persfektif islam tentang amdal
TRANSCRIPT
AMDAL DALAM AMDAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAMPERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Oleh : Oleh : Ir. H. Nazrin, M.SiIr. H. Nazrin, M.Si
Kepala Sub Bidang Pengkajian Dampak Lingkungan /Kepala Sub Bidang Pengkajian Dampak Lingkungan / AMDAL AMDAL
BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) BADAN LINGKUNGAN HIDUP (BLH) PROVINSI KALIMANTAN TIMURPROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Disampaikan pada : Seminar Ilmiah IslamDisampaikan pada : Seminar Ilmiah IslamKeluarga Mahasiswa Muslim TeknikKeluarga Mahasiswa Muslim Teknik
(GAMAMUS) (GAMAMUS) Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Samarinda 13 Maret 2010Samarinda 13 Maret 2010
“HATI DAMAI BUMI LESTARI”
DALAM HENINGKU BERDOA
TUHAN……….!
Teduhkan bumiku yang kian memanas
Segarkan udaraku yang makin kotor berdebu
Hijaukan hutanku yang semakin tak berperan
Alirkan sungaiku yang semakin tak berair
Tuhan pun berbisik, seraya menjawab
“damaikan Hatiku, Bumimu pun kan lestari”
(Sang Mujtahid lingkungan)
A. PENDAHULUAN
Selama ini, isu lingkungan memang tidak terlalu populer ia hanya
dibicarakan secara intens di saat terjadi bencana lingkungan, tetapi isu
tersebut segera surut seiring dengan surutnya banjir. Pada waktu terjadi
longsor berbagai pihak bicara tentang isu lingkungan. Setelah
dievakuasi korban selesai di kubur, isu lingkungan pun ikut terkubur.
Saat terjadi kebakaran hutan, berbagai pihak bicara tentang lingkungan,
begitu padam api kebakaran, api isu lingkungan pun segera padam.
Ketika terjadi krisis energi, baik krisis minyak, listrik, air dan
sebagiannya orang serius berdebat untuk mengurai akar lingkungannya.
Belum diturunkan solusinya, isu lingkungan pun segera menghilang.
Hal ini menjadi salah satu indikasi kualitas lingkungan bumi kita
semakin menurun hingga batas menghawatirkan, dimana rendahnya dan
lemahnya kesadaran lingkungan berbagai kalangan baik stakeholder
lingkungan, eksekutif, legislatif, pengusaha dan masyarakat.
Sebagai antisipasi kami mengajak semua pihak untuk berbuat secara
nyata menjaga kelestarian lingkungan, dengan memulai melakukan aksi
dari yang paling termudah untuk lingkungan kita. Jadikan “Perilaku
Kaltim Green Sebagai Gaya Hidup Lestari” dengan memberikan
panduan spiritual religius Islami untuk gaya hidup lestari. Gaya hidup
lestari dari perilaku hijau merupakan ibadah dengan dua pahala yakni
surga dunia - hidup bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang
bersih, indah dan hijau serta surga akhirat di kelak kemudian hari :
Manusia merupakan salah satu komponen ekosistem dalam
lingkungan yang memiliki peran fungsional ekologis. Di satu sisi,
manusia berpotensi merusak dan mencemari bahkan memusnahkan
lingkungan, di sisi lain, manusia berpotensi sebagai pelestarian
lingkungan. Hal ini tergantung pada tingkat kesadaran dan kearifan
lingkungan yang di miliki dan di kembangkannya, termasuk visi
pembangunan yang di yakininya, secara nasional “Pembangunan
Berwawasan Lingkungan” yang merupakan visi yang
direkomendasikan untuk dikembangkan dan dijadikan sebuah gerakan
untuk “memahayu hayuning bawono” dengan konsep kesadaran
ilmiah ekologis yang bersifat individual, kesadaran komunal sosial,
kesadaran politik pendidikan dan hukum, ,kesadaran kultural dan
kesadaran spiritual (kesadaran puncak tertinggi).
AMDAL sendiri sebenarnya mempunyai 2 (dua) dimensi di lihat
dari pendekatan Islam, yaitu : dimensi teologi (aqidah) dan dimensi
syariah. Dimensi Teologi memfokuskan kajiannya pada sistem
keyakinan Islam. Berkaitan dengan lingkungan, sedangkan dimensi
syariah melahirkan fiqih lingkungan dengan titik berat perumusan
panduan operasional hidup berwawasan lingkungan dengan bingkai
norma hukum wajib, haram, mubah, makruh dan sunnah. Berikut ini
merupakan uraian embriotik kedua dimensi tersebut
B. PENDEKATAN ISLAM
1. Teologi Pembangunan
Salah satu pilar penyangga teologi pembangunan Islam adalah
percaya bahwa Islam memiliki konsep teologis tentang hakikat
pembangunan' yang disebut konsep dasar teologi pembangunan
hakiki. Teologi pembangunan hakiki meyakini bahwa
pembangunan hakiki adalah pembangunan holistik integralistik.
Dengan ungkapan lain, pembangunan hakiki adalah pembangunan
yang utuh menyeluruh. Adapun yang dimaksud dengan
pembangunan utuh menyeluruh adalah pembangunan yang
berkesinambungan, berkelanjutan dan terpadu. Tiga pilar ini
merupakan komponen dasar teologi sistemik pembangunan hakiki.
Artinya, ketiga komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang
utuh, saling berkait berkaitan antara satu komponen dengan
komponen yang lain.
Inti teologi pembangunan berkesinambungan adalah percaya
bahwa pembangunan merupakan serangkaian upaya sistematis
guna mewujudkan optimasi daya dukung lingkungan bagi
kehidupan manusia dan makhluk lain. Upaya untuk mewujudkan
optimasi daya dukung lingkungan bagi kehidupan antara lain
melalui pemeliharaan keseimbangan ekosistem. Keseimbangan
ekosistem dapat diwujudkan melalui penciptaan kondisi ideal
kepadatan populasi dalam suatu lingkungan: Dengan ungkapan
lain, kondisi ideal kepadatan populasi merupakan perbandingan
rasional antara kepadatan populasi dengan lingkungannya.
Berdasarkan pemikiran ini, pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan
makhluk lain yang ideal adalah pemanfaatan kelebihan kepadatan
populasi clan kerapatan sumber daya alam clan lingkungan dari
kewajaran rasional. Sebab, berlebih atau berkurangnya kepadatan
dan kerapatan populasi sumber daya alam dari lingkungan sampai
melewati ambang atas toleransi, justru akan berakibat penurunan
daya dukung lingkungan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
pembangunan berarti upaya sistematis guna meningkatkan
kepadatan populasi clan kerapatan sumber daya alam dan
lingkungan sampai melebihi kondisi ideal., Selanjutnya, hasil dari
kelebihan populasi sumber daya alam dan lingkungan dari kondisi
ideal tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia dan mahluk lain.
Hakikat pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan
yang didasarkan pada dua pertimbangan secara proporsional yakni
pertimbangan ekonomi dan pertimbangan ekologi. Perbaikan nilai
ekonomik dapat dicapai dan kelestarian lingkungan dapat
dipelihara. Pembangunan berkesinambungan juga disebut
pembangunan berwawasan lingkungan. Betapapun pembangunan
lingkungan tetap harus dilestarikan. Artinya, pembangunan
bukanlah serangkaian upaya eksploitasi terhadap sumber daya alam
dan lingkungan yang notabene sebagai daya dukung bagi
kehidupan manusia. Eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan
berpeluang besar menjadi penyebab terjadinya kerusakan dan
pencemaran serta pemunahan lingkungan. AI-Qur'an dengan tegas
menyatakan bahwa eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan
yang dilakukan oleh generasi tempo dulu benar-benar menjadi
penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Dengan ungkapan lain,
kerusakan, pencemaran dan pemunahan lingkungan merupakan
fenomena antropogenik bukan teogenik. Maksudnya, penyebab
dominan timbulnya permasalahan lingkungan adalah akumulasi
dari serangkaian perilaku manusia yang menentang sunnah
lingkungan atau kontra ekologis. Permasalahan lingkungan bukan
ditimbulkan oleh kehendak dan perbuatan Tuhan. Sebaliknya,
Tuhan adalah Sang Hyang Pemelihara lingkungan. Hal ini
didasarkan pada informasi spiritual yang terekam dalam al-Qur'an
yang termasuk ayat-ayat antropogenik antara lain:
a. Surat al-Rum ayat 9:
"Tidak pernahkah mereka melanglang buana dan
memperhatikan akibat dari petingkah generasi tempo dulu.
Mereka mengeksploitasi sumber daya alam dan lingkungan
secara berlebihan. Padahal para rasul berdatangan pada mereka
dengan seperangkat konsep. Allah tidaklah menganiaya mereka,
tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri".
b. Al-Qur'an surat al-Rum ayat 41:
"Jelas, fenomena kerusakan lingkungan baik di darat maupun di
laut merupakan kasus antropogenik yakni sebagai dampak
negatif dari polah dan petingkah manusia. Akibat negatif
pencemaran dan kerusakan lingkungan harus dirasakan sendiri
oleh manusia agar manusia sadar".
c. Al-Qur'an surat al-Nahl ayat 33:
"...Allah tak pernah menganiaya mereka, sebaliknya merekalah
yang menganiaya diri mereka sendiri".
d. Al-Qur'an surat al-'Ankabut ayat 31:
"Sungguh kami porak-porandakan penduduk negeri ini, sebab
penduduknya pada zalim".
e. Al-Qur'an surat Hud ayat 117:
'Tuhanmu tidak pernah mempropagandakan suatu negeri
secara lalim kalau sekiranya penduduknya melestarikan
lingkungan".
2. Fikih Pelestarian Lingkungan
Secara etimologis kata pelestarian merupakan kata yang diserap
dari bahasa Jawa dari akar kata lestari yang berarti tetap selama-
lamanya, kekal, tidak berubah sebagai sediakala, melestarikan
berarti menjadikan dan membiarkan sesuatu tetap tak berubah. 4
Kemudian, kata lestari diberi imbuhan pe-an yang berarti
membuat jadi atau menjadikan seperti pada kata dasarnya. Oleh
karena itu, pelestarian berarti membuat jadi atau menjadikan
sesuatu lestari, tetap selama-lamanya, kekal dan tidak berubah.
Dengan ungkapan lain, pelestarian merupakan upaya
mengabadikan, memelihara dan melindungi sesuatu dari
perubahan. Sedangkan secara fungsional ekologis kelompok kata
pelestarian lingkungan dimaksudkan sebagai istilah yang memiliki
arti spesifik yakni pelestarian terhadap daya dukung lingkungan
yang dapat menopang secara terlanjutkan pertumbuhan dan
perkembangan yang diupayakan dalam pembangunan.
Secara faktual yang dilestarikan bukan lingkungan itu sendiri
melainkan daya dukung lingkungan. Karena lingkungan sendiri
adalah bersifat dinamis selalu berubah bahkan terlalu kecil
peluang melestarikannya. Perubahan lingkungan bisa jadi
bersifat alami, natural, atau akibat ulah manusia, anthropogenik.
Perubahan lingkungan yang bersifat alami adalah perubahan
melalui proses geologis, vulkanologis dsb. Sedangkan proses
perubahan -lingkungan yang anthropogenik adalah perubahan
lingkungan yang terjadi karena intervensi manusia terhadap
lingkungan baik yang direncanakan ataupun yang tidak
direncanakan. Perubahan yang direncanakan lazim dikenal
dengan istilah pembangunan. Dengan demikian, pembangunan
hakikatnya adalah perubahan lingkungan yang dilakukan oleh
manusia dengan tujuan untuk mengurangi risiko lingkungan dan
memperbesar manfaat lingkungan. Pembangunan bisa jadi
berupa pengelolaan tata guna lingkungan, bahkan dapat pula
berupa pengubahan tata guna lingkungan, misalnya: Pengubahan
hutan menjadi lahan pertanian, pengubahan lahan pertanian
menjadi daerah industri atau pemukiman dsb. Dengan demikian,
dilaksanakannya pengelolaan atau pengubahan lingkungan yang
merupakan keniscayaan, tidak lain hanyalah dalam kerangka
untuk melestarikan daya dukung lingkungan bagi kehidupan.
Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa sumber daya
alam dan lingkungan merupakan daya dukung lingkungan bagi
kehidupan manusia. Sebab fakta spiritual menunjukkan bahwa
Allah swt. telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan
bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, secara yuridis
fiqhiyah berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif
hukum Islam status hukum pelestarian lingkungan hukumnya
adalah wajib. Hal ini didasarkan pada dua pendekatan yakni
pendekatan ekologis dan pendekatan spiritual fiqhiyah
Islamiyah. Secara ekologis pelestarian lingkungan merupakan
keniscayaan ekologis yang tidak dapat ditawar oleh siapapun
dan kapanpun. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan tidak
boleh tidak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara
spiritual fiqhiyah Islamiyah Allah swt. ternyata memiliki
kepedulian ekologis yang paripurna. Hal ini dinyatakan secara
eksplisit dalam ayat-ayat al-Qur'an antara lain:
a. Al-Qur'an surat Luqman ayat 20:
"Tidakkah kamu cermati bahwa Allah telah menjadikan
sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung
lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Contoh
demikian, masih saja ada sebagian manusia yang
mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono yakni
tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai".
Ide dasar ayat ini terdapat pada kalimat:
"Tidakkah kau cermati bahwa Allah swt. telah menjadikan
sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung
lingkungan bagi kehidupan manusia secara optimum".
Implementasi fiqhiyah dari ungkapan retorik mengandung
makna perintah yang lebih serius untuk diperhatikan dan
diindahkan dibanding dengan ungkapan perintah biasa. Oleh
karena itu, pelestarian daya dukung lingkungan menuntut
perhatian serius dari umat manusia dan wajib dilaksanakan.
b. Al-Qur'an surat al-Jatsiyah ayat 13:
"Dan (Allah) telah menjadikan semua sumber daya alam dan
lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan
manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang
yang memiliki perhatian serius pada lingkungan".
Ide dasar ayat ini terdapat pada kalimat:
"...yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang
yang memiliki kepedulian lingkungan ". Implementasi
fiqhiyah dari ungkapan ini adalah dapat dikatakan bahwa
pengembangan kesadaran peduli lingkungan wajib dilakukan
agar pelestarian daya dukung lingkungan dapat dilakukan oleh
manusia.
Berdasarkan pengembangan dan pendalaman makna dua ayat
a1-Qur'an tersebut di atas dapat diambil natijah bahwa
manusia sebagai spesies berdimensi rasional ekologis dan
spiritual religius wajib hukumnya mengembangkan kesadaran
pelestarian lingkungan. Sebab, secara rasional ekologis
pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis, the
objective of environment, yang tidak dapat ditawar lagi. Hal
ini karena manusia merupakan makhluk lingkungan. Antara
manusia dan lingkungan memiliki keterhubungan mutual
simbiosis cukup kuat. Manusia membutuhkan lingkungan dan
lingkungan membutuhkan manusia. Lingkungan dibutuhkan
oleh manusia sebagai ruang kehidupan, manusia tidak dapat
hidup di luar lingkungan. Sebab, secara faktual lingkungan
menyediakan fasilitas kehidupan bagi manusia yakni berupa
daya dukung sumber daya alam dan lingkungan secara
memadai. Di sisi lain, manusia sebagai makhluk rasional
mampu mengelola lingkungan secara bertanggung jawab.
Dengan ungkapan lain, manusia sebagai subyek pengelola
lingkungan mampu membuat perencanaan, mampu melakukan
dan mengawasi tindak pelestarian lingkungan secara lestari
yang dilakukannya sendiri. Pengelolaan lingkungan secara
lestari yang dilakukan oleh manusia akan mempertinggi
kualitas kelestarian lingkungan. Dengan demikian, kelestarian
lingkungan memerlukan partisipasi positif manusia. Inilah
relevansinya dinyatakan bahwa manusia dengan
lingkungan memiliki keterhubungan mutual simbiosis
yang cukup kuat.
C. NATIJAH
Sebagai natijah dari uraian di atas dapat dipertegas bahwa untuk
mensukseskan gerakan kesadaran lingkungan perlu dukungan
supra struktur ideologis. Dalam masyarakat beragama bahasa
agama cenderung lebih komunikatif dan efektif untuk
pengembangan kesadaran lingkungan. Karena masyarakat
beragama cenderung primordial sehingga pemimpin agama
selalu ditaati fatwanya clan diikuti perilakunya. Dengan
demikian, tokoh agama, kyai, da'i, muballigh, menjadi orang-
orang kunci untuk pengembangan kesadaran lingkungan.
D. CATATAN AKHIR
Menurut Carolie Bryan dan Louise G. White hakikat
pembangunan adalah upaya peningkatan kapasitas manusia
untuk mempengaruhi masa depannya. Oleh karena itu harus
mengacu pada asas kapasitas, keadilan, pemberdayaan,
keterlanjutan dan ketergantungan. Lihat: Menurut Carolie
Bryant dan Laouise G. White, Manajemen Pembangunan Untuk
Dunia Ketiga, cet. Ruswanto Simatupang, LP3ES, cet. I, Jakarta,
1987, hlm. 22-29
Kondisi demikian lazim dikenal dengan Homeostatis, yakni
kondisi dinamik ekosistem berupa kecenderungan melawan
perubahan baik yang disengaja atau tidak disengaja. Usaha untuk
berada dalam keadaan seimbang melalui reaksi terhadap gangguan
dengan memanfaatkan daya lentingnya. Lihat: Abdul Kadir
Gasing, dkk., Etos Islam Dalam Lingkungan Hidup dan Ilmu
Pengetahuan: Islam Untuk Pengembangan Ilmu Pengetahuan
clan Lingkungan Hidup, Balitbang, Depag RI, Jakarta, 1983, hlm.
83-84
Salim, pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, cet. VI, Jakarta, 1993.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, FN Balai Pustaka; jakarta, 1976, hlm. .... Anton Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, cet. IV, Jakarta, 1989, hlm. ...
Oto Sumarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, cet. VI, Jakarta, 1991, hlm. 77-82.
6lbid., hlm. 79.