perumahan kelayakan

54
42 Bab IV Pemodelan Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan IV.1 Studi Kasus Studi kasus pada penelitian ini dilakukan terhadap pengembang perumahan yang mengembangkan rumah menengah dan rumah mewah di wilayah Jabodetabek. Pemilihan wilayah Jabodetabek didasarkan pada perencanaan pengembangan wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sebagai Megapolitan. Selain itu juga karena semakin maraknya pengembangan perumahan menengah dan mewah di wilayah- wilayah tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 458/KPTS/M/2001 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman, rumah sederhana ditetapkan dengan batasan luas maksimal bangunan adalah 36 m2 dan luas maksimal kavling siap bangun adalah 72 m2. Berdasarkan ketentuan diatas maka perumahan kelas menengah dan mewah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah dengan luas bangunan > 36 m2 dan luas kavling siap bangun > 72 m2 dengan harga jual rumah > Rp. 150 juta. IV.1.1 Survei Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder, selain itu juga dilakukan wawancara untuk proses validasi data-data yang telah diperoleh. Sebagai responden pada penelitian ini ditetapkan beberapa pengembang dengan karakteristik perumahan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dilakukan pengumpulan data pada instansi-instansi pemerintah. Pengumpulan data di mulai dengan menyampaikan surat permohonan kepada beberapa pengembang yang telah berhasil di data pada wilayah studi kasus yang telah ditetapkan dan instansi pemerintah. Informasi dikumpulkan dengan wawancara kepada responden yaitu pengembang. Survey dilakukan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan Juli 2007, dengan menyampaikan surat permohonan kepada 5 perumahan yang berada di wilayah Jabodetabek. Setelah diperoleh ijin untuk pengumpulan data, maka dilakukan

Upload: semargarengpetrukbag

Post on 17-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kelayakan

TRANSCRIPT

  • 42

    Bab IV Pemodelan Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan

    IV.1 Studi Kasus

    Studi kasus pada penelitian ini dilakukan terhadap pengembang perumahan yang

    mengembangkan rumah menengah dan rumah mewah di wilayah Jabodetabek.

    Pemilihan wilayah Jabodetabek didasarkan pada perencanaan pengembangan wilayah

    DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi sebagai Megapolitan. Selain itu juga

    karena semakin maraknya pengembangan perumahan menengah dan mewah di wilayah-

    wilayah tersebut.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

    458/KPTS/M/2001 tentang Pengadaan Perumahan dan Permukiman, rumah sederhana

    ditetapkan dengan batasan luas maksimal bangunan adalah 36 m2 dan luas maksimal

    kavling siap bangun adalah 72 m2. Berdasarkan ketentuan diatas maka perumahan kelas

    menengah dan mewah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah rumah dengan luas

    bangunan > 36 m2 dan luas kavling siap bangun > 72 m2 dengan harga jual rumah >

    Rp. 150 juta.

    IV.1.1 Survei Pengumpulan Data

    Pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data primer dan data

    sekunder, selain itu juga dilakukan wawancara untuk proses validasi data-data yang

    telah diperoleh. Sebagai responden pada penelitian ini ditetapkan beberapa pengembang

    dengan karakteristik perumahan yang telah ditetapkan. Selain itu juga dilakukan

    pengumpulan data pada instansi-instansi pemerintah. Pengumpulan data di mulai

    dengan menyampaikan surat permohonan kepada beberapa pengembang yang telah

    berhasil di data pada wilayah studi kasus yang telah ditetapkan dan instansi pemerintah.

    Informasi dikumpulkan dengan wawancara kepada responden yaitu pengembang.

    Survey dilakukan mulai bulan Mei 2007 sampai dengan Juli 2007, dengan

    menyampaikan surat permohonan kepada 5 perumahan yang berada di wilayah

    Jabodetabek. Setelah diperoleh ijin untuk pengumpulan data, maka dilakukan

  • 43

    penyesuaian jadwal dengan responden untuk proses wawancara. Data yang

    dikumpulkan antara lain :

    1) Data primer, meliputi data-data antara lain :

    a. Pengembang

    data umum perumahan data biaya satuan pematangan tanah data biaya satuan konstruksi sarana dan prasarana data biaya satuan data biaya satuan konstruksi bangunan rumah

    b. Instansi Pemerintah (Dinas Tata Kota, PT. PLN, PT. TELKOM)

    data tarif retribusi perizinan tanah di wilayah Jabodetabek data tarif retribusi perizinan bangunan di wilayah Jabodetabek data biaya pemasangan daya listrik baru di wilayah Jabodetabek data tarif pasang sambungan baru telepon di wilayah Jabodetabek

    2) Data sekunder, meliputi data-data antara lain :

    data harga tanah di wilayah Jabodetabek data inflasi selama 5 (lima) tahun terakhir data bunga bank (interest rate) selama 5 (lima) tahun terakhir data penjualan rumah di wilayah Jabodetabek data besarnya pinjaman investasi pengembang perumahan di wilayah

    Jabodetabek

    data besarnya profit pengembang perumahan di wilayah Jabodetabek

    IV.1.2 Hasil Pengumpulan Data

    Berdasarkan proses pengumpulan data yang dilakukan diperoleh 5 perumahan yang

    berada di 5 wilayah yaitu DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi.

  • 44

    IV.1.2.1 Gambaran Umum Lokasi Perumahan

    Paparan berikut akan memberikan gambaran umum dari lokasi perumahan yang

    dijadikan sebagai studi kasus pada penelitian ini.

    DKI Jakarta

    DKI Jakarta sebagai ibukota negara merupakan pusat semua aktivitas dan pertumbuhan

    ekonomi sehingga penduduknya yang sebagian besar diakibatkan oleh imigrasi semakin

    lama semakin banyak. Berdasarkan prediksi Bappeda DKI Jakarta, hingga 2010 terdapat

    2,5 juta kepala keluarga (KK) sementara suplai perumahan baru sebesar 2,15 juta unit.

    Kondisi ini membuka peluang bagi pengembang perumahan di Jakarta tetap luas.

    Namun karena keterbatasan lahan dan nilainya yang terus meningkat, membuat harga

    rumah semakin melonjak naik. Sesuai dengan pola perencanaan pembangunan Pemprov

    DKI Jakarta untuk mengembangkan bagian Timur dan Barat maka pengembangan

    perumahan pun mengarah ke bagian tersebut. Selain peruntukan wilayah, jaringan

    infrastruktur juga mempengaruhi arah pengembangan perumahan di Jakarta. Jakarta

    Outer Ring Road (JORR) yang melingkari kota dan moda busway Transjakarta sebagai

    salah satu mass rapid transportation system kota pun semakin menunjang

    perkembangannya. Berdasarkan survei terhadap perumahan di wilayah DKI Jakarta,

    lahan yang ada di wilayah ini lebih banyak dikembangkan oleh pengembang untuk

    pembangunan rumah menengah atau rumah mewah, hal ini disebabkan karena margin

    keuntungan yang diperoleh pengembang relatif lebih besar.

    Bogor

    Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) pada

    tahun 2001 menyebutkan bahwa perumahan di wilayah Bogor umumnya lebih banyak

    berfungsi sebagai rumah kedua. Hal ini sangat berbeda dengan wilayah Jakarta yang

    mempunyai tingkat hunian (occupancy) rata-rata 80 persen, sehingga lebih banyak

    berfungsi sebagai tempat tinggal utama tetapi saat ini kondisi tersebut telah berubah

    karena saat ini semakin banyak konsumen atau masyarakat yang membeli rumah baru di

    wilayah Bogor dan menjadikannya sebagai tempat tinggal sehari-hari. Akses yang

  • 45

    mudah dan semakin cepat ke Jakarta dan wilayah lain seperti Bekasi, Tangerang dan

    Depok mempercepat pertumbuhan perumahan di Bogor. Lokasi perumahan di wilayah

    Bogor memiliki daya tarik sebagai kawasan hunian utama dibandingkan wilayah lain

    seperti Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi karena udaranya yang sejuk dengan curah

    hujan yang cukup tinggi, sementara topografinya berbukit-bukit dan lebih tinggi dari

    wilayah yang lain sehingga terbebas dari banjir. Hal itulah yang memberikan nilai

    tambah tersendiri bagi wilayah Bogor. Kelebihan ini oleh pengembang kemudian

    dimanfaatkan dengan membangun perumahan yang bernuansa resort dengan segala

    fasilitas yang ditawarkan.

    Depok

    Pada tahun 1990 wilayah Depok seluas 20.029 ha ini hanya dihuni 800 ribu jiwa, saat

    ini angka tersebut meningkat menjadi lebih dari 1,4 juta jiwa pada tahun 2004 dan

    diperkirakan pertumbuhan 4,42% per tahun atau sekitar 50 ribu jiwa. Tumbuhnya kota

    ini tak bisa dilepaskan dari pembangunan proyek permukiman oleh Perum Perumnas

    pada tahun 1976 sehingga banyak pengembang membangun perumahan. Topografi

    Depok yang mempunyai bentangan dataran rendah yang luas dan perbukitan dengan

    kemiringingan lereng rata-rata kurang dari 15% memungkinkan pembangunan

    perumahan. Harga rumah yang terjangkau di wilayah ini meningkatkan minat para

    komuter dari Jakarta menjadikannya pilihan tempat tinggal selain itu adanya jalur kereta

    listrik semakin menambah nilai jual sebagai kawasan permukiman. Saat ini ada lebih 20

    perumahan yang masih dipasarkan di kawasan Depok dengan luasan mulai dari puluhan

    sampai ratusan hektar. Ukuran dan desain rumah yang ditawarkan pun beragam dengan

    harga yang bervariasi mulai dari puluhan juta hingga miliaran rupiah. Dengan

    banyaknya pilihan semua strata masyarakat dapat memilih rumah sesuai dengan selera

    dan kemampuan.

    Tangerang

    Secara geografis Kabupaten Tangerang tercatat dihuni oleh 3,4 juta jiwa sementara kota

    Tangerang berpenduduk 1,8 juta jiwa. Sejak diberlakukannya Instruksi Presiden No. 13

    tahun 1976 yang menetapkan wilayah Tangerang sebagai salah satu daerah penyangga

  • 46

    ibukota menyebabkan kawasan ini berkembang cepat. Posisi Tangerang sebagai kota

    satelit atau penyangga bagi Jakarta menjadi pemicu utama bagi pembangunan

    perumahan di wilayah ini. Perumahan di Tangerang jauh lebih beragam, mulai dari

    rumah untuk masyarakat kelas atas berkelas real estat hingga rumah sederhana (RS) dan

    rumah susun sewa, semuanya tersedia di Tangerang. Pengembangan wilayah pun lebih

    tertata baik.

    Wilayah Tangerang mempunyai kelebihan yaitu tersedianya infrastruktur dan fasilitas

    yang lengkap. Kemudahan pencapaian dengan pusat bisnis di Jakarta terutama bagian

    Barat dan Utara membuat kawasan ini berkembang. Terdapat dua akses tol yakni

    Jakarta Merak dan Serpong Jakarta, dan akses langsung menuju tol Bandara

    Soekarno Hatta. Aksesbilitas juga semakin terbuka dengan adanya jalur kereta yaitu

    Serpong Sudirman. Keberadaan dan aksesbilitas yang baik itu langsung dimanfaatkan

    oleh pengembang dengan membangun perumahan. Akibatnya harga tanah pun terus

    naik seiring dengan perkembangan kawasan. Bila pada tahun 1976, harga tanah masih

    berkisar Rp. 35 ribu per m, saat ini meningkat menjadi Rp. 1,5 juta per m sampai

    dengan Rp. 3,6 juta per m. Kenaikan rata-rata harga tanah di wilayah Tangerang sekitar

    10% - 30%.

    Bekasi

    Harga tanah yang jauh lebih murah dibandingkan wilayah lainnya disekitarnya dan

    adanya akses jalan tol Jakarta Cikampek telah menstimulasi para pengembang untuk

    membangun perumahan di wilayah Bekasi. Tahun lalu 400 ribu unit rumah yang

    tersebar di wilayah Bekasi telah terbangun yang mengindikasikan permintaan cukup

    besar dan dijadikan acuan bagi pengembang untuk membangun perumahan di wilayah

    ini. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) laju pertumbuhan penduduk Bekasi

    mencapai rata-rata 4,4 % dan diperkirakan telah dihuni lebih dari 3,8 juta jiwa. Dengan

    asumsi satu keluarga terdiri dari 4 orang anggota keluarga, maka permintaan atas rumah

    mencapai 450 ribu unit setelah dikurangi jumlah unit rumah yang telah terbangun.

  • 47

    IV.1.2.2 Gambaran Umum Perumahan

    Pada uraian berikut akan dipaparkan gambaran umum dari perumahan yang dijadikan

    sebagai studi kasus pada penelitian ini.

    Perumahan A

    Perumahan yang terletak di wilayah Timur Jakarta ini dikembangkan oleh PT.

    Metropolitan Land. Perumahan ini berada di lahan seluas 150 ha dan 65 ha telah

    dikembangkan untuk tahap pertama. PT. Metropolitan Land merencanakan

    pembangunan terintegrasi yang mencakup kawasan hunian, apartemen sederhana,

    perkantoran, sport center dan area komersial seperti ruko dan plaza. Perumahan ini

    didesain khusus dengan komitmen asri dan serasi yang menciptakan suasana teduh

    sekaligus terencana. Di perumahan ini tersedia berbagai fasilitas seperti sekolah,

    pertokoan, perkantoran, pusat perbelanjaan dan klub keluarga yang dilengkapi kolam

    renang, lapangan tenis dan pusat kebugaran.

    Perumahan ini mengembangkan unit rumah dengan luas bangunan 43 m sampai dengan

    168 m yang mempunyai luas kavling mulai 90 m sampai dengan 188 m. Harga jual

    rumah yang ditawarkan mulai dari Rp. 240 juta sampai dengan Rp. 700 juta.

    Perumahan B

    Perumahan ini terletak di wilayah Bogor Selatan dan menempati area seluas 400 ha.

    Konsep hunian yang dikembangkan perumahan ini adalah penampilan yang alami dan

    keasrian alam sehingga mendekatkan penghuni dengan alam sekitar. Perumahan ini

    dikembangkan oleh anak perusahaan Bakrie yaitu Bakrie Development Tbk. Saat ini

    perumahan ini telah mengembangkan 4 cluster yang telah terhuni sampai dengan 90%.

    Perumahan ini mengembangkan Neighbourhood Center yang merupakan sebuah

    fasilitas umum dengan kelengkapan seperti kolam renang, area bermain anak-anak dan

    taman di setiap clusternya.

    Perumahan ini mengembangkan unit rumah dengan luas bangunan 70 m sampai dengan

    360 m yang mempunyai luas kavling mulai 115 m sampai dengan 463 m. Harga jual

  • 48

    rumah yang ditawarkan mulai dari Rp. 350 juta sampai dengan Rp. 1.9 Miliar. Selain

    unit rumah, perumahan ini juga menawarkan Kavling Siap Bangun (KSB) dengan harga

    Rp. 2 juta per m yang memungkinkan konsumen untuk mendesain rumah sesuai

    keinginan mereka.

    Perumahan C

    Perumahan ini terletak di Sawangan Depok dan dibangun diatas lahan seluas 90 ha

    yang dikembangkan oleh anak perusahaan Sinar Mas Grup yaitu PT. Cisadane Perdana.

    Perumahan ini mempunyai konsep hijau bernuansa resor dengan perbandingan wilayah

    terbangun dan open space adalah 50 : 50. Unsur penataan lingkungan merupakan

    prioritas utama pengembang. Saluran drainase, infrastruktur dan kabel didesain berada

    di bawah tanah sehingga tidak mengganggu aktivitas. Jalan-jalan lingkungan dibuat

    lebar hingga 12 meter.

    Perumahan ini menggunakan sistem cluster dengan mengambil nama-nama dari kota

    dunia yang terkenal dengan nuansa airnya seperti Den Haag, Amsterdam, Bali, Valencia

    dan Miami, hingga cluster Madrid dan Barcelona. Pada setiap clusternya terdapat

    danau-danau yang tertata baik dan tujuh mata air yang ada di perumahan ini

    dimanfaatkan oleh pengembang dengan membuat saluran berbentuk sungai yang

    mengalir deras di tengah kawasan perumahan ini. Setiap cluster pada perumahan ini

    terdiri dari beberapa tipe rumah dengan luas bangunan 58 m sampai dengan 230 m

    dan luas kavling 90 m sampai dengan 300 m. Harga Jual Rumah yang ditawarkan

    perumahan ini adalah Rp. 240 Juta sampai dengan Rp. 800 Juta.

    Perumahan D

    Perumahan ini terletak di daerah Serpong, Tangerang dan dibangun diatas lahan seluas

    300 ha. Perumahan ini dikembangkan oleh PT. Alfa Goldland Reality dengan konsep

    hunian asri bernuansa alam dan keluarga yaitu dengan membangun sarana rekreasi

    keluarga seperti Family Park yang tidak hanya dapat dinikmati penghuni perumahan,

    tetapi juga dapat dinikmati masyarakat sekitar perumahan tersebut.

  • 49

    Perumahan ini mengembangkan Sistem Cluster pada konsep huniannya. Unit rumah

    yang dikembangkan mempunyai luas bangunan 49 m sampai dengan 338 m dan luas

    kavling 102 m sampai dengan 480 m. Harga jual rumah yang ditawarkan yaitu Rp. 300

    Juta sampai dengan Rp. 2,7 Miliar.

    Perumahan E

    Perumahan yang berlokasi di Bekasi ini dikembangkan oleh PT. Sinar Bahana Mulya

    yang merupakan anak perusahan dari Ciputra Grup. Perumahan ini dibangun diatas

    lahan seluas 300 ha dengan kontur lahan yang berbukit-bukit. Perumahan ini

    mempunyai konsep rumah di perbukitan yang juga menawarkan panorama danau (lake

    view) dan sungai (river view) yang sulit didapatkan di perumahan lain. Perumahan ini

    memiliki konsep hunian yang khusus yaitu adanya pemisahan antara area bisnis dan

    hunian. Kedua area tersebut terpisah jelas oleh gerbang utama (main gate). Di sisi luar

    main gate berbatasan dengan jalan utama, dibangun shopping coridor yang

    mengakomodasi semua aktivitas bisnis. Pada area komersial tersebut telah tersedia ruko,

    restoran, apotik, areal bermain anak-anak (playground) dan Bank. Sementara di sisi

    dalam main gate sengaja dikhususkan untuk hunian dengan segala fasilitas penunjang

    yang dapat dimanfaatkan oleh penghuni seperti Klub Keluarga yang menampung

    beragam fasilitas berukuran olimpik, yaitu lapangan sepakbola pantai, basket, kolam

    renang, jogging track, hingga variasi pulau-pulau dan lagoon.

    Saat ini total penghuni di perumahan ini telah mencapai kurang lebih 400 KK. Semua

    hunian di perumahan ini dibangun dengan sistem cluster karena dengan sistem tersebut

    keamanan dan kenyamanan bagi penghuni lebih terjaga. Setiap cluster terdiri dari 6 atau

    lebih tipe rumah yang dikembangkan. Unit rumah yang dikembangkan mempunyai luas

    bangunan 48 m sampai dengan 244 m dan luas kavling 90 m sampai dengan 240 m.

    Harga jual rumah yang ditawarkan yaitu Rp. 200 Juta sampai dengan Rp. 1,2 Miliar.

    Selain menawarkan unit rumah, perumahan ini juga menawarkan Kavling Siap Bangun

    sehingga para konsumen dapat mendesain sesuai dengan ide dan gagasan mereka

    dengan harga Rp. 1,2 Juta per m.

    Secara terperinci studi kasus pada penelitian ini disajikan pada Tabel IV.1 berikut ini.

  • 50

    Tabel IV.1 Studi Kasus Perumahan Di Jabodetabek

    Tipe Rumah

    No. Perumahan Lokasi Perumahan Pengembang Luas

    Lahan (ha)

    Luas Bangunan

    (m2)

    Luas Tanah (m2)

    Harga Jual Rumah

    (Rp)

    1 A DKI Jakarta PT. Metropolitan Land

    150 43 168 90 - 188 240 700 juta

    2 B Bogor Bakrieland Development Tbk.

    400 70 360 115 - 463 395 juta 1,9 M

    3 C Depok PT. Cisadane Perdana 90 58 230 90 - 300 240 905 juta

    4 D Tangerang PT. Alfa Goldland Realty

    300 36 338 84 - 528 240 juta 2,6 M

    5 E Bekasi PT. Sinar Bahana Mulya 330 48 244 50 - 240 185 juta 1,3 M

    IV.2 Pemodelan Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan

    Pemodelan kelayakan finansial pegembangan perumahan ini dilakukan berdasarkan

    model penelitian yang telah ditetapkan. Proses pemodelan kelayakan finansial

    diilustrasikan pada Gambar IV.1 berikut

  • 51

    Gambar IV.1 Proses Pemodelan Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan

  • 52

    IV.2.2 Pengembangan Model

    IV.2.2.1 Identifikasi Variabel Pengembangan Perumahan

    Identifikasi variabel pengembangan perumahan berdasarkan pada variabel yang telah

    diidentifikasi oleh Avianto (1998) dan survei terhadap pengembang.

    1) Biaya Investasi

    Biaya investasi pengembangan perumahan merupakan biaya yang dikeluarkan

    pengembang untuk mengembangkan perumahan. Berdasarkan Avianto (1998), biaya

    investasi pengembangan perumahan dikelompokanan menjadi 2 bagian yaitu biaya

    pengembangan tanah, biaya pengembangan bangunan.

    a. Biaya Pengembangan Tanah

    Biaya pengembangan tanah merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengembangkan

    lahan perumahan. Variabel biaya pengembangan tanah ini terdiri dari biaya pembebasan

    lahan, biaya pematangan tanah, biaya perizinan tanah, biaya konstruksi sarana dan

    prasarana, biaya utilitas dan biaya overhead tanah.

    Harga Tanah

    Komponen tanah merupakan salah satu faktor penting dalam struktur biaya investasi.

    Kelangkaan tanah di perkotaan sebagai akibat dari permintaan tanah yang meningkat

    jauh lebih besar dari tanah yang dapat disediakan mendorong kenaikan harga tanah

    menjadi tidak terkendali. Hal ini mengakibatkan pesatnya pertumbuhan pemukiman di

    pinggiran kota yang harga tanahnya relatif lebih murah dibandingkan di kota. Kondisi

    ini menimbulkan dampak sosial yang tidak sedikit sehubungan dengan pendatang dan

    masyarakat lokal, kekurangan utilitas dan menimbulkan kemacetan lalu lintas yang

    cenderung terus bertambah. Di sisi lain, kelangkaan tanah ini mendorong spekulan

    tanah untuk menguasai tanah-tanah di pinggiran perkotaan. Harga tanah merupakan

    komponen yang paling mempengaruhi besarnya biaya investasi karena harga tanah

    bervariasi disetiap wilayah yang ditunjukkan pada Gambar IV.2. Harga tanah akan

  • 53

    cenderung naik bila aksesbilitas di wilayah tersebut mudah, selain itu juga dipengaruhi

    dengan ketersediaan infrastruktur yang lengkap di wilayah tersebut.

    Sumber: www.properti.net

    Gambar IV.2 Peta Harga Tanah di Wilayah Jabodetabek

    Biaya Pembebasan Lahan

    Biaya pembebasan lahan merupakan biaya untuk membeli lahan mentah atau lahan

    yang belum dikembangkan. Biaya pembebasan lahan terdiri dari 2 (dua) komponen

    yaitu luas lahan dan harga tanah.

    Depok Rp. 41.000 Rp. 426.000/m2

    Bogor Rp. 20.400 Rp. 314.400/m2

    Tangerang Rp. 98.400 Rp. 962.400/m2

    Bekasi Rp. 31.000 Rp. 655.000/m2

    Jakarta Timur Rp. 136.800 Rp. 940.800/m2

    Jakarta Utara Rp. 601.200 Rp. 1.172.000/m2

    Jakarta Selatan Rp. 136.800 Rp. 897.600/m2

    Jakarta Barat Rp. 369.600 Rp. 897.600/m2

    Jakarta Pusat Rp. 511.200 Rp. 1.026.000/m2

  • 54

    Biaya Pematangan Tanah

    Biaya pematangan tanah merupakan biaya yang diperlukan guna pematangan tanah, dari

    tanah mentah menjadi tanah siap bangun yang meliputi biaya cut & fill serta biaya

    urugan tanah. Berdasarkan survei terhadap pengembang di wilayah Jabodetabek, biaya

    pematangan tanah yaitu Rp. 150.000/ m Rp. 250.000/ m. Besarnya biaya satuan

    pematangan tanah berdasarkan kondisi lahan dan konsep perumahan yang

    dikembangkan.

    Biaya Perizinan Tanah

    Biaya perizinan tanah merupakan biaya untuk mendapatkan perizinan pengembangan

    tanah. Perizinan yang diperlukan terdiri dari:

    a) Izin Lokasi (IL)

    Izin lokasi adalah izin adalah izin yang diberikan kepada pengembang atas rencana

    penggunaan lahan dalm suatu wilayah tertentu yang bertujuan untuk pembebasan

    hak atas tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Setiap

    perusahaan baik perorangan maupun badan hukum yang telah memperoleh

    Persetujua Penanaman Modal (fasilitas PMA/PMDN) dan atau non fasilitas yang

    akan menanamkan modalnya wajib memiliki izin lokasi untuk memperoleh tanah

    yang akan diperlukan untuk melaksanakan Rencana Penanaman Modal. Izin lokasi

    diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:

    Izin lokasi seluas sampai dengan 25 ha selama 1 tahun Izin lokasi seluas > 25 ha s/d 50 ha selama 2 tahun Izin lokasi > 50 ha selama 3 tahun

    Perolehan tanah oleh pemegang izin lokasi wajib diselesaikan dalam jangka waktu

    berlakunya izin lokasi. Perhitungan retribusi izin lokasi dirumuskan sebagai

    berikut:

  • 55

    IL = Nilai Indeks x Luas Tanah x Harga Tanah

    ...Persamaan 4.1

    b) Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)

    Izin peruntukan penggunaan tanah adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah

    Daerah kepada pengembang untuk menggunakan tanah seluas 5000 m2 atau lebih,

    yang dimaksudkan agar penggunaannya sesuai dengan Rencana Tata Ruang

    Wilayah (RTRW). Izin peruntukan penggunaan tanah merupakan salah satu

    persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan bangunan (IMB). Perhitungan

    retribusi IPPT dirumuskan sebagai berikut:

    IPPT = nilai indeks x Luas Tanah x Harga Tanah

    ...Persamaan 4.2

    Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tata Kota nilai indeks untuk izin lokasi dan

    izin peruntukan penggunaan lahan sebesar 0,25.

    Biaya Konstruksi Sarana dan Prasarana

    Biaya konstruksi sarana merupakan biaya yang dikeluarkan pembangunan fasilitas

    penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan

    ekonomi, sosial dan budaya, seperti tempat ibadah, taman, dan lain-lain. Sedangkan

    biaya konstruksi prasarana merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan

    kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat

    berfungsi sebagaimana mestinya, seperti jalan, gorong-gorong, dan lain-lain.

    Berdasarkan data yang diperoleh dari pengembang di wilayah Jabodetabek, biaya satuan

    konstruksi sarana dan prasarana bervariasi pada setiap perumahan yang di survei yaitu

    Rp. 100.000/ m Rp. 200.000/ m. Besarnya biaya satuan konstruksi sarana dan

    prasarana tergantung pada kondisi lahan dan konsep perumahan tersebut.

  • 56

    Biaya Utilitas

    Biaya utilitas merupakan biaya yang diperlukan untuk pemasangan saluran listrik dan

    penerangan jalan umum (PJU), saluran air bersih (PDAM), saluran telepon dan

    sebagainya. Berdasarkan survei yang dilakukan pada perumahan di wilayah

    Jabodetabek, biaya satuan utilitas Rp. 100.000/ m Rp. 150.000/ m. Sama halnya

    dengan biaya satuan pematangan tanah dan biaya konstruksi sarana dan prasarana, biaya

    satuan utilitas tergantung pada kondisi lahan dan konsep perumahan.

    Biaya Operasional dan Pemeliharaan

    Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan pengembang memeihara

    perumahan selama pengembangan perumahan berlangsung dan setelah pengembangan

    selesai dilakukan. Berdasarkan survei yang dilakukan pada perumahan di wilayah

    Jabodetabek, biaya satuan operasional dan pemeliharaan yaitu Rp. 75.000/ m Rp.

    150.000/ m.

    Biaya Overhead Tanah

    Biaya overhead tanah merupakan biaya yang dikeluarkan pengembang untuk

    membiayai preusan dalam pengembangan tanah. Biasanya besarnya biaya overhead

    adalah 10% dari biaya pengembangan tanah.

    b. Biaya Pengembangan Bangunan

    Biaya pengembangan bangunan merupakan biaya yang dikeluarkan pengembang untuk

    pembangunan rumah. Variabel biaya pengembangan bangunan terdiri dari biaya

    konstruksi bangunan, biaya perizinan bangunan, biaya pemasangan daya listrik, biaya

    pemasangan telepon dan biaya overhead bangunan.

    Biaya Konstruksi Bangunan Rumah

    Biaya konstruksi bangunan rumah merupakan biaya yang dikeluarkan untuk

    membangun satu unit rumah pada suatu perumahan. Berdasarkan data yang diperoleh

    dari pengembang di wilayah Jabodetabek biaya satuan konstruksi bangunan rumah

  • 57

    sebesar Rp. 1,6 juta Rp. 2,5 juta. Biaya satuan konstruksi bangunan rumah bervariasi

    tergantung pada desain rumah pada perumahan tersebut.

    Biaya Perizinan Bangunan

    Biaya perizinan bangunan biasa disebut biaya izan mendirikan bangunan (IMB). IMB

    merupakan izin yang dibutuhkan pengembang untuk mendirikan bangunan. Setiap

    bangunan yang didirikan oleh orang pribadi atau badan wajib memiliki Surat Izin

    Mendirikan Bangunan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan

    daerah tentang retribusi izin mendirikan bangunan yang diperoleh dari Dinas Tata Kota,

    Tabel IV.4 adalah data yang diperlukan untuk menghitung biaya IMB yang dirumuskan

    sebagai berikut:

    Biaya IMB = Retribusi IMB + Biaya Pendaftaran + Biaya Pemeriksaan Gambar +

    Biaya Pengawasan + Biaya Sempadan

    ...Persamaan 4.3

    dimana:

    Retribusi IMB = Luas Bangunan x RAB/SHDB x Koefisien Lantai Bangunan x

    Persentase Guna Bangunan (1% untuk perumahan/rumah tinggal)

    ...Persamaan 4.4

    Biaya Pendaftaran = 1% x Nilai Retribusi IMB

    ...Persamaan 4.5

    Biaya Pemeriksaan Gambar = 6% x Nilai Retribusi IMB

    ...Persamaan 4.6

    Biaya Pengawasan = 10% x Nilai Retribusi IMB

    ...Persamaan 4.7

    Biaya Sempadan = 1% x Nilai Retribusi IMB

    ...Persamaan 4.8

  • 58

    Tabel IV.2 Koefisien Lantai Bangunan

    No. Tingkat Bangunan Koefsien 1 Lantai Basement 1,200 2 Lantai Dasar 1,000 3 Lantai I 1,090 4 Lantai II 1,120

    Dan seterusnya setiap kenaikan 1 (satu) lantai ditambah sebesar 0.030 Sumber: Dinas Tata Kota Wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi

    Biaya Pemasangan Daya Listrik

    Biaya daya listrik merupakan biaya pemasangan daya listrik untuk tiap unit bangunan

    rumah. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN, biaya pemasangan daya listrik

    dirumuskan sebagai berikut:

    Biaya Pemasangan Daya Listrik = Daya x (BP + UJL)

    ...Persamaan 4.9

    Tabel IV.3 Biaya Penyambungan (BP) dan Uang Jaminan Langganan (UJL)

    No. Gol. Tarif Jenis Tegangan Batas Daya (VA) BP UJL s/d 450

    900 1,300 1 R-1 TR

    2,200

    300 101

    2 R-2 TR > 2,200 s/d 6,600 3 R-3 TR > 6,600 350 113

    Sumber: PT. PLN

    Biaya Pemasangan Telepon

    Biaya pemasangan telepon merupakan biaya penyambungan dari telepon untuk tiap unit

    bangunan rumah. Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN, biaya pemasangan

    telepon dirumuskan sebagai berikut:

    Biaya Pemasangan Telepon = Tarif Pasang Baru + Instalasi Kabel (IKR)

    ...Persamaan 4.10

  • 59

    Dari data yang diperoleh, biaya IKR di wilayah Jabodetabek sebesar Rp. 105.000/unit,

    sedangkan tarif pasang sambungan baru untuk pelanggan residensial wilayah

    Jabodetabek dapat dilihat pada Tabel IV.4 berikut.

    Tabel IV.4 Tarif Pasang Sambungan Baru (PSB) Pelanggan Residensial Wilayah

    Jabodetabek

    No. Golongan Tarif Residensial (Rp.) 1 I 295.000 2 II 250.000 3 III 165.000 4 IV 80.000 5 V 75.000

    Sumber: PT. TELKOM

    Biaya Overhead Bangunan

    Biaya overhead bangunan merupakan biaya yang dikeluarkan pengembang untuk

    membiayai preusan dalam pengembangan banguban. Biasanya besarnya biaya overhead

    adalah 10% dari biaya pengembangan bangunan.

    2) Biaya Pemasaran Perumahan

    Pemasaran merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan dalam pengembangan

    perumahan. Kegiatan pemasaran perumahan yang dilakukan adalah pemasangan iklan,

    billboard, brosur dll. Berdasarkan kajian pustaka dan survei terhadap pengembang,

    besarnya biaya pemasaran adalah 3% dari pendapatan yang diperoleh pengembang.

    3) Biaya Pajak Perumahan

    Dalam mengembangkan perumahan terdapat beberapa jenis pajak yang dikenakan

    pemerintah terhadap pengembang. Biasanya pajak-pajak tersebut telah dimasukkan ke

    dalam harga jual rumah oleh pengembang. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai,

    luas dan lokasi perumahan. Dibawah ini adalah jenis-jenis pajak perumahan yang

    dibebankan pengembang kepada konsumen:

  • 60

    a. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

    Pajak ini hanya dikenakan satu kali saat membeli rumah baru bernilai > Rp 36 juta,

    baik dari pengembang maupun perorangan. Besarnya pajak adalah 10% dari nilai

    transaksi atau harga jual rumah.

    PPN = 10% x HJR ...Persamaan 4.11

    b. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)

    Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru atau lama

    yang dibeli dari developer atau perorangan. Besarnya BPHTB yaitu 5% dari nilai

    transaksi setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

    BPHTB = 5% x (HJR NJOPTKP)

    ...Persamaan 4.12

    c. BBN (Bea Balik Nama)

    Bea Balik Nama (BBN) ini dikenakan untuk proses balik nama sertifikat rumah

    yang ditransaksikan dari penjual ke pembeli. Umumnya rumah yang dibeli melalui

    pengembang. Besarnya biaya BBN adalah 2% dari nilai transaksi atau harga jual

    rumah.

    BBN = 2% x HJR ...Persamaan 4.13

    d. PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)

    PPnBM hanya dikenakan untuk rumah yang dibeli melalui pengembang dan masuk

    ke dalam kategori barang mewah yaitu mempunyai luas bangunan > 150 m2 atau

    harga jual bangunan > Rp 4 juta/m2. Besarnya PPnBM adalah 20% dari harga jual

    rumah, dibayarkan saat bertransaksi.

  • 61

    PPnBM = 20% x HJR

    ...Persamaan 4.14

    e. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

    Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada

    semua wajib pajak. Pada dasarnya cara menghitung PBB terhutang adalah:

    PBB = 0,5% x NJKP ...Persamaan 4.15

    dimana :

    NJKP = 20% x NJOPKP (apabila NJOP < Rp. 1 miliar) ...Persamaan 4.16

    NJKP = 40% x NJOPKP (apabila NJOP > Rp. 1 miliar) ...Persamaan 4.17

    NJOPKP = NJOP - NJOPTKP ...Persamaan 4.18

    Keterangan:

    NJKP = Nilai Jual Kena Pajak

    NJOP = Nilai Jual Objek Pajak

    NJOPKP = Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak

    NJOPTKP = Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

    Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) UU PBB ditetapkan NJOPTKP minimal sebesar Rp. 8

    Juta dan maksimal sebesar Rp. 60 juta bagi setiap Wajib Pajak sedangkan penetapan

    besarnya NJOP ditentukan berdasarkan hasil konsultasi Kantor Wilayah DJP

    setempat dengan pihak Pemerintah Daerah untuk menentukan klasifikasi kelas tanah

    dan bangunan dari Objek PBB yang bersangkutan, yang dapat dilakukan

    perubahan/peninjauan berdasarkan perkembangan suatu wilayah.

  • 62

    f. PPh (Pajak Penghasilan)

    Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada pengembang sebagai badan usaha,

    pajak ini dibayarkan pengembang melalui PPh tahunan. Berdasarkan UU No. 17

    Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang dikenakan kepada wajib

    pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut.

    Tabel IV.5 Tarif Pajak Penghasilan

    Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

    Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 10% (sepuluh persen) Di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) s.d. Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

    15% (lima belas persen)

    Di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen) Sumber: UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

    4) Harga Jual Rumah

    Harga jual rumah merupakan harga jual produk yang komponennya terdiri dari harga

    kavling dan harga bangunan rumah. Dalam menentukan harga jual rumah, pada

    umumnya pengembang perlu mempertimbangkan yaitu:

    Permintaan pasar terhadap harga jual rumah Harga jual rumah kompetitor

    Peraturan pemerintah dan bank-bank swasta (pemberi KPR) mengenai batasan harga

    jual rumah. Besarnya harga jual rumah maksimum untuk masing-masing tipe rumah

    berdasarkan peraturan pemerintah dapat dilihat pada Tabel IV.6 berikut ini.

    Tabel IV.6 Batasan Harga Jual Rumah

    Harga Jual Rumah (Rp. x 10 6 ) Tipe Kredit

    Wilayah I Wilayah II Wilayah IIIPaket AI KSB 54 3.10 2.78 2.53

  • 63

    Harga Jual Rumah (Rp. x 10 6 ) Tipe Kredit

    Wilayah I Wilayah II Wilayah IIIKSB 60 3.50 3.11 2.65 KSB 72 4.30 3.90 3.80 RSS T.21 6.13 5.48 7.41 RSS T.27 6.75 7.50 8.19 RSS T.36 6.83 9.29 9.64 Paket AII RS T.12 11.50 12.34 12.70 RS T.15 13.58 17.33 19.35 RS T.18 18.54 18.90 21.75 RS T.21 24.71 26.93 27.85 Paket B T.27 - - - T.36 - - - T.45 - - - T.54 - - - T.70 - - - Paket C Griyatama I 30 200 30 200 30 200 Griyatama II > 200 > 200 > 200

    Sumber: Menperkim,1999

    Berdasarkan hasil Survey Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank

    Indonesia pada triwulan IV 2006 yang menggambarkan perkembangan harga jual rumah

    pada 14 kota di Indonesia, terjadi peningkatan harga jual sebesar 142,6 yaitu indeks

    naik sebesar 2,14% dibandingkan pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2,13%.

    Sedangkan harga jual rumah di wilayah Jabodetabek meningkat sebesar 4,16%.

    Perkembangan indeks harga rumah dapat dilihat pada Gambar IV.4 dibawah ini.

  • 64

    Sumber: SHPR IV 2006 Bank Indonesia

    Gambar IV.3 Grafik Perkembangan Harga Jual Rumah Gabungan 14 Kota Besar

    Di Indonesia

    a. Harga Kavling

    Harga kavling merupakan salah satu komponen dalam menentukan harga jual

    rumah. Harga kavling ini merupakan biaya pengembangan tanah ditambah dengan

    profit. Berdasarkan survei terhadap pengembang, besarnya profit yang ditambahkan

    pengembang adalah sebesar 20 30%.

    b. Harga Bangunan Rumah

    Harga bangunan rumah merupakan salah satu komponen dalam menentukan harga

    jual rumah. Harga bangunan rumah ini terdiri dari biaya pengembangan bangunan

    dan profit. Berdasarkan survei terhadap pengembang, besarnya profit yang

    ditambahkan pengembang adalah sebesar 20 30%.

    5) Pembiayaan Investasi

    Investasi pengembangan perumahan merupakan investasi yang memerlukan pendanaan

    yang besar untuk pengembangannya, biasanya pengembang akan menggunakan modal

    sendiri dan pinjaman untuk pendanaannya. Perbankan merupakan salah satu institusi

    keuangan yang masih mendominasi pembiayaan investasi real estat di Indonesia, baik

  • 65

    jangka pendek, menengah maupun panjang. Secara umum, pemberian kredit modal

    kerja dan kredit investasi akan semakin meningkat dalam jangka panjang atau dalam

    jangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun.

    a. Modal Sendiri (Equity)

    Modal sendiri (equity) merupakan dana yang dimiliki oleh pengembang dalam bentuk

    modal saham. Pada umunya modal sendiri (equity) yang disediakan pengembang adalah

    1/3 (sepertiga) dari total investasi karena jika nilai equity kurang dari 1/3 total investasi

    pengembang akan sulit untuk mendapatkan pinjaman.

    b. Pinjaman (Debt)

    Pinjaman melalui perbankan sebagai sumber pembiayaan investasi pengembangan

    perumahan pada umumnya merupakan kredit jangka panjang. Berdasarkan studi

    literatur maksimal pembiayaan perbankan dalam investasi real estat adalah 70%.

    Keputusan bank dalam memberikan kredit dipengaruhi oleh faktor pendapatan debitur

    atau peminjam dan harga jual rumah serta politik.

    IV.2.2.2 Penetapan Variabel Ketidakpastian

    Penetapan variabel ketidakpastian pada pengembangan model ini berdasarkan pada

    variabel ketidakpastian yang telah diidentifikasi oleh Byrne (1996) yaitu:

    1) Inflasi

    Inflasi merupakan faktor yang menyebabkan nilai mata uang turun dan menyebabkan

    kenaikan harga barang. Inflasi sangat sulit diukur dengan tepat karena ketidaksamaan

    kenaikan barang dan jasa. Dengan kata lain, perbandingan kenaikan atau persentase

    kenaikan harga semua jenis barang merupakan hal yang random (Kodoatie, 1995).

    Inflasi sangat dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik suatu negara. Ketidakstabilan

    ekonomi dan politik suatu negara akan menyebabkan kenaikan infklasi.

    Dalam pengembangan perumahan, inflasi akan mempengaruhi biaya investasi yang

    akan dikeluarkan pengembang. Inflasi juga akan mempengaruhi suku bunga bank dan

  • 66

    volume penjualan rumah. Kenaikan inflasi akan menaikkan biaya investasi dan suku

    bunga yang akan menyebabkan meningkatnya harga jual rumah yang nantinya akan

    mempengaruhi konsumen untuk membeli rumah.

    Berdasarkan Bank Indonesia, laju inflasi di Indonesia bersifat fluktuatif dari tahun ke

    tahun seperti ditunjukkan pada gambar IV. Dapat dilihat bahwa dari bulan Januari 2003

    sampai dengan Januari 2007 inflasi berkisar antara 4.60% - 18.38%, dimana inflasi

    tertinggi terjadi pada bulan November 2005 dan inflasi terendah pada bulan Februari

    2004. Dapat disimpulkan bahwa laju inflasi yang ditunjukkan pada Gambar IV.5 tidak

    dapat diestimasi secara pasti karena laju inflasi sangat bergantung pada kondisi

    perekonomian negara.

    0.00%2.00%4.00%6.00%8.00%

    10.00%

    12.00%14.00%16.00%18.00%20.00%

    Jan-02

    May-0

    2Se

    p-02

    Jan-03

    May-0

    3Se

    p-03

    Jan-04

    May-0

    4Se

    p-04

    Jan-05

    May-0

    5Se

    p-05

    Jan-06

    May-0

    6Se

    p-06

    Jan-07

    May-0

    7Se

    p-07

    Sumber: Bank Indonesia, 2007

    Gambar IV.4 Grafik Inflasi Periode Januari 2002 Desember 2007

    2) Suku Bunga

    Bunga merupakan sesuatu yang harus dibayarkan oleh investor dalam hal ini

    pengembang untuk investasi. Inflasi merupakan parameter yang mempengaruhi tingkat

    suku bunga karena secara implisit inflasi adalah kenaikan harga atau penurunan nilai

    mata uang. Tingkat suku bunga juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang

  • 67

    terkait dengan kondisi ekonomi dalam dan luar negeri. Pada saat pertumbuhan ekonomi

    suatu negara sedang naik dengan kondisi yang stabil sehingga suatu investasi akan

    menghasilkan nilai keuntungan yang tinggi, maka permintaan modal untuk investasi

    akan besar. Tetapi bila pada kondisi pertumbuhan ekonomi rendah maka pembangunan

    atau aktivitas ekonomi akan menurun sehingga permintaan akan modal akan berkurang.

    Kemampuan modal juga turut berperan karena kondisi pertumbuhan ekonomi yang

    tinggi akan menyebabkan permintaan modal yang besar. Kondisi modal secara implisit

    akan menaikkan tingkat suku bunga. Faktor risiko juga turut berperan dalam

    menentukan laju suku bunga. Besarnya tingkat suku bunga ini tergantung dari faktor

    risiko yang dimiliki oleh investor.

    Berdasarkan survei terhadap Suku Bunga Bank Indonesia (BI rate), saat ini suku bunga

    BI mengalami penurunan yaitu menjadi 8%. Penurunan suku bunga BI ini diharapkan

    akan mendorong investasi pengembangan perumahan karena dengan semakin kecilnya

    suku bunga akan mendorong pengembang dalam mengajukan kredit modal kerja

    maupun kredit konstruksi. Gambar IV.5 diberikut menggambarkan pergerakkan suku

    bunga bank indonesia selama peride 5 tahun terakhir.

    0.00%

    2.00%4.00%

    6.00%

    8.00%10.00%

    12.00%

    14.00%16.00%

    18.00%

    Jan-02

    May-0

    2Se

    p-02

    Jan-03

    May-0

    3Se

    p-03

    Jan-04

    May-0

    4Se

    p-04

    Jan-05

    May-0

    5Se

    p-05

    Jan-06

    May-0

    6Se

    p-06

    Jan-07

    May-0

    7Se

    p-07

    Sumber: Bank Indonesia, 2007

    Gambar IV.5 Grafik Suku Bunga Periode Januari 2002 Desember 2007

  • 68

    3) Tingkat Penjualan

    Tingkat penjualan rumah sangat ditentukan oleh daya beli masyarakat. Tingkat

    penjualan rumah sulit diestimasi karena daya beli konsumen sangat dipengaruhi oleh

    inflasi dan suku bunga. Kenaikan inflasi akan menyebabkan meningkatkan harga jual

    rumah yang akan mempengaruhi konsumen dalam membeli rumah. Kenaikan suku

    bunga akan menyebabkan menurunnya volume penjualan rumah karena meningkatnya

    kredit pemilikan rumah (KPR). Tingkat penjualan rumah merupakan persentase rumah

    yang akan terjual pada tahun rumah dibangun, biasanya data diperoleh berdasarkan data

    jumlah penjualan pada tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari

    pengembang, dalam 1 tahun pengembang dapat menjual 60% 100% rumah dari total

    jumlah unit rumah yang dibangun.

    Berdasarkan identifikasi variabel pengembangan perumahan dan penetapan variabel

    ketidakpastian, maka variabel pengembangan perumahan yang digunakan dalam

    pengembangan model dapat dilihat pada Gambar IV.6. Dari variabel pengembangan

    perumahan tersebut, maka pengembangan model kelayakan finansial pengembangan

    perumahan ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar IV.7.

  • 69

    Harga Jual Rumah

    Variabel yang dapat dikendalikan secara

    langsung

    Harga Kavling

    Harga Bangunan Rumah

    Modal

    Variabel ketidakpastian

    Inflasi

    Tingkat Penjualan

    Variabel Pengembangan

    Perumahan

    Profit

    Variabel yang dapat dikendalikan secara

    tidak langsung

    Biaya Perizinan

    Biaya Pajak

    Biaya Daya Listrik

    Biaya Pemasangan

    Telepon

    Biaya Konstruksi Bangunan Rumah

    Biaya Sarana dan Prasarana

    Biaya Pemasaran

    Biaya Overhead

    Harga Tanah

    Biaya Utilitas

    Biaya Pematangan

    Tanah

    Lahan

    Periode Investasi

    Biaya Taman Rumah

    Biaya Fasos dan Fasum

    Biaya Perizinan Tanah

    Biaya Perizinan Bangunan Rumah

    Biaya Pemasangan PAM

    Pinjaman

    Biaya Overhead Tanah

    Luas Bangunan Rumah

    Peruntukkan Lahan

    Luas Pengembangan

    Lahan

    Luas Tanah/Kavling

    Peruntukkan Rumah

    Peruntukkan Sarana dan Prasarana

    Jumlah Rumah Unit

    Luas Pengembangan Lahan Cluster

    Volume Penjualan

    Upah Agen Penjualan

    Upah Profesional/Tenaga Ahli

    Periode Konstruksi

    Periode Penjualan

    PPh

    PBB

    PPN

    BPHTB

    PPnBM

    BBN

    Suku Bunga

    Luas Lahan

    Biaya Operasional dan Pemeliharaan

    Biaya Overhead Bangunan Rumah

    Gambar IV.6 Variabel Pengembangan Perumahan

  • 70

    Biaya Overhead Tanah

    Harga Jual Rumah

    Profit

    Modal

    Pinjaman

    Cash Flow

    Inflasi

    Discount Rate

    Biaya Pajak

    Biaya Pemasaran

    Biaya Bunga PinjamanSuku Bunga

    Biaya Perizinan Bangunan Rumah

    Harga Kavling

    Harga Bangunan Rumah

    Harga Tanah

    Cash In Flow

    Cash Out Flow

    Biaya Pembebasan Lahan

    Biaya Pematangan Tanah

    Biaya Sarana & Prasarana

    Biaya Utilitas

    Biaya Perizinan Tanah

    Biaya Konstruksi Bangunan Rumah

    Biaya Pemasangan Daya Listrik

    Biaya Pemasangan Telepon

    Biaya Pengembangan Tanah

    Biaya Pengembangan Bangunan Rumah

    Biaya Overhead Bangunan Rumah

    Evaluasi Lokasi Lahan

    Peruntukkan Lokasi sesuai RUTR?

    Perizinan Tanah (Izin

    Lokasi, IPPT)

    Ya

    Tidak

    IPPT OK?Tidak

    Perizinan Bangunan

    (IMB)

    Ya

    Evaluasi Peruntukkan Lahan

    Evaluasi Komposisi Rumah

    Luas Peruntukkan

    Sarana & Prasarana

    Luas Peruntukkan

    Rumah

    Jumlah Unit Rumah

    Konsep Perumahan

    Terpilih

    Desain Rumah Terpilih

    Evaluasi Desain Rumah

    Konsep Perumahan sesuai dengan

    Kondisi Lahan?

    Evaluasi Konsep Perumahan

    Tidak

    Ya

    Evaluasi Pengembangan Lahan

    Luas Pengembangan

    Lahan

    Evaluasi Periode Investasi

    Periode Konstruksi

    Periode Penjualan

    Luas Bangunan

    Rumah

    Luas Tanah/Kavling

    Evaluasi Kondisi Lahan

    Luas Pengembangan

    Cluster

    Luas Lahan

    Evaluasi Segmen Pasar Berdasarkan Jumlah

    Permintaan

    Evaluasi Penjualan Berdasarkan Daya Beli

    Konsumen

    Segmen Pasar Terpilih

    Tingkat Penjualan

    Volume Penjualan

    Biaya Operasional dan Pemeliharaan

    Mulai

    Kriteria Kelayakan Finansial

    TidakSesuai Kriteria Kelayakan Finansial?

    Layak

    Tidak Layak

    Ya

    Peninjauan KembaliPeninjauan Kembali

    Peninjauan Kembali

    Pelaksanaan Konstruksi

    Gambar IV.7 Pengembangan Model Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan

  • 71

    IV.2.2.3 Pengembangan Model Cash Flow

    Pengembangan model cash flow dilakukan dengan mengembangkan model cash flow

    pembiayaan (cash out) dan cash flow pendapatan (cash in). Pengembangan model cash

    flow ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana keterkaitan atau hubungan antar

    variabel dalam model cash flow.

    1) Analisis Pengeluaran (Cash Out Flow)

    Total Biaya Investasi

    Total biaya investasi (TBI) terdiri dari biaya pembebasan lahan (BPL), biaya

    pematangan tanah (BPT), biaya perizinan tanah (BIT), biaya konstruksi sarana dan

    prasarana (BKSP), biaya utilitas (BU), biaya overhead tanah (BOT), biaya konstruksi

    bangunan (BKB), biaya perizinan bangunan (BIB), biaya daya listrik (BDL), biaya

    pemasangan telepon (BPTL), biaya overhead bangunan (BOB), biaya pemasaran (BPs)

    dan biaya pajak (BPjk), yang ditunjukkan dengan persamaan matematis sebagai

    berikut:

    =

    n

    ttTBI

    1 = tBPL + tBPT + tBIT + tBKSP + tBPU + tBOT + tBKB + tBIB + tBDL

    + tBPTL + tBOB + tBPs + tBPjk ;t =1,2,3,n

    ...Persamaan 4.19

    atau

    =

    n

    ttTBI

    1 = tBPPT + tBPPB + tBPs + tBPjk ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.20

    a. Biaya Pokok Pengembangan Tanah (BPPT) Biaya pokok pengembangan tanah merupakan pembagian antara biaya total

    pengembangan tanah (BTPT) dan total luas kavling (TLK) dengan persamaan

    matematis sebagai berikut:

  • 72

    =

    n

    ttBPPT

    1 =

    t

    t

    TLTBTPT

    ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.21

    Dimana biaya total pengembangan tanah (BTPT) merupakan estimasi dari biaya

    pembebasan lahan (BPL), biaya pematangan tanah (BPT), biaya perizinan tanah (BIT) ,

    biaya konstruksi sarana dan prasarana (BKSP), biaya utilitas (BU), dan biaya overhead

    tanah (BOT) yang ditunjukkan dengan persamaan matematis sebagai berikut:

    =

    n

    ttBTPT

    1 = tBPL + tBPT + tBIT + tBKSP + tBU + tBOT ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.22

    Sedangkan total luas kavling/tanah (TLT) merupakan hasil estimasi dari luas tanah (LT)

    dan jumlah rumah (JR), yang dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

    =

    n

    ttTLT

    1 = tLT x tJR ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.23

    Jumlah rumah merupakan hasil dari pembagian luas pengembangan lahan cluster

    (LPLC) dengan luas tanah (LT), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttJR

    1 =

    t

    t

    LTLPLC

    ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.24

    Dimana luas pengembangan lahan cluster (LPLC) merupakan estimasi antara presentase

    peruntukkan rumah (%PR), presentase pengembangan lahan cluster (%PLC) dan luas

    pengembangan lahan (LPL), yang dapat dilihat dalam persamaan berikut:

    =

    n

    ttLPLC

    1 = tPR% x tPLC% x tLPL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.25

  • 73

    Sedangkan luas pengembangan lahan (LPL) merupakan estimasi antara persentase

    pengembangan lahan (%PL) dengan luas lahan (LL), yang ditunjukan dalam persamaan

    berikut ini:

    =

    n

    ttLPL

    1 = tPL% x tLL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.26

    Biaya Pembebasan Lahan Biaya pembebasan lahan (BPL) diperoleh dari estimasi antara harga tanah (HT) dan luas

    lahan (LL), yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBPL

    1 = tHT x tLL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.27

    Biaya Pematangan Tanah Biaya pematangan tanah (BPT) merupakan estimasi antara biaya satuan pematangan

    tanah (BSPT) dan luas pengembangan lahan (LPL), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBPT

    1 = 1tBSPT [1 + ]ntf 1= x tLPL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.28

    Biaya Konstruksi Sarana dan Prasarana Biaya konstruksi sarana dan prasarana (BKSP) diperoleh dari estimasi antar biaya

    satuan konstruksi sarana dan prasarana (BSKSP), persentase peruntukkan sarana dan

    prasarana (%PSP) dan luas pengembangan lahan (LPL), yang dirumuskan sebagai

    berikut:

    =

    n

    ttBKSP

    1

    = 1tBSKSP [1 + ]ntf 1= x ( tPSP% x )tLPL ;t = 1,2,3,n ...Persamaan 4.29

    Biaya Utilitas

  • 74

    Biaya utilitas (BU) diperoleh dari estimasi antara biaya satuan utilitas (BSU), persentase

    peruntukan sarana dan prasarana (%PSP) dan luas pengembangan lahan (LPL), yang

    dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBU

    1 = 1tBSU [1 + ]ntf 1= x ( tPSP% x )tLPL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.30

    Biaya Perizinan Tanah Biaya perizinan tanah (BIT) terdiri dari izin lokasi (IL) dan izin peruntukan penggunaan

    tanah (IPPT), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBIT

    1 = tIL + tIPPT ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.31

    Dimana izin lokasi (IL) dan izin peruntukan penggunaan tanah (IPPT) diperoleh dari

    persamaan 4.1 dan persamaan 4.2.

    Biaya Overhead Biaya overhead tanah (BOT) yang dikeluarkan adalah 10% dari biaya pembebasan

    lahan (BPL), biaya pematangan tanah (BPT), biaya perizinan tanah (BIT), biaya

    konstruksi sarana dan prasarana (BKSP) dan biaya utilitas (BU), yang dirumuskan

    secara matematis dengan persamaan dibawah ini:

    =

    n

    ttBO

    1 = 10% x [ tBPL + tBPT + tBIT + tBKSP + ]tBU ;t = 1,2,3n

    ...Persamaan 4.32

    b. Biaya Pokok Pengembangan Bangunan (BPPB) Biaya pokok pengembangan bangunan (BPPB) terdiri dari biaya satuan konstruksi

    bangunan (BSKB), biaya perizinan bangunan (BIB), biaya pemasangan daya listrik

    (BPDL), biaya pemasangan telepon (BPTL) dan biaya overhead bangunan (BOB), yang

    dirumuskan secara matematis sebagai berikut:

  • 75

    =

    n

    ttBPPB

    1 = tBSKB + tBSIB + tBSPDL + tBSPTL + tBOB ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.33

    Sedangkan biaya total pengembangan bangunan (BTPB) terdiri dari biaya kontruksi

    bangunan (BKB) ditambah dengan biaya perijinan bangunan (BIB), yang dapat

    dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBTPB

    1 = tBKB + tBIB + tBPDL + tBPTL + tBOB ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.34

    Biaya Konstruksi Bangunan Biaya konstruksi bangunan diperoleh berdasarkan perkalian antara biaya satuan

    konstruksi bangunan (BSKSB) dengan luas bangunan (LB) dan jumlah rumah yang

    dibangun (JR), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttBKB

    1 = 1tBSKB [1 + ]ntf 1= x tLB x tTVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.35

    Dimana total volume penjualan (TVP) terdiri dari volume penjualan (VP) dan sisa

    penjualan (SP) pada tahun sebelumnya, yang ditunjukkan dengan persamaan sebagai

    berikut:

    =

    n

    ttTVP

    1 = tVP + 1tSP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.36

    Volume penjualan diperoleh dari estimasi antar tingkat penjualan (S) dan jumlah rumah

    (JR), yang dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

    =

    n

    ttVP

    1 = tS x tJR ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.37

  • 76

    Sedangkan sisa penjualan (SP) dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttSP

    1 = tJR - tVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.38

    Biaya Pemasangan Daya Listrik Biaya pemasangan daya listrik (BPDL) diperoleh dari estimasi antara biaya satuan

    pemasangan daya listrik (BSPDL) dan total volume penjualan (TVP), yang dirumuskan

    dengan persamaan berikut ini:

    =

    n

    ttBPDL

    1 = tBSPDL x tTVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.39

    Dimana rumus biaya satuan pemasangan daya listrik berdasarkan pada persamaan 4.3.

    Biaya Pemasangan Telepon Biaya pemasangan telepon (BPTL) diperoleh dari estimasi biaya satuan pemasangan

    telepon (BSPTL) dan total volume penjualan (TVP), yang ditunjukkan pada persamaan

    di bawah ini:

    =

    n

    ttBPTL

    1 = tBSPTL x tTVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.40

    Dimana rumus biaya satuan pemasangan daya listrik berdasarkan pada persamaan 4.3.

    Biaya Total Perizinan Bangunan Biaya total perizinan bangunan (BTIB) merupakan hasil estimasi antara biaya perizinan

    bangunan (BIB) dengan total volume penjualan (TVP)

    =

    n

    ttBTIB

    1 = tBIB x tTVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.41

  • 77

    Dimana rumus biaya perizinan bangunan (BIB) diperoleh dari persamaan 4.5 sampai

    dengan persamaan 4.10.

    =

    n

    ttBSIB

    1 = tRIMB + tBPdft + tBPG + tBPws + tBSpd ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.42

    Sedangkan restribusi izin mendirikan bangunan (RIMB) dikembangkan berdasarkan

    persamaan 4.6 yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttRIMB

    1= tLB x 1tBSKSP [1 + ]ntf 1= x kLTB x GB% ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.43

    c. Biaya Lain-lain Biaya terdiri dari biaya pemasaran (BPs) dan biaya pajak (BPjk). Perhitungan biaya

    pajak (BPjk) ditunjukkan pada persamaan 4.11 sampai dengan persamaan 4.18,

    sedangkan biaya pemasaran (BPs) yang dikeluarkan adalah 3% dari total pendapatan

    (TP) yang dirumuskan pada persamaan dibawah ini:

    =

    n

    ttBPs

    1 = 3% x tTP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.44

  • 78

    Gambar IV.8 Model Cash-Out Flow Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan (Biaya Pengembangan Tanah)

  • 79

    Gambar IV.9 Model Cash-Out Flow Kelayakan Finansial Pengembangan Perumahan (Biaya Pengembangan Bangunan)

  • 80

    NJOP

    NJOPTKP

    Biaya Pajak (BPjk) BPjkt = PBBt + BPHTBt + BBNt +

    PPnBMt + PPNt

    PBB PBB = 0.5% x NJKP

    NJKP NJKP = 20% x NJOPKP

    NJOPKP NJOPKP = NJOP - NJOPTKP

    BPHTB BPHTB = 5% x (HJRt NJOPKP)

    BBN BBN = 2% x HJRt

    PPN PPN = 10% x HJRt

    PPnBM PPnBM = 20% x HJRt

    Biaya Pemasaran (BPst) BPst = 3% x TPt

    Harga Jual Rumah (HJRt)

    C

    Total Pendapatan (TPt)

    Keterangan

    Perhitungan Variabel

    Hubungan Antar Variabel yang dapat dikendalikan

    Variabel yang dikendalikan secara tidak langsung

    Total Biaya Investasi (TBIt) TBIt = BPLt + BPt + BITt +

    BKSPt + BUt + BOTt + BPst + BKBt + BPDLt + BPTLt

    + BTIBt + BPjkt + BOBt

    Gambar IV.10 Model Cash-Out Flow Kelayakan Finansial Investasi Pengembangan Perumahan (Biaya Lain-lain)

  • 81

    2) Analisis Pemasukkan (Cash In Flow)

    Total Pemasukkan

    Total pemasukan (TPm) merupakan penjumlahan antara total pendapatan (TP) dan total

    modal (TM) dengan persamaan matematis sebagai berikut:

    =

    n

    ttTPm

    1 = tTP + tTM ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.45

    a. Total Pendapatan Total pendapatan (TP) merupakan perkalian antara harga jual rumah (HJR) dan total

    volume penjualan (TVP) yang ditunjukkan dengan persamaan berikut ini:

    =

    n

    ttTP

    1 = tHJR x tTVP ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.46

    Harga Jual Rumah Harga jual rumah (HJR) terdiri dari total harga kavling (THK) dan total harga bangunan

    (THB), yang dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:

    =

    n

    ttHJR

    1 = tTHK + tTHB ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.47

    Total Harga Kavling Total harga kavling (THK) merupakan hasil estimasi antara harga kavling (HK) dan

    luas tanah/kavling (LT), dengan persamaan matematis sebagai berikut:

    =

    n

    ttTHK

    1 = tHK + tLT ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.48

    Dimana harga kavling (HK) diperoleh dari penjumalahan biaya pokok pengembangan

    tanah (BPPT) dan profit (Pf), dengan persamaan matematis sebagai berikut:

  • 82

    =

    n

    ttHK

    1 = tBPPT + tPf ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.49

    Total Harga Bangunan Total harga bangunan (THB) merupakan perkalian antara harga bangunan (HB) dan

    luas tanah (LB), dengan persamaan matematis sebagai berikut:

    =

    n

    ttTHB

    1 = tBPPB x tLB ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.50

    Dimana harga bangunan (HB) diperoleh dari penjumalahan biaya pokok pengembangan

    bangunan (BPPB) dan profit (Pf), dengan persamaan matematis sebagai berikut:

    =

    n

    ttHB

    1 = tBPPB + tPf ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.51

    b. Total Modal Total modal (TM) terdiri dari antar modal sendiri (E) dan pinjaman (L), yang

    dirumuskan dengan persamaan matematis berikut ini:

    =

    n

    ttTM

    1

    = tE + tL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.52

    Dimana pinjaman (L) merupakan hasil estimasi antara total biaya investasi (TBI)

    dengan persentase pinjaman (%L), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttL

    1 = tTBI x tL% ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.53

  • 83

    Sedangkan modal (E) diperoleh dari pengurangan total biaya investasi terhadap

    pinjaman, yang ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

    =

    n

    ttE

    1 = tTBI - tL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.54

    3) Analisis Net Cash Flow

    Net Cash flow (NCF) diperoleh dari pengurangan earning after tax (EAT) terhadap

    pinjaman (L), yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttNCF

    1 = tEAT tL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.55

    a. Laba Setelah Pajak (Earning After Tax) Earning after tax (EAT) diperoleh dari Earning before interest and tax (EBIT) yang

    dikurangi Biaya bunga (I) dan Biaya pajak penghasilan (BPPh), dengan persamaan

    sebagai berikut:

    =

    n

    ttEAT

    1 = tEBIT tI tBPPh ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.56

    Dimana biaya bunga merupakan hasil estimasi antara tingkat suku bunga (i) dan

    pinjaman (L), yang ditunjukkan pada persamaan berikut:

    =

    n

    ttI

    1 = ti x tL ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.57

    Sedangkan biaya pajak penghasilan (BPPh) merupakan hasil estimasi antara Earning

    Before Interest and Tax (EBIT) dan prosentase pajak penghasilan (%PPh), dengan

    persamaan sebagai berikut:

  • 84

    =

    n

    ttBPPh

    1 = tEBIT x PPh% ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.58

    b. Laba Sebelum Bunga dan Pajak (Earning Before Interest and Tax) Earning Before Interest and Tax (EBIT) diperoleh dari pengurangan antara Total

    Pemasukan (TPm) atau Cash In Flow (CIF) dan Total Biaya Investasi (TBI) atau Cash

    Out Flow (COF) yang dirumuskan sebagai berikut:

    =

    n

    ttEBIT

    1 = tTPm tTBI ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.59

    atau

    =

    n

    ttEBIT

    1 = tCIF tCOF ;t = 1,2,3,n

    ...Persamaan 4.60

  • 85

    Gambar IV.11 Model Cash-In Flow Kelayakan Finansial Investasi Pengembangan Perumahan

  • 86

    Gambar IV.12 Model Net Cash flow Kelayakan Finansial Investasi Pengembangan Perumahan

  • 87

    IV.2.3 Pengujian Model

    Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian model yang bertujuan untuk mengetahui

    apakah pemodelan kelayakan finansial pengembangan perumahan dapat memberikan

    penilaian kelayakan yang lebih baik dari model kelayakan finansial pengembangan

    perumahan yanng Avianto (1998). Proses pengujian model terdiri 5 tahap yaitu

    pengembangan skenario cash flow, penentuan fungsi distribusi probabilitas variabel

    ketidakpastian, penentuan discount rate, penentuan jumlah iterasi dan simulasi.

    IV.2.3.1 Pengembangan Skenario Cash Flow

    Skenario cash flow dikembangkan berdasarkan perumahan 5 wilayah yaitu DKI Jakarta,

    Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

    1) Periode Investasi

    Periode investasi untuk seluruh skenario diasumsikan selama 20 tahun.

    2) Luas lahan

    Luas lahan untuk pengembangan skenario diasumsikan berdasarkan luas lahan

    perumahan yang telah disurvei.

    3) Pengembangan Lahan

    Pengembangan lahan untuk seluruh skenario diasumsikan sebesar 5-7% setiap

    tahunnya.

    4) Peruntukkan Perumahan

    Peruntukkan perumahan untuk setiap skenario berdasarkan pada konsep

    pengembangan perumahan yang telah disurvei. Perumahan A, D dan E mempunyai

    peruntukkan perumahan yaitu 40% untuk peruntukkan sarana dan prasarana dan

    60% untuk peruntukkan rumah. Sedangkan untuk perumahan B dan C mempunyai

    peruntukkan perumahan yaitu 50% untuk peruntukkan sarana dan prasarana dan

    50% untuk peruntukkan rumah

  • 88

    5) Tipe Rumah

    Tipe rumah yang dikembangkan untuk setiap skenario berdasarkan pada data tipe

    rumah yang dikembangkan setiap perumahan. Diasumsikan bahwa ketiga tipe

    tersebut akan dikembangkan setiap tahunnya.

    6) Pengembangan Lahan Cluster

    Diasumsikan pengembangan lahan cluster untuk keseluruhan skenario sebesar 40%

    untuk tipe rumah A, 30% untuk tipe rumah B dan C.

    7) Harga Tanah

    Harga tanah yang diasumsikan untuk tiap skenario berdasarkan harga tanah

    disekitar lokasi perumahan yang telah disurvei.

    8) Biaya Satuan Pematangan Tanah

    Besarnya biaya satuan pematangan tanah yang diasumsikan tergantung pada

    konsep pengembangan perumahan dan letak perumahan yang telah disurvei.

    Berdasarkan data yang diperoleh, biaya satuan pematangan tanah Rp. 150.000 - Rp.

    250.000/m.

    9) Biaya Satuan Konstruksi Sarana dan Prasarana

    Biaya satuan konstruksi sarana dan prasarana untuk setiap skenario diperoleh

    berdasarkan pada data perumahan yang telah disurvei, biaya satuan konstruksi

    sarana dan prasarana tersebut yaitu Rp. 150.000 - Rp. 200.000/m.

    10) Biaya Satuan Utilitas

    Besarnya biaya satuan utilitas untuk setiap skenario berdasarkan pada data

    perumahan yang telah disurvei, biaya satuan utilitas yaitu Rp. 100.000 - Rp.

    150.000/m.

    11) Biaya Satuan Operasional dan Pemeliharaan

  • 89

    Biaya satuan operasional dan pemeliharaan berdasarkan pada data yang diperoleh

    dari perumahan yang telah disurvei, yaitu Rp. 75.000 Rp. 150.000/m.

    12) Biaya Satuan Konstruksi Bangunan

    Biaya satuan konstruksi bangunan untuk pengembangan skenario berdasarkan

    biaya satuan konstruksi bangunan pada perumahan yang dijadikan studi kasus.

    13) Biaya Satuan Pemasangan Daya Listrik

    Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. PLN, Biaya penyambungan adalah Rp.

    300,- dan uang jaminan langganan sebesar Rp. 110,-. Daya listrik untuk rumah tipe

    A sebesar 1300 VA , rumah tipe B dan C 2200 VA.

    14) Biaya Satuan Pemasangan Telepon

    Berdasarkan data yang diperoleh dari PT. Telkom, tarif pasang sambungan baru

    adalah Rp. 250.000/unit dan biaya instalasi kabel rumah sebesar Rp. 105.000/unit.

    15) Pinjaman

    Diasumsikan besarnya pinjaman adalah 50% setiap tahunnya untuk tiap skenario

    yang dikembangkan.

    16) Profit

    Diasumsikan besarnya profit yang ditambahkan pada harga kavling dan harga

    bangunan adalah 30% setiap tahunnya untuk tiap skenario yang dikembangkan.

    Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, skenario cash flow yang dikembangkan disajikan

    pada Tabel IV.7 berikut.

  • 90

    Tabel IV.7 Data Skenario Cash Flow

    Skenario Cash flow No.

    Variabel Pengembangan

    Perumahan A B C D E

    1 Periode Investasi (Tahun) 20 20 20 20 20

    2 Luas Lahan (Ha) 150 400 90 300 330 3 Pengembangan Lahan 5-7% 5-7% 5-7% 5-7% 5-7% 4 Peruntukkan Perumahan

    Peruntukkan Rumah 60% 50% 50% 60% 60% Peruntukkan Sarana dan Prasarana 40% 50% 50% 40% 40%

    5 Pengembangan Lahan Per Cluster Tipe A 40% 40% 40% 40% 40% Tipe B 30% 30% 30% 30% 30%

    Tipe C 30% 30% 30% 30% 30% 6 Tipe Rumah

    Tipe A 43/90 70/135 58/90 36/84 48/90 Tipe B 115/120 180/226 135/150 200/240 135/160

    Tipe C 168/188 265/463 230/240 350/480 244/240 7 Harga Tanah (Rp) 434.400 267.600 213.600 342.000 262.000 8 Biaya satuan

    Pematangan Tanah (Rp.) 150.000 250.000 200.000 200.000 150.000

    9 Biaya Satuan Konstruksi Sarana dan Prasarana (Rp.)

    100.000 200.000 150.000 200.000 150.000

    10 Biaya Satuan Utilitas (Rp.)

    100.000 150.000 100.000 150.000 150.000

    11 Biaya Satuan Operasional dan Pemeliharaan (Rp.)

    75.000 150.000 100.000 150.000 100.000

    12 Biaya Satuan Konstruksi Bangunan (Rp. Juta)

    1,6 2,5 2 2 1,8

    13 Biaya Satuan Pemasangan Daya Listrik Tipe A 1300 1300 1300 1300 1300 Tipe B 2200 2200 2200 2200 2200 Daya Listrik (VA) Tipe C 2200 2200 2200 2200 2200

    Biaya Penyambungan (RP.) 300 300 300 300 300

    Uang Jaminan Langganan (Rp.) 110 110 110 110 110

    14 Biaya Satuan Pemasangan Telepon Tarif Pasang Sambungan

    Baru (Rp.) 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000

  • 91

    Skenario Cash flow No.

    Variabel Pengembangan

    Perumahan A B C D E

    Instalasi Kabel Rumah (Rp.) 105.000 105.000 105.000 105.000 105.000

    15 Pinjaman 50% 50% 50% 50% 50% 16 Profit 30% 30% 30% 30% 30%

    Keterangan :

    Skenario A = Skenario untuk Perumahan di DKI Jakarta

    Skenario B = Skenario untuk Perumahan di Bogor

    Skenario C = Skenario untuk Perumahan di Depok

    Skenario D = Skenario untuk Perumahan di Tangerang

    Skenario E = Skenario untuk Perumahan di Bekasi

    IV.2.3.2 Penentuan Fungsi Distribusi Probabilitas Variabel Ketidakpastian

    Berdasarkan hasil survei terhadap 5 (lima) perumahan di wilayah Jabodetabek, terdapat

    3 (tiga) variabel ketidakpastian yang mempengaruhi kelayakan finansial pengembangan

    perumahan yaitu inflasi, suku bunga dan tingkat penjualan.

    Penentuan fungsi distribusi probabilitas dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

    mendefinisikan variabel sebagai ketidakpastian. Fungsi distribusi probabilitas dari

    variabel ketidakpastian dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu secara empiris dan

    subjektif. Pada penelitian ini penentuan fungsi distribusi probabilitas dari variabel

    ketidakpastian yang mempunyai data historis akan dianalisis menggunakan perangkat

    lunak @Risk, sedangkan untuk fungsi distribusi probabilitas dari variabel

    ketidakpastiam yang tidak mempunyai data historis akan ditentukan secara subjektif.

    Berdasarkan adanya ketersediaan data dan persyaratan jumlah data @Risk yaitu lima

    data, maka 2 (dua) variabel ketidakpastian investasi pengembangan perumahan akan

    dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan perangkat lunak @Risk, dua variabel

    tersebut yaitu inflasi dan suku bunga.

  • 92

    Untuk menentukan fungsi distribusi probabilitas 2 (dua) variabel ketidakpastian diatas

    digunakan fit distribusi pada perangkat lunak @Risk yang didasarkan pada metode uji

    kecocokan Chi Square (Chi-Sq), Kolmogorof Smirnov (K-S) dan Anderson

    Darling (A-D). Hasil dari uji ini akan memberikan fungsi distribusi probabilitas yang

    tepat beserta nilai dari parameter-parameternya. Pada penelitian ini metode uji

    kecocokan yang digunakan adalah metode Kolmogorof Smirnov (K-S). Metode ini

    digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa metode ini cenderung dapat lebih mudah

    dipresentasikan karena kesederhanaannya. Fit distribusi dari 2 (dua) variabel

    ketidakpastian tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.13 dan Gambar IV.14 berikut

    ini.

    Gambar IV.13 Grafik Fit Distribusi PDF dan CDF Inflasi di Indonesia

    (Bank Indonesia Januari 2002 Desember 2007)

    Lognorm(0.042342, 0.033293) Shift=+0.040988

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    0.04

    0.06

    0.08

    0.10

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    0.20

    >5.0%90.0%0.0516 0.1452

    Lognorm(0.042342, 0.033293) Shift=+0.040988

    0.0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1.0

    0.04

    0.06

    0.08

    0.10

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    0.20

    >5.0%90.0%0.0516 0.1452

  • 93

    Gambar IV.14 Grafik Fit Distribusi PDF dan CDF Suku Bunga di Indonesia

    (Bank Indonesia Januari 2002 Desember 2007)

    Fungsi distribusi probabilitas dari variabel ketidakpastian tersebut ditunjukkan pada

    Tabel IV.8 berikut ini.

    Tabel IV.8 Fungsi Distribusi Probabilitas Variabel Ketidakpastian

    Variabel Ketidakpastian

    Investasi Pengembangan

    Perumahan

    Fungsi Distribusi

    ProbabilitasParameter Sumber Data

    Inflasi Lognormal (Empiris)

    = 0.032618 = 0.021517 Shift = + 0.040807

    Bank Indonesia Periode Jan 2003 Des 2007

    Suku Bunga Lognormal (Empiris)

    = 0.028516 = 0.063769 Shift = + 0.072515

    Bank Indonesia Periode Jan 2003 Des 2007

    Tingkat Penjualan Uniform (Subjectif) Min = 60% Max = 100%

    Pengembang Perumahan di wilayah Jabodetabek

    Lognorm(0.038931, 0.075939) Shift=+0.071780

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    0.06

    0.08

    0.10

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    >5.0% 90.0%0.0740 0.2112

    Lognorm(0.038931, 0.075939) Shift=+0.071780

    0.0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1.0

    0.06

    0.08

    0.10

    0.12

    0.14

    0.16

    0.18

    >5.0% 90.0%0.0740 0.2112

  • 94

    IV.2.3.3 Penentuan Discount Rate

    Berdasarkan studi literatur, maka ditetapkan untuk mengunakan risk-free rate yang

    diperoleh berdasarkan tingkat suku bunga obligasi pemerintah Bank Indonesia seri

    VR0031 yang jatuh tempo pada tahun 2020 yaitu sebesar 8,15%.

    IV.2.3.4 Penentuan Jumlah Iterasi

    Penentuan jumlah iterasi dilakukan dengan menjalankan lima kali (5x) simulasi awal

    untuk setiap jumlah iterasi, yaitu 500#, 1000#, 5000#, 10000#. Selanjutnya hasil yang

    diperoleh dari simulasi akan dibandingkan secara grafis. Jumlah iterasi ditentukan

    dengan memilih jumlah iterasi yang menunjukkan hasil berupa kurva diagram PDF dari

    kelima simulasi yang lebih konsisten. Hasil simulasi awal untuk menentukan jumlah

    iterasi ini berdasarkan kriteria kelayakan NPV, seperti yang ditunjukkan pada Gambar

    IV.15 di bawah ini.

  • 95

    Gambar IV.15 Perbandingan Konsistensi Kurva CDF untuk Keempat Skenario

    Iterasi

    Gambar di atas menunjukkan bahwa kurva yang dihasilkan oleh jumlah iterasi 10.000

    cenderung lebih konsisten untuk kelima simulasi dibandingkan dengan jumlah iterasi

    yang lain.Dengan demikian maka ditetapkan jumlah iterasi dalam simulasi lanjutan

    adalah sebanyak 10.000 iterasi. Dalam penerapannya, seluruh model cash flow yang ada

    disimulasikan secara bersamaan. Hal ini bertujuan agar hasil simulasi dalam bentuk

    grafik yang diperoleh dapat dibandingkan secara langsung.

    Distribution for NPV 1000#

    Val

    ues

    in 1

    0^ -

    12

    Values in 10 1^2

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    1.200

    -2 -0.875 0.25 1.375 2.5

    Distribution for NPV 10000#

    Valu

    es in

    10^

    -12

    Values in 10 1^2

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    1.200

    -2.5 -1.125 0.25 1.625 3

    Distribution for NPV 500#

    Val

    ues

    in 1

    0^ -

    12

    Values in 10 1^2

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    1.200

    -1.5 -0.5 0.5 1.5 2.5

    Distribution for NPV 5000#

    Val

    ues

    in 1

    0^ -

    12

    Values in 10 1^2

    0.000

    0.200

    0.400

    0.600

    0.800

    1.000

    1.200

    -2.5 -1.25 0 1.25 2.5