perubahan iklim opt

10
MEMBANGUN KETAHANAN MASYARAKAT PESISIR UNTUK MENGURANGI DAMPAK NEGATIF PERUBAHAN IKLIM DESA BABANG, KABUPATEN LUWU, PROPINSI SULAWESI SELATAN 1 Oleh : Rahmiyatal Munaja 2 Mahasiswa Magister Manajemen Bencana, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jl. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta, 55281. Telp: (0274) 544975, 555881, 564239 Email : [email protected] Abstrak Perubahan iklim merupakan fenomena yang pada dasarnya akan sangat berdampak pada masyarakat yang bermukim dan memiliki aktivitas ekonomi di wilayah pesisir. Desa Babang merupakan salah satu desa yang berada pada wilayah pesisir Teluk Bone , merupakan salah satu wilayah yang didampingi oleh Care Internasional Indonesia sebagai lembaga non pemerintah yang bergerak dalam kegiatan bantuan terhadap wilayah yang terkait dengan kebencanaan. Desa ini dianggap merupakan desa yang dapat menjadi preseden yang baik terhadap strategi adaptasi dampak dan mitigasi perubahan iklim setelah dilakukan proses penilaian dengan metode CVCA (Climate Vulnerability and Capacity Analysis) selama satu tahun penuh. Masyarakat Desa Babang secara tidak langsung menyadari adanya perubahan musim yang signifikan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut telah berdampak pada berubahnya pola musim yang kemudian sangat berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan tangkap dan petani. Selain perubahan musim yang terus berubah, masyarakat juga semakin resah dengan adanya kegiatan bom ikan dan degradasi mangrove yang disadari dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan pesisir Desa Babang. Strategi yang dilakukan masyarakat adalah membentuk kelembagaan yang berfungsi sebagai pengawas keamanan pesisir dari kegiatan bom ikan, rehabilitasi mangrove dan terumbu karang serta mengembangkan aktivitas mata pencaharian dengan melalukan budidaya rumput laut Cottoni. Kata kunci: Perubahan iklim, CVCA, Pesisir Teluk Bone, adaptasi dan mitigasi A. PENDAHULUAN Perubahan iklim sesungguhnya bukan merupakan suatu hal yang baru. Perubahan iklim secara drastis telah terjadi sejak dahulu yang diakibatkan oleh faktor alam. Beberapa abad terakhir ini, suhu rata-rata telah mengalami perubahan secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, misalnya, atau akibat letusan gunung berapi secara berkala . Namun demikian, dewasa ini perubahan iklim kemudian menjadi fenomena yang tidak terjadi hanya karena faktor alam, namun juga terdapat pengaruh aktivitas manusia didalamnya. 1 Sebagai pengajuan Makalah untuk Seminar Perubahan Iklim di Indonesia, Tema: Manajemen Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2 Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Bencana tahun 2012 Universitas Gadjah Mada, hingga kini bekerja pada Jaringan Arsitek Komunitas Indonesia sebagai perencana untuk komunitas, pernah bekerja bersama CARE INTERNATIONAL INDONESIA untuk Program Building Coastal Recilience to Reduce Climate Change impact in Indonesia and Thailand, sebagai Community Facilitator, Lokasi Program Kabupaten Luwu Tahun 2011

Upload: rahmiyatal-munaja

Post on 22-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

proseeding seminar perubahan iklim ugm sps 2012

TRANSCRIPT

  • MEMBANGUN KETAHANAN MASYARAKAT PESISIR UNTUK MENGURANGI DAMPAK NEGATIF PERUBAHAN IKLIM

    DESA BABANG, KABUPATEN LUWU, PROPINSI SULAWESI SELATAN1

    Oleh : Rahmiyatal Munaja2 Mahasiswa Magister Manajemen Bencana, Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

    Jl. Teknika Utara, Pogung, Sleman, Yogyakarta, 55281. Telp: (0274) 544975, 555881, 564239 Email : [email protected]

    Abstrak

    Perubahan iklim merupakan fenomena yang pada dasarnya akan sangat berdampak pada masyarakat yang bermukim dan memiliki aktivitas ekonomi di wilayah pesisir. Desa Babang merupakan salah satu desa yang berada pada wilayah pesisir Teluk Bone , merupakan salah satu wilayah yang didampingi oleh Care Internasional Indonesia sebagai lembaga non pemerintah yang bergerak dalam kegiatan bantuan terhadap wilayah yang terkait dengan kebencanaan. Desa ini dianggap merupakan desa yang dapat menjadi preseden yang baik terhadap strategi adaptasi dampak dan mitigasi perubahan iklim setelah dilakukan proses penilaian dengan metode CVCA (Climate Vulnerability and Capacity Analysis) selama satu tahun penuh. Masyarakat Desa Babang secara tidak langsung menyadari adanya perubahan musim yang signifikan dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut telah berdampak pada berubahnya pola musim yang kemudian sangat berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan tangkap dan petani. Selain perubahan musim yang terus berubah, masyarakat juga semakin resah dengan adanya kegiatan bom ikan dan degradasi mangrove yang disadari dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan pesisir Desa Babang. Strategi yang dilakukan masyarakat adalah membentuk kelembagaan yang berfungsi sebagai pengawas keamanan pesisir dari kegiatan bom ikan, rehabilitasi mangrove dan terumbu karang serta mengembangkan aktivitas mata pencaharian dengan melalukan budidaya rumput laut Cottoni.

    Kata kunci: Perubahan iklim, CVCA, Pesisir Teluk Bone, adaptasi dan mitigasi

    A. PENDAHULUAN

    Perubahan iklim sesungguhnya bukan merupakan suatu hal yang baru. Perubahan iklim secara drastis

    telah terjadi sejak dahulu yang diakibatkan oleh faktor alam. Beberapa abad terakhir ini, suhu rata-rata

    telah mengalami perubahan secara musiman, sebagai akibat fluktuasi radiasi matahari, misalnya, atau

    akibat letusan gunung berapi secara berkala . Namun demikian, dewasa ini perubahan iklim kemudian

    menjadi fenomena yang tidak terjadi hanya karena faktor alam, namun juga terdapat pengaruh aktivitas

    manusia didalamnya.

    1 Sebagai pengajuan Makalah untuk Seminar Perubahan Iklim di Indonesia, Tema: Manajemen Risiko Bencana akibat Perubahan Iklim, Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2 Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Bencana tahun 2012 Universitas Gadjah Mada, hingga kini bekerja pada Jaringan Arsitek Komunitas Indonesia sebagai perencana untuk komunitas, pernah bekerja bersama CARE INTERNATIONAL INDONESIA untuk Program Building Coastal Recilience to Reduce Climate Change impact in Indonesia and Thailand, sebagai Community Facilitator, Lokasi Program Kabupaten Luwu Tahun 2011

  • Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberikan dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara

    lain lewat pembakaran batu bara dan kayu secara besar-besaran, serta pembabatan hutan, mengakibatkan

    meningkatnya CO2 secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap

    alam dan kehidupan manusia. Perubahan iklim terjadi secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup

    panjang, antara 50-100 tahun. Meskipun perlahan, dampaknya sebagaian besar permukaan bumi menjadi

    panas. IPCC (Intergovermental Panel on Climate Change) Tahun 20073 memaparkan beberapa dampak

    negatif perubahan iklim akibat aktivitas manusia, diantaranya : (1) Kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,76

    derajat Celcius antara periode 1850 2005 ; (2) 11 dari 12 tahun terakhir (1995-2006) merupakan tahun-

    tahun dengan rata-rata suhu terpanas sejak dilakukan pengukuran suhu pertama kali pada tahun 1850 ; (3)

    Telah terjadi kenaikan permukaan air laut global rata-rata sebesar 1,8mm per tahun antara periode 1961

    2003 ; (4) Telah terjadi kekeringan yang lebih intensif pada wilayah yang lebih luas sejak tahun 1970an,

    terutama di daerah tropis dan sub-tropis.

    Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil, sekitar

    6.000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca

    tropis. (Wikipedia). Indonesia juga termasuk dalam klasifikasi negara berkembang yang dengan tingkat

    IPM menegah. Kondisi tersebut kemudian menyebabkan Indonesia menjadi salah satu negara yang

    memiliki kerawanan tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Menurut sensus 2010, jumlah penduduk

    terbesar berada pada wilayah Jawa Barat, namun untuk tingkat sex rasio terendah berada pada provinsi

    Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah dengan sex rasio

    rendah (95) yang berarti memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih besar daripada penduduk laki-

    laki tentu saja akan menjadi sangat strategis terkait dengan isu pengarusutamaan gender, ketergantungan

    pola mata pencaharian kepada kepala keluarga dalam hal ini laki-laki merupakan potensi meningkatnya

    kerentanan kehidupan ekonomi masyarakat utamanya pada wilayah pedesaan yang masih banyak

    memegang kuat sistem patriarki.

    Meninjau kembali dampak-dampak negatif perubahan iklim, wilayah pesisir dan wilayah yang

    pemanfaatan lahannya didominasi oleh pertanian merupakan yang paling rentan terkena dampak negatif

    perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, kekeringan, dan ketidakstabilan musim yang

    berpengaruh terhadap mata pencaharian yang sangat bergantung pada alam. Kawasan Teluk Bone di

    Sulawesi Selatan secara geografis dan geologis rentan terhadap perubahan iklim dan mengalami

    eksploitasi sumber daya pesisir dan laut secara berlebihan, sehingga menyebabkan degradasi sumber daya

    3Merupakan hasil Fourth Assessment report oleh IPCC IPCC Dibentuk pada tahun 1998 oleh Organisasi Meteorologi Dunia dan Program Lingkungan PBB (UNEP), IPCC melakukan survei literatur teknis dan ilmiah di seluruh dunia dan mempublikasikan laporan yang dikenal secara luas sebagai sumber informasi perubahan iklim yang paling dapat dipercaya.

  • laut. Perubahan iklim diindikasikan dari pergeseran dan ketidakteraturan musim hujan kemarau, musim

    angin dan gelombang serta suhu di kawasan ini (PDII LIPI)4, Kabupaten Luwu merupakan salah satu

    wilayah Teluk Bone dan didominasi oleh penduduk bermatapencaharian yang terkait dengan alam.

    Berdasarkan data statistik 2010, 70% penduduk di Kabupaten Luwu bekerja pada sektor pertanian, 49%

    dari penduduk yang bekerja pada sektor tersebut adalah perempuan.

    Ditengah tantangan perubahan iklim ini, tentunya kegiatan pengkajian dampak perubahan iklim terhadap

    mata pencaharian masyarakat sangat dibutuhkan, serta bagaimana strategi adaptasi dan mitigasi

    masyarakat basis, yaitu desa dalam menanggulangi perubahan iklim tersebut. CARE Internasional

    Indonesia5 kemudian membentuk program BCRCC (Building Coastal Recilience to Reduce Climate

    Change Impact) di sepuluh desa di Kabupaten Luwu, serta di tiga kabupaten lain di pesisir Teluk Bone

    yaitu Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Luwu Utara. Desa Babang, salah satu desa yang

    memiliki garis pantai yang panjang di Kabupaten Luwu, telah mengalami kerusakan ekosistem mangrove

    enam tahun yang lalu6, wilayah ini kemudian dianggap baik sebagai representatif desa yang memiliki

    strategi adaptasi yang baik setelah dilakukan penilaian selama satu tahun.

    Tujuan dari penilaian yang telah dilakukan selama satu tahun penuh adalah mengetahui dampak bahaya

    yang ditimbulkan oleh perubahan iklim terhadap penghidupan warga, sejauh mana pemahaman warga

    terhadap perubahan iklim terkait dengan mata pencaharian, serta strategi mitigasi dan adaptasi yang

    dilakukan oleh warga. Kegiatan ini direncanakan akan dilakukan dalam empat tahun dengan tujuan besar

    adalah mengupayakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi strategi penanggulangan bahaya dan

    bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang berbasis masyarakat ini, dengan indikasi akan

    adanya perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten setelah hasil pengkajian secara partisipatif ini

    selesai dilakukan dengan baik oleh masyarakat dan disepakati bersama oleh masyarakat itu sendiri.

    Metode yang digunakan dalam penilaian adalah metode partisipatif dengan CVCA (Climate Vulnerability

    and Capacity Analysis), analisis kerentanan terhadap iklim dan kapasitas ini serta serangkaian kegiatan

    dalam program dilakukan dengan berpegang pada CBA Community Based Adaptation, membutuhkan

    sebuah pendekatan terintegrasi yang menggabungkan pengetahuan tradisional dengan strategi-strategi

    4PDII LIPI Vol. 8 No.1-2 Februari 2012

    5CARE merupakan salah satu lembaga bantuan internasional pertama untuk menanggapi keadaan darurat, menyediakan orang dengan sangat diperlukan-makanan, air dan tempat berlindung.Telah mengembangkan program perencanaan yang luas - yang menjamin masyarakat dapat tanggap dan pulih dari bencana, baik sebagai akibat langsung dan dalam jangka panjang.6Ikhsan Mahfud, Pengelolaan Mangrove berbasis Masyarakat di desa Babang Kabupaten Luwu by CARE Indonesia on Friday, 30 March 2012 at 12:45

  • inovatif untuk menjawab kerentanan pada saat membangun ketahanan dalam menghadapi wajah baru dan

    tantangan yang dinamis.

    CVCA membantu kita untuk memahami dampak perubahan iklim bagi kehidupan dan mata pencaharian

    masyarakat yang kita layani. Dengan memadukan pengetahuan lokal dengan data ilmiah, proses dalam

    metodologi ini membentuk pemahaman masyarakat mengenai risiko iklim dan strategi adaptasi. CVCA

    menyediakan kerangka kerja untuk dialog dalam masyarakat, sebagaimana antara komunitas dan

    pemangku kepentingan yang lain. Hasilnya memberikan pondasi solid bagi identifikasi strategi praktis

    guna memfasilitasi adaptasi berbasis komunitas terhadap perubahan iklim. Metodologi CVCA

    menyediakan kerangka kerja untuk menganalisa kerentanan dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan

    iklim di tingkat komunitas. Dengan mengetahui bahwa penduduk lokal bisa menentukan masa depan

    mereka sendiri, CVCA mengutamakan pengetahuan setempat mengenai resiko iklim dan strategi adaptasi

    dalam mengumpulkan data dan memproses analisa. Alat penilaian dalam kerangka CVCA merupakan alat

    PRA yang diolah berdasarkan tujuannya yang terkait dengan perubahan iklim dan penghidupan, CVCA

    memiliki enam alat diantaranya (1) Matriks kerentanan terhadap iklim ; (2) Peta bahaya ; (3)Kalender

    musim ; (4) diagram venn ; (5) Rentang waktu sejarah ; dan (6) aktivitas harian. Alat-alat ini kemudian

    digunakan dalam proses penggalian informasi melalui FGD (Focus Group Discussion)

    Santoso, 2006 menjelaskan mengenai respon terhadap perubahan dan variabilitas iklim, memilahnya

    kedalam dua tanggapan yaitu adaptasi dan mitigasi. Terkait dengan tujuan kegiatan ini, penilaian

    difokuskan pada upaya-upaya adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat, meskipun sesungguhnya

    masyarakat juga telah memiliki kecenderungan pada strategi mitigasi untuk mengurangi emisi dengan

    mencegah kebakaran hutan, penebangan hutan dan mengurangi sampah rumah tangga.

    B. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Desa Babang merupakan satu dari lima desa pesisir di Kecamatan Larompong selatan, mata pencaharian

    utama masyarakat adalaha pembudidaya rumput laut jenis Cottonii, nelayan pancing, bertani, tukang batu

    dan Tukang ojek, sementara untuk menambah penghasilan dilakukan kegiatan menanam nilam,

    memelihara ayam. Penghasilan yang diperoleh dari kegiatan tambahan adalah : ojek motor sekitar Rp

    20.000 50.000/hari. nilamr Rp 200.000/bulan. Masyarakat sangat bergantung pada sektor pertanian

    dan kelautan perikanan dalam aktivitas perekonomiannya. Masyarakat telah menyadari adanya perubahan

    musim dari waktu kewaktu dan telah beradaptasi terhadap perubahan tersebut dengan berbagai macam

    strategi, sebab pengetahuan terhadap perubahan tersebut telah disadari sebagai ancaman bagi

    matapencaharian penduduk yang sangat terkait dengan kemahiran menilai perubahan yang terjadi di alam.

  • Dampak perubahan iklim terhadap penghidupan masyarakat Desa Babang Selama satu tahun terakhir (2010-2011) diindikasikan adanya kecendrungan perubahan kegiatan sehari-

    hari dari waktu kewaktu. Musim kemarau dan penghujan tidak bisa lagi ditentukan waktunya secara tepat,

    sehingga pola aktivitas masyarakat kemudian berubah-ubah mengikuti cuaca dan iklim, tidak ada lagi

    pola yang teratur. Kondisi ini terjadi baik pada masyarakat yang aktivitas ekonominya bergantung pada

    pertanian ataupun perikanan.

    Perubahan iklim juga kemudian membawa dampak pada meningkatnya bahaya yang mengancam mata

    pencaharian masyarakat, pada masyarakat yang aktivitas ekonominya lebih dominan pada wilayah pesisir,

    sumber bahaya yang paling berpengaruh adalah pasang tinggi, angin kencang, abrasi, dan ombak besar.

    Mata pencaharian masyarakat pesisir diantaranya sebagai nelayan pancing, nelayan tambak, penangkap

    kepiting dan nelayan Cottoni atau pembudidaya rumput laut Cottoni. Berbeda dengan masyarakat yang

    aktivitas ekonominya lebih dominan pada wilayah pertanian, sumber bahaya yang paling besar adalah

    musim kemarau yang akan membawa dampak kekeringan bagi lahan mereka. Lahan pertanian

    masyarakat di Desa Babang tidak

    hanya terdapat pada wilayah daratan

    saja, tetapi juga tersebar pada

    beberapa wilayah di pesisir, sehingga

    pada saat pasang tinggi dan musim

    hujan sangat rentan tergenang.

    Tabel. 1 Sumber bahaya dominan terhadap masyarakat pesisir dan daratan Desa Babang

    TabelSumberbahayaDominanterhadapMataPencaharianMasyarakatpesisir

    1 NelayanPancing 3 3 3 32 nelayantambak 3 3 3 23 tangkapkepiting 3 3 3 34 nelayancottoni 3 3 3 3

    SumberBahayaAirPasangTinggi

    anginkencang abrasi ombakbesarNo SumberMataPencaharian

    Pada tabel 2 memperlihatkan musim

    hujan terjadi pada bulan Desember

    sampai dengan Maret dan puncaknya

    terjadi di bulan Desember sampai

    Februari. Sementara musim kemarau

    terjadi di bulan April sampai Oktober.

    Dengan terjadinya musim tersebut

    mempengaruhi aktivitas, kegiatan

    matapencaharian dan hasil panen

    komoditas pertanian. Pada musim

    kemarau maka hasil panen rumput

    laut tinggi. Sedangkan bila terjadi

    musim hujan dimulainya penanaman

    nilam dan berkurangnya hasil panen

    TabelSumberbahayaDominanterhadapMataPencaharianKomunitasdaratan

    1 petani 3 3 2 22 nelayan 0 3 1 13 pedagang 0 0 0 04 pegawai 0 0 0 0

    No SumberMataPencaharianSumberBahaya

    kemarau anginkencang pasangtinggi

    banjir

    Tabel. 2 Kalender Musim Desa Babang Komunitas Pesisir dandaratan

    TabelkalenderMusimanDesaBabangKomunitaspesisir

    2010Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov

    1 Hujan xxx xxx xxx x2 kemarau x xx xxx xxx xx x x3 anginkencang xxx xxx4 longsor xx5 musimtanamnilam xxx6 musimpanencengkeh xxx xxx7 turunrumputlaut x x x x xxx x x x x x x8 panenrumputlaut xxx9 tebarbibitikan xxx10 panenikan x xx11 udangdankepiting x x x x x x x xx xx xx xx

    No Kejadian/PeristiwaTahun2011

    x

    x

    xxxxx

  • rumput laut.

    Hasil tersebut merupakan hasil

    penggalian untuk satu tahun terakhir,

    pada dasarnya tren perubahan musim

    hingga saat ini masih terus

    berlangsung, hujan tidak selalu terdistribusi secara merata pada musim hujan, curah hujan tinggi pada

    malam hari dan semakin hari

    TabelkalenderMusimanDesaBabangKomunitasdaratan

    2010Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov

    1 Kemarau xx xxx xx xx xx2 hujan xxx xx xxx xxx3 tanampadi xxx xx4 panenpadi xxx xx

    Tahun2011Kejadian/PeristiwaNo

    5 buahbuahan xxx xx6 gatalgatal xxx xxx xx xx xx

    semakin tidak menentu, sehingga pengawasan dan pembenahan tanaman di

    nak-anak didalamnya. Wilayah

    serta

    risiko pada wilayah-wilayah dan mata

    pencaharian yang telah mereka paparkan.

    n tani sawah terhadap bahaya banjir dan hama yang kemudian dapak

    berdampak pada gagal panen.

    kebun tidak dapat dilakukan secara baik.

    Dalam penilaian bahaya pada wilayah pesisir desa Babang, masyarakat menilai beberapa bangunan yang

    berisiko terkena bahaya dan dampaknya. Bangunan yang paling dianggap berisiko terhadap bahaya

    adalah rumah penduduk dan sekolah, sekolah dianggap memiliki potensi penting bagi kegiatan

    pendidikan, serta tingkat kerentanan yang tinggi sebab terdapat banyak a

    yang berisiko terkena bahaya adalah tambak, pantai, sawah, ladang.

    Masyarakat mengasumsikan wilayah

    yang memiliki risiko yang tinggi

    terhadap bahaya adalah wilayah-

    wilayah yang terkait dengan nilai

    ekonomi mayarakat, dan mata

    pencaharian yang terkait didalamnya

    memiliki karakteristik pertanian dan

    kelautan perikanan. Bahaya yang

    kemudian ditinjau dari perkembangan

    kalender musim terus mengalam

    perubahan dari waktu kewaktu

    kemudian tidak dapat lagi diprediksi

    oleh masyarakat dengan melihat

    kondisi alam semakin meningkatkan

    Rumahpenduduk Robohkarenaangin Tambak Abrasi,PematangrusakSekolah tidakbisadigunakan pesisirpantai Abrasi

    Roboh Sawah GagalpanenLadang/kebun gagalpanen

    Wilayahberesikoterkenabahaya

    dampakBangunanberesikoterkenabahaya

    dampak

    BudidayaRumputlautCottonii ombakbesar Gagalpanen

    MataPencaharianberesikoterkenadampak

    bahaya Dampak

    NelayanPancing ombakbesar TidakdapatikanBerkebun anginkencang,Kemarau, Kebakaran,hama

    Tabel. 3 Kalender Musim Desa Babang Komunitas Pesisir

    Tabel. 4 Kalender Musim Desa Babang Komunitas daratan

    Rumahpenduduk tergenangair Tambak PematangrusakSekolah tidakbisadigunakan pesisirpantai Abrasi

    Sawah Banjir,hamadangagalpaneLadang/kebun banjirdangagalpanen

    Bangunanberesikoterkenabahaya

    dampak Wilayahberesikoterkenabahaya

    dampak

    n

    1 PembudidayaRumputlautCottonii ombakbesar Gagalpanen2 Nelayan ombakbesar Tidakdapatikan3 Kebun anginkencang,Kemarau, Kebakaran,hama4 Tanisawah Banjir,hama gagalpanen

    MataPencaharianberesikoterkenadampak

    bahaya DampakNo

    Masyarakat daratan Desa Babang memiliki kecenderungan penilaian yang sama terhadap wilayah,

    bangunan dan mata pencaharian yang berisiko terhadap bahaya. Lebih spesifik masyarakat daratan pesisir

    menilai risiko mata pencaharia

  • Bahaya dan dampak yang teridentifikasi pada tabel disamping berbeda dengan yang ditimbulkan 10,20,30

    tahun yang lalu. Pada satu hingga tiga dekade sebelumnya hujan deras tidak pernah menyebabkan

    terjadinya banjir dan angin kencang, pola dan distribusi hujan yang teratur juga tidak lagi dapat dijumpai

    saat ini. Nelayan pancing dan pembudidaya rumput laut merupakan komunitas yang paling rentan

    terhadap risiko bahaya tersebut, sebab memiliki dampak langsung terhadap perekonomian dan

    keselamatan hidup mereka.

    Untuk wilayah dan bangunan yang berisiko terhadap bahaya pada tabel 3 dan 4 diatas dapat diakses

    dengan baik oleh masyarakat, dikelola dan dikontrol pula oleh masyarakat, selama ini masyarakat juga

    masih memiliki lokasi-lokasi yang dianggap aman saat bahaya banjir, ombak besar dan pasang tinggi

    kemudian menjadi bencana di desa mereka, yaitu masjid, balai desa, pustu kantor desa.

    Pada rentang sejarah

    kejadian bencana di Desa

    Babang, ada kecenderungan

    dari waktu ke waktu terjadi

    perubahan, utamanya

    Banjir, angin puting beliung

    dan kemarau panjang

    merupakan bahaya yang

    Tabel. 5 Kalender Musim Desa Babang

    No Tahun Kejadian/Peristiwa Dampak

    1 1983 anginputingbeliung rumahwargarusak2 2000 banjirbandang kerusakanempangdansawah3 2005 kemaraupanjang merusaksero

    Curahhujantinggi cengkehtumbangombakbesar,bomikan,biusikan merusakekosistemlaut

    4 2007 anginputingbeliung merusakbakau5 2010 airpasangbesar abrasi

    6 2011 anginputingbeliung

    TabelRentangwaktuSejarahDesaBabangpesisir

    memiliki kecenderungan

    g

    berulang. Kemarau

    panjang telah berulang

    dalam periode 25 tahunan,

    angin puting beliung

    berulang semakin serin

    dalam periode yang

    semakin pendek.

    No Tahun Kejadian/Peri1 1978 kemaraupanjang9bu2 1984 anginputingbeliung3 2001 perampokan/pemerkosaa4 2004 banjirbandang5 2005 kemaraupanjang7bula

    6 2005claimlapanganolehpitertentu/privatisasi

    7 2009 lapang8 2011 angin

    TabelRentangwaktu

    stiwa Dampaklan korbanjiwa

    gagalpanenn keresahanmasyarakat

    keresahanmasyarakatn lahanrusak

    hakkeresahanmasyarakat

    ankembalimenjadimilikpublikputingbeliung cengkehtumbang

    Sejarahdesababangdaratan

    Aktivitas masyarakat tentu saja sangat berbengaruh terhadap perubahan-perubahan musim yang terjadi di

    Desa Babang. Sepanjang pesisir Teluk Bone menurut tinjauan sejarah merupakan wilayah mangrove

    yang kemudian mengalami degradasi seiring dengan pembukaan lahan untuk tambak. Kegiatan bom ikan

    yang biasa dilakukan oleh nelayan dari luar kabupaten merupakan ancaman bagi kelestarian terumbu

    karang. Dampak dari hal tersebut sangat berpengaruh terhadap aktivitas kenelayanan. Pada kenyataannya

  • tidak hanya perubahan iklim yang terus menerus terjadi yang menyebabkan terjadinya degradasi kualitas

    hasil tangkap, tetapi juga diakibatkan oleh degradasi lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

    i

    membentuk kelompok swadaya

    masyarakat yang berfungsi menjaga kelestarian lingkungan dengan nama Pokmaswas Desa Babang.

    rategi-

    baik sebagai

    dahulu kegiatan utama masyarakat yang dahulu merupakan aktivitas kenelayanan kemudian

    meningkatkan hasil tangkap. Masyarakat nelayan sangat menyadari kebutuhan sarana perahu yang lebih

    Pemerintah desa sangat meme

    terlihat dari peilaian pentingnya kelembag

    gang peranan penting dalam pengorganisasian masyarakat desa. Hal in

    aan pemerintah desa dalam diagram kelembagan. Kegiatan

    Gambar 2. Diagram penilaian masyarakat terhadap kelembagaan di Desa Babang

    Ekonomi yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan ditanggapi serius oleh pemerintah desa.

    Pemerintah desa bersama dengan kelompok petani tambak kemudian

    Gambar 1. Banjir di Desa Babang, Kabupaten Luwu, Juli 2012

    Kepala desa Babang dan masyarakat kemudian secara terorganisir menyusun dan menerapkan st

    strategi baik dalam lingkup kebijakan desa maupun keigatan lapangan.

    Strategi Adaptasi dampak dan Mitigasi masyarakat Desa Babang terhadap perubahan iklim

    Perubahan pola musim dan cuaca yang berubah-ubah dari waktu kewaktu dan degradasi lingkungan

    pesisir semakin mengancam penghidupan masyarakat. Strategi adaptasi dampak dan mitigasi yang

    dilakukan masyarakat Babang juga kemudian berlangsung terus-menerus dalam upaya bertahan dalam

    siklus penghidupan. Strategi yang dilakukan seperti merubah matapencaharian yang lebih

    contoh

    beralih menjadi pembudidaya rumput laut cottonii. Aktivitas yang diharapkan dimasa depan adalah mata

    pencaharian yang dilakukan sekarang dapat bertahan dan tetap mensejahterakan masyarakat.

    Meskipun pada umumnya masyarakat telah beralih pada budidaya rumput laut Cottoni, namun

    masyarakat tetap tidak beralih sepenuhnya pada aktivitas tersebut, aktivitas kenelayanan masih terus

    berlangsung hingga saat ini meskipun disadari dalam kondisi terbatas, masyarakat tidak mungkin dapat

  • besar yanglebih tahan terhadap ombak dan dapat menjangkau perairan dengan jarak yang lebih jauh.

    Dalam kegiatan adaptasi ini, tidak seluruh masyarakat mampu melakukan pengadaan perahu yang

    terumbu karang.

    demikian pula dengan upaya rehabilitasi mangrove dan terumbu

    karang, masyarakat masih mengandalkan swadaya masyarakat dan masih dalam upaya memperjuangkan

    sampai ketinggian

    1000 diatas permukaan laut. Pohon Jabon juga menjadi tanaman yang wajib ditanam oleh pasangan yang

    akan menikah sebagai syarat ditandatanginya surat bukti nikah oleh pemerintah desa.

    memiliki kapasitas yang sesuai untuk kegiatan kenelayanan yang terus menerus terancam

    keberlangsungannya.

    Untuk aktivitas tambak dan pertanian, petani dan petani tambak telah berupaya mempertinggi pematang

    agar terhalang dari air pasang. Namun demikian, upaya ini belum dirasa cukup untuk dapat melepaskan

    lahan pertanian dari ancaman pasang tinggi. Masnyarakat menyadari pentingnya pemecah ombak dan

    penghijauan pesisir. Warga desa Babang merupakan masyarakat yang relatif masih menjunjung tinggi

    kegotong-royongan dan kerelaan untuk berswadaya. Saat ini melalui Kelompok POKMASWAS Pasir

    putih, masyarakat telah bersama-sama melakukan kegiatan rehabilitasi mangrove dan

    Selain kegiatan tersebut, Pokmaswas juga melakukan kegiatan patroli wilayah perairan Desa Babang

    terhadap upaya nelayan yang melakukan penjaringan ikan dengan pukat dan bom ikan.

    Untuk pemecah ombak, masyarakat secara teknis maupun kemampuan finansial belum memiliki

    kemampuan untuk pembangunannya,

    dukungan pemerintah DATI II dan I.

    Pemerintah desa sebagai peragkat kelembagaan desa yang tertinggi dan sangat penting di Desa Babang

    telah mengupayakan kegiatan pelestarian lingkungan melalui penyusunan kebijakan desa dalam Perdes

    No. 8 Tahun 2008 tentang rehabilitasi mangrove Desa Babang. Upaya pelestarian lingkungan juga

    diterapkan dalam kebijakan dalam kegiatan penanaman pohon Jabon di wilayah daratan pesisir Desa

    Babang. Tanaman ini dimanfaatkan sebagai tumbuhan perintis untuk menghijaukan lahan kritis karena

    mampu beradaptasi dengan berbagai jenis lahan tanah. Bisa tumbuh didataran rendah

    Gambar 3. Pokmaswas dan aktivitas rehabilitasi magrove

  • CII dalam hal ini kemudian melakukan pendampingan untuk advokasi kepada pemerintah daerah dan

    kementrian lingkungan hidup untuk menyusun kegiatan perencanaan dalam dokumen RPJMD yang

    mengacu pada temuan tersebut. Kesadaran masyarakat sepatutnya dapat diapresiasi melalui dukungan

    terhadap kegiatan adaptasi dampak dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Saat ini Desa Babang telah

    dianggap sebagai desa yang berprestasi dalam upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim

    melalui kegiatan pelestarian lingkungan pesisir hingga tingkat Asia. CII bersama Pemerintah Daerah

    telah mengundang Kementrian lingkungan hidup provinsi untuk menilik lokasi rehabilitasi mangrove

    Desa Babang dan mengupayakan kegiatan yang dapat dilakukan kementrian lingkungan hidup untuk

    mendukung kegiatan rehabilitasi tersebut. Hingga saat ini masyarakat masih terus aktif dalam

    bagai pihak untuk kegaitan pelestarian lingkungan

    pak dan mitigasi terhadap perubahan iklim.

    i sebagai pengawas keamanan pesisir dari kegiatan bom ikan, rehabilitasi mangrove dan

    bangkan aktivitas mata pencaharian dengan melalukan budidaya rumput

    D. D

    IPPC. adaptation and vulnerability. Contribution of Working Group II to the Fourth Assessement Report of the Environmental Panel on Climate Change (IPCC). Parry, M.L., Canziani, O.F., Palutifof, J.P., van der Linden, P.J. and Hanson, C.E. (eds.). Cambridge University Press, Cambridge, UK

    kelembagaan Pokmaswas, bekerjasama dengan ber

    sebagai strategi adaptasi dam

    C. KESIMPULAN

    Masyarakat Desa Babang secara tidak langsung menyadari adanya perubahan musim yang signifikan dari

    waktu ke waktu. Perubahan tersebut telah berdampak pada berubahnya pola musim yang kemudian sangat

    berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian masyarakat yang sebagian besar merupakan nelayan

    tangkap dan petani. Selain perubahan musim yang terus berubah, masyarakat juga semakin resah dengan

    adanya kegiatan bom ikan dan degradasi mangrove yang disadari dapat mengakibatkan rusaknya

    lingkungan pesisir Desa Babang. Strategi yang dilakukan masyarakat adalah membentuk kelembagaan

    yang berfungs

    terumbu karang serta mengem

    laut Cottoni.

    AFTAR PUSTAKA

    2007a. Impact,