peyorasi rekayasa

Download peyorasi rekayasa

If you can't read please download the document

Upload: robiah-al-adawiyah

Post on 30-Jun-2015

768 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Peyorasi PARA "penemu" istilah rekayasa (kalau tak salah pakar bahasa ITB awal tahun 1980-an) mungkin sudah lama kecewa. Kata ini semula dipakai sebagai terjemahan kata bahasa Inggris engineering. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), setidaknya pada cetakan yang kesepuluh tahun 1999, rekayasa berarti "penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan (seperti perancangan, pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yang ekonomis dan efisien)". Lihat kamus McEchols-Sadily: engineer berarti "merencanakan, mengusahakan rencana", dan engineering: keahlian teknik. Jelas, kata ini menggambarkan sesuatu yang positif. Paling tidak, ya, netral lah. Namun, entah kapan berawal dan siapa yang memulai, arti kata rekayasa menjadi sangat berbeda. Kini, tiap mendengar kata ini, kita akan langsung memahaminya sebagai sebuah upaya menyusun semacam skenario atas berbagai peristiwa dengan maksud untuk menutupi kejadian yang sebenarnya. Pada 27 Juli 1996, misalnya, terjadi peristiwa penyerbuan terhadap kantor PDI pimpinan Megawati. Menurut saksi dan banyak bukti, para penyerbu itu kebanyakan berbadan kekar dan berambut cepak. Namun, mereka semua mengenakan kaus merah bergambar banteng. Jelas ada yang me-rekayasa untuk membangun opini bahwa para penyerbu itu adalah orangorang PDI juga. Sayang sekali kasus ini belum juga tuntas sampai sekarang. Bahkan, ada yang berpendapat bahwa pemerintah sekarang masih melakukan rekayasa dengan melindungi banyak tokoh penting yang terlibat. Contoh lain, pada kasus pembunuhan Udin wartawan Bernas, aparat menyusun sebuah rekayasa bahwa pelaku pembunuhan itu bernama Dwi Sumaji alias Iwik. Terbukti kemudian bahwa bukan Iwiklah pembunuhnya. Siapa? Entah, sampai sekarang belum ketahuan. Apa yang kita tangkap adalah gambaran yang negatif. Di sini, kata rekayasa telah mengalami proses peyorasi, yakni perubahan makna yang mengakibatkan sebuah ungkapan menggambarkan sesuatu yang tidak enak, tidak baik, dsb. (Anehnya, walaupun proses peyorasi sudah lama terjadi, dalam entrinya KBBI belum memasukkan arti yang negatif ini.) *) Ada sejumlah kata lain yang mengalami peyorasi. Contoh yang klasik adalah kata perempuan. Dulu kata ini mengandung arti "yang menjadi tuan". Kemudian artinya menjadi bergeser menjadi sekadar padanan kata wanita, kadang dengan arti yang kurang enak. Misal makian kasar "dasar perempuan!" (jarang kita dengar makian "dasar wanita!"). Namun belakangan,

agaknya, kata perempuan hendak diangkat kembali untuk ditempatkan pada posisi yang lebih layak, terutama oleh para feminis. Ada Jurnal Perempuan misalnya. Contoh lain peyorasi kita lihat pada kata jihad. Kata ini berarti "usaha mencapai kebaikan, upaya membela agama (Islam), dan perang suci". Entah mengapa, belakangan kata ini seakanakan mengandung konotasi terorisme. Astagfirullah! Lepas dari proses peyorasi yang melanda banyak kata bahasa Indonesia, tim penyelidik kasus bom Bali mencak-mencak ketika muncul tudingan bahwa penangkapan terhadap Amrozi sekadar rekayasa. Mereka bilang sudah berusaha dengan serius dan meminta agar masyarakat menaruh kepercayaan. Permintaan yang wajar, tentu. Namun, sebaliknya, jangan marah dulu, dong, kalau ada yang menilai semua itu rekayasa belaka. Tak ada asap tanpa api. Tak ada tudingan tanpa sebab. Bukankah aparat sudah terbiasa melakukan rekayasa? Kasus Tanjungpriok, Udin, Marsinah, Semanggi, dan berjibun kasus lainnya, apakah ada yang tuntas? Begitulah "hukum" masyarakat: kalau seseorang terbiasa bohong, sekali berkata benar pun akan dianggap bohong. Hanya satu kata: buktikan! 16 November 2002 *) Pada KBBI Edisi III, kata rekayasa sudah bertambah artinya, yakni rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan dsb pihak lain.

PERUBAHAN MAKNASecara sinkronis makna sebuah kata tidak akan berubah, maka secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah. Jadi, sebuah kata yang pada suatu waktu dulu bermakna A, misalnya, maka pada waktu sekarang bisa bermakna B dan pada suatu waktu kelak mungkin bermakna C atau bermakna D. Pernyataan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan pula pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah secara diakronis. Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak akan berubah. Malah jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang berubah atau pernah diubah. 7.1 Sebab-sebab Perubahan 7.1.1 Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan dalam bidang teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Perubahan makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna karya imaginatif adalah salah satu contoh perkembangan bidang

keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakan buku yang baik isinya dan baik bahasanya menjadi berarti karya yang bersifat imaginatif kreatif. Contohnya pada kata berlayar yang pada awalnya bermakna perjalanan di laut (di air) dengan menggunakan perahu atau kapal yang digerakkan dengan tenaga layar. Walaupun kini kapalkapal besar tidak lagi menggunakan layar, tetapi sudah menggunakan tenaga mesin, malah juga nuklir, namun kata berlayar masih digunakan. Seperti nama perusahaannya, Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI). Malah dalam umat islam kata berlayar sering dideri makna pergi menunaikan ibadah haji ke Mekkah, saat ini pun ketika pergi haji sudah memakai kapal terbang tetap saja ada terdengar ucapan Insya Allah tahun depan kamiakan berlayar belum terdengar ucapan Insya Allah tahun depan kami akan terbang. 7.1.2 Perkembangan Sosial Budaya Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Sebuah kata yang pada mulanya bermakna A , lalu berubah menjadi bermakna B atau C. jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yang dikandungnya sudah berubah, Misalnya kata saudara dalam bahasa sansakerta bermakana seperut atau satu kandungan. Kini kata saudara, sering digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yagn dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misalnya Surat Saudara sudah saya terima. Ada juga kata Bapak, ibu, adik, kakak dan nenek. Kata-kata ini digunakan untuk menyebut siapa saja yang pantas disebut dengan kata-kata itu. Malah kata bapak dan ibu tidak hanya digunakan untuk menyebut atau menyapa orang yang menurut usianya pantas disebut bapak atau ibu, tetapi saat ini sering digunakan untuk menyapa orang yang lebih tinggi kedudukan atau status sosialnya. Walaupun usianya jauh lebih muda dari pada orang yang menyapanya. Disinilah masalahnya zaman dulu sebelum merdeka, orang biasa menggunakan kata tuan untuk laki-laki dan kata nyonya untuk perempuan, kemudian setelah merdeka mulai timbul kesadaran bahwa sebutan tuan dan nyonya berbau kolonial maka dengan kesepakatan kemudian biganti dengan bapak dan ibu padakata sarjana juga sama terjadi perubahan makna, dari yang tadinya sarjana berarti orang yang pandai atau cendikiawan, namun sekarang sarjana adalah orang yang lulus dari perguruan tinggi meskipun dengan nilai pas-pasan misalnya, tetap saja disebut sarjana. 7.1.3 Perbedaan Bidang Pemakaian Kata-kata yang menjadi kosa kata dalam bidang-bidang tertentu itu dalam kehidupan dan

pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnya : dan digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosakata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain disamping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini banyak juga digunakan dalm bidang-bidang lain dengan makna mengerjakan seperti tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi, menggarap usul para anggota, menggarap generasi muda, dan menggarap naskah drama. 7.1.4 Adanya Asosiasi Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti dibicarakan di atas masih ada hubungan atau pertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal dari bidang atau lingkungan perbengkelan dan pertukangan mempunyai makna bekerja dengan menggunakan catut. Dengan menggunkan catut ini maka pekerjaanyang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase seperti mencatut karcisakan memiliki makna memperoleh keuntungan dengan mudah melalui jual beli. Perubahan makna secara asosiasi terjadi pula pada kata amplop, kata amplop berasal dari bidang administrasi atau surat-menyurat, makna asalnya adalah sampul surat, ke dalam amplop itu bisa dimasukkan benda lain misalnya uang, oleh karena itu, dalam kalimat beri saja amplop makaurusan pasti beres kata amplop di situ bermakna uang sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat tapi berisi uang sebagai sogokan. 7.1.5 Pertukaran Tanggapan Indera Di dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran tanggapan alat indera yang satu dengan indera yang lain. Rasa pedas, misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa pada lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam ujarankata -katanya cukup pedas. Ditanggap oleh alat indera penglihatan mata, seperti dalam kalimat tingkah lakunya kasar. Keadaan ini, pertukaran alat indera penanggap, biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani sun artinya sama dan aisthetikas artinya tampak. Contoh lain, perhatikan kalimat-kalimat berikut : - Suaranya sedap didengar - Warnanya enak dipandang - Suaranya berat sekali - Bentuknya manis - Lukisannya sangat ribut

- Kedengarannya memang nikmat Sedap adalah urusan indera perasa lidah, tetapi dalam contoh di atas menjadi tanggapan indera pendengaran; enak adalah juga urusan indera peraba lidah, tetapi dalam contoh diatas menjadi tanggapan indera penglihatan yaitu mata; suara adalah urusan indera pendengaran tetapi dalam contoh di atas menjadi indera perasa. Begitujuga dengan contoh lain, manis, ribut, dan nikmat yang ditanggap oleh indera yang bukan seharusnya. 7.1.6 Perbedaan Tanggapan Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa yang rendah, kurang menyenangkan. Disamping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai rasa yang tinggi, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri disebut amelioratif, kata laki dianggap peyoratif berbeda dengan suami yang dianggap amelioratif. Contoh lain kata bang (seperti dalam bang Dul) dianggap peyoratif; sebaliknya kata bung seperti dalam Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Gafur) dianggap amelioratif. 7.1.7 Adanya Penyingkatan Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena sering digunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, maka kemudian orang lebih banyak menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan utuhnya. Misalnya, kalau dikatakan Ayahnya meninggal tentu saja maksudnya adalah meninggal dunia. Jadi, meninggal adalah bentuk singkatdari ungkapan meninggal dunia. Begitu juga dengan kata berpulang tentu maksudnya adalah berpulang ke rahmatullah. Sebetulnya dalam kasus penyingkatan ini bukanlah peristiwa perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk tidak utuh atau pendek. 7.1.8 Proses Gramatikal Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal. Dalam bagian pendahuluan sudah dibicarakan kalau bentuk berubah maka makna pun akan berubah atau berbeda. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah terjadi

perubahan makna, sebab yang terjadi adalah proses gramatikal, dan proses gramatikal itu telah melahirkan makna-makna gramatikal. 7.1.9 Pengembangan Istilah Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru, entah dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru sama sekali. Misalnya kata papan yang semula bermakna lempengan kayu (besi, dsb) tipis, kini diangkat menjadi istilah untuk makna perumahan; kata sandang yang semula bermakna selendang kini diangkat menjadi istilah untuk makna pakaian. 7.2 Jenis Perubahan 7.2.1 Meluas yang dimaksud perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Contoh kata yang mengalami Perluasan makna yaitu kata kakak, ibu, adik, bapak, dan saudara. Kakak yang sebenarnya bermakna saudara sekandung yang lebih tua, meluas maknanya menjadi siapa saja yang pantas dianggap atau disebut sebagai saudara sekandung yang lebih tua. Begitu juga dengan adik, ibu, bapak dan saudara. 7.2.2 Menyempit Yang dimaksud perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata ahli, kata ahli pada mulanya berarti orang yang termasuk dalam satu golongan atau keluarga seperti dalam frase ahli waris yang berarti orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga, dan juga ahli kubur yang berarti orang yang sudah dikubur . Kini kata ahli sudah menyempit maknanya karena hanya berarti orang yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti tampak dalam frase ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan sebagainya. 7.2.3 Perubahan Total Yang dimaksud dengan perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dari makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sama sekali. Misalnya kata ceramah pada mulanya berarti cerewet atau banyak cakap tetapi kini berarti pidato atau uaraian mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak.

Contoh lain kata seni pada mulanya selalu dihubungkan dengan air seni atau kencing. Tetapi kini digunakan sepadan dengan makna kata Belanda kunst atau kata inggris art, yaitu untuk mengartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus. Misalnya digunakan dalam frase seni lukis, seni tari, seni suara, dan seni ukir. Orangnya disebut seniman kalau laki-laki, dan seniwati kalau perempuan. Kata pena pada mulanya berarti bulu. Kini maknanya sudah berubah total karena kata pena berarti alat tulis yang menggunakan tinta. Memang sejarahnya ada, yaitu dulu orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya; sedangkan bulu ini di dalam bahasa Sansakerta disebut pena. 7.2.4 Penghalusan (ufemia) Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopan daripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat Indonesia. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu Lembaga Pemasyarakatan; dipenjara atau dibuidiganti dengan dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan; kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) ; kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi dengan pramuwisma. Kata/ungkapan kenaikan harga diganti dengan perubahan harga, atau penyesuaian tarif, atau juga pemberlakuan tarif baru. 7.2.5 Pengasaran Kebalikan dari penghalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau menunjukkan kejengkelan, misalnya kata atau ungkapan mencaplok dipakai untuk mengganti mengambil dengan begitu saja seperti dalam kalimat dengan seenaknya Israel mencaplok wilayah mesir itu; dan kata mendepak dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat Dia berhasil mendepak bapak A dari kedudukannya. Begitu juga dengan kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan kata memasukkan seperti dalam kalimat polisi menjebloskan ke dalam sel. Namun, banyak juga kata yang sebenarnya bernilai kasar tapi sengaja dipakai untuk memberi tekanan tetapi tanpa terasa kekasarannya. Misalnya pada kata menggondol yang biasanya dipakai untuk binatang seperti anjing menggondol tulang,; tetapi digunakan seperti dalam kalimat Akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu.

Untuk lebih jelasnya, uraian dari jenis-jenis makna kata tersebut adalah sebagai berikut : 1. Generalisasi Generalisasi atau perluasan adalah suatu proses perubahan makna yang dialami sebuah kata yang tadinya mengandung suatu makna yang khusus, tetapi kemudian meluas sehingga meliputi kelas makna lebih umum. Dengan kata lain bahwa cakupan makna masa kini lebih luas dari pada masa lalu. Contoh : Kata Makna dulu Makna kini Bapak ayah semua lelaki yang berkedudukan tinggi Ibu emak semua wanita yang berkedudukan tinggi Saudara seibu sebapak orang yang sama derajat dan kedudukannya. 2. Spesialisasi Spesialisasi adalah kebalikan dari generalisasi, yaitu cakupan makna masa lalu lebih luas dari pada masa kini. Contoh : Kata Makna dulu Makna sekarang Pendeta Orang pandai, pintar rohaniawan Kristen Gadis anak perempuan perawan yang patut nikah 3. Ameliorasi Ameliorasi (berasal dari bahasa latin melor lebih baik adalah suatu proses perubahan makna, yaitu makna baru dirasakan lebih tinggi atau lebih baik nilainya dari arti yang lama. Contoh : Suami lebih baik daripada laki Hamil lebih baik daripada bunting 4. Peyorasi Peyorasi (berasal dari bahasa latin pejor jelek) adalah kebalikan dari ameliorasi. Peyorasi yaitu makna baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama. Contoh : Pelacur lebih kasar daripada tunasusila Tolol lebih kasar daripada kurang cerdas 5. Sinestesia Sinestesia adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat pertukaran tanggapan dua

indera yang berbeda. Contoh : - Suara Dewi sedap didengar - Nasihat guru itu asin didengar 6. Asosiasi Asosiasi adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat persamaan sifat. Contoh : - Kursi itu telah lama diidam-idamkannya