persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di...
TRANSCRIPT
PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN
KARAKTER DI KOMUNITAS HIJABERS
KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
ANI ROCHMANI GALUH RAKASIWI
NIM 11111148
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
ii
MOTTO
Jadilah seperti “Bintang” yang mampu menerangi malam
meskipun bintang itu tidak abadi.
Berpikir yang positif, bicara yang positif, yang datang juga
pasti yang positif ^_^
You can’t have a better tomorrow if you don’t stop
thinking about yesterday
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Keluarga besarku terutama pada ayahku, Bapak Bambang Tri Herawan (Alm)
dan Ibuku Sutini yang tidak lelah untuk selalu memberikan Do‟anya, kasih
sayangnya untukku, adik-adikku Dewi Sukma N.A. dan Puspa Ayu T.M.
yang selalu memberi semangat, dan untuk Budeku Dwi Hartati, S.Si.,M.Pd.,
serta Pakdeku Sunaryo B.E. yang telah memberikan nasihat, motivasi, dan
dukungannya untukku.
2. Sahabat-sahabatku di IAIN Salatiga yang selalu menemani di saat suka
maupun senang, yang selalu memotivasi dan memberi banyak dukungan,
yang telah membantu memperlancar dalam pembuatan skripsiku.
3. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Kampus yaitu kelas PAI
D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya
di IAIN Salatiga yang selalu memberikanku semangat berjuang dalam hal
apapun serta memberikan banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang
bermanfaat.
vii
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M.Si. sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik.
viii
ABSTRAK
Galuh Rakasiwi, Ani, Rochmani. 2015. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan
Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Tahun 2015. Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dosen Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.
Kata kunci: Persepsi, Pendidikan Karakter, dan Komunitas Hijabers.
Latar belakang penelitian ini bertolak pada permasalahan yang terjadi pada
remaja khususnya muslimah saat ini yang tidak lepas dari pengaruh keluarga,
teman pergaulan dan media sosial yang semakin berkembang sebagai faktor
penyebab pembentukan karakter muslimah. Realitasnya banyak dari muslimah
yang mengenakan jilbab, banyak pula muslimah yang berjilbab tapi melakukan
hal-hal yang tidak sepantasnya, dan tidak sedikit pula yang masih belum berjilbab
bahkan banyak yang mengumbar tubuhnya dengan berpakaian serba ketat dan
tipis. Globalisasi juga membuat muslimah mengikuti arah yang salah, banyak
muslimah yang terbawa arus globalisasi yang berefek negatif, misalnya saja
mode-model pakaian yang yang ditawarkan oleh produk-produk yang berbalut
busana muslim namun kenyataannya jauh dari pakaian muslim yang sebenarnya,
dengan model-model jilbab yang tidak standar. Namun anehnya banyak muslimah
yang lebih memilih model-model pakaian seperti ini, dengan anggapan agar tidak
terlihat kuno/ketinggalan zaman, hal ini menunjukkan merosotnya karakter pada
bangsa Indonesia dan khususnya pada muslimah di kota Salatiga.
Fokus penelitian ini adalah: Bagaimanakah persepsi hijabers tentang
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? Bagaimanakah model
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga? Apa sajakah faktor-
faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter pada muslimah di
komunitas hijabers kota Salatiga? Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktor-
faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota
Salatiga? Dari fokus penelitian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers
kota Salatiga, untuk mengetahui model pendidikan karakter di komunitas hijabers
kota Salatiga, untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, dan untuk mengetahui
solusi dalam mengatasi faktor-faktor penghambat pendidikan karakter di
komunitas hijabers kota Salatiga. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
ini dapat diamati dari fakta-fakta yang ada saat ini. Kemudian melalui jenis
penelitian fenomenologi. Hasil penelitian yang dapat diperoleh adalah: 1) Persepsi Hijabers Tentang
Pendidikan karakter yang diterapkan di Komunitas Hijabers Salatiga, pendidikan karakter
x
yang dikemukakan oleh hijabers merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan
pada cerminan tiap individu agar lebih baik. 2) Model Pendidikan Karakter di Komunitas
Hijabers Kota Salatiga melalui dua penguatan, yaitu penguatan agama dan penguatan
solidaritas. 3) Ada beberapa faktor yang menghambat Hijabers Salatiga dalam
menerapkan pendidikan karakter diantaranya sulit untuk kumpul, melalaikan
tanggung jawab, kurangnya disiplin, kurangnya keterbukaan, pro-kontra mengenai
Hijabers. Kemudian ada juga faktor pendorong Hijabers Salatiga untuk
menerapkan pendidikan karakter tersebut yaitu karena tujuan dan visi serta misi
mereka yang ingin mendakwahkan hijab melalui komunitas Hijabers. 4) Solusi
dalam mengatasi penghambat-penghambat tersebut yaitu diusahakan untuk
kumpul dan sharing, terbuka, pada setiap event yang menjadi penanggung jawab
harus bergantian, dan melalui pendekan empati bukan sekedar simpati.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penenlitian ini bahwa Komunitas Hijabers
khususnya Hijabers Salatiga tidak semata-mata hanya memamerkan kecantikan,
menunjukkan mereka itu kalangan high class tapi dibalik pro-kontra mengenai
Komunitas Hijabers khususnya Hijabers Salatiga mereka juga berusaha
membentuk dan mengembangkan karakter agar menjadi lebih baik lagi.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................... i
LEMBAR BERLOGO ....................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ................................................ iii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................ iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................... v
MOTTO .............................................................................................. vi
PERSEMBAHAN............................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
D. Kegunaan Penelitian ............................................................ 5
1. Kegunaan Teoritik ........................................................... 5
2. Kegunaan Praktik ............................................................ 6
E. Penegasan Istilah .................................................................. 6
1. Persepsi ............................................................................ 6
xii
2. Pendidikan ...................................................................... 6
3. Karakter ........................................................................... 7
4. Pendidikan Karakter ........................................................ 7
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ...................................... 8
F. Metode Penelitian................................................................. 10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...................................... 10
2. Kehadiran Peneliti ........................................................... 11
3. Lokasi Penelitian ............................................................. 12
4. Sumber Data .................................................................... 12
5. Prosedur Pengumpulan Data ........................................... 13
6. Analisis Data ................................................................... 15
7. Pengecekan Keabsahan Data ........................................... 18
8. Tahap-tahap Penelitian .................................................... 20
G. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 21
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................. 23
A. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter .................. 23
1. Persepsi ............................................................................ 23
2. Pendidikan ....................................................................... 24
3. Karakter ........................................................................... 26
4. Pendidikan Karakter ........................................................ 30
B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ........................................... 35
xiii
C. Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga .......................... 43
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN
PENELITIAN.......................................................................
46
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................... 46
1. Sejarah Singkat Joglo Ki Penjawi ................................... 46
2. Sejarah Singkat Komunitas Hijabers Salatiga ................. 46
3. Visi dan Misi Hijabers Salatiga .......................................
4. Data Kepengurusan Hijabers Salatiga .............................
B. Gambaran Informan .............................................................
C. Temuan Penelitian ...............................................................
1. Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas
Hijabers Salatiga .............................................................
48
48
49
51
51
2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers
Kota Salatiga ...................................................................
59
3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan
Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga ........................ 61
4. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Pendidikan Karakter
di Komunitas Hijabers Salatiga .......................................
63
xiv
BAB IV PEMBAHASAN............................................................... 65
A. Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas
Hijabers Salatiga ..................................................................
65
B. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota
Salatiga .................................................................................
70
C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan
Karakter di Komunitas Hijabers Salatiga ............................ 72
D. Solusi dalam Mengatasi Hambatan Pendidikan Karakter di
Komunitas Hijabers Salatiga ................................................
75
BAB V PENUTUP ............................................................................. 76
A. Kesimpulan .......................................................................... 76
B. Saran .................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR LAMIRAN-LAMIRAN
LAMPIRAN 1 RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 2 LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 3 SURAT IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 4 SURAT BALASAN
LAMPIRAN 5 PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 6 TRANSKRIP WAWANCARA
LAMPIRAN 7 CATATAN OBSERVASI
LAMPIRAN 8 ARSIP FOTO PENELITIAN
LAMPIRAN 9
AGENDA KEGIATAN HIJABERS
SALATIGA
LAMPIRAN 11 SKK
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu proses atau usaha dari manusia dewasa
yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar,
dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup pada generasi
muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan
tugas-tugas hidupnya sebagai manusia sesuai dengan sifat- sifat hakiki dan ciri-
ciri kemanusiaannya. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai proses
internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga
membuat orang dan masyarakat beradab (Muslich, 2011:69). Pendidikan
berfungsi sebagai sarana untuk menyiapkan potensi-potensi yang dimiliki oleh
individu dan sebagai sektor penting dalam pembentukan dan pengembangan
karakter, khususnya pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga.
Menurut pandangan Islam, muslimah merupakan titik sentral dalam
pembentukan suatu bangsa.
Jika dilihat di era teknologi informasi yang semakin berkembang dalam
kehidupan masyarakat ini, memiliki dampak baik positif maupun negatif
terhadap pertumbuhan karakter bangsa. Semakin hari makin terasa
kemunduran moral, sikap, dan perilaku masyarakat. Kemunduran tersebut
ditandai oleh ketidakpedulian antar sesama, sikap tidak sopan santun, tidak
gotongroyong, tidak menjaga amanah, penyalahgunaan wewenang, dan yang
1
terjadi pada para pelajar diantaranya menyontek, tidak jujur, bolos sekolah,
tawuran, dan lain sebagainya. Begitu pula yang terjadi pada para muslimah
remaja hingga muslimah dewasa yang ditandai dengan ketidakpedulian mereka
terhadap etika berbusana. Permasalah tersebut tentu tidak lepas dari pendidikan
dan pembelajaran yang mereka dapatkan namun hanya bersifat akademik
semata, sedangkan pendidikan karakter mereka terabaikan. Menurut Raka
dalam buku Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, menyatakan bahwa krisis karakter bangsa ditandai oleh
beberapa hal diantaranya: “terlampau terlena oleh Sumber Daya Alam yang
melimpah, pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik,
surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme, kurang berhasil belajar dari
pengalaman bangsa sendiri” (Muslich, 2011:72).
Dilihat dari permasalahan remaja khususnya pada muslimah, tidak
terlepas dari pengaruh lingkungan mereka baik keluarga, teman pergaulan,
acara-acara di televisi, bahkan internet yang banyak menyajikan berbagai
informasi yang menjadi tumbuh kembang dalam pendidikan karakter remaja
khususnya muslimah saat ini.
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Zuchdi dkk, 2013:15).
2
Makna dari isi undang-undang tersebut bahwa pendidikan nasional
mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter
religius, berakhlak mulia, cendekiawan, mandiri, dan demokratis (Zuchdi dkk,
2013:15). Berkaitan dengan sifat-sifat mulia dan semakin pesatnya
perkembangan zaman terutama fashion dikalangan muslimah maka muncul
komunitas muslimah yang disebut sebagai “komunitas hijaber Salatiga” yaitu
kumpulan dari wanita-wanita muslim berjilbab di kota Salatiga. Komunitas ini
memiliki banyak anggota dengan berbagai latar belakang yang menjadi faktor
mereka dalam bergabung, yang mungkin sebelum mereka bergabung ada yang
belum mengenakan jilbab dan setelah bergabung menjadi termotivasi untuk
berjilbab.
Realitasnya banyak dari muslimah yang mengenakan jilbab, banyak
pula muslimah yang berjilbab tapi melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya,
dan tidak sedikit pula yang masih belum berjilbab bahkan banyak yang
mengumbar tubuhnya dengan berpakaian serba ketat dan tipis. Globalisasi juga
membuat muslimah mengikuti kiblat yang salah, banyak muslimah yang
terbawa arus globalisasi yang berefek negatif, misalnya saja mode-model
pakaian yang yang ditawarkan oleh produk-produk yang berbalut busana
muslim namun kenyataannya jauh dari pakaian muslim yang sebenarnya,
dengan model-model jilbab yang tidak standar. Namun anehnya banyak
muslimah yang lebih memilih model-model pakaian seperti ini, dengan
anggapan agar tidak terlihat kuno/ketinggalan zaman, hal ini menunjukkan
merosotnya karakter pada bangsa Indonesia dan khususnya di kota Salatiga.
3
Terkait hal tersebut, terdapat nilai-nilai karakter dalam membentuk
pribadi yang beradab diantaranya: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah
air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Samani dan
Hariyanto, 2013:9). Pendidikan dalam membangun karakter lebih menekankan
pada pengembangan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari, dalam
pendidikan karakter tidak cukup mengetahui apa yang baik namun yang
terpenting adalah menyemaikan kebaikan itu di hati dan menerapkannya dalam
tindakan. Oleh karena itu pendidikan karakter sangat diperlukan terutama pada
zaman sekarang yang semakin merosotnya moralitas khususnya pada
muslimah.
Maka dari itu peneliti akan mengadakan penelitian dengan mengangkat
judul, “PERSEPSI HIJABERS TENTANG PENDIDIKAN KARAKTER DI
KOMUNITAS HIJABERS KOTA SALATIGA TAHUN 2015” .
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti dapat memfokuskan
masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di komunitas
hijabers kota Salatiga?
2. Bagaimanakah model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota
Salatiga?
4
3. Apa sajakah faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan karakter
di komunitas hijabers kota Salatiga?
4. Bagaimanakah solusi dalam mengatasi faktor-faktor penghambat
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi hijabers tentang pendidikan karakter di
komunitas hijabers kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui model pendidikan karakter di komunitas hijabers kota
Salatiga.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan
karakter di komunitas hijabers kota Salatiga.
4. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi faktor-faktor penghambat
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan menjadi dua, pertama
kegunaan teoritik dan kedua kegunaan praktik.
1. Kegunaan Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritik sekurang-
kurangnya dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti,
masyarakat, khususnya komunitas hijabers kota Salatiga dalam bidang
pendidikan karakter.
5
2. Kegunaan Praktik
Secara praktik penelitian ini diharapkan dapat membantu menemukan
gambaran hidup komunitas hijabers kepada masyarakat umum khususnya di
kota Salatiga.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penafsiran judul, maka
penulis perlu adanya penjelasan berkenaan dengan beberapa istilah pokok
dalam penelitian ini.
1. Persepsi
Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterpretasikan
rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerimaan informasi
(sensory information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson,
persepsi merupakan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan,
mengecap, dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi
dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia (Adi,
1994:105). Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah tanggapan atau
pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu.
2. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang; usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses; cara; perbuatan mendidik (KBBI,
2003:263). Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik (Zuchdi, 2013:9). Sehingga dapat
6
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan suatu usaha untuk mewujudkan
suasana belajar mengajar agar peserta didik mampu mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya dan memiliki kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan.
3. Karakter
Scerenko (1997) mendefinisikan “karakter sebagai atribut atau ciri-
ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa” (Samani
dan Hariyanto, 2013:42). Menurut Robert Marine (1998), “karakter adalah
gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan
yang membangun pribadi seseorang” (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Jadi
dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri-ciri yang membedakan
seseorang atau kelompok atau bangsa dengan yang lain.
4. Pendidikan Karakter
Menurut Ratna Megawangi (2004), “pendidikan karakter merupakan
sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan
dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya”
(Kesuma dkk, 2012:5). Lickona (1991) mendefinisikan “pendidikan
karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang
memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis”
(Samani dan Hariyanto, 2013:44).
7
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun
pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan perilaku yang tercermin
pada setiap individu ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma
agama.
5. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
a. Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Zuchdi, 2011:168).
b. Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan (Zuchdi, 2011:168).
c. Toleransi: menerima secara terbuka orang lain yang tingkat
kematangannya, latar belakangnya berbeda (Samani dan Hariyanto,
2013:132).
d. Disiplin: sikap dan perilaku yang muncul sebagai akibat dari pelatihan
atau kebiasaan menaati aturan, hukum atau perintah (Samani dan
Hariyanto, 2013:121).
e. Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya (Zuchdi, 2011:168).
8
f. Kreatif: membangkitkan gagasan, menciptakan sesuatu yang asli/orisinil
atau mendesain ulang melalui keterampilan imajinatif (Samani dan
Hariyanto, 2013:104).
g. Mandiri: mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri dengan upaya sendiri
dan tidak bergantung kepada orang lain (Samani dan Hariyanto,
2013:131).
h. Demokratis: menghargai pendapat orang lain, toleran, terbuka, berprinsip
musyawarah untuk mufakat, bilamana perlu melakukan pemungutan
suara (voting) demi kepentingan rakyat, bukan semata-mata kepentingan
pribadi dan golongan, taat kepada aturan main (Samani dan Hariyanto,
2013:120).
i. Rasa Ingin Tahu: keinginan untuk menyelidiki dan mencari pemahaman
terhadap rahasia alam (Samani dan Hariyanto, 2013:104).
j. Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompok (Zuchdi, 2011:169).
k. Cinta Tanah Air: cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya
(Zuchdi, 2011:169).
l. Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain (Zuchdi, 2011:169).
9
m. Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain (Zuchdi,
2011:169).
n. Cinta Damai: sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadirannya (Zuchdi, 2011:169).
o. Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan baginya (Zuchdi,
2011:169).
p. Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
(Zuchdi, 2011:169).
q. Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Zuchdi, 2011:169).
r. Tanggung Jawab: menanggapi dengan cara yang pantas dan layak,
bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan (Samani dan
Hariyanto, 2013:104).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang menghasilkan data-data berupa
kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati dari fakta-fakta yang ada saat ini dengan tujuan untuk
10
menggambarkan keadaan atau status fenomena dari data-data yang
diperoleh dari obyek penelitian (J.Moleong, 2002:3). Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian fenomenologi, penelitian
ini mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena
pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa
individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak
ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji
(http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/jenis-jenis-penelitian-
kualitatif.html). Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi obyek yang alamiah, di mana peneliti sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis
data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif menekankan
makna (Sugiyono, 2006:9-10). Menurut sifatnya data kualitatif adalah data
yang tak berbentuk bilangan, data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan,
dan fakta-fakta yang tidak dapat dihitung dan diukur secara matematis
karena berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata), serta bersifat proses.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen penelitian, artinya
peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan
pengumpulan data, adapun karakteristik dalam penelitian ini adalah:
Pertama, peneliti menggunakan sistem wawancara tidak berstruktur, dengan
pemahaman tentang pendidikan karakter yang dimiliki oleh peneliti,
11
sehingga memungkinkan untuk mengembangkan pertanyaan untuk
wawancara secara mendalam. Kedua, peneliti mengadakan komunikasi
dengan obyek dengan menggunakan bahasa pertemanan agar lebih akrab
dan mudah dipahami, sehingga terjalin suasana yang baik antara peneliti dan
informan. Ketiga, peneliti mengumpulkan dan mencatat data secara
terperinci berkaitan dengan hal-hal yang bertalian dengan permasalahan
yang diteliti.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Komunitas Hijabers kota Salatiga
yaitu di Joglo Ki Penjawi Salatiga tahun 2015 sebagai bese camp sekaligus
sebagai kesekretariatan komunitas hijabers Salatiga.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini sumber data yang diperoleh, diantaranya
melalui:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data (Sugiyono, 2006:253). Sumber data primer dapat
diperoleh langsung dari lapangan yang dapat memberikan gambaran
keadaan, mengidentifikasi permasalahan, dan menjawab semua
pertanyaan dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah
ketua komunitas hijabers di kota Salatiga, para pengurus komunitas
hijabers di kota Salatiga, dan anggota yang tergabung dalam komunitas
hijabers di kota Salatiga.
12
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya melaui orang lain atau melalui
dokumentasi (Sugiyono, 2006:253). Sumber data sekunder dapat
diperoleh dari buku, jurnal, internet, artikel, majalah atau koran, serta
hasil penelitian lainnya. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu
berupa foto, catatan, dan arsip. Catatan dan arsip yang dimaksud adalah
struktur keanggotaan komunitas, jadwal kegiatan komunitas, dan
aktivitas pada event yang dilakukan komunitas.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data
primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari
lapangan yang dapat memberikan gambaran keadaan, mengidentifikasi
permasalahan, dan menjawab semua pertanyaan dalam penelitian.
Sedangkan data sekunder dapat diperoleh dari buku, jurnal, internet, artikel,
majalah atau koran, serta hasil penelitian lainnya. Data primer dapat
diperoleh melalui:
a. Wawancara
Esterberg (2002) menyatakan bahwa “wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk betukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dkonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”
(Sugiyono, 2006:260). Wawancara yang digunakan dalam penelitian
adalah wawancara tak berstruktur atau terbuka, yaitu wawancara yang
13
bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya
(Sugiyono, 2006:263). Wawancara ini digunakan dalam mencari data
melalui informan tentang pendidikan karakter pada muslimah di
komunitas hijabers kota Salatiga yakni ketua komunitas, para pengurus
komunitas, dan anggota yang tergabung dalam komunitas, serta peneliti
juga dapat mengetahui lebih mendalam tentang informan mengenai hal-
hal terkait dengan judul, sehingga dalam menginterpretasikan situasi dan
fenomena sesuai dengan yang terjadi. Pengumpulan data pada
wawancara dapat dilengkapi pula melalui observasi.
b. Observasi
Marshall (1995) menyatakan bahwa “melalui observasi peneliti
belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut” (Sugiyono,
2006:254). Observasi merupakan cara pengumpulan data melalui
pengamatan dan pencatatan langsung sesuai dengan keadaan riil di
lapangan. Observasi ini digunakan dalam mencari data tentang
pendidikan karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga
untuk memperoleh data yang berhubungan dengan gambaran riil dan
detail komunitas.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu
(Sugiyono, 2006:270). Dokumentasi merupakan materi tertulis yang
didasarkan pada catatan dan dokumen-dokumen yang digunakan untuk
14
melengkapi sebuah data yang diperlukan dalam penelitian. Dokumen-
dokumen tersebut bisa berupa foto, dokumen milik informan, dan hasil
wawancara yang didapat dari informan. Dokumentasi digunakan dalam
mencari data tentang pendidikan karakter pada muslimah di komunitas
hijabers kota Salatiga, dan diperlukan sebagai pelengkap dari
penggunaan metode wawancara dan observasi, sehingga akan lebih
kredibel/dapat dipercaya jika didukung oleh data-data dokumentasi.
6. Analisis Data
Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya menggunakan data yang
dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya secara teoritis. Sedangkan
pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan menggunakan pola
induktif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif
yang berupa kata-kata tertulis atau orang-orang dari pelaku yang dapat
diamati dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena
dari data-data yang diperoleh dari obyek penelitian yang kemudian
dilakukan analisis dengan cara:
a. Mendiskripsikan data dari informan
Analisis hendaknya membaca dan mempelajari secara teliti seluruh jenis
data yang sudah terkumpul. Setelah itu diusahakan agar satuan-satuan itu
dapat diidentifikasi dengan mendiskripsikan atau menggambarkan
keadaan dari obyek penelitian. Data tersebut diperoleh dari informan
ketika melakukan penelitian.
15
b. Memilah-milah sesuai dengan analisis penelitian kemudian dianalisis
oleh penulis
c. Proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
d. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan
tindakan.
e. Disimpulkan untuk menjawab tujuan penelitian
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi pemikiran kembali yang
melintas dalam pikiran penganalisa selama menulis dan merupakan suatu
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan dan mungkin begitu
seksama dan akan memakan tenaga dengan peninjauan kembali dalam
menjawab tujuan penelitian. Analisis ini sendiri akan dilakukan melalui
beberapa tahap, yaitu:
1) Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, dan sejenisnya, tapi yang paling sering digunakan adalah teks
yang bersifat naratif. Dengan mendisplay data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami (Sugiyono, 2006:280).
Pada langkah ini peneliti berusaha menyusun data yang relevan
sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki
16
makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan
data, membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang
sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapi
tujuan penelitian.
2) Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,
oleh karena itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data
yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan
memudahkan peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya
serta mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2006:277-278). Yang
peneliti lakukan dalam mereduksi data diantaranya:
a) Hasil wawancara maupun catatan lapangan yang masih umum dan
acak-acakan yang belum dapat dipahami, dengan reduksi maka
peneliti merangkum, mengambil data yang pokok dan penting,
sedangkan yang tidak penting dibuang.
b) Peneliti dalam mereduksi data akan memfokuskan pada komunitas
hijabers di kota Salatiga, karakter muslimah pada komunitas
hijabers di kota Salatiga, pendidikan karakter muslimah pada
komunitas hijabers di kota Salatiga, dan faktor-faktor penghambat
pendidikan karakter muslimah pada komunitas hijabers di kota
Salatiga.
17
c) Jika peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala
sesuatu yang dipandang asing, maka itulah yang harus dijadikan
perhatian dalam mereduksi data.
3) Kesimpulan dan Verifikasi
Data yang sudah dipolakan, difokuskan, dan disusun secara
sistematis melalui reduksi dan penyajian data yang kemudian
disimpulkan sehingga makna data dapat ditemukan. Untuk
memperoleh kesimpulan yang lebih mendalam, maka diperlukannya
data baru sebagai penguji terhadap kesimpulan awal. Tahap penarikan
kesimpulan dan verifikasi data diambil dari hasil reduksi dan
panyajian data merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan
sementara ini masih dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat
lain pada saat proses verifikasi data di lapangan. Jadi proses verifikasi
data dilakukan dengan cara peneliti terjun kembali di lapangan untuk
mengumpulkan data kembali yang dimungkinkan akan memperoleh
bukti-bukti kuat lain yang dapat merubah hasil kesimpulan sementara
yang diambil. Jika data yang diperoleh memiliki keajegan (sama
dengan data yang telah diperoleh) maka dapat diambil kesimpulan
yang baku dan selanjutnya dimuat dalam laporan hasil penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian ini terdapat beberapa kriteria
yang nantinya akan dirumuskan secara tepat, teknik pemeriksaannya yaitu
adanya kredibilitas yang dibuktikan dengan perpanjang pengamatan,
18
peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman
sejawat, analisis kasus negatif, dan dimintakan kesepakatan (membercheck)
(Sugiyono, 2006:302). Untuk mengetahui apakah data yang telah
dikumpulkan dalam penelitian memiliki tingkat kebenran atau tudak, maka
dilakukan pengecekkan data yang disebut validitas data. Untuk menjamin
validitas data maka dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Penelitian ini dalam
menguji keabsahan data dilakukan dengan beberapa bentuk meliputi:
a. Triangulasi Sumber
Menurut Patton (1987), “triangulasi sumber berarti
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda”
(Moleong, 2009:330). Dalam penelitian ini yang peneliti lakukan,
diantaranya:
1) membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan,
2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan
yang dikatakan secara pribadi,
3) membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumentasi,
4) data yang diperoleh dilakukan pada ketua komunitas dan pengurus
komunitas, data dari sumber tersebut tidak bisa dirata-ratakan tetapi
dideskripsikan, dikategorisasikan mana pandangan yang sama, mana
yang berbeda, dan mana yang spesifik dari sumber-sumber tersebut
19
sehingga dapat dianalisis oleh peneliti yang kemudian menghasilkan
suatu kesimpulan.
b. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik merupakan pengengecekkan data kepada
sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda (Sugiyono,
2006:307). Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengecekkan
terhadap data yang telah diperoleh melalui wawancara lalu dicek melalui
observasi ataupun dokumentasi. Bila dengan teknik-teknik tersebut
menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi
lebih lanjut kepada sumber data atau yang lainnya untuk memastikan
data yang sebenarnya.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Kegiatan administratif, yang meliputi pengajuan izin operasional untuk
penelitian dari rektor IAIN Salatiga selaku penanggung jawab, kemudian
menyusun pertanyaan untuk wawancara, serta melakukan administratif
lainnya.
b. Kegiatan lapangan yang meliputi:
1) Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, yaitu
pada komunitas hijabers Salatiga.
2) Menemui para pengurus dan anggota komunitas hijabers Salatiga
yang akan dijadikan objek penelitian.
20
3) Melakukan wawancara kepada para informan sebagai langkah untuk
pengumpulan data, kemudian observasi langsung ke lapangan secara
mendalam berkaitan dengan yang diteliti.
4) Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan
untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.
5) Mereduksi data dengan cara membuang data-data yang lemah atau
menyimpang.
6) Melakukan ferivikasi data untuk membuat kesimpulan-kesimpulan
sebagai deskriptif temuan penelitian.
7) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan.
G. Sistematika Penulisan
Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui urutan-urutan dalam
penulisannya, diantaranya:
BAB I PENDAHULUAN, berisi pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian yang meliputi: pendekatan dan jenis
penelitian, kehadiran peneliatian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekkan keabsahan data, tahap-tahap
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, berisi tentang kajian teori yang meliputi:
pengertian persepsi, pengertian pendidikan, pengertian karakter, pengertian
pendidikan karakter, model pendidikan karakter, faktor-faktor penghambat dan
21
pendorong dalam pendidikan karakter, dan solusi dalam mengatasi penghambat
pendidikan karkter.
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN, berisi paparan
data dan temuan penelitian yang menjelaskan tentang: gambaran umum lokasi
penelitian, gambaran informan terdiri dari: sejarah singkat, visi dan misi, data
kepengurusan, dan deskripsi hasil temuan penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN, pembahasan memuat tentang persepsi hijabers
tentang pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, model
pendidikan karakter di komunitas hijabers kota Salatiga, faktor-faktor
penghambat dan pendorong pendidikan karakter di komunitas hijabers kota
Salatiga, dan solusi dalam mengatasi faktor-faktor penghambat pendidikan
karakter di komunitas hijabers kota Salatiga.
BAB V PENUTUP, penutup memuat tentang: kesimpulan dan saran.
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Persepsi Tentang Pendidikan Karakter
Pembicaraan mengenai pendidikan karakter atau pendidikan yang
berbasis pada karkater menjadi pokok bahasan yang banyak dibicarakan baik
dalam lingkup pendidikan maupun masyarakat pada umumnya, karena perilaku
pada remaja saat ini sudah sangat memprihatinkan, sudah sangat jauh dari
akhlak yang mulia menurut pandangan Islam. Ini dikarenakan di tingkat
pendidikan terutama sekolah hanya mengutamakan tingkat intelegensi siswa
sedangkan pendidikan karakter mereka terabaikan. Berkaitan dengan ini, maka
akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian pendidikan karakter yang dijelaskan
secara terpisah.
1. Persepsi
Persepsi menurut McMahon adalah proses menginterpretasikan
rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerimaan informasi
(sensory information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson,
persepsi merupakan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan,
mengecap, dan mencium dunia di sekitar kita, dengan kata lain persepsi
dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami oleh manusia. (Adi,
1994:105). Menurut Brian fellow, persepsi adalah proses yang
memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Badaken, persepsi adalah sarana yang
23
memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan
kita. Phillip Goodracre dan jennifer follers, persepsi adalah proses mental
yang digunakan untuk mengenali rangsangan. Joseph A. Devito, persepsi
adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indera kita (Mulyana, 2013:180). Jadi dapat disimpulkan
bahwa persepsi adalah tanggapan atau pandangan seseorang mengenai
sesuatu yang dialami oleh setiap individu.
2. Pendidikan
Adapun pengertian pendidikan, diantaranya:
a. Driyarkara dalam buku Dikti Ditjen (1983/1984), mengemukakan bahwa
“pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda” (Ikhsan,
2003:4). Dictionary of Education menyebutkan bahwa pendidikan adalah
proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana ia
hidup, proses sosial di mana orang dihadapkan pada pengaruh
lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan
kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (Ikhsan,
2003:4).
b. Crow and Crow dalam buku Suprapto (1975), menyebutkan “pendidikan
adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi
individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat dan
24
budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi” (Ikhsan,
2003:5).
c. Menurut Ki Hajar Dewantara, “pendidikan umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelek), dan tubuh anak” (Ikhsan, 2003:5). Dalam GBHN tahun
1973 dikatakan bahwa “pendidikan hakikatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup” (Ikhsan, 2003:5).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha untuk mewujudkan suasana belajar mengajar agar
peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan
memiliki kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. Untuk mencapai
kesuksesan dalam pendidikan diperlukannya tujuan-tujuan dalam
pendidikan, diantaranya:
a. meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam
pendidikan,
b. menumbuhkan/menanamkan kecerdasan emosi dan spiritual yang
mewarnai aktivitas hidupnya,
c. menumbuhkan kemampuan berpikir kritis melalui pelaksanaan tugas-
tugas pembelajaran,
d. menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif
secara teratur dalam aktivitas hidupnya dan memahami manfaat dari
keterlibatannya,
25
e. menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang
dengan aktivitas belajar, dan
f. menumbuhkan pola hidup sehat dan pemeliharaan kebugaran jasmani
(Hidayatullah, 2010:5).
Pengertian dan tujuan dari pendidikan di atas, menunjukkan bahwa
pendidikan sangat penting sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Alaq:1-5
yang berbunyi:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dari ayat ini jelas, bahwa agama islam telah mendorong umatnya
senantiasa belajar dan menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar
baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu pengetahuan
lainnya.
3. Karakter
Beberapa pengertian karakter menurut para ahli, diantaranya:
a. Prof. Suyanto dalam buku Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan
Krisis Multidimensional, menyatakan bahwa “karakter adalah cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas dari tiap individu untuk
26
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, dan negara” (Muslich, 2011:70).
b. Hermawan Kartajaya mengemukakan sebagai berikut.
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu (manusia). Ciri khas tersebut adalah asli, dan
mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan
merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak,
bersikap, berujar, serta merespons sesuatu (Gunawan, 2012:2).
c. Scerenko (1997) mendefinisikan “karakter sebagai atribut atau ciri-ciri
yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan
kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa”
(Samani dan Hariyanto, 2013:42).
d. Robert Marine (1998), “karakter adalah gabungan yang samar-samar
antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi
seseorang” (Samani dan Hariyanto, 2013:42).
Jadi dapat disimpulkan bahwa karakter adalah ciri-ciri yang
membedakan seseorang atau kelompok atau bangsa dengan yang lain.
Berbagai literatur dikatakan, kebiasaan yang dilakukan secara berulang-
ulang yang didahului oleh kesadaran dan pemahaman akan menjadi karakter
seseorang (Munir, 2010:5). Karakter seseorang akan dipengaruhi oleh gen
(keturunan), gen hanya merupakan salah satu faktor pembentuk karakter
saja. Perkembangan karakter tiap individu tentulah berbeda satu dengan
yang lainnya. Perbedaan kecepatan, urutan, dan profil perkembangan
karakter sangat tergantung pada kondisi internal dan eksternal setiap
27
individu, perbedaan perkembangan karakter juga berlaku pada usia individu,
serta latar belakang kehidupan individu (Zuchdi, 2011:68). Dari beberapa
perbedaan tersebut, maka dapat diklasifikasikan faktor-faktor pembentukan
karakter individu diantaranya hal-hal yang mempengaruhi karakter dalam
majalah Maudiku: Cerdas-Kreatif-Ceria dan Berakhlak Mulia, Megawangi
mengatakan sebagai berikut.
“Karakter terbentuk dengan dipengaruhi oleh paling sedikit
lima faktor, yaitu: temperamen dasar (dominan, intim, stabil,
cermat), keyakinan (apa yang dipercaya, paradigma), pendidikan
(apa yang diketahui, wawasan kita), motivasi hidup (apa yang kita
rasakan, semangat hidup), dan perjalanan (apa yang telah dialami,
masa lalu kita, pola asuh dan lingkungan)” (Muidin, 2015:27).
Ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan proses pendidikan karakter yang pada setiap individu memiliki
corak yang berbeda-beda, pada dasarnya akibat adanya pengaruh dari
dalam diri manusia (insting) dan motivasi yang disuplai dari luar dirinya
seperti milieu/lingkungan, pendidikan, dan aspek wirotsah (keturunan).
a. Faktor insting (naluri)
Insting merupakan seperangkat tabiat yang dibawa manusia sejak lahir.
Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai motivator
penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku, misalnya insting ingin
tahu dan memberitahu, insting takut, insting suka bergaul, dll.
b. Faktor adat/kebiasaan
Adat/kebiasaan merupakan setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang
dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga
28
menjadi kebiasaan. Perbuatan yang telah menjadi adat kebiasaan tidak
cukup hanya diulang-ulang saja, tetapi harus disertai dengan kesukaan
dan kecendenrungan hati terhadapnya. Jadi terbentuknya kebiasaan itu
karena adanya kecenderungan hati yang diiringi perbuatan.
c. Faktor keturunan/wirotsah
Secara langsung maupun tidak langsung faktor keturunan sangat
mempengaruhi pembentukan karakter seseorang. Sifat-sifat pada diri
anak merupakan pantulan dari sifat-sifat orang tuanya.
d. Faktor milieu/lingkungan
Milieu artinya sesuatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi tanah
dan udara, sedangkan lingkungan manusia ialah apa yang
mengelilinginya. Milieu itu ada dua macam, yaitu:
1) Lingkungan alam
Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi alamnya
jelek, itu akan menjadi perintang dalam mematangkan bakat seseorang
karena hanya mampu berbuat sesuai kondisi yang ada, dan begitu pula
sebaliknya.
2) Lingkungan pergaulan
Manusia akan selalu berhubungan dengan manusia lainnya, oleh
karena itu dalam pergaulan akan saling mempengaruhi dalam pikiran,
sifat, dan tingkah laku.
(Zubaedi, 2011:178-183).
29
Faktor-faktor pembentuk karakter di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor keturunan memang berperan penting dalam pembentukan karakter
individu, namun pada usia-usia remaja faktor yang sangat berpengaruh
terhadap karakter individu adalah faktor lingkungan pergaulan, karakter itu
akan terbentuk baik jika individu itu bergaul dengan orang-orang/kelompok
yang baik, namun jika individu itu bergaul dengan orang-orang/kelompok
yang tidak baik maka individu itupun akan menjadi tidak baik. Akan sulit
bagi orang tua untuk merubah karakter anak yang sudah tercemar oleh
lingkungan yang tidak baik, karena sesuatu yang sulit dirubah dari diri
individu dan sesuatu yang menjadi kebiasaan individu itulah yang dikatakan
karakter.
4. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter saat ini merupakan topik yang banyak
dibicarakan di kalangan pendidik, karena pendidikan karakter sangat
dibutuhkan dalam mendidik karkater anak bangsa agar menjadi penerus
yang berkarakter mulia. Ada beberapa pengertian pendidikan karakter
menurut para ahli, diantaranya:
a. Ratna Megawangi, “pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk
mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya” (Kesuma
dkk, 2012:5).
30
b. Lickona, “pendidikan karakter merupakan upaya yang sungguh-sungguh
untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan
landasan inti nilai-nilai etis, atau upaya yang dirancang secara sengaja
untuk memperbaiki karakter para siswa” (Samani dan Hariyanto,
2013:44).
c. Scerenko menyatakan pengertian pendidikan sebagai berikut.
Pendidikan karakter dimaknai sebagai upaya yang
sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif
dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui
keteladanan, kajian, serta praktik emulasi (usaha yang maksimal
untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan
dipelajari) (Samani dan Hariyanto, 2013:45).
d. Menurut Elkind dan Sweet, “pendidikan karakter adalah upaya yang
disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-
nilai etis/susila” (Gunawan, 2012:23).
Jadi dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan dari
keseluruhan sifat, watak, dan perilaku yang tercermin pada setiap individu
agar lebih baik sesuai dengan norma-norma agama.
Dari pengertian pendidikan karakter di atas, maka fungi pendidikan
karakter adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan
berbangsa. Secara lebih khusus dan terperinci Kemendiknas (2011)
menyebutkan bahwa pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai
berikut:
31
a. Pembentukan dan pengembangan potensi
Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi
manusia atau warga negara Indonesia agar berpikir baik, berhati baik dan
berperilaku sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b. Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi untuk memperbaiki karakter manusia dan
warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan membentuk peran
keluarga, satuan pendidikan masyarakat dan pemerintah untuk ikut
berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi
manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju,
mandiri, dan sejahtera.
c. Penyaringan
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa
sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi
karakter manusia dan warga negara Indonesia agar lebih bermanfaat
(http://estiprihantara.blogspot.com/2013/05/pendidikan-karakter.html).
Karakter masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina
sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun “kritis”
bagi pembentukan karakter seseorang (Gunawan, 2012:28). Kemudian
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengemukakan lima
komponen pembentukan karakter siswa yang dimuat dalam republika pada
18 Juli 2015, ada lima komponen yang menjadi pilar gerakan penumbuhan
budi pekerti yang akan diterapkan Mendikbud, diantaranya:
32
a. Senyum, Sapa, Salam (3S),
b. nilai moral dan agama,
c. interaksi positif antar warga sekolah,
d. kecintaan pada tanah air dan bangsa, dan
e. perlu dibangun interaksi positif antara pihak sekolah dengan orang tua
(http://www.pendidikanguru.com/index.php/2015/07/18/menteri-anies-
kemukakan-lima-komponen-pendidikan-karakter/).
Adapun prinsip-prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang
efektif sesuai rekomendasi dari Kemendiknas (2010), diantaranya:
a. mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karkater,
b. mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku,
c. menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk
membangun karkater,
d. menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian,
e. memberi kesempatan pada peserta didik untuk menunjukkan perilaku
yang baik,
f. memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses,
g. mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik,
33
h. memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama,
i. adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter,
j. memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter, dan
k. mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karkater, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peresta didik
(Gunawan, 2012:35-36).
Indonesia dengan kekayaan alamnya akan sulit dikuasai manakala
bangsanya memiliki karkater yang kuat. Menurut Raka (2007), krisis
karakter bangsa kita disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Terlampau terlena oleh SDA yang melimpah.
b. Pembangunan ekonomi yang terlalu bertumpu pada modal fisik.
c. Surutnya idealisme, berkembangnya pragmatisme „overdoses‟.
d. Kurang berhasil belajar dari pengalaman bangsa sendiri (Muslich,
2011:72).
Ada beberapa faktor penyebab rendahnya pendidikan karkater,
diantaranya:
a. Sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter
tetapi lebih menekankan pengembangan intelektual.
34
b. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung pembangunan karakter
yang baik (Hidayatullah, 2010:17).
Rendahnya pendidikan karakter dipengaruhi oleh beberapa faktor di atas,
sehingga pada jenjang pendidikan tidak hanya mengedepankan
pengembangan intelektual anak saja, namun yang terpenting adalah sikap
atau moralnya yang lebih diutamakan. Dengan moral yang baik tentunya
intelektual yang dimiliki akan bermanfaat bagi kehidupannya.
B. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
1. Religius
Merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain (Wibowo, 2012:43). Jadi sebagai seorang
muslim diwajibkan untuk selalu menghormati agama orang lain, dan juga
diwajibkan bagi setiap umat beragama khususnya Islam untuk selalu
mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Jujur
Dalam pandangan umum, kata jujur sering dimaknai sebagai adanya
kesamaan antara realitas (kenyataan) dengan ucapan atau dengan kata lain
“apa adanya” (Kesuma dkk, 2012:16). Orang yang memilki karkater jujur
dicirikan oleh perilaku berikut:
a. jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah kebenaran dan
kemaslahatan,
b. jika berkata tidak berbohong (benar apa adanya),
35
c. jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa yang
dilakukannya.
Karakter ini merupakan salah satu karakter pokok untuk menjadikan
seseorang cinta kebenaran, apapun resiko yang akan diterima dirinya
dengan kebenaran yang ia lakukan (Kesuma dkk, 2012:17). Jujur
merupakan karakter yang dapat menarik orang lain untuk percaya, karena
orang jujur adalah orang yang dapat menjaga amanah.
3. Toleransi
Merupakan perilaku yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
(Wibowo, 2012:43). Toleransi berarti sikap atau perbuatan yang melarang
adanya diskriminasi terhadap orang-orang/kelompok yang berbeda
dengannya.
4. Disiplin
Merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan (Asmani, 2011:37). Disiplin adalah
kunci sukses karena disiplin akan berpengaruh besar terhadap kehidupan
seseorang. Disiplin akan menumbuhkan sifat yang teguh dalam memegang
prinsip, tekun dalam berusaha dan belajar, pantang mundur dalam
kebenaran, rela berkorban demi kepentingan agama, dan pantang putus asa.
5. Kerja Keras
Merupakan suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah
menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan/tugasnya sampai tuntas,
36
melainkan mengarahkan pada visi besar yang harus dicapai untuk
kebaikan/kemaslahatan manusia dan lingkungannya (Kesuma dkk,
2012:17). Bekerja keras berarti berusaha atau berjuang dengan sungguh-
sungguh. Berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mencapai suatu tujuan,
kemudian disertai dengan berserah diri (tawakal) kepada Allah SWT.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki (Wibowo, 2012:43). Kreatif lebih
dikenal dengan sesuatu yang baru, sehingga orang yang kreatif akan selalu
memunculkan ide-ide ataupun hasil karya baru yang tentunya bermanfaat
baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
7. Mandiri
Merupakan sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Asmani, 2011:38). Mandiri
akan memunculkan sikap kerja keras, tidak putus asa, dan mampu berpikir
panjang dalam mengatasi masalah karena orang yang mandiri akan terus
berusaha untuk melakukan segalanya sendiri meskipun terkadang
memerlukan bantuan orang lain.
8. Demokratis
Merupakan carara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain (Asmani, 2011:40).
Demokratis berarti sama rata, tidak membedakan hak dan kewajiban pada
setiap individu.
37
9. Rasa ingin tahu
Merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar (Asmani, 2011:38). Rasa ingin tahu merupakan salah
satu dorongan emosi yang berkaitan dengan perilaku, yaitu perilaku untuk
menemukan hal-hal baru yang positif sehingga dari rasa ingin tahu tersebut
seseorang akan bertambah pengetahuannya.
10. Semangat kebangsaan
Merupakan cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya (Asmani, 2011:40). Semangat kebangsaan menumbuhkan
sikap tidak egois yang hanya mementingkan kepentingan pribadi.
11. Cinta tanah air
Merupakan cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa (Wibowo,
2012:43). Mencintai Negeri yang didiami merupakan salah satu bentuk rasa
cinta terhadap tanah air, seperti berusaha dalam memajukan pendidikan di
Negeri kita sendiri dengan menumbuhkan akhlak yang mulia.
12. Menghargai prestasi
Merupakan perilaku yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain (Wibowo, 2012:43). Berkarya artinya mengerjakan
38
sesuatu sampai menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang.
Menghargai hasil karya orang lain dapat diapresiasi dalam bentuk mengikuti
kegiatan-kegiatan yang positif.
13. Bersahabat/komunikatif
Merupakan perilaku yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain (Wibowo, 2012:43). Seseorang
yang mudah bergaul dan pandai dalam berbicara akan lebih disenangi oleh
kebanyakan orang karena orang yang seperti itu nyaman untuk diajak
bicara.
14. Cinta damai
Merupakan sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Wibowo, 2012:43).
Cinta damai berarti tidak ingin mencari masalah dengan siapapun baik itu
dalam ucapannya maupun perkataannya, hidupnya akan merasa baik-baik
saja.
15. Gemar membaca
Merupakan suatu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya (Wibowo,
2012:43). Gemar membaca berarti menambah wawasan ilmu
pegetahuannya, sebagaimana Allah SWT memerintahkan Nabi saw untuk
membaca.
39
16. Peduli lingkungan
Merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
(Wibowo, 2012:43). Menurut Nenggala dalam artikel Sri Handayani
(2012) berpendapat bahwa indikator seseorang yang peduli lingkungan
adalah:
a. selalu menjaga kelestarian lingkungan sekitar,
b. tidak mengambil, menebang atau mencabut tumbuh-tumbuhan yang
terdapat di sepanjang perjalanan,
c. tidak mencoret-coret, menorehkan tulisan pada pohin, batu-batu, jalan
atau dinding,
d. selalu membuang sampah pada tempatnya,
e. tidak membakar sampah di sekitar perumahan,
f. melaksanakan kegiatan membersihkan lingkungan,
g. menimbun barang-barang bekas,
h. membersihkan sampah-sampah yang menyumbat saluran air
(http://mamagilang.blogspot.com/2012/11/kepedulian-
lingkungan.html).
Peduli lingkungan merupakan sikap menjaga, memperhatikan baik
lingkungan alam kita maupun lingkungan masyarakat kita. Dengan adanya
sikap peduli lingkungan maka hidup akan menjadi aman, nyaman, tentram,
dan lain sebagainya.
40
17. Peduli sosial
Merupakan perilaku yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan (Wibowo, 2012:44). Peduli sosial
telah dianjurkan pula dalam Islam, sebagaimana QS. Al-Kautsar:1-3 yang
berbunyi:
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang
terputus.
Dampak positif dari peduli sosial menurut Triatmini, antara lain:
a. terwujudnya sikap hidup gotong royong,
b. terjalinnya hubungan batin yang akrab,
c. menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan,
d. terjadinya pemerataan kesejahteraan,
e. menghilangkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya,
f. terwujudnya persatuan dan kesatuan,
g. menciptakan kondisi masyarakat yang kuat dan harmonis,
h. menghilangkan rasa dengki dan dendam
(http://pembelpai.blogspot.com/2011/01/bab-iii-kepedulian-sosial.html).
41
Sikap peduli sosial berarti peduli sesama dan akan menumbuhkan sikap
dermawan pada diri individu, karena masih banyak orang-orang yang
kurang atau bahkan tidak mampu yang memerlukan bantuan.
18. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanankan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia
lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
budaya), negara, dan Tuhan (Mustari, 2011:21). Tanggung jawab yang baik
berada pada perimbangan yang serasi antara perolehan hak dan penuaian
kewajiban. Sukanto dalam buku Nilai Karakter: Refleksi untuk Pendidikan
Karkater, menyatakan bahwa diantara tanggung jawab yang harus ada pada
manusia adalah tanggung jawab kepada Tuhan, untuk membela diri dari
ancaman yang datang, tanggung jawab diri dari kerakusan ekonomi,
terhadap keluarga, sosial kepada masyarakat sekitar, berpikir, dalam
memelihara hidup dan kehidupan (Mustari, 2011:23)
Dari tanggung jawab di atas dapat diringkas, bahwa tanggung jawab
terdiri dari:
a. Tanggung jawab personal
Orang yang bertanggung jawab pada dirinya adalah orang yang bisa
melakukan kontrol internal sekaligus eksternal. Ontrol internal adalah
satu keyakinan bahwa ia boleh mengontrol dirinya, dan yakin bahwa
kesuksesan yang dicapainya adalah hasil dari usahanya sendiri. Selain itu
kita juga perlu yakin terhadap faktor takdir sebagai kontrol eksternalnya.
42
Kemudian, jika tanggung jawab adalah beban maka setiap manusia
memiliki bebannya masing-masing, beban tersebut sebetulnya adalah
takdirnya (Mustari, 2011:24-25).
b. Tanggung jawab moral
Masyarakat umum beranggapan bahwa manusia bertanggung jawab atas
tindakannya dan akan mengatakan mereka layak mendapatkan pujian
atau tuduhan atas apa yang mereka kerjakan (Mustari, 2011:26).
c. Tanggung jawab sosial
Tanggung jawab sosial itu bukan hanya masalah memberi atau tidak
membuat kerugian kepada masyarakat tetapi bisa juga tanggung jawab
sosial merupakan sifat-sifat kita yang perlu dikendalikan dalam
hubungannya dengan orang lain (Mustari, 2011:27).
Tanggung jawab itu tidak hanya pada diri sendiri saja melainkan segala hal
yang kita lakukan baik untuk diri sendiri maupun orang lain adalah
tanggung jawab.
C. Komunitas Hijabers Salatiga
Komunitas merupakan sekumpulan orang atau kelompok yang hidup
dan saling berinteraksi di daerah tertentu; masyarakat; paguyuban (KBBI,
2003:586). Sedangkan hijabers yaitu berasal dari kata hijab dan ers. Hijab
adalah bahasa arab yang berarti penutup, penghalang yang bisa juga
dimaknakan sebagai kerudung atau penutup kepala. Sedangkan ers adalah kata
yang merujuk pada perkumpulan, atau pengikut suatu komunitas atau
komunitas tertentu. Komunitas hijabers adalah sekumpulan orang yang ingin
43
terlihat sama dalam satu pandangan dalam bergaya dan berbusana yang
berisikan wanita-wanita muslimah cantik dengan pakaian atau jilbab yang
penuh gaya dan tidak biasa. Ia memodifikasi pakaian dan gaya berhijab agar
lebih modis dan tidak terlihat atau dipandang kuno (http://repository.uin-
suska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf). Tujuan dibentuknya komunitas hijabers
hijabers Salatiga yaitu untuk Menjadi komunitas yang berguna bagi sesama,
serta menjadi wadah positif bagi muslimah untuk belajar dan saling berbagi.
Apabila seseorang masuk ke dalam suatu kelompok, pada umumnya ia
tidak serta merta masuk dalam kelompok yang bersangkutan, tetapi ada
tahapan-tahapan tertentu. Menurut Johnson (2000), ada beberapa tahap dimana
orang akan masuk dalam kelompok yaitu:
1. Prospective Member
Dalam tahapan ini, baik calon anggota maupun kelompok yang dimasuki
masing-masing mengadakan evaluasi atau penilaian. Calon anggota akan
melihat banyak hal baik yang akan menguntungkan ataupun merugikan
dirinya didalam komunitas tersebut, sedangkan bagi kelompok yang
dimasuki, memberikan informasi yang dibutuhkan oleh calon anggota.
2. New Member
Tahapan ini, anggota baru akan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang
dituntut oleh kelompoknya. Ia akan memperoleh status dan peran dalam
komunitasnya.
44
3. Full Member
Dalam tahapan ini, anggota yang sudah cukup mapan dalam kelompoknya
sehingga memungkinkan memperoleh status dan peran yang berbeda
dengan saat ia berkedudukan sebagai new member.
4. Marginal member
Dengan segala perkembangan, anggota yang mungkin memiliki keraguan
terhadap kelompok yang bersangkutan, anggota mungkin merasa sudah
tidak cocok dengan norma-norma yang sudah ada di dalam kelompoknya,
sehingga ia tidak sepenuh hati ada dalam kelompok yang bersangkutan
tersebut.
5. Ex- Member
Dalam tahapan ini anggota yang bersangkutan sudah tidak terkait pada
kelompok semula dan ada kemungkinan ia berpindah ke kelompok lainnya.
(http://repository.uin-suska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf).
Jika dalam komunitas Hijabers Salatiga, tahapan keanggotaan mereka
melalui tahap Prospective Member, New Memeber, dan Full Member. Karena
mereka yang tergabung dalam Hijabers Salatiga merasa banyak pengetahuan
dan kegiatan yang diadakan selalu menarik, sehingga jarang dari mereka yang
ke luar kecuali karena masalah keluarga.
45
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat Joglo Ki Penjawi
Joglo Ki Penjawi berdiri pada bulan Juni 2011 atau sekitar 4 tahun
yang lalu, yang didirikan oleh Bpk. Ir. H. Gunawan Herdiwanto dan nama
Joglo Ki Penjawi ini diambil dari nama jalan, karena letak Joglo tersebut di
Jl. Ki Penjawi. Didirikannya Joglo Ki Penjawi ini mulanya karena Bapak
Gunawan senang dengan adat budaya Jawa dan senang mengumpulkan
barang-barang kuno serta unik. Joglo Ki Penjawi terletak di Jalan Ki
Penjawi No. 14, Sidorejo Lor, Salatiga, Provinsi Jawa Tengah. Joglo Ki
Penjawi ini memiliki ketinggian 700 m di atas permukaan laut, 7
o18‟28.4”S
dan 110o29‟42.5”E. Lokasinya jika ditempuh melalui Jl. Diponegoro,
Sidorejo Lor kota Salatiga yang berada di kanan jalan raya, di kanan jalan
raya terdapat gang arah ke Rumah Sakit ANANDA sekitar + 500 meter dari
jalan utama Solo-Semarang.
2. Sejarah Singkat Komunitas Hijabers Salatiga
Hijabers Salatiga berdiri di Salatiga pada 26 Juni 2012 yang
merupakan kumpulan dari muslimah-muslimah berjilbab di Salatiga dengan
tujuan mengajak muslimah yang belum memakai jilbab agar tertarik
memakai, dan bagi yang sudah pakai jilbab menjadi istiqomah dalam
berjilbab (tidak lepas jilbab). Berdirinya Hijabers Salatiga dikarenakan di
46
kota Salatiga ini belum terdapat komunitas Hijabers sedangkan di kota lain
seperti Solo, Semarang, dan kota-kota besar lainnya sudah ada komunitas
hijabers. Kemudian dari komunitas hijabers di Solo inilah yang menjadi
awal berkecimpungnya Tyas Rara dalam hijabers, sekaligus menjadi
penggagas dalam terbentuknya Komunitas Hijabers Salatiga.
Namun dalam pembentukan Hijabers Salatiga ini tidaklah mudah,
karena awal terbentuknya Hijabers Salatiga hanya beranggotakan 5 orang
saja dan setiap event selalu merekrut anggota-anggota baru, seperti event
pertama Hijabers Salatiga yaitu Beauty class and hijab class yang
bekerjasama dengan Wardah kosmetik hingga acara itupun sukses dengan
bertambahnya anggota mereka menjadi 13 orang yang sekaligus menjadi
pengurus tetap Hijabers Salatiga. Hijabers Salatiga beranggotakan 100
orang lebih anggota dari berbagai macam latar belakang yang dibentuk
dalam suatu susunan komite serta tugas-tugas dalam komite Hijabers
Salatiga yang telah disepakati bersama oleh masing-masing anggota
Hijabers Salatiga. Masing-masing anggota mempunyai tugas-tugas dan
peranan penting dalam suatu kegiatan hijabers. Untuk kepengurusan
Hijabers Salatiga dimulai dari usia SMA-28 tahun, sedangkan member
Hijabers Salatiga mulai dari usia SMP-lansia, ini menunjukkan bahwa
Hijabers Salatiga tidak dibatasi oleh usia atau status, baik tua maupun muda,
menikah ataupun belum menikah. Setiap aktivitas komunitas Hijabers
Salatiga seperti rapat kepengurusan atau rapat pelaksanaan kegiatan
47
diadakan di sekretariat Hijabers Salatiga. Alamat sekretariat hijabers
Salatiga di Rumah Makan Joglo Ki Penjawi.
3. Visi dan Misi Hijabers Salatiga
Visi dari Hijabers Salatiga yaitu: sebagai sarana edukasi bagi
muslimah untuk tampil cantik dan syar‟i.
Misi dari Hijabers Salatiga yaitu:
a. untuk memperdalam dan berbagi ilmu pengetahuan tentang Islam,
b. menjadi wanita muslimah itu tidak hanya cantik fisik tetapi juga cantik
hati melalui berbagai acara positif, dan
c. untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama muslimah baik di
Salatiga maupun Indonesia.
(Sumber: arsip Hijabers Salatiga)
4. Data Kepengurusan Hijabers Salatiga
Adapun data kepengurusan di Hijabers Salatiga, sebagai berikut:
a. Penasehat : Ibu Titik Kirnaningsih, SE.
b. Pembina : Ibu Titik Kristiana Anggraini, S.Pd.
c. Ketua : Tyas Rara Sindu
d. Wakil Ketua : Hana Nur Oktinafia
e. Sekretaris : Affina Maulida
f. Bendahara : Tri Ayu Tristiani
g. Humas : Yashinta Putri
Puput
h. Devisi Edukasi : Nica
48
Nurma
i. Devisi Sosial : Aninditya Laras
Illiyun Falikha
Astni Furaida
j. Devisi Belanja : Laila Ma‟ruf
Warida Fibri Ardiana
Dalam kesempatan kali ini penulis mengadakan wawancara dengan
beberapa narasumber yang telah memberikan informasi kepada penulis
berkenaan dengan judul penelitian yang diambil. Para informan tersebut
adalah ketua Hijabers Salatiga, beberapa pengurus Hijabers Salatiga, dan
beberapa anggota Hijabers Salatiga yang turut andil dalam mensukseskan
tujuan Hijabers Salatiga.
B. Gambaran Informan
1. TR, lahir di Kab. Semarang pada 12 Desember 1990, beralamat di Jl.
Fatmawati RT/RW 01/05, Kesongo, Tuntang, Kab. Semarang. TR
merupakan pengurus komunitas Hijabers Salatiga sekaligus menjabat
sebagai ketua Hijabers Salatiga. Memulai di jenjang pendidikan SD SMP
SMA kemudian melanjutkan kuliahnya di UDINUS Semarang, hingga TR
lulus dan menyandang gelar S1-Komputer. Namun tidak hanya sebagai
ketua di Komunitas Hijabers Salatiga, TR juga menggeluti bidang fashion
designer, membuat tutorial-tutorial hijab stylish nan syar‟i, hijab illustrator.
TR juga telah mengeluarkan berbagai gaya untuk berhijab cantik namun
tetap syar‟i serta menjajal dunia fashion muslimah blog agar karya-karyanya
49
dapat dikenal oleh masyarakat dan dapat menjadikan inspirasi bagi semua
wanita muslim di Indonesia atau bahkan sampai ke penjuru Dunia. Terbukti
gaya berhijabnya banyak ditiru oleh perempuan-perempuan muda muslimah
disekitarnya.
2. D OSSY, merupakan salah satu pengurus di Hijabers Salatiga yang
beralamat di Tegalrejo RT/RW 04/02, Kec. Tengaran, Kab. Semarang. D
OSSY merupakan lulusan IAIN Salatiga S1-PAI yang sekarang tengah
mengajar di Ampel.
3. AH, lahir di Kab. Semarang pada 16 September 1991 dan beralamat di
Plumbon, RT/RW 16/04 Kec. Suruh Kab. Semarang. AH ingin selalu bisa
menjadi orang yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang
lain, oleh karena itu kini Ia menjadi seorang fisioterapi untuk membantu
orang-orang yang bermasalah dengan kesehatan oto, saraf, dan tulang
mereka. AH merupakan salah satu pengurus di Hijabers Salatiga lebih
tepatnya sebagai bendahara, dan AH merupakan seorang fisioterapi di RS
Puri Asih serta di Klinik Keluarga Sehat. Dia pernah mengenyam
pendidikan di SD Negeri 02 Plumbon yang lulus pada tahun 2003/2004,
kemudian SMP dan SMA diselesaikannya di Salatiga yaitu di SMP Negeri 3
Salatiga pada tahun 2006/2007, dan SMA Negeri 2 Salatiga pada tahun
2009/2010, kemudian melanjutkan studinya di D3 Fisioterapi di UMS pada
tahun 2012/2013, serta melanjutkan S1 Fisioterapi di UMS tahun 2014/2015.
Baginya menjadi orang yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain
50
adalah moto hidupnya yang terus memberikan semangat hidup, khususnya
untuk membantu orang-orang yang sedang kurang atau bahkan tidak sehat.
4. ML, merupakan salah satu member Hijabers Salatiga yang bertempat
tinggal di Tegalrejo RT/RW 04/02, Kec. Tengaran, Kab. Semarang. ML
dilahirkan pada 21 Mei 1995 yang pernah menempuh jenjang pendidikan di
SD Tegalrejo 1, kemudian SMP 1 Tengaran, dilanjutkan di SMA 1
Tengaran, dan sekarang sedang kuliah di IAIN Salatiga semester 7 yang
aktif di organisasi Teater Getar IAIN Salatiga yang menjabat sebagai
bendahara, serta ML pun aktif di Desanya dengan mengikuti Karang Taruna
yang menjabat sebagai sekertaris.hiduplah sesuai masanya itulah yang
menjadi motto hidupnya.
5. IN, merupakan salah satu member Hijabers Salatiga yang bertempat tinggal
di Calombo, RT/RW 02/04, Lopait, Kec. Tuntang, Kab. Semarang. IN lahir
di Kab. Semarang pada 7 Juni 1994, Ia berasal dari latar belakang keluarga
yang cukup kental dengan agamanya. Dulu Ia pernah mengenyam
pendidikan di MI Ma‟arif Tuntang, kemudian Ia meneruskan di MTs Negeri
Salatiga, dan SMA Negeri 3 Salatiga, saat ini Ia sedang menempuh tugas
akhir kuliahnya di IAIN Salatiga.
C. Temuan Penelitian
1. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas
Hijabers Kota Salatiga
Hakikatnya pendidikan karakter adalah suatu usaha untuk melakukan
perubahan maupun pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan
51
perilaku yang tercermin pada setiap individu ke arah yang lebih baik sesuai
dengan norma-norma agama. Terutama pada era saat ini yang semakin
menurunnya moralitas manusia, untuk itu diperlukannya pendidikan
karakter baik disetiap jenjang pendidikan maupun di lingkungan sekitar, dan
yang paling berpengaruh pada karakter individu adalah didikan semasa ia
kecil yaitu di lingkungan keluarga yang selanjutnya adalah lingkungan
pergaulannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan karakter di
Komunitas Hijabers Salatiga, para pengurus Hijabers Salatiga memaknai
pendidikan karakter seperti yang diungkapkan oleh TR.
“Karakter merupakan cerminan dari seseorang, jadi
pendidikan karakter adalah proses belajar untuk menjadi diri
sendiri” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Dilanjutkan oleh D OSSY yang menyatakan.
“Karakter merupakan sesuatu yang melekat pada diri
individu, sehingga pendidikan karakter adalah pembelajaran yang
mengarahkan pada sifat yang lebih baik” (Wawancara 14 Agustus
2015, pukul 15.20 WIB).
Ditegaskan lagi oleh AH.
“Karakter adalah sifat seseorang atau pembawaan diri dari
seseorang tersebut, maka pendidikan karakter merupakan
pengenalan dari sifat-sifat seseorang antara mana yang salah dan
mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk”
(Wawancara 15 Agustus, pukul 16.30 WIB).
Dari beberapa pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan
pada cerminan tiap individu agar lebih baik. Dari pengertian tersebut jelas
52
bahwa pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk menyeimbangi
moralitas saat ini, sebagaimana fungsi dan tujuan dari pendidikan karakter
itu sendiri, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan
berbangsa. Namun untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan
karakter itu tidak mudah, ada beberapa faktor yang ikut serta dalam
pembentukan karakter individu seperti:
a. Faktor internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat
manusia yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor
internal tersebut diantaranya:
1) Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan
hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia
memenuhi kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat
yang ada di hijabers yaitu bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya
seperti makan akan memiliki karakter yang membawanya kepada
kesederhanaan, tidak berlebihan.
2) Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman,
penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Seperti pada hijabers
yang berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter
penakut, orang yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan
penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh dan lain-lain.
Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya,
maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.
53
3) Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk
cara berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke
dalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang
selanjutnya mempengaruhi karakternya.
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri manusia, namun
secara langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut
diantaranya faktor keluarga dalam membentuk karakter anak, kemudian
faktor sosial yang berkembang di masyarakat yang kemudian disebut
budaya, serta lingkungan pendidikan yang begitu banyak menyita waktu
pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal seperti sekolah atau
pendidikan informal seperti media massa, media elektronik atau masjid.
Beberapa faktor pembentuk karakter di atas yang paling berpengaruh
adalah faktor eksternal seperti lingkungan sosial yang secara tidak langsung
dapat mempengaruhi karakter seseorang, begitu pula di komunitas hijabers
kota Salatiga. Lingkungan sosial merupakan kekuatan masyarakat serta
berbagai sistem norma disekitar individu atau kelompok manusia yang
mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka (KBBI,
2003:675). Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa lingkungan sosial
mempunyai peran penting dalam karakter seseorang. Begitu pula lingkungan
yang ada di sekitar Hijabers Salatiga akan berpengaruh pada karakter muslimah
di komunitas tersebut. Lingkungan sosial itu, terdiri dari:
a. Lingkungan keluarga
Al-Ghazali mengatakan:
54
“Dan anak adalah suatu amanat Tuhan kepada kedua orang
tuanya, hatinya suci bagaikan juhar yang indah sederhana dan bersih
dari segala goresan dan bentuk. Ia masih menerima segala apa yang
digoreskan kepadanya dan cenderung kepada setiap hal yang
ditujukan kepadanya”.
Dari perkataan diatas, dapat dinyatakan bahwa tanggung jawab
keluarga yakni kedua orang tua terhadap pendidikan anaknya yang meliputi
dua macam alasan, yaitu:
1) Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dan sederhana.
Hal ini menunjukkan bahwa anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan
belum dapat berbuat apa-apa, sehingga masih sangat menggantungkan
diri pada orang lain yang lebih dewasa.
2) Kelahiran anak di dunia ini, adalah merupakan akibat langsung dari
perbuatan kedua orang tuanya. Oleh karena itu kedua orang tua sebagai
orang yang telah dewasa harus menanggung (bertanggung jawab) resiko
yang timbul sebagai akibat perbuatannya.
Demikian itu Al-Ghazali mengambil dasar hukumnya dari Al-Qur‟an:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”
55
Jika di komunitas hijabers kota Salatiga, latar belakang keluarga dari
informan peneliti yaitu ada yang memang dari keluarga yang taat beragama
karena orang tuanya merupakan pendiri sebuah Pondok Pesantren seperti
TR, ada pula yang tumbuh dari lingkup keluarga biasa dalam beragama
seperti D OSSY.
b. Lingkungan pergaulan
Lingkungan teman-teman yang jahat mempunyai pengaruh yang
negatif terhadap perkembangan anak, bukan hanya perkataannya saja tetapi
seluruh perilaku atau perbuatannya. Jadi dapat dikatakan bahwa lingkungan
pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap
perkembangan anak (Zulfa, 2013:23-24).
Begitu pula yang dikatakan oleh TR, D OSSY, AH, bahwa:
“karakter seseorang dapat dibentuk, tergantung lingkungan
disekitar mereka. Jika lingkungannya baik maka akan membentuk
karakter yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Seperti yang
dikatakan Nabi, „jika kita berteman dengan tukang jual minyak
wangi maka kita akan tertular wanginya‟” (Wawancara 13-15
Agustus 2015).
Dalam membentuk karakter tidaklah mudah, karena karakter
merupakan sesuatu yang sulit dirubah maka dari itu lingkungan keluarga
atau orang tua harus segera membentuk karakter anaknya sejak dini, jika
karakter anak dibentuk setelah ia dewasa atau remaja maka akan sulit untuk
merubahnya apalagi jika karakter yang melekat adalah karakter yang buruk.
Seperti yang diungkapkan oleh IN.
“Karakter seseorang itu bisa dibentuk dengan cara
pembiasaan, karena yang bisa mempengaruhi karakter itu kan salah
56
satunya faktor lingkungan seperti kita sehari-harinya berteman atau
bergaul dengan siapa, karena sudah terbiasa bergaul dengan
mereka maka dari kebiasaan itu yang menjadikan karakter
seseorang” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB).
Ditambahkan pula oleh ML.
“Karakter itu sendiri bisa dibentuk, caranya mungkin kita
ngajak ke lingkungan orang dengan karakter yang baik atau lebih
baik” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB).
Karakter seseorang dapat dibentuk melalui lingkungan, terutama
lingkungan pergaulan sangat berpengaruh sekali terhadap pengembangan dan
pembentukan karakter seseorang, seperti yang dialami oleh D OSSY.
“Sebenarnya aku dulu sebelum gabung di Hijabers Salatiga
belum sepenuhnya berhijab bahkan dulu hijab hanya sebagai
formalitas saja karena aturan kampus, namun setelah gabung dengan
Hijabers Salatiga aku sudah mulai memakai hijab meskipun masih
pasang copot karena hati yang belum sreg sepenuhnya, namun karena
ada aturan di Hijabers Salatiga itu sendiri bahwa pengurus maupun
anggota Hijabers Salatiga diwajibkan untuk berhijab. Mulai dari
situlah aku benar-benar memakai hijab hingga saat ini” (Wawancara
14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).
Dari pengalaman D OSSY di atas jelas bahwa teman atau kelompok bergaul
akan mempengaruhi karakter seseorang, akan menjadi baik atau jahat/buruk
itu tergantung lingkungannya.
Tujuan dibentuknya karakter itu adalah untuk menumbuhkan
karakter positif, seperti 18 nilai karakter bangsa yaitu: religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab (Wibowo, 2012:43-44).
57
Pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas Hijabers
Salatiga menurut D OSSY.
“Berupa dakwah melalui trend masa kini kebetulan adalah
fashion” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).
Kemudian ditambahkan oleh TR.
“Pendidikan karkater yang diterapkan pada Hijabers
Salatiga itu yang jelas tetap religi, ngajak pakai hijab, sharing”
(Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Pendidikan karakter dapat diterapkan atau dibentuk tidak hanya
melalui jenjang pendidikan saja, namun lingkungan baik keluarga,
masyarakat, dan teman bergaul pun sangat menentukan karakter seseorang.
Seperti yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga yang menerapkan fashion
sebagai pendidikan karakter di Komunitas tersebut. Fashion memang tidak
akan pernah surut, bahkan akan semakin berkembang seiring dengan
kemajuan IPTEK. Kini banyak designer-designer muda berbakat yang
mencari celah dalam keadaan zaman sekarang untuk mengembangkan dan
merubah pola pikir masyarakat terutama para muslimah baik muda, tua,
maupun lansia yang memandang bahwa wanita berhijab itu identik dengan
kuno/ketinggalan zaman, oleh karena itu Hijabers Salatiga dibentuk untuk
mengubah pola pikir mereka dan mengajak para muslimah agar berbusana
(berhijab dan berpakaian) sesuai dengan ajaran Islam, salah satunya adalah
yang dikemukakan TR.
“Dahulu hijab atau jilbab dianggap ketinggalan zaman,
sehingga jarang peminatnya. Padahal hijab merupakan perintah
58
Allah, dengan adanya style atau fashion berhijab orang-orang mulai
tertarik, dan cara ini lebih manjur serta menyenangkan”
(Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Pendidikan karakter diberikan untuk menyelesaikan masalah-
masalah atau problematika yang dihadapi masyarakat khususnya wanita-
wanita muslim di Salatiga, selain itu pendidikan karakter juga di arahkan
dalam perubahan perilaku yaitu pembentukan karakter muslimah. Karakter
muslimah yang diinginkan komunitas Hijabers Salatiga adalah karakter
yang baik, karakter yang mengarah ke perubahan positif bagi kemajuan dan
perkembangan zaman. Pendidikan karakter melalui fashion (busana yang
terkandung di dalamnya adalah pakaian dan hijab) hadir dalam komunitas
Hijabers Salatiga diharapkan mampu berkontribusi dalam perubahan
perilaku muslimah ke arah yang lebih baik lagi. Busana berpengaruh dengan
pembentukan karakter muslimah, meskipun secara genetis karakter
merupakan unsur bawaan, akan tetapi faktor lingkungan, teman, dan
sebagainya sangat berpengaruh.
2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota
Salatiga menggunakan dua penguatan, yaitu:
a. Penguatan Agama
Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam
penguatan agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab
bagi para muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab: 59
59
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang”.
Sesuai dengan ayat di atas, maka hijabers berusaha untuk mengajak
muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab
dan bagi yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan
jilbab. Hijabers dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan
berbagai event seperti hijab class, pada event ini hijabers memberi
informasi mengenai jilbab dan memberikan beberapa model jilbab yang
bisa dikenakan sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan cara ini akan
menarik muslimah lain agar tertarik untuk mengikuti event tersebut dan
tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan gaya yang tidak
ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan terbentuk
karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu berusaha
untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya.
b. Penguatan Solidaritas
Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap
selalu terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik
60
antar sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas
umumnya. Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa
event menarik dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class
and hijab class, buka bersama di Panti Asuhan Darul Hadlonah, dan lain
sebagainya. Dengan mengadakan event-event di hijabers, secara tidak
langsung melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dengan
cara yang sopan, akrab yang disesuaikan dengan lawan bicaranya,
menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain sebagainya. Melalui
penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter komunikatif, peduli
sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, dan disiplin.
(Sumber: data hasil observasi)
3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter pada
Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga
Tak semua yang dilakukan semudah seperti membalikkan telapak
tangan, terutama untuk membentuk dan mengembangkan karakter muslimah
di Komunitas Hijabers Salatiga, banyak pandangan-pandangan negatif yang
dilontarkan bagi Hijabers umumnya dan khususnya Hijabers Salatiga. Ada
beberapa faktor yang menjadi kendala dalam membentuk dan
mengembangkan karakter tersebut, diantaranya:
a. Faktor internal
Faktor internal ini terdiri dari: kurangnya keterbukaan, melalaikan
tanggung jawab, sebagaimana yang diungkapkan oleh D OSSY.
61
“Faktor yang menjadi penghambat/kendalah sih biasanya
susah buat menyamakan pendapat dari tiap individu, terus
melalaikan tanggung jawabyang diberikan seperti saat ada event,
individu yang ditugaskan untuk suatu hal malah terlambat datang
akhirnya yang lain yang repot” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul
15.20 WIB).
Ditambahkan oleh TR.
“Faktor kendalanya itu susah diajak kumpul untuk sharing
dan ada beda pendapat juga” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul
15.00 WIB).
Diperjelas lagi oleh AH.
“Kalau hambatan/kendala lebih ke individunya masing-
masing soalnya kita gak bisa maksa seseorang untuk sependapat
sama jiwa Hijabers Salatiga itu sendiri” (Wawancara 15 Agustus
2015, pukul 16.30 WIB).
Jelas bahwa kendala dalam membentuk dan mengembangkan
pendidikan karakter di Komunitas Hijabers Salatiga dalam hal internal
ada pada diri individu itu sendiri.
b. Faktor eksternal
Sedangkan faktor eksternal yang menjadi kendalanya adalah
berita-berita negatif dari masyarakat terhadap Hijabers yang mengatakan
bahwa Hijabers itu hanya mengandalkan kecantikan, dan memamerkan
kekayaan karena identik dengan high class, dengan pandangan seperti ini
akan menyurutkan tekad dan niatan para muslimah untuk bergabung
dengan Hijabers Salatiga sebagai jalan dakwah para muslimah untuk
mensyiarkan busana bagi para muslimah.
62
Sedangkan faktor pendorong bagi Hijabers Salatiga untuk
menerapkan pendidikan karakter pada para muslimah yaitu sesuai dengan
visi, misi, dan tujuan dari Hijabers Salatiga itu sendiri yang ingin
mendakwahkan hijab, sebagai sarana edukasi untuk tampil cantik dan syar‟i,
untuk memperdalam ilmu tentang agama, dan untuk menjalin silaturahmi.
4. Solusi dalam Mengatasi Penghambat Pendidikan Karakter pada
Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga
Adapun solusi-solusi yang ditawarkan untuk mengatasi beberapa
kendala di atas, menurut D OSSY.
“Kalau masalah internal menurutku dilakukan dengan
sharing-sharing gitu, karena tiap anggota mau gak mau harus
terbuka, terus kita juga harus bisa memahami karakter/sifat tiap
individu gak Cuma karakter diri sendiri tapi orang lain juga penting.
Terus kalau eksternal dilakukan dengan bicara kepada mereka
dengan cara empati bukan simpati, kemudian dengan cara
memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan komunitas
khususnya komunitas Hijabers Salatiga” (Wawancara 14 Agustus
2015, pukul 15.20 WIB)..
Kemudian dilanjutkan menurut TR.
“Untuk mengatasi kendala tersebut diusahakan untuk bisa
kumpul-kumpul bareng, sharing, terus gantian dalam penanggung
jawab dalam event-event yang diselenggarakan” (Wawancara 13
Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).
Ditambahkan oleh AH.
“Solusinya yaitu diadakan pendekatan-pendekatan secara
pribadi aja sama bikin acara-acara yang orang-orang tertarik untuk
ikut acara Hijabers Salatiga lagi biar orang-orang yang kurang
atau bahkan belum mengemukakan pendapatnya bisa ikut serta
memberi ide untuk acara-acara Hijabers Salatiga” (Wawancara 15
Agustus 2015, pukul 16.30 WIB).
63
Kemudian ditambahkan lagi oleh IN.
“Solusinya menurut saya yaa harus dilatih diterapkan dan
selalu terbuka” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB).
Dari solusi-solusi yang dinyatakan oleh beberapa pengurus dan
anggota di atas bahwa secara keseluruhan yang menjadi faktor penghambat
dalam Hijabers Salatiga untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan dari
Hijabers Salatiga itu sendiri adalah faktor internal yang meliputi masalah-
masalah yang ada pada diri individu seperti kurang terbuka dalam
mengemukakan pendapat ataupun ide-ide, melalaikan tanggung jawab yang
sudah diberikan. Dari faktor internal tersebut solusi yang ditawarkan oleh
Hijabers Salatiga diantaranya diusahakan untuk berkumpul dan sharing-
sharing, semua harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers
Salatiga, untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian
penanggung jawab dalam setiap event sehingga semua pengurus dapat
merasakan dari setiap tugas yang dipegangnya. Sedangkan faktor eksternal
yang menjadi penghambat besar itu adalah pandangan masyarakat mengenai
Hijabers bahwa Hijabers hanya memamerkan kecantikan, kekayaannya saja,
dan identik dengan hura-hura, untuk itu solusi yang diberikan bisa dengan
bicara dengan mereka dengan sikap empati bukan dengan simpati, dengan
empati kita dapat memahami apa yang mereka inginkan dan harus
memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan Hijabers tersebut.
64
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers
Kota Salatiga
Persepsi menurut para ahli seperti yang telah disebutkan pada BAB II,
telah jelas bahwa persepsi merupakan tanggapan atau pandangan seseorang
mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. Persepsi hijabers tentang
pendidikan karakter bermacam-macam, seperti pada beberapa informan yang
telah dimintai keterangan melalui wawancara, ada yang mengatakan bahwa
pendidikan karakter merupakan proses untuk menjadi diri sendiri, kemudian
pendidikan untuk menjadikan pribadi yang lebih baik, sehingga pendidikan
karakter adalah suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap
individu agar lebih baik. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu
pengetahuan yang bermanfaat dan agar tingkah laku seseorang dapat terarah
kepada hal-hal yang positif. Selain pada jenjang pendidikan yang hijabers
tempuh dalam membentuk dan mengembangkan karakter mereka, ternyata
lingkunganpun memiliki pengaruh terhadap perkembangan karakter mereka.
Seperti halnya komunitas hijabers kota Salatiga ini juga memiliki andil dalam
pembentukan dan pengembangan karakter bagi para muslimah lainnya.
Pembentukan dan pengembangan karakter yang dilakukan oleh hijabers lebih
ditekankan pada penguatan agama dan penguatan solidaritas antar hijabers
khususnya maupun masyarakat pada umumnya.
65
Teori karakter yang dikemukakan oleh Prof. Suyanto, Hermawan
Kartajaya, Scerenko pada BAB II telah dijelaskan bahwa karakter adalah ciri
khas yang dimiliki individu yang membedakan dengan yang lain. Teori-teori
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh hijabers bahwa karakter adalah
ciri khas yang melekat pada diri setiap orang. Karakter seseorang memang sulit
dirubah tapi karakter itu dapat dibentuk sesuai dengan kondisi yang
mempengaruhinya.
Teori pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Lickona dan
Scerenko sesuai dengan persepsi hijabers bahwa pendidikan karakter
merupakan suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan
yang tercermin pada setiap individu untuk menjadi lebih baik. Sedangkan teori
pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi tidak sesuai dengan persepsi
yang dikemukakan oleh hijabers. Melalui pendidikan karakter maka akan
muncul nilai-nilai karakter pada hijabers dalam membentuk pribadi yang
beradab diantaranya: religius, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, semangat
kebangsaan, menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggung jawab.
Pada komunitas Hijabers Salatiga pendidikan karakter yang mereka
terapkan, diantaranya melalui:
Event-event menarik
Hijabers Salatiga selain melalui fashion, mereka juga selalu
mengadakan event-event menarik yang membuat para muslimah untuk
selalu mengikutinya, seperti event:
66
a. Pendidikan karakter melalui trend masa kini yaitu fashion
Fashion merupakan gaya, model, cara berbusana. Pendidikan karakter
melalui fashion/busana pada komunitas Hijabers Salatiga yaitu mereka
mengadakan event-event tertentu yang di dalamnya mengajak para
muslimah untuk berjilbab dan berpakaian sesuai syariat agama, dengan
tidak menggunakan jilboobs (pakaian yang serba ketat). Pada Hijabers
Salatiga diwajibkan bagi para anggota, pengurus itu menggunakan jilbab
dan dilarang menggunakan jilboobs, jadi secara tidak langsung mereka
secara perlahan-lahan membentuk karakter religius mereka dengan
berbusana sesuai syar‟i.
b. Hijab class and beauty class.
Pada event seperti ini yang pernah dilakukan oleh Hijabers Salatiga
sangat menarik dan banyak peserta muslimah yang mengikuti acara
seperti ini bahkan sampai batas akhir untuk pendaftaran masih banyak
yang mendaftar karena mereka memang ingin menambah pengetahuan
dengan mengikuti event ini. Bahkan dari member Hijabers itu sendiri,
tidak dari kalangan anak remaja saja bahkan sampai usia lansiapun
banyak yang menjadi member Hijabers. Hijab class and beauty class ini
dilaksanakan untuk membentuk karakter muslimah yang kreatif,
semangat, rasa ingin tahu, menghargai prestasi.
1) Kreatif, merupakan berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Setiap yang tegabung dalam Hijabers Salatiga memiliki kreatif yang
67
dikembangkan melalui event ini. Mungkin yang senang dengan make-
up, dengan memadu padankan warna pakaian, selalu ingin tampil
beda, dan lain sebagainya, ini bisa disalurkan melalui event seperti ini
yang akan mengembangkan dan menumbuhkan potensi dalam dirinya.
2) Semangat, merupakan cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya. Hijabers Salatiga dengan mengadakan kegiatan
seperti ini karena mereka ingin berbagi pengetahuan kepada muslimah
lainnya.
3) Rasa ingin tahu, merupakan sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Banyaknya peserta yang
mengikuti kegiatan Hijabers Salatiga, ini menunjukkan bahwa banyak
juga yang ingin tahu dengan kegiatan tersebut.
4) Menghargai prestasi, merupakan perilaku yang mendorong dirinya
untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Para peserta
muslimah akan menghargai hasil karya orang lain atau bahkan
diapresiasi dalam bentuk mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh
Hijabers Salatiga.
c. Buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan pada bulan ramadhan.
Acara buka bersama ini akan melahirkan nilai religius, peduli sosial,
peduli lingkungan.
68
1) Religius, merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Patuh terhadap
perintah-Nya inilah yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga dengan
mengadakan pengajian/tausiah bersama untuk menumbuhkan sikap-
sikap yang beradab sesuai dengan aturan agama.
2) Peduli sosial, merupakan perilaku yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan ini
menunjukkan bahwa Hijabers Salatiga tidak seperti yang dikatan oleh
orang-orang yang kontra dengan mereka. Kegiatan ini akan
menumbuhkan sikp tenggang rasa, toleransi terhadap sesama. Acara
ini juga tidak hanya berbuka bersama melainkan ada penggalangan
dana juga yang nantinya akan disumbangkan kepada Panti-panti
Asuhan dan orang yang membutuhkan.
3) Peduli lingkungan, merupakan sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya,
dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan
alam yang sudah terjadi. Hijabers Salatiga sadar bahwa kita hidup
tidak hanya kelompok itusendiri dan masih banyak di luaran sana
orang-orang yang membutuhkan kasih sayang dari kita semua yang
cukup atau bahkan mampu untuk memperhatikan mereka yang
kekurangan dan membutuhkan.
69
d. Pengajian untuk komunitas itu sendiri, dan lain-lain.
Pada kegiatan pengajian ini juga akan menumbuhkan sikap yang religius,
komunikatif.
1) Religius, merupakan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama
lain dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Patuh terhadap
perintah-Nya inilah yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga dengan
mengadakan pengajian/tausiah bersama untuk menumbuhkan sikap-
sikap yang beradab sesuai dengan aturan agama.
2) Komunikatif, merupakan perilaku yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Acara
pengajian ini dimaksudkan agar setiap anggota Hijabers Salatiga tidak
memiliki batasan antara pengurus maupun anggota, merupakan salah
satu cara agar setiap anggota dapat mengemukakan pendapatnya, tidak
merasa canggung, dan agar lebih dekat satu sama lain.
Kegiatan yang dilakukan pada event-event tersebut tidak hanya
sekedar kegiatan semata, melainkan untuk membentuk dan menumbuhkan
karakter pada para muslimah.
B. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga,
menggunakan dua penguatan, yaitu:
70
1. Penguatan Agama
Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan
agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para
muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab:59. Sesuai dengan
ayat tersebut, maka hijabers berusaha untuk mengajak muslimah lainnya
untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi yang sudah
berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers dalam
mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti
hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan
memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan
situasi dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar
tertarik untuk mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan
jilbab dengan gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama
inilah akan terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti
akan selalu berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi
segala yang dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya.
2. Penguatan Solidaritas
Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu
terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik antar
sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya.
Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa event menarik
dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class,
buka bersama di Panti Asuhan, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan
71
event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk
berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang
disesuaikan dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang
lain, dan lain sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk
karakter bersahabat/komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi,
tanggung jawab, disiplin.
(Sumber: data hasil observasi)
C. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter di
Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Faktor-faktor yang menjadi penghambat tidak hanya berada pada
jenjang pendidikan namun lingkunganpun mempengaruhi, begitu pula yang
dialami di Komunitas Hijabers Salatiga yang memiliki hambatan dalam
melaksanakan pendidikan karakter, diantaranya:
1. Sulit untuk kumpul
Pada masalah ini memang setiap individu memiliki kesibukan dan aktivitas
masing-masing, namun ini memang sudah menjadi keputusan mereka untuk
bergabung dengan Hijabers Salatiga sehingga hijabers harus siap dengan
konsekuensi yang ada. Sulit untuk kumpul yang dimaksud adalah ketika
Hijabers Salatiga akan mengadakan event, secara otomatis sebelum
pelaksanaan event tersebut harus mendiskusikan rancangannya terlebih
dahulu namun banyak yang tidak hadir untuk mendiskusikan rencana
kegiatan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh ML.
“Kalau hambatan di Hijabers Salatiga itu sendiri yaitu kita
jarang kumpul, kadang ada jadwal kumpul tapi yaa yang gak
72
berangkat juga banyak” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 16.00
WIB).
Pernyataan ML jelas bahwa rasa peduli sosial dan tanggng jawab mereka
menjadi kurang dengan tidak mengikuti rapat-rapat seperti itu.
2. Melalaikan tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan sesuatu kepercayaan yang dipegang oleh
seseorang. Tanggung jawab melahirkan sifat kepercayaan. Namun pada
Hijabers Salatiga ini menjadi salah satu kendala dalam membentuk karakter
seseorang, karena orang yang diberi tugas itu melalaikan kewajibannya.
Seperti yang dikatakan oleh D OSSY.
“Kendala yang ada di Hijabers Salatiga itu, ketika seseorang
diberi tugas dibagian pendaftaran dan ternyata orang itu belum
datang padahal peserta sudah banyak yang datang, jadinya kan
teman-teman yang bertugas menjaga stand yang lain harus menjaga
juga di stand yang belum ada petugasnya” (Wawancara 14 Agustus
2015, pukul 15.20 WIB).
Tanggung jawab itu dituntut juga untuk disiplin, baik itu disiplin waktu
maupun keadaan agar orang lain tidak kesulitan yang menjadi bukan
tanggung jawabnya.
3. Kurangnya disiplin
Disiplin menentukan suatu keberhasilan, oleh karena itu Hijabers Salatiga
dituntut untuk disiplin dalam menjalankan setiap kegiatan yang menjadi
tanggung jawabnya. Misalnya di Hijabers Salatiga seperti disiplin waktu.
4. Kurangnya keterbukaan
Kendala selanjutnya adalah kurangnya keterbukaan dari tiap individu,
seperti yang diungkapkan oleh TR dan AH.
73
“Kendala yang ada di Hijabers itu selain susah untuk diajak
kumpul, juga kurang terbuka satu sama lain yang akhirnya terjadi
beda pendapat dan gak bisa maksa seseorang untuk sama dengan
jiwa Hijabers Salatiga” (Wawancara 13, 15 Agustus 2015).
Terbuka merupakan hal yang sepele tapi penting untuk dilakukan. Oleh
karena itu sikap terbuka diperlukan dalam Hijabers Salatiga untuk
menyamakan pendapat dan menyampaikan aspirasi-aspirasi dari tiap
individu agar kegiatan dapat sukses dan berjalan lancar.
5. Pro-kontra mengenai Hijabers
Banyak opini-opini yang mengatakan bahwa Hijabers itu identik dengan
kecantikan, glamour dalam berbusana, nongkrong di tempat-tempat yang
mewah, hura-hura, dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa Hijabers
itu kumpulan orang-orang hight class. Setiap event yang disajikan
dipandang negatif, seperti kegiatan Hijabers khususnya Hijabers Salatiga itu
dipandang hanya memamerkan kekayaan, kecantikan, dan fashion yang
menyimpang dari syar‟i. Namun ada juga yang pro dengan Hijabers
khususnya Hijabers Salatiga yang berharap untuk adanya event baru lagi
dari Hijabers Salatiga yang diadakan, karena event yang dilakukan oleh
Hijabers Salatiga sangat menarik dan kekinian sehingga tidak dikatakan
kuno/ketinggalan zaman.
Faktor-faktor penghambat di atas dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi penghambat dalam menerapkan pendidikan karakter, yaitu ada
beberapa alasan salah satunya karena ada pandangan dari masyarakat bahwa
hijabers itu kumpulan yang hight class sehingga ada diantara mereka sulit
untuk menyesuaikan misal dari penampilan mereka, seperti yang penulis
74
rasakan meskipun hanya beberapa kali melakukan pertemuan dan ketika akan
bertemu dengan hijabers tentu akan memikirkan penampilan apakah sudah
sesuai dengan hijabers atau belum, mungkin itu juga yang dirasakan oleh
anggota hijabers. Sedangkan faktor pendorong untuk melakukan pendidikan
karakter pada Komunitas Hijabers Salatiga, yaitu sesuai dengan visi, misi, dan
tujuan mereka untuk berdakwah melalui hijab, dan memperdalam ilmu
pengetahuan tentang Islam.
D. Solusi dalam Mengatasi Faktor-faktor Penghambat Pendidikan Karakter
pada Muslimah di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Dari faktor-faktor pengambat di atas, pastinya ada solusi-solusi yang
dapat dilakukan untuk mengatasinya, karena setiap masalah yang ada pasti
selalu dengan solusi yang diberikan. Alternatif solusi tersebut, diantaranya:
1. diusahakan untuk berkumpul dan sharing-sharing,
2. semua harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga,
3. untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab
dalam setiap event, sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap
tugas yang dipegangnya,
4. melakukan pendekatan melalui sikap empati bukan dengan simpati, dengan
empati kita dapat memahami apa yang mereka inginkan dan harus
memahami pula pola pikir orang-orang yang kontra dengan Hijabers
tersebut.
75
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan
mengenai:
1. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karkater di Komunitas Hijabers Kota
Salatiga
Persepsi merupakan tanggapan atau pandangan seseorang mengenai
sesuatu yang dialami oleh setiap individu. Persepsi karakter menurut
hijabers merupakan ciri khas yang dimiliki individu yang membedakan
dengan yang lain. Kemudian pendidikan karakter yang dikemukakan oleh
hijabers merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan pada
cerminan tiap individu agar lebih baik.
2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Ada dua penguatan pada model pendidikan karakter di hijabers,
yaitu: penguatan agama dan penguatan solidaritas. Kemudian pendidikan
karakter yang diterapkan di Hijabers Salatiga itu melalui event-event yang
positif dan melalui trend terkini yaitu fashion, yang dapat menumbuhkan
karakter religius, dan event-event seperti hijab class and beauty class akan
menumbuhkan karakter kreatif, semangat, rasa ingin tahu, dan menghargai
prestasi, selanjutnya event buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan
Darul Hadhlonah pada bulan ramadhan akan membentuk karakter religius,
76
peduli sosial, dan peduli lingkungan, kemudian pengajian untuk komunitas
itu sendiri akan membentuk karakter religius dan komunikatif.
3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter pada
Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga
Beberapa faktor penghambat dalam pendidikan karakter di
komunitas hijabers kota Salatiga yang mereka terapkan, diantaranya: sulit
untuk kumpul, melalaikan tanggung jawab, kurangnya disiplin, kurangnya
keterbukaan, pro-kontra mengenai Hijabers. Faktor-faktor penghambat di
atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penghambat dalam menerapkan
pendidikan karakter, yaitu ada beberapa alasan salah satunya karena ada
pandangan dari masyarakat bahwa hijabers itu kumpulan yang hight class
sehingga ada diantara mereka sulit untuk menyesuaikan misal dari
penampilan mereka, seperti yang penulis rasakan meskipun hanya beberapa
kali melakukan pertemuan dan ketika akan bertemu dengan hijabers tentu
akan memikirkan penampilan apakah sudah sesuai dengan hijabers atau
belum, mungkin itu juga yang dirasakan oleh anggota hijabers. Sedangkan
faktor yang mendorong Hijabers Salatiga dalam pendidikan karakter yang
mereka terpakan yaitu karena tujuan dan visi serta misi mereka yang ingin
mendakwahkan hijab melalui komunitas Hijabers.
4. Solusi dalam Mengatasi Penghambat Pendidikan Karakter pada Muslimah
di Komunitas Hijabers Salatiga
Adapun solusi yang disarankan untuk mengatasi hambatan di
hijabers, yaitu: diusahakan untuk berkumpul dan sharing-sharing, semua
77
harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga, untuk
tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab dalam
setiap event, sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap tugas
yang dipegangnya, melakukan pendekatan melalui sikap empati bukan
dengan simpati.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh selama melakukan penelitian,
sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, maka penulis kemudian
memberikan saran kepada member dan committee yang tergabung dalam
komunitas Hijabers Salatiga, serta orang-orang di luar komunitas seperti
mahasiswi dan kalangan msyarakat dalam menyikapi ataupun menilai
komunitas Hijabers Salatiga, sebagai berikut:
1. Diharapkan kepada pengurus dan anggota komunitas Hijabers Salatiga
untuk tetap mempertahankan kesederhanaan mereka dalam berbusana,
jangan terlalu glamour seperti komunitas Hijabers lain yang hijabnya tidak
sesuai syariat Islam. Sikap dan penampilan harus mencerminkan sosok
muslimah modern namun tidak menyimpang dari ajaran Islam.
2. Kegiatan komunitas harus lebih ditingkatkan dengan mencoba membuat
acara yang lebih bisa menggali kreativitas anggota maupun orang lain di
luar komunitas agar menginspirasi banyak orang bahwa komunitas Hijabers
Salatiga bukan sekedar komunitas yang hanya tahu tentang fashion hijab,
tapi masyarakat bisa memandang mereka dari sisi positif lainnya.
78
3. Hubungan yang baik antar anggota komunitas harus tetap terjaga agar
semua visi dan misi komunitas dapat tercapai. Komunitas diharapkan dapat
memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dalam komunitas sehingga
tidak terjadi pertikaian yang dapat mempengaruhi pribadi diri anggota ke
arah yang lebih negatif.
79
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan
Sosial: Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Ahmadiansah, Reza. 2010. Persepsi Mahasiswa STAIN Salatiga Tentang Busana
Muslimah. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Tarbiyah STAIN Salatiga.
Asmani, Jamal Ma‟mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter
di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press.
Cokroaminoto. 2011. Jenis dan Pendekatan Penelitian Kualitatif, (Online),
(http://www.menulisproposalpenelitian.com/2011/01/jenis-jenis-
penelitian-kualitatif.html, diakses 1 Oktober 2015).
Depdiknas, 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Jakarta: Balai
Pustaka.
Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi. Bandung:
Alfabeta.
Handayani, Sri. 2012. Kepedulian Lingkungan, (Online),
(http://mamagilang.blogspot.com/2012/11/kepedulian-lingkungan.html,
diakses 13 Agustus 2015).
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban
Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka.
Ikhsan, Fuad. 2003. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Kesuma, Dharma, dkk. 2012. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muchlas Samani & Hariyanto, M.S.. 2013. Konsep dan Model Pendidikan
Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mufidah, Dewi. 2012. Implementasi Nilai-nilai Budaya Bangsa dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Atas Islam
Sudirman Ambarawa Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi tidak
diterbitkan. Salatiga: Tarbiyah STAIN Salatiga.
Muidin. 2015. Membangun Karakter Sejak Usia Dini. Maudiku, hlm.27.
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Anak Sejak
dari Rumah. Yogyakarta: Pedagogia.
Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter: Refleksi Untuk Pendidikan Karakter.
Yogyakarta: PRESSindo.
Republika. 18 Juli 2015. Menteri Anies Kemukakan Lima Komponen Pendidikan
Karakter, (Online),
(http://www.pendidikanguru.com/index.php/2015/07/18/menteri-anies-
kemukakan-lima-komponen-pendidikan-karakter/, diakses 7 Agustus
2015).
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Triatmini. 2011. Kepedulian Sosial, (Online),
(http://pembelpai.blogspot.com/2011/01/bab-iii-kepedulian-sosial.html,
diakses 13 Agustus 2015).
Wahyuningsih, Esti. 2013. Pendidikan Karakter untuk Membangun Perilaku
Positif Anak Sekolah Dasar, (Online),
(http://estiprihantara.blogspot.com/2013/05/pendidikan-karakter.html,
diakses 6 Agustus 2015).
Wibowo, Agus. 2012. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter
Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Zubaedi. 2011. Design Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: KENCANA.
Zuchdi, Damayanti, (Ed) dkk. 2013. Pendidikan Kerakter: Konsep Dasar dan
Implementasi di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: UNY Press.
Zuchdi, Darmiyati, (Ed) dkk. 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori
dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
Zulfa, F. 2013. Pendidikan Karakter, (Online),
(http://digilib.uinsby.ac.id/10872/5/bab%202.pdf, diakses 14 Mei 15)
(http://repository.uin-suska.ac.id/10/15/3/BAB%20II.pdf)
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
A. Identitas informan
Kode Informan :
Hari/Tanggal :
Waktu :
B. Komponen
Makna karakter dan pendidikan karakter, metode pembentukkan karkater,
nilai-nilai karakter, faktor-faktor penghambat dan pendorong pendidikan
karakter, solusi dalam mengatasi penghambat pendidikan karakter.
C. Butir-butir Pertanyaan
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
2. Bagaimanakah pendidikan karakter yang Anda pahami?
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika
tidak, apa alasannya?
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter
mana sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan
menurut pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia
dan beradab?
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah
bergabung dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih
baik atau tidak ada yang berubah?
7. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
9. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
10. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas
hijabers Salatiga?
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Kode Informan : TR
Hari/Tanggal : Kamis, 13 Agustus 2015
Waktu : 15.00 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
Jawab:
“Kalau menururt saya, karakter itu cerminan dari seseorang”.
2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda?
Jawab:
“Pendidikan adalah proses belajar untuk jadi diri sendiri”.
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak,
apa alasannya?
Jawab:
“Karakter menurut saya bisa dibentuk, tergantung lingkungan disekitar
mereka”.
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana
sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Yang saya tahu dan yang ada di HS itu pastinya religius, tanggung jawab,
peduli sosial, pokoknya yang baik-baik hehee”.
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut
pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab?
Jawab:
“Kalau menurut saya sih sudah sesuai”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung
dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak
ada yang berubah?
Jawab:
“Kalau di HS sih kebanyakan pengurus lama sudah pada pakai hijab
semua, kalau yang baru ada yang pakai ada yang masih belajar untuk pakai
hijab. Kalau saya sendiri sih alhamdulillah sudah dari sekolah pakai hijab
karena mungkin memang lingkungan keluarga yang kental dengan agamanya
jadi yaa sudah terbiasa aja sih”.
7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers
Salatiga?
Jawab:
“Pendidikan karkater yang diterapkan pada Hijabers Salatiga itu yang jelas
tetap religi, ngajak pakai hijab, sharing”.
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor kendalanya itu susah diajak kumpul untuk sharing dan ada beda
pendapat juga”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor pendorongnya yaa sesuai sama visi, misi, dan tujuan HS”.
10. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Untuk mengatasi kendala tersebut diusahakan untuk bisa kumpul-kumpul
bareng, sharing, terus gantian dalam penanggung jawab dalam event-event
yang diselenggarakan”.
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Kode Informan : D OSSY
Hari/Tanggal : Jum‟at, 14 Agustus 2015
Waktu : 15.20 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
Jawab:
“Karakter merupakan sesuatu yang melekat pada diri individu”.
2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda?
Jawab:
“Pendidikan karakter adalah pembelajaran yang mengarahkan pada sifat
yang lebih baik”.
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak,
apa alasannya?
Jawab:
“Karakter itu bisa dibentuk, jika lingkungannya baik maka akan
membentuk karakter yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Seperti yang
dikatakan Nabi, „jika kita berteman dengan tukang jual minyak wangi maka
kita akan tertular wanginya‟”.
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana
sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Nilai karakter yang saya tahu dan yang ada di HS yang pasti religius,
tanggung jawab juga harus dimiliki untuk mempertanggung jawabkan
tugasnya dalam event-event yang kita buat, kreatif pasti karena perlu berpikir
adanya untuk membentuk komunitas penerus, peduli sosial seperti kegiatan
sewaktu Ramadhan yaitu berbuka bersama dan bershodaqoh untuk anak-anak
yatim”.
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut
pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab?
Jawab:
“Dari nilai-nilai karakter di atas menurut saya sih sudah 90% sesuai
dengan pandangan Islam”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung
dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak
ada yang berubah?
Jawab:
“Saya dulu kalau ke Kampus dari awal semester sampai semester empat
pakai hijabnya kalau saat di Kampus dan itu hanya sebagai formalitas aja
karena aturan Kampus, heheeee tapi setelah gabung di HS ada tuntutan untuk
menggunakan hijab jadi dari kebiasaan pakai hijab dan teman-teman semua
juga pada pakai hijab alhamdulillah sampai sekarang saya sudah enggak on-off
pakai hijabnya”.
7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers
Salatiga?
Jawab:
“Berupa dakwah melalui trend masa kini kebetulan adalah fashion”.
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor yang menjadi penghambat/kendalah sih biasanya susah buat
menyamakan pendapat dari tiap individu, terus melalaikan tanggung jawab
yang diberikan seperti saat ada event, individu yang ditugaskan untuk suatu hal
malah terlambat datang akhirnya yang lain yang repot”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor pendorongnya yaitu karena HS ingin mendakwahkan hijab”.
10. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Kalau masalah internal menurutku dilakukan dengan sharing-sharing
gitu, karena tiap anggota mau gak mau harus terbuka, terus kita juga harus bisa
memahami karakter/sifat tiap individu gak Cuma karakter diri sendiri tapi
orang lain juga penting. Terus kalau eksternal dilakukan dengan bicara kepada
mereka dengan cara empati bukan simpati, kemudian dengan cara memahami
pola pikir orang-orang yang kontra dengan komunitas khususnya komunitas
Hijabers Salatiga”.
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Kode Informan : AH
Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Agustus 2015
Waktu : 16.30 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
Jawab:
“Karakter adalah sifat seseorang atau pembawaan diri dari seseorang
tersebut”.
2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda?
Jawab:
“Pendidikan karakter merupakan pengenalan dari sifat-sifat seseorang
antara mana yang salah dan mana yang benar, mana yang baik dan mana yang
buruk”.
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak,
apa alasannya?
Jawab:
“Karakter seseorang bisa dibentuk dendgan cara merubah kebiasaan atau
bisa juga dari lingkungan sehari-harinya mbak”.
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana
sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Nilai-nilai karakter yang saya ketahui ya mbak, itu ada jujur, kerja keras,
semangat, kreatif, religius, tolong-menolong, punya rasa sosial tinggi, inovatif,
pokoknya yang baik-baik deh mbak, heheeee. Kalau nilai karakter yang ada di
HS itu sendiri ya yang pasti religius,seperti misalnya yang paling dasar aja deh
mbak kayak ngajak anak muda khususnya perempuan untuk memathi perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Contoh kecil lagi kayak ngajak berhijab,
otomatis yang ikut HS itu kan semuanya berhijab, sedangkan hijab itu wajib
bagi perempuan muslim. Terus ada karakter sosial, jadi HS gak cuma ajang
cantik-cantikan, model-modelan hijab tapi tetep ada kegiatan sosial setiap
acaranya. Kalau kita lihat acara HS walaupun lomba fashion show tapi secara
bersamaan juga ada donor darah, hijab class atau beauty class, tapi ada
pengumpulan dananya untuk anak-anak yatim. Kemudian ada karakter
semangat, kreatif, dan inovatif karena Allah sudah memberikan kita otak untuk
berpikir dan hati untuk bisa merasakan untuk membuat kegiatan-kegiatan yang
positif agar bisa bermanfaat bagi diri semdiri maupun orang lain”.
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut
pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab?
Jawab:
“Tentu saja mbak, soalnya di HS kan diwajibnkan pakai hijab semua jadi
otomatis nilai karakter yang terbentuk itu religius pasti ada. Seperti nilai-nilai
yang disebutkan dipertanyaan sebelumnya, itu semua menurut saya sudah
sesuai dengan pandangan Islam untuk membentuk karakter yang mulia dan
beradab”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung
dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak
ada yang berubah?
Jawab:
“Di HS yang pasti beda ya mbak dari sebelum masuk atau awal gabung ke
HS itu masih banyak yang pasang copot hijab tapi setelah gabung dan ikut
berbagai macam kegiatan hampir semua berhijab baik saat mengikuti kegiatan
maupun dalam kesehariannya. Kalau saya sendiri sih, sudah dari awal
terbentuknya HS sudah pakai hijab”.
7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers
Salatiga?
Jawab:
“Mengajak perempuan muslim untuk berhijab, kegiatan sosial, membuat
kegiatan-kegiatan positif agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain”.
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Kalau hambatan/kendala lebih ke individunya masing-masing soalnya
kita gak bisa maksa seseorang untuk sependapat sama jiwa Hijabers Salatiga
itu sendiri”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Kalau faktor pendorongnya yaa itu mbak, karena ingin mengajak
muslimah lainnya untuk berhijab, menambah ilmu pengetahuan kita tentang
agama khususnya”.
10. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Solusinya yaitu diadakan pendekatan-pendekatan secara pribadi aja sama
bikin acara-acara yang orang-orang tertarik untuk ikut acara Hijabers Salatiga
lagi biar orang-orang yang kurang atau bahkan belum mengemukakan
pendapatnya bisa ikut serta memberi ide untuk acara-acara Hijabers Salatiga”.
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Kode Informan : IN
Hari/Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu : 11.15 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
Jawab:
“Kalau menururt saya, karakter itu cerminan sari seseorang”.
2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda?
Jawab:
“Pendidikan adalah proses belajar untuk jadi diri sendiri”.
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak,
apa alasannya?
Jawab:
“Karakter seseorang itu bisa dibentuk dengan cara pembiasaan, karena
yang bisa mempengaruhi karakter itu kan salah satunya faktor lingkungan
seperti kita sehari-harinya berteman atau bergaul dengan siapa, karena sudah
terbiasa bergaul dengan mereka maka dari kebiasaan itu yang menjadikan
karakter seseorang”.
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana
sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Nilai karakter yang saya ketahui sekaligus yang ada di Komunitas
Hijabers Salatiga yaitu ada religius, toleransi, jujur, tanggung jawab”.
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut
pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab?
Jawab:
“Menurut saya sudah sesuai, karena di Hijabers Salatiga diterapkan dan
diajarkan mengenai nilai-nilai karakter tersebut”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung
dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak
ada yang berubah?
Jawab:
“Kalau di HS itu sendiri dari segi penapilan sudah banyak yang sesuai
dengan syar‟i dari pada yang belum. Ada sih yang dulunya masih pasanag
copot tapi setelah gabung, mereka belajar dan menjadi kebiasaan juga, dan para
pengurus itu karakternya yang religius banget mungkin dari situlah yang lain
mengikuti serta bisa berubah. Kalau saya sendiri gabung di Hs karena ingin
belajar mengenai HS itu sendiri, tambah pengalaman baru, dan karena fashion
juga sih soalnya menarik banget untuk pengguna hijab kayak saya, dan saya
dari awal memang sudah menggunakan hijab tapi sekarang jadi semakin
tertarik lagi untuk menggunakan hijab denagan fahion yang modern”.
7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers
Salatiga?
Jawab:
“Pendidikan karakter yang diterapkan di HS yaitu pertama, adanya
ketentuan menggunakan hijab sehingga yang tadinya belum berhijab akan
terbiasa menggunakan hijab dan akhirnya bisa sepenuhnya menggunakan hijab.
Kedua, melakukan event-event yang meanarik dan tentunya positif, seperti saat
Ramadhan mengadakan buka bersama dengan anak-anak Panti Asuhan yang di
dalamnya juga ada tausiah, selain itu juga dibeberapa event ada kegiatan
membuat kreasi sendiri”.
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Penghambatnya yaitu ada di dalam pribadi masing-masing, karena setiap
orang tidak bisa dipaksakan dengan keinginan HS”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor pendorongnya yaitu sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari HS
itu sendiri”.
10. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Solusinya menurut saya yaa harus dilatih diterapkan dan selalu terbuka”.
PEDOMAN WAWANCARA
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Kode Informan : ML
Hari/Tanggal : Kamis, 20 Agustus 2015
Waktu : 16.00 WIB
1. Bagaimanakah makna karakter menurut Anda?
Jawab:
“Kalau karakter itu yang murni ke luar dari diri kita, yang kita gunakan
dalam bertingkah laku”.
2. Bagaimanakah makna pendidikan karkater menurut Anda?
Jawab:
“Kalau pendidikan karakter ya..pendidikan untuk menjadikan kepribadian
kita menjadi lebih baik”.
3. Apakah karakter dapat dibentuk? Jika iya, bagaimana caranya dan jika tidak,
apa alasannya?
Jawab:
“Karakter itu sendiri bisa dibentuk, caranya mungkin kita ngajak ke
lingkungan orang dengan karakter yang baik atau lebih baik”.
4. Apa sajakah nilai-nilai karakter yang Anda ketahui? Nilai karakter mana
sajakah yang terdapat dalam komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Nilai karakternya itu ada kekeluargaan, tanggung jawab, religius, peduli
sosial, toleransi”.
5. Apakah nilai-nilai karakter tersebut sesuai dengan yang digambarkan menurut
pandangan Islam sehingga membentuk karakter yang mulia dan beradab?
Jawab:
“Menurut saya sudah mbak”.
6. Bagaimanakah sikap atau perilaku Anda sebelum dan sesudah bergabung
dalam komunitas? Apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik atau tidak
ada yang berubah?
Jawab:
“Kalau di HS ada banyak yang dulunya enggak pakai hijab dalam
kesehariannya tapi sekarang jadi pakai, kemudian yang dulunya biasanya
sekarang jadi syar‟i. Kalau saya sih awalnya iseng ikut HS karena kebetulan
teman juga ada yang ikut gabung lebih lama, tapi dari awalnya cuma ikut-
ikutan sekarang saya merasakan sendiri dampaknya, saya menjadi lebih ingin
berhijab dengan tidak dianggap kalau pengguna hijab itu kuno, sekarang saya
merasa lebih PD dengan menggunakan hijab”.
7. Bagaimanakah pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas hijabers
Salatiga?
Jawab:
“Pendidikan karakter yang diterapkan itu berupa kegiatan-kegiatan positif
seperti mengadakan pengajian, mengumpulkan dana bantuan yang nantinya
disumbangkan ke Panti Asuhan dan yayasan lainnya, belajar berbagi bersama”.
8. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pendidikan
karakter pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Kalau hambatan di Hijabers Salatiga itu sendiri yaitu kita jarang kumpul,
kadang ada jadwal kumpul tapi yaa yang gak berangkat juga banyak”.
9. Apa sajakah faktor-faktor yang menjadi pendorong dalam pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Faktor pendorongnya yaitu misal kita belum menguasai suatu tugas,
mereka yang sudah lama gabung bisa membantu dan mengajari mereka yang
baru gabung, jadi rasa toleransi inilah yang membuat HS ingin membentuk dan
mengajari karakter-karakter yang sesuai syar‟i”.
10. Bagaimanakah solusinya dalam mengatasi hambatan pendidikan karakter
pada muslimah di komunitas hijabers kota Salatiga?
Jawab:
“Solusinya menurut saya seperti bikin acara rutin, misal sebulan sekali
ngumpul agar komunikasi tetap terjalin”.
CATATAN OBSERVASI
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MUSLIMAH DI KOMUNITAS
HIJABERS KOTA SALATIGA
TAHUN 2015
Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga
menggunakan dua penguatan, yaitu:
c. Penguatan Agama
Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan
agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para
muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab: 59
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”.
Sesuai dengan ayat di atas, maka hijabers berusaha untuk mengajak
muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi
yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers
dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti
hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan
memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan situasi
dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar tertarik untuk
mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan
gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan
terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu
berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang
dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya.
d. Penguatan Solidaritas
Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu
terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik antar sesama
hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya. Penguatan
solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa event menarik dan positif
tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class, buka bersama di
Panti Asuhan Darul Hadlonah, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan
event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk
berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang disesuaikan
dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain
sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter
komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, dan disiplin.
Faktor Penghambat Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga
Faktor-faktor penghambat di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi
penghambat dalam menerapkan pendidikan karakter, yaitu ada beberapa alasan
salah satunya karena ada pandangan dari masyarakat bahwa hijabers itu kumpulan
yang hight class sehingga ada diantara mereka sulit untuk menyesuaikan misal
dari penampilan mereka, seperti yang penulis rasakan meskipun hanya beberapa
kali melakukan pertemuan dan ketika akan bertemu dengan hijabers tentu akan
memikirkan penampilan apakah sudah sesuai dengan hijabers atau belum,
mungkin itu juga yang dirasakan oleh anggota hijabers.
ARSIP HIJABERS SALATIGA
*Visi dan Misi Hijabers Salatiga*
Visi:
Menjadi komuniatas Hijabers, dan sarana edukasi bagi muslimah untuk tampil
cantik dan syar‟i
Misi:
- Memperdalam dan berbagi ilmu pengetahuan tentang Islam
- Menjadikan wanita muslimah tak hanya cantik fisik, tetapi juga cantik hati
melalui berbagai
acara positif
- Mempererat tali silaturahmi antar sesama muslimah, baik di Kota Salatiga
maupun seluruh
Indonesia
KEPENGURUSAN HIJABERS SALATIGA :
PENASEHAT : IBU TITIK KIRNANINGSIH, SE
PEMBINA : IBU TITIK KRISTIANA ANGGRAINI, S.Pd
KETUA : TYAS RARA SINDU
WAKIL KETUA : HANA NUR OKTINAFIA
SEKRETARIS : AFFINA MAULIDA
BENDAHARA : TRI AYU TRISTIANI
HUMAS : YASHINTA PUTRI
PUPUT
DEVISI EDUKASI : NICA
NURMA
DEVISI SOSIAL : ANINDITYA LARAS
ILLIYUN FALIKHA
ASTNI FURAIDA
DEVISI BELANJA : LAILA MA‟RUF
WARIDA FIBRI ARDIANA
ARSIP FOTO PENELITIAN
Wawancara di Teater Getar
Wawancara di Perpustakaan IAIN Salatiga
Wawancara di RS Puri Asih
Rapat Komunitas Hijabers Salatiga
Pengurus Hijabers Salatiga disela-sela event
Komunitas Hijabers Salatiga
AGENDA KEGIATAN HIJABERS SALATIGA
Event Hijabers Salatiga di Joglo Ki Penjawi
Event Hijabers Salatiga di Pancasila
DAFTAR NILAI SKK
Nama : ANI ROCHMANI G.R. Jurusan : Tarbiyah
NIM : 11111148 Progdi : PAI
P.A. : Dra. Ulfah Susilawati, M.Si.
No. Jenis Kegiatan Pelaksanaan Jabatan Nilai
1.
Orientasi Pengenalan
Akademik dan Kemahasiswaan
(OPAK) oleh Dewan
Mahasiswa (DEMA) STAIN
Salatiga
20-22 Agustus 2011
Peserta 3
2.
Achievement Motivation
Training (AMT) oleh Ittaqo
dan CEC STAIN Salatiga
23 Agustus 2011
Peserta 2
3. Orientasi Dasar Keislaman
(ODK) oleh STAIN Salatiga
24 Agustus 2011
Peserta 2
4.
Seminar Entrepreneurship dan
Koprasi oleh Kopma dan KSEI
STAIN Salatiga
25 Agustus 2011
Peserta 2
5.
USER EDUCATION oleh
UPT PERPUSTAKAAN
STAIN
19 September 2011
Peserta 2
6.
Pelatihan Penggunaan
Maktabah Syamilah &
Pengetikan Arab Cepat
(STAIN ARABY)
“Bahasa Arab Sebagai
Penunjang Perkuliahan
Mahasiswa” oleh Ittaqo
STAIN Salatiga
17 Maret 2012 Peserta 2
7.
Seminar Nasional Ekonomi
Syari‟ah “Penerapan Nilai-nilai
Syari‟ah dalam Praktik
Perekonomian”
2 Juni 2012 Peserta 8
8.
Seminar Nasional “Urgensi
Media dalam Pergulatan
Politik”
29 September 2012 Peserta 8
9.
Pendidikan dan Latihan Calon
Pramuka Pandega ke-22
(PLCPP XXII) oleh Racana
Kusuma Dilaga-Woro
Srikandhi STAIN Salatiga
12-15 Oktober 2012 Peserta 2
10.
Tabligh Akbar Bertajuk:
“Tafsir Tematik dalam Upaya
Menjawab Persoalan Israel dan
Palestina. Landasan QS. Al-
Fath:26-27”.
1 Desember 2012 Peserta 2
11.
SK Ngajar PAUD-TK “Al-
Masyithoh” Desa Bener-Kec.
Tengaran-Kab. Semarang
2 Januari 2013 Pendidik 4
12. Seminar Nasional “HIV/AIDS
Bukan Kutukan dari Tuhan” 13 Maret 2013 Peserta 8
13.
Seminar Nasional “Ahlussunah
Waljamaah dalam Perspektif
Islam Indonesia”
26 Maret 2013 Peserta 8
14.
Seminar Pencegahan Bahaya
NAPZA (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif),
HIV/AIDS Mewaspadai
Pergaulan Bebas Untuk
Membentuk Remaja
yangTangguh dan Launching
PIK SAHAJA (Pusat Informasi
dan
Konseling Sahabat Remaja
Salatiga) STAIN Salatiga
29 April 2013 Peserta 2
15.
Tafsir Tematik “Sihir dalam
Perspektif Al-Qur‟an dan
Hukum Negara”
4 Mei 2013 Peserta 2
16.
Seminar Nasional
“Menumbuhkan Jiwa
Entrepreneur Generasi Muda”
27 Mei 2013 Peserta 8
17.
Seminar Regional “Deteksi
Dini Gangguan Perkembangan
pada Anak”
18 Juni 2013 Peserta 4
18.
Pelajar Berkualitas Tanpa
HIV/AIDS, Pelajar Berakhlak
Tanpa Diskriminasi Pelaku
HIV/AIDS
6 April 2014 Peserta 2