modul 1 pemahaman umum studi kelayakan proyek … · modul 1 pemahaman umum studi kelayakan proyek...

53
MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI BANDUNG 2017

Upload: phungdang

Post on 25-May-2019

291 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN

PROYEK INFRASTUKTUR

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

BANDUNG

2017

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

i

1. KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat dan hidayah Nya sehingga kami selaku penyelenggara

Diklat Kelayakan Proyek Penyediaan Infrastruktur (KPPI) dapat menyelesaikan

modul ini dengan baik. Modul ini membahas tentang pemahaman umum studi

kelayakan proyek infrastuktur yang terdiri dari beberapa materi pokok yaitu,

pendahuluan, ruang lingkup studi kelayakan, pengenalan pola pembiayaan

infrastuktur dan regulasi pengayaan infrastuktur di Indonesia.

Kami menyadari bahwa modul ini masih ada kekurangan dan

kelemahannya, baik pada isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat

mengharapkan adanya tanggapan berupa kritik dan saran guna penyempurnaan

modul ini. Semoga modul ini bermanfaat khususnya bagi peserta Diklat

Kelayakan Proyek Penyediaan Infrastruktur (KPPI)

Bandung, Agustus 2017

Kepala Pusdiklat SDA dan

Konstruksi

Dr. Ir. Suprapto. M. Eng.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

ii

2. DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG ......................................................................................... 1

2. DESKRIPSI SINGKAT ..................................................................................... 1

3. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................................. 1

4. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK ................................................ 2

BAB II RUANG LINGKUP STUDI KELAYAKAN

1. DEFINISI PROYEK ......................................................................................... 3

2. INFRASTRUKTUR .......................................................................................... 4

3. TAHAPAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR ................................................ 6

4. PENGERTIAN DAN TUJUAN STUDI KELAYAKAN ...................................... 11

4.1 Pengertian Studi Kelayakan (Feasibility Study) ................................... 11

4.2 Cakupan Studi Kelayakan ................................................................... 12

BAB III RUANG LINGKUP STUDI KELAYAKAN

1. KELAYAKAN TEKNIS ................................................................................... 14

1.1 Pengertian Kelayakan Teknis .............................................................. 14

1.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Teknis ...................... 14

1.3 Evaluasi Kelayakan Teknis .................................................................. 15

2. KELAYAKAN EKONOMI ............................................................................... 16

2.1 Pengertian Kelayakan Ekonomi ........................................................... 16

2.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Ekonomi .................. 16

2.3 Evaluasi Kelayakan Ekonomi .............................................................. 18

3. KELAYAKAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL .................................................. 19

3.1 Pengertian Kelayakan Lingkungan Dan Sosial .................................... 19

3.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Lingkungan Dan Sosial

............................................................................................................ 20

3.3 Evaluasi Kelayakan Lingkungan Dan Sosial ....................................... 21

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

iii

4. KELAYAKAN FINANSIAL .............................................................................. 21

4.1 Pengertian Kelayakan Finansial .......................................................... 21

4.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Finansial .................. 22

4.3 Evaluasi Kelayakan Finansial .............................................................. 22

BAB IV PENGENALAN POLA PEMBIAYAAN INFRASTUKTUR

1. SKEMA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA ......................... 24

2. PENGENALAN KPBU DALAM PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR ............... 25

2.1 Konsep/Prinsip Dasar KPBU ............................................................... 25

2.2 Perbandingan KPBU Dengan Konvensional (APBN/APBD) ................ 27

2.3 Pola Pembiayaan Perumahan ............................................................. 35

BAB V REGULASI PENYELENGGARAAN INFRASTUKTUR DI INDONESIA

1. UMUM ........................................................................................................... 41

2. SUMBER DAYA AIR ..................................................................................... 44

3. BINA MARGA ................................................................................................ 44

4. CIPTA KARYA ............................................................................................... 45

5. PERUMAHAN PERMUKIMAN DAN PERMUKIMAN ..................................... 46

DAFTAR PUSTAKA

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

iv

3. DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tahapan Dalam Penyiapan Proyek Infrastruktur ................................... 10

Tabel 2 Perbedaan Analisis Ekonomi & Finansial .............................................. 21

Tabel 3 Peran Pemerintah dan Badan Usaha dalam PePenyediaan Infrasuktur ...

.............................................................................................................. 25

Tabel 4 Skema Pembiayaan KPBU ................................................................... 29

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

v

4. DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Pembiayaan Penyelenggaraan Infrastuktur .......................... 24

Gambar 2 Perbedaan antara pengadaan sektor pemerintah dan KPBU (Davies

dan Eustice, 2005) ............................................................................ 28

Gambar 3 Flow Chart Pembiayaan Infrastruktur. ............................................... 30

Gambar 4 Bentuk Dukungan Construction Grant (PPRF, 2012 diolah lagi) ....... 31

Gambar 5 Bentuk Dukungan Payment *BKF, 2012 diolah lagi) ......................... 32

Gambar 6 State-Owned Enterprise (SOE) Scheme ........................................... 33

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

1

5. BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Dalam rangka alih pengetahuan terkait studi kelayakan untuk menyiapkan proyek

penyediaan infrastruktur, maka disusunlah Modul 1 – Pemahaman Umum Studi

Kelayakan Proyek Infrastruktur. Dimana modul ini merupakan pengantar untuk

mempelajari modul-modul yang lainnya dalam pelaksanaan Diklat Kelayakan

Proyek Penyediaaan Infrastuktur (KPPI).

2. DESKRIPSI SINGKAT

Mata Diklat ini memberikan penjelasan kepada Peserta mengenai definisi proyek,

definisi infrastruktur, tahap penyelenggaraan infrastruktur, kelayakan dari aspek

teknis, ekonomi, lingkungan dan sosial serta finansial serta skema pembiayaan

infrastruktrur yang ada di indonesia.

Untuk itu peserta dibekali pengetahuan mengenai definisi proyek dan

infrastruktur, tahapan penyelenggaraan infrastruktur ,posisi studi kelayakan,

variabel serta analisis untuk masing-masing aspek dalam studi kelayakan,

regulasi-regulasi terkait serta pengenalan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha

(KPBU) dan skema pembiayaan infrastukur di Indonesia.

3. TUJUAN PEMBELAJARAN

Kompetensi Dasar pembelajaran ini adalah menjelaskan kajian kelayakan

lingkungan dan sosial dalam Kelayakan Proyek Penyediaan Infrastruktur (KPPI).

Indikator keberhasilan yang diharapkan setelah selesai mempelajari modul ini

adalah :

1. Peserta mampu menjelaskan apa proyek infrastruktur, tahapan

penyelenggaraan infrastruktur, apa studi kelayakan dan tujuannya

2. Peserta mampu memahami aspek-aspek studi kelayakan dari aspek teknis,

ekonomi, lingkungan dan social serta finansial

3. Peserta memahami bentuk pembiayaan apa yang bisa dipraktikkan dalam

penyelenggaraan infrastruktur dengan melihat hasil studi kelayakan

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

2

4. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK

Materi Pokok 1 - Ruang Lingkup Studi Kelayakan

1. Definisi Proyek

2. Jenis-Jenis Infrastruktur

3. Tahapan Penyediaan Infrastruktur

4. Ruang Lingkup Studi Kelayakan

Materi Pokok 2 - Ruang Lingkup Studi Kelayakan

1. Kelayakan Teknis

2. Kelayakan Ekonomi

3. Kelayakan Lingkungan Dan Sosial

4. Kelayakan Finansial

Materi Pokok 3 - Pengenalan Pola Pembiayaan Infrastruktur

1. Skema Pembiayaan Infrastruktur Di Indonesia

2. Pengenalan KPBU Dalam Pembiayaan Infrastruktur

3. Perbedaan KPBU dan Skema konvensional

Materi Pokok 4 – Regulasi Penyelenggaraan Infrastruktur

1. Umum

2. Sumber Daya Air

3. Bina Marga

4. Cipta Karya

5. Perumahan dan Permukiman

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

3

6. BAB II

RUANG LINGKUP STUDI KELAYAKAN

1. DEFINISI PROYEK

Pengertian proyek secara umum adalah merupakan sebuah kegiatan pekerjaan

yang dilaksanakan atas dasar permintaan dari seorang pebisnis atau pemilik

pekerjaan yang ingin mencapai suatu tujuan tertentu dan dilaksanakan oleh

pelaksana pekerjaan sesuai dengan keinginan dari pada pebisnis atau pemilik

proyek dan spesifikasi yang ada. Dalam pelaksanaan proyek pemilik proyek dan

pelaksana proyek memiliki hak yang diterima dan kewajiban yang harus

dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang telah disetujui bersama antar

pemilik proyek dan pelaksana proyek.

Kegiatan proyek adalah suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam

jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan

(Soeharto,1995).

Dari pengertian diatas terlihat bahwa ciri proyek adalah sebagai berikut :

1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir

2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai

tujuan yang telah ditentukan.

3. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas.

4. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.

5. Nonrutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah

sepanjang proyek berlangsung.

Sedangkan proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik yang dapat dipandang

secara tiga dimensi (Ervianto, 2005), tiga karakteristik tersebut adalah :

• Bersifat unik

Keunikan dari proyek konstruksi adalah tidak pernah terjadi rangkaian

kegiatan yang sama persis ( tidak ada proyek identik, yang ada proyek

sejenis), proyek bersifat sementara dan selalu terlibat grup pekerja yang

berbeda – beda.

Kompetensi : Peserta mampu menjelaskan apa proyek infrastruktur,

apa studi kelayakan dan tujuannya

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

4

• Dibutuhkan sumber daya ( resources )

Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya, yaitu pekerja, uang,

mesin, metode dan material (5M). Pengorganisasian semua sumber daya

dilakukan oleh manajer proyek. Dalam kenyataannya, mengorganisasikan

pekerja lebih sulit dibandingkan dengan sumber daya lainnya, apalagi

pengetahuan seorang manajer proyek bersifat teknis. Pengetahuan tentang

kepemimpinan secara tidak langsung dibutuhkan oleh manajer proyek dan

harus dipelajari sendiri.

• Organisasi

Setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya terlibat

sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan,

kepribadian yang bervariasi dan ketidakpastian. Langkah awal yang harus

dilakukan oleh manajer proyek adalah menyatukan visi menjadi satu

tujuanyang ditetapkan oleh organisasi.

2. INFRASTRUKTUR

Definisi Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan

lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan

mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat

dapat berjalan dengan baik (Perpres 38/2015)

Berdasarkan Perpres 38/2015, infrastruktur dikelompokkan menjadi :

a. infrastruktur transportasi;

b. infrastruktur jalan;

c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi;

d. infrastruktur air minum;

e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat;

f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat;

g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan;

h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika;

i. infrastruktur ketenagalistrikan;

j. infrastruktur minyak dan gas bumi dan energi terbarukan;

k. infrastruktur konservasi energi;

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

5

l. infrastruktur fasilitas perkotaan;

m. infrastruktur fasilitas pendidikan;

n. infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, serta kesenian;

o. infrastruktur kawasan;

p. infrastruktur pariwisata;

q. infrastruktur kesehatan;

r. infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan

s. infrastruktur perumahan rakyat

Kelompok infrastruktur tersebut meliputi kelompok infrastruktur ekonomi dan

infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur yang dapat

menunjang secara langsung kegiatan perekonomian masyarakat , seperti : jalan,

transportasi dll. Sedangkan Infrastruktur sosial adalah infrastruktur yang

menunjang kegiatan-kegiatan sosial seperti fasilitas pendidikan, fasilitas

kesehatan dll.

Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan,

instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial

dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Sistem infrastruktur merupakan

pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan

masyarakat.

Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara sistem ekonomi dan

sosial dalam tatanan kehidupan manusia dan lingkungan. Kondisi itu agar

harmonisasi kehidupan tetap terjaga dalam arti infrastruktur tidak kekurangan

(berdampak pada manusia), tapi juga tidak berlebihan tanpa memperhitungkan

daya dukung lingkungan alam karena akan merusak alam dan pada akhirnya

berdampak juga kepada manusia dan makhluk hidup lainnya.

Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi

untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau

kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam

rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

6

3. TAHAPAN PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Secara umum tahapan penyediaan infrastruktur meliputi (Suharto,2015) :

A. Tahap perencanaan (planning)

B. Tahap perancangan (design)

C. Tahap pengadaan/pelelangan

D. Tahap pelaksanaan (construction)

A. Tahap Perencanaan (Planning)

Merupakan penetapan garis-garis besar rencana proyek, meliputi :

• Rekruitment konsultan (MK, perencana) untuk menterjemahkan kebutuhan

pemilik, membuat TOR, survey, feasibility study kelayakan proyek, pemilihan

desain, schematic design, program dan budget, financing. Disini merupakan

tahap pengelolaan (briefing), studi, evaluasi dan program yang mencakup hal-

hal teknis ekonomis, lingkungan, dll. Hasil dari tahap ini adalah

a. Laporan survey

b. Studi kelayakan

c. Program dan bugdet

d. TOR (Term Of Reference)

e. Master plan

f. Study Kelayakan (Feasibility Study)

B. Tahap Desain /Perancangan (Design)

Tahap perancangan meliputi dua sub tahap yaitu :

a. Tahap Pra-Desain (Preliminary Design)

Yang mencakup kriteria desain, skematik desain, proses diagram blok plan,

rencana tapak, potongan, denah, gambar situasi/site plan tata ruang, estimasi

cost.

b. Tahap pengembangan Desain (Development Design) / Detail Desain (Detail

Design).

Merupakan tahap pengembangan dari pra rancangan yang sudah dibuat dan

perhitungan-perhitungan yang lebih detail, mencakup :

• Perhitungan-perhitungan detail (struktural maupun non struktural) secara

terperinci

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

7

• Gambar-gambar detail (gambar arsitektur, elektrikal, struktur, mekanal,

dsb)

• Outline specification (garis besar)

• Estimasi cost untuk konstruksi secara terperinci

Merupakan tahap akhir dari perencanaan dan persiapan untuk tahap

pelelangan, mencakup :

• Gambar-gambar detail, untuk seluruh bagian pekerjaan

• Detail spesifikasi

• Bill of quantity (daftar volume)

• Estimasi biaya konstruksi (secara terperinci)

• Syarat-syarat umum administrasi dan peraturan umum (dokumen lelang)

Tujuan dari tahap ini adalah :

• Untuk melengkapi penjelasan proyek dan menentukan tata letak,

rancangan, metoda konstruksi dan taksiran biaya agar mendapatkan

persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang terlibat.

• Untuk mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan, termasuk

gambar rencana dan spesifikasi serta untuk melengkapi semua dokumen

tender.

• Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perancangan (desain)

ini adalah :

• Menyusun penjelasan akhir.

• Memeriksa masalah teknis

• Meminta persetujuan akhir dari Pemilik proyek

• Mempersiapkan rancangan skema (pra-desain) termasuk taksiran

biayanya, rancangan terinci (detail desain), gambar kerja, spesifikasi,

jadwal, daftar volume, taksiran baiaya akhir, dan program pelaksanaan

pendahuluan termasuk jadwal waktu.

C. Tahap Pengadaan/Pelelangan (Procurement/Tender)

Tujuan dari tahap ini adalah untuk menunjuk Kontraktor sebagai pelaksanan atau

sejumlah kontraktor sebagai sub-kontraktor yang melaksanakan konstruksi di

lapangan.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

8

D. Tahap Pelaksanaan (Construction)

Tujuan dari tahap pelaksanaan adalah untuk mewujudkan bangunan yang

dibutuhkan oleh pemilik proyek dan sudah dirancang oleh Konsuktan Perencana

dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, serta dengan kualitas yang

telah disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merencanakan,

mengkoordinasikan, dan mengendalikan semua operasional di lapangan.

Perencanaan dan pengendalian proyek secara umum meliputi :

• Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan

• Perencanaan dan pengendalian organisasai lapangan

• Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja

• Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material

Sedangkan koordinasi seluruh operasi di lapangan meliputi :

• Mengkoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan

sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan

perlengkapan yang terpasanag.

• Mengkoordinasikan para Sub-Kontraktor

Pelaksanaan pekerjaan konstruksi untuk gedung berbeda dengan pekerjaan

konstruksi jalan atau konstruksi bendungan, pelabuhan dsb. Pada pekerjaan

konstruksi, 4 target yang harus dicapai kontraktor :

• Selesai dengan mutu/kualitas paling tidak sama dengan yang ditentukan

dalam spesifikasi teknis perencanaan

• Selesai dengan waktu lebih kecil atau sama dengan waktu perencanaan

• Selesai dengan biaya paling tidak sama dengan biaya yang direncanakan

• Selesai dengan tidak menimbulkan dampak lingkungan (sosial, fisik, dan

administratif)

• Pemeriksaan lab/testing

• Penyerahan pertama

• Masa pemeliharaan

• Penyerahan kedua.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

9

Dalam undang-Undang Jasa konstruksi No 2 Tahun 2017 tahapan

penyelenggaraan konstruksi meliputi :

- Pengkajian

- Perencanaan

- Perancangan

- Pelaksanaan

- Operasi/Pemeliharaan

Sedangkan untuk penyelenggaraan infrastruktur yang akan dilakukan dengan

skema kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU, tahapan penyelenggaraannya

meliputi :

Tahap penyiapan proyek terdiri atas (PT PII,2014):

- Tahap Perencanaan

- Tahap Persiapan

- Tahap Transaksi untuk proyek yang akan menggunakan KPBU

Masing-masing tahap terdiri atas beberapa kegiatan yang menjadi tanggung

jawab institusi tertentu. Masing-masing keiatan dapat dilihat pada Tabel 1 .

Penyiapan Proyek

Pelelangan Umum

Konstruksi Operasi & Pemeliharaan

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

10

Tabel 1 Tahapan Dalam Penyiapan Proyek Infrastruktur

Dalam pelatihan ini terkait studi kelayakan termasuk dalam tahap perencanaan.

Studi kelayakan ini sangat penting untuk meyakinkan para pemegang

kepentingan untuk mengambil keputusan yang tepat .

1.Perencanaan &

penganggaran 1. Proposal penyiapan proyek 1. Market sounding

2. Identifikasi proyek &

penyiapan proposal KPBU

2. Penyiapan dokumen

dukungan pemerintah 2. Penentapan lokasi prosyek

3. Alokasi anggaran untuk

fasilitas penyiapan proyek

(PDF)

3. Penyiapan dokumen

penjaminan 3. Proses pengadaan

4. Persetujuan untuk

melanjutkan proposal

4. Penyiapan dokumen terkait

lokasi proyek

4. Penandatanganan kkontrak

KPBU

5. Penyiapan daftar KPBU

5. Proses sampai dengan

financial close

6. Kategori KPBU

Studi pendahuluan KPBU Prastudi kelayakan

Dokumen perjanjian

kerjasama

Daftar prioritas proyek tender

publik Dokumen lelang

Izain prinsip

Dokumen perjanjian

penjaminan

Dokumen perjanjian regres

Proses aplikasi untuk

dukungan pemerintah dan

atau penjaminan pemerintah

Konfirmasi atau persetujuan

pemerintah atas dukungan

kelayakan

Pengajuan lokasi proyek Persetujuan lokasi proyek

Proses alokasi disbursement,

pengelolaan & pemantauan

oleh pemerintah dan atau

pemantauan dan evaluasi

proses pelaksanaan

Perjanjian penjaminan dan

pernjian regres

Kajian lingkungan oleh PJPK

(BPJT)Izin lingkungan

INST

ITU

SI

Bappenas, Kepala Daerah,

Kementerian PU Pera

Bappenas, PJPK(BPJT), BKPM,

Kementerian Keuangan,

Kementerian Agraria &

Tataruang(BPN), Kementerian

Lingkungan Hidup,PT PII

Bappenas, PJPK(BPJT), BKPM,

Kementerian Keuangan,

Kementerian Agraria &

Tataruang(BPN), Kementerian

Lingkungan Hidup,PT PII

KEG

IATA

N I

OU

TPU

T

Proses pembebasan lahan

KEG

IATA

N II

TAHAP 1 : PERENCANAAN

TAHAP 2:PERSIAPAN

TAHAP 3 : TRANSAKSI

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

11

4. PENGERTIAN DAN TUJUAN STUDI KELAYAKAN

4.1 Pengertian Studi Kelayakan (Feasibility Study)

1. Menurut Sutrisno (1982;75) Studi Keyakan (Feasibility study) adalah suatu

studi atau pengkajian apakah suatu usulan proyek/gagasan usaha apabila

dilaksanakan dapat berjalan dan berkembang sesuai dengan tujuannya atau

tidak. Objek atau subjeck maters studi kelayakan adalah usulan

proyek/gagasan usaha. Usulan proyek/gagasan usaha tersebut dikaji, diteliti,

dan diselidiki dari berbagai aspek tertentu apakah memenuhi persyaratan

untuk dapat berkembang atau tidak. Dalam studi kelayakan yang distudi

(diteliti) misalnya aspek pemasaran, aspek tehnik, aspek proses termasuk

input, out put dan pemasaran, aspek komersial, aspek yuridis, aspek social

budaya, aspek paedagogis dan aspek ekonomi.

2. Sementara itu, Yacob Ibrahim (1998;1) mengemukakan bahwa Studi

Kelayakan (feasibility study) adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana

manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha

/proyek dan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu

keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha

/proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah

kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan

memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam

arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social

benefit tidak selalu menggambarkan dalam arti financial benefit, hal ini

tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.

3. Dari kedua pendapat tentang pengertian Studi Kelayakan diatas dapatlah

disimpulkan bahwa studi kelayakan adalah kegiatan menganalisa, mengkaji

dan menelilti berbagai aspek tertentu suatu gagasan usaha/proyek yang akan

dilaksanakan atau telah dilaksanakan, sehingga memberi gambaran layak

(feasible-go) atau tidak layak (no feasible-no go) suatu gagasan usaha/proyek

apabila ditinjau dari manfaat yang dihasilkan (benefit) dari proyek/gagasan

usaha tersebut baik dari susut financial benefit maupun social benefit (Iwan

Mardi; 2003).

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

12

Studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek yang akan

dikerjakan di masa mendatang. Penilaian disini tidak lain adalah untuk

memberikan rekomendasi apakah sebaiknya proyek yang bersangkutan layak

dikerjakan atau sebaiknya ditunda dulu. Mengingat di masa mendatang penuh

dengan ketidakpastian, maka studi yang dilakukan tentunya akan melibatkan

berbagai aspek dan membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk

memutuskannya. Ini menunjukkan bahwa dalam melakukan studi kelayakan akan

melibatkan tim gabungan dari berbagai ahli sesuai dengan bidangnya masing-

masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi, dan

sebagainya.

Jika proyek yang dilakukan merupakan proyek investasi yang berorientasi laba,

maka studi kelayakan proyek adalah dalam rangka menilai layak tidaknya proyek

investasi yang dilakukan dapat memberikan keuntungan secara ekonomis. Tetapi

jika proyek tersebut merupakan proyek investasi yang tidak berorientasi laba

seperti proyek investasi untuk lembaga-lembaga sosial maka studi kelayakan

proyek yang dilakukan adalah untuk menilai layak atau tidaknya proyek tersebut

dikerjakan tanpa mempertimbangkan keuntungan secara ekonomis.

4.2 Cakupan Studi Kelayakan

Pada umumnya studi kelayakan harus mencakup :

- Analisis Kebutuhan

- Analisis Teknis

- Analisis Ekonomi

- Analisis Finansial

- Kajian Lingkungan dan Sosial

Analisis Kebutuhan bertujuan untuk memperkirakan kebutuhan atas

pembangunan proyek tersebut yang biasanya diawali dengan kondisi eksisting

dan permasalahan yang ada sehingga dapat disimpulkan bahwa proyek tersebut

memang perlu dibangun.

Pada pelatihan ini yang selanjutnya akan dibahas adalah analisis teknis, ekonomi,

finansial dan kajian lingkungan dan sosial.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

13

Untuk proyek yang nantinya akan dilakukan kerjasama pemerintah badan usaha

(KPBU), maka cakupan studi kelayakan masih harus ditambahkan :

- Analisis risiko

- Kajian struktur KPBU

- Dukungan Pemerintah

- Rencana Pelaksanaan

Untuk semua kajian tentu saja tetap harus berdasarkan regulasi yang sudah

diatur oleh pemerintah.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

14

7. BAB III

RUANG LINGKUP STUDI KELAYAKAN

1. KELAYAKAN TEKNIS

1.1 Pengertian Kelayakan Teknis

Analisis Teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat

kelayakan proyek dari aspek teknis. Aspek teknis adalah tinjauan investasi dari

sudut pandang teknis. Tujuan analisis aspek teknis adalah agar proyek yang akan

dibangun oleh pemerintah diharapkan memenuhi aspek teknis sehingga akan

memudahkan baik dari segi perencanaan maupun operasioanl dan

pemeliharaannya nanti. Parameter/kriteria yang digunakan dalam analisis meliputi

kapasitas proyek, analisis permintaan, durasi pelaksnaan konstruksi, metode

umum konstruksi, lokasi proyek termasuk ketersediaan lahan serta data-data

penunjang, desain teknis dan teknologi yang digunakan.

Untuk proyek infrastruktur yang diperkirakan membutuhkan biaya yang besar

selalu dilakukan analisis kelayakan teknis baik itu proyek melalui pendanaan

APBN/APBD maupun proyek kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU).

Dengan adanya kajian studi kelayakan secara teknis maka pemerintah akan

mengetahui apakah proyek infrastruktur yang akan dibangun sudah sesuai

dengan kebutuhan serta kondisi yang ada di lapangan.

1.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Teknis

Variabel yang diperlukan untuk menentukan kelayakan teknis diantaranya :

1. Data Umum terdiri dari : Kapasitas (size) proyek, Analisis permintaan

(demand analysis) terhadap fasilitas yang akan dibangun, Durasi

pelaksanaan konstruksi, Metode umum konstruksi.

2. Data Teknis, terdiri dari : Komponen dan kebutuhan opera- sional proyek,

Desain teknis awal dari aset/fasilitas yang diusulkan, Biaya investasi dan

biaya operasional proyek.

Kompetensi : Peserta mampu memahami aspek-aspek kelayakan dari aspek

teknis, keuangan, lingkungan dan sosial serta finansial

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

15

3. Lokasi Proyek, terdiri dari : Uraian tentang lokasi proyek, Data geografi ,

hidrologi, kondisi eksisting dan drainase,Pertimbangan dalam pemilihan

lokasi proyek, Komponen pendukung yang tersedia di sekitar lokasi proyek;

dan Luas lahan yang diperlukan serta status kepemilikan lahan proyek

saat ini.

4. Desain Teknis Awal (Basic Enginer- ing Design), terdiri dari : Layout Awal:

berisi uraian ten- tang disain teknis atau layout dari proyek (yang

disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari masing-masing sektor),

mencakup survei teknis untuk melihat kondisi lapangan, mempertimbangkan

opsi-opsi desain alternatif, termasuk keti- dakpastian dalam proyeksi per-

mintaan serta berbagai ketidakpastian lain yang terkait dengan keadaan di

sekitar lokasi proyek.

5. Teknologi, berisi uraian tentang teknologi yang dipilih, termasuk metode

konstruksi, logika penggunaannya serta analisis risiko terhadap hambatan

yang mungkin akan dihadapi. Prastudi Kelayakan juga harus memuat justi

kasi bahwa teknologi tersebut aman dan telah terbukti efisien.

1.3 Evaluasi Kelayakan Teknis

Dari semua komponen yang telah diuraikan sebelumnya, secara teknis proyek

harus dapat menyajikan bukti yang wajar, yang menunjukkan bahwa proyek

secara teknis layak, karena :

1. Teknologi yang diusulkan untuk pembangunan sudah layak,

2. Teknologi sudah terbuktikan, sudah digunakan pada proyek- proyek lain yang

serupa,

3. Volume dan kualitas dari sumber-sumber sudah mencukupi untuk operasional

proyek,

4. Desain yang digunakan adalah opsi yang sudah optimal serta efektif dari segi

biaya,

5. Jadwal pelaksanaan proyek layak,

6. Lahan proyek yang diperlukan untuk pembangunan dan operasional proyek

dapat diperoleh.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

16

2. KELAYAKAN EKONOMI

2.1 Pengertian Kelayakan Ekonomi

Analisis ekonomi dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat

kelayakan proyek dari aspek ekonomis. Aspek ekonomi adalah tinjauan investasi

dari sudut pandang pemerintah atau masyarakat yang merasakan manfaatnya

nanti. Tujuan analisis aspek ekonomi adalah terjadinya efisiensi ekonomi dari

proyek yang akan dibangun oleh pemerintah diharapkan mendapatkan manfaat

maksimal kepada masyarakat. Parameter/kriteria yang digunakan dalam analisis

meliputi Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Economic

Internal Rate of Return (EIRR).

Untuk proyek infrastruktur yang diperkirakan memmbutuhkan biaya yang besar

selalu dilakukan analisis kelayakan ekonomi baik itu proyek melalui pendanaan

APBN/APBD maupun proyek kerjasama pemerintah badan usaha (KPBU).

Dengan adanya kajian studi kelayakan secara ekonomi maka pemerintah akan

mengetahui apakah proyek infrastruktur yang akan dibangun memang

memberikan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang akan dikeluarkan atau

sebaliknya.

2.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Ekonomi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Parameter/kriteria yang berpengaruh

dalam kelayakan ekonomi proyek infrastruktur adalah Net Present Value (NPV),

Benefit Cost Ratio (BCR) dan Economic Internal Rate of Return (EIRR).

Berdasarkan kriteria – kriteria tersebut maka akan diketahui variabel-variabel

yang akan mempengaruhi kelayakan ekonomi.

NPV adalah jumlah dari keseluruhan manfaat (benefit) dikurangi dengan

keseluruhan biaya (cost) pada suatu titik waktu yang sama, misalkan harga

sekarang, harga yang akan datang ataupun harga yang akan datang ataupun

harga tahunan.

Variabel-variabel yang sangat berpengaruh pada NPV adalah biaya, meliputi

biaya investasi, biaya operasi pemeliharaan dll. Semakin besar biaya yang

dikeluarkan maka akan semakin kecil NPV yang terjadi. Berarti keuntungan

secara ekonomi akan semakin kecil.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

17

Variabel lain yang berpengaruh adalah pemasukan/manfaat yang sudah

dikuantifikasikan sebagai nilai uang uang, misalnya untuk jalan pengurangan

biaya operasi kendaraan, untuk sistem penyediaan air bersih bisa harga air yang

semakin menurun dll. Semakin besar manfaat yang didapat oleh masyarakat

maka makin besar pula NPV nya.

Baik nilai biaya maupun pemasukan akan diprediksi sesuai laju inflasi. Jadi inflasi

juga merupakan variabel yang mempengaruhi kelayakan ekonomi, meskipun

tidak selalu inflasi tinggi jadi merugikan atau menguntungkan, karena inflasi

berpengaruh pada biaya dan manfaat.

Pada analisis kelayakan ekonomi, biasanya discount rate yang dipergunakan

adalah sebesar suku bunga bank Indonesia. Jadi suku bunga juga mempengaruhi

parameter NPV dan IRR

Umur rencana proyek infrastruktur yang direncanakan sangat berpengaruh

kepada nilai NPV meskipun tidak selamanya umur rencana yang panjang

menjadikan NPV semakin besar karena sangat tergantung pada biaya operasi

pemeliharaannya semakin panjang umur rencana maka biaya pemeliharaan akan

semakin tinggi.

Rasio manfaat biaya (BCR= Benefit Cost Ratio)

BCR adalah perbandingan antara nilai ekivalen dari benefit (manfaat) dengan nilai

ekivalen dari cost (biaya) pada suatu titik waktu yang sama, misalnya present

worth(sekarang), future worth (yang akan datang) ataupun annual

worth (tahunan).

Variabel yang berperan penting adalah benefit atau manfaat, semakin besar

manfaatnya maka BCR akan semakin besar. Variabel lain adalah biaya, baik

capital expenditures (CAPEX) maupun operating expenses (OPEX). Semakin

besar biaya maka BCR akan semakin kecil. Semakin kecil BCR berarti nilai

manfaat proyek infrastruktur yang diterima masyarakat tidak dapat mengejar

kebutuhan biaya yang diperlukan.

Cost Effectiveness Analysis (CEA)

Analisis efektivitas biaya (CEA) adalah bentuk analisis ekonomi yang

membandingkan biaya relatif dan hasil (efek) dari dua atau lebih program

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

18

tindakan. Analisis efektivitas biaya yang berbeda dari analisis biaya-manfaat,

yang memberikan nilai moneter untuk mengukur efek efektivitas biaya.

Tingkat pengembalian internal (IRR atau EIRR = Economic Internal Rate Of

Return)

IRR adalah merupakan nilai suku bunga yang diperoleh jika BCR bernilai sama

dengan 1, atau nilai suku bunga yang diperoleh jika NPV bernilai sama dengan 0

(nol). IRR dihitung atas dasar pendapatan per tahun bersih dan total investasi

yang diperlukan. Nilai IRR ini sangat penting diketahui untuk melihat sejauh mana

kemampuan proyek ini dapat dibiayai dengan melihat nilai suku bunga pinjaman

yang berlaku. Variabel yang berpengaruh sama NPV dan BCR, makin besar

biaya akan semakin kecil EIRR sebaliknya makin besar manfaat akan semakin

besar EIRR.

IRR memiliki kelemahan dimana IRR umumnya digunakan untuk pengambilan

keputusan untuk single project bukan mutually exclussive project (proyek yang

saling menghilangkan). Untuk mutually exclusive project, kriteria NPV lebih

dominan digunakan dimana proyek dengan NPV lebih besar akan dipilih

walaupun memiliki IRR yang lebih kecil. Dari grafik, suatu proyek mungkin akan

memiliki beberapa discount rate yang membuat nilai NPV = 0 (ada net income

negatif di sela-sela tahun net income positif), sehingga nilai IRR bisa lebih dari

satu atau kita dihadapkan pada beberapa pilihan nilai IRR. Kondisi ini sering

disebut fenomena multiple IRR.

2.3 Evaluasi Kelayakan Ekonomi

Untuk menentukan apakah proyek layak secara ekonomi atau tidak, maka

parameter penentu seperti yang telah dipelajari sebelumnya harus memenuhi

persyaratan layak secara ekonomi. Berikut adalah masing-masing

persyaratannya :

• NPV

NPV positif atau > 0, maka proyek layak untuk dilaksanakan

NPV = 0, maka proyek mendapatkan manfaat yang sebanding dengan cost,

tetapi tidak merugi. Proyek masih bisa dilaksanakan dengan beberapa

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

19

persyaratan khususnya peninjauan ulang desain agar menghasilkan biaya

yang lebih murah.

NPV negative atau < 0, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

• EIRR

EIRR > suku bunga yang ditetapkan ,maka proyek layak untuk dilaksanakan

EIRR = suku bunga, mendapatkan manfaat yang sebanding dengan cost

tetapi tidak rugi

EIRR < suku bunga yang ditetapkan,maka proyek tidak layak untuk

dilaksanakan

• BCR

BCR> 1, maka proyek layak untuk dilaksanakan

BCR =1. mendapatkan manfaat yang sebanding dengan cost tetapi tidak

merugi

BCR< 1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan

3. KELAYAKAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

3.1 Pengertian Kelayakan Lingkungan Dan Sosial

Analisis Lingkungan dan Sosial dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk

mengetahui resiko dampak lingkungan dan sosial baik pada tahap pra konstruksi,

konstruksi dan paska konstruksi. Tujuan analisis aspek lingkungan dan sosial

adalah agar proyek yang akan dibangun oleh pemerintah diharapkan tidak

menimbulkan dampak lingkungan dan sosial. Kalaupun terjadi dampak

lingkungan dan sosial, hal tersebut sudah dimimalisasi.

Analisis selanjutnya akan mengacu pada peraturan Pemerintah yang berlaku.

Dengan begitu, Pemerintah dapat menyiapkan dokumen lelang yang baik dan

proposal penawaran dari pihak swasta telah meminimalisasi risiko dampak yang

potensial terjadi.

Untuk proyek infrastruktur yang diperkirakan membutuhkan biaya yang besar

selalu dilakukan analisis kelayakan lingkungan dan sosial baik itu proyek melalui

pendanaan APBN/APBD maupun proyek kerjasama pemerintah badan usaha

(KPBU).

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

20

Dengan adanya kajian studi kelayakan secara lingkungan dan sosial, maka

pemerintah akan mengetahui apakah dampak dari proyek infrastruktur yang akan

dibangun sudah diminimalisasi mulai dari tahap pra konstruksi, konstruksi dan

pasca konstruksi.

3.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Lingkungan Dan Sosial

Variabel yang diperlukan untuk menentukan kelayakan lingkungan dan sosial

diantaranya :

1. Uraian tentang kondisi karakteristik lingkungan dari lokasi tapak proyek (rona

awal lingkungan);

2. Kesesuaian lokasi rencana proyek dengan rencana tata ruang;

3. Mengidentfikasi potensi dampak lingkungan dan sosial yang akan timbul dari

proyek;

4. Rencana pengelolaan dampak se- bagai upaya mitigasi dampak yang

berpotensi terjadi dari proyek;

5. Memperkirakan biaya yang diperlukan untuk perizinan yang berkaitan de-

ngan pengelolaan dan perlindungan lingkungan;

6. Menetapkan kondisi awal lingkungan manusia/area yang terdampak serta

kondisi rona lingkungan;

7. Menguraikan hasil konsultasi publik yang telah dilakukan dengan semua

pemangku kepentingan yang mung- kin akan terdampak;

8. Mengidenti kasi dampak sosial dari proyek terhadap masyarakat dan

menyusun rencana mitigasinya, termasuk dengan estimasi biaya yang

diperlukan;

9. Menentukan lembaga yang bertang- gung jawab untuk pembebasan tanah;

10. Menentukan pihak-pihak yang akan terkena dampak oleh proyek dan

kompensasi yang akan diperlukan, jika diperlukan;

11. Menentukan rencana pelatihan dalam rangka melaksanakan program

perlindungan sosial untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang terkena

dampak.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

21

12. Menyiapkan rencana dan jadwal untuk melaksanakan program kepatuhan

lingkungan sebagaimana dipersyaratkan peraturan yang berlaku.

Selain itu dalam Kajian Aspek Lingkungan dan Sosial juga harus membahas

terkait pengadaan tanah dan pemukiman kembali.

3.3 Evaluasi Kelayakan Lingkungan Dan Sosial

Variabel tadi diatas merupakan analisa awal untuk menentukan kelayakan

lingkungan dan sosial. Selanjutnya evaluasi kelayakan lingkungan dan sosial

akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL,

UKL/UPL).

4. KELAYAKAN FINANSIAL

4.1 Pengertian Kelayakan Finansial

Analisa kelayakan finansial adalah landasan untuk menentukan sumber daya

finansial yang diperlukan untuk tingkat kegiatan tertentu dan laba yang bisa

diharapkan. Kebutuhan finansial dan pengembalian (return) bisa sangat berbeda,

tergantung pada pemilihan alternatif yang ada bagi sebagian besar usaha baru.

Perbedaan analisis kelayakan finansial dan ekonomi bisa dilihat pada Tabel 2

dimana perbedaan tersebut meliputi sudut pandang, tujuan, kriteria dll.

Tabel 2 Perbedaan Analisis Ekonomi & Finansial

No. Aspek Analisis Ekonomi Analisis Finansial

1. Sudut Pandang Pemerintah Badan Usaha

2. Tujuan Efisiensi ekonomi Pengembalian dan keuntungan

investasi

3. Kriteria NPV, BCR, EIRR NPV, Pay Back Period, IRR

4. Aplikasi Proyek untuk masyarakat,

dilakukan oleh Pemerintah

Proyek badan usaha yang

sifatnya profit oriented

5. Komponen Biaya dan

Manfaat

langsung dan tidak langsung langsung kepada proyek (return)

Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui perkiraan dalam hal pendanaan dan

aliran kas, sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya bisnis yang

dijalankan. Menurut Husnan Suswarsono (2000) analisis finansial merupakan

suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk

menentukan apakah suatu bisnis akan menguntungkan selama umur bisnis.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

22

4.2 Variabel-Variabel Yang Menentukan Kelayakan Finansial

Analisis finansial mengkaji beberapa analisis kelayakan finansial yang digunakan

yaitu, Net B/C Ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR)

dan Payback Period (PP), Laba rugi dan Analisis Sensitivitas.

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih

(manfaat neto tambahan) yang akan diperoleh pada masa

mendatang, merupakan selisih antara nilai sekarang arus manfaat dikurangi

dengan nilai sekarang arus biaya (Gittinger, 1986).

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah tingkat suku bunga maksimum yang

dapat dibayar oleh bisnis untuk sumberdaya yang digunakan karena bisnis

membutuhkan dana lagi untuk biaya-

biaya operasi dan investasi dan bisnis baru sampai pada tingkat pulang

modal (Gittinger, 1986).

3. Payback Period (PP)

Payback period (PP) digunakan dengan tujuan untuk menghitung jangka

waktu pengembalian modal

investasi yang digunakan untuk membiayai bisnis. Payback period adalah

suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam

bisnis tersebut dapat dikembalikan.

4.3 Evaluasi Kelayakan Finansial

Kriteria penilaian untuk Net Present Value (NPV) adalah sebagai berikut :

• Jika NPV > 0, maka proyek layak secara finansial

• Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak secara finansial.

• Jika NPV = 0, maka proyek tidak rugi dan tidak untung.

Sedangkan menurut Umar (2005) Internal Rate of Return (IRR) digunakan untuk

mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang

diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan

mengeluarkan investasi awal. Apabila IRR sama dengan tingkat discount maka

usaha tidak dapat mendapatkan untung atau rugi, tetapi jika IRR < tingkat

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

23

discount rate maka usaha tersebut tidak layak diusahakan, sedangkan apabila

IRR > tingkat discount rate maka usaha tersebut layak untuk diusahakan.

1. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-

pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 1986).

Pada proyek konstruksi biasanya digunakan untuk melihat pengaruh perubahan

biaya, pemasukan dll terhadap parameter kelayakan finansial seperti NPV, IRR

dan PP.

Analisis sensitivitas dicari beberapa nilai pengganti pada komponen biaya

dan manfaat yang terjadi, yang masih memenuhi kriteria minimum kelayakan

investasi atau masih mendapatkan keuntungan normal. Keuntungan normal

terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol (NPV=0). NPV sama dengan 0 akan

membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan 1

(cateris paribus). Artinya, sampai tingkat berapa usaha yang akan dijalankan

mentoleransi peningkatan harga atau penurunan input dan penurunan harga atau

jumlah output (Gittinger,1986).

Parameter pengembalian dan biaya dalam analisis finansial diasumsikan

tetap setiap tahunnya (cateris paribus). Namun, dalam keadaan nyata

ketiga parameter dapat berubah-ubah sejalan dengan pertambahan waktu. Untuk

itu, analisis sensitivitas perlu dilakukan untuk melihat sampai berapa persen

penuruan harga atau kenaikan biaya yang terjadi dapat mengakibatkan

perubahan dalam kriteria kelayakan investasi dari layak menjadi tidak layak.

Batas-batas maksimal perubahan parameter ini sangat mempengaruhi dalam hal

layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Semakin besar persentase

yang diperoleh misalnya persentase kenaikan harga pakan dan DOC maka

menunjukkan bahwa usaha tersebut tidak peka atau tidak sensitif terhadap

perubahan parameter yang terjadi.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

24

8. BAB IV

PENGENALAN POLA PEMBIAYAAN INFRASTUKTUR

1. SKEMA PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA

Pembiayaan infrastruktur di Indonesia saat ini merupakan masalah yang paling

penting mengingat kebutuhan anggaran infrastruktur sangat besar untuk

mencapai target pemerintah. Selama ini pembiayaan bisa melalui 2(dua)

mekanisme yaitu melalui pemerintah (APBN/APBD) atau melalui kerjasama

pemerintah badan usaha untuk infrastruktur yang bertarif. Skema pembiayaan

yang ada adalah sebagai berikut :

Gambar 1 Skema Pembiayaan Penyelenggaraan Infrastuktur Untuk pembiayaan melalui APBN/APBD saat ini hanya mampu menyiapkan 50%

dari kebutuhan anggaran sehingga harus ada alternatif pembiayaan lain.

Pelaku pengembangan infrastruktur meliputi : pemerintah, BUMN, BUMD dan

swasta. Masing-masing memiliki peran sbb seperti pada tabel berikut.

Kompetensi : Peserta memahami bentuk pembiayaan apa yang bisa

dipraktikkan dalam penyelenggaraan infrastruktur dengan

melihat hasil studi kelayakan

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

25

Tabel 3 Peran Pemerintah dan Badan Usaha dalam PePenyediaan Infrasuktur

2. PENGENALAN KPBU DALAM PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

PPP atau di Indonesia disebut dengan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha

(KPBU) sudah lama dikenal di dunia, di Indonesia sendiri sebenarnya sudah sejak

lama tetapi mulai diatur oleh Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 7

Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam

Pembangunan dan atau Pengelolaan Infrastruktur. KPBU ini merupakan pilihan

Pemerintah untuk menyiasati datangnya krisis moneter.

2.1 Konsep/Prinsip Dasar KPBU

Berdasarkan Perpres 38/2015, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha yang

selanjutnya disebut sebagai KPBU adalah kerjasama antara pemerintah dan

Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan

mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala

Lembaga/Kepala Daerah/Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah,

yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha

dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.

KPBU dilakukan dengan tujuan untuk :

a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan

Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;

Opsi

PembiayaanPeran Pemerintah Peran Badan Usaha Contoh

Pendanaan Kontraktor Proyek Bendungan Jati Gede

Perancangan

Pelabuhan Karimun

Jawa

Pengadaan Kontraktor

Fly Over Kiara

Condong

Regulasi Partner saham

Pendanaan lewat PMN Pemberi pinjaman

Penugasan Kontraktor Proyek

Penyedia proyek sponsor saham Jalan Tol Trans Jawa

mendefinisikan ruang

lingkup & struktur pemberi pinjaman Air Minum Umbulan

memilih sponsor Kontraktor Proyek

memberi penugasan

Peran Pemerintah & Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

APBN/APBD

Penugasan

BUMN/BUMD

Jalan Tol Trans

Sumatera

KPBU

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

26

b. Mewujudkan Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat

sasaran, dan tepat waktu;

c. Menciptakan iklim investasi yang mendorong keikutsertaan Badan Usaha

dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat;

d. Mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar

pengguna; dan/atau

e. Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme pembayaran secara berkala oleh

pemerintah kepada Badan Usaha.

KPBU dilakukan berdasarkan prinsip :

a. Kemitraan, yakni kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha

dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;

b. Kemanfaatan, yakni Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh pemerintah

dengan Badan Usaha untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi

masyarakat;

c. Bersaing, yakni pengadaan mitra kerjasama Badan Usaha dilakukan melalui

tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta memperhatikan

prinsip persaingan usaha yang sehat;

d. Pengendalian dan pengelolaan risiko, yakni kerja sama Penyediaan

Infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi

pengelolaan, dan mitigasi terhadap risiko;

e. Efektif, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mampu mempercepat

pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan dan

pemeliharaan infrastruktur; dan Efisien, yakni kerja sama Penyediaan

Infrastruktur mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam

Penyediaan Infrastruktur melalui dukungan dana swasta.

Ada beberapa bentuk pola kerjasama pemerintah dan badan usaha yang bisa

diterapkan pada pengelolaan jalan tol (Antameng, 2006) yang masing-masing

memiliki kelebihan dan keuntungan. Bentuk-bentuk pola kerjasama tersebut

antara lain kontrak pelayanan, kontrak kelola, kontrak sewa, Build Transfer (BT),

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

27

Build Operate Transfer (BOT), Build Lease Transfer (BLT), Build Own Operate

(BOO), Rehabilate Own Operate (ROO), Rehabilate Operate Transfer (ROT),

Develop Operate Transfer (DOT), dan Add Operate Transfer (AOT), bentuk lain

ada dalam ASB (2008) yaitu Build Own Operate Transfer(BOOT), Design Build

Finance Operate(DBFO) dan Design Built Operate Maintain(DBOM)

Di Indonesia pola yang sering digunakan adalah pola BOT, yaitu kerjasama

pemerintah dan badan usaha yang banyak digunakan di dunia termasuk di

negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Pada kerjasama BOT badan

usaha bertanggung jawab atas kegiatan pembangunan fasilitas termasuk

pembiayaannya, pengoperasian, dan pemeliharannya. Badan usaha

diperbolehkan memungut tarif kepada pengguna jasa dalam masa tertentu atau

sering disebut dengan masa konsesi. Pada akhir masa konsesi aset proyek

diserahkan ke pemerintah.

Beberapa ahli (Satyanaryama, Yescombe) menuliskan bahwa tujuan KPBU

adalah : meningkatkan efisiensi proyek infrastruktur melalui kerjasama jangka

panjang sector public dan swasta; memfasilitasi proyek yang akan dilaksanakan

tepat waktu dan sesuai anggaran; Dengan mentranfers tanggung jawab risiko

pada yang paling mampu.

2.2 Perbandingan KPBU Dengan Konvensional (APBN/APBD)

Perbedaan utama antara KPBU dan metode pengadaan tradisional terletak pada

mekanisme pengembalian investasi bagi sektor swasta. Dengan KPBU,

pengembalian investasi sektor swasta terkait dengan layanan yang dihasilkan dan

kinerja aset selama masa kontrak (concession period). Penyedia jasa sektor

swasta bertanggung jawab tidak hanya untuk penyediaan aset/fasilitas, tetapi

untuk manajemen dan implementasi proyek secara keseluruhan, dan

pengoperasian untuk beberapa tahun setelahnya. Dalam hal ini waktu

pembayaran kepada sektor swasta untuk aktiva dan layanan yang diberikan

sangat berbeda. Meskipun tidak ada definisi yang berlaku luas mengenai

pengadaan tradisional, tapi bisa dikarakterisasi melalui hal-hal berikut (Davies

dan Eustice, 2005): (1) sektor publik mengadakan aset, bukan jasa yang

umumnya disediakan oleh sektor swasta; (2) aset ditentukan oleh input, dalam hal

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

28

ini sektor publik melakukan disain sebelum pengadaan (untuk pembangunan); (3)

sektor swasta hanya bertanggungjawab untuk memberikan aset, bukan untuk

kinerja jangka panjang di luar periode standar garansi; dan (4) manajemen proyek

pengadaan biasanya tetap oleh sektor publik.

Gambar 2 Perbedaan antara pengadaan sektor pemerintah dan KPBU (Davies dan Eustice, 2005)

Untuk menentukan apakah proyek sebaiknya dilakukan melalui KPBU atau

konvensional, maka seharusnya dilakukan analisis value for money dalam

analisis public sector comparator (PSC). Value for money (VFM) adalah motivasi

paling utama yang menjadi dasar bagi sektor publik (Pemerintah) untuk

melibatkan sektor swasta dalam pembangunan dan/atau pengelolaan

infrastruktur. Dalam konteks ini VFM didefinisikan sebagai ‘the optimum

combination of whole life cost and quality (or fitness for purpose) to meet the

user’s requirement’ (OGC, 2002).

Sejumlah faktor yang menjadi pendorong (driver) VFM, diantaranya adalah

inovasi, alokasi dan transfer risiko, improvisasi pemanfaatan (utilisasi) aset,

integrasi dan sinergi kepemilikan dengan manajemen (aset infrastruktur), serta

manajemen proyek yang lebih baik. Adapun alokasi dan transfer risiko diyakini

merupakan salah satu yang paling penting (Grimsey dan Lewis, 2004) Setidaknya

diperlukan tiga hal untuk mencapai VFM, yaitu (Grimsey dan Lewis, 2004):

(i) Proyek harus diadakan dalam lingkungan yang kompetitif;

(ii) Teknik-teknik penilaian ekonomi dan apresiasi terhadap risiko harus

diterapkan dengan baik;

(iii) Perbandingan sektor publik dan model KPS harus dilakukan dengan fair,

realistis, dan komprehensif

T

i

m

e

O

v

e

r

Estim

ate

d

capital

cost

Estimated running cost

Running cost overruns

Cost overrun

0 5 10 20 (Years)

15 Construction phase

Operation and maintenance phase

Payment based on availability Payment based on usage

0 5 10 20 (Years)

15 Construction phase

Operation and maintenance

phase

Biaya modal dan operasidibayar oleh sektor publik, sebagai pihak yang mengambil risiko cost overruns dan keterlambatan

Sektor pemerintah hanya membayar selama layanan disediakan. Sektor swasta membiayai sendiri proyek menggunakan hutang danshareholder equity. Pengembalian modal tergantung pada kualitaspelayanan.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

29

Dari berbagai pendekatan yang tersedia untuk menilai VFM secara kuantitatif,

Public Sector Comparator (PSC) adalah alat penilaian yang disukai di banyak

negara karena tidak terlalu subyektif dan kompleks (dibanding analisis biaya

manfaat) dan dengan demikian lebih mudah untuk mengkompilasinya, sehingga

dapat menjadi alat bantu untuk membandingkan penawaran sektor swasta

(Grimsey dan Lewis, 2005). Sedangkan penawaran yang kompetitif pada

dasarnya dapat memastikan VFM, tapi tidak adanya PSC dapat membuat ragu

tentang apakah sektor publik memang dapat menghemat biaya dan mencapai

VFM.

Secara umum PSC menjelaskan biaya-biaya yang diperlukan sektor publik untuk

menyediakan output yang sama yang diminta dari sektor swasta melalui skema

KPS. Berdasarkan definisinya, PSC merupakan perkiraan biaya (hipotetis) yang

disesuaikan dengan risiko (risk adjusted) yang diperlukan oleh Pemerintah untuk

menyelenggarakan proyek KPS yang diusulkan (dengan output yang sama yang

diminta dari swasta) menggunakan skema pengadaan sektor publik yang paling

efisien (Li, Akintoye dkk, 2005)

Perbedaan penanggung jawab antara tanggung jawab pemerintah dan badan

usaha dalam penyelenggaraan infrastruktur.

Tabel 4Skema Pembiayaan KPBU

Kondisi Kelayakan Proyek

Konstruksi Operasi dan

Pemeliharaan Bentuk Pendanaan

Ekonomi (+)

Finansial (-)

Pemerintah Badan Usaha Hybrid financing (

APBN/APBD)

Ekonomi (+)

Finansial (Marginal)

Pemerintah &

Badan Usaha

Badan Usaha KPBU dengan

dukungan pemerintah

Ekonomi (+)

Finansial (+)

Badan Usaha Badan Usaha Reguler KPBU

Jadi untuk kondisi yang layak ekonomi tetapi tidak layak finansial pemerintah

dapat melakukan pembiayaan melalui APBN/APBD atau penunjukan langsung

BUMN maupun melalui design build. Sedangkan untuk yang masih

memungkinkan dilakukan pemberian dukungan dapat menggunakan skema

Supported Built Operate Transfer. Dalam skema ini Selain itu dapat juga melalui

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

30

skema availability payment(AP) atau sering juga disebut Performance Base

Annuity Scheme (PBAS). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar 3 Flow Chart Pembiayaan Infrastruktur

Viability Gap Funding(VGF) adalah dukungan pemerintah dalam bentuk hibah

yang dibayarkan pada masa konstruksi atau masa operasi dalam satu waktu yang

dilakukan untuk meningkatkan kelayakan proyek KPBU. VGF diberikan dengan

tujuan :

1. Meningkatkan kelayakan finansial Proyek Kerja Sama sehingga menimbulkan

minat dan partisipasi Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama

2. Meningkatkan kepastian pengadaan Proyek Kerja Sama dan pengadaan

Badan Usaha pada Proyek Kerja Sama sesuai dengan kualitas dan waktu

yang direncanakan

3. Mewujudkan layanan publik yang tersedia melalui infrastruktur dengan tarif

yang terjangkau oleh masyarakat. VGF merupakan belanja negara yang

diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek Kerja Sama atas porsi tertentu

Mulai

Hasil Kelayakan ekonomi

& finansial

Layak Ekonomi

?

Layak Finansial

?

Tidak direkomendasikan

dibangun

KPBU skema BOT

Bisa VGF? KPBU skema SBOT

Bisa PBAS/AP

?

KPBU skema PBAS/AP

APBN/APBD Penunjukan Langsung Design Built

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

31

dari seluruh biaya konstruksi proyek kerja sama meliputi: biaya konstruksi,

peralatan, biaya pemasangan, biaya bunga atas pinjaman yang berlaku

selama masa konstruksi, dan biaya-biaya lain terkait konstruksi namun tidak

termasuk biaya terkait pengadaan lahan dan insentif perpajakan.VGF yang

diberikan tidak boleh mendominasi biaya konstruksi proyek kerja sama.

PermenKeu 223/PMK/011/2012 mengatur tentang kebijakan pemerintah dalam

mengatasi masalah pembiayaan pada ruas yang tidak layak finansial dalam

bentuk Valiability Gap Funding(VGF) diharapkan pemerintah bisa melakukan

percepatan pembangunan jalan tol demi peningkatan perekonomian di

Indonesia.VGF adalah salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk mengatasi

pembangunan infrastruktur yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara

finansial. VGF diadopsi dari India yang telah menerapkan untuk percepatan

pembangunan Infrastruktur khususnya jalan tol.

Kontribusi atas sebagian biaya konstruksi (Construction Cost Contribution) yaitu

dukungan kelayakan yang diberikan dalam bentuk tunai kepada proyek

kerjasama atas porsi tertentu dari biaya konstruksi seperti yang dilakukan di

Brazil, India, Meksiko dan Korea Selatan.

Gambar 4 Bentuk Dukungan Construction Grant (PPRF, 2012 diolah lagi)

Pengalokasian dukungan kelayakan dilakukan melalui mekanisme APBN dengan

mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, kesinambungan fiscal dan

pengelolaan risiko fiscal. Dengan menggunakan dukungan kelayakan maka pola

kerjasamanya menjadi supported built operate transfer (SBOT).

Pada Perpres No.38/2015 bahwa pengembalian investasi badan usaha dalam

penyediaan infrastruktur dapat bersumber tidak hanya dari tarif melainkan dapat

Biaya Konstruksi Biaya Operasi&pemeliharaan

Pemasukan Grant

Construction Grant

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

32

melalui pembayaran ketersediaan layanan. Dalam Bappenas konsep ini dikenal

dengan PBAS, dimana pemerintah akan membayar seluruh biaya konstruksi,

operasi dan pemeliharaan serta keuntungan badan usaha. Pembayaran dilakukan

tiap tahun selama masa konsesi dengan persyaratan memenuhi standar

pelayanan minimum (SPM). Kondisi ini diperbolehkan untuk proyek yang layak

ekonomi tetapi belum layak finansial.

Berdasarkan PMK 190/PMK.08/2015 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan

Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan

Infrastruktur dijelaskan bahwa :

1. Pembayaran ketersediaan layanan bersumber dari APBN/APBD

2. Pembayaran ketersediaan layanan tidak disediakan untuk KPBU yang telah

mendapatkan Dukungan Kelayakan

3. Pembayaran ketersediaan layanan dilaksanakan untuk KPBU yang

mempunyai kriteria: infrastruktur ekonomi & sosial yang memiliki manfaat

besar bagi masyarakat, infrastruktur yang pengembalian investasinya tidak

diperoleh dari pembayaran oleh pengguna layanan kepada Badan Usaha;

KPBU yang pengadaannya dilakukan melalui tahapan pemilihan yang adil,

terbuka dan transparan serta memperhatikan persaingan usaha yang sehat

4. PJPK dalam hal ini BPJT menganggarkan dana pembayaran ketersediaan

layanan dalam APBN/APBD secara berkala pada setiap tahun anggaran

sepanjang berlakunya kewajiban pembayaran ketersediaan layanan

berdasarkan perjanjian KPBU.

5. KPBU dengan mekanismme pembayaran ketersediaan layanan dapat

diberikan penjaminan infrastruktur sesuai perundangan.

Sebagai gambaran mekanisme availibilty payment bisa dilihat pada gambar

berikut.

Gambar 5 Bentuk Dukungan Payment *BKF, 2012 diolah lagi)

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

33

Di India availibility payment dilakukan melalui kontrak berbasis kinerja

(Performance Based Contract/PBC), dengan alasan agar investor tetap

bertanggung jawab atas operasi dan pemeliharaan proyek tetapi tetap menarik

menarik bagi investor karena pemerintah memberikan pendanaan sejak awal.

Bentuk dukungan ini diberikan untuk mengatasi kondisi proyek PPP dimana

kemampuan membayar rendah dan prediksi pengguna proyek rendah. Ada dua

type annuaty payment (ICAP,2009) yaitu :

• Equal periodic amount : Pembayaran dilakukan dalam jumlah tetap selama

masa konsesi.

• Front loaded : Pembayaran awal lebih besar dan selanjutnya dilakukan

pembayaran dalam jumlah sama sampai akhir masa konsesi

Penugasan BUMN dalam penyelenggaraan infrastruktur mulai terjadi pada

pembangunan jalan tol Trans Sumatera dengan landaasan hukum Perpres

100/2014 tentang Percepetan Pembangunan Jalan Tol Di Sumatera, dijelaskan

bahwa untul percepatan pembangunan jalan tol di Sumatera, maka pemerintah

menugaskan PT Hutama Karya untuk melakukan pengusahaan jalan tol, meliputi

pendanaan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan

pemeliharaan. Untuk masalah pendanaan pemerintah dapat memberikan :

penyertaan modal, penerusan pinjaman, penerbitan obligasi, pinjaman dan

pendanaan lainnya. Skema ini lebih dikenal dengan State-Owned Enterprise

(SOE) Scheme. Gambar skema ini adalah

Gambar 6 State-Owned Enterprise (SOE) Scheme

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

34

Untuk design and built/rancang bangun sebenarnya merupakan salah satu jenis

kontrak, yang menggabungkan proses perancangan dan pelaksanaan sehingga

diharapka dapat mempersingkat pembangan infrastruktur. Keuntungan kontrak

rancang bangun (design & build) dalam pekerjaan konstruksi meliputi :

• Komunikasi langsung antara pemilik dan kontraktor & penghematan yang

dihasilkan dalam waktu dan usaha dan potensi keuntungan yang lebih besar

(optimalisasi bagi kedua belah pihak).

• Potensial kurang untuk perselisihan dengan orang yang lebih sedikit terlibat.

• Lebih mudah untuk menempatkan tanggung jawab.

• Komunikasi jalur cepat dengan kontraktor dan penghematan waktu dan biaya

proyek dan potensi keuntungan/penghematan yang lebih besar.

• Biaya konstruksi yang lebih rendah dari hubungan yang lebih dekat antara

desainer dan kontraktor mengakibatkan desain ekonomi, dan karena itu

potensi keuntungan yang lebih besar.

• Potensi untuk desain inovatif yang mengarah ke keuntungan yang lebih

besar.

Sedangkan kekurangannya meliputi :

• Pemilik yang kurang memiliki kompetensi pada konstruksi dan biaya, mungkin

curiga dan ragu-ragu dan menghambat kemajuan proyek atau tidak mampu

memahami untuk keluhan dan sengketa.

• Keterbatasan kemampuan pemilik untuk langsung berkomunikasi dengan

kontraktor.

• Potensi konflik dengan adanya gabungan (perencana & pelaksana) yang

membatasi penyediaan jasa desain arsitektur, atau tidak mengakui atau tidak

mendukung kontrak rancang-bangun.

• Bagi perusahaan rancang-bangun baru mungkin tidak memiliki keterampilan

dan pengalaman yang diperlukan untuk berhadapan langsung dengan

pemilik.

• Pemilik mungkin harus melakukan pembayaran awal yang lebih signifikan

karena membutuhkan biaya awal dalam membuat proposal.

• Mengevaluasi proposal desain- dari penawar mungkin bermasalah. Pemilik

perlu menyewa konsultan untuk mengevaluasi proposal.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

35

Perbedaan lain antara pembiayaan konvesional dan KPBU adalah dalam hal

dasar pengadaan. Untuk pembiayaan konvensional berdasarkan Perpres No 4

tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sedangkan untuk

KPBU berpedoman pada Perpres 38/2015 tentang Kerjasama Pemerintah Badan

Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

2.3 Pola Pembiayaan Perumahan

Berdasarkan informasi yang diambil dari Direktoran Perumahan Kementerian PU

PR, diketahui bahwa pola pembiayaan perumahan agak berbeda dengan

infrastruktur lain.

Alternatif sumber pendanaan perumahan antara lain :

a. Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

FLPP merupakan mekanisme bantuan pembiayaan perumahan melalui

penyediaan dana murah jangka panjang yang berasal dari APBN yang

dipadukan dengan dana bank penerbit KPR dengan menggunakan metode

blended financing.

Dengan blended financing diharapkan tingkat suku bunga KPR dapat

diturunkan, khususnya untuk KPR yang diperuntukkan bagi MBR. Dengan

kebijakan ini diharapkan tingkat suku bunga KPR dapat ditekan dan

dipertahankan sebesar 1 (satu) digit sepanjang masa tenor pinjaman.

Ke depan diupayakan agar sumber pembiayaan FLPP tidak hanya sebatas

dari dana APBN namun juga melibatkan dana-dana jangka panjang lainnya

seperti dana Taperum-PNS atau lainnya.

b. Tabungan Perumahan

Rancangan Undangan-undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)

telah disahkan menjadi undang-undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) RI dalam Rapat Paripurna ke-19 DPR RI masa persidangan III tahun

2015-2016, di gedung DPR RI, pada hari Selasa, tanggal 23 Pebruari 2016

Tabungan Perumahan merupakan pelembagaan pembiayaan perumahan

dimana masyarakat melakukan kontribusi dengan membayar iuran sebelum

mendapatkan KPR. Untuk mewujudkan itu, pada masa pemerintahan

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

36

Presiden Susilo Bambang Yudoyono bersama-sama dengan DPR sudah

menyiapkan RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Tabungan Perumahan pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 yaitu,

Tabungan Wajib Perumahan (compulsory saving), Perjanjian Tabungan Uang

Muka dan Cicilan (contractual saving), dan tabungan sukarela perumahan

(voluntary saving for housing).

Tabungan perumahan merupakan salah satu konsep mobilisasi dana

masyarakat melalui cara menabung pada Lembaga Jasa Keuangan (LJK).

Khusus untuk contractual saving Pemerintah dapat saja memberikan insentif

atas nilai uang yang ditabung oleh masyarakat. Dengan contractual saving,

masyarakat mengumpulkan sejumlah uang yang akan digunakan sebagai

uang muka untuk memanfaatkan fasilitas kredit dari LJK (dalam hal ini Bank)

dengan keuntungan- keuntungan tertentu, seperti suku bunga pinjaman yang

lebih rendah, masa pinjaman yang bisa lebih lama, dan lain sebagainya.

Bank sebagai pengelola contractual saving menerima tabungan dari

masyarakat. Tabungan tersebut dikenakan bunga tertentu dan ditambah

dengan dana pendamping dari Pemerintah. Hal ini dilakukan untuk

memberikan insentif pada masyarakat untuk menabung uang muka pada

Bank sebelum mendapatkan fasilitas pinjaman perumahan (KPR) dari Bank

tersebut

Apabila skema tersebut dinilai kurang efektif dan efisien, Pemerintah dapat

menempuh alternatif lain yaitu melalui integrasi tabungan perumahan

kedalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Apabila langkah ini yang

dilakukan maka Pemerintah harus merevisi 2 Undang- Undang, yaitu

Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

c. Dana Jangka Panjang

Dana-dana jangka panjang yang ada saat ini seperti Dana Haji, Dana

Asuransi, Dana Pensiun, Dana BPJS, Dana Taperum-PNS, dan Dana TWP

TNI/POLRI dapat didayagunakan untuk membantu pembiayaan perumahan.

Penempatan dana-dana jangka panjang tersebut pada dasarnya dapat

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

37

ditempatkan melalui pembelian obligasi yang diterbitkan oleh Bank BTN, KIK-

EBA yang diterbitkan PT. SMF atau deposito pada Bank BTN.

Dengan menempatkan dana-dana jangka panjang pada instrumen keuangan

yang diterbitkan oleh lembaga- lembaga yang mempunyai fokus dalam

pembiayaan perumahan maka mismatch pembiayaan perumahan diharapkan

dapat diatasi. Namun hal tersebut masih belum terwujud, diperlukan upaya-

upaya terobosan agar dana-dana tersebut dapat didayagunakan untuk

pembiayaan perumahan, antara lain melalui revisi peraturan perundang-

undangan yang mengatur penempatan dana-dana tersebut atau melalui

penerbitan instruksi presiden.

d. Bank BTN sebagai bank untuk pembiayaan perumahan

BTN pertama kali menyalurkan KPR bersubsidi pada tahun 1976, tepatnya

pada tanggal 10 Desember 1976.Pada waktu itu, Bank BTN menerbitkan

KPR untuk 17 unit rumah dengan total nilai kredit sebesar Rp. 37 juta. Bank

BTN ditunjuk sebagai Bank untuk membiayai pembangunan perumahan

berdasarkan SK Menkeu No. B.49/MK/1/1974.

Mengingat Bank BTN mempunyai pengalaman yang sangat panjang dalam

pembiayaan perumahan (KPR Program), maka untuk mendukung

pembiayaan perumahan bagi MBR Pemerintah dapat mendorong Bank BTN

menjadi bank yang fokus dalam pembiayaan perumahan. Sebagai bank fokus

dalam pembiayaan perumahan Bank BTN dapat memiliki portfolio

pembiayaan perumahan hingga 85%. Sementara bank umum terkendala

regulasi karena portofolio mereka maksimal hanya 20% di KPR. Dengan

langkah ini diharapkan pembiayaan bagi penyediaan rumah bagi MBR dapat

dipenuhi

Bank BTN sendiri sebenarnya sudah menyiapkan diri ke arah sana dengan

meluncurkan BTN Housing Finance Center (HFC). Melalui HFC, Bank BTN

berusaha menjadi integrator pemangku kepentingan perumahan. Dari sisi

demand misalnya, Bank BTN mempunyai berbagai produk KPR. Sedangkan

dari sisi supply, selain menyediakan Kredit Konstruksi juga menyediakan

fasilitas pinjaman seperti kredit lahan. Dengan HFC, Bank BTN akan

merambah riset dan advisory di bidang perumahan. BTN HFC dalam

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

38

implementasinya nanti akan memiliki 3 fungsi utama yaitu Learning Center,

Research Center dan Advisory Center.

Learning Center akan menjadi pusat edukasi perbankan dan pembiayaan

perumahan Indonesia dengan berbagai bentuk program pelatihan seperti

seminar, workshop dan short course yang bersertifikasi serta online

subscription sebagai portal ilmu pengetahuan.

Research Center merupakan pusat informasi dan inovasi perbankan dan

pembiayaan perumahan Indonesia dengan berbagai program riset terkait

pasar, pelaku usaha, serta tren industri perumahan. Dari kegiatan riset yang

sudah dilakukan dan teruji kebenarannya akan dimasukkan dalam BTN

Housing Index yang menjadi pusat data terkait dengan bisnis property. BTN

Housing Index akan memperkuat posisi Bank BTN sebagai bank yang fokus

dalam pembiayaan perumahan. Disamping itu BTN Housing Index akan

menjadi sumber informasi bagi para pelaku bisnis dan masyarakat dalam

pengambilan keputusan untuk membeli atau menjual unit properti di

Indonesia.

Sementara Advisory Center merupakan pusat konsultasi properti dan

pembiayaan perumahan yang membantu melakukan analisa perumusan

kebijakan dan regulasi bagi pemerintah serta mengadakan jasa konsultasi

dengan pelaku industri.

Lembaga Keuangan Bank/ Lembaga Keuangan Bukan Bank (Koperasi/

Multifinance). Dalam upaya membuka lebih banyak lagi akses MBR ke

lembaga pembiayaan, maka Pemerintah dapat memperluas kerjasama

dengan Lembaga Keuangan Bank (LKB) baik Bank Umum Nasional, BPD

maupun BPR, atau dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) seperti

koperasi dan microfinance.

e. PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF)

Keberadaaan PT. SMF sebagai lembaga pembiayaan sekunder perumahan

perlu ditingkatkan perannya, baik melalui penambahan dana Penyertaan

Modal Negara (PMN) untuk meningkatkan likuiditas maupun melalui revisi

Perpres No. 1 Tahun 2008, khususnya revisi mengenai batas waktu

pemberian fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan bagi LKB dan LKNB.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

39

Berdasarkan Perpres tersebut batas waktu pemberian fasilitas likuiditas

adalah tahun 2018. Namun mengingat sampai saat ini peran PT. SMF

sebagai lembaga intermediary dana jangka panjang masih belum optimal,

maka untuk mendukung pembiayaan perumahan pemberian fasilitas likuiditas

tersebut masih sangat diperlukan

Untuk dapat melakukan penyaluran bantuan subsidi dengan mekanisme

Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Pemerintah telah

membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Dana

Pembiayaan Perumahan. Tujuannya adalah untuk mewujudkan sistem

pembiayaan perumahan nasional yang berkelanjutan dalam mendukung

pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal bagi Masyarakat Berpenghasilan

Rendah (MBR).

Ke depan pelembagaan BLU-PPDPP harus didorong untuk dapat diterapkan

di tingkat Provinsi atau Kabupaten/ Kota, khususnya yang memiliki kapasitas

fiskal yang besar. Penerapan BLU di daerah (BLUD) dapat menjadi instrumen

dalam mengelola anggaran yang fleksibel demi kepentingan masyarakat luas.

BLU/BLUD dapat mengelola APBN/APBD melewati tahun fiskal berjalan,

sehingga lebih fleksibel dalam perencanaannya. Selain itu, BLU/BLUD juga

dapat menerima pendapatan operasional dari layanan yang diberikan, dan

dapat dimanfaatkan kembali tanpa perlu disetor ke kas Negara/Daerah

terlebih dahulu.

f. Pemanfaatan sumber dana di luar APBN/APBD

Dana-dana yang ada di Perusahaan-Perusahaan Milik Negara dan

Perusahaan-Perusahaan Swasta pada dasarnya dapat dimanfaatkan baik

melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) maupun program

Corporate Social Responsibility (CSR). Program Kemitraan merupakan

program perguliran dana sedangkan Bina Lingkungan merupakan program

dana hibah. Saat ini, pemanfaatan dana yang ada di Perusahaan-

Perusahaan, baik BUMN maupun Swasta, masih belum optimal khususnya

untuk pembiayaan maupun pendanaan perumahan.

Perumahan menjadi urusan wajib Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan

Kota/Kabupaten. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

40

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemerintah Daerah), perumahan

merupakan salah satu bidang yang menjadi urusan wajib Pemerintahan

Provinsi dan Pemerintahan Kota/ Kabupaten. Dalam rangka

menyelenggarakan urusan wajib tersebut Pemerintah Daerah tentunya harus

berperan aktif membantu pemenuhan perumahan bagi masyarakatnya baik

dari sisi supply maupun demand.

Peran aktif Pemerintah Daerah dari sisi supply antara lain dapat berupa : o

Pemberian kemudahan dalam perizinan; o Penyediaan PSU; o Perintisan

(penyediaan) Land Banking; dan o Penetapan zonasi untuk rumah sejahtera.

Sedangkan dari sisi demand, Pemerintah Daerah dapat menyediakan

anggaran (APBD) untuk bantuan sebagian pembiayaan perumahan bagi MBR

sebagai pendamping bantuan pembiayaan yang diberikan oleh Pemerintah.

Dalam upaya membantu agar pemberian bantuan tersebut dapat

dilaksanakan secara lebih akuntabel dan lebih tepat sasaran maka

Pemerintah akan mengembangkan berbagai instrumen yang dapat dijadikan

landasan oleh Pemerintah Daerah dalam menentukan masyarakat mana

yang menjadi prioritas untuk mendapatkan bantuan.

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

41

9. BAB V

REGULASI PENYELENGGARAAN INFRASTUKTUR

DI INDONESIA

Terselenggaranya infrastruktur di Indonesia menjadi kebutuhan utama dalam

meningkatkan perekonomian nasional. Untuk mendukung terselenggaranya

infrastruktur di Indonesia, pemerintah sudah menyiapkan banyak regulasi demi

percepatan pembangunan ada yang berlaku umum dan ada yang berlaku per

sektor. Pada Bab ini akan dijelaskan regulasi-regulasi yang berlaku umum dan

regulasi secara sektoral meliputi Bidang : Cipta Karya, Bina Marga, Sumber Daya

Air, dan Perumahan Permukiman.

1. UMUM

Regulasi-regulasi yang mendasari penyelenggaraan infrastruktur secara umum

adalah :

1. UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi

2. UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Lahan Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum

3. Perpres Nomor 42 Tahun 2005 dan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite

Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur

4. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah

5. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur

dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha yang Dilakukan

Melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur

Perpres ini dikeluarkan dalam rangka meningkatkan kelayakan kredit (credit

worthiness ) proyek infrastruktur sebagai upaya mendorong partisipasi sektor

swasta dalam pembangunan infrastruktur, proyek infrastruktur yang

disediakan berdasarkan skema kerja sama antara Pemerintah dengan badan

Kompetensi : Peserta memahami berbagai regulasi yang mendasari

penyelenggaraan infrastuktur di indonesia

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

42

usaha di bidang infrastruktur sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha

dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Presiden Nomor 13 Tahun 2010, dapat diberikan Jaminan Pemerintah

6. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Jaminan Pemerintah

Pusat Atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung Dari

Lembaga Keuangan Internasional Kepada Badan Usaha Milik Negara

Perpres ini dikeluarkan dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur

kepada masyarakat, perlu mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara

untuk memanfaatkan secara langsung fasilitas pembiayaan infrastruktur dari

Lembaga Keuangan Internasional

7. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan

Proyek Strategis Nasional

Perpres ini dibuat dalam rangka percepatan pelaksanaan belanja Negara

guna percepatan pelaksanaan pembangunan, perlu inovasi terhadap

pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dilakukan dengan

pemanfaatan teknologi informasi

8. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, Nomor 40 Tahun 2014, Nomor 99

Tahun 2014, Nomor 30 Tahun 2015 tentang Pengadaan Lahan Untuk

Kepentingan Umum, sebagai peraturan pelaksana dari UU Nomor 2 Tahun

2012

9. Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan

Infrastruktur Prioritas

Salah satu tujuannya adalah mengatur Percepatan penyediaan infrastruktur

prioritas secara efektif, efisien, tepat sasaran, dan tepat waktu memiliki peran

penting dan strategis dalam mewujudkan akselerasi pertumbuhan ekonomi

untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat

10. Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan

Pembangunan Jalan Tol Di Sumatera

11. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007, Nomor 62 Tahun 2008, Nomor

52 Tahun 2011 tentang Fasilitas PPh Untuk Penanaman Modal di Bidang-

Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

43

Tujuan dari dikeluarkannya PP ini adalah dalam rangka lebih meningkatkan

kegiatan investasi langsung guna mendorong pertumbuhan ekonomi, serta

untuk pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan bagi bidang

usaha tertentu dan/atau daerah tertentu, perlu mengubah Peraturan

Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk

Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-

daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 62 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor

1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal

di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu

12. Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2007, Nomor 1 Tahun 2008 tentang

Investasi Pemerintah

Tujuan PP ini adalah untuk memperluas investasi pemerintah khususnya

dalam bentuk Investasi Langsung di bidang infrastruktur dan bidang lainnya,

serta memberikan peluang kerjasama dalam berinvestasi, perlu mengganti

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007, Nomor 75 Tahun 2008 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan

Perseroan (Persero) Di Bidang Pembiayaan Infrastruktur

Untuk mengatur penyertaan modal negara untuk pendirian Perusahaan

Perseroan (Persero) di bidang pembiayaan infrastruktur telah ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2007 tentang Penyertaan

Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan

(Persero) di Bidang Pembiayaan Infrastruktur

14. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2009 mengenai Penyertaan Modal

Negara Untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara Di Bidang Penjaminan

Infrastruktur, ini merupakan kelanjutan Perpres mengenai PT PII, dengan

tujuan dalam rangka meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam

pembangunan infrastruktur, perlu memberikan penjaminan pada proyek

kerjasama Pemerintah dan badan usaha di bidang infrastruktur

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

44

2. SUMBER DAYA AIR

1. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan

Untuk menyimpan air yang berlebih pada saat musim penghujan agar dapat

dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan air dan daya air pada waktu

diperlukan, serta mengendalikan daya rusak air sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22, Pasal 34, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air, perlu membentuk waduk yang dapat

menampung air

2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penanganan Dampak

Sosial Kemasyarakatan Pembangunan Waduk Jatigede

Untuk penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan yang timbul dari

pembangunan Waduk Jatigede perlu segera dilakukan agar penggenangan

Waduk Jatigede sehingga dapat dilakukan tepat waktu

3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2004 tentang Sumber Daya Air, perlu menetapkan peraturan pemerintah

tentang irigasi

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor

08/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Jaringan Irigasi

Untuk melindungi, mengamankan, mempertahankan, dan menjaga

kelestarian air, sumber-sumber air beserta bangunan pengairan, perlu

dilakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-

sumbernya dan daerah sekitarnya;

3. BINA MARGA

1. UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dimana

Menjelaskan meliputi , kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,

pembangunan, dan pengawasan jalan, termasuk mengatur pengusahaan

jalan tol.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005, Nomor 44 Tahun 2009, Nomor

43 Tahun 2013 Tentang Jalan Tol, yang Mengatur Penyelenggaraan Jalan

Tol

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

45

3. Permen PU Nomor 392 Tahun 2005 tentang Standart Pelayanan Minimum

Jalan Tol

4. Permen PU Nomor 295 Tahun 2005, Nomor 27 Tahun 2008 tentang BPJT

5. Permen PU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Wewenang dan Tugas

Penyelenggaraan Jalan Tol

6. Permen PU Nomor 01 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis tentang

Penelitian, Pengembangan dan Pemberdayaan Jalan Tol

7. Permen PU Nomor 02/2007 tentang Petunjuk Teknis Pemeliharaan Jalan Tol

dan Jalan Penghubung

8. Permen PU Nomor 13/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pengadan

Pengusahaan Jalan Tol

9. Permen Pembangunan Nasional/Kepala Bapenas Nomor 3 Tahun 2012

tentang Panduan Umum Pelaksanaan kerjasama pemerintah Dengan Badan

Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

4. CIPTA KARYA

1. UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Untuk menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang

cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber

daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup

dan ekonomi secara selaras

2. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan

Air Minum

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 10 UU Nomor 11

Tahun 1974 tentang Pengairan serta untuk memenuhi tanggung jawab

Negara dalam menjamin pemenuhan hak rakyat atas air minum dan akses

terhadap air minum, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem

Penyediaan Air Minum

3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan

pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan

kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSDIKLAT SUMBER DAYA AIR DAN KONTRUKSI

46

4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor

27/Prt/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16, Pasal 24, Pasal 32, Pasal 51, dan

Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem

Penyediaan Air Minum, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan

Air Minum

5. PERUMAHAN PERMUKIMAN DAN PERMUKIMAN

1. UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Untuk mengatur peran pemerintah dalam menyediakan dan memberikan

kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan permukiman bagi

masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman

yang berbasis kawasan serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan

satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi,

dan social budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup

sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan

dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27, Pasal 31, Pasal 50 ayat (3), Pasal

53 ayat (3), Pasal 55 ayat (6), Pasal 58 ayat (4), Pasal 84 ayat (7), Pasal 85

ayat (5), Pasal 90, Pasal 93, Pasal 95 ayat (6), Pasal 104, Pasal 113, dan

Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

3. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan

Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Untuk percepatan penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah

berdasarkan Pasal 13 huruf g, Pasal 14 huruf i, Pasal 15 huruf n, dan Pasal

54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah

MODUL 1 PEMAHAMAN UMUM STUDI KELAYAKAN PROYEK INFRASTUKTUR

10. DAFTAR PUSTAKA

1. Soeharto, “Manajemen Proyek”, Penerbit Erlangga, 2013

2. Ervianto W,”Manajemen Proyek Konstruksi”, 2006

3. Grimsey, D, dan Lewis, M.K. “Public Private Partnerships: The Worldwide

Revolution in Infrastructure Provision and Project Finance”, Edward Elgar,

Cheltman, UK. 2004

4. Antameng M,”Investasi Jalan Tol”, 2005

5. ASB, Proposed Guidline On Accounting For PPP, 2008

6. Li, B, Akintoye, A, Edwards, P.J dan Hardcastle, C ,” The Allocation of Risk in

PPP/PFI Construction Projects in the UK, International Journal of Project

Management,2005

7. PT PII,” Kemitraan Pemerintah Swasta, Panduan Revisi Versi 2”, 2014