perubahan iklim opt
DESCRIPTION
proseeding seminar perubahan iklim ugm sps 2012TRANSCRIPT
-
MEMBANGUN KETAHANAN MASYARAKAT PESISIR UNTUK MENGURANGI DAMPAK NEGATIF PERUBAHAN IKLIM
DESA BABANG, KABUPATEN LUWU, PROPINSI SULAWESI SELATAN1
Oleh : Rahmiyatal Munaja2 Mahasiswa Magister Manajemen Bencana, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
Jl. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta, 55281. Telp: (0274) 544975, 555881, 564239 Email : [email protected]
Abstrak
Perubahan iklim merupakan fenomena yang pada dasarnya akan sangat berdampak pada masyarakat yang bermukim dan memiliki aktivitas ekonomi di wilayah pesisir. Desa Babang merupakan salah satu desa yang berada pada wilayah pesisir Teluk Bone , merupakan salah satu wilayah yang didampingi oleh Care Internasional Indonesia sebagai lembaga non pemerintah yang bergerak dalam kegiatan bantuan terhadap wilayah yang terkait dengan kebencanaan. Desa ini dianggap merupakan desa yang dapat menjadi preseden yang baik terhadap strategi adaptasi dampak dan mitigasi perubahan iklim setelah dilakukan proses penilaian dengan metode CVCA (Climate Vulnerability and Capacity Analysis) selama satu tahun penuh. Masyarakat Desa Babang secara tidak langsung menyadari adanya perubahan musim yang signifikan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut telah berdampak pada berubahnya pola musim yang kemudian sangat berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan tangkap dan petani. Selain perubahan musim yang terus berubah, masyarakat juga semakin resah dengan adanya kegiatan bom ikan dan degradasi mangrove yang disadari dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan pesisir Desa Babang. Strategi yang dilakukan masyarakat adalah membentuk kelembagaan yang berfungsi sebagai pengawas keamanan pesisir dari kegiatan bom ikan, rehabilitasi mangrove dan terumbu karang serta mengembangkan aktivitas mata pencaharian dengan melalukan budidaya rumput laut Cottoni.
Kata kunci: Perubahan iklim, CVCA, Pesisir Teluk Bone, adaptasi dan mitigasi
A. PENDAHULUAN
Perubahan iklim sesungguhnya bukan merupakan suatu hal yang baru. Perubahan iklim secara drastis
telah terjadi sejak dahulu yang diakibatkan oleh faktor alam. Beberapa abad terakhir ini, suhu rata-rata
telah mengalami perubahan secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, misalnya, atau
akibat letusan gunung berapi secara berkala . Namun demikian, dewasa ini perubahan iklim kemudian
menjadi fenomena yang tidak terjadi hanya karena faktor alam, namun juga terdapat pengaruh aktivitas
manusia didalamnya.
1 Sebagai pengajuan Makalah untuk Seminar Perubahan Iklim di Indonesia, Tema: Manajemen Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2 Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Bencana tahun 2012 Universitas Gadjah Mada, hingga kini bekerja pada Jaringan Arsitek Komunitas Indonesia sebagai perencana untuk komunitas, pernah bekerja bersama CARE INTERNATIONAL INDONESIA untuk Program Building Coastal Recilience to Reduce Climate Change impact in Indonesia and Thailand, sebagai Community Facilitator, Lokasi Program Kabupaten Luwu Tahun 2011
-
Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara
lain lewat pembakaran batu bara dan kayu secara besar-besaran, serta pembabatan hutan, mengakibatkan
meningkatnya CO2 secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap
alam dan kehidupan manusia. Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup
panjang, antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya sebagaian besar permukaan bumi menjadi
panas. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) Tahun 20073 memaparkan beberapa dampak
negatif perubahan iklim akibat aktivitas manusia, diantaranya : (1) Kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76
derajat Celcius antara periode 1850 2005 ; (2) 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-
tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu pertama kali pada tahun 1850 ; (3)
Telah terjadi kenaikan permukaan air laut global rata-rata sebesar 1,8mm per tahun antara periode 1961
2003 ; (4) Telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun 1970an,
terutama di daerah tropis dan sub-tropis.
Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar
6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca
tropis. (Wikipedia). Indonesia juga termasuk dalam klasifikasi negara berkembang yang dengan tingkat
IPM menegah. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang
memiliki kerawanan tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Menurut sensus 2010, jumlah penduduk
terbesar berada pada wilayah Jawa Barat, namun untuk tingkat sex rasio terendah berada pada provinsi
Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah dengan sex rasio
rendah (95) yang berarti memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih besar daripada penduduk laki-
laki tentu saja akan menjadi sangat strategis terkait dengan isu pengarusutamaan gender, ketergantungan
pola mata pencaharian kepada kepala keluarga dalam hal ini laki-laki merupakan potensi meningkatnya
kerentanan kehidupan ekonomi masyarakat utamanya pada wilayah pedesaan yang masih banyak
memegang kuat sistem patriarki.
Meninjau kembali dampak-dampak negatif perubahan iklim, wilayah pesisir dan wilayah yang
pemanfaatan lahannya didominasi oleh pertanian merupakan yang paling rentan terkena dampak negatif
perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, kekeringan, dan ketidakstabilan musim yang
berpengaruh terhadap mata pencaharian yang sangat bergantung pada alam. Kawasan Teluk Bone di
Sulawesi Selatan secara geografis dan geologis rentan terhadap perubahan iklim dan mengalami
eksploitasi sumber daya pesisir dan laut secara berlebihan, sehingga menyebabkan degradasi sumber daya
3Merupakan hasil Fourth Assessment report oleh IPCC IPCC Dibentuk pada tahun 1998 oleh Organisasi Meteorologi Dunia dan Program Lingkungan PBB (UNEP), IPCC melakukan survei literatur teknis dan ilmiah di seluruh dunia dan mempublikasikan laporan yang dikenal secara luas sebagai sumber informasi perubahan iklim yang paling dapat dipercaya.
-
laut. Perubahan iklim diindikasikan dari pergeseran dan ketidakteraturan musim hujan kemarau, musim
angin dan gelombang serta suhu di kawasan ini (PDII LIPI)4, Kabupaten Luwu merupakan salah satu
wilayah Teluk Bone dan didominasi oleh penduduk bermatapencaharian yang terkait dengan alam.
Berdasarkan data statistik 2010, 70% penduduk di Kabupaten Luwu bekerja pada sektor pertanian, 49%
dari penduduk yang bekerja pada sektor tersebut adalah perempuan.
Ditengah tantangan perubahan iklim ini, tentunya kegiatan pengkajian dampak perubahan iklim terhadap
mata pencaharian masyarakat sangat dibutuhkan, serta bagaimana strategi adaptasi dan mitigasi
masyarakat basis, yaitu desa dalam menanggulangi perubahan iklim tersebut. CARE Internasional
Indonesia5 kemudian membentuk program BCRCC (Building Coastal Recilience to Reduce Climate
Change Impact) di sepuluh desa di Kabupaten Luwu, serta di tiga kabupaten lain di pesisir Teluk Bone
yaitu Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Luwu Utara. Desa Babang, salah satu desa yang
memiliki garis pantai yang panjang di Kabupaten Luwu, telah mengalami kerusakan ekosistem mangrove
enam tahun yang lalu6, wilayah ini kemudian dianggap baik sebagai representatif desa yang memiliki
strategi adaptasi yang baik setelah dilakukan penilaian selama satu tahun.
Tujuan dari penilaian yang telah dilakukan selama satu tahun penuh adalah mengetahui dampak bahaya
yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap penghidupan warga, sejauh mana pemahaman warga
terhadap perubahan iklim terkait dengan mata pencaharian, serta strategi mitigasi dan adaptasi yang
dilakukan oleh warga. Kegiatan ini direncanakan akan dilakukan dalam empat tahun dengan tujuan besar
adalah mengupayakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi strategi penanggulangan bahaya dan
bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang berbasis masyarakat ini, dengan indikasi akan
adanya perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten setelah hasil pengkajian secara partisipatif ini
selesai dilakukan dengan baik oleh masyarakat dan disepakati bersama oleh masyarakat itu sendiri.
Metode yang digunakan dalam penilaian adalah metode partisipatif dengan CVCA (Climate Vulnerability
and Capacity Analysis), analisis kerentanan terhadap iklim dan kapasitas ini serta serangkaian kegiatan
dalam program dilakukan dengan berpegang pada CBA Community Based Adaptation, membutuhkan
sebuah pendekatan terintegrasi yang menggabungkan pengetahuan tradisional dengan strategi-strategi
4PDII LIPI Vol. 8 No.1-2 Februari 2012
5CARE merupakan salah satu lembaga bantuan internasional pertama untuk menanggapi keadaan darurat, menyediakan orang dengan sangat diperlukan-makanan, air dan tempat berlindung.Telah mengembangkan program perencanaan yang luas - yang menjamin masyarakat dapat tanggap dan pulih dari bencana, baik sebagai akibat langsung dan dalam jangka panjang.6Ikhsan Mahfud, Pengelolaan Mangrove berbasis Masyarakat di desa Babang Kabupaten Luwu by CARE Indonesia on Friday, 30 March 2012 at 12:45
-
inovatif untuk menjawab kerentanan pada saat membangun ketahanan dalam menghadapi wajah baru dan
tantangan yang dinamis.
CVCA membantu kita untuk memahami dampak perubahan iklim bagi kehidupan dan mata pencaharian
masyarakat yang kita layani. Dengan memadukan pengetahuan lokal dengan data ilmiah, proses dalam
metodologi ini membentuk pemahaman masyarakat mengenai risiko iklim dan strategi adaptasi. CVCA
menyediakan kerangka kerja untuk dialog dalam masyarakat, sebagaimana antara komunitas dan
pemangku kepentingan yang lain. Hasilnya memberikan pondasi solid bagi identifikasi strategi praktis
guna memfasilitasi adaptasi berbasis komunitas terhadap perubahan iklim. Metodologi CVCA
menyediakan kerangka kerja untuk menganalisa kerentanan dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan
iklim di tingkat komunitas. Dengan mengetahui bahwa penduduk lokal bisa menentukan masa depan
mereka sendiri, CVCA mengutamakan pengetahuan setempat mengenai resiko iklim dan strategi adaptasi
dalam mengumpulkan data dan memproses analisa. Alat penilaian dalam kerangka CVCA merupakan alat
PRA yang diolah berdasarkan tujuannya yang terkait dengan perubahan iklim dan penghidupan, CVCA
memiliki enam alat diantaranya (1) Matriks kerentanan terhadap iklim ; (2) Peta bahaya ; (3)Kalender
musim ; (4) diagram venn ; (5) Rentang waktu sejarah ; dan (6) aktivitas harian. Alat-alat ini kemudian
digunakan dalam proses penggalian informasi melalui FGD (Focus Group Discussion)
Santoso, 2006 menjelaskan mengenai respon terhadap perubahan dan variabilitas iklim, memilahnya
kedalam dua tanggapan yaitu adaptasi dan mitigasi. Terkait dengan tujuan kegiatan ini, penilaian
difokuskan pada upaya-upaya adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat, meskipun sesungguhnya
masyarakat juga telah memiliki kecenderungan pada strategi mitigasi untuk mengurangi emisi dengan
mencegah kebakaran hutan, penebangan hutan dan mengurangi sampah rumah tangga.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Babang merupakan satu dari lima desa pesisir di Kecamatan Larompong selatan, mata pencaharian
utama masyarakat adalaha pembudidaya rumput laut jenis Cottonii, nelayan pancing, bertani, tukang batu
dan Tukang ojek, sementara untuk menambah penghasilan dilakukan kegiatan menanam nilam,
memelihara ayam. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan tambahan adalah : ojek motor sekitar Rp
20.000 50.000/hari. nilamr Rp 200.000/bulan. Masyarakat sangat bergantung pada sektor pertanian
dan kelautan perikanan dalam aktivitas perekonomiannya. Masyarakat telah menyadari adanya perubahan
musim dari waktu kewaktu dan telah beradaptasi terhadap perubahan tersebut dengan berbagai macam
strategi, sebab pengetahuan terhadap perubahan tersebut telah disadari sebagai ancaman bagi
matapencaharian penduduk yang sangat terkait dengan kemahiran menilai perubahan yang terjadi di alam.
-
Dampak perubahan iklim terhadap penghidupan masyarakat Desa Babang Selama satu tahun terakhir (2010-2011) diindikasikan adanya kecendrungan perubahan kegiatan sehari-
hari dari waktu kewaktu. Musim kemarau dan penghujan tidak bisa lagi ditentukan waktunya secara tepat,
sehingga pola aktivitas masyarakat kemudian berubah-ubah mengikuti cuaca dan iklim, tidak ada lagi
pola yang teratur. Kondisi ini terjadi baik pada masyarakat yang aktivitas ekonominya bergantung pada
pertanian ataupun perikanan.
Perubahan iklim juga kemudian membawa dampak pada meningkatnya bahaya yang mengancam mata
pencaharian masyarakat, pada masyarakat yang aktivitas ekonominya lebih dominan pada wilayah pesisir,
sumber bahaya yang paling berpengaruh adalah pasang tinggi, angin kencang, abrasi, dan ombak besar.
Mata pencaharian masyarakat pesisir diantaranya sebagai nelayan pancing, nelayan tambak, penangkap
kepiting dan nelayan Cottoni atau pembudidaya rumput laut Cottoni. Berbeda dengan masyarakat yang
aktivitas ekonominya lebih dominan pada wilayah pertanian, sumber bahaya yang paling besar adalah
musim kemarau yang akan membawa dampak kekeringan bagi lahan mereka. Lahan pertanian
masyarakat di Desa Babang tidak
hanya terdapat pada wilayah daratan
saja, tetapi juga tersebar pada
beberapa wilayah di pesisir, sehingga
pada saat pasang tinggi dan musim
hujan sangat rentan tergenang.
Tabel. 1 Sumber bahaya dominan terhadap masyarakat pesisir dan daratan Desa Babang
TabelSumberbahayaDominanterhadapMataPencaharianMasyarakatpesisir
1 NelayanPancing 3 3 3 32 nelayantambak 3 3 3 23 tangkapkepiting 3 3 3 34 nelayancottoni 3 3 3 3
SumberBahayaAirPasangTinggi
anginkencang abrasi ombakbesarNo SumberMataPencaharian
Pada tabel 2 memperlihatkan musim
hujan terjadi pada bulan Desember
sampai dengan Maret dan puncaknya
terjadi di bulan Desember sampai
Februari. Sementara musim kemarau
terjadi di bulan April sampai Oktober.
Dengan terjadinya musim tersebut
mempengaruhi aktivitas, kegiatan
matapencaharian dan hasil panen
komoditas pertanian. Pada musim
kemarau maka hasil panen rumput
laut tinggi. Sedangkan bila terjadi
musim hujan dimulainya penanaman
nilam dan berkurangnya hasil panen
TabelSumberbahayaDominanterhadapMataPencaharianKomunitasdaratan
1 petani 3 3 2 22 nelayan 0 3 1 13 pedagang 0 0 0 04 pegawai 0 0 0 0
No SumberMataPencaharianSumberBahaya
kemarau anginkencang pasangtinggi
banjir
Tabel. 2 Kalender Musim Desa Babang Komunitas Pesisir dandaratan
TabelkalenderMusimanDesaBabangKomunitaspesisir
2010Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov
1 Hujan xxx xxx xxx x2 kemarau x xx xxx xxx xx x x3 anginkencang xxx xxx4 longsor xx5 musimtanamnilam xxx6 musimpanencengkeh xxx xxx7 turunrumputlaut x x x x xxx x x x x x x8 panenrumputlaut xxx9 tebarbibitikan xxx10 panenikan x xx11 udangdankepiting x x x x x x x xx xx xx xx
No Kejadian/PeristiwaTahun2011
x
x
xxxxx
-
rumput laut.
Hasil tersebut merupakan hasil
penggalian untuk satu tahun terakhir,
pada dasarnya tren perubahan musim
hingga saat ini masih terus
berlangsung, hujan tidak selalu terdistribusi secara merata pada musim hujan, curah hujan tinggi pada
malam hari dan semakin hari
TabelkalenderMusimanDesaBabangKomunitasdaratan
2010Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov
1 Kemarau xx xxx xx xx xx2 hujan xxx xx xxx xxx3 tanampadi xxx xx4 panenpadi xxx xx
Tahun2011Kejadian/PeristiwaNo
5 buahbuahan xxx xx6 gatalgatal xxx xxx xx xx xx
semakin tidak menentu, sehingga pengawasan dan pembenahan tanaman di
nak-anak didalamnya. Wilayah
serta
risiko pada wilayah-wilayah dan mata
pencaharian yang telah mereka paparkan.
n tani sawah terhadap bahaya banjir dan hama yang kemudian dapak
berdampak pada gagal panen.
kebun tidak dapat dilakukan secara baik.
Dalam penilaian bahaya pada wilayah pesisir desa Babang, masyarakat menilai beberapa bangunan yang
berisiko terkena bahaya dan dampaknya. Bangunan yang paling dianggap berisiko terhadap bahaya
adalah rumah penduduk dan sekolah, sekolah dianggap memiliki potensi penting bagi kegiatan
pendidikan, serta tingkat kerentanan yang tinggi sebab terdapat banyak a
yang berisiko terkena bahaya adalah tambak, pantai, sawah, ladang.
Masyarakat mengasumsikan wilayah
yang memiliki risiko yang tinggi
terhadap bahaya adalah wilayah-
wilayah yang terkait dengan nilai
ekonomi mayarakat, dan mata
pencaharian yang terkait didalamnya
memiliki karakteristik pertanian dan
kelautan perikanan. Bahaya yang
kemudian ditinjau dari perkembangan
kalender musim terus mengalam
perubahan dari waktu kewaktu
kemudian tidak dapat lagi diprediksi
oleh masyarakat dengan melihat
kondisi alam semakin meningkatkan
Rumahpenduduk Robohkarenaangin Tambak Abrasi,PematangrusakSekolah tidakbisadigunakan pesisirpantai Abrasi
Roboh Sawah GagalpanenLadang/kebun gagalpanen
Wilayahberesikoterkenabahaya
dampakBangunanberesikoterkenabahaya
dampak
BudidayaRumputlautCottonii ombakbesar Gagalpanen
MataPencaharianberesikoterkenadampak
bahaya Dampak
NelayanPancing ombakbesar TidakdapatikanBerkebun anginkencang,Kemarau, Kebakaran,hama
Tabel. 3 Kalender Musim Desa Babang Komunitas Pesisir
Tabel. 4 Kalender Musim Desa Babang Komunitas daratan
Rumahpenduduk tergenangair Tambak PematangrusakSekolah tidakbisadigunakan pesisirpantai Abrasi
Sawah Banjir,hamadangagalpaneLadang/kebun banjirdangagalpanen
Bangunanberesikoterkenabahaya
dampak Wilayahberesikoterkenabahaya
dampak
n
1 PembudidayaRumputlautCottonii ombakbesar Gagalpanen2 Nelayan ombakbesar Tidakdapatikan3 Kebun anginkencang,Kemarau, Kebakaran,hama4 Tanisawah Banjir,hama gagalpanen
MataPencaharianberesikoterkenadampak
bahaya DampakNo
Masyarakat daratan Desa Babang memiliki kecenderungan penilaian yang sama terhadap wilayah,
bangunan dan mata pencaharian yang berisiko terhadap bahaya. Lebih spesifik masyarakat daratan pesisir
menilai risiko mata pencaharia
-
Bahaya dan dampak yang teridentifikasi pada tabel disamping berbeda dengan yang ditimbulkan 10,20,30
tahun yang lalu. Pada satu hingga tiga dekade sebelumnya hujan deras tidak pernah menyebabkan
terjadinya banjir dan angin kencang, pola dan distribusi hujan yang teratur juga tidak lagi dapat dijumpai
saat ini. Nelayan pancing dan pembudidaya rumput laut merupakan komunitas yang paling rentan
terhadap risiko bahaya tersebut, sebab memiliki dampak langsung terhadap perekonomian dan
keselamatan hidup mereka.
Untuk wilayah dan bangunan yang berisiko terhadap bahaya pada tabel 3 dan 4 diatas dapat diakses
dengan baik oleh masyarakat, dikelola dan dikontrol pula oleh masyarakat, selama ini masyarakat juga
masih memiliki lokasi-lokasi yang dianggap aman saat bahaya banjir, ombak besar dan pasang tinggi
kemudian menjadi bencana di desa mereka, yaitu masjid, balai desa, pustu kantor desa.
Pada rentang sejarah
kejadian bencana di Desa
Babang, ada kecenderungan
dari waktu ke waktu terjadi
perubahan, utamanya
Banjir, angin puting beliung
dan kemarau panjang
merupakan bahaya yang
Tabel. 5 Kalender Musim Desa Babang
No Tahun Kejadian/Peristiwa Dampak
1 1983 anginputingbeliung rumahwargarusak2 2000 banjirbandang kerusakanempangdansawah3 2005 kemaraupanjang merusaksero
Curahhujantinggi cengkehtumbangombakbesar,bomikan,biusikan merusakekosistemlaut
4 2007 anginputingbeliung merusakbakau5 2010 airpasangbesar abrasi
6 2011 anginputingbeliung
TabelRentangwaktuSejarahDesaBabangpesisir
memiliki kecenderungan
g
berulang. Kemarau
panjang telah berulang
dalam periode 25 tahunan,
angin puting beliung
berulang semakin serin
dalam periode yang
semakin pendek.
No Tahun Kejadian/Peri1 1978 kemaraupanjang9bu2 1984 anginputingbeliung3 2001 perampokan/pemerkosaa4 2004 banjirbandang5 2005 kemaraupanjang7bula
6 2005claimlapanganolehpitertentu/privatisasi
7 2009 lapang8 2011 angin
TabelRentangwaktu
stiwa Dampaklan korbanjiwa
gagalpanenn keresahanmasyarakat
keresahanmasyarakatn lahanrusak
hakkeresahanmasyarakat
ankembalimenjadimilikpublikputingbeliung cengkehtumbang
Sejarahdesababangdaratan
Aktivitas masyarakat tentu saja sangat berbengaruh terhadap perubahan-perubahan musim yang terjadi di
Desa Babang. Sepanjang pesisir Teluk Bone menurut tinjauan sejarah merupakan wilayah mangrove
yang kemudian mengalami degradasi seiring dengan pembukaan lahan untuk tambak. Kegiatan bom ikan
yang biasa dilakukan oleh nelayan dari luar kabupaten merupakan ancaman bagi kelestarian terumbu
karang. Dampak dari hal tersebut sangat berpengaruh terhadap aktivitas kenelayanan. Pada kenyataannya
-
tidak hanya perubahan iklim yang terus menerus terjadi yang menyebabkan terjadinya degradasi kualitas
hasil tangkap, tetapi juga diakibatkan oleh degradasi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
i
membentuk kelompok swadaya
masyarakat yang berfungsi menjaga kelestarian lingkungan dengan nama Pokmaswas Desa Babang.
rategi-
baik sebagai
dahulu kegiatan utama masyarakat yang dahulu merupakan aktivitas kenelayanan kemudian
meningkatkan hasil tangkap. Masyarakat nelayan sangat menyadari kebutuhan sarana perahu yang lebih
Pemerintah desa sangat meme
terlihat dari peilaian pentingnya kelembag
gang peranan penting dalam pengorganisasian masyarakat desa. Hal in
aan pemerintah desa dalam diagram kelembagan. Kegiatan
Gambar 2. Diagram penilaian masyarakat terhadap kelembagaan di Desa Babang
Ekonomi yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan ditanggapi serius oleh pemerintah desa.
Pemerintah desa bersama dengan kelompok petani tambak kemudian
Gambar 1. Banjir di Desa Babang, Kabupaten Luwu, Juli 2012
Kepala desa Babang dan masyarakat kemudian secara terorganisir menyusun dan menerapkan st
strategi baik dalam lingkup kebijakan desa maupun keigatan lapangan.
Strategi Adaptasi dampak dan Mitigasi masyarakat Desa Babang terhadap perubahan iklim
Perubahan pola musim dan cuaca yang berubah-ubah dari waktu kewaktu dan degradasi lingkungan
pesisir semakin mengancam penghidupan masyarakat. Strategi adaptasi dampak dan mitigasi yang
dilakukan masyarakat Babang juga kemudian berlangsung terus-menerus dalam upaya bertahan dalam
siklus penghidupan. Strategi yang dilakukan seperti merubah matapencaharian yang lebih
contoh
beralih menjadi pembudidaya rumput laut cottonii. Aktivitas yang diharapkan dimasa depan adalah mata
pencaharian yang dilakukan sekarang dapat bertahan dan tetap mensejahterakan masyarakat.
Meskipun pada umumnya masyarakat telah beralih pada budidaya rumput laut Cottoni, namun
masyarakat tetap tidak beralih sepenuhnya pada aktivitas tersebut, aktivitas kenelayanan masih terus
berlangsung hingga saat ini meskipun disadari dalam kondisi terbatas, masyarakat tidak mungkin dapat
-
besar yanglebih tahan terhadap ombak dan dapat menjangkau perairan dengan jarak yang lebih jauh.
Dalam kegiatan adaptasi ini, tidak seluruh masyarakat mampu melakukan pengadaan perahu yang
terumbu karang.
demikian pula dengan upaya rehabilitasi mangrove dan terumbu
karang, masyarakat masih mengandalkan swadaya masyarakat dan masih dalam upaya memperjuangkan
sampai ketinggian
1000 diatas permukaan laut. Pohon Jabon juga menjadi tanaman yang wajib ditanam oleh pasangan yang
akan menikah sebagai syarat ditandatanginya surat bukti nikah oleh pemerintah desa.
memiliki kapasitas yang sesuai untuk kegiatan kenelayanan yang terus menerus terancam
keberlangsungannya.
Untuk aktivitas tambak dan pertanian, petani dan petani tambak telah berupaya mempertinggi pematang
agar terhalang dari air pasang. Namun demikian, upaya ini belum dirasa cukup untuk dapat melepaskan
lahan pertanian dari ancaman pasang tinggi. Masnyarakat menyadari pentingnya pemecah ombak dan
penghijauan pesisir. Warga desa Babang merupakan masyarakat yang relatif masih menjunjung tinggi
kegotong-royongan dan kerelaan untuk berswadaya. Saat ini melalui Kelompok POKMASWAS Pasir
putih, masyarakat telah bersama-sama melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove dan
Selain kegiatan tersebut, Pokmaswas juga melakukan kegiatan patroli wilayah perairan Desa Babang
terhadap upaya nelayan yang melakukan penjaringan ikan dengan pukat dan bom ikan.
Untuk pemecah ombak, masyarakat secara teknis maupun kemampuan finansial belum memiliki
kemampuan untuk pembangunannya,
dukungan pemerintah DATI II dan I.
Pemerintah desa sebagai peragkat kelembagaan desa yang tertinggi dan sangat penting di Desa Babang
telah mengupayakan kegiatan pelestarian lingkungan melalui penyusunan kebijakan desa dalam Perdes
No. 8 Tahun 2008 tentang rehabilitasi mangrove Desa Babang. Upaya pelestarian lingkungan juga
diterapkan dalam kebijakan dalam kegiatan penanaman pohon Jabon di wilayah daratan pesisir Desa
Babang. Tanaman ini dimanfaatkan sebagai tumbuhan perintis untuk menghijaukan lahan kritis karena
mampu beradaptasi dengan berbagai jenis lahan tanah. Bisa tumbuh didataran rendah
Gambar 3. Pokmaswas dan aktivitas rehabilitasi magrove
-
CII dalam hal ini kemudian melakukan pendampingan untuk advokasi kepada pemerintah daerah dan
kementrian lingkungan hidup untuk menyusun kegiatan perencanaan dalam dokumen RPJMD yang
mengacu pada temuan tersebut. Kesadaran masyarakat sepatutnya dapat diapresiasi melalui dukungan
terhadap kegiatan adaptasi dampak dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Saat ini Desa Babang telah
dianggap sebagai desa yang berprestasi dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim
melalui kegiatan pelestarian lingkungan pesisir hingga tingkat Asia. CII bersama Pemerintah Daerah
telah mengundang Kementrian lingkungan hidup provinsi untuk menilik lokasi rehabilitasi mangrove
Desa Babang dan mengupayakan kegiatan yang dapat dilakukan kementrian lingkungan hidup untuk
mendukung kegiatan rehabilitasi tersebut. Hingga saat ini masyarakat masih terus aktif dalam
bagai pihak untuk kegaitan pelestarian lingkungan
pak dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
i sebagai pengawas keamanan pesisir dari kegiatan bom ikan, rehabilitasi mangrove dan
bangkan aktivitas mata pencaharian dengan melalukan budidaya rumput
D. D
IPPC. adaptation and vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessement Report of the Environmental Panel on Climate Change (IPCC). Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutifof, J.P., van der Linden, P.J. and Hanson, C.E. (eds.). Cambridge University Press, Cambridge, UK
kelembagaan Pokmaswas, bekerjasama dengan ber
sebagai strategi adaptasi dam
C. KESIMPULAN
Masyarakat Desa Babang secara tidak langsung menyadari adanya perubahan musim yang signifikan dari
waktu ke waktu. Perubahan tersebut telah berdampak pada berubahnya pola musim yang kemudian sangat
berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan
tangkap dan petani. Selain perubahan musim yang terus berubah, masyarakat juga semakin resah dengan
adanya kegiatan bom ikan dan degradasi mangrove yang disadari dapat mengakibatkan rusaknya
lingkungan pesisir Desa Babang. Strategi yang dilakukan masyarakat adalah membentuk kelembagaan
yang berfungs
terumbu karang serta mengem
laut Cottoni.
AFTAR PUSTAKA
2007a. Impact,