perumahan_bab2
DESCRIPTION
RumahTRANSCRIPT
-
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA RUMBIA KABUPATEN BOMBANA
PERENCANAAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS
TESIS
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA RUMBIA KABUPATEN BOMBANA
Oleh :
S Y A M S U A RNIM G2F1 011 094
PROGRAM STUDI
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
K E N D A R I
2 0 1 4
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN KAWASAN PERMUKIMAN
PENGEMBANGAN WILAYAH
-
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN KAWASAN PERMUKIMANDI KOTA RUMBIA KABUPATEN BOMBANA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Pada Program
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Oleh :
S Y A M S U A RG2F1 011 094
PROGRAM STUDI
PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
K E N D A R I
2 0 1 4
-
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : SYAMSUAR
NIM : G2F1 011 094
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Program : Pascasarjana
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang
saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Tesis ini hasil jiplakan, maka
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai peraturan yang berlaku.
Kendari, 2014
Yang Membuat Pernyataan,
S Y A M S U A RNIM. G2F1 011 094
-
-HALAMAN PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman
Di Kota Rumbia Kabupaten Bombana
Nama Mahasiswa : SYAMSUAR.
NIM : G2F1 011 094
Program Studi : Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
Menyetujui:Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Mukhtar, M.SKetua
Dr. H. Hasbullah Syaf, SP., M.Si Anggota
Mengetahui:
Direktur Program PascasarjanaUniversitas Halu Oleo
Prof. Ir. H. Sahta Ginting, M.Agr. Sc. Ph.DNIP. 19550801 198403 1 004
Ketua Program StudiPerencanaan Pengembangan
Wilayah,
Dr. Ir. M. Tufaila Hemon, MPNIP. 19660705 199103 1 004
Tanggal Lulus : 10 Oktober 2014
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kesesuaian Lahan
Permukiman di Kota Rumbia Kabupaten Bombana. Tesis ini disusun untuk memperoleh
gelar Magister Sains Dalam Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Pada
Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada bapak
Dr. Ir.Mukhtar, MS selaku pembimbing I dan bapak Dr. H. Hasbullah Syaf, SP.,M.Si
selaku pembimbing II, selain itu penulis juga menyampaikan penghargaan terutama
kepada:
1. Rektor Universitas Halu Oleo.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
3. Ketua Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Program Pascasarjana
Universitas Halu Oleo.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf Administrasi Program Pascasarjana Universitas Halu
Oleo.
5. Pemerintah Kabupaten Bombana membawahi kecamatan Rumbia dan kecamatan
Rumbia Tengah.
6. Rekan-rekan mahasiswa Perencanaan Pengembangan Wilayah Universitas Halu
Oleo.
7. Kepada sahabat setiaku yang sangat membantu penulis dengan penuh kesabaran,
ketekunan dan pengorbanan dengan penuh ketulusan yang tanpa pamrih.
-
8. Semua pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu namun telah membantu
dalam penyelesaian tesis ini.
Tak lupa penulis mengucapkan kepada orangtuaku Ayahanda H. Mappigau, SH
dan Ibunda tercinta almarhumah Hj. ST.Salmah, Mertua bapak Sumpeno, SKM., M.Kes
dan ibu almarhumah Hj. Yulia, Isteri tercinta dr. Sari Yuniar Purwalianty Sumpeno dan
putri-putra tercinta serta saudara-saudara penulis, atas segala dukungan dan doanya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini penuh dengan kekurangan, namun semoga tesis
ini dengan segala kelemahan dan kekurangannya dapat bermanfaat bagi semua kalangan
dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Kendari, September 2014
Penulis
-
ABSTRAK
Syamsuar, 2014. Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman di Kota Rumbia Kabupaten Bombana. Tesis. Program Studi Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Program Pasca Sarjana, Universitas Haluoleo. Dibawah bimbingan Mukhtar dan Hasbullah Syaf.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian lahan kawasan permukiman di Kota Rumbia dengan menggunakan analisis Geographic Information System (GIS) denganteknik overlay peta terhadap lima parameter kesesuaian lahan antara lain kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan, pola ruang, sempadan pantai, sempadan sungai dan penggunaan lahan eksisting. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, kategori lahan yang sesuai untuk peruntukan kawasan permukiman di Kota Rumbia seluas 1.690,60 Ha, kategori lahan yang sesuai dengan syarat seluas 1.566,62 Ha, dan lahan yang mutlak tidak diperbolehkan dan direkomendasikan menjadi kawasan permukiman adalah seluas 4.752,78 Ha. Kategori lahan yang sesuai dengan syarat umumnya mempunyai berada pada kawasan pertanian lahan basah (sawah), hal ini terkait dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sedangkan untuk lahan yang tidak sesuai untuk kawasan permukiman umumnya berada dalam wilayah kawasan hutan lindung.
Kata Kunci : Kawasan permukiman, kesesuaian lahan, Kota Rumbia.
-
ABSTRACT
Syamsuar, 2014. Land Suitability Analysis of Settlement Areas in The Rumbia City Distric Bombana. Thesis. Major of Region Planning and Development, Postgraduate Program, University of Haluoleo. Under the guidance of Mukhtar and of Hasbullah Syaf.
This study aimed of determine the land suitability for settlement areas within the city ofRumbia by using Geographic Information System (GIS) analysis, with a technique of map overlay on five parameters af and suitability, which include the suitability of land declivity, spatial pattern, land-to-beach demarcation, land-to-river demarcation and use of existing land.Based on the results af data analysis, the total areas within the city of Rumbia that are perfectly suitable for settlement is 1,690.60 Ha, the total areas that are conditionally suitable is 1,566.62 Ha, and the total areas that are absolutely unsuitable for and not recommended for settlement is 4.752,78 Ha. In general the conditionally suitable areas for settlement are on agricultural areas (rice farming). This is in accordance to the laws No. 41 of 2009 regarding Preservation for suitainable Food-Producing Agricultural Areas, whereas the areas that are absolutely unsuitable for settlement are those within preserved forests.
Keywords: residential area, land suitability, Rumbia City.
-
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Syamsuar
Tempat/Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 10 september 1976
Istri : dr. Sari Yuniar Purwalianty Sumpeno
Anak : 1. Aliyya Najwa Syamsuar
2. Fayyadh Muzhaffar Syamsuar
Orang tua
Ayah : H. Mappigau, SH
Ibu : Hj. St. Salmah
Pendidikan : SD Inpres Jongaya Ujung Pandang Tahun 1989
SMP Negeri 1 Makassar Tahun 1992
SMA Negeri 3 Makassar Tahun 1995
S1 Teknik Universitas Hasanuddin 2003
Pekerjaan : PNS pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Bombana
-
xi
DAFTAR ISI
Halaman Prasyarat Gelar ................................................................................... iii
Halaman Pernyataan Keaslian Tulisan .............................................................. iv
Halaman Pengesahan ......................................................................................... v
Halaman Kata Pengantar .................................................................................... vi
Halaman Abstrak ............................................................................................... viii
Halaman Abstract ............................................................................................... ix
Halaman Riwayat Hidup .................................................................................... x
Halaman Daftar Isi ............................................................................................. xi
Halaman Daftar Tabel ........................................................................................ xiv
Halaman Daftar Gambar .................................................................................... xv
Halaman Daftar Lampiran ................................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Perencanaan Wilayah ................................................................. 7
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota ................................................ 10
C. Pola Ruang Kota .................................................................................. 12
1. Teori Konsentrik ............................................................................. 13
2. Teori Sektoral................................................................................... 14
3. Teori Inti Berganda ......................................................................... 15
D. Pertumbuhan Perumahan dan Permukiman di Indonesia .................... 16
1. Isu Strategis dan Permasalahan Perumahan dan Permukiman ........ 19
a. Isu Kesenjangan Pelayanan ........................................................ 19
b. Isu Lingkungan ........................................................................... 20
c. Isu Manajemen Pembangunan ................................................... 20
-
xii
2. Permasalahan Perumahan dan Permukiman ................................... 21
E. Perubahan Guna Lahan ........................................................................ 28
F. Penginderaan Jauh ............................................................................... 30
G. Sistem Informasi Geografis (SIG) ....................................................... 32
H. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 33
III. KERANGKA PIKIR ................................................................................... 36
IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 38
B. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 38
C. Variabel Penelitian ............................................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 41
E. Metode Analisis Data .......................................................................... 42
1. Analisis Geographic Information System (GIS) ............................. 43
2. Analisis Deskriptif .......................................................................... 44
F. Konsep Operasional ............................................................................. 49
V. HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ................................................. 51
B. Kondisi Wilayah Kota Rumbia ............................................................ 53
1. Administrasi dan Demografi ........................................................... 53
2. Kondisi Topografi ........................................................................... 58
3. Kondisi Hidrologi ........................................................................... 62
4. Kondisi Sosial Budaya .................................................................... 64
C. Penggunaan Lahan Kota Rumbia ........................................................ 65
D. Analisis Kebijakan Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia ...................... 70
1. Pola Ruang ...................................................................................... 71
a. Kawasan Lindung ....................................................................... 72
b. Kawasan Budidaya ..................................................................... 74
2. Struktur Ruang ................................................................................ 77
a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I .................................................. 77
b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II ................................................. 78
-
xiii
c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III ............................................... 79
E. Kondisi Perumahan di Kota Rumbia ................................................... 82
F. Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman di Kota Rumbia .. 90
1. Kemiringan Lahan ........................................................................... 90
2. Penggunaan Lahan Eksisting .......................................................... 92
3. Pola Ruang ...................................................................................... 93
4. Sempadan Pantai ............................................................................. 94
5. Sempadan Sungai ............................................................................ 96
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................... 105
B. Saran .................................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
xiv
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 34
4.1. Kebutuhan Data Penelitian ....................................................................... 39
4.2. Variabel Penelitian ................................................................................... 41
4.3. Parameter Analisis Lahan Kota Rumbia .................................................. 47
5.1. Jumlah Desa/Kelurahan, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Rumbia, 2013 ................................................ 54
5.2. Ketinggian Wilayah Kota Rumbia ........................................................... 58
5.3. Kemiringan Wilayah Kota Rumbia .......................................................... 60
5.4. Daerah Aliran Sungai di Kota Rumbia .................................................... 62
5.5. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan di Kota Rumbia, 2013 ...................... 68
5.6. dan Jenis Kawasan Permukiman di Kota Rumbia, Tahun 2013 .............. 83
5.7. Luas Kawasan Permukiman dan Lahan Kosong menurut Bagian Wilayah Kota (BWK) di Kota Rumbia. Tahun 2013................................ 88
5.8. Parameter Kesesusian Lahan Berdasarkan Kelas Kemiringan Lahan ..... 91
5.9. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Penggunaan Lahan ............... 92
5.10. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Pola Ruang ........................... 94
5.11. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Garis Sempadan Pantai ........ 95
5.12. Parameter Kesesuaian Lahan Berdasarkan Garis Sempadan Sungai ....... 96
5.13. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman di Kota Rumbia Kab. Bombana Tahun 2013 ........................................................ 98
5.14. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman Berdasarkan Desa/Kelurahan di Kota Rumbia Kab. Bombana Tahun 2013 ................. 100
5.15. Hasil Analisis Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman berdasarkan Bagian Wilayah Kota di Kota Rumbia Kabupaten Bombana Tahun 2013 .......................................................................................................... 102
5.16. Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman Eksisting menurut Desa/Kelurahan di Kota Rumbia Kabupaten Bombana Tahun 2013 ....... 103
-
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
2.1. Model Zona Konsentris (Burgess) ........................................................... 14
2.2. Teori Sektoral Hoyt .................................................................................. 15
2.3. Teori Inti Berganda C/D. Harris dan E.L. Ullman ................................... 16
2.4. Siklus Perubahan Fungsi Lahan ............................................................... 29
2.5. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994) .............................................. 30
3.1. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................................ 37
4.1. Diagram Proses Analisis Data .................................................................. 48
5.1. Peta Wilayah Penelitian ........................................................................... 52
5.2. Peta Administrasi Kota Rumbia ............................................................... 55
5.3. Peta Kepadatan Penduduk Kota Rumbia Tahun 2013 ............................. 57
5.4. Peta Ketinggian Wilayah Kota Rumbia ................................................... 59
5.5. Peta Kemiringan Wilayah Kota Rumbia .................................................. 61
5.6. Peta Daerah Alirah Sungai (DAS) Kota Rumbia ..................................... 63
5.7. Jenis Penggunaan Lahan di Kota Rumbia ................................................ 66
5.8. Persentase Penggunaan Lahan di Kota Rumbia, 2013 ............................. 67
5.9. Peta Penggunaan Lahan Kota Rumbia Tahun 2013 ................................. 69
5.10. Kawasan Lindung Gunung Tangkeno Todoha di Kota Rumbia .............. 74
5.11. Kawasan Budidaya di Kota Rumbia ........................................................ 75
5.12. Peta Pola Ruang Wilayah Kota Rumbia .................................................. 76
5.13. Tipologi Bagian Wilayah Kota (BWK) I Kota Rumbia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2013 ........................................................................... 78
5.14. Tipologi Bagian Wilayah Kota (BWK) II Kota Rumbia Berdasarkan Citra Satelit Tahun 2013 .......................................................................... 79
5.15. Tipologi Bagian Wilayah Kota (BWK) III KotaRumbia Berdasarkan Citra Datelit Tahun 2013 .......................................................................... 80
5.16. Peta Struktur Ruang Wilayah Kota Rumbia ............................................ 81
5.17. Kondisi Kawasan Permukiman di Kota Rumbia ..................................... 84
5.18. Kondisi Kawasan Perumahan di Kota Lama ........................................... 85
5.19. Kondisi Kawasan Permukiman di Kawasan Perkantoran ........................ 86
5.20. Kondisi Kawasan Kumuh pada Wilayah Kota Lama .............................. 87
-
xvi
5.21. Peta Sebaran Kawasan Permukiman di Kota Rumbia Tahun 2013 .......... 89
5.22. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Kemiringan Lahan ....... 91
5.23. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Penggunaan Lahan ....... 93
5.24. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Pola Ruang ................... 94
5.25. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Garis Sempadan Pantai . 95
5.26. Peta Kesesusian Lahan Berdasarkan Parameter Garis Sempadan Sungai 97
5.27. Teknik Overlay Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter ............ 97
5.28. Peta Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman di Kota Rumbia ............. 101
5.29. Peta Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman Eksisting di Kota Rumbia Tahun 2013 ................................................................................. 104
-
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks
1. Peta Administrasi Kabupaten Bombana.
2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian.
3. Tabel Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kab. Bombana Tahun 2013.
4. Tabel Jumlah Penduduk Kota Rumbia Berdasarkan Umur.
5. Citra Satelit Kota Rumbia Tahun 2014.
6. ASTER DEM Kota Rumbia Tahun 2011.
7. Foto-Foto Hasil Survey Lapangan.
-
1I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perumahan dan Permukiman menurut Dharoko dalam Budihardjo. et
al, (2009) terdiri dari dua bagian yaitu perumahan adalah kelompok rumah
yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan, menurut (Kuswartojo, 2005) makna dari
perumahan dapat dikategori menjadi perumahan formal yakni perumahan
yang dibangun degan suatu aturan yang jelas dengan suatu pola yang teratur,
perumahan informal adalah akumulasi rumah yang dibangun oleh keluarga
atau individu tanpa mengikuti suatu aturan sehingga terkesan acak.
Sedangkan permukiman dapat diartikan sebagai suatu tempat atau lingkungan
dimana manusia tinggal, berkembang.
Pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diatur dengan baik,
sehingga sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan, dengan
mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis sehingga tidak sampai
terjadi penurunan kualitas lahan. Pergeseran fungsi yang terjadi di kawasan
pinggiran adalah lahan yang tadinya diperuntukkan sebagai kawasan hutan,
daerah resapan air dan pertanian, berubah fungsi menjadi kawasan
perumahan, industri dan kegiatan usaha non pertanian lainnya. Adanya
fenomena semakin berkurangnya lahan terbuka hijau karena perluasaan lahan
terbangun yang terjadi pada daerah yang mengalami urbanisasi memberikan
konsekuensi logis bahwa semakin besar perubahan penggunaan lahan hutan,
-
2pertanian dan daerah resapan air menjadi penggunaan perkotaan (non-
pertanian) memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan.
Perubahan struktur penggunaan lahan bukanlah semata-mata fenomena
fisik berkurangnya luasan lahan tertentu dan meningkatnya penggunaan lahan
untuk penggunaan lainnya, melainkan mempunyai kaitan erat dengan
perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat
(Nasution dan Winoto, 1996). Perubahan orientasi tersebut berkait dengan
terjadinya proses transformasi struktur perekonomian yang dicirikan semakin
menurunnya pangsa relatif sektor primer (pertanian dan pertambangan) dan
semakin meningkatnya pangsa relatif sektor sekunder dan tersier (industri dan
jasa). Dengan demikian pembangunan ekonomi diarahkan untuk mengurangi
ketergantungan perekonomian suatu wilayah terhadap sektor primer yang
mempunyai nilai tambah (value added) yang lebih rendah dibandingkan
dengan sektor sekunder dan tersier.
Laju perkembangan Kota Rumbia yang berlangsung secara cepat
disebabkan pula oleh pertumbuhan penduduk Kota Rumbia sebesar 2,86 %
(tahun 2011-2012) yang berada di atas pertumbuhan penduduk Provinsi
Sulawesi Tenggara (1,83 %) dapat menimbulkan berbagai konsekuensi yang
kurang menguntungkan bagi perkembangan kota. Hal tersebut timbul akibat
dari keterbatasan lahan dan tingkat kompetensi penggunaan lahan di pusat
kota, keterbatasan lahan dan pertumbuhan penduduk yang pesat serta adanya
konsep pengembangan kota.
Peningkatan jumlah penduduk ini bertautan dengan peningkatan
permintaan terhadap ruang dan sarana prasarana yang mengisi ruang tersebut
-
3guna mendukung aktifitas sosial ekonomi penduduk perkotaan. Lahan yang
ada dengan sendirinya akan berubah fungsi. Meminjam terminologi dari Iwan
Kustiwan dalam Tjahjati (1997), bahwa konversi lahan adalah alih fungsi
atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam
pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan
lainnya.
Lahan untuk perumahan atau permukiman terletak pada kawasan
budidaya di luar kawasan lindung (UU No. 24 Tahun 1992) yang
mempunyai kriteria-kriteria kemiringan lereng, curah hujan, daya dukung
tanah, drainase, jenis tanah dan tidak pada daerah labil. Menurut Khadiyanto
(2005) kesesuaian lahan untuk permukiman dipakai beberapa parameter
geomorfologis yaitu yang berhubungan dengan relief, proses geomorfologi,
batuan, tanah, hidrologi, vegetasi dan aksesibilitas yang lebih banyak melihat
pada faktor penggunaan lahannya.
Kondisi kawasan permukiman di Kota Rumbia pada awalnya
menempati kawasan di sekitar pesisir pantai yang berada pada kemiringan
lahan 0 3 %, kondisi ini ditunjang oleh jenis mata pencaharian masyarakat
yang umumnya adalah nelayan dan petani, namun seiring dengan
perkembangan wilayah dan ditetapkannya Kabupaten Bombana sebagai
kabupaten sendiri, kawasan perumahan dan permukiman mengalami
perkembangan yang sangat cepat. Perubahan lahan pertanian menjadi lahan-
lahan perumahan dan permukiman tidak bisa dihindari lagi, kondisi ini sangat
mempengaruhi kualitas lahan dan ketersediaan lahan di Kota Rumbia di masa
yang akan datang.
-
4Menurut Departemen Kimpraswil (2002), salah satu persyaratan fisik
dasar suatu permukiman adalah aksesibilitas. Aksesibilitas didefinisikan
kemungkinan pencapaian dari dan ke kawasan permukiman tersebut dimana
semakin mudah pencapaian pada suatu kawasan akan semakin meningkatkan
aktifitas di wilayah itu termasuk dengan makin berkembangnya penduduk
ataupun perumahannya.
Perkembangan permukiman di Kabupaten Bombana khususnya pada
Kota Rumbia sebagai ibukota kabupaten merupakan bentuk perkembangan
fisik kota, mengingat data-data mengenai perkembangan permukiman sangat
penting bagi perencanaan dan pembangunan, maka perlu dipantau agar tidak
menimbulkan masalah di masa yang akan datang. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis kesesuaian lahan kawasan perumahan/permukiman pada
wilayah Kota Rumbia (Kec. Rumbia Tengah dan Kec. Rumbia) untuk melihat
kondisi perkembangan kawasan tersebut dan ketersediaan lahan dimasa yang
akan datang.
B. Rumusan Masalah
Laju pertumbuhan penduduk yang makin tinggi (2,86 % pada tahun
2011-2012) di atas laju pertumbuhan penduduk provinsi (1,83 %), Kecamatan
Rumbia dan Rumbia Tengah dari tahun ke tahun menjadi daerah hunian yang
semakin padat terutama di pusat kotanya, hal ini ditandai oleh pembangunan
perumahan dan permukiman di Kota Rumbia. Namun sayangnya,
pembangunan sektor ini sering mengesampingkan peruntukan lahan sehingga
fungsi lahan di sektor lain menjadi berubah.
-
5Perubahan penggunaan lahan sebenarnya sangat menguntungkan
penduduk karena perubahan yang terjadi mewadahi aktivitas perdagangan
dan jasa. Hal ini dapat lebih meningkatkan perekonomian penduduk, namun
terkadang perubahan yang terjadi tidak diiringi dengan kebijakan yang telah
ditetapkan sehingga menimbulkan ketidakteraturan kawasan. Dengan
demikian, dalam penelitian ini penulis merumuskan permasalahan yang akan
diteliti, yaitu:
1) Bagaimana kondisi kawasan permukiman di Kota Rumbia saat ini.
2) Bagaimana kesesuaian lahan kawasan perumahan/permukiman.
3) Bagaimana arahan rencana pengembangan kawasan permukiman di Kota
Rumbia.
C. Tujuan Penelitian
1) Mengidentifikasi dan mengetahui kondisi kawasan permukiman di Kota
Rumbia saat ini.
2) Mengidentifikasi dan mengetahui kesesuaian lahan kawasan permukiman
di Kota Rumbia.
3) Menentukan arahan rencana pengembangan kawasan permukiman Kota
Rumbia.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam
Pemerintah Daerah dalam menyusun tata ruang wilayah.
-
62) Bagi masyarakat, merupakan informasi perkembangan pemanfaatan
ruang maupun perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota
Rumbia.
3) Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat diharapkan dapat menambah dan
memperkaya wawasan ilmu pengetahuan.
-
7II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Perencanaan Wilayah
Perencanaan Wilayah adalah suatu proses perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan
yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan
lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki
orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetap berpegang pada azas
prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk
menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan
meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000). Perencanaan Pembangunan
Daerah adalah Suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku (aktor),
baik umum (publik) atau pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat
lainnya pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling
ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial, ekonomi dan aspek
lingkungan lainnya dengan cara: (1) secara terus menerus menganalisis
kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah, (2) merumuskan tujuan dan
kebijakan pembangunan daerah, (3) menyusun konsep strategi bagi
pemecahan masalah (solusi), dan (4) melaksanakannya dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia sehingga peluang baru untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara berkelanjutan
(Solihin, D, 2005).
-
8Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan
wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu:
1) Physical Planning (Perencanaan fisik).
Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik
pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada
pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jaringan infrastruktur kota
menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori
perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara
komprehensif. Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan
kajian tentang aspek lingkungan bentuk master plan (tata ruang, lokasi
tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).
2) Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro).
Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah.
Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama
dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan,
tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi.
Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan
ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah.
Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas
lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).
3) Social Planning (Perencanaan Sosial)
Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas
sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan
-
9masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan untuk membuat
perencanaan yang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah.
Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.
4) Development Planning (Perencanaan Pembangunan)
Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan
secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.
Menurut Fianstein dan Norman (1991), tipologi perencanaan dibagi atas
empat macam yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam
perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Traditional planning (perencanaan tradisional)
Pada jenis perencanaan ini perencana menetapkan maksud dan tujuan
untuk merubah sebuah sistem kota yang telah rusak. Biasanya pada
konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan
perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional memiliki
program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan
menggunakan standar dan metode yang professional.
2) User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna)
Konsep perencanaan ini adalah membuat perencanaan yang bertujuan
untuk mengakomodasi pengguna dari produk perencanaan tersebut,
dalam hal ini masyarakat kota. Masyarakat yang menentukan produk
perencanaan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.
3) Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi)
Pada perencanaan ini berisikan program pembelaan terhadap masyarakat
yang termarjinalkan dalam proses pembangunan kota dalam hal ini
-
10
adalah masyarakat miskin kota. Pada perencanaan advokasi akan
memberikan perhatian khusus terhadap melalui program khusus guna
meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.
4) Incremental Planning (Perencanaan dukungan)
Pada perencanaan yang bersifat dukungan terhadap sebuah proses
pengambilan keputusan terhadap permasalahan-permasalahan perkotaan.
Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam terhadap
permasalahan dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak
negatif sebuah kebijakan.
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Perkotaan
Pertumbuhan dan perkembangan kota merupakan suatu istilah yang
saling terkait, bahkan terkadang saling menggantikan, yang pada intinya
adalah suatu proses perkembangan suatu kota. Pertumbuhan kota ( urban
growth) adalah perubahan kota secara fisik sebagai akibat perkembangan
masyarakat kota. Sedangkan perkembangan kota (urban development) adalah
perubahan dalam masyarakat kota yang meliputi perubahan sosial politik,
sosial budaya dan fisik (Hendarto, 2001).
Menurut Branch (1995), kota memiliki komponen dan unsur, mulai dari
nyata secara fisik seperti perumahan dan prasarana umum, hingga yang
secara fisik tak terlihat yaitu berupa kekuatan politik dan hukum yang
mengarahkan kegiatan kota. Disamping itu berbagai interaksi antar unsur
yang bermacam-macam memiliki tingkat kepentingan yang sama dengan
unsur itu sendiri. Apabila semua unsur-unsur dan keterkaitan antar unsur
-
11
tersebut dipandang secara bersamaan, kota-kota akan terlihat sebagai
organisme yang paling rumit yang merupakan hasil karya manusia.
Menurut Iwan Kustiwan dalam Tjahjati S. (1997), pertumbuhan
penduduk dan aktifitas sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi
perkembangan kota mendorong pertumbuhan kebutuhan akan lahan. Dan
karena karakteristiknya yang tetap dan terbatas, maka perubahan tata guna
lahan menjadi suatu konsekwensi logis dalam pertumbuhan dan
perkembangan kota.
Menurut Bintarto (1977), kota merupakan suatu sistem jaringan
kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata sosial
ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan yang materialistik, dengan kata
lain, kota merupakan bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alami dan non alami. Kedua unsur tersebut berupa gejala-gejala pemusatan
penduduk yang cukup besar, tingkat serta pola kehidupan yang beraneka
ragam dan perilaku yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan
perekonomian.
Menurut Jayadinata (1999), kota adalah suatu wilayah yang dicirikan
oleh adanya prasarana perkotaan seperti bangunan, rumah sakit, pendidikan,
pasar, industri dan lain sebagainya, beserta alun-alun yang luas dan jalanan
beraspal yang diisi oleh padatnya kendaraan bermotor. Dari segi fisik, suatu
kota banyak dipengaruhi oleh struktur-struktur buatan manusia ( artificial),
misalnya pola jalan, landmark, bangunan-bangunan permanen dan
monumental, utilitas, pertamanan dan traffic.
-
12
Amos Rapoport dalam Zahnd (1999) mendefinisikan kota dengan
fungsinya sebagai pusat dari berbagai aktifitas seperti administratif
pemerintahan, pusat militer, keagamaan dan pusat aktifitas intelektual dalam
satu kelembagaan, selain itu heterogenitas dan pembedaan yang bersifat
hirarkis pada masyarakatnya. Sejalan dengan itu, Christaller mengartikan kota
dari sudut pandang fungsi, yaitu sebagai penyelenggara dan penyedia jasa
bagi wilayah kota itu sendiri maupun wilayah sekitarnya, sehingga kota
disebut sebagai pusat pelayanan (Daldjoeni, 1997).
Beberapa kriteria yang umum digunakan dalam menentukan sifat
kekotaan adalah penduduk dan kepadatannya, terkonsentrasinya prasarana-
sarana serta keanekaragaman aktifitas penduduknya. Makin banyak fungsi
dan fasilitas perkotaan, maka makin meyakinkan bahwa lokasi konsentrasi
itu adalah sebuah kota (Tarigan, 2004).
C. Pola Ruang Kota
Berdasarkan Undang-undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, pola
ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk budidaya.
Pola ruang kota merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam
wilayah perkotaan yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan fungsi budidaya. Pola ruang wilayah kabupaten berfungsi:
1) Sebagai alokasi ruang untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat dan
kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah kabupaten;
2) Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang;
3) Sebagai dasar dalam menyusun indikasi program pembangunan; dan
-
13
4) Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah
kabupaten.
Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:
1) Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;
2) Daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup wilayah kabupaten;
3) Kebutuhan ruang untuk pengembangan kegiatan social ekonomi dan
lingkungan;
4) Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Ada beberapa teori tentang pola tata ruang kota, yaitu:
1. Teori Konsentrik
Teori ini dikembangkan oleh Ernest W. Burgess (1925) yang
meneliti kota Chicago. Menurut teori ini pola penggunaan lahan di kota
mengikuti zone-zone lingkaran konsentris (melingkar). Struktur
penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 6 zone konsentrik, yaitu:
1) Zone Pusat Daerah Kegiatan (PDK)
Wilayah PDK atau Central Business District (CBD) merupakan
pusat daerah perkotaan yang ditandai dengan gedung-gedung, pusat
pertokoan, kantor pos, bank, bioskop, pasar, dsb.
2) Zone transisi (peralihan)
Wilayah ini merupakan daerah industri manufaktur, pabrik-pabrik
ringan dan tempat tinggal masyarakat terpandang.
3) Zone pemukiman masyarakat ekonomi rendah
Wilayah ini merupakan tempat tinggal kaum buruh kecil.
-
4) Zone pemukiman masyarakat menengah
Zone ini merupakan kawasan pemukiman masyarakat
berpenghasilan menengah seperti PNS, ABRI, pedagang, dll.
5) Zone pemukiman masyarakat elite
Zone ini ditandai dengan adanya daerah elite yang dihuni o
kaya seperti kaum eksekutif, pengusaha dan pejabat.
6) Zone penglaju (suburban)
Zone yang ditandai dengan adanya kaum komuter (penglaju) yang
siang bekerja di kota tetapi malam harinya kembali ke rumah di
pinggiran.
Ilustrasi perkembangan wilayah pe
dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar
2. Teori Sektoral
Teori sektoral dikemukakan oleh
bahwa pola penggunaan lahan di kota cenderung berkembang mengikuti
sektor-sektor yang lebih bebas daripada berdasarkan lingkaran
konsentris. Adanya pola penggunaan yang berbentuk sektoral yang
Zone pemukiman masyarakat menengah
Zone ini merupakan kawasan pemukiman masyarakat
berpenghasilan menengah seperti PNS, ABRI, pedagang, dll.
Zone pemukiman masyarakat elite
Zone ini ditandai dengan adanya daerah elite yang dihuni o
kaya seperti kaum eksekutif, pengusaha dan pejabat.
Zone penglaju (suburban)
Zone yang ditandai dengan adanya kaum komuter (penglaju) yang
siang bekerja di kota tetapi malam harinya kembali ke rumah di
Ilustrasi perkembangan wilayah perkotaan menurut Burgess (1925)
lihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Model Zona Konsentris (Burgess)
ektoral
Teori sektoral dikemukakan oleh Homer Hoyt (1939) berpendapat
bahwa pola penggunaan lahan di kota cenderung berkembang mengikuti
sektor yang lebih bebas daripada berdasarkan lingkaran
Adanya pola penggunaan yang berbentuk sektoral yang
14
Zone ini merupakan kawasan pemukiman masyarakat
berpenghasilan menengah seperti PNS, ABRI, pedagang, dll.
Zone ini ditandai dengan adanya daerah elite yang dihuni oleh orang
Zone yang ditandai dengan adanya kaum komuter (penglaju) yang
siang bekerja di kota tetapi malam harinya kembali ke rumah di
rkotaan menurut Burgess (1925)
berpendapat
bahwa pola penggunaan lahan di kota cenderung berkembang mengikuti
sektor yang lebih bebas daripada berdasarkan lingkaran
Adanya pola penggunaan yang berbentuk sektoral yang
-
15
memanjang diakibatkan adanya bentuk lahan dan pengembangan jalan
sebagai sarana rute komunikasi dan transportasi. Hal ini disebabkan
lokasi pemukiman penduduk cenderung mengikuti jalur jalan tersebut
Homer Hoyt (1939).
Gambar 2.2. Teori Sektoral Hoyt
Keterangan Teori Sektoral (Sector Theory) dari Homer Hoyt:
Zona 1: Zoona pusat wilayah kegiatan.
Zona 2: Zona dimana terdapat grossier dan manufactur.
Zona 3: Zona wilayah permukiman kelas rendah.
Zona 4: Zona permukiman kelas menengah.
Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi.
3. Teori Inti Berganda
Teori ini dikemukakan oleh C.D. Harris dan E.L. Ullman. Teori ini
sebenarnya merupakan kritik terhadap teori konsentris dan teori sektoral.
Menurut teori ini perkembangan kota tidak berkembang seperti teori
konsentrik dan sektoral sebab dalam suatu kota terdapat tempat-tempat
tertentu yang berfungsi sebagai inti kota seperti wilayah industri,
pelabuhan dan jaringan jalan, kompleks perguruan tinggi, dsb. Dalam arti
-
16
bahwa pusat kegiatan bukan satu melainkan ganda C.D. Harris dan E.L.
Ullman dalam Daldjoeni (1992).
Gambar 2.3. Teori Inti Berganda C.D. Harris dan E.L. Ullman
D. Pertumbuhan Perumahan dan Permukiman di Indonesia
Persoalan perumahan dan permukiman di Indonesia sesungguhnya tidak
terlepas dari dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat maupun
kebijakan pemerintah di dalam mengelola perumahan dan permukiman.
Penyusunan arahan untuk penyelenggaraan perumahan dan permukiman,
sesungguhnya secara lebih komprehensif telah dilakukan sejak Pelita V
dalam bentuk Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Perumahan, namun
penekanannya masih terbatas kepada aspek perumahan saja. Dalam
perjalanannya, acuan tersebut dirasakan kurang sesuai lagi dengan berbagai
perkembangan permasalahan yang semakin kompleks, sehingga diperlukan
pengaturan dan penanganan perumahan dan permukiman yang lebih
terintegrasi. Sehingga untuk itu perlu disusun suatu kebijakan dan strategi
-
17
baru yang cakupannya dapat meliputi bidang perumahan dan permukiman
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Sampai menjelang berakhirnya abad dua puluh, pembangunan
perumahan dan permukiman di Indonesia telah mencapai keberhasilan
melalui kebijakan pembangunan perumahan massal yang dikenal sebagai pola
pasokan. Pola pasokan tersebut diawali dengan penugasan kepada Perum
Perumnas untuk menyediakan perumahan sederhana pada tahun 1974, dan
kemudian juga dikembangkan oleh para pengembang swasta yang juga
melayani masyarakat golongan berpenghasilan menengah keatas. Namun
demikian, dapat diakui bahwa masih terdapat sekitar 85% perumahan yang
diupayakan sendiri oleh masyarakat secara informal.
Pada akhir abad dua puluh keterpurukan perekonomian yang terjadi di
Indonesia tidak dapat terelakkan, dan hal ini kemudian berdampak pada
merosotnya kemampuan finansial pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat
termasuk di dalam menyelenggarakan perumahan dan permukiman, serta
yang sekaligus juga berdampak pada kinerja sektor perumahan dan
permukiman, yang sebenarnya dapat berperan sebagai salah satu lokomotif
kebangkitan ekonomi nasional.
Tata guna lahan perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan
peran kota. Misalnya kawasan perumahan, kawasan tempat bekerja, kawasan
pertokoan dan juga kawasan rekreasi (Jayadinata, 1999). Sedangkan
pemanfaatan lahan dengan melihat aspek aksesbilitas menurut Chapin (1995),
pemanfaatan lahan untuk fasilitas pelayanan kota cenderung mendekati akses
barang dan orang sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat
-
18
dijangkau dari kawasan permukiman dan tempat berkerja serta fasilitas
pendidikan. Sementara fasilitas rekreasi, terutama untuk skala kota atau
regional, cenderung menyesuaikan dengan potensi alam seperti pantai, danau,
daerah dengan topografi tertentu, atau flora dan fauna tertentu.
Lokasi perumahan sangat dipengaruhi oleh fasilitas pelayanan kota
yang ada dengan memanfaatkan akses transportasi. Dengan demikian bahwa
tumbuhnya perumahan dan permukiman selalu memperhitungkan jarak yakni
menuju dan dari lokasi/kawasan sehingga dapat bernilai keuntungan.
Pembangunan perumahan dan permukiman, yang memanfaatkan ruang
terbesar dari kawasan baik di perkotaan maupun di perdesaan, merupakan
kegiatan yang bersifat menerus. Karenanya pengelolaan pembangunan
perumahan dan permukiman harus senantiasa memperhatikan ketersediaan
sumber daya pendukung serta dampak akibat pembangunan tersebut.
Dukungan sumber daya yang memadai, baik yang utama maupun
penunjang diperlukan agar pembangunan dapat dilakukan secara
berkelanjutan, disamping dampak pembangunan perumahan dan permukiman
terhadap kelestarian lingkungan serta keseimbangan daya dukung
lingkungannya harus senantiasa dipertimbangkan. Kesadaran tersebut harus
dimulai sejak tahap perencanaan dan perancangan, pembangunan, sampai
dengan tahap pengelolaan dan pengembangannya, agar arah
perkembangannya tetap selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Dalam kerangka itu penyelenggaraan perumahan dan permukiman ingin
menggarisbawahi bahwa permasalahannya selain menyangkut fisik
-
19
perumahan dan permukiman juga terkait dengan penataan ruang. Di
dalamnya termasuk pengadaan prasarana dan sarana lingkungan, serta utilitas
umum untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Hal ini
diperlukan agar dapat mendorong terwujudnya keseimbangan antara
pembangunan di perkotaan dan perdesaan, serta perkembangan yang terjadi
dapat tumbuh secara selaras dan saling mendukung. Dengan keseimbangan
tersebut diharapkan perkembangan ruang-ruang permukiman responsif yang
ada akan dapat ikut mengendalikan terjadinya migrasi penduduk.
1. Isu Strategis dan Permasalahan perumahan dan permukiman
Isu strategis penyelenggaraan perumahan dan permukiman di
Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana
Wilayah Nomor : 217/KPTS/M/2002 Tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) sesungguhnya tidak
terlepas dari dinamika yang berkembang di dalam kehidupan masyarakat,
dan kondisi kebijakan pemerintah di dalam mengelola persoalan
perumahan dan permukiman yang ada, antara lain:
a. Isu kesenjangan pelayanan
Isu kesenjangan pelayanan muncul karena terbatasnya peluang
untuk memperoleh pelayanan dan kesempatan berperan di bidang
perumahan dan permukiman, khususnya bagi kelompok masyarakat
miskin dan berpendapatan rendah. Di samping itu juga dapat
dikarenakan adanya konflik kepentingan akibat implementasi kebijakan
yang relatif masih belum sepenuhnya dapat memberikan perhatian dan
keberpihakan kepada kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
-
20
b. Isu lingkungan
Isu lingkungan pada kawasan perumahan dan permukiman
umumnya muncul karena dipicu oleh tingkat urbanisasi dan
industrialisasi yang tinggi, serta dampak pemanfaatan sumber daya dan
teknologi yang kurang terkendali. Kelangkaan prasarana dan sarana
dasar, ketidakmampuan memelihara dan memperbaiki lingkungan
permukiman yang ada, dan masih rendahnya kualitas permukiman baik
secara fungsional, lingkungan, maupun visual wujud lingkungan,
merupakan isu utama bagi upaya menciptakan lingkungan permukiman
yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.
c. Isu manajemen pembangunan
Isu manajemen pembangunan muncul umumnya karena
dipengaruhi oleh keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh
tingkatan, sehingga berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan
yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan untuk
perumahan dan permukiman, dan munculnya dampak negatif terhadap
lingkungan. Disamping itu terjadinya proses marjinalisasi sektor lokal
oleh sektor nasional dan global juga berdampak potensial terhadap
meningkatnya kemiskinan serta tersisihnya komunitas informal
setempat berikut terbatasnya peluang usaha.
Urbanisasi di daerah yang tumbuh cepat juga merupakan
tantangan bagi pemerintah, baik nasional maupun lokal, untuk menjaga
agar pertumbuhannya lebih merata, termasuk dalam upaya pemenuhan
-
21
kebutuhan perumahan dan permukiman. Dengan demikian, pengelolaan
pembangunan perumahan dan permukiman harus memungkinkan
berkembangnya prakarsa masyarakat melalui mekanisme yang
dipilihnya sendiri.
Di pihak lain kemampuan membangun perumahan dan
permukiman oleh komunitas harus direspon secara lebih tepat oleh
pemerintah di dalam kerangka tata pemerintahan yang baik, sehingga
kebutuhan akan identitas lokal masih tetap dapat terjaga di dalam
kerangka pembangunan perumahan dan permukiman yang lebih
menyeluruh.
2. Permasalahan Perumahan dan Permukiman
Permasalahan secara umum bidang perumahan dan permukiman di
Indonesia yang ada pada saat ini adalah sebagai berikut menurut Kirmanto
(2002) sebagai berikut:
a. perbedaan peluang antar pelaku pembangunan yang ditunjukkan oleh
ketimpangan pada pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan,
perumahan dan ruang untuk kesempatan berusaha;
b. konflik kepentingan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak
pada suatu kelompok dalam pembangunan perumahan dan
permukiman;
c. alokasi tanah dan ruang yang kurang tepat akibat pasar tanah dan
perumahan yang cenderung mempengaruhi tata ruang sehingga
berimplikasi pada alokasi tanah dan ruang yang tidak sesuai dengan
-
22
tujuan-tujuan pembangunan lain dan kondisi ekologis daerah yang
bersangkutan;
d. terjadi masalah lingkungan yang serius di daerah yang mengalami
tingkat urbanisasi dan industrialisasi tinggi, serta eksploitasi sumber
daya alam;
e. komunitas lokal tersisih akibat orientasi pembangunan yang terfokus
pada pengejaran target melalui proyek pembangunan baru, berorientasi
ke pasar terbuka dan terhadap kelompok masyarakat yang mampu dan
menguntungkan.
Menurut Yunus (1987), permasalahan permukiman perkotaan
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan upaya penyediaan air bersih,
sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan kotoran, air limbah, tata
bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya kebakaran, serta
pencemaran air, udara, dan tanah.
Masalah yang dihadapi dalam pembangunan perumahan di daerah
perkotaan adalah luas lahan yang semakin menyempit, harga tanah dan
material bangunan yang dari waktu kewaktu semakin bertambah mahal,
serta kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Kondisi semacam
ini mempengaruhi kuantitas dan kualitas perumahan, bahkan seringkali
menumbuhkan pemukiman kumuh (Keman, 2005).
Secara sederhana permasalahan perumahan dan permukiman ini
adalah tidak sesuainya jumlah hunian yang tersedia jika dibandingkan
dengan kebutuhan dan jumlah masyarakat yang akan menempatinya.
Tetapi apa bila kita melihat lebih dalam lagi, pokok-pokok permasalahan
-
23
dalam perumahan dan pemukiman ini sebenarnya adalah (Yudohusodo,
1991):
a. Kependudukan
Penduduk Indonesia yang selalu berkembang, merupakan faktor
utama yang menyebabkan permasalahan perumahan dan permukiman
ini selalu menjadi sorotan utama pihak pemerintah. Pesatnya angka
pertambahan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana
perumahan menyebabkan permasalahan ini semakin pelik dan serius.
Meningkatnya arus urbanisasi serta semakin lebarnya jurang pemisah
antara kota dan desa merupakan salah satu pemicu permasalahan
kependudukan ini.
b. Tata Ruang dan Pengembangan wilayah
Daerah perkotaan dan pedesaan merupakan satu kesatuan wilayah
yang seharusnya menjadi perhatian khusus pihak yang berkepentingan
dalam hal pembangunan ini, khususnya pembangunan perumahan dan
permukiman. Seharusnya hal ini menjadi panduan untuk melaksanakan
pemerataan dalam pembangunan antar keduanya. Tetapi yang kita
temui dilapangan sekarang adalah semakin pesatnya pembangunan
yang dilakukan pada kota, sehingga daerah pedesaan semakin
tertinggal. Pesatnya pembangunan perumahan diperkotaan banyak yang
tidak sesuai dengan rencana umum tata ruang kota, inilah yang
menyebabkan keadaan perkotaan semakin hari semakin tidak jelas arah
pengembangannya.
-
24
c. Perencanaan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman yang masih belum optimal.
Perencanaan merupakan aspek yang tidak boleh dianggap sebelah
mata, dengan perencanaan yang matang, sinergis dan integral dalam
setiap sektor akan menghasilakn keluaran pengembangan perumahan
dan pemukiman. Belum optimalnya perencanaan berakibat pada
lemahnya arah kebijakan pengembangan, tumpang tindihnya rencana
aksi pengembangan antar sektor, dan tidak fokusnya dalam menentukan
prioritas pengembangan perumahan dan pemukiman.
d. Pertanahan dan Prasarana
Pembangunan perumahan dan permukiman dalam skala besar
akan selalu dihadapkan kepada masalah tanah, yang didaerah perkotaan
menjadi semakin langka dan semakin mahal. Tidak sedikit yang kita
jumpai areal pertanian yang disulap menjadi kawasan permukiman, hal
ini terjadi karena ketersediaan tanah yang sangat terbatas sedangkan
permintaan akan sarana hunian selalu meningkat setiap saatnya.
Konsekuensi logis dari penggunaan tanah pertanian sebagai
kawasan perumahan ini menyebabkan menurunnya angka produksi
pangan serta rusaknya ekosistem lingkungan yang apabila dikaji lebih
lanjut merupakan awal dari permasalahan lingkungan diperkotaan,
seperti banjir, tanah longsor dan lain sebagainya.
Selain itu, penyediaan perumahan dan pemukiman juga harus
diikuti dengan penyediaan prasarana dasar seperti penyediaan air
bersih, sistem pembuangan sampah, sistem pembuangan kotoran, air
-
25
limbah, tata bangunan, saluran air hujan, penanggulangan bahaya
kebakaran, serta pencemaran air, udara, dan tanah yang memadai.
e. Pembiayaan.
Permasalahan biaya merupakan salah satu point penting dalam
pemecahan permasalahan perumahan dan permukiman ini. Secara
mikro, hal ini disebabkan oleh kemampuan ekonomis masyarakat untuk
menjangkau harga rumah yang layak bagi mereka masih sangat susah
sekali, karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat
dengan tingkat perekonomian menengah kebawah.
Hal lain yang juga merupakan salah satu bentuk permasalahan
pembiayaan ini adalah adanya kecenderungan meningkatnya biaya
pembangunan, termasuk biaya pengadaan tanah yang tidak sebanding
dengan kenaikan angka pendapatan masyarakat, sehingga standar untuk
memenuhi kebutuhan akan hunian menjadi semakin tinggi.
f. Teknologi, Industri Bahan Bangunan dan Industri Jasa Konstruksi
Faktor lain yang juga merupakan pendukung yang ikut
menentukan sukses atau tidaknya program pembangunan perumahan
rakyat ini adalah produksi bahan bangunan dan distribusinya yang erat
kaitannya dengan harga, jumlah dan mutu serta penguasaan akan
teknologi pembangunan perumahan oleh masyarakat. Berdasarkan
kepada tulisan dalam buku Rumah Untuk Seluruh Rakyat, mengatakan
bahwa teknologi dan industri jasa konstruksi, khususnya untuk
pembangunan perumahan sederhana belum banyak kemajuan yang ada.
-
26
g. Kelembagaan
Perangkat kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu
kesatuan sistem kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan
perumahan secara berencana, terarah dan perpadu, baik itu yang
berfungsi sebagai pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan pengaturan
pada berbagai tingkat pemerintahan, maupun lembaga-lembaga
pelaksana pembangunan di sektor pemerintah dan swasta. Hal lain yang
juga berhubungan dengan kelembagaan ini adalah pengembangan
unsur-unsur pelaksana pembangunan yang harus lebih dikembangkan
lagi, khususnya kelembagaan pada tingkat daerah, baik itu yang bersifat
formal maupun non-formal yang dapat mendukung swadaya
masyarakat dalam bidang perumahan dan permukiman.
h. Peran Serta Masyarakat
Berdasarkan kepada kebijaksanaan dasar negara kita yang
menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas
perumahan yang layak, tetapi juga mempunyai peran serta dalam
pengadaannya. Menurut kebijaksanaan ini dapat kita simpulkan bahwa
pemenuhan pembangunan perumahan adalah tanggung jawab
masyarakat sendiri, baik itu secara perorangan maupun secara bersama-
sama, pada point ini peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur,
pembina dan membantu serta menciptakan iklim yang baik agar
masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan
mereka.
-
27
Peran serta masyarakat akan dapat berlangsung lebih baik apabila
sejak awal sudah ada perencanaan pembangunan, agar hasilnya sesuai
dengan aspirasi, kebutuhan nyata, kondisi sosial budaya dan
kemampuan ekonomi masyarakat yang bersangkutan, dengan demikian
perumahan dan pemukiman dapat menciptakan suatu proses kemajuan
sosial secara lebih nyata.
i. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan dan perundang-undangan merupakan landasan hukum
bagi penerapan berbagai kebijaksanaan dasar maupun kebijaksanaan
pelaksanaan di bidang pemerintahan maupun bidang pembangunan.
Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang perumahan telah
mulai digagas dan dikeluarkan oleh pemerintah mulai dari periode pra-
PELITA hingga saat sekarang. Namun hal ini belum dapat memberikan
dampak yang cukup berarti dalam pembangunan perumahan, bahkan
dalam banyak hal dikatakan hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan
kenyataan sekarang dan juga telah tertinggal dengan perkembangan dan
tuntutan pembangunan dewasa ini dan dimasa mendatang, sehingga
pembaharuan dan penyempurnaan dirasakan sangat perlu dan penting.
j. Permasalahan lainnya
Menurut hasil sensus yang dilakukan pada tahun 1980, tercatat
bahwa kira-kira 28 juta dari rumah yang ada, 5,8% merupakan rumah-
rumah yang belum memenuhi syarat, baik itu yang ditinjau dari luasan
rumahnya maupun kepadatan huniannya. Kebutuhan akan hunian yang
selalu meningkat dan juga disertai oleh faktor keterbatasan masyarakat
-
28
dalam pemenuhannya, sehingga hal ini telah menyebabkan
kecenderungan sarana hunian masyarakat menjadi pemukiman kumuh
yang tidak mudah untuk dikendalikan. Hal lain yang juga masih
berhubungan dengan permasalahan ini adalah faktor sebaran penduduk
Indonesia yang masih belum merata.
Berbagai perkembangan, isu strategis, dan permasalahan perumahan
dan permukiman tersebut tidak terlepas dari dinamika dan kemajemukan
perubahan-perubahan di dalam pembangunan ekonomi, kesejahteraan sosial,
dan pembangunan lingkungan, yang tidak saja mengikuti perubahan
berdimensi ruang dan waktu, tetapi juga perubahan kondisi khususnya bidang
ekonomi, sosial, dan budaya.
Rumusan kebijakan dan strategi tersebut diharapkan realistik, dengan
mengkaitkannya dengan kebijakan ekonomi makro, sosial, demografi,
lingkungan, dan kebudayaan. Disamping itu, implementasinya dapat
mendorong pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan,
pemeliharaan dan rehabilitasi perumahan dan permukiman di perkotaan dan
perdesaan, serta telah mengadopsi dan melaksanakan pendekatan lintas
sektoral dan desentralisasi.
E. Perubahan Guna Lahan
Pengertian konversi lahan atau perubahan guna lahan adalah alih fungsi
atau mutasi lahan secara umum menyangkut tranformasi dalam pengalokasian
sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lain (Tjahjati, 1997).
Namun sebagai terminologi dalam kajian-kajian Land economics,
pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihgunakannya lahan dari
-
29
lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non-pertanian atau perkotaan
yang diiringi dengan meningkatnya nilai lahan(Pierce dalam Iwan Kustiwan
1997).
Catanese dan Snyder (1986) mengatakan bahwa dalam perencanaan
penggunaan lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi,
dimana hubungan ketiganya sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap
sebagai siklus perubahan penggunaan lahan.
Gambar 2.4. Siklus Perubahan Fungsi Lahan
Perubahan yang terjadi adalah perubahan struktur penggunaan lahan
melalui proses perubahan penggunaan lahan kota, meliputi:
a. Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan yang
terjadi setempat dengan tidak perlu mengadakan perpindahan, mengingat
masih adanya ruang, fasilitas dan sumber-sumber setempat.
b. Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan yang terjadi pada
suatu tempat yang mengakibatkan gejala perpindahan suatu bentuk
aktifitas atau perpindahan sejumlah penduduk ke daerah lain karena daerah
-
30
asal tidak mampu mengatasi masalah yang timbul dengan sumber dan
swadaya yang ada.
c. Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku
penduduk dalam usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi
dalam hal restrukturisasi pola aktifitas.
F. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh adalah upaya untuk memperoleh informasi tentang
suatu objek, daerah atau fenomena tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah atau fenomena tersebut. Informasi didapatkan dengan sebuah sistem
penginderaan yang terdiri dari berbagai komponen dan interaksi antar
komponen. Gambar di bawah menunjukkan rangkaian komponen tersebut
yang meliputi: 1) sumber tenaga, 2) atmosfer, 3) objek, 4) sensor, dan 5)
perolehan data dan penggunaan data.
Gambar 2.5. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994)
-
31
Sumber tenaga dapat berupa tenaga alami (matahari) maupun buatan
yaitu sinyal radio. Tenaga ini berinteraksi dengan objek di permukaan bumi,
kemudian dipantulkan ke sensor. Atmosfer berperan sebagai media
penghantar tenaga yang berasal dari matahari dan penyampai sinyal yang
ditransmisikan atau dipantulkan oleh objek di permukaan bumi. Pengaruh
atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang. Berdasarkan
pengaruh ini akan muncul istilah jendela atmosfer, yaitu spektrum
electromagnetic yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi.
Setiap kenampakan di permukaan bumi dapat dilacak informasinya
karena setiap objek memiliki karateristik spektral tersendiri dalam
interaksinya dengan tenaga yang mengenainya, sehingga menimbulkan
perbedaan jumlah tenaga yang dipantulkan. Sensor yang terpasang pada
wahana berfungi sebagai alat perekam sistem penginderaan jauh. Setiap
sensor memiliki resolusi spektral, yaitu kepekaan sensor terhadap bagian
spektrum electromagnetic tertentu, dan resolusi spasial yang berbeda.
Perbedaan kedua hal ini sangat berpengaruh pada kualitas citra penginderaan
jauh yang dihasilkan.
Perolehan data dapat dilakukan secara manual maupun digital
menggunakan komputer. Penggunaan data merupakan komponen sangat
penting dalam penginderaan jauh karena kompo nen ini menentukan dapat
diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh untuk suatu aplikasi. Semakin
pesat perkembangan teknologi penginderaan jauh, semakin luas pula
aplikasinya karena data penginderaan jauh dapat diandalkan dalam analisis
keruangan serta hemat waktu, tenaga, dan biaya. Meskipun demikian
-
32
penggunaan data penginderaan jauh harus selalu memperhatikan kerincian
data terhadap tujuan dan skala penelitian yang dilakukan.
G. Sistem Informasi Geografis (SIG)
Geographic information system (GIS) atau Sistem Informasi Berbasis
Pemetaan dan Geografi adalah sebuah alat bantu manajemen berupa
informasi berbantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan
dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di
muka bumi. Teknologi GIS mengintegrasikan operasi pengolahan data
berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan data
berdasarkan kebutuhan, serta analisis statistik dengan menggunakan
visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan
melalui analisis geografis melalui gambar-gambar petanya.
Menurut salah satu ahli yaitu Murai (1999) Sistem Informasi Geografis
merupakan salah satu system informasi yang digunakan untuk memasukkan,
menyimpan , memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan menghasilkan
data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung
pengambilan keputusan dalam perencanaandan pengelolaan penggunaan
lahan , sumber daya alam, lingkungan, fasililats kota, dan pelayanan umum
lainnya. Pada intinya SIG merupakan pengelolaan data geografis yang
didasarkan pada kerja komputer (mesin).
GIS adalah sebuah teknologi yang mampu merubah besar-besaran
tentang bagaimana sebuah aktivitas bisnis diselenggarakan. Teknologi GIS
memungkinkan untuk melihat informasi bisnis secara keseluruhan dengan
-
33
cara pandang baru, melalui basis pemetaan, dan menemukan hubungan yang
selama ini sama sekali tidak terungkap.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang perumahan dan permukiman yang telah
dilakukan oleh beberapa peneliti diuraikan dalam tabel 2.1.
-
34
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Uraian Peneliti Analisis Hasil Penelitian
1. Konsep Penataan Permukiman Dalam Rangka Pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu
Priyo Nur Cahyo, Johan Silas, Sri Amiranti Sastrohutomo. Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota, 2012
Penelitian kualitatif dengan analisis fenomenologi dan triangulasi
Konsep Penataan Permukiman Madura yang dapat dikembangkan dalam rangka pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu adalah dengan Model Open Cluster
2. Peningkatan Peran Lembaga Lokal Dalam Rangka Pembangunan Permukiman di Perdesaan
Aris Prihandono. Jurnal Permukiman. Vol. 4 No. 2 September 2009
Non probability sampling Penyiapan modul pemberdayaan harus mengacu kepada tipologi kelembagaan di atas dan kebutuhan yang diperlukan, karena orientasi kegiatan dan nilai-nilai yang menjadi landasan kerja tiap tipe lembaga berbeda.
Konsistensi dan keseriusan pemberdayaan lembaga inilah yang menjadi tulang punggung penepisan resiko kegagalan peningkatan peran lembaga perdesaan dalam mengurusi pembangunan perumahan.
3. Pengembangan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Kota Terpadu Mandiri (KTM) Mahalona Kabupaten Luwu Timur
Syamsuddin. Universitas Diponegoro Semarang, 2010
Metode Deskriptif KTM Mahalona sebagai kawasan perumahan dan permukiman belum memperlihatkan kondisi ideal keberlanjutan fungsi perumahan dan permukiman.
-
35
Pengembangan usaha ekonomi belum diolah dengan baik yang disebabkan karena keberadaan masyarakat transmigran mayoritas adalah petani
4. Dinamika Penggunaan Lahan di Wilayah Perkotaan (Studi di Kota Bandar Lampung)
Bambang Utoyo S. Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Unila 2012.
Location Quotient (LQ). Shift-Share (SS)
Perubahan penggunaan lahan di Kota Bandar Lampung terjadi seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah kota.
Faktor pertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk dan preferensi masyarakat merupakan faktor pemicu terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tercermin pada perubahan pola pemanfaatan ruang wilayah kota.
Selama hampir satu dekade pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung ditopang oleh sektor perekonomian di luar sektor pertanian dan sektor pertambangan & penggalian. Sedangkan dalam jangka panjang competitivenesspertumbuhan ekonomi kota didukung oleh sektor pertanian; industri pengolahan non-migas; dan sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan.
-
36
III. KERANGKA PIKIR
Kerangka berpikir adalah dasar pemikiran dari peneliti yang disintesiskan dari
fakta-fakta, observasi/wawancara dan analisis. Kerangka pikir memuat teori, dalil dan
konsep-konsep yang akan dijadikan dasar penelitian.
Perkembangan Kota Rumbia yang demikian pesatnya seiring dengan
terbentuknya Kabupaten Bombana berdampak pada kebutuhan lahan yang semakin
tinggi. Status Kota Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten memberikan pengaruh yang
kuat terhadap pertumbuhan penduduk dan proses urbanisasi, kondisi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kebutuhan lahan permukiman.
Sebagai ibukota Kabupaten, Kota Rumbia akan mengalami permasalahan-
permasalahan kesesuaian lahan kawasan permukiman perkotaan sebagai akibat dari
desakan kebutuhan lahan yang tinggi akibat dari proses urbanisasi, pertumbuhan
penduduk, mata pencaharian serta perubahan orientasi ekonomi wilayah.
Permasalahan-permasalahan kesesuaian lahan tersebut meliputi kesesuaian terhadap
aspek fisik yang meliputi kemiringan lahan, penggunaan lahan, pola ruang, sempadan
pantai dan sempadan sungai.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk memberikan
gambaran terhadap kondisi eksisting kawasan permukiman di Kota Rumbia, luasan
kesesuaian lahan kawsan permukiman, serta arahan rencana pengembangan kawasan
permukiman di Kota Rumbia berdasarkan aspek-aspek fisik kawasan, sehingga dapat
menjadi acuan bagi pemerintah setempat untuk membuat kebijakan yang
komprehensif dan terintegrasi sehingga tercipta kawasan permukiman yang sesuai
-
dengan fungsinya. Untuk lebih jelasnya,
kawasan permukiman
Gambar 3.1.
Gambar
dengan fungsinya. Untuk lebih jelasnya, Kerangka pikir analisis kesesuaian lahan
kawasan permukiman di Kota Rumbia Kabupaten Bombana dapat dilihat pada
Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian
37
Kerangka pikir analisis kesesuaian lahan
ten Bombana dapat dilihat pada
-
38
IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Kawasan Perkotaan Kabupaten Bombana
yaitu di Kecamatan Rumbia Tengah yang merupakan Pusat Kawasan
Perdagangan dan Jasa, serta di Kecamatan Rumbia yang merupakan Pusat
Kawasan Pemerintahan. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 bulan
yaitu bulan Juli sampai dengan September 2014.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka. Sumber data diperoleh
dari publikasi resmi pemerintah seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas
Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kab. Bombana, Badan Perencanaan
Pembangunan daerah (BAPPEDA) Kab. Bombana dan instansi terkait lainnya
pada Kabupaten dan provinsi serta dari sumber-sumber lain yang relevan.
Data primer yang diperoleh langsung dari sumber berdasarkan hasil survey
lapangan dan hasil analisa citra satelit yang digunakan untuk melakukan
identifikasi potensi dan gambaran fisik wilayah. Citra satelit yang digunakan
adalah citra satelit Landsat TM8 resolusi spasial 30m dan Citra satelit resolusi
spasial 0.8 1,2 m pemotretan tahun 2012 yang digunakan untuk
mengidentifikasi kawasan-kawasan perumahan pada wilayah penelitian. Untuk
lebih jelasnya, kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel 4.1.
-
39
Tabel 4.1. Kebutuhan Data Penelitian
No. Tujuan PenelitianMetode Yang
DigunakanJenis Data Sumber
1. Identifikasi kondisi kawasan permukiman
Analisis GIS Penggunaan lahan Kemiringan Lahan Topografi Sempadan Sungai Sempadan Pantai
Bappeda Dinas PU & Tata Ruang Citra Satelit Survey Observasi
2. Identifikasi kesesuaian lahan kawasan permukiman
Analisis GIS Analisis Deskriptif
Foto udara RTRW RDTRK RTBL
Bappeda Dinas PU & Tata Ruang BPS Citra Sateli Survey
3. Identifikasi Arahan Pengembangan Kawasan Permukiman
Analisis Deskriptif RTRW RDTRK RTBL
Bappeda Dinas PU & Tata Ruang
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
-
40
C. Variabel Penelitian
Kajian teori yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pola spasial
pertumbuhan suatu kawasan perumahan dan permukiman bila ditinjau dari aspek
dinamika pertumbuhan wilayah dan peningkatan kebutuhan lahan, dapat
direduksi menjadi beberapa variabel yakni dinamika secara ekonomi yang terkait
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat, dinamika politik yang terkait dengan
keputusan-keputusan atau kebijakan daerah yang dapat mempengaruhi pola
spasial wilayah serta dinamika sosial-budaya yakni pengaruhnya terhadap
karakteristik masyarakat sebagai ujung tombak pelaku kegiatan.
Proses interaksi ketiga variabel tersebut dapat membentuk suatu pola
hubungan yang saling mempengaruhi yang dapat menggambarkan pola spasial
pertumbuhan perumahan di suatu kawasan atau wilayah. Bila dilihat lebih
seksama lagi bahwa pengaruh dari ketiga variabel tersebut ke dalam struktur
ruang perkotaan, dimana adanya saling ketergantungan secara fungsional
kawasan seperti satu bagian kawasan berfungsi sebagai pelayan bagi kawasan
lain. Adapun variabel penelitian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2.
-
41
Tabel 4.2 Variabel Penelitian
Komponen Data Variabel Sumber Data
1. Fisik Wilayah a. Administrasi Wilayahb. Topografi Wilayahc. Kemiringan Lahand. Tata Guna Lahan
Citra Satelit BPN
2. Sosial Ekonomi e. Jumlah Pendudukf. Karakteristik Masyarakatg. Mata Pencaharianh. Sosial Budaya
BPS Survey Lapangan
3. RTRW i. Pola Ruangj. Arahan Tata Ruangk. Kebijakan Tata Ruang
Dinas PU & Tata Ruang Bappeda
Sumber: Hasil Analisis, 2014
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang dilakukan untuk
mempermudah pelaksanaan analisis. Dalam studi ini, pengumpulan data terdiri
atas dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
1) Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data ini merupakan teknik pengumpulan yang diperoleh
langsung dari sumbernya, baik melalui pengamatan (observasi) langsung
maupun wawancara pada responden yang terkait, dan bisa dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
-
42
a. Observasi lapangan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan di lapangan dan mendokumentasikan perkembangan
guna lahan, aktivitas kota serta sosial masyarakat pada wilayah penelitian
dalam bentuk foto, sketsa atau data tertulis baik narasi maupun numerik.
b. Wawancara, digunakan untuk memperoleh data maupun informasi secara
langsung. Wawancara pada studi ini menggunakan teknik wawancara
terstruktur, ditujukan pada penggunaan lahan pada wilayah studi. Persepsi
atau pandangan masyarakat dengan karakteristik responden antara lain
petani, pegawai negeri, pelaku ekonomi, yang ingin diperoleh dalam
pengumpulan data adalah: data pribadi berupa usia, pendidikan,
penghasilan, pekerjaan, serta masukan kepada pemerintah.
2) Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan Data Sekunder yaitu pengumpulan secara tidak langsung dari
sumber/obyeknya. Data ini berupa rencana pembangunan dan data numerik
yang dapat diperoleh melalui buku literatur, dokumen penelitian atau melalui
kajian literatur sendiri. Sumber yang terkait bisa dari institusi pemerintah,
pendidikan maupun swasta. Dan instansi yang akan dituju adalah
desa/kelurahan, Bappeda, BPN, BPS, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang, Dinas Perhubungan, dan instansi terkait lainnya.
E. Metode Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
Analisis Geographic Information System (GIS), dan Analisis Deskriptif.
-
43
1. Analisis Geographic Information System (GIS)
Geographic Information System (GIS) atau biasa juga disebut Sistem
informasi geografis atau disingkat dengan (SIG) merupakan suatu sistem
berbasis komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan,
menggabungkan, mengatur, mentranformasi, memanipulasi dan menganalisis
data-data geografis. Data geografis yang dimaksud adalah data spasial yang
terdiri atas lokasi eksplisit suatu geografi yang diset ke dalam bentuk
koordinat (raster, image) yang ciri-cirinya adalah:
a. Memiliki geometric properties seperti koordinat dan lokasi.
b. Terkait dengan aspek ruang seperti persil, kota, kawasan pembangunan.
c. Berhubungan dengan semua fenomena yang terdapat di bumi, misalnya
data, kejadian, gejala, dan objek.
d. Dipakai untuk maksud-maksud tertentu, misalnya analisis, pemantauhan
ataupun pengelolaan.
Data attribut atau data spasial adalah gambaran data yang terdiri atas
informasi yang relevan terhadap suatu lokasi, seperti kedalaman, ketinggian,
lokasi penjualan, dan lain-lain yang bisa dihubungkan dengan lokasi tertentu
dengan maksud untuk memberikan identifikasi, seperti alamat, jumlah
penduduk, nama jalan dan sebagainya.
Pada dasarnya istilah sistem informasi geografis merupakan gabungan
dari tiga unsur pokok: sistem, informasi, dan geografis. Jadi sistem informasi
geografis adalah kumpulan dari sistem yang teroganisir dari perangkat keras
-
44
komputer, perangkat lunak, dan data geografi yang dirancang secara efisien
untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis,
dan menampilkan semua bentuk informasi dan data yang bereferensi geografi.
Oleh sebab itu dari definisi tersebut maka sistem informasi geografis
memiliki kemampuan-kemampuan yaitu:
a. Memasukkan dan mengumpulkan data geografi (spasial dan atribut).
b. Mengintegrasikan data geografi (spasial dan atribut).
c. Memeriksa, mengupdate (mengedit), data geografi (spasial dan atribut).
d. Menyimpan dan memanggil kembali data geografi (spasial dan atribut).
e. Mempresentasikan atau menampilkan data geografi (spasial dan atribut).
f. Mengelola data, memanipulasi data geografi (spasial dan geografi).
g. Menghasilkan keluaran (output) data geografi dalam bentuk-bentuk peta
tematik, tabel, dan data atribut/tabular.
2. Analisis Deskriptif.
Saat ini berbagai macam rancangan penelitian telah dikembangkan dan
salah satu jenis rancangan penelitian adalah penelitian deskriptif. Berbagai
macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah penelitian
yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel
atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan
antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2003). Pendapat lain
mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala
-
45
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian
dilakukan (Arikunto S. 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada
penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling
hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis.
Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang
situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga
dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan
atas satu variabel kepada variabel lain. Karena itu pula penelitian komparasi
dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok penelitian deskriptif
(Arikunto, S. 2005).
Secara lebih mendalam tujuan penelitian korelasi adalah untuk
mengetahui sejauh mana hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian jenis
ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya.
Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan
bukan ada atau tidak ada saling hubungan tersebut. Dalam penelitian
komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang
dipersoalan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada
urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.
Untuk menentukan kawasan permukiman pada kawasan budidaya
dilakukan dengan kajian teoritik tentang sifat fisik dasar pada kawasan tersebut
dan dilengkapi dengan peraturan atau perundangan yang ada. Teknik yang
-
46
digunakan dalam analisa ini berdasarkan metoda Analisis Geographic
Information System (GIS) yaitu: teknik overlay, union, merge, intersect, dan
buffering.
Syarat kesesuaian lahan yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan
kesesuaian lahan kawasan permukiman Kota Rumbia adalah merujuk pada
ketentuan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku antara lain: Undang
Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan
dan Permukiman, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
Nomor 41/PRT//M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya,
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bombana Tahun 2013
2033, Rencana Detail Tata Ruang Wilayah (RDTR) Kota Rumbua Tahun 2011,
SNI 03-1733-2004, serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan
Rumbia Kasipute Tahun 2012.
Kriteria teknis dan syarat lokasi kesesuaian lahan yang digunakan sebagai
alat analisis dapat dilihat pada Tabel 4.3.
-
47
Tabel 4.3. Parameter Analisis Kesesuaian Lahan Kota Rumbia.
No. Parameter LahanKesesuaian Lahan
SesuaiSesuai Dengan
SyaratTidak Sesuai
1. Penggunaan Lahan Semak/Belukar, Lahan Kosong, Alang-Alang
Kawasan Pertanian (Sawah, Kebun, Tambak, dll), Rawa
Hutan, Mangrove
2. Sempadan Pantai > 150 m 100 150 m < 100
3. Sempadan Sungai >5 3 5 m < 3 m
4. Pola Ruang APL HPT, HP, HPK Kawasan Lindung
5. Kemiringan Lahan 0 8 % 8 - 15 % > 15%
Sumber: Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, SNI 03-1733-2004.
Teknik analisis data dilakukan berdasarkan tiga tahapan pelaksanaan,
yaitu input, proses dan output. Proses input dalam analisis kesesuaian lahan
menggunakan data antara lain: peta penggunaan lahan eksisting, peta kawasan
lindung, peta sempadan sungai, peta sempadan pantai, peta pola ruang, peta
topografi. Sedangkan proses analisis dilakukan dengan menggunakan metode
analisis GIS terhadap masing-masing parameter kesesuaian lahan dengan
menggunakan teknik overlay, intersect, union, buffering dan merge. Dari hasil
analisis terhadap parameter kesesuaian tersebut menghasilkan tiga kriteria
lahan untuk perumahan dan permukiman yaitu sesuai, sesuai dengan syarat,
dan tidak sesuai. Gambar 4.1 memperlihatkan diagram alir proses analisis
yang dilakukan.
-
Gambar 4.1. Diagram Proses Analisis Data
48
-
49
F. Konsep Operasional
1) Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang
layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat
penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.
2) Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik
perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
3) Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan
perkotaan atau kawasan perdesaan.
4) Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal