persekongkolan dan perjanjian kartel dalam impor bawang...

104
PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG PUTIH (Analisis Kasus Terhadap Putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: SYAMSUL ARIFIN BILLAH NIM: 1110048000025 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: hoangcong

Post on 21-Mar-2019

247 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM

IMPOR BAWANG PUTIH

(Analisis Kasus Terhadap Putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

SYAMSUL ARIFIN BILLAH

NIM: 1110048000025

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta
Page 3: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta
Page 4: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta
Page 5: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

iv

ABSTRAK

SYAMSUL ARIFIN BILLAH. 1110048000025 PERSEKONGKOLAN

DAN PERJANJIAN KARTEL IMPOR BAWANG PUTIH (Analisis Kasus

Terhadap Putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013). Konsentrasi Hukum Bisnis,

Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2017 M. viii + 72 halaman + 23

halaman lampiran.

Penelitian ini menganalisis putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 tentang

pelaksanaan importasi bawang putih. Pada tahun 2013 terjadi kenaikan harga

bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta dan temuan di lapangan Komisi

Pengawasan Persaingan Usaha mengeluarkan putusan No. 05/KPPU-i/2013 yang

isinya menyatakan 19 pelaku usaha dan 3 lembaga non pelaku usaha melanggar

pasal 11 dan 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Isi putusan menyatakan bahwa

tidak terbukti adanya kartel dan menyeret lembaga negara dalam kasus

persaingan usaha importasi bawang putih. Skipsi ini bertujuan untuk menganalisis

isi putusan, landasan hukum keputusan KPPU, dan dasar hukum pelaku non usaha

dalam kasus kartel.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan

menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan

pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu

kepada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sedangkan Pendekatan kasus

adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah

menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan

KPPU No. 05/KPPU-i/2013.

Kesimpulan skripsi ini, pada dasarnya landasan hukum putusan KPPU

sudah kuat secara kelembagaan, namun hubungan dengan lembaga peradilan lain

harus diperjelas agar sanksi yang dikeluarkan dapat berjalan maksimal. Isi

putusan pada umumnya sudah memanifestasikan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, namun pada sisi pembuktian kartel KPPU tidak menggunakan metode

inderect evidence dengan melihat dampak ekonomi. Dasar hukum pelaku non

usaha tidak diatur dengan jelas dalam undang-undang persaingan usaha sehingga

pelaku non usaha dalam hal ini pemerintah hanya mendapatkan rekomendasi yang

kurang mampu meningkatkan persaingan usaha yang demokratis dari segi

penyelenggara.

Kata Kunci : Persaingan Usaha Tidak Sehat, Kartel, Persekongkolan , Putusan

KPPU.

Pembimbing : 1. H.M Yasir, S.H., M.H.

2. Ahmad Batiar, M. Hum.

Daftar Pustaka : 1984 - 2014

Page 6: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

v

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memberikan

rahmat dan kasih sayang-Nya kepada umat manusia yang ada di muka bumi ini,

khususnya kepada penulis. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi

besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan ummatnya hingga

akhir zaman.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa telah

banyak mendapatkan rintangan dan hambatan yang datang silih berganti. Berkat

bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan

tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin Allah SWT.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang

tiada terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril

maupun materil kepada penulis sehingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan

dengan baik. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Periode 2015-2019 beserta jajarannya.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H, Ketua Program Studi Ilmu Hukum

sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah memberikan nasihat dan

arahan dan Bapak Drs. Abu Tamrin S.H., M.Hum, Sekertaris Program Studi

Ilmu Hukum yang telah memberikan banyak solusi dan nasihat kepada penulis

dalam upaya menyelesaikan penulisan skripsi

3. H. M. Yasir S.H., M.H dan Ahmad Bahtiar, M.Hum, dosen pembimbing

skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam

memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang tak kenal lelah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

Page 7: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

vi

5. Seluruh pimpinan dan staf Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas

Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan; bagian Tata Usaha

Fakultas Syariah dan Hukum.

6. Ayahanda A Ghozali Yahya dan Ibunda Euis Ratna Ningsih, yang telah

memberikan segala dukungan dan pengorbanan yang tak terhingga dengan

penuh cinta dan kasih baik moril maupun materil serta doanya sehingga

penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.

7. Kakanda Neneng Yulianti dan Rizal Rahmatullah yang telah memberi

perhatian, dukungan serta doa.

8. Seseorang bernama Indriani, sahabat terbaik yang selalu sabar menunggu tak

pernah lelah memberi semangat, perhatian, dorongan serta dukungan.

9. Seluruh Sahabat Ilmu Hukum Angkatan 2010, terutama kawan senasib

sepenanggungan Ahmad Ilham Adha, Aryadillah, Caesal Regia, Mustafa AB,

Zakaria Zakim, atas hari-hari penuh keceriaan yang penulis alami selama masa

studi.

10. Pihak-pihak lain yang sudah banyak membantu penulis dalam penyelesaian

skripsi yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Demikian ucapan terimakasih ini penulis sampaikan dengan harapan semoga

Allah SWT yang membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain dan

dapat menjadi sumber edukasi bagi seluruh pembacanya.

Jakarta, 31 Maret 2017

Penulis

Page 8: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ....................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan Masalah .................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 5

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ....................................... 7

E. Kerangka Konseptual dan Kerangka Teori ............................ 8

F. Metode Penelitian .................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ............................................................. 14

BAB II PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL SEBAGAI

BAGIAN DARI PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN

USAHA TIDAK SEHAT

A. Pengertian Persekongkolan dan Perjanjian Kartel .................. 16

1. Pengertian Persekongkolan .............................................. 16

2. Pengertian Perjanjian Kartel ............................................. 18

B. Persekongkolan Menurut Sistem Hukum di Indonesia .......... 21

C. Perjanjian Kartel Menurut Sistem Hukum di Indonesia ......... 24

BAB III KPPU SEBAGAI LEMBAGA OTORITAS PERSAINGAN

USAHA DI INDONESIA

A. Sejarah Pembentukan dan Kedudukan KPPU dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia ...................................................... 28

Page 9: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

viii

1. Sejarah Pembentukan Komisi Pengawasan Persaingan

Usaha (KPPU) ................................................................ 28

2. Kedudukan KPPU dalam Ketatanegaraan di Indonesia ..

......................................................................................... 32

B. Tugas dan Wewenang KPPU dalam Persaingan Usaha di Indonesia

............................................................................................... 34

C. Peranan KPPU dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha 39

BAB IV ANALISIS PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-I/2013TERKAIT

PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL IMPOR

BAWANG PUTIH

A. Kasus Posisi ........................................................................... 42

B. Putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 ..................................... 48

C. Analisis Penulis ...................................................................... 50

1. Kedudukan Hukum Keputusan KPPU No. 05/KPPU-I/2013

........................................................................................... 50

2. Isi Putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 ........................... 54

3. Dasar Hukum Non Pelaku Usaha ...................................... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 67

B. Saran ....................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70

LAMPIRAN

Page 10: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bawang putih merupakan komoditas pertanian yang penting bagi

masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 terjadi lonjakan harga bawang putih

yang signifikan hingga enam kali lipat, lonjakan harga tidak wajar ini menjadi

indikasi awal adanya sesuatu hal yang tidak semestinya dalam proses

importasi bawang putih di Indonesia. Harga bawang mulai naik pesat sejak

November 2012 dari harga normalnya Rp 10-15 ribu per kilogram hingga

mencapai antara Rp 60 hingga 85 ribu per kilogram. Komisi Pengawasan

Persaingan Usaha menemukan sejumlah indikasi kuat permainan kartel,

menurut ketua KPPU Nawir Messi kelangkaan bawang putih ini bukan

kejadiaan acak, kemungkinan besar ini terkoordinasi sedemikian rupa

sehingga pasar bergejolak sedemikian rupa hingga harga melonjak enam kali

lipat. 1

Kenaikan harga bawang yang tidak wajar menjadi salah satu objek yang

diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Sejak reformasi 1998

Indonesia mengafirmasi persaingan usaha secara sehat yang dijamin secara

yuridis, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk untuk menata kembali

kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang

secara demokratis, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta

terhindarnya pemusatan kekuasaan ekonomi pada perorangan atau kelompok

1 Artikel diambil dari

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/03/130318_garliccartel pada Jumat 28

Oktober 2016, pukul 10.15 WIB.

Page 11: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

2

tertentu, antara lain dalam bentuk monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.

Dalam rangka menghindari monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

berdasarkan bab VI Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, dibentuklah suatu

komisi yang berfungsi mengawasi pelaksanaan Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999, komisi tersebut adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU). Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, setidaknya terdapat 3

(tiga) jenis perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yakni perjanjian yang

dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan.

Pada kasus Importasi bawang putih tahun 2013 di Indonesia, KPPU

melihat adanya indikasi perjanjian yang dilarang untuk mengendalikan harga

bawang di pasaran. Melalui mekanisme penyelidikan hingga penyampaian

putusan, Pada 20 maret 2013, KPPU memutus suatu perjanjian kartel yang

dilakukan pelaku usaha dan berpotensi mengakibatkan persaingan usaha tidak

sehat dibidang import bawang putih dengan putusan No. 05/KPPU-i/2013.

Pada isi putusan terdapat beberapa dua poin menarik, pertama adanya unsur

pelaku non usaha yang didakwa bersalah pada persidangan dalam hal ini

Badan Karantina Holtikultura Kementrian Pertanian dan Direktorat

Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdangan. Kedua, meskipun

terindikasi melakukan perjanjian kartel, namun KPPU memutuskan tidak

memenuhi unsur perjanjian kartel. Para pelaku usaha yang terlibat dalam

importasi bawang hanya terbukti bersalah melakukan persekongkolan yang

mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.

Page 12: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

3

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak terdapat aturan

yang jelas mengenai keterlibatan pelaku non usaha, terlebih pemerintah

sebagai penyelenggara kegiatan importasi bawang putih. Dalam putusan

sendiri hukuman yang diberikan kepada dua lembaga negara hanya besifat

rekomendasi, berbeda dengan pelaku usaha yang dikenakan sanksi

administratif oleh KPPU. Dilema Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam

kedudukannnya menjadi satu hal yang menarik untuk diteliti.

Poin kedua yang menarik dalam putusan KPPU adalah tidak

terbuktinya perjanjian kartel, padahal dampak yang diberikan oleh kasus ini

sangat signifikan bagi masyarakat luas. Unsur-unsur kartel menjadi bahas

analisis untuk melihat putusan KPPU sudah sesuai dengan aturan perundang-

undang atau masih menyisakan permasalah. Selain perjanjian kartel, juga akan

menarik melihat hubungan antara persekongkolan dan kartel, apakah saling

menutupi atau melindungi dalam kasus importasi bawang ini

Berdasarkan hal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian terkait perjanjian kartel yang merugikan

masyarakat. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut akan dituangkan dalam

bentu skripsi dengan judul PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN

KARTEL DALAM IMPOR BAWANG PUTIH (Analisis kasus terhadap

putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013).

Page 13: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

4

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 maka dapat

diidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu:

a. Apakah dalam kasus importasi bawang putih telah memenuhi unsur-

unsur persaingan usaha tidak sehat?

b. Apakah kebijakan kuota importasi bawang putih di indonesia

merupakan dasar terjadinya persekongkolan dalam kasus importasi

bawang putih?

c. Bagaimanakah kebijakan Perpanjangan Surat Persetujuan Impor yang

dilakukan Dirjen Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian

Perdagangan tidak transparan dan diskriminatif sehingga menimbulkan

dugaan pelanggaran persaingan usaha?

d. Apakah dalam kasus importasi bawang putih yang ditetapkan dengan

putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 ini terdapat unsur perjanjian yang

dilarang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999?

e. Apakah keterlibatan pelaku non usaha dalam persaimngan usaha tidak

sehat diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999?

f. Apakah posisi kedudukan hukum putusan KPPU dalam sistem hukum

usaha sudah kuat sebagai pengawal persaingan usaha?

Page 14: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

5

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan indentifikasi masalah, untuk

menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas maka akan

dibatasi terhadap perjanjian kartel dan persekongkolan yang terjadi dalam

dunia usaha dan berpotensi menyebabkan praktik monopoli serta

persaingan usaha tidak sehat sesuai dengan yang diatur dalam Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999. Pembahasan tersebut kemudian

dikorelasikan terhadap kasus kartel impor bawang putih yang diputus oleh

KPPU berdasarkan putusan No. 05/KPPU-i/2013.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Kedudukan Hukum (Legal Standing) pada perkara kartel

impor bawang putih terkait putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013 ?

b. Bagaimana analisis Putusan Majelis KPPU pada perkara kartel impor

bawang putih berdasarkan putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013?

c. Bagaimana dasar hukum KPPU dalam menerapkan sanksi kepada

pihak bukan pelaku usaha pada perkara kartel impor bawang putih?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berikut terdapat beberapa tujuan penelitian yang telah dirumuskan

Page 15: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

6

oleh penulis:

a. Untuk mengetahui Kedudukan hukum (Legal Standing) pada perkara

kartel impor bawang putih terkait putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013.

b. Untuk mengetahui isi putusan majelis KPPU pada perkara kartel impor

bawang putih terkait putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013.

c. Untuk mengetahui dasar hukum KPPU dalam menerapkan sanksi

kepada pihak non pelaku usaha pada perkara kartel impor bawang putih

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini, ialah:

1) Sebagai sumber referensi dan bahan bacaan bagi mahasiswa,

praktisi hukum, dan akademisi untuk mendalami praktik perjanjian

kartel dan persekongkolan dalam persaingan usaha.

2) Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan

penelitian hukum dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tulisan.

3) Sebagai sumbangan terhahadap ilmu hukum di Indonesia pada

umumnya, dan hukum persaingan usaha khususnya.

b. Manfaat Praktis

Sedangkan manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini,

ialah:

1) Sebagai bahan pembelajaran kepada pemegang saham dan seluruh

stakeholder dalam dunia usaha terkait praktik kartel dan persaingan

Page 16: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

7

usaha tidak sehat.

2) Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan bagi

Komisi Pengawaas Persaingan Usaha dan lembaga-lembaga lain

yang terlibat dalam pengawasan usaha.

3) Sebagai tambahan informasi bagi seluruh pihak yang terkait dan

bersinggungan langsung dengan dunia usaha.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan suatu

tinjauan (review) terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Setidaknya terdapat

beberapa penelitian yang menjadi bahan review oleh penulis.

Pertama adalah skripsi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang

disusun oleh Lebdo Dwi Paripurno dengan Judul “Praktek Kartel dalam

Industri Minyak Goreng di Indonesia Ditinjau Menurut Hukum Persaingan

Usaha”, dalam skripsi ini dibahas mengenai praktik-praktik kartel di

indonesia, khususnya terkait kartel minyak goreng. Berbeda dengan skripsi

yang penulis susun, dimana dalam skripsi ini dibahas mengenai perjanjian

kartel yang terjadi dalam impor bawang putih terkait putusan KPPU No.

05/KPPU-i/2013.

Kedua adalah skripsi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Maulana Ichan Setiadi dengan Judul

“Analisis Yuridis Putusan KPPU Nomor 16/KPPU-I/2009 Tentang

Persekongkolan Tender Jasa Kebersihan (Cleaning Service) Di Bandara

Page 17: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

8

Soekarno Hatta”, skripsi ini membahas mengenai peraktik persekongkolan

tender proyek jasa di bandara Soekarno Hatta yang telah melanggar Pasal 22

Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan menganalisis putusan KPPU No.

16/KPPU-i/2009. Berbeda dengan skripsi yang penulis susun, dimana dalam

skripsi ini dibahas mengenai persaingan usaha tidak sehat dalam

persekongkolan dan perjanian perjanjian kartel impor bawang putih terkait

putusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013.

Penelitian selanjutnya adalah sebuah jurnal ilmiah yang di akses di

berkas.dpr.go.id Info Singkat Vol V No.06/II/P3DI/Maret/2013 yang ditulis

oleh Sahat Aditua F. Silalahi dengan judul “Dugaan Keberadaan Kartel

Pangan Dan Upaya Penanggulangannya”. Di mana tulisan ini mengkaji

tentang kartel, khususnya kartel pangan dan kebijakan yang dapat di tempuh

oleh pemerintah untuk meminimalisir kerugian ekonomi akibat keberadaan

kartel tersebut.

E. Kerangka Konseptual dan Kerangka Teori

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pedoman yang lebih konkrit dari teori,

yang berisikan definisi oprasional yang menjadi pegangan dalam proses

penelitian yaitu pengumpulan, pengelolaan, analisis dan konstruksi data

dalam skripsi ini. Adapun beberapa pengertian yang menjadi konseptual

skripsi ini akan dijabarkan dalam uraian di bawah ini:

Page 18: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

9

a. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan hukum, baik

yangg berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah

hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-

sama melalui perjanjian menyelenggarakan baerbagai kegiatan usaha

ekonomi.

b. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang

dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan

hukum atau menghambat persaingan usaha

c. Monopoli adalah penguasaan atas suatu produksi dan/atau pemasaran

barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha

atau satu kelompok pelaku usaha.

d. Kartel adalah perjanjian yang dilakukan antara pelaku usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan cara

mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa,

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat

e. Persekongkolan adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku

usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai

pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol

Page 19: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

10

f. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang

dan/atau jasa sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar

bersangkutan

g. Konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau

jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan

pihak lain.

2. Kerangka Teori

Untuk upaya pencegahan praktek monopoli dan pemberantasan

persaingan usaha tidak sehat, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

menerapkan dua pendekatan dalam menerapkan ketentuan-ketentuannya,

yakni pendekatan per se illegal dan rule of reason.

Pendekatan rule of reason adalah suatu pendekatanyang digunakan

oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai

akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah

suatu perjanjian atau kegiatan tersebut menghambat atau mendukung

persaingan.2

Sebaliknya, pendekatan per se illegal adalah menyatakan setiap

perjanjian atau kegiatan tertentu bersifat illegal tanpa harus pembuktian

lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan

tersebut.3

2 Andi Fahmi Lubis. Et all, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 55 3 Andi Fahmi Lubis. Et all, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 55

Page 20: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

11

Terkait perjanjian kartel seperti yang dirumuskan dalam rumusan

pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menerapkan prinsip rule of

reason. Hal tersebut dikarenakan suatu perjanjian kartel tidak selalu

membawa dampak yang buruk bagi persaingan usaha.

F. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan

analisis dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan

konsisten. Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang

didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan

untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisanya, untukl kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas

permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah

penelitian normatif. Penelitian hukum normatif mencakup, penelitian

terhadap azas-azas hukum, penelitian terhadap sistematika hukum,

penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian terhadap sejarah

hukum, dan perbandingan hukum.

2. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah socio-

legal, yaitu penelitian yang menggunakan studi hukum (normatif). Dalam

Page 21: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

12

studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-

aturan yang membahas mengenai persaingan usaha tidak sehat, khususnya

terkait perjanjian kartel dan persekongkolan dalam dunia usaha, khsusunya

usaha impor bawang putih.

Pendekatan kasus digunakan untuk secara langsung mengetahui

penerapan peraturan perundang-undangan dibidang praktek perjanjian

kartel dan persekongkolan secara langsung di masyarakat, khususnya

terhadap putusan KPPU No.05/KPPU-i/2013.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data

primerdan data sekunder. Data primer dapat diperoleh langsung dari

sumber pertama, yakni peraturan perundang-undangan, wawancara dengan

pihak yang terlibat secara langsung dan buku referensi yang relevan

dengan penelitian penulis dan sesuai dengan bahan hukum yang dapat

dibagi menjadi:4

a. Bahan hukum primer, merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif

atau yang berarti memiliki otoritas. Bahan-bahan huium primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Dalam penelitian

4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 141

Page 22: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

13

ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah yang berhubungan

dengan perjanjian kartel dan persekongkolan secara khusus dan

persaingan usaha tidak sehat secara umum.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang terdiri dari

buku-buku hukum, termasuk didalamnya skripsi, tesis, dan disertasi

hukum serta jurnal hukum. Bahan hukum sekunder yang digunakan

adalah berupa buku referensi yang terkait dengan hukum persaingan

usaha dan hukum perusahaan

c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang

sumber hukum primer dan sekunder seperti ensiklopedia, kamus

bahasa dan artikel dalam internet.

4. Prosedur Pengumpulan Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan

data melalui studi dokumen atau kepustakaan (library research) yaitu

dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti

buku-buku yang berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat, putusan

KPPU No. 5/KPPU-i/2013, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, jurnal,

kamus dan juga berita dari internet.

Bahan hukum primer, sekunder maupun bahan hukum tersier yang

ada akan dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah

diklasifikasi menurut sumber dan hirarkinya untuk kemudian dianalisis

secara komprehensif.

Page 23: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

14

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang telah diperoleh melalui studi pustaka

akan dikorelasikan dan dianalisis dengan peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan judul penelitian penulis guna disajikan dalam

penulisan yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum

dilakukan secara deduktif.

6. Metode Penulisan

Penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan

sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan skripsi ini mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012 dan

dibagi kedalam 5 (lima) pokok pembahasan yang dibagi dalam tiap bab.

Berikut adalah bagian-bagian pembahasan dalam skripsi ini.

Pada bab I akan ini dibahas latar belakang masalah, identifikasi batasan

dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review) studi

terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Page 24: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

15

Bab II ini akan dibagi kedalam beberapa fokus pembahasan,

diantaranya adalah pengertian perjanjian kartel dan persekongkolan, unsur-

unsur dan pengaturan terkait perjanjian kartel dan persekongkolan dalam

sistem hukum Indonesia.

Pada bab III ini akan dibahas mengenai sejarah pembentukan KPPU dan

kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, tugas dan wewenang

KPPU, dan peranan KPPU dalam penegakan hukum persaingan di Indonesia.

Pada bab IV ini akan dibahas mengenai analisis kasus terkait

persekongkolan dan perjanjian kartel dalam penyelenggaraan impor bawang

putih berdasarkan sistem hukum Indonesia dan pendekatan yang ditetapkan

dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pada bab V akan membahas mengenai kesimpulan dan saran

berdasarkan hasil penelitian penulis.

Page 25: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

16

BAB II

PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL SEBAGAI BAGIAN

DARI PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA

TIDAK SEHAT

A. Pengertian Persekongkolan dan Perjanjian Kartel

1. Pengertian Persekongkolan

Kata-kata persekongkolan hampir selalu berkonotasi negatif tidak

hanya dalam konteks persaingan usaha akan tetapi di berbagai bidang

kehidupan lainnya seperti politik, sosial, dan budaya. Istilah

persekongkolan pertama kali ditemukan pada Antitrust Law di Amerika

Serikat (AS) yang didapat melalui Yurisprudensi Mahkamah Tertinggi AS,

berkaitan dengan ketentuan pasal satu The Sherman Act 1690. Mahkamah

tertinggi AS juga mendefiniskan sebagai penghambat perdagangan, dan

kegiatan saling menyesuaikan berlandaskan persekongkolan guna

menghambat perdagangan.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekongkolan berasal

dari kata „sekongkol‟. Kata „sekongkol‟ diartikan sebagai orang-orang

yang bersama-sama melakukan kejahatan.2

Sedangkan Robert Meiner membedakan dua jenis persekongkolan

berdasarkan pihak-pihak yang terlibat yaitu, persekongkolan yang bersifat

horizontal (horizontal conspiracy) dan persekongkolan bersifat vertikal

(vertical conspiracy). Persekongkolan horizontal adalah persekongkolan

1 Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 146. 2 Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Galia Media Press, 2000), h. 41.

Page 26: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

17

yang diadakan oleh pihak-pihak yang saling bersaing, sedangkan

persekongkolan vertikal adalah persekongkolan yang dibuat oleh pihak-

pihak yang berada dalam hubungan penjual (penyedia jasa) dengan

pembeli (pengguna jasa).3

Dari berbagai defenisi dapat disimpulkan bahwa persekongkolan

harus dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan tujuan melakukan

tindakan atau kegitan bersama (joint effots) suatu perilaku yang melawan

hukum. Sehingga terdapat dua unsur persongkokolan, yaitu: Pertama,

adanya dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama (in concert)

melakukan perbuatan tertentu, kedua, perbuatan yang dilakuakan tersebut

merupakan perbuatan melangar hukum. 4

Persekongkolan dalam perspektif kebijakan persaingan usaha

memiliki makna negatif, bukan saja di bidang usaha perdagangan, juga

hampir di semua kegiatan kemasyarakatan persekongkolan itu memiliki

asumsi buruk, karena pada hakikatnya persekongkolan bertentangan

dengan rasa keadilan. Siapapun dia akan merasa diperlakukan tidak adil,

manakala tidak mendapat peluang yang sama dengan yang lain untuk

memperoleh suatu barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh

penyelenggara atau panitia, misalnya masalah tender.5

3 Ari Siswanto, „Bid-Rigging‟ sebagai Tindakan Anti-Persaingan dalam Jasa Konstruksi,

refleksi hokum, (Salatiga: UKSW, 2001). h. 68. 4 Yakub Adi Kristanto, “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan karakteristik

Putusan tentang persekongkolan Tender”, Jurnal hukum Bisnis, vol. 24 no. 2,(Yogyakarta,2005):

h. 41. 5 Suharsil dan M. Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 66.

Page 27: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

18

2. Pengertian Perjanjian Kartel

Istilah kartel terdapat dalam beberapa bahasa seperti cartel dalam

bahasa Inggris dan kartel dalam bahasa Belanda. Cartel disebut juga

syndicate yaitu suatu kesepakatan (tertulis) antara beberapa perusahaan

produsen dan lain-lain yang sejenis untuk mengatur dan mengendalikan

berbagai hal, seperti harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, dengan

tujuan menekan persaingan dan atau persaingan usaha pada pasar yang

bersangkutan, dan meraih keuntungan.6 Kamus Hukum Ekonomi ELIPS,

mengartikan kartel sebagai persekongkolan atau persekutuan diantara

beberapa produsen produk sejenis dengan maksud untuk mengontrol

produksi, harga, dan penjualannya untuk memperoleh posisi monopoli.7

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia salah satu pengertian

kartel adalah persetuuan sekelompok perusahaan dengan maksud

mengendalikan harga komoditas tertentu.8 Sedangkan menurut Winardi

kartel itu merupakan gabungan atau persetujuan (conventie) antara

pengusaha-pengusaha yang secara yuridis dan ekonomis berdiri sendiri.

Untuk mencapai sasaran, peniadaan sebagian atau seluruh persaingan antar

pengusaha, untuk dapat menguasai pasar, yang mana biasanya tujuan

pembentukan kartel diperlukan syarat bahwa kartel mencakup bagian

6 Edilius Sudarsono, Kamus Ekonomi: Uana dan Bank, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 44.

7 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia,( Jakarta: Sinar Grafika), 2013. h.

283. 8Kamus besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Galia Media Press, 2000), h. 22.

Page 28: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

19

terbesar dari badan-badan usaha yang ada, dengan ketentuan bahwa

mereka menggarap pasaran yang bersangkutan.9

Menurut Didik J. Rachbini jika para yang bersaing ternyata

melakukan koordinasi bersama untuk mengkontrol pasar, maka usaha ini

disebut sebagai praktik kartel, yang sangat merugikan masyarakat.

Koordinasi ini biasa diwujudkan dalam berbagai cara, yaitu perjanjaian

penetapan harga, jumlah yang diproduksi, dan wilayah pemasaran. Praktik

ini merupakan usaha pelaku-pelaku ekonomi untuk mengendalikan pasar

secara horizontal (horizontal restraint).10

Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua yang disusun oleh

Christopher Pass dan Bryan Lowes, cartel atau kartel diartikan:

“cartel is an association of similar companies or businesses that

have grouped together in order to prevent competition and to control

prices. Cartel also a collusive international association of independentent

erprises formed to monopolis production and distribution of a product or

service, control prices,etc.11

Sebagai contoh, para pemasok mengatur agen penjual tunggal

yang membeli semua output mereka dengan harga yang disetujui dan

mengadakan pengaturan dalam memasarkan produk tersebut secara

terkoordinasi. Bentuk lain adalah para pemasok melakukan perjanjian

dengan menentukan harga jual yang sama terhadap produk mereka,

sehingga menghilangkan persaingan harga, tetapi bersaing dalam

9 Winardi, Istilah Ekonomi Dalam Tiga Bahasa, Inggris, Belanda, Indonesia, (Bandung:

Mandar Maju, 1996), h. 47. 10

Didik. J. Rachbini, Ekonomi Politik: Kebijakan dan Strategi Pembangunan, (Jakarta:

Granit, 2004), h. 124. 11

Diakses dari https://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/cartel, pada 24

November 2016.

Page 29: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

20

merebut pangsa pasar dengan strategi pembedaan produk (product

defferentiation).12

Pada umunya terdapat beberapa karakteristik dari kartel

diantaranya:

1. Terdapat konspirasi antara beberapa pelaku usaha;

2. Melakukan penetapan harga;

3. Agar penetapan harga efektif, maka dilakukan pula alokasi konsumen,

produsen, dan wilayah;

4. Adanya perbedaan kepentingan diantara pelaku usaha, misalnya karena

perbedaan harga biaya, Oleh karena itu perlu adanya kompromi

diantara anggota kartel.13

Sementara itu dalam Black Law Dictionary yang dikutip oleh

Rahmadi Usman mengartikan kartel adalah suatu kerjasama dari produsen-

produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi,

penjualan dan harga, dan untuk melakukan monopoli terhadap komoditas

atau institusi tertentu. Demikian pula, dalam Black Law Dictionary, ada

yang mengartikan kepada kartel itu sebagai suatu asosiasi berdasarkan

suatu kontrak diantara perusahaan-perusahaan yang mempunyai

kepentingan yang sama, dirancang untuk mencegah adanya suatu

kompetisi yang tajam, dan untuk mengalokasi pasar, serta untuk

mempromosikan pertukaran pengetahuan hasil dari riset tertentu,

mempertukarkan hak paten dan standarisasi produk tertentu.14

12

Suharsil dan M. Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 126-127. 13

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 107. 14

Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h. 283.

Page 30: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

21

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kartel merupakan

salah satu bentuk monopoli, di mana beberapa pelaku usaha (produsen)

bersatu untuk mengontrol produksi, menentukan harga dan/atau wilayah

pemasaran atas suatu barang dan/atau jasa, sehingga di antara mereka

(pelaku usaha) tidak tercipta atau tidak ada lagi persaingan.15

B. Persekongkolan Menurut Sistem Hukum di Indonesia

Terdapat tiga bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu persekongkolan tender (pasal 22),

persekongkolan untuk membocorkan rahasia dagang (pasal 23), serta

persekongkolan untuk menghambat perdagangan (pasal 24). Untuk itulah,

maka dibawah ini akan diuraikan satu persatu berbagai kegiatan

persekongkolan yang secara per se illegal dan rule of reason dilarang dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.16

Persekongkolan mempunyai karakteristik tersendiri, karena

persekongkolan (conspiracy/konspirasi) terdapat kerjasama yang melibatkan

dua atau lebih pelaku usaha yang secara bersamaan melakukan tindakan yang

melawan hukum. Persengkongkolan atau konspirasi adalah segala bentuk kerja

sama diantara pelaku usaha, dengan atau tanpa melibatkan pihak selain pelaku

usaha, untuk memenangkan persaingan secara tidak sehat. Persekongkolan

terjadi apabila pelaku usaha:

15

Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),

h. 283. 16

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 147

Page 31: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

22

1. Memperoleh dan menggunakan fasilitas ekslusif dari pihak terkait secara

langsung maupun tidak langsung dengan pemberi proyek dan/ atau

penyelenggara tender sehingga dapat menyusun penawaran yang lebih

baik;

2. Membuat kesepakatan dengan pihak yang terkait secara langsung atau

tidak langsung dengan pemberi proyek, penyelenggara tender, dan/ atau di

antara mereka menentukan pemenang secara bergilir pada serangkaian

tender;

3. Membuat kesepakatan dengan pihak yang terkait secara langsung maupun

tidak langsung dengan pemberi proyek, penyelenggara tender, dan/atau di

antara mereka menentukan pemenang, baik untuk dikerjakan secara

bersama maupun dengan kompensasi tertentu;

4. Menggunakan kesempatan ekslusif melakukan penawaran tender sebelum

waktu ditetapkan.

Perusahaan atau individu yang melakukan persekongkolan terutama

persekongkolan tender, melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.

Berikut ini adalah contoh praktik usaha yang melanggar ketentuan tentang

persekongkolan, apabila:

1. Pelaku usaha atau kelompok usaha tertentu mempenngaruhi pemberi

tender secara langsung maupun tidak langsung untuk mensyaratkan

pihaknya sebagai mitra, siapa pun pelaku usaha atau kelompok usaha yang

memenangkan tender.

Page 32: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

23

Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pelaku Usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan menentukan

pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat

Pasal 23 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan

usaha pesaingnya yang diklarifikasikan sebagai rahasia perusahaan

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat

2. Pelaku usaha atau kelompok usaha yang menjadi agen tunggal atau

produsen dari produk tertentu mempengaruhi pemberian tender secara

langsung maupun tidak langsung untuk mengsyaratkan penggunaan produk

tersebut sebagai salah satu asupan dalam pengerjaan proyek yang

ditenderkan.

Pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 pelaku usaha dilarang

bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan/ atau

pemasaran barang dan/ atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan

maksud agar barang dan/ atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di

pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun

ketetapan waktu yang dipersyaratkan.

Apabila ditemukan adanya unsur persekongkolan dalam praktik usaha,

maka akan dikenakan sanksi administratif oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha berupa pembatalan perjanjian mengenai tender yang sudah

dimenangkan secara tidak legal tersebut, ganti rugi kepada kepada pihak yang

Page 33: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

24

dirugikan, hingga denda antara Rp 1 miliar sampai Rp 25 Miliar. Pengadilan

dapat mengenakan pidana berupa hukuman penjara atau pidana tambahan dan

denda.

C. Perjanjian Kartel Menurut Sistem Hukum di Indonesia

Kartel umumnya dipraktikkan oleh asosiasi dagang (trade

associations) bersama dengan para anggotanya. Manfaat pembentukan kartel

dalam suatu asosiasi dagang, misalnya upaya menyusun standar teknis, atau

upaya bersama meningkatkan standar produk barang atau jasa yang

dihasilkannya. Biasanya melalui kartel ini, anggota kartel tersebut dapat

menetapkan harga atau syarat-syarat perdagangan lainnya untuk mengekang

suatu persaingan, sehingga hal ini dapat menguntungkan para anggota yang

bersangkutan. Aspek yang destruktif lainnya dari kartel, bahwa kartel dapat

mengontrol atau mengekang masuknya pesaing dalam bisnis yang

bersangkutan.17

Larangan mengadakan bentuk perjanjian kartel ini dicantumkan dalam

ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang menetapkan

sebagai berikut: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku

usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan

mengatur produksi dan atau suatu barang dan atau jasa, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.”

17

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 283.

Page 34: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

25

Merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999, maka suatu bentuk perjanjian kartel dilarang oleh hukum

antimonopoli bila perjanjian tersebut bertujuan untuk mempengaruhi harga

dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau asa

tertentu, di mana perbuatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.18

Sebagaimana diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

telah mengatur secara spesifik dalam pasal-pasal tersendiri mengenai

perjanjian, perbuatan yang dilarang dan larangan posisi dominan secara

terpisah. Maka, kartel haruslah terpisah dan tidak termasuk dalam ketentuan-

ketentuan pasal lainnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kartel

yang dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

mengatur mengenai pelarangan kartel yang menekankan pada kesepakatan

untuk mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa yang

dimaksudkan untuk mempengaruhi harga.19

Ketentuan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

mengadopsi prinsip rule of reason. Perumusan kartel sebagai sesuatu yang

dilihat dengan prinsip rule of reason yang cenderung untuk melihat dan

memeriksa alasan-alasan dari pelaku usaha melakukan suatu perbuatan yang

dianggap melanggar hukum persaingan usaha. Hal ini berarti Komisi

18

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 284. 19

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 285.

Page 35: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

26

Pengawasan Persaingan Usaha harus dapat membuktikan bahwa alasan-

alasan dari pelaku usaha tidak dapat diterima (unreasonable).20

Perumusan kartel secara rule of reason oleh pembentuk Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat diartikan pelaku usaha dapat membuat

perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk

mempengaruhi harga dengan mengatur produksi atau pemasaran suatu barang

atau jasa asalkan tidak mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.21

Dengan kata lain, hal ini dapat diartikan bahwa pembentuk undang-

undang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat melihat bahwa

sebenarnya tidak semua perjanjian kartel dapat menyebabkan persaingan usaha

tidak sehat, seperti misalnya perjanjian kartel dalam menginsyaratkan untuk

produk-produk tertentu harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang bertujuan

untuk melindungi konsumen dari produk yang tidak layak atau dapat

membahayakan keselamatan konsumen dan tujuannya tidak menghambat

persaingan, pembuat Undang-undang persaingan usaha mentolelir peranjian

kartel seperti itu.22

Sistem hukum kartel di Indonesia yang menganut prinsip rule of

reason, perumusan pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ditafsirkan

bahwa dalam melakukan pemeriksaan dan pembuktian adanya pelanggaran

20

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 286-287. 21

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 287. 22

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 287.

Page 36: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

27

terhadap ketentuan tersebut, harus diperiksa alasan-alasan pelaku usaha dan

terlebih dahulu dibuktikan telah terjadi praktik monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat. Dengan kata lain, dalam memeriksa dugaan adanya kartel

akan dilihat alasan-alasan dari pelaku usaha yang melakukan perbuatan kartel

tersebut dan akibat dari perjanjian tersebut terhadap persaingan usaha. Dengan

demikian, maka sangat diperlukan adanya pengkajian yang mendalam

mengenai alasan kesepakan para pelaku usaha melakukan perjanjian kartel

dibandingkan dengan kerugian ataupun hal-hal negatif dari kartel bagi

persaingan usaha.23

Sehubungan dengan itu, kartel juga dapat memberikan keuntungan,

sehingga diperkenankan keberadaannya sepanjang memberikan keuntungan

bagi masyarakat banyak, diantaranya dapat membentuk stabilitas tingkat

produksi, tingkat harga, dan wilayah pemasaran (yang sama) di antara para

pelaku usaha. Indonesia sebenarnya mengikuti Jepang yang mensyaratkan

adanya “substantial restaint of competition” yang “country to the public

interest” di dalam larangan kartel. Perjanjian kartel baru illegal apabila sudah

dipraktikkan dan ternyata mengurangi persaingan secara substansial.24

Jadi

dapat disimpulkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, larangan kartel

pada pasal 11 tersebut tidak mengkategorikan kartel sebagi per se illegal,

sebab kartel masih dimungkinkan sepanjang tidak menimbulkan monopolisasi

dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat.

23

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 288-289. 24

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 289-290.

Page 37: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

28

BAB III

KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA SEBAGAI LEMBAGA

OTORITAS PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA

A. Sejarah Pembentukan dan Kedudukan KPPU dalam Sistem

Ketatanegaraan Indonesia

1. Sejarah Pembentukan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) merupakan komisi

yang lahir dari pengejawantahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

yang tidak terlepas dari konteks sosial politik pada saat undang-undang

tersebut disahkan. Dalam penjabaran skipsi ini akan menganalisis sejarah

berdirinya KPPU berdasarkan sudut pandang hukum dan sudut pandang

sosial-politik, sudut pandang hukum dalam melihat sandaran hukum pada

penegakan persaingan usaha sebelum hadirnya Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999, disisi lain diperlukan pembahasan mengenai konteks sosial

politik agar pembahasannya lebih komperhensif.

Sebelum dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,

maka pengaturan tentang persaingan usaha tidak sehat didasari pada pasal

1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melanngar hukum, dan pasal 382

bis KUHPidana yang menggambarkan bahwa seseorang dapat dikenakan

Page 38: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

29

sanksi pidana atas tindakan “persaingan curang” dan harus memenuhi

beberapa kriteria sebagai berikut1:

1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan

curang;

2. Perbuatan persaingan curang itu dilakukan dalam rangka mendapatkan,

melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan, atau perusahaan;

3. Perusahaan yang diuntungkan karena persaingan orang tersebut baik

perusahaan si pelaku maupun perusahaan lain;

4. Perbuatan pidana persaingan curang dilakukan dengan cara

menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu;

5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut telah menimbulkan

kerugian bagi konkurennya dari orang lain yang diuntungkan dengan

perbuatan si pelaku.

Landasan hukum peraturan yang mengatur mengenai persaingan

usaha sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sangat

lemah secara substansi karena terlalu umum dalam menerangkan aturan

persaingan usaha yang seharusnya menjadi aturan khusus tersendiri dalam

perundang-undangan di Indonesia, dan belum jelas alur penanganan serta

indikator kecurangan usaha.

Dari sisi sosial politik pada masa sebelum reformasi, perekonomian

Indonesia didominasi oleh struktur yang terkonsentrasi. Pelaku usaha yang

memiliki akses terhadap kekuasaan dapat menguasai dengan skala besar

perekonomian Indonesia. Struktur monopoli dan oligopoli sangat

mendominasi sektor-sektor ekonomi saat itu. Dalam perkembangannya,

pelaku-pelaku usaha yang dominan bahkan berkembang menjadi

konglomerasi dan menguasai dari hulu ke hilir di berbagai sektor. Salah

1 Suharsil dan M. Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha tidak sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 97-98.

Page 39: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

30

satu contohnya adalah Grup Salim yang hampir menguasai seluruh bidang

bisnis di Indonesia pada masa Orde Baru.2

Menurut Didik J. Rachbini tuntutan perlunya bisnis yang fair sudah

ada sejak 20-25 tahun yang lalu. Karena kenyataan di tanah air dengan

terjadinya ketimpangan ekonomi, dimana data menunjukan, bahwa 99 %

pelaku usaha di tanah air merupakan sektor usaha kecil dan menengah, dan

mereka hanya menguasai aset ekonomi sebanyak 40% dari ekonomi

nasional. Sedangkan sisanya 1% disebut sebagai pelaku usaha besar dan

kakap yang menguasai 60% aset ekonomi nasional.3

Jika dikelompokan menjadi arus utama, terdapat dua faktor yang

mempengaruhi kelahiran Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU).

Pertama, pada masa Orde Baru pernah diterapkan suatu kebijakan ekonomi

yang dikenal dengan kebijakan substitusi impor, yaitu sebuah kebijakan

yang memberikan perlindungan khusus, kemudahan dan fasilitas kepada

segelintir pelaku usaha dari persaingan internasional. Secara idealistis

tujuan dari kebijakan ini dinilai cukup tepat sebagai penggerak bagi

tumbuhnya industri kecil lainnya dalam proses tickle down effect. Namun

yang kemudian terjadi justru pemusatan ekonomi kepada sekelompok

pengusaha yang diberi kemudahan tersebut. Grup Salim menjadi salah satu

contoh perusahaan yang diberikan kemudahan oleh presiden Soeharto.

Keterpurukan ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan ini mencapai

puncaknya pada masa krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun

1998. Tuntutan untuk menyusun sebuah Undang-undang anti monopoli

2 Artikel diakses pada 8 Maret 2017 di http://industri.kontan.co.id/news/gang-of-four-legenda-

konglomerasi-orde-baru 3 Suharsil dan M. Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha tidak sehat di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 104.

Page 40: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

31

yang dinilai sebagai solusi dari permasalahan perekonomian sedang yang

dihadapi Indonesia pada waktu tersebut.4

Kedua, Secara eksternal tekanan dari International Monetary Fund

(IMF) terhadap Indonesia agar menyusun undang-undang anti monopoli

sering pula disebut sebagai salah satu syarat untuk memperoleh pinjaman

asing juga sering disebutkan sebagai alasan dari lahirnya Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999. Keterlambatan pencairan dana dari IMF pada waktu

itu akan berdampak serius bagi perekonomian dan investasi asing yang

akan berinvestasi di Indonesia, hal ini tentunya lebih jauh akan

menimbulkan kemerosotan perekonomian nasional. Dalam penjelasan

umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa

kecenderungan globalisasi perekonomian serta dinamika dan

perkembangan usaha swasta sejak awal 1990-an dianggap sebagai

tantangan dan persoalan dalam perkembangan pembangunan nasional.5

Pengalaman sejarah mengenai persaingan usaha di Indonesia

memberikan standing position berdirinya Komisi Pengawasan Persaingan

Usaha (KPPU). Hadirnya KPPU di Indonesia bukanlah suatu hal baru di

lingkungan internasional, pemberian wewenang khusus kepada suatu

komisi untuk melaksanankan suatu peraturan di bidang persaingan

4 Sukendar, “Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxiliary States Organ) dalam

Konfigurasi Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedududkan KPPU dan Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia)”, Jurnal Hukum Persaingan Usaha vol. I, No. 1, (Jakarta, 2009),

h. 179. 5 Sukendar, “Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxiliary States Organ) dalam

Konfigurasi Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedududkan KPPU dan Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia)”, Jurnal Hukum Persaingan Usaha vol. I, No. 1, (Jakarta, 2009),

h.178.

Page 41: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

32

merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh kebanyakan negara. Di

Amreika Serikat, Departemen kehakiman mempunyai divisi khusus, yaitu

Antitrust Division untuk menegakan Sherman Act. Departemen kehakiman

bersama-sama Federal Trade Commision juga bertugas menegakan

Clayton Act. Masyarakat Ekonomi Eropa dengan European Comunnity

Comission, di Jepang, Korean, dan Taiwan dengan Fair Trade Commision,

di Kanada disebut Competition Bereau dan di Prancis disebut Le Conseil

De La Concurrence.6

2. Kedudukan KPPU dalam Ketatanegaraan di Indonesia

Salah satu perkembangan menarik dalam dunia hukum

ketatanegaraan modern adalah berkaitan dengan kemunculan lembaga-

lembaga negara khusus (auxiliary state’s organ) yang sering disebut

dengan komisi-komisi negara dengan dasar pelaksanaan tugasnya mengacu

kepada peraturan perundangan-undangan yang mengaturnya.7

Bagir Manan mengklasifikasi lembaga negara menjadi 3 (tiga)

kategori, yaitu lembaga negara yang bersifat ketatanegaraan, lembaga

negara yang bersifat administratif, dan lembaga bersifat membantu

(Auxiliary Agents).8 Extra auxiliary organ adalah lembaga negara atau

komisi negara yang dibentuk di luar konstitusi yang tugas utamanya adalah

6 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.

44. 7 Rahmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.

47. 8 Tresna P. Soemardi, “Kajian Holistik Kelembagaan KPPU-RI: Antara Harapan Vs Fakta

Historis 2000-2011”, Jurnal Hukum Persaingan Usaha vol. VI, (Jakarta, 2011), h. 12.

Page 42: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

33

membantu, menguatkan tugas lembaga negara pokok (ekskutif, legislatif

maupun yudikatif) dan menyelesaikan permasalahan dengan cepat dan

efektif, yang biasa disebut juga dengan lembaga negara independen (quasi

organs). Secara umum, kewenangan extra auxiliary organ sebenarnya

telah ada pada lembaga negara pokok, namun dalam proses transisi kondisi

negara yang lebih demokratis dan di satu sisi terdapat ketidakpercayaan

rakyat yang begitu besar kepada. Lembaga negara pokok yang sudah ada,

maka dibentuklah extra auxiliary organ tersebut.9

Kedudukan KPPU dalam sistem ketatanegaraan Indonesia juga

dilihat sebagai bagaian demokratisasi penyelengaraan pemerintahan.

Keberadaan KPPU atau lembaga-lembaga negara khusus lainnya juga

dapat ditafsirkan sebagai bentuk koreksi bagi penyelengaraan kekuasaan

oleh lembaga-lembaga negara sebelumnya yang dinilai berjalan tidak

efektif.10

Pada konteks kelembagaan suatu negara, keberadaan KPPU yang

bersifat komplementer (states auxiliary) yang mempunyai tugas multi

kompleks dalam mengawasi setiap gerak, langkah, dan praktik persaingan

usaha tidak sehat yang dilakukan oleh para pelaku usaha.11

9 Tresna P. Soemardi, “Kajian Holistik Kelembagaan KPPU-RI: Antara Harapan Vs Fakta

Historis 2000-2011”, Jurnal Hukum Persaingan Usaha vol. VI, (Jakarta, 2011), h. 33. 10

Sukendar, “Kedudukan Lembaga Negara Khusus (Auxiliary States Organ) dalam

Konfigurasi Ketatanegaraan Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedududkan KPPU dan Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia)”, Jurnal Hukum Persaingan Usaha vol. I, No. 1, (Jakarta, 2009),

h. 187. 11

L. Budi Kagramanto, Mengenal Jukum Persaingan Usaha: Berdasarkan Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999, (Surabaya: Laros, 2008), h. 232.

Page 43: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

34

Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan suatu organ khusus

yang mempunyai tugas ganda selain menciptakan ketertiban dalam

persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim

persaingan usaha yang kondusif. Meskipun KPPU mempunyai fungsi

penegakan hukum khususnya hukum persaingan usaha, namun KPPU

bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha. Dengan demikian

KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana maupun perdata.

Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administratif, sehingga sanksi

yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif.12

B. Tugas dan Wewenang KPPU dalam Persaingan Usaha di Indonesia

Mengenai tugas dari KPPU telah diatur secara rinci dalam ketentuan

pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian disebutkan

kembali dalam ketentuan pasal 4 keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999

yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2008. Menurutt

Pasal 35 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tugas KPPU meliputi:

a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16

b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yaiig dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

12

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 36.

Page 44: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

35

persaingan usaha tidak sehat sebagamana diatur dalam Pasal 17 sampai

dengan Pasal 24

c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25

sampai dengan Pasal 28

d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur

dalam Pasal 36

e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-

undang ini

g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Defenisi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dijelaskan

dalam pasal 1 butir 18 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai berikut :

”Komisi Pengawasan Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk

mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”

Pasal ini menjadi poin penegasan dibentuknya KPPU sebagaimana

yang telah diatur dalam pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 dikatakan bahwa KPPU sebagai lembaga independen yang terlepas dari

pengaruh serta kekuasaan pemerintah maupun pihak lainnya.

Page 45: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

36

Sedangkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 75 Tahun 1999

tentang Komisi Pengawasan Persaingan Usaha memperjelas defenisi KPPU

pada pasal 1 ayat (2) yakni:

“Lembaga independen (non struktural) yang dibentuk untuk mengawasi

pelaksanaan Undang-Undang tentang larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat terlepas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintah serta pihak lain”

Penegasan secara legal formal tentang pemerintah untuk tidak

mempengaruhi KPPU dalam menjalankan amanat yang diberikan oleh

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menunjukan bahwa kebebasan komisi

yang dalam ini diakui oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

adalah sangat penting.

Larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

dinyatakan bahwa status KPPU adalah suatu lembaga independen yang

terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain. Dalam

melaksanakan tugasnya, KPPU bertanggung jawab kepada Presiden.

Walaupun demikian, KPPU tetap bebas dari pengaruh dan kekuasaan

pemerintah, sehingga kewajiban untuk memberikan laporan merupakan

pelaksanaan prinsip administrasi yang baik. Selain itu, berdasarkan Pasal 35

Huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU juga berkewajiban untuk

menyampaikan laporan berkala atas hasil kerja KPPU kepada Dewan

Page 46: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

37

Perwakilan Rakyat (DPR). Pelaporan langsung oleh KPPU kepada DPR

tersebut memang sesuai dengan kebiasaan internasional.13

KPPU mempunyai kewenangan yang sangat luas, meliputi wilayah

eksekutif, yudikatif, legislatif, dan konsultatif. Dalam menjalankan fungsinya

tersebut, lembaga ini mempunyai kewenangan sebagai investigator

(insvestigative function), penyidikan, pemeriksaan, penuntu (presecuting

function), pemutus (adjudication function) dan juga investigasi (consultative

function).14

Kewenangan KPPU secara kelembagaan jika diperinci lebih jauh,

hanya terbatas pada kewenagan administratif. Walaupun demikian, ada

kewenangan yang mirip dengan badan penyidik, badan penuntut, bahkan

badan pemutus, tetapi itu semua hanya semata-mata dalam rangka

menjatuhkan hukum administratif saja, tidak lebih dari itu. Karena itu, badan

penyidik bukanlah suatu polisi khusus, atau badan penyidik sipil, dan juga dia

tidak punya kekuatan eksekutorial, yakni keputusan yang sederajat dengan

putusan hakim. Karena itu, putusan KPPU dapat langsung diminta penetapan

eksekusi (fiat executie) pada pengadilan Negeri yang berwenang tanpa harus

beracara sekali lagi di pengadilan tersebut.15

13

Knud Hansen, ed., Undang-undang Larangan Praket Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, cet.II, (Jakarta: Katalis), 2001, h. 370. 14

Knud Hansen, ed., Undang-undang Larangan Praket Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, cet.II, (Jakarta: Katalis), 2001, h. 45. 15

Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1999), h. 103-104.

Page 47: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

38

Dalam melakukan pengawasan serta penegakan segala hal yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, KPPU memiliki kewenangan

yang diatur dalam pasal 36. Kewenagan tersebut meliputi :

1. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang

adanya dugaan terjadinya praktek monompoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat, melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiataan usaha

dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya

praktek momopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau

tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

3. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan

praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan

oleh masyarakat atau pelaku usaha.

4. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau

tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

5. Menghadirkan pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan dan pengaturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

6. Memanggil dan memeriksa saksi, ahli, atau setiap orang yang dianggap

mengetahui pelanngaran terhadap ketentuan Undang-Undang ini.

7. Memeinta bantuan penyedik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, ahli,

atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e, dan huruf f, yang tidak

bersedia memenuhi panggilan dari KPPU.

Page 48: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

39

8. Memeinta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan

penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar

ketentuan Undang-Undang ini.

9. Mendapatkan, meneliti, dan atau membuat surat, dokumen atau alat bukti

lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.

10. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugiaan di pihak

pelaku usaha lain atau masyarakat.

11. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

12. Menjatuhkan sanksi berupa tidankan admisnistratif kepada pelaku usaha

yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap terhadap ketentuan

perundang-undangan ini.

C. Peranan KPPU dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha

Tujuan dari dibentuknya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tdak Sehat antara lain:

1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional

sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan

usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan

berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan

pelaku usaha kecil.

Page 49: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

40

3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan

4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Maka berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, objek

pengawasan KPPU adalah aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat.

Dalam menjalankan pengawasannya KPPU berperan dalam melakukan

penilaian terhadap pelaku usaha yang dianggap melanggar Undang-undang.

Penilaian tersebut merupakan pengawasan dari:

1. Peranjian-peranjian yang dilarang

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999 perjanian yang dilarang

dalam bab III mulai pasal 4 sampai pasal 16. Perjanjian tersebut antara lain;

oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,

oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak

luar negeri.

2. Perbuatan yang dilarang

Diatur dalam pasal 17 sampai pasal 24 Undang-undang Nomor 5

Tahun 1999, antara lain monopoli, monopsoni, penguasaan pasar,

persekongkolan.

3. Larangan yang berkaitan dengan posisi dominan

Posisi dominan diartikan sebagai pelaku usaha yang menguasai

50% atau 75% untuk suatu kelompok usaha, atas penguasaan barang atau

jasa tertentu. Hal ini bertujuan untuk mencegah atau menghalangi

konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing.

Page 50: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

41

Peranan-peranan KPPU adalah untuk mewujudkan demokrasi

ekonomi. Demokrasi ekonomi yang menghendaki adanya kesempatan

yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses

produksi dan pemasaran barang atau jasa dalam iklim usaha yang efektif

dan efisien, sehingga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan

berkerjanya ekonomi pasar yang wajar.

Page 51: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

42

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN KPPU NO. 05/KPPU-i/2013 TERKAIT

PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL IMPOR BAWANG PUTIH

A. Kasus Posisi

Pada tahun 2013 masyarakat dikejutkan dengan kenaikan harga

bawang putih secara signifikan diberbagai daerah di Indonesia. Harga bawang

mulai naik pesat sejak November 2012 dari harga normalnya Rp 10-15 ribu

per kilogram hingga mencapai antara Rp 60 hingga 85 ribu per kilogram,

kondisi ini menyebabkan harga bawang putih dipasar domestik menembus

rekor tertinggi dalam sejarah, sedikitnya enam kali lipat harga normal. Komisi

Pengawasan Persaingan Usaha menemukan sejumlah indikasi kuat permainan

kartel, menurut ketua KPPU Nawir Messi kelangkaan bawang putih ini bukan

kejadiaan acak, kemungkinan besar ini terkoordinasi sedemikian rupa

sehingga pasar bergejolak sedemikian rupa hingga harga melonjak enam kali

lipat. 1

Kelangkaan komoditas bawang putih sehingga membuat naik harga

bawang putih pada bulan Maret 2013. Pengertian kegiatan tersebut adalah

aktivitas jual beli bawang putih yang dilakukan oleh beberapa importir

bawang putih di Indonesia dengan berbagai proses yang menyertainya. Bagi

masyarakat, bawang putih merupakan rempah-rempah yang menjadi salah satu

sumber bahan pokok bagi bumbu-bumbu masakan di Indonesia. karena

1Artikel diambil dari

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/03/130318_garliccartel pada Jumat 28

Oktober 2016, pukul 10.15 WIB.

Page 52: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

43

menyangkut proses ekonomi dan persaingan usaha maka KPPU mengambil

peranannya dalam pengusutan masalah ini

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang

mempunyai otoritas dalam menjalankan Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 agar terciptanya persaingan usaha yang sehat setelah mendapatkan

laporan, melakukan mekanisme penelitian, penyidikan, pemeriksaan, dan

memutuskan perkara dugaan pelanggaran dalam kasus importasi bawang

November 2012 sampai dengan bulan Februari 2013 mengeluarkan putusan

perkara No. 05/KPPU-i/2013.

Kondisi objektif kegiatan ekonomi di pasar terkait dengan produk

bawang diatas, sebelum melakukan mekanisme putusan perkara, KPPU

menerima hasil monitoring tentang adanya dugaan pelanggaran Pasal 11, Pasal

19 huruf c, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait

importasi bawang yang dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai

pasal 11dan pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Bahwa Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 mengenai kartel

menyebutkan. “pelaku usaha dilarang membuat perjanian dengan pelaku

usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dnegan

mengatur produksi atau pemasaran suatu barang dan atau jasayang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat”

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan “Pelaku

Usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi

dan atau pemasaran barang dan atau asa pelaku usaha pesaingnya dengan

maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dsipasok di pasar

bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun

ketetapan waktu yang dipersyaratkan”

Page 53: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

44

Obyek perkara terkait dengan kasus dugaan pelanggaran Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yakni:2 Terlapor I, CV Bintang; Terlapor II, CV

Karya Pratama; Terlapor III, CV Mahkota Baru; Terlapor IV, CV Mekar

Jaya; Terlapor V, PT Dakai Impex; Terlapor VI, PT Dwi Tunggal Buana;

Terlapor VII, PT Global Sarana Perkasa; Terlapor VIII, PT Lika Dayatama;

Terlapor IX, PT Mulya Agung Dirgantara; Terlapor X, PT Sumber Alam Jaya

Perkasa; Terlapor XI, PT Sumber Roso Agromakmur,; Terlapor XII, PT

Tritunggal Sukses,; Terlapor XIII, PT Tunas Sumber Rezeki; Terlapor XIV,

CV Agro Nusa Permai; Terlapor XV, CV Kuda Mas;Terlapor XVI, CV Mulia

Agro Lestari;Terlapor XVII, PT Lintas Buana Unggul;Terlapor XVIII, PT

Prima Nusa Lentera Agung,; Terlapor XIX, PT Tunas Utama Sari Perkasa.

yang diputuskan KPPU melalui Terlapor XX, Badan Karantina Kementerian

Pertanian Republik Indonesia;Terlapor XXI, Direktur Jenderal Perdagangan

Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.

Merujuk kepada identitas terlapor, terdapat dua kategorisasi terlapor

yakni:

a. Pihak Pelaku Usaha

Periode November 2012 sampai Februari 2013 terdapat 20 pelaku

usaha yang mengurus perizinan importasi bawang putih, dari 20 pelaku

usaha tersebut 19 diantaranya menjadi terlapor dalam kasus dugaan

pelangaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Satu pelaku usaha

2 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 4-5.

Page 54: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

45

lainnya PT Indo Baru Utama tidak mendapatkan perpanjangan izin impor

oleh Kementrian Perdagang Republik Indonesia.3

Para pelaku usaha yang menjadi terlapor dalam kasus dugaan

persaingan usaha tidak sehat terindikasi melanggar Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 dikarenakan terdapat beberapa kejanggalan dalam

proses usahanya. Mulai dari perizinan sampai pada distribusi kepada

konsumen. Indikasi-indikasi pelanggaran diantaranya:

1. Terdapat perubahan harga bawang putih yang sangat signifikan pada

periode Oktober 2012 sampai dengan Maret 2013 dengan harga

berdasarkan data dari Tempo di pasar induk yaitu, Rp. 12.000/kg

menjadi Rp. 60.000/kg pada bulan Maret 2013.4

2. Para Pelaku Usaha yang terlapor menguasai 81,38 persen pangsa pasar

Impor Bawang putih di Indonesia, yang secara langsung mampu

mempengaruhi harga di pasaran.5

b. Pihak non Pelaku Usaha

Dalam penelitian ini, yang menjadi salah satu objek pembahasan

adalah keterkaitan pihak non pelaku usaha dalam perkara importasi

bawang putih dalam hal ini Badan Karantina Kementrian Pertanian

Republik Inodnesia, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, dan Menteri Perdagangan

Republik Indonesia. Dua diantaranya menurut putusan KPPU No.

3 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 14.

4Artikel diambil dari https://m.tempo.co/read/fokus/2013/03/22/2729/dalam-3-pekan-kartel-

bawang-raup-rp-1-1-triliun diakses tanggal 28 Oktober 2016. 5 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013, h. 28.

Page 55: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

46

05/KPPU-i/2013 terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999.

Badan Karantina sesuai dengan Peraturan Kementrian Pertanian

(Permentan) Nomor 61 Tahun 2010, yang tugas pokok melakukan

perlindungan di pintu masuk dan pintu keluar Indonesia, yang tujuannya

melindungi sumber daya alam pertanian tumbuhan dan hewani dengan

melakukan pencegahan tersebarnya penyakit tumbuhan dan hewan di

seluruh Indoneisa. Kaitannya dengan perkara importasi bawang adalah

sesuai dengan Permentan Nomor 60 Tahun 2012 berwenang untuk

memeriksa kesesuaian masa berlaku Rekomendasi Impor Produk

Holtikultural (RIPH) dengan masa berlaku Surat Persetujuan Impor (SPI).

Dalam hasil persidangan membuktikan Badan Karantina telah melakukan

pelayanan karantina importasi bawang putih para terlapor, meskipun

terdapat ketidaksesuaian masa berlaku RIPH dan masa berlaku SPI

terlapor.6

Pihak non pelaku usaha kedua adalah Kementrian Perdagangan

dalam hal ini Menteri Perdagangan yang sesuai ketentuan pasal 10 ayat 2

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M./-DAG/PER/5/2012 Menteri

mendelegasikan kewenangan penerbitan persetujuan impor kepada

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.7 Keterlibatan ketiga pihak non

pelaku usaha ini dikarenakan importasi bawang harus mendapatkan RIPH

dengan landasan hukum Peraturan Menteri Pertanian Nomor

6 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 118.

7 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 24.

Page 56: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

47

03/Permentan/OT.140/I/2012 setelah para pelaku usaha mendapatkan

RIPH dari Kementrian Pertanian, selanjutnya sebelum melakukan impor

sesuai dengan jangka waktu yang diberikan Kementrian Pertanian para

importir bawang putih harus mendapatkan SPI dari Kementrian

Perdagangan yang dalam hal ini Menteri Perdangangan mendelegasikan

kewenangnya kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri. Proses

terakhir adalah pemeriksaan kelengkapan dan kecocokan RIPH dan SIP

oleh Badan Karantina Kementrian Pertanian Republik Indonesia ketika

bawang putih sudah sampai di Indonesia.

Pada perkara importasi bawang ini yang menjadi kejangalan yang

menyeret dua kementrian ini adalah terkait perpanjangan SPI yang tidak

transparan dan diskriminatif karena terdapat pelaku usaha yang tidak

diberikan dan tidak ada aturan mengenai perpanjangan SPI, serta

diloloskannya para importir oleh Badan Karantina meskipun tidak terpada

kesesuaian antara RIPH dan SPI.8 Tim investigator menduga bahwa ada

proses perpanjangan SPI yang tidak didasarkan kepada Permendag No. 30

Tahun 2012 dimana setiap pemberian SPI harus berdasarkan RIPH dan itu

tidak ada. Rentang waktu SPI itu diberikan kepada importir dari November

sampai Desember 2012. Maka dari 2012 seharusnya SPI itu sudah

berhenti, dari 23 Desember 2012 sampai tanggal 28 Februari itu ada

pemberian SPI dan tanpa RIPH jadi melanggar Permendag. Dalam LDP

disebut bahwa itu diskriminatif oleh karena tidak semua pemberian SPI

8 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 26.

Page 57: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

48

yang mendapatkan SPI sampai 23 Desember 2012 itu mendapatkan

perpanjangan SPI. Bahkan ketika di antara mereka bertanya apakah ada

perpanjangan SPI jawabannya tidak ada. Jadi disitulah ada aspek

diskriminatif, dalam hal ini perpanjangan SPI berkaitan dengan impor dan

impor dalam data sementara KPPU pada saat itu menguasai hampir 85

persen dari suplai nasional. Tiga grup yang mendapatkan SPI itu menguasai kuota

impor 86 persen. Kita menduga ada grup yang sudah mendapat SPI sementara ada

pelaku usaha lain yang tidak mendapatkan SPI, disitulah ada potensi kontrol atas

suplai. Karena dari data menyebutkan ternyata impor tidak datang secara

berbarengan, bertahap dan uniknya tidak semua selesai pada tanggal 23 Desember

tapi selesai sampai tanggal 28 Februari.

B. Putusan KKPU No. 05/KPPU-i/2013

a. Pelaku Usaha

Setelah menimbang berdasarkan fakta-fakta, penilaian, analisis,

serta penilaian terhadap kasus importasi bawang mulai dari November

2012 sampai dengan Februari 2013 Majelis KPPU memutuskan :9

1. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,

Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapr IX,

Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV,

Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, dan

Terlapor XIX tidak terbukti melanggar Pasal 11 Undang- Undang

Nomor 5 Tahun 1999;

9 Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013, h. 290.

Page 58: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

49

2. Menyatakan bahwa Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,

Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VII, Terlapor VIII, Terlapr IX,

Terlapor X, Terlapor XI, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor XIV,

Terlapor XV, Terlapor XVI, Terlapor XVII, Terlapor XVIII, Terlapor

XIX, dan Terlapor XXI,terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Terkait sanksi yang diberikan oleh KPPU masing-masing pelaku usaha

dikenakan denda yang beranekaragam 20-900 juta, untuk rinciannya bisa

dilihat di Putusan Perkara KPPU No. 05 tahun 2013 pada halaman 288.

b. Pihak Non Pelaku Usaha

Dalam kasus importasi bawang putih periode November 2012-

Februari 2013 dari tiga pihak non pelaku usaha yang menjadi terlapor,

yang terbukti bersalah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian

Perdagangan Republik Indonesia, dan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia. karena terbukti melakuakan tindakan yang tidak berlandaskan

hukum yang menghambat persaingan usaha dengan pemberian SPI yang

tidak sesuai dengan RIPH dan berlaku diskriminatif karena tidak

memperpanjang satu pelaku usaha lainnya.10

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha memberikan Rekomendasi

kepada pihak non pelaku usaha diantaranya: 11

10

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 24-25. 11

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 288.

Page 59: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

50

1. Setiap intansi pemerintah dalam hal ini kementrian pertanian dan

kementrian perdagangan Republik Indonesia untuk meperhatikan

prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat dalam perumusan

kebijakannya.

2. Penetapan kebijakan impor khususnya yang menggunakan skema

kuota harus berkoodinasi dengan instansi terkait.

C. Analisis Penulis

1. Kedudukan Hukum Keputusan KPPU No. 05/KPPU-i/2013

Sebagai produk hukum yang dikeluarkan KPPU putusan Nomor

05/KPPU-i/2013 merupakan output dari mekanisme yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang memberikan wewenang

kepada KPPU untuk memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya

unsur-unsur persaingan usaha tidak sehat yang dituangkan dalam bentuk

putusan setelah melakukan beberapa tahapan yang diatur dalam pasal 36

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999

Putusan KPPU merupakan salah satu sumber penting hukum

persaingan usaha di Indonesia karena merupakan bentuk implementasi

terhadap Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, wajar

kiranya ketentuan bahwa setiap putusan komisi yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap harus diminta penetapan eksekusi dari pengadilan

Page 60: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

51

negeri. Hal ini dapat diartikan bahwa kekuatan dan pelaksaan putusan

tersebut berada dibawah pengawasan ketua Pengadilan Negeri.12

Meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum persaingan

usaha, namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha.

Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana

maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga

administratif karena kewenangan yang melekat kepadanya adalah

kewenang administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan

sanksi administratif.13

Aspek yuridis dasar hukum putusan KPPU tertuang dalam pasal 43

ayat (2):

“Komisi wajib memutuskan telah terjadi atau tidak pelanggaran

terhadap undang-undang selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan (2).”

Pasal ini mengidikasikan bahwa KPPU mempunyai wewenang

dalam memberikan penelian berdasarkan penyelidikan, apakah sebuah

perkara melanggar undang-undang atau tidak. Ketika sudah diputusakan

secara otomatis sudah memeliki keputusan hukum yang kuat.

Dilihat dari segi sifat putusan terhadap akibat hukum yang

ditimbulkan, putusan KPPU dikategorikan sebagai putusan

komdemnatoir.14

Karena memberikan hukuman administratif kepada pihak

12

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 331. 13

Artikel diambil dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21865/mempersoalkan-

sanksi-pidana-dalam-hukum-persaingan-usaha pada Selasa 15 November 2016. 14

Putusan kondemnatoir adalah putusan yang memuat amar yang menghukum salah satu pihak

yang berpekara. Dikutip dari buku M. Yahya Harahap, Acara Perdata Tentang Gugatan,

Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h.

877.

Page 61: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

52

yang terbukti melanggar Undang-Undang, yang memiliki penjelasan

seperti berikut:15

1. Putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak

untuk melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu kepada

pihak lawan untuk memenuhi prestasi.

2. Putusan kondemnatoir terdapat pada perkara kontentius.

3. Putusan kondemnatoir selalu berbunyi menghukum dan

memerlukan eksekusi.

4. Apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan

dengan sukarela, maka atas permohonan tergugat putusan

tersebut dapat dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang

memutusnya.

5. Putusan dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum

yang tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu

putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya

hukum (putusan serta merta).

6. Putusan kondemnatoir dapat berupa penghukuman untuk (a)

menyerahkan sesuatu barang, (b) membayar sejumlah uang, (c)

melakukan suatu perbuatan tertentu, (d) menghentikan suatu

perbuatan atau keadaan, (d) mengosongkan tanah atau rumah.

Meskipun demikian, putusan KPPU belum final, terdapat celah

kosong pada pasal 46 ayat (2) yang menyatakan putusan KPPU yang sudah

memiliki kekuatan hukum tetap, harus tetap diminta penetapan eksekusi

kepada Pengadilan Negeri. Maka, jika belum mendapatkan penetapan dari

15 Sukarmi, “Pelaksanaan Putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha”, Jurnal

Persaingan Usaha KPPU edisi. 7 ,(Jakarta,2012) :10.

Page 62: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

53

Pengadilan Negeri, secara langsung putusan tersebut belum sah untuk

dilakukan eksekusi.

Putusan KPPU merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 tentang persaingan usaha. Namun dalam penerapannya KPPU

harus melakukan tahapan dalam keputusannya yakni16

:

a) Pelaku usaha menerima keputusan KPPU dan secara sukarela

melaksanakan sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU. Pelaku Usaha

dianggap menerima putusan KPPU apabila tidak melakukan upaya

hukum dalam jangka waktu yang diberikan oleh Undang-Undang untuk

mengajukan keberatan (pasal 44 ayat 2). Selanjutnya dalam waktu 30

hari sejak diterimanya pemberitahuan mengenai keputusan KPPU,

pelaku usaha wajib melaksanakannya, dan keputusannya memiliki

kekuatan hukum tetap.

b) Pelaku usaha menolak putusan KPPU dan selanjutnya mengajukan

keberatan kepada Pengadilan negeri. Pengajuan keberatan dalam

jangka waktu 14 hari setelah menerima pemberitahuan putusan.

c) Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan, namun menolak

melaksanakan putusan KPPU. Selanjutnya KPPU menyerahkan

putusan tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Dari penjabaran mengenai kedudakan hukum putusan KPPU

penulis menganalisis bahwa sebagai lembaga yang mempunyai

16

Andi Fahmi Lubis, ed., Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, (Jakarta:

KPPU, 2009), h. 312.

Page 63: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

54

kewenangan administratif Keputusan KPPU tidak dapat langsung memiliki

kekuatan hukum tetap harus melalui prosedur hukum tersendiri dan

pelaksanannya memerlukan bantuan lembaga peradilan. Putusan KPPU

juga menepis terlalu luasnya kewenaangan KPPU.

Disamping hal tersebut, tidak tegasnya undang-undang yang

mengatur tentang kekuatan hukum mengenai putusan juga menjadi

persoalan, karena putusan KPPU pada akhirnya ditetapkan oleh Pengadilan

Negeri yang secara kualitas pemahaman mengenai hukum persaingan

usaha tidak seperti KPPU.

2. Isi Putusan KPPU Nomor 05/KPPU-i/2013

a. Analisis Putusan Kartel

Merujuk kepada putusan yang dikeluarkan oleh KPPU, maka

para pelaku usaha yang menjadi terlapor dalam kasus importasi bawang

tidak terbukti melakukan perjanjian kartel. Dari hasil persidangan

dengan landasan hukum pasal 1 poin 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 “Suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan

diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,

baik tertulis maupun tidak tertulis.”

Bahwa dalam proses persidangan tidak ditemukan adanya bukti

perjanjian antara pelaku usaha satu dengan pelaku usaha yang lain,

maka majelis persidangan memutuskan tidak terpenuhinya unsur

perjanjian.

Page 64: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

55

Walaupun secara dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat

sangatlah besar dengan kenaikan harga bawah secara signifikan, namun

KPPU lebih mengutamakan bukti tertulis adanya kartel, penulis mecoba

menganalisis pemenuhan unsur perjanjian dengan beberapa bukti yang

ditemukan oleh KPPU. Sudut pandang Majelis lebih kepada bukti

langsung sesuai dengan peraturan KPPU No. 4 Tahun 2010 tentang

kartel.

Pembuktian kartel dapat dilihat dari harus ada perjanjian atau

kolusi antara pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi dalam kartel, yaitu :17

a) Kolusi eksplisit, yang para anggotanya mengkomunikasikan

kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan

adanya dokumen perjanjian, data mengenai auditbersama,

kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis, data penjualan

dan data-data lainnya;

b) Kolusi diam-diam, yang pelaku usaha anggota kartel tidak

berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan juga

diadakan secara rahasia.

Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan bukti tidak

langsung adalah pembuktian yang diajukan tidak bersifat fisik, tetapi

yang diperoleh sebagai kesimpulan dari hal atau peristiwa yang terjadi

di persidangan.18

17

Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang Kartel, h. 8. 18

M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 558.

Page 65: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

56

Apabila praktik jual beli bawang putih yang dilakukan oleh

masing-masing terlapor di analisis menggunakan alat bukti tidak

langsung, bahwa masing- masing terlapor dapat dianggap melakukan

perjanjian dikarenakan pertimbangan sebagai berikut :

a. Adanya kesamaan pihak yang melakukan pengurusan dokumen

Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih, merupakan suatu

bentuk koordinasi yang mengakibatkan timbulnya kerja sama dan

komunikasi di antara para terlapor. Bahwa sesuai dengan fakta

persidangan terdapat kesamaan pihak yang menyerahkan dokumen

dalam penguurusan SPI dan atau perpanjangan SPI seperti yang

tercantum dalam tabel sebagai berikut:19

No Nama Perusahaan Nama Pembawa Dokumen

1. CV. Bintang Chan Hong Ngai/ Hans / Utari F

Munandar

2. CV. Kaya Pratama Arsan AS / Henry Budiman

3. CV. Mahkota Baru Arsan AS / D Ratno P

4. CV Mekar Jaya Arno SW / Utari F Munandar

5. PT. Dakai Impex Chan Hong Ngai / Hans / Utari F

Munandar

6. PT. Dwi Tunggal

Buana

Linda Magdalena Thalib /

Rajasatya Siregar /Anthony Rio

Sanjaya

7. PT Global Sarana

Perkasa

Rajasatya Siregar

8. PT Lika Dayatama Anthony Rio Sanjaya / A Musa

9 PT Mulya Agung

Dirgantara

Utari F Munandar

10. PT Sumber Alam Jaya

Perkasa

Anthony Rio Sanjaya / Arsan AS

11. PT Sumber Roso

Agromakmur

A Musa F / Henry Budiman

19

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013, h. 114.

Page 66: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

57

12. PT Tri Tunggal

Sukses.

Linda Magdalena Thalib /Anthony

Rio Sanjaya

13. PT Tunas Sumber

Rezeki.

Utari F Munandar / Arsan AS

14. CV Agro Nusantara

Permai

Basuki Sutrisno / Apri Sanjaya

15. CV Kuda Mas Basuki Sutrisno / Apri Sanjaya

16. CV Mulya Agro

Lestari

Basuki Sutrisno / Apri Sanjaya

17. CV Lintas Budaya

Unggul

Muhammad Ayub

18. PT Prima Nusa

Lentera Agung

Muhammad Ayub

19. PT. Tunas Utama Sari

Perkasa

Muhammad Ayub

Pemaparan diatas menjadi salah satu bukti bahwa antara terlapor

terjadi afiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung, yang

seharusnya mereka saling bersaing. Hal ini merupakan indikasi kuat

telah terjadinya perjanian secara tidak langsung antar terlapor.

b. Adanya afiliasi baik secara kepengurusan maupun hubungan

keluarga beberapa pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya.

Terdapat afiliasi beberapa pelaku usaha dengan pelaku usaha

lainnya antara lain :20

1) Bahwa sesuai fakta persidangan CV Bintang (Terlapor I)

mempunyai afiliasi dengan PT Dakai Impex (Terlapor V) yang

ternyata Terlapor V merupakan perusahaan orang tua dari

Terlapor I;

20

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013, h. 273.

Page 67: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

58

2) Bahwa sesuai fakta persidangan PT Dwi Tunggal Buana

(Terlapor VI) mempunyai Afiliasi dengan PT Tritunggal Sukses

(Terlapor XII) yang ternyata pengurus di Terlapor VI juga

merupakan pengurus Terlapor XII;

3) Bahwa sesuai fakta persidangan PT Global Sarana Perkasa

(Terlapor VII) mempunyai Afiliasi dengan PT Tritunggal Sukses

(Terlapor XII) yang ternyata pengurus di Terlapor XII

merupakan sepupu dari Pengurus Terlapor VII;

c. Adanya kesepakatan tidak tertulis berupa penyesuaian tindakan yang

mana terdapat kesamaan harga di tingkat importir pada awal Januari

2013 harga berkisar Rp 11.000,-/kg, pada akhir Januari 2013 berkisar

Rp 12.500,-/kg, pada tanggal 9 Maret 2013 berkisar Rp 35.000,- /kg

dan pada tanggal 14 Maret 2014 harga mencapai Rp 40.000,-/kg,

sedangkan harga pada saat persidangan berlangsung berkisar Rp

7.500,-/kg.21

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari itu unsur

perjanjian dalam pasal ini terpenuhi. Maka, dengan merujuk kepada

inderect evidence dalam kasus ini seharusnya unsur perjanjian

terpenuhi.

Bukti dilapangan menujukan dampak langsung yang diakibatkan

oleh kartel importasi bawang putih tahun 2013. Antara lain penyidik

mendapati sedikitnya 531 kontainer bawang putih asal Cina, yang tak

kunjung dikeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya padahal

pasokan bawang langka di pasar. Dari jumlah itu 109 kontainer sudah

21

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 120-121.

Page 68: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

59

dinyatakan bebas masalah bea cukai namun ternyata importir memilih

tetap menahan stok bawang di pelabuhan. Harga bawang yang dalam

kondisi wajar mencapai Rp10-15 ribu per kg, mendadak melejit hingga

Rp85 ribu di Pulau Jawa.22

Penelitian akademik yang melihat faktor rule of reason dan

dampak ekonomi yang diakibatkan kartel dalam pembuktian adalah

Disertasi Farjri Fil’ardi23

. Menyebutkan Pada saat melakukan investigasi

KPPU telah banyak menemukan banyak bukti baik hukum dan ekonomi,

namun pada saat memutuskan perkara KPPU dalam pertimbangannya

tidak menggunakan bukti ekonomi yang telah diperoleh sehingga

memutuskan bahwa terlapor tidak terbukti melakukan kartel. KPPU

selaku otoritas pengawas persaingan usaha seharusnya sudah dapat

mengidentifikasi bahwa adanya perilaku kartel diantara terlapor, hal ini

dikarenakan menurut keterangan saksi di persidangan, harga di tingkat

importir pada awal Januari 2013 harga berkisar Rp 11.000,-/kg, pada

akhir Januari 2013 berkisar Rp 12.500,-/kg, pada tanggal 9 Maret 2013

berkisar Rp 35.000,-/kg dan pada tanggal 14 Maret 2014 harga mencapai

Rp 40.000,-/kg, sedangkan harga pada saat persidangan berlangsung

berkisar Rp 7.500,-/kg.

Dampak besar yang diakibatkan kartel pada perekonomian

khususnya bawang putih sangat merugikan masyarakat banyak, dalam

ajaran Islam juga ditekankan untuk menghindari usaha perniagaan

dengan cara-cara yang curang. Sebagaimana firman Allah dalam Surah

An-Nisa ayat 29:

22

Artikel berita diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2013/05/ 130501_

garliccartel pada Jumat 2 Mei 2017. 23

Fajri Fil’ardi, “Kegiatan Praktik Jual Beli Bawang Putih Yang Dilakukan Beberapa Importir

Dalam Kajian Ketentuan Kartel Menurut Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia,” (Universitas

Padjajaran, Bandung, 2014).

Page 69: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

60

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

perniagaan yang berlaku dengan sama suka diantara kamu. Dan

janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyanyang kepadamu.”(Q.S An-Nisa:29)

b. Analisis Putusan Persekongkolan

Berdasarkan putusan KPPU dengan menganalisis unsur-unsur

terpenuhinya suatu kegiatan usaha dapat disebut sebagai kegiatan

persekongkolan, maka semua unsur tersebut dapat terpenuhi. Dengan

uraian sebagai berikut:

1) Unsur Pelaku Usaha

Unsur pelaku usaha, yang dimaksud pelaku usaha menurut

ketentuan Pasal 1 angka 5 adalah: “setiap orang perorangan atau

badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan

hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan

dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia baik sendiri

maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.”

Bahwa yang dimaksud pelaku usaha dalam perkara ini

adalah importir bawang putih yakni: Terlapor I, Terlapor II,

Terlapor III, Terlapor IV, Terlapor V, Terlapor VI, Terlapor VIII,

Terlapor XIX, Terlapor X, Terlapor XII, Terlapor XIII, Terlapor

Page 70: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

61

XVI, Terlapor XVII, dan Terlapor XIX merupakan pelaku usaha

yang memperoleh rekomendasi pemasukan impor produk

hortikultura khususnya bawang putih untuk periode Oktober 2012

sampai Desember 2012.24

Maka didukung dengan identitas

masing-masing terlapor yang merupakan badan usaha yang

berbadan hukum maka unsur pelaku usaha terpenuhi.

2) Unsur Bersekongkol Dengan Pihak Lain

Bahwa, dalam pasal 1 poin 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahaun

1999 “bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan

pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bagi

kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol”.

Dalam pembuktian unsur ini dapat dikategorisasikan

menjadi dua bentuk persekongkolan. Pertama, antara para pelaku

usaha dengan pihak lain sesama pelaku usaha lainnya ini

dibuktikan dengan bukti penggunaan pihak yang sama dalam

pengurusan surat persetujuan impor. Kedua, antara pelaku usaha

dengan a quo pihak lain dalam hal ini Direktorat Jenderal

Perdangan Luar Negeri Republik Indonesia dan Menteri Perdangan

Republik Indonesia dalam hal cara pemberian perpanjangan SPI

diluar jangka waktu Rekomendasi Izin Pemasukan Holtikultural

(RIPH) yang tidak mempunyai dasar hukum.

24

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013, h. 127.

Page 71: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

62

3) Unsur Pasar Bersangkutan

Bersangkutan dengan pasal 1 poin 10 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 “pasar yang bersangkutan dengan jangkauan atau

daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan jasa

yang sama atau sejenis atau subtitusi dari barang atau jasa

tersebut”. Bahwa dalam kasus ini pasar bersangkutan adalah

importasi bawang putih periode November 2012- Februari 2013.

4) Unsur Menghambat Persaingan

Bahwa dalam prosesnya terdapat pelaku usaha yang tidak

mendapatkan persetujuan SPI dari Kementrian Perdangan Republik

Indonesia yaitu PT Indobaru Utama Sejahtera, sehingga hal ini

mengindikasikan adanya upaya untuk mengurangi persaingan yang

dilakukan oleh para importir.

5) Unsur Kurangnya Ketetapan Waktu yang Dipersyaratkan

Bahwa sesuai dengan aturan yang berlaku para pelaku usaha

terlapor sudah mendapatkan jangka waktu importasi dalam RIPH

dan SPI, namun para terlapor tidak melakukan importasi sesuia

dengan waktu yang diberikan. Atau dengan kata lain para terlapor

melakukan importasi di luar jangka waktu yang telah ditentukan

dalam RIPH dan SPI.

6) Unsur Menyebabkan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Berdasarkan pasal 1 poin 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

“persaingan antar pelaku usaha dalam menalankan kegiatan

produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang

dilakuakan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau

menghambat persaingan usaha”.

Para terlapor terbukti memenuhi unsur ini dikarenaka

kerjasama yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak

Page 72: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

63

langsung dalam pengurusan SPI dan dengan penundaan realisasi

impor yang merupakan tindakan menahan pasokan yang sangat

merugikan konsumen dan persaingan usaha. Maka semua unsur

persekongkolan terpenuhi. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

menghukum terlapor pelaku usaha dengan denda 20 juta – 900 juta

secara berbeda-beda.

Persekongkolan yang mengakibatkan kerugian pada orang

lain baik secara materil atau non materil, juga bertentengan dengan

ajaran Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al Maidah

ayat 2 :

“... dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebajikan dan takwa. Dan janganlah tolong menolong dalam

berbuat dosa dan permusuhan. Bertawakalah kepada Allah,

sungguh sangat berat siksa-Nya.”(Q.S Al Maidah:2)

3. Dasar Hukum Non Pelaku Usaha

Pada dasarnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak

sama sekali menyinggung pihak non pengusaha, akan tetapi terdapat pasal

yang memungkinkan hadirnya multi tafsir ketika hadirnya pihak non

Page 73: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

64

pengusaha adalah dengan adanyanya nomentlatur pihak lain. Namun

beberapa ahli mengartikan pihak lain sebagai pesaing usaha bukan pihak

non pengusaha. Seperti Dr. Andi Fahmi Lubis yang berpedoman pihak lain

sebagai pelaku usaha lainnya.25

Menurut Prof. Dr. L. Budi Karmanto pemerintah dikategorikan

kedalam pihak non pemerintah dikarenakan dalam Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 pihak lain yang ada kaitannya dengan pemerintah adalah

BUMN atau BUMD bukan Kementrian sebagaimana dalam perkara

importasi bawang pemerintah dikategorikan sebagai fasilitator. 26

Tidak terdapat aturan yang jelas mengenai keterlibatan pihak non

pelaku usaha dalam undang-undang nomor 5 tahun 1999 khususnya

pemerintah sebagai fasilitator kebijakan. Karena dalam undang-undang

persaingan usaha yang dianut di Indonesia hanya ada penjabaran tentang

pelaku usaha dalam pasal 1 angka 5.

Dalam putusan KPPU mengenai Importasi bawang putih

dikarenakan tidak adanya dasar hukum yang jelas mengenai suatu perkara

yang didalamnya terdapat keterlibatan pihak non pengusaha terutama

dalam hal ini pemeritah. Rujukan KPPU dalam perkara ini dalam

memberikan sanksi kepada pihak non pemerintah adalah pasal 35 Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1999 poin 6 “memberikan saran dan

pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat”.

25

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 146. 26

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-i/2013, h. 148.

Page 74: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

65

Ditambah dengan latar belakang hadirnya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 ketika iklim demokrasi menyeruak di Indonesia, hukum

persaingan usaha diadopsi dari negara-negara yang sudah terlebih dahulu

menerapkan sistem demokrasi yang diiringi dengan sistem liberal yang

menperkecil porsi pemerintah dalam kegiatan ekonomi. Di Indonesia tidak

sepenuhnya menganut sistem ekonomi tersebut. Pada faktanya

perdagangan bebas (free trade) di indonesia merupakan perdagangan bebas

yang memiliki kebebasan terbtas, yang artinya tidak semua produk dapat

diimpor secara bebas karena terdapat beberapa produk yang proses

impornya diatur secara khusus dalam suatu peraturan pemerintah, dalam

hal ini adalah produk holtikultura. yang akhirnya menimbulkan

ketidaksiapan ketika dihadapkan dengan konteks keterlibatan pemerintah

dalam pelanggaran hukum persaingan usaha.

Oleh karenanya, pemerintah mempunyai peranan besar dalam

menciptakan iklim perasaingan usaha yang baik. David Easton27

,

berpendapat pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan dengan

rasional, harus terdapat evaluasi berjalan atau tidaknya suatu aturan, serta

keterkaitan satu unsur dengan unsur lain. Dalam konteks kasus ini lembaga

negara terkait harus mengevalusi kebijakan lembanganya agar sejalan

dengan niat pemerintah untuk menciptakan persaiangan usaha yang sehat.

Seyogyanya aturan mengenai persaingan usaha harus meliputi

seluruh elemen-elemen yang terlibat dalam proses persaingan usaha,

27

David Easton, Sistem Politik, (Jakarta: Bina Akrasa, 1984), h. 212.

Page 75: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

66

pelaku usaha, fasilitator, maupun konsumen. Kunci hadirnya demokratisasi

ekonomi dalam urusan persaingan usaha harus menutup pintu-pintu

kecurangan agar persaingan yang sempurna dapat terwujud. Sebagaimana

Firman Allah dalam Surah Al-Isra ayat 35:

“ Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan

timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu)

dan lebih baik akibatnya”. (QS. Al-Isra: 35)

Esensi ayat ini tidak hanya mengenai adilnya pelaku usaha dalam

memberikan timbangannya pada konsumen, secara alegoristik bisa

dimaknai sebagai keterbukaan dan keadilan bagi semua elemen yang

terlibat dalam perniagaan (dunia usaha). Islam mengajarkan niali-nilai

keadilan dan persamaan dalam dunia usaha.

Kajian hukum dan nilai-nilai Islam memberikan gambaran atas

kekosongan dasar hukum pelaku non usaha yang dalam kasus importasi

bawang putih ini menyeret tiga institusi pemerintah. Pemberian

rekomendasi tidak cukup untuk mencegah kasus-kasus yang sama terulang

kembali, revisi dengan mengedepankan aspek keadilan dan stabilitas

persaingan usaha menjadi keharusan.

Page 76: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari Bab I sampai Bab IV, maka penulis

menyimpulkan beberapa hal yaitu:

1. Kedudukan hukum putusan KPPU sudah memiliki kekuatan hukum yang

kuat. Namun masih kelemahan, terutama dalam mekanisme eksekusi.

Karena jika terdapat penolakan putusan oleh pelaku usaha dan setelah

ditindaklanuti oleh PN maka proses awal sampai akhir KPPU dapat

dibatalkan.

2. Perkara dugaan kartel yang menyangkut 19 badan usaha (pelaku usaha)

dan dua Kementrian (non pelaku usaha) mengenai kasus importasi

bawang putih Oktober 2012 sampai Desember 2012 telah melanggar

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 (UU Persaingan Usaha),

klasifikasinya adalah telah terjadinya kartel antar para pelaku usaha

dengan telah dipenuhinya unsur-unsur kartel, terutama unsur perjanian

dengan melihat dampak ekonomi yang ditimbulkan (inderect evidence).

Walaupun dalam keputusan perkara Nomor 05/KPPU-i/2013 para

terlapor tidak dinyatakan melanggar pasal 11 Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 karena kurang kuatnya bukti perjanjian diantara terlapor.

3. Tidak terdapat aturan hukum yang jelas mengenai keterlibatan pihak non

pelaku usaha dalam Undang-Undang persaingan usaha di Indonesia, hal

ini dikarenakan Undang-Undang persaingan usaha memakai kerangka

Page 77: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

68

ekonomi liberal, pada kenyataanya di Indonesia tidak sepenuhnya liberal

karena pemerintah melalui lembaga-lembaga terkait mempunya peranan

besar dalam kegiatan ekonomi.

B. Saran

1. Pada dasarnya mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang sudah

sangat baik, yang perlu ditingkatkan adalah mekanisme pasca putusan

yang sangat menentukan kekuatan hukum putusan tersebut kodifikasi

peraturan dengan lembaga peradilan agar selaras dalam menciptakan

iklim persaingan usaha yang sehat di Indonesia. Kaitanya dengan pihak

non pengusaha (pemerintah) Undang-Undang persaingan usaha di

Indonesia yang diadopsi dari negara-negara dengan sistem ekonomi

liberal maka harus ada pencocokan dengan sistem ekonomi Indonesia,

terutama terkait keterlibatan pemerintah yang ikut melanggar undang-

undang anti monopoli agar tidak hanya member hukuman yang bersifat

rekomendasi yang dirasakurang menimbulkan efek jera yang akhirnya

fungsi dari kehadiran undzng-undang persaingan usaha menajdi sia-sia

disertai dengan penguatan birokrasi lembaga-lembaga pemerintahan yang

ada kaitannya dengan kegiatan ekonomi .

2. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) berkaitan dengan perkara

05/KPPU-i/2013 telah menjalankan amanat Undang-undang Nomor 5

tahun 1999 dengan baik, hanya saja perlu investigasi yang lebih

menyeluruh dan mendalam terkait dengan pembuktian kartel,

Page 78: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

69

bagaimanapun perjanjian kartel akan dilakasanakan secara diam-diam.

Penguatan yuridis UU persaingan usaha pada poin kartel patut digalakan

terutama dalam melihat kartel dari sudut pandang ekonomi baik

dampaknya maupun pengaturan produksi dan pemasaran dijadikan

sebagai unsur penting penguat unsur peranjian yang sukar dibuktikan,

agar kedepan kasus seperti ini dapat diputuskan sebagai perjanjian kartel

dan pemberian sanksi administratif yang berat terhadap para terhukum

agar menimbulkan efek jera.

Page 79: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

70

DAFTAR PUSTAKA

Ayat Suci Alquran dan Terjemah Quran in Word versi 2.2

Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Depok: Pascasarjana FH UI, 2003.

Anggraini, Anna Maria Tri. Jurnal Hukum Bisnis “Penerapan Pendekatan Rule Of

Reason dan Per Ser Illegal Dalam Hukum Persaingan”, Vol. 24. Jakarta:

Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2005.

Assiddiqie, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Negara Pasca Reformasi.

Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI,

2016.

BBC. “Indikasi Kartel Bawang Menguat KPPU Gelar Investigasi”.

http://www.bbc.com/indonesia/beritaindonesia/2013/03/130318garliccartel,

diakses pada 28 Oktober 2016

---------- “Diduga 14 Importir Dalangi Kartel Bawang”.

http://www.bbc.com/indonesia/beritaindonesia/2013/05/130501garliccartel,

diakses pada jumat 02 Juni 2017

Djumyati Partawidjaja (ed.), “Gang of Four, Legenda Konglomerasi Orde Baru”. http://industri.kontan.co.id/news/gang-of-four-legenda-konglomerasi

-orde-baru, diakses pada 8 Maret 2017.

Eston, David. Sistem Politik. Jakarta: Bina Akrasa, 1984.

Fil’ardi, Fajri. “Kegiatan Praktik Jual Beli Bawang Putih Yang Dilakukan

Beberapa Importir Dalam Kajian Ketentuan Kartel Menurut Hukum

Persaingan Usaha Di Indonesia.” Bandung: Universitas Padjajaran, 2014.

Fuady, Munir. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat.

Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999.

---------- Hukum Perusahaan: Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2002.

Hansen, Knud (ed.), Undang-undang Larangan Praket Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Jakarta: Katalis, 2001.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

---------- Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,

dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.

Page 80: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

71

Kagramanto, L Budi. Mengenal Jukum Persaingan Usaha: Berdasarkan Undang-

Undang No. 5 Tahun 1999. Surabaya: Laros, 2008.

Kansil, CST. Hukum Perusahaan Indonesia: Aspek Hukum dalam Ekonomi

Bagian 2. Jakarta: Pradnya Paramita, 2001

Kristanto, Yakub Adi. Jurnal Hukum Bisnis “Analisis Pasal 22 UU Nomor 5

Tahun 1999 dan karakteristik Putusan tentang persekongkolan Tender”, vol.

24 no. 2, Yogyakarta, 2005

Lubis, Andi Fahmi, dkk. Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks.

Jakarta: KPPU, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2009.

Mempersoalkan Sanksi Pidana dalam Hukum Persaingan Usaha: Pengaturan

sanksi pidana di dalam UU Anti Monopoli dinilai tak memenuhi ketentuan

pidana.http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21865/mempersoalkan-

sanksi-pidana-dalam-hukum-persaingan-usaha, diakses pada 15 November

2016

Nugroho,Susanti Adi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori dan

Praktik Serta Penerapan Hukumnya. Jakarta: Predana Media Grup, 2014.

Rachbini, Didik J. Ekonomi Politik: Kebijakan dan Strategi Pembangunan.

Jakarta: Granit, 2004.

Sirait, Ningrum Natasya, dkk. Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha. Jakarta:

NLRP, 2010.

Siswanto, Ari. ‘Bid-Rigging’ sebagai Tindakan Anti-Persaingan dalam Jasa

Konstruksi, Refleksi Hukum. Salatiga: UKSW, 2001.

Sukarmi, Jurnal Persaingan Usaha KPPU “Pelaksanaan Putusan Komisi

Pengawasan Persaingan Usaha”, edisi. 7, Jakarta, 2012.

Soemardi, Tresna P. Jurnal Hukum Persaingan Usaha “Kajian Holistik

Kelembagaan KPPU-RI: Antara Harapan Vs Fakta Historis 2000-2011”,

vol. VI, Jakarta, 2011.

Sudarsono, Edilius. Kamus Ekonomi: Uang dan Bank. Jakarta: Rineka Cipta,

1994.

Page 81: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

72

Suharsil dan M. Taufik Makarao. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia,

2010.

Sukendar. Jurnal Hukum Persaingan Usaha “Kedudukan Lembaga Negara

Khusus (Auxiliary States Organ) dalam Konfigurasi Ketatanegaraan

Modern Indonesia (Studi Mengenai Kedududkan KPPU dan Sistem

Ketatanegaraan di Indonesia)”, vol. I, No. 1, Jakarta, 2009.

Tim Prima Pena. Kamus besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Galia Media Press,

2000.

Tim TEMPO. “Dalam 3 Pekan, Kartel Bawang Raup Rp 1,1 Triliun”,

https://m.tempo.co/read/fokus/2013/03/22/2729/dalam-3-pekan-kartel bawang -

raup-rp-1-1-triliun, diakses pada 28 oktober 2016

Usman, Rahmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,

2013.

Winardi. Istilah Ekonomi Dalam Tiga Bahasa, Inggris, Belanda, Indonesia.

Bandung: Mandar Maju, 1996.

Perundang-undangan

Undang-Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Keputusan Presiden No. 75 Tahun 1999.

Pasal 33 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013.

Peraturan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang

Kartel.

Page 82: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 5 TAHUN 1999

TENTANG

LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGANUSAHA TIDAK SEHAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnyakesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945;

b. bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempa-tanyang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam prosesproduksi dan pemasaran barang dan atau jasa, dalam iklim usaha yangsehat, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomidan bekerjanya ekonomi pasar yang wajar;

c. bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasipersaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanyapemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidakterlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara RepublikIndonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional;

d. bahwa untuk mewujudkan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a,huruf b, dan huruf c, atas usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat perludisusun Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Tidak Sehat;

Mengingat: Pasal 5 Ayat (1), Pasal 21 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Page 83: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLIDAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.

BAB 1

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:1. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas

penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.2. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha

yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasatertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

3. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutanoleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.

4. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berartidi pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usahamempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengankemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuanuntuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

5. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badanhukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatandalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melaluiperjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

6. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankankegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidakjujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Page 84: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

7. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diriterhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa pun, baik tertulis maupun tidaktertulis.

8. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelakuusaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagikepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

9. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara langsungmaupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan atau jasa.

10. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah pemasarantertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau sejenis atau substitusidari barang dan atau jasa tersebut.

11. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang aspek-aspek yangmemiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar, antara lainjumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar, keragaman produk, sistemdistribusi, dan penguasaan pangsa pasar.

12. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam kapasitasnya sebagaipemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lainpencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.

13. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai olehpelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kalender tertentu.

14. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa sesuaikesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.

15. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik untukkepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.

16. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupuntidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan olehkonsumen atau pelaku usaha.

17. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkandalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

18. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelakuusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan ataupersaingan usaha tidak sehat.

19. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, di tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.

Page 85: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

BAB 11

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomidengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Pasal 3

Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagal salah satu

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat

sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usahabesar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan olehpelaku usaha; dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

BAB III

PERJANJIAN YANG DILARANG

Bagian PertamaOligopoli

Pasal 4

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yangdapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaanproduksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1),apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebihdari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Page 86: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KeduaPenetapan Harga

Pasal 5

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untukmenetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen ataupelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; ataub. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.

Pasal 6

Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harusmembayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lainuntuk barang dan atau jasa yang sama.

Pasal 7

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untukmenetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persainganusaha tidak sehat.

Pasal 8

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuatpersyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasokkembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripadaharga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usahatidak sehat.

Page 87: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KetigaPembagian Wilayah

Pasal 9

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untukmembagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KeempatPemboikotan

Pasal 10

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapatmenghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasardalam negeri maupun pasar luar negeri.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk menolakmenjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut:a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain; ataub. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa

dari pasar bersangkutan.

Bagian KelimaKartel

Pasal 11

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksuduntuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan ataujasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat.

Page 88: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KeenamTrust

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja samadengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjagadan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya,yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa,sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KetujuhOligopsoni

Pasal 13

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuksecara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapatmengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan, yang dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian ataupenerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga)pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh limapersen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KedelapanIntegrasi Vertikal

Pasal 14

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untukmenguasai produksi sejumiah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan ataujasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahanl atau proseslanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

Page 89: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KesembilanPerjanjian Tertutup

Pasal 15

(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuatpersyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atautidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau padatempat tertentu.

(2) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuatpersyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersediamembeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.

(3) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentuatas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerimabarang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:a. harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usalia pemasok; ataub. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari peliku usaha lain

yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.

Bagian KesepuluhPerjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

Pasal 16

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luair negeri yang memuatketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat.

Page 90: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

BAB IV

KEGIATAN YANG DILARANG

Bagian PertamaMonopoli

Pasal 17

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang danatau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usahatidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan ataupemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; ataub. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang

dan atau jasa yang sama; atauc. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima

puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeduaMonopsoni

Pasal 18

(1) Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atasbarang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinyapraktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadipembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satukelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (Iima puluh persen) pangsa pasar satujenis barang atau jasa tertentu.

Page 91: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KetigaPenguasaan Pasar

Pasal 19

Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersamapelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persainganusaha tidak sehat berupa:a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang

sama pada pasar bersangkutan; ataub. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan

hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; atauc. memibatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; ataud. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Pasal 20

Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jualbeli atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan ataumematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinyapraktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 21

Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalani menetapkan biaya produksi dan biaya lainnyayang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KeempatPersekongkolan

Pasal 22

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unuk mengatur dan atau menentukanpemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Page 92: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Pasal 23

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatanusaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkanterjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24

Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan ataupemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan ataujasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah,kualitasmaupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

BAB V

POSISI DOMINAN

Bagian PertamaUmum

Pasal 25

(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidaklangsung untuk :a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau

menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segiharga maupun kualitas; atau

b. membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atauc. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan.(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:

a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluhpersen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; atau

b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh puluhlima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Page 93: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KeduaJabatan Rangkap

Pasal 26

Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu perusahaan, padawaktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain,apabila perusahaan-perusahaan tersebut:a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; ataub. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atauc. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu,yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Bagian KetigaPemilikan Saham

Pasal 27

Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yangmelakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, ataumendirikan beberapa perusahaam yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasarbersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan:a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh

persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh

puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

Bagian KeempatPenggabungan, Peleburan, dan Peingambilalihan

Pasal 28

(1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(2) Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakantersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat.

Page 94: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarangsebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaansebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1) Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimanadimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihijumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.

(2) Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata carapemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Bagian PertamaStatus

Pasal 30

(1) Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas PersainganUsaha yang selanjutnya disebut Komisi.

(2) Komisi adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruli dan kekuasaanPemerintah serta pihak lain.

(3) Komisi bertanggung jawab kepada Presiden.

Bagian KeduaKeanggotaan

Pasal 31

(1) Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkapanggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.

Page 95: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

(2) Anggota Komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DewanPerwakilan Rakyat.

(3) Masa jabatan anggota Komisi adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan berikutnya.

(4) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaanKomisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.

Pasal 32

Persyaratan keanggotaan Komisi adalah:a. warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun dan

setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan;b. setia kepada Pancasila dan Undang-Undaing Dasar 1945;c. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;d. jujur, adil, dan berkelakuan baik;e. bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia;f. berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang

hukum dan atau ekonomi;g. tidak pernah dipidana;h. tidak pernah dinyatakan pailit oleh pengadilan; dani. tidak terafiliasi dengan suatu badan usaha.

Pasal 33

Keanggotaan Komisi berhenti, karena :a. meninggal dunia;b. mengundurkan diri atas pemintaan sendiri;c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;d. sakit jasmani atau rohani terus menerus;e. berakhirnya masa jabatan keanggotaan Komisi; atauf. diberhentikan.

Pasal 34

(1) Pembentukan Komisi serta susunan organisasi, tugas, dan fungsinya ditetapkan denganKeputusan Presiden.

(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Komisi dibantu oleh sekretariat.(3) Komisi dapat membentuk kelompok kerja.(4) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, dan fungsi sekretariat dan kelompok kerja

diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi.

Page 96: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Bagian KetigaTugas

Pasal 35

Tugas Komisi meliputi:a. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampaidengan Pasal 16;

b. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yaiig dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehatsebagamana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;

c. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yangdapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehatsebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;

d. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;e. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat,f. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;g. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan

Perwakilan Rakyat.

Bagian KeempatWewenang

Pasal 36

Wewenang Komisi meliputi :a. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;b. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidaksehat;

c. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli danatau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usahaatau yang ditentukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;

d. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktekmonopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

e. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuaiiundang-undang ini;

Page 97: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

f. memanggil dan menghasilkan saksi, saksi ahli, dan setiap oran.g yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;

g. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi akhli, atau setiaporang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilanKomisi.

h. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan ataupemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;

i. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain gunapenyelidikan dan atau pemeriksaan;

j. memutuskan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;k. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;1. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar

ketentuan Undang-undang ini.

Bagian KelimaPembiayaan

Pasal 37

Biaya untuk pelaksanaani tugas Komisi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara dan atau sumber-sumber lain yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undanganyang berlaku.

BAB VII

TATA CARA PENANGANAN PERKARA

Pasal 38

(1) Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadipelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepadaKomisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, denganmenyertakan identitas pelapor.

Page 98: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

(2) Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap Undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi dengan keterangan yanglengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yangditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.

(3) Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan olehKomisi.

(4) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)diatur lebih lanjut oleh Komisi.

Pasal 39

(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2),Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan, Komisi wajib menetapkanperlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.

(2) Dalam pemeriksaan lanjutan, Komisi wajib melakukan pemeriksaan terhadap pelakuusaha yang dilaporkan.

(3) Komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha yangdikategorikan sebagai rahasia perusahaan.

(4) Apabila dipandang perlu Komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, danatau pihak lain.

(5) Dalam melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (4),anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.

Pasal 40

(1) Komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaanterjadi pelanggaran Undang-undang ini walaupun tanpa adanya laporan.

(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tatacara sebagaimana diatur dalam Pasal 39.

Pasal 41

(1) Pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yangdiperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan.

(2) Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yangdiperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat prosespenyelidikan dan atau pemeriksaan.

Page 99: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2), oleh Komisi diserahkan kepada penyidik untukdilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 42

Alat-alat bukti pemeriksaan Komisi berupa:a. keterangan saksi,b. keterangan ahli,c. surat dan atau dokumen,d. petunjuk,e. keterangan pelaku usaha.

Pasal 43

(1) Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) harisejak dilakukan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1).

(2) Bilamana diperlukan, jangka waktu pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari.

(3) Komisi wajib memutuskati telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaanlanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2).

(4) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam suatu sidangyang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.

Pasal 44

(1) Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusanKomisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4), pelaku usaha wajib melaksanakanputusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada Komisi.

(2) Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.

(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) dianggap menerima putusan Komisi.

(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dijalankan olehpelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukanpenyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (4) merupakan bukti permulaanyang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.

Page 100: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Pasal 45

(1) Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalamPasal 44 ayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.

(2) Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalaim waktu 30 (tiga puluh) hari sejakdimulainya pemeriksaan keberatan tersebut.

(3) Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalamayat (2), dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada MahkamahAgung Republik Indonesia.

(4) Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejakpermohonan kasasi diterima.

Pasal 46

(1) Apabila tidak terdapat keberatan, putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43ayat (3) telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

(2) Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimintakan penetapan eksekusikepada Pengadilan Negeri.

BAB VIII

SANKSI

Bagian PertamaTindakan Administratif

Pasal 47

(1) Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usahayang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

(2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:a. penetapan pembatalan perjanjian sebagamana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan

Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan ataub. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14; dan atauc. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan

praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan ataumerugikan masyarakat; dan atau

Page 101: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; danatau

e. penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha danpengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau

f. penetapan penibayaran ganti rugi; dan ataug. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan

setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).

Bagian KeduaPidana Pokok

Pasal 48

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampaidengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampaidengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti dendaselama-lamanya 5 (lima) bulan.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana dendaserendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Bagian KetigaPidana Tambahan

Pasal 49

Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidanasebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:a. pencabutan izin usaha; ataub. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-

undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahundan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau

Page 102: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian padapihak lain.

BAB IX

KETENTUAN LAIN

Pasal 50

Yang dikecualikan dari ketentuani undang-undang ini adalah:a. perbuatan dan atau perrjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan

yang berlaku; ataub. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek

dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang,serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau

c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang danatau menghalangi persaingan; atau

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasokkembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telahdiperjanjikan; atau

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakatluas; atau

f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; ataug. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu

kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atauh. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; ataui. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Pasal 51

Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaranbarang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksiyang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan UsahaMilik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.

Page 103: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

(1) Sejak berlakunya undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengaturatau berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha dinyatakan tetap berlakusepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

(2) Pelaku usaha yang telah membuat perjanjian dan atau melakukan kegiatan dan atau tindakanyang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang ini diberi waktu 6 (enam) bulan sejakUndang-undang ini diberlakukan untuk melakukan penyesuaian.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53

Undang-undang ini mulai berlaku terhitung 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di : Jakartapada tanggal : 5 Maret 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Page 104: PERSEKONGKOLAN DAN PERJANJIAN KARTEL DALAM IMPOR BAWANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42213/1/SYAMSUL... · bawang putih yang tidak wajar, berdasarkan fakta

Diundangkan di: Jakartapada tanggal : 5 Maret 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 33

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I

Ttd

Lambock V. Nahattands