pidana denda dalam persfektif penitensier kelompok

22
TUGAS PENITENSIER PIDANA DENDA DALAM PERSFEKTIF PENITENSIER OLEH: - THERISYA KARMILA (1103005101) - ADHYAKSA MAHASENA (1103005102) - SISCA ANGGRENI (1103005108) - AUDHYTA VIRANTY (1103005096) - GALANG WIDURA P. (1103005120) - AWATARA PUTRA (1103005118) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Upload: therisya-karmila

Post on 26-Oct-2015

77 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

menjelaskan secara terperinci mengenai pidana denda, kalo pada dapet tugas minimal 15 halaman bisa jadi recomended :D

TRANSCRIPT

Page 1: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

TUGAS PENITENSIER

PIDANA DENDA DALAM PERSFEKTIF PENITENSIER

OLEH:

- THERISYA KARMILA (1103005101)

- ADHYAKSA MAHASENA (1103005102)

- SISCA ANGGRENI (1103005108)

- AUDHYTA VIRANTY (1103005096)

- GALANG WIDURA P. (1103005120)

- AWATARA PUTRA (1103005118)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

Page 2: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini masalah hukum pidana banyak dibicarakan dan menjadi sorotan,

baik dalam teori maupun dalam praktek dan bahkan ada usaha untuk

menyusun Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional. Usaha tersebut

adalah bertujuan untuk mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang

ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang. Kitab

Undang-undang Hukum Pidana Nasional yang masih berlaku sekarang

merupakan peninggalan zaman penjajahan, yang dalam kenyataannya masih

dipakai sampai sekarang ini. Suatu kenyataan bahwa banyak pengaturan yang

terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nasional yang sudah

tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-undang

Dasar 1945 maupun dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini.

Keberadaan hukum merupakan suatu kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan

masyarakat secara individual maupun dalam berintraksi dengan orang lain

dalam pergaulannya. Hukum bahkan dibutuhkan dalam pergaulan yang

sederhana sampai pergaulan yang luas antar bangsa, karena hukumlah yang

menjadi landasan aturan permainan dalam tata kehidupan.1

Pada saat ini budaya dan iptek mengalami perkembangan yang sangat pesat,

seiring dengan itu perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan

bernegara justru semakin kompleks. Perilaku yang demikian apabila

1 Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu, Medan, 2006, halaman

2.

Page 3: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

dipandang dari segi hukum tentunya ada perilaku yang sesuai dengan norma

dan adapula yang tidak sesuai dengan norma. Perilaku yang sesuai dengan

norma tentunya tidak ada masalah, akan tetapi terhadap perilaku yang tidak

sesuai dengan norma yang biasanya menimbulkan permasalahan dibidang

hukum atau penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati. Perilaku

yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku, biasanya oleh masyarakat dicap

sebagai suatu pelanggaran dan bahkan suatu kejahatan. Kejahatan dalam

kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh

setiap manusia, masyarakat bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan

bahwa kejahatan dan pelanggaran hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi

sulit untuk diberantas secara tuntas. Antisipasi atas kejahatan dan pelanggaran

tersebut diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara

efektif dan tepat melalui penegakan hukum (law enforcement).2

Pemidanaan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana,

sehingga bukan merupakan hukum pidana apabila suatu peraturan hanya

mengatur norma tanpa diikuti dengan ancaman pidana. Ancaman pidana yang

dijatuhkan pada pelaku pidana meskipun bukan yang terutama akan tetapi sifat

dari pada pidana merupakan suatu penderitaan. Pidana yang dijatuhkan bagi

pelaku tindak pidana yang merupakan sifat derita yang harus dijalani,

walaupun demikian sanksi pidana bukanlah semata-mata bertujuan untuk

memberikan rasa derita. Selanjutnya diutarakan bahwa pemidanaan tidak

dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan

martabat manusia.3

Setiap penjatuhan pemidanaan pada pelaku tindak pidana itu mempunyai

tujuan. Aspek yang perlu diperhatikan apabila pemidanaan ingin ditinjau

secara tepat untuk mencapai tujuan pemidanaan yaitu aspek peninjauan.

Aspek peninjauan perlu dibedakan kedalam tiga tarap aspek peninjauan, yakni

2 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, halaman 2.

3 E.Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidama II, Universitas, Bandung, 1965, halaman,

342.

Page 4: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

dari aspek legislatif (pemberian ancaman pidana), yudikatif (penegakan

ancaman pidana) dan eksekutif (pelaksanaan ancaman pidana). Timbul suatu

kesadaran bahwa pelaksanaan pidana tidak boleh melebihi keadaan yang

secara limitatif karena dilarang oleh sanksi-sanksi tertentu, dengan perkataan

lain, pemidanaan merupakan suatu sanksi yang bersifat subsider. Bersifat

subsider adalah baru akan diterapkan apabila sanksi-sanksi lainnya tidak dapat

menanggulangi keadaan.4

Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia mengatur jenis-jenis pidana

yang diancamkan terhadap pelaku tindak pidana yang diatur dalam pasal 10

KUHP. Jenis-jenis pidana yang dimaksud yaitu pidana pokok dan pidana

tambahan. Pidana pokok yang terdiri dari: pidana mati, pidana penjara, pidana

kurungan, pidana denda. Pidana tambahan yang terdiri dari: pencabutan hak-

hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan

Hakim. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1946, pidana pokok

tersebut ditambah dengan pidana tutupan.5

Suatu tindak pidana hanya akan diancamkan dengan pidana denda apabila

dinilai tidak perlu diancam dengan pidana penjara, atau bobotnya dinilai

kurang dari satu tahun. Pidana denda yang apabila dihubungkan dengan tujuan

pemidanaan, lebih diutamakan dalam delik-delik terhadap harta benda.

Penerapan pidana denda harus dicari keserasian antara kerugian yang

ditimbulkan oleh suatu tindak pidana dengan besarnya pidana denda yang

harus dibayar oleh terpidana. Seorang Hakim dalam menerapkan pidana denda

harus mempertimbangkan dengan seksama, minimun dan maksimun pidana

denda yang diancamkan terhadap suatu tindak pidana.

Keseluruhan masalah diatas adalah mengenai pemidanaan, khususnya

mengenai jenis pidana denda yang dihubungkan dengan ketentuan umum yang

terdapat dalam KUHP.Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kami

4 Roeslan Salah, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987, halaman 24.

5 Ibid., halaman 24.

Page 5: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

membuat makalah yang berjudul “ Pidana Denda Dalam Persfektif

Penitensier”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat

adalah:

a. Bagaimana ketentuan serta pelaksanaan pidana denda di Indonesia?

b. Bagaimana mengenai tujuan pemidanaan denda terhadap efektifitas

penerapan pidana denda tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan yang ingin dicapai dari penulisan makalah berdasarkan

latar belakang diatas adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui ketentuan serta pelaksanaan pidana denda di

Indonesia.

b. Untuk mengetahui tujuan pemidanaan denda terhadap efektifitas

penerapan pidana denda tersebut.

Page 6: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ketentuan serta Pelaksanaan Pidana Denda di Indonesia

Pidana Denda adalah jenis pidana yang dikenal secara luas di dunia, dan

bahkan di Indonesia. Pidana ini diketahui sejak zaman Majapahit dikenal

sebagai pidana ganti kerugian.6 Menurut Andi Hamzah, pidana denda

merupakan bentuk pidana tertua, lebih tua dari pidana penjara, pidana

kurungan, mungkin setua pidana mati. Pidana denda dijatuhkan terhadap

delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Dengan

pemahaman ini, pidana denda adalah satu-satunya pidana yang dapat dipikul

oleh orang lain selain terpidana.7

Pidana Denda adalah sebuah hukuman. Hal ini mengimplikasikan bahwa

terpidana wajib membayar sejumlah uang yang di tetapkan dalam Putusan

Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sistem pidana baru

diperkenalkan oleh Negara-negera skandinavia (finlandia dan Swedia), yang

kemudian diikuti oleh Jerman, Austria, Perancis dan Portugal yang disebut

denda harian (day fine). Maksud denda harian (day fine) adalah penjatuhan

pidana denda berdasarkan kepada kemampuan keuangan orang perhari.

Tentunya pandapatannya perhari dikurangi dengan utang-utangnya. Jadi pada

delik yang sama dipidana denda tidak sama karena didasarkan pada

kemampuan keuangan si pelanggar. Jumlahnya besarnya denda maksimum

dan minimum juga sudah ditentukan. Di Swedia satu hari maximum 1.000

crown sedangkan minimum sebesar 10 crown. Dan minimal 1 hari dan

maximal selama 6 bulan. Di Jerman hanya yang di jatuhi pidana 3 bulan atau

kurang yang diganti dengan pidana denda harian. Di Perancis hanya delik-

6 . http://www.edukasiana.net/2012/09/pidana-denda.html diakses pada tanggal 14 Oktober

2013, pukul 20.46

7 Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Page 7: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

delik ringan yang dikenakan denda harian. Di Belanda besarnya penetapan

pidana denda dibagi menjadi 6 (enam) kategori, yaitu : kesatu, 500 (lima

ratus) guilder kedua, 5.000 (lima ribu) guilder ketiga, 10.000 (sepuluh ribu)

guilder keempat 25.000 (dua puluh lima ribu) guilder kelima 100.000 (seratus

ribu) guilder dan keenam 1.000.000 (satu juta) guilder.8

Penerapan pidana di Indonesia denda paling sedikit 25 sen (Pasal 30 ayat 1

KUHP) sedangkan besarnya pidana denda maksimum tergantung pada

rumusan ketentuan pidana dalalm KUHP, misalnya pasal 403 maksimum Rp.

10.000. Dalam pasal 30 Ayat (2) KUHP ditentukan bahwa apabila denda

tidak dibayar diganti dengan hukuman kurungan, dimana lamanya hukuman

kurungan pengganti paling sedikit 1 hari paling lama 6 bulan. Dalam keadaan

memberatkan yaitu karena perbarengan atau pengulangan atau perberatan

karena jabatan atau bendera kebangsaan, kurungan pengganti dapat ditambah

paling lama menjadi 8 bulan (Vide Pasal 30 ayat 5, 6 KUHP). 9 Dalam

KUHP, pengaturan pidana denda diatur pada pasal 30 – 31 KUHP Bab II

Tentang Pidana:

Pasal 30.

(1). Denda paling sedikit adalah dua puluh lima sen.

(2). Jika denda tidak di bayar, lalu di ganti dengan kurungan.

(3). Lamanya kurungan pengganti paling sedikit adalah satu hari dan paling lama enam bulan.

(4). Dalam putusan Hakim lamanya kurungan pengganti di tetapkan demikian: Jika dendanya lima puluh sen atau kurang, di hitung satu hari; Jika lebih dari lima puluh

sen, tiap-tiap lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup lima puluh sen.

(5). Jika ada pemberatan denda, di sebabkan karena perbarengan attau pengulangan, atau karena ketentuan pasal 52 dan 52a, maka kurungan pengganti

paling lama dapat menjadi delapan bulan.

8 Jan Remmelink, Hukum Pidana, komentar atas pasal-pasal terpenting dari kitab Undang-

Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Indonesia, Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, 2003;

9 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, 2001

Page 8: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

(6). Kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Pasal 31.

(1). Orang yang di jatuhi denda, boleh segera menjalani kurungan penggantinya dengan tidak usah menunggu sampai waktu harus membayar denda itu.

(2). Setiap waktu ia berhak di keluarkan dari kurungan pengganti jika membayar dendanya.

(3). Pembayaran sebagian dari denda, baik sebelum maupun sesudah mulai menjalani kurungan pengganti, membebaskan terpidana dari sebagian kurungan

bagian denda yang telah di bayar.10

Pidana denda kebanyakan di jatuhkan pada pelanggaran sedangkan

pada kejahatan dijadikan alternatif (misalnya kata-kata 'atau') Untuk Pidana

denda dapat dibayarkan oleh orang lain, sedangkan pidana lainnya seperti

Pidana Penjara tidak bias diganti orang lain. Hakim tidak boleh mentetapkan,

bahwa hukuman kurungan pengganti hukuman denda itu harus

dilaksananakan, jika terhukum tidak membayar sendiri denda tersebut. (vide

H.R 5 maret 1906, W 8345: 21 Januari 1907,8942.). Berdasarkan ketentuan

(Pasal 30 ayat 2 KUHP) Pelaksanaan pidana denda dapat diganti dengan

pidana kurungan maka sering dalam putusan hakim membuat pidana

alternatif selain kurungan juga ada pidana kurungan pengganti. Dalam hal ini

terpidana bebas memilihnya apakah harus membayar denda atau menjalani

pidana kurungan.

Pidana denda   perlu adanya jaminan  penggantinya di karenakan

dalam pelaksanaan pidana denda tidak dapat dijalankan denagan paksaan

secara langsung seperti penyitaan atas barang-barang terpidana. Ini berbeda

dengan perkara perdata yg dilakukan pelelangan setelah disita pengadilan dan

juga pidana Penjatuhan uang pengganti dalam perkara korupsi yang mana

Jaksa bisa melakukan penyitaan terhadap harta dari terdakwa. Pembayaran

denda dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah putusan berkekuatan

10 KUHP Bab 2 Pasal 30 - 31

Page 9: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

hukum tetap terpidana harus mebayar denda tsb kecuali terhadap perkara-

perkara dengan pemeriksaan acara cepat harus seketika dilunasi (misalnya

perkara lalu-lintas). Pidana denda dibayarkan kepada kejaksaan yang

menerima harus segera di setor ke kas negara.11

2.2 Tujuan Pemidanaan Denda Terhadap Efektifitas Penerapan Pidana

Denda

Sebagai salah satu jenis pidana denda , tentu saja pidana denda bukan

dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar

menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan

tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan pidana denda baik

dalam tahap legislatif (pembuatan undang-undang) tahap yudikatif

(penerapannya oleh hakim), maupun tahap pelaksanaannya oleh komponen

peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan. Oleh karena itu

pidana denda senantiasa dikaitkan dengan pencapaian tujuan pemidanaan. 

Dalam doktrin ilmu hukum pidana, telah berkembang berbagai teori

pemidanaan dengan segala variasinya. Tetapi bertolak dari pendapat Herbert

L. packer, dapat dikatakan bahwa hanya ada dua tujuan pokok dari suatu

pemidanaan yaitu sebagai pembalasan (Retributif) dan untuk pencegahan

kejahatan (Prevention).dalam hal tujuan pemidanaan untuk pencegahan

kejahatan tersebut, dapat pula dibedakan atas pencegahan khusus dan

pencegahan umum yang memerlukan pembahasan tersendiri.

Dalam rancangan KUHP nasional yang baru, para pembaharu KUHP telah

menetapkan secara eksplisit tentang tujuan pemidanaan di dalam buku I pasal

51, yaitu: 

11 PAF Lamintang dan C Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung,

1985

Page 10: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

- mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum

demi pengayoman masyarakat;

- memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga

menjadikannya orang yang baik dan berguna;

- menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan

keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;

- membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Dalam ayat (2) pasal tersebut dikatakan bahwa: “pemidanaan tidak bertujuan

menderita kan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia”.12

Sebagai catatan dapat dikemukakan bahwa:

- Rancangan KUHP menitik beratkan tujuan pemidanaan sebagai

pencegahan bukan pembalasan (penderitaan)

- Pemidanaan menurut rancangan KUHP tidak dimaksudkan pula sebagai

suatu ”pencelaan” (oleh masyarakat) atas perbuatan kejahatan yang telah

dilakukan,

- Dengan demikian bila rancangan tersebut kelak dijadikan sebagai KUHP,

maka pidana yang diterapkan harus dapat memenuhi tujuan pemidanaan

diatas dan perlu ditegaskan bahwa pidana denda tidak dimaksudkan untuk

menambah income negara atau untuk membiayai administrasi peradilan.

Hanya saja sulit dibayangkan bagaimana suatu pidana denda yang dijatuhkan

dapat berfungsi sebagai suatu “deterrence” tanpa sifat penderitaan yang

melekat pada pidana denda tersebut. Selanjutnya efektifitas suatu pemidanaan

tergantung pada suatu jalinan mata rantai tahap-tahap atau proses sebagai

berikut:

- Tahap penetapan pidana (denda) oleh pembuat undang-undang,

12 Rancangan Kitab Undang-Undang Pidana tahun 2008

Page 11: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

- Tahap pemberian atau penjatuhan pidana (denda) oleh pengadilan, dan

- Tahap pelaksanaan pidana (denda) oleh aparat yang berwenang.

Tetapi di samping faktor-faktor diatas, efektifitas pidana denda itu sangat

tergantung pula pada pandangan dan penilaian masyarakat terhadap pidana

denda. Apabila masyarakat masih melihat pidana denda sebagai hal yang

kurang memenuhi rasa keadilan maka pidana denda tidak berhasil guna

mencapai tujuan pemidanaan. Menurut Muladi dan Barda Nawawi arief,

dalam pelaksanaan pidana denda perlu dipertimbangkan antara lain

mengenai:13

a. sistem penerapan jumlah atau besarnya pidana.

b. Batas waktu pelaksanaan pembayaran denda.

c. Tindakan-tindakan paksaan yang diharapkan dapat menjamin

terlaksananya pembayaran denda dalam hal terpidana tidak dapat

membayar dalam batas waktu yang telah ditetapkan.

d. Pelaksanaan pidana dalam hal-hal khusus(misalnya terhadap seorang anak

yang belum dewasa atau belum bekerja dan masih dalam tanggungan

orang tua).

e. Pedoman atau kriteria untuk menjatuhkan pidana denda. 

Pidana denda obyeknya adalah harta benda yang berbentuk uang, hal ini dapat

dilihat dalam ketentuan KUHP. Berdasarkan “laporan pengkajian hukum

tentang penerapan pidana Denda Dep.Keh.RI”, ternyata bahwa pidana denda

sejauh ini dirasakan belum memenuhi tujuan pemidanaan, disebabkan oleh

faktor-faktor berikut:14

13 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung;1992.

14 Lokman, loebby, Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Pidana Denda. Jakarta, BPHN

Dep.Keh.RI, 1992

Page 12: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

a. Dapat digantikan nya pelaksanaan denda oleh bukan pelaku, menyebabkan

rasa dipidananya pelaku menjadi hilang.

b. Nilai ancaman pidana denda di rasakan terlampau terlalu rendah, sehingga

tidak sesuai dengan keselarasan antara tujuan pemidanaan dengan rasa

keadilan dalam masyarakat.

c. Meskipun terdapat ancaman pidana yang tinggi dalam aturan pidana diluar

KUHP, akan tetapi belum dapat mengikuti cepatnya perkembangan nilai

mata uang dalam masyarakat.

Namun terlepas dari hal diatas, jenis pidana denda ini memberikan banyak

segi-segi keadilan, antara lain:

a. Pembayaran denda mudah dilaksanakan dan dapat di revisi apabila ada

kesalahan, dibanding dengan jenis hukuman lainnya.

b. Pidana denda adalah hukuman yang menguntungkan pemerintah karena

pemerintah tidak banyak mengeluarkan biaya, bila tanpa disertai kurungan

subsider.

c. Hukuman denda tidak membawa atau tidak mengakibatkan tercela nya

nama baik atau kehormatan seperti yang dialami terpidana penjara.

d. Pidana denda akan membuat lega dunia perikemanusiaan.

e. Hukuman denda akan menjadi penghasilan bagi daerah atau kota.

Page 13: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pidana denda adalah salah satu jenis pidana yang telah lama dan diterima

dalam sistem hukum masyarakat bangsa-bangsa di dunia. Walaupun sudah

lama di kenal namun pidana denda di indonesia ini masih tergolong “Miskin”,

hal ini di mungkin merupakan refleksi dari kenyataan bahwa masyarakat pada

umumnya masih menganggap bahwa pidana denda adalah pidana yang paling

ringan.

Pidana denda adalah salah satu jenis pidana dalam stelsel pidana pada

umumnya. Apabila obyek dari pidana penjara dan kurungan adalah

kemerdekaan orang dan obyek pidana mati adalah jiwa orang maka obyek

dari pidana denda adalah harta benda si terpidana.

pidana denda bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis

misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan

harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pengaturan dan penerapan

pidana denda baik dalam tahap legislatif (pembuatan undang-undang) tahap

yudikatif (penerapannya oleh hakim), maupun tahap pelaksanaannya oleh

komponen peradilan pidana yang berwenang (eksekutif) harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan.

3.2 Kritik dan Saran

Penerapan pidana denda sendiri seharusnya dapat memberikan efek jera

terhadap terpidana, meskipun terdapat tujuan-tujuan lain yang dimungkinkan

dalam pemidanaannya. Diperlukan pula ketegasan dari pihak yang berwenang

Page 14: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

dalam hal ini adalah badan legislatif yang mana penjatuhan pidana denda

sendiri tidak berdasar batas minimum umum yang berlaku pada KUHP

karena KUHP merupaan keluaran dari Belanda dan sudah tida relevan lagi

untuk penerapan pidanabai denda maupun yang lebih berat dari itu. Hal ini

bertujuan untuk penerapan hukum yang lebih baik lagi bagi Indonesia.

Page 15: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahrus. 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Chazawi, Adami. 2002. Pelajaran Hukum Pidana bagian 1. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

E.Utrech, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidama II, Universitas, Bandung, 1965,

Lamintang, P.A.F., 2012, Hukum Penitensier Indonesia, Sinar Grafia, Jakarta.

Lamintang, PAF. dan C Djisman Samosir, 1985, Hukum Pidana Indonesia, Sinar

Baru, Bandung

Lokman, loebby, 1992, Pengkajian Hukum Tentang Penerapan Pidana Denda.

Jakarta, BPHN Dep.Keh.RI.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni,

Bandung.

Purba, Hasim, 2006, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, Cahaya Ilmu,

Medan.

Salah, Roeslan, 1987, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta.

Widnyana, I Made. 1992. Hukum Pidana II. Yayasan Yuridika Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Denpasar.

Waluyo, Bambang. 2000, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta,

Sumber lain:

http://www.edukasiana.net/2012/09/pidana-denda.html diakses pada tanggal 14

Oktober 2013, pukul 20.46

Page 16: Pidana Denda Dalam Persfektif Penitensier Kelompok