dibanding daerah pemukiman. Dengan tingkat pencemaran yang ditentukan tersebut, maka pengelola wilayah sungai menerbitkan ijin pembuangan limbah bagi suatu industri atau pemukiman di setiap segmen/ruas sungai terkait. Dengan adanya fluktuasi aliran di suatu sungai, maka peraturan tersebut akan mengganggu operasional industri, karena saat terjadi penurunan kuantitas air di sungai, industri tersebut harus juga menurunkan kuantitas limbahnya ataupun melakukan pengolahan limbah tambahan sebelum dibuang ke sungai. Untuk mengatasi hal ini, di beberapa maju dikenal water quality trading system, dimana ijin pembuangan limbah yang telah ditetapkan dapat diperjualbelikan di pasar.

Di Australia, jual-beli ijin ini dipakai sebagai alat untuk mengendalikan kualitas lingkungan di suatu wilayah sungai, dan sudah diterapkan sejak tahun 1990, salah satu contohnya adalah di wilayah sungai Murray-Darling. Sistem imbal-beli tersebut merupakan bagian dari Murray-Darling Basin Salinity and Drainage Strategy yang dikelola oleh 3 negara bagian: New South Wales, Victoria, and South Australia. Ijin pembuangan limbah, yang diukur berdasar kadar salinitas air, dapat dipertukarkan di antara Negara Bagian, tidak di antara perseorangan. ‘Salt credits’ dapat diperoleh dengan cara menurunkan jumlah limbah yang dibuang ke sungai atau menaikkan jumlah air yang mengalir di sungai. (Keudel, 2007).

Pengaturan limbah seperti ini belum dapat berjalan dengan baik di Indonesia. Kementrian Lingkungan Hidup pernah memperkenalkan Program for Pollution Control Evaluation and Rating (PROPER). PROPER mulai dikenalkan sejak tahun 1995 di negara berkembang, dengan target industri pembuang limbah yang banyak mencemari lingkungan dan selama 3 tahun pelaksanaan, dilaporkan dapat menurunkan BOD dan COD sebanyak 32%, (Lopez et al., 2004). Pelaksanaan PROPER di Indonesia pernah dinyatakan sebagai program skala besar yang dilaksanakan di negara-negara berkembang. Prinsip dasar pelaksanaan PROPER adalah mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen

Page 19: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

19

insentif reputasi bagi perusahaan dimana baik buruk reputasi perusahaan tersebut ikut ditentukan warna PROPER apa yang dimiliki oleh perusahaan. Namun program ini kelihatannya sudah mulai pudar sejak tidak di danai oleh bank Dunia, sehingga pada tahun 2007 ini Kementrian Lingkungan Hidup merasa perlu untuk merevitalisasikan kembali PROPER tersebut (Media Indonesia, 4 Juli 2007) Para hadirin yang saya hormati, Dari beberapa renungan saya selama 5 tahun terakhir ini, saya merasakan bahwa pendekatan teknis semata dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air, ternyata tidak cukup. Banyak faktor sosial dan politik yang berpengaruh, mengingat air merupakan sumberdaya utama makhluk hidup yang dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan, baik aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, pertanian dan industri telah terjadi peningkatan kebutuhan air guna menunjang penyediaan pangan dan kesehatan, serta media produksi. Karena ketidak-seimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air ini, konflik antar para pemakai semakin sering ditemukan. Untuk mengatasi konflik ini, terutama akibat kesetidak-setaraan, diperlukan kebijakan alokasi air yang mengedepankan pendekatan kemanusiaan dibanding pendekatan ekonomi semata. Hak untuk mendapatkan akses terhadap air bersih dengan harga yang terjangkau juga disampaikan dalam Dublin Principles (1992) demikian pula pada tahun 2002, The United Nation Committee on Economic, Cultural and Social Rights menyampaikan General Comment 15 yang menyatakan bahwa air tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, dan akses terhadap air (right to water) adalah hak asasi manusia ”The human right to water entitles everyone to sufficient, affordable, physically accessible, safe and acceptable water for personal and domestic uses.”

Upaya untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya air memerlukan usaha keras setiap pemangku kepentingan dalam suatu wilayah sungai, untuk bekerjasama, berkoordinasi dan menjalankan komitmen secara konsisten. Hal ini juga diamanatkan dalam beberapa pasal UUD 1945 yang sudah diamandemen hingga 4 kali, yaitu seperti

Page 20: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

20

yang tertulis di Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 28C Ayat (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, Pasal 28D Ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 33 Ayat (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ayat (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dan pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Para hadirin yang saya hormati, Sebelum saya akhiri pidato ini, perkenankan saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang telah memberikan kehormatan jabatan akademis Guru Besar Teknik Sipil di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, semoga jabatan akademis ini akan lebih memacu saya untuk mengabdikan diri pada Universitas Gadjah Mada dan pada bangsa Indonesia dalam pendidikan bidang sumberdaya air dan lingkungan. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada pada para guru saya sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna bagi kemajuan pengembangan ilmu saya selama ini, antara lain Profesor Hardjoso Prodjopangarso yang telah memberikan dasar-dasar ilmu lingkungan dan rawa pasang-surut, Profesor Pragnyono Mardjikoen almarhum yang telah membuka wawasan tentang ilmu hidraulika, Profesor Mostertman di IHE-Delft, Belanda, Profesor Jean A. Cunge, Profesor Phillipe Belleudy, Profesor Andre Temperville di Institut Mecanique de Grenoble, INPG Perancis, Profesor Forrest Holly di Iowa Institute of Hydraulic Research, University of Iowa USA, yang telah memberikan bekal yang sangat bermanfaat dalam profesi hidraulika

Page 21: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

21

dan model matematik. Tak lupa saya ucapkan terima kasih juga pada teman-teman di Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Bappenas, HATHI, PII, AMRTA Institute, KRUHA, Walhi, INFID, SETAM, INFOG, FIELD yang telah memberikan ’ruang’ untuk belajar bersama dalam pengembangan daerah rawa dan pengembangan sumberdaya air pada umumnya. Kepada civitas akademika di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, terutama teman-teman sejawat di laboratorium hidraulika, saya ingin mengucapkan terima kasih atas kerjasamanya selama ini dalam bahu-membahu mengembangkan ilmu hidraulika dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Sesuatu yang sangat sulit dilukiskan adalah rasa bangga saya sebagai anak yang dapat mewujudkan cita-cita kedua orang tua saya menjadi guru di Universitas Gadjah Mada, tempat dimana almarhum ayah saya juga telah membaktikan tenaganya. Kepada keluarga besar saya, kedua orang tua saya Bapak Ngadjiman Wignyosukarto (almarhum) dan Ibu Suwarni, yang telah memberikan bekal hidup yang tiada terkira, kedua mertua saya Bapak dan Ibu Susilo Pramono (almarhum), serta kakak-kakak dan adik-adik saya, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih atas doa dan restunya, yang telah menghantarkan saya mencapai cita-cita ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga saya sampaikan kepada isteri saya, Susi Daryanti dan kedua anak saya Aska Primardi dan Marinda Amitia, yang selalu mendampingi saya dalam mengarungi kehidupan menempuh cita-cita bersama. Marilah kita syukuri bersama nikmat Allah SWT ini. Demikianlah pidato saya, atas nama pribadi dan keluarga, saya mengucapkan terima kasih atas kesabarannya mendengarkan pidato saya ini, tidak lupa mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufik dan hidayah Nya kepada kita semua. Amin, ya rabbal alamin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Page 22: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

22

DAFTAR PUSTAKA Agudelo, JI., 2001, The Economic Valuation of Water, Value of Water

Research Report Series No. 5, IHE Delft, The Netherland. Chapagain, AK., Hoekstra, AY, 2004, Water Foortprints of Nations,

Research Report No 16, UNESCO – IHE. Clark, E.H., 2007, Water Prices Rising Worldwide, Earth Policy

Institute, March, 2007. Ferrier, C., 2001, Bottled Water:Understanding of Social Pheno-

menon, WWF Hall, D. and Lobina, E., 2006, Pipe dreams, The failure of the private

sector to invest in water services in developing countries, Public Services International Research Unit, Business School, University of Greenwich Park Row, London, SE10 9LS, United Kingdom

Haryadi, T., 2007, Sosialisasi PROPER Harus Lebih Intensif, Harian Media Indonesia, 4 Juli 2007

Kataoka, Y., 2002, Overview Paper on Water for Sustainable Development in Asia and the Pacific, Asia-Pasifik Forum for Environment and Development First Substantive Meeting, January 12-13, 2002, Bangkok, Thailand

Keudel, M., 2007, Water Quality Trading Systems: An Integrated Economic Analysis of Theoretical and Practical Approaches, Doctorgrade Dissertation, University of Koln.

Kurnia, G., T. W. Avianto and B. R. Bruns.,2000, Farmers, factories and the dynamics of water allocation in West Java. In B. R. Bruns and R. S. Meinzen-Dick (eds.) Negotiating Water Rights, pp. 292-314. London: Intermediate Technology Publications.

López, J.G., Sterner, T., and Afsah, S., 2004, Public Disclosure of Industrial Pollution: The PROPER Approach for Indonesia?. http://www.rff.org/documents/RFF-DP-04-34.pdf

Meinzen-Dick, D., Ringler, C., 2006, Water Reallocation: Challenges, Threats, and Solutions for the Poor, Occasional Paper, HumanDevelopmen Report 2006, UNDP

Page 23: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

23

Min, B.S. 2004, A Water Surcharge Policy for River Basin Management in Korea: A means of resolving environmental conflict?, Water Policy 6 (2004), pp 365–380

Rodwan, J.G.,Jr., 2004, Bottled Water 2004: U.S. and International Statistics and Developments, the International Bottled Water Association (www.bottledwater.org)

Rogers, P., Bhatia R.,Huber,A.,1998, Water as a Social and Economic Good:How to Put the Principle into Practice, Global Water Partnership/Swedish International Development Cooperation Agency, Stockholm, Sweden

Rosegrant, MW., Cai, X.,Cline, SA., 2002, World Water and Food to 2025: Dealing with Water Scarcity, International Food Policy Research Institute, Washington, D.C.

Rosegrant, MW., Ringler, C, 1998, Impact on Food Security and Rural Development of Reallocating Water from Agriculture for Other Uses, International Food Policy Research Institute, Background Paper, United Nations Commission on Sustainable Development

Savenije, H.H.G.,Van der Zaag, P., 2001, “Demand Management” and “Water as an Economic Good”, Paradigms with Pitfalls, Value of Water , Research Report Series No. 8, IHE Delft The Netherlands

Subandriyo, T., 2004, Produksi Padi yang Mengkhawatirkan, Suara Merdeka, Sabtu 24 Juli 2004.

UNEP, 2004, Challenges of Water Scarcity, A Business Case for Financial Institutions, Stockholm International Water Institute (SIWI)

UNDP, 2006, Human Development Report 2006, Beyond scarcity: Power, poverty and the global water crisis. Palgrave Macmillan. Houndmills, New York, NY 10010

Sidharta. W.,2005, Mengolah Air Menjadi Duit, Sinar Harapan, 24 Januari 2005.

WHO, 2003, Right to water, Health and human rights publication series; no. 3, World Health Organization

WWF, 2006, Dialogue on Water, Food and Environment, Dialogue Buletin, Issue No 18, January 2006.

Page 24: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

24

BIODATA Nama : Budi Santosa Wignyosukarto, Tempat/Tgl lahir : Yogyakarta, 17 Agustus 1952 NIP : 130 779 564 Jabatan : Guru Besar /IVc Alamat kantor : Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Jl. Grafika 2 Yogyakarta

Telp/Fax: 0274-519788 Email : [email protected]

Alamat Rumah : Pesona Merapi B 43 Jl. Kaliurang Km 9 Yogyakarta,

Nama Isteri : Dra. Susi Daryanti MSc. Nama Anak : Aska Primardi S.Psi Marinda Amitia Riwayat Pendidikan

1. 1958-1964 SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta 2. 1964-1967 SMP Negeri V Yogyakarta 3. 1967-1970 SMA Negeri III Yogyakarta 4. 1971-1978 Sarjana Teknik Sipil UGM Yogyakarta, 5. 1979-1980 Diploma in Hydraulic Engineering, (IHE, Delft,

Nederland) 6. 1982-1983 Diplome D'Etudes Approfondies, (INPG, Grenoble,

France) 7. 1983-1985 Docteur Ingenieur Fluid Mechanics (INPG,

Grenoble, France)

Riwayat Pekerjaan 1. 1979 – sekarang Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil dan

Lingkungan, FT – UGM, Program Studi Teknik Sipil Program Pasca Sarjana UGM, Magister Pengelolaan Sumberdaya Air dan Magister Pengelolaan Bencana Alam Program Pasca Sarjana UGM.

Page 25: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

25

2. 1989 – 1996 Pengelola S2 Program Studi Teknik Sipil PPS UGM

3. 1987 – 1994 Kepala Laboratorium Hidraulika Jurusan Teknik Sipil FT – UGM

4. 1995 – 1999 Kepala Laboratorium Komputasi Jurusan Teknik Sipil FT – UGM

5. 1999 – 2001 Wakil Pengelola Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Air Program Studi Teknik Sipil PPS UGM

6. 2001 – 2003 Koordinator Program Pengembangan dan Pertumbuhan Wilayah Terpadu LPM – UGM.

7. 2005 – sekarang Koordinator Kopertis Wilayah V Daerah Istimewa Yogyakarta.

8. Guru Besar pada Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, sejak 1 April 2006

Keanggotaan Organisasi/Profesi/Asosiasi

1. Ketua HATHI Cabang Yogyakarta 2001 – 2003. 2. Ketua HATHI Pusat 2000 - 2004 3. Sekretaris Umum Pengurus Pusat KAGAMA 2001 - 2005 4. Ketua KATGAMA 2000 – 2003 5. Anggota Sidang Dewan Insinyur PII 2004 – 2006 6. Anggota Dewan Pengarah Kemitraan Air Indonesia 2007 -

2011 7. Anggota Dewan Pengarah AMRTA Institute 8. Anggota Dewan Pengarah KRUHA 9. Profesional Utama – Sumberdaya Air.

Publikasi Ilmiah (terseleksi)

1. Belleudy, Ph., Wignyosukarto, B, 1986, Mathematical Modelling of Pollutant Transport in Water Conveyance System for Agriculture, International Symposium on Water Management for Agriculture Development, Athenes, Grece, April 1986

2. Holly, F.M.Jr., Cunge, J.A., Wignyosukarto, B. and R. Einhellig, R. 1987, Coupled Implicit Simulation of Mobile-Bed

Page 26: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

26

Rivers, Hydraulic Engineering ASCE Conference Proceeding Williamsburg, USA.

3. Wignyosukarto, B.S., 1985, Etude de la dilution de produits de lessivage du soil d’un reseau d’irrigation sousmis a la maree, These Docteur Ingenieur, L’Institut National Polytechnique de Grenoble, France.

4. Wignyosukarto, B, Belleudy, Ph., Delclaux, F., 1984, Discharge release in reach of canal de provence-comparative study of real life observation and mathematical modelling results, Intenational Conference in Hydraulic Engineering Software (HIDROSOFT) Portoroz, Yougoslavia

5. Wignyosukarto, B.S., 1997, Dasar Pemikiran Perencanaan Sistem Tata Air Pemanfaatan Lahan Basah dan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah, Forum Teknik Sipil No. VI/I- Agustus 1997, ISSN 0854-1116.

6. Wignyosukarto, B.S., 1998, Kendala Peningkatan Budidaya Tambak Udang di Pantai Utara Jawa Kasus Randusanga Kulon Kabupaten Brebes Propinsi Jawa Tengah, MEDIA TEKNIK No. 2 Tahun XX Edisi Mei 1998 No. ISSN 0216-3012.

7. Wignyosukarto, B.S., Rahardjo, A.P., 1998, The solutions of thermal water dispersion from steam power plants using the convection-diffusion equation of the SMS software package, 11th Congress of the IAHR-APD, September 8-10, 1998, Yogyakarta Indonesia.

8. Wignyosukarto, B.S., 1999, Training Material on Sustainable Development of Waterlogged Lowland, Demontration of Low Cost Irrigation, FAO-TCP/KEN/6716 A.

9. Wignyosukarto, B.S., 2000, Review Konsep Pengembangan Pola Tata Air Lamunti, Dadahup dan Palangkau, Proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalimantan Tengah, FORUM TEKNIK Jilid 24, No. 3, November 2000.

10. Wignyosukarto, B.S., 2001, Low Cost Irrigation, Farm-Level water Management in Waterlogged Lowland, Nyamthoi, Kisumu, Nyanza, Kenya, MEDIA TEKNIK No.1 Tahun XXIII Edisi Februari 2001 No. ISSN 0216-3012

Page 27: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

27

11. Wignyosukarto, B.S., 2000, Analisis Hidraulik Loncat Air pada Lantai Pemecah Energi dengan Endsill, FORUM TEKNIK Jilid 26, No. 3 November 2002

12. Wignyosukarto, B.S.,2004, Analisis Hidraulik Sistem Drainasi di Lahan Gambut Lapangan Minyak Duri Riau, Forum Teknik, Vol 28, No 3, September 2004

13. Wignyosukarto, B.S., 2004, Reliabilitas Rehabilitas Kolam Pasang pada Jaringan Irigasi Pasang Surut Unit Tabunganen Kalimantan Selatan, Forum Teknik, Vol 29, No 4, Desember 2004

14. Wignyosukarto, B.S., 2006, The Hidraulic Performance of Tidal Irrigation System in The Reclamation of Acid Sulphate Soil, Proceeding of The Second International Conference on Estuaries & Coast 2006,November 2006, Guangzhou, China.

Page 28: Pidato Pengukuhan Gb Budi Santosa Wignyosukarto

28