junal bawang daun

Upload: angga-achiles

Post on 20-Jul-2015

889 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS USAHATANI BAWANG DAUN ORGANIK DAN ANORGANIK (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh : NELDA YESSI ROMAULI SITANGGANG A.14105578

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASANNELDA YESSI ROMAULI SITANGGANG. Analisis Usahatani Bawang Daun Organik Dan Anorganik. Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Di bawah Bimbingan NETTI TINAPRILLA)

Pada akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dalam pertanian. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, kini masyarakat pun mulai beralih kepada gaya hidup sehat dan alami atau back to nature yang mengutamakan pangan yang sehat dan bergizi tinggi tanpa kandungan bahan-bahan kimia. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang lebih dikenal dengan pertanian organik. Pertanian organik memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Meningkatnya produksi pertanian organik di Indonesia sekitar 10 persen per tahun, memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk semakin mengembangkan produk-produk pertanian organik, khususnya sayuran organik. Permasalahan yang dihadapi dalam budidaya bawang daun adalah belum meratanya penanaman bawang daun secara organik di Desa Batulayang karena adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh para petani, yakni dalam hal produksi, modal dan pasar. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1) menganalisis keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang. 2) menganalisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi antara petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun organik dengan petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun anorganik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang. Penelitian dilakukan di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama kurun waktu pada bulan November hingga Februari 2008. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang petani organik dan 30 orang petani anorganik. Pengambilan sample dilakukan dengan metode Stratified Random Sampling. Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis pendapatan usahatani untuk menganalisis tingkat pendapatan petani dari kegiatan usahatani organik dan anorganik dan analisis perbandingan penerimaan dan biaya (R/C rasio) untuk mengukur tingkat efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu satuan unit yang memberikan kelipatan atau rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya.

Sebagian besar petani organik dan anorganik berusia antara 30-50 tahun, yakni sebanyak 19 orang (63,34 %) petani bawang daun organik dan 13 orang (43,34 %) petani bawang daun anorganik. Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani organik maupun anorganik rata-rata sama yaitu hanya lulus Sekolah Dasar, sedangkan rata-rata petani responden memiliki pengalaman berusahatani bawang daun lebih dari 10 tahun. Status pengelolaan lahan para petani di desa tersebut adalah sebagai pemilik dengan luasan lahan rata-rata yang dimiliki baik organik maupun anorganik adalah 0,3 hektar. Kegiatan usahatani bawang daun organik yang dilakukan petani responden di Desa Batulayang meliputi : kegiatan persiapan lahan, penanaman, penentuan jarak tanam dan pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pemeliharaan tanaman, pengairan atau penyiraman, pemupukan susulan, penyiangan dan pendangiran, perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit serta panen dan pasca panen. Perbedaan yang terjadi antara budidaya bawang daun organik dengan budidaya bawang daun anorganik adalah dalam hal penggunaan pupuk, penggunaan tenaga kerja dan kegiatan perawatan tanaman. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa produksi rata-rata bawang daun organik per luasan lahan rata-rata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.250 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 27.000.000,00, sedangkan produksi rata-rata bawang daun organik per hektar per musim tanam adalah 18.000 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 216.000.000,00. Produksi rata-rata bawang daun anorganik per luasan lahan ratarata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.812 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 16.872.000,00, sedangkan produksi rata-rata bawang daun anorganik per hektar per musim tanam adalah 22.500 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 135.000.000,00. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani organik dengan luasan lahan satu hektar dan 0,3 hektar sebesar 5,26 dan 2,23, sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani organik dengan luasan lahan satu hektar dan 0,3 hektar adalah 5,64 dan 2,51. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani anorganik dengan luasan lahan satu hektar dan 0,3 hektar sebesar 3,79 dan 1,56, sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani anorganik dengan luasan lahan satu hektar dan 0,3 hektar adalah 3,98 dan 1,73. Hasil analisis pendapatan dan efisiensi pendapatan yang dinyatakan dalam nilai R/C rasio menunjukkan bahwa usahatani bawang daun organik lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan usahatani bawang daun anorganik. Hal ini terlihat dari nilai penerimaan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani organik lebih tinggi dibanding petani anorganik. Namun jika dilihat dari luasan lahan yang dimiliki, nilai penerimaan dan nilai R/C rasio yang diperoleh petani organik pada luasan lahan satu hektar lebih tinggi dibandingkan luasan lahan 0,3 hektar. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang daun organik dengan luasan lahan satu hektar lebih efisien untuk diusahakan serta memberikan keuntungan yang maksimal bagi petani.

ANALISIS USAHATANI BAWANG DAUN ORGANIK DAN ANORGANIK (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Oleh : NELDA YESSI ROMAULI SITANGGANG A14105578

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Judul

:

Nama NRP

: :

Analisis Usahatani Bawang Daun Organik Dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Nelda Yessi Romauli Sitanggang A14105578

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Netty Tinaprilla. MM. NIP. 132 133 965

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Supandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

PERNYATAANDENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL ANALISIS USAHATANI BAWANG DAUN ORGANIK DAN ANORGANIK (STUDI KASUS : DESA BATULAYANG, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT) BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Nelda Yessi Romauli Sitanggang A14105578

RIWAYAT HIDUPPenulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak T.T. Sitanggang dan Ibu T. Panjaitan yang lahir pada tanggal 16 September 1984 di Pontianak, Kalimantan Barat. Pada tahun 1990 penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK. Pembina, Pontianak dan pada tahun 1996 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 16 Pontianak. Selanjutnya penulis menamatkan pendidikan menengah pertama di SLTPN 02 Pontianak pada tahun 1999 serta menamatkan pendidikan SMU di SMUN 07 Pontianak pada tahun 2002. Pada tahun yang sama, penulis juga diterima menjadi mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian dengan Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis angkatan 39, melalui program USMI. Pada tahun 2005 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, atas segala kasih, berkat dan karuniaNya yang teramat besar mampu memberikan hikmat dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini menganalisis keragaan usahatani bawang daun serta menganalisis bagaimana perbandingan tingkat pendapatan antara petani yang menerapkan usahatani bawang daun organik dengan petani yang menerapkan usahatani bawang daun anorganik, sehingga dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien untuk dilakukan. Penelitian ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis, meskipun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi salah satu bahan referensi atau menambah ilmu pengetahuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2008

Nelda Yessi Romauli Sitanggang A14105578

UCAPAN TERIMA KASIHPuji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa, atas segala berkat dan karunia yang selalu diberikan, dan oleh tangan pengasihannya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian skripsi ini tidaklah terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua penulis, Bapak dan Mamak tercinta, yang tiada hentinya mendoakan, memberikan perhatian dan semangat dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. 2. Ir. Netty Tinaprilla. MM, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, ilmu, arahan dan masukan-masukan selama penulisan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi. MS, selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan arahan dan masukan-masukan yang berarti untuk kemajuan skripsi ini. 4. Febriantina Dewi, SE, MSc selaku dosen penguji utama dan Arif Kaeyadi Uswandi, SP sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan sarannya guna kesempurnaan penelitiam ini. 5. Kakak dan Abangku tersayang, Tarully Basaria Sitanggang, Verma Yunita Carolina Sitanggang, Rendra Sahat Parningotan Sitanggang dan Ronald Matio Siahaan, terima kasih atas kasih sayang, perhatian, doa dan semangat yang selalu diberikan. 6. Irma Kurniasari, atas kesediaannya sebagai pembahas dalam seminar.

7. Bapak Yaman Suryaman selaku Ketua Kelompok Tani Kalicimandala beserta seluruh petani bawang daun yang ada di Desa Batulayang yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian penulis. Terima kasih atas penerimaan yang sangat baik serta atas ilmu dan informasi yang telah diberikan. 8. Pihak Pemda Bogor dan Kecamatan Cisarua yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Batulayang serta atas informasi dan data-data yang dibutuhkan penulis. 9. Teman-teman di M15 : Angra, Duna, Eva, Krisnatalia, Yanti, Ziah, Evi, Asti, Puspita, Dede, Andra, dan Choti. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaan yang indah selama menjadi anak kos. 10. Sahabat-sahabat terbaikku : Nova, Nana, Nina, Vina dan Lela, terima kasih atas kebersamaan, perhatian dan dukungan yang sangat menguatkan. 11. Teman-teman yang telah banyak memberikan bantuan, informasi maupun dukungan yang sangat berarti hingga terselesaikannya skripsi ini : Eko Hendrawanto, Encep, Ubay, Junita, Maria Irene, Septi, Reni, Santy, Nusrat, Afnita, Nia Yamesa, Resty, Maroji 12. Teman-teman Ekstensi MAB 13 dan DIII MAB Angkatan 39. Terima kasih atas kebersamaan yang tidak akan terlupakan selama di IPB. 13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Bogor, Mei 2008 Nelda Yessi Romauli Sitanggang A14105578

DAFTAR ISIDAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ....xiv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xv I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 8 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................11 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................11

II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................13 2.1 Pertanian Anorganik ............................................................................13 2.2 Pertanian Organik ................................................................................14 2.2.1 Definisi Pertanian Organik .........................................................14 2.2.2 Karakteristik Pertanian Organik .................................................17 2.3 Karakteristik Umum Bawang Daun .....................................................18 2.3.1 Budidaya Bawang Daun Anorganik...........................................19 2.3.2 Budidaya Bawang Daun Organik...............................................21 2.4 Penelitian Terdahulu ............................................................................23 2.4.1 Usahatani ....................................................................................23 2.4.2 Usahatani Bawang Daun ............................................................24 2.4.3 Usahatani Organik dan Anorganik .............................................25 III KERANGKA PEMIKIRAN.........................................................................32 3.1 .......................................................................................................... K erangka Pemikiran Teoritis ........................................................................32 3.1.1 Ruang Lingkup Usahatani...........................................................32 3.1.2 Konsep Penerimaan Usahatani....................................................36 3.1.3 Konsep Biaya ..............................................................................36 3.1.4 Konsep Pendapatan Usahatani ....................................................38 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................41 IV METODE PENELITIAN..............................................................................44 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................44 4.2 Jenis dan Sumber Data .........................................................................44 4.3 Metode Penarikan Contoh....................................................................45 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................46 4.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ...................................................47 4.4.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)..............48 V KERAGAAN USAHATANI BAWANG DAUN ORGANIK .....................50 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...................................................50 5.2 Karakteristik Petani Bawang Daun ......................................................53 5.2.1 Umur Petani Responden..............................................................53 5.2.2 Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden ............54 5.2.3 Luas dan Status Pengelolaan Lahan............................................56

5.3

Keragaan Usahatani Petani Responden Bawang Daun Organik..........57 5.3.1 Persiapan Lahan ..........................................................................58 5.3.2 Penanaman ..................................................................................60 5.3.2.1 Penentuan Jarak Tanam dan Pembuatan Lubang Tanam ................................................................60 5.3.2.2 Penanaman Bibit .............................................................60 5.3.3 Perawatan/Pemeliharaan Tanaman .............................................61 5.3.3.1 Pengairan atau Penyiraman .............................................61 5.3.3.2 Pemupukan Susulan ........................................................62 5.3.3.3 Penyiangan dan Pendangiran ..........................................62 5.3.3.4 Perlindungan Tanaman Terhadap Hama dan Penyakit .........................................................63 5.3.4 Panen dan Pascapanen ................................................................64

VI ANALISIS USAHATANI BAWANG DAUN .............................................67 6.1 Sistem Usahatani Bawang Daun ..........................................................67 6.1.1 Bibit.............................................................................................67 6.1.2 Lahan...........................................................................................68 6.1.3 Tenaga Kerja ...............................................................................68 6.1.4 Alat-alat Pertanian.......................................................................72 6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun ....................................73 6.2.1 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Organik .............74 6.2.2 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Anorganik .........77 6.3 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik........................................................................81 VII KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................83 7.1 Kesimpulan ..........................................................................................83 7.2 Saran.....................................................................................................84 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................86 LAMPIRAN..........................................................................................................88

DAFTAR TABELNomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Halaman Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2006 ............................................................................................ ....2 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2006 ................................................................................ .. 2 Indikator Konsumsi dan Distribusi Pendapatan Indonesia .................. ....4 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 2001-2006..................................... ....6 Produktivitas Bawang Daun Per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2006 ................................................................................. ....7 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Mengenai Bawang Daun Organik Dan Anorganik....................................................................... ..29 Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Komoditas Bawang Daun ....................................................................................... ..49 Pemanfaatan Lahan Desa Batulayang Tahun 2007.............................. ..51 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamindi Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Tahun 2008 ............................................................. ..52 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Tahun 2008 .......................................................................................... ..53 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik di Kelompok Tani Kalicimandala Tahun 2008 .................................... ..54 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik di Kelompok Tani Kalicimandala Tahun 2008 .............. ..55 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Pada Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik di Kelompok Tani Kalicimandala Tahun 2008 .................................... ..56 Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luasan Lahan di Kelompok Tani Kalicimandala Tahun 2008 ................................ ..57

10.

11.

12.

13.

14.

Nomor 15.

Halaman Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun Organik Per Hektar Untuk Satu Masa Produksi di Desa Batulayang Tahun 2008 .......................................................................................... ..69 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun Organik Per Luasan Lahan Rata-Rata (0,3 Ha) Untuk Satu Masa Produksi di Desa Batulayang Tahun 2008 .......................................................... ..70 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun Anorganik Per Hektar Untuk Satu Masa Produksi di Desa Batulayang Tahun 2008 .......................................................................................... ..71 Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun Anorganik Per Luasan Lahan Rata-Rata (0,3 Ha) Untuk Satu Masa Produksi di Desa Batulayang Tahun 2008 ........................................... ..71 Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Bawang Daun Untuk Satu Musim Tanam di Desa Batulayang Per Hektar............................ ..73 Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Bawang Daun Untuk Satu Musim Tanam di Desa Batulayang Per Luasan Lahan Rata-Rata (0,3 Ha) ............................................................................... ..73 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Organik Per Luasan Lahan Rata-Rata dan Per Luasan Hektar Per Musim Tanam di Desa Batulayang .............................................................................. ..75 Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Anorganik Per Luasan Lahan Rata-Rata dan Per Luasan Hektar Per Musim Tanam di Desa Batulayang .................................................................. ..79

16.

17

18.

19. 20.

21.

22.

DAFTAR GAMBARNomor 1. Halaman

Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... ....43

DAFTAR LAMPIRANNomor 1. 2. 3. Halaman Kuisioner Penelitian Analisis Usahatani Bawang Daun Organik ............................................................................................ 88 Karakteristik Petani Responden Bawang Daun Organik .......................... 92 Karakteristik Petani Responden Bawang Daun Anorganik ...................... 93

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai

salah satu indikator utama dalam proses pembangunan nasional. Sektor pertanian meliputi beberapa subsektor, yakni subsektor hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan adalah hortikultura. Dalam aspek ekonomi, hortikultura memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan, industri maupun penyerapan tenaga kerja. Bahkan secara nasional komoditas hortikultura mampu memberikan sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan1. Hal ini terbukti dari perbandingan nilai PDB terhadap subsektor lainnya. Pada tahun 2005 atas dasar harga berlaku, sumbangan PDB hortikultura mencapai 21,17 persen dari PDB sektor pertanian atau nomor dua setelah tanaman pangan yang mencapai 40,75 persen, sedangkan atas dasar harga konstan pada tahun 2005, PDB hortikultura tersebut bernilai Rp 44.196,- triliyun. Pertumbuhan PDB hortikultura sejak tahun 2000-2005 mencapai 4,6 persen per tahun dan pada tahun 2006-2009 ditargetkan meningkat rata-rata 5,2 persen2 Sayuran tergolong kedalam salah satu jenis tanaman hortikultura yang kaya akan vitamin dan mineral sehingga banyak dikonsumsi oleh masyarakat, namun tingkat konsumsi sayuran juga dipengaruhi oleh oleh berbagai faktor,

1 2

Siswanto Mulyaman, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Mei 2007. Ratek Batam, Direktorat Jenderal Hortikultura, Maret 2007.

misalnya harga dan tingkat pendapatan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat konsumsi sayuran per kapita di Indonesia dari tahun ke tahun yang cenderung berfluktuasi pada Tabel 1. Tabel 1 Konsumsi Perkapita Sayuran di Indonesia Periode 2003-2006Tahun Jumlah Konsumsi (Kg) 2003 2004 2005 2006 Sumber : Susenas, BPS dalam Pusat Data dan Informasi Ditjen Hortikultura 2007 34,52 53,49 35,33 34,16

Banyaknya

manfaat

sayuran

bagi

pemenuhan

gizi

masyarakat

menyebabkan sayuran menjadi bagian dari komoditas hortikultura yang terus diproduksi. Pada tahun 2001-2006 tingkat produksi sayuran di Indonesia cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh peningkatan luas panen dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,2 persen per tahun. Berikut data luas panen, produksi dan produktivitas sayuran di Indonesia tahun 2001-2006. Tabel 2 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2006Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) Pertumbuhan (Ton) Pertumbuhan (Ton/Ha) Pertumbuhan (%) (%) (%) 2001 794.033 - 6.919.624 8,71 2002 824.361 3,81 7.144.745 3,25 8,67 (0,45) 2003 913.445 10,80 8.574.870 20,01 9,39 8,30 2004 977.552 7,01 9.059.676 5,65 9,27 (1,27) 2005 944.695 (3,36) 9.101.986 0,46 9,63 3,88 2006 1.007.839 6,68 9.527.463 4,67 9,45 (1,86) Laju/Tahun 4,2 5,67 8,6 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2006 Tahun

Pada akhir-akhir ini masyarakat dunia mulai sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dalam pertanian seperti pupuk dan pestisida kimia, hormon tumbuh dalam produksi pertanian sampai penggunaan mesin-mesin pertanian. Dampak negatif yang ditimbulkan

dari penggunaan bahan-bahan kimia tersebut tidak hanya dapat merugikan kesehatan tubuh konsumen yang mengkonsumsi hasil produksi pertanian itu, tetapi juga membahayakan kelangsungan daur hidup unsur-unsur hara dalam tanah, lingkungan serta ekosistem lain disekitarnya. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, kini masyarakat pun mulai beralih kepada gaya hidup sehat dan alami atau back to nature yang mengutamakan pangan yang sehat dan bergizi tinggi tanpa kandungan bahan-bahan kimia. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang lebih dikenal dengan pertanian organik. Produksi pertanian organik di Indonesia diperkirakan tumbuh kurang lebih 10 persen per tahun (Sutanto, 2002). Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan pemasaran produk-produk organik yang kian pesat, baik di pasar domestik maupun internasional. Di pasar domestik terlihat dengan semakin banyaknya supermarket, outlet maupun gerai-gerai khusus yang menjual berbagai jenis produk pertanian organik. Disamping itu, masih banyak lagi kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), kelompok tani, perseorangan dan perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian organik (Sutanto, 2002). Sedangkan di pasar internasional, beberapa negara maju seperti Eropa, Amerika dan Asia Timur (Jepang, Korea, Taiwan) semakin gencar dalam mengembangkan serta memperluas pasar produk-produk pertanian organik. Pada saat ini harga produk yang dihasilkan dari budidaya organik jauh lebih tinggi daripada produk konvensional. Konsumen harus membayar 50-150 persen lebih tinggi, dan produsen memperoleh keuntungan 10-50 persen. Namun

harga yang tinggi tidak menjadi halangan bagi para konsumen untuk tetap loyal dalam membeli serta mengkonsumsi produk organik Pada umumnya konsumen produk organik adalah kelompok masyarakat dibawah 35 tahun yang berpendidikan tinggi dengan pendapatan yang relatif tinggi, mulai dari para pria dan wanita yang belum berstatus menikah sampai keluarga dengan tiga anggota keluarga, terutama apabila keluarga tersebut mempertimbangkan kesehatan anak balitanya (Sutanto, 2002). Berikut data indikator konsumsi dan distribusi pendapatan Indonesia tahun 2002 sampai 2006. Tabel 3 Indikator Konsumsi dan Distribusi Pendapatan Indonesia Tahun 20022006Indikator Pilihan 2002 2003 2004 2005 Pendapatan Rata-rata per Kapita Persentase Pengeluaran 58,47 56,89 54,59 51,37 Rumah Tangga Untuk Makanan Persentase Pengeluaran 41,53 43,11 45,42 48,63 Rumah Tangga Untuk Non Makanan Distribusi Pendapatan 40 % Masyarakat Dengan 20,92 20,57 20,80 18,81 Pendapatan Rendah 40 % Masyarakat Dengan 36,89 37,10 37,13 36,4 Pendapatan Menengah 20 % Masyarakat Dengan 42,19 42,33 42,07 42,78 Pendapatan Tinggi Sumber : National Socio Economic Survey, Module Consumption 2002-2006 2006 53,01 46,99

19,75 38,1 42,15

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata masyarakat lebih banyak dialokasikan untuk pengeluaran rumah tangga akan kebutuhan makanan. Hal ini terlihat dari nilai persentase pengeluaran akan makanan yang lebih tinggi jika dibanding nilai persentase pengeluaran rumah tangga akan produk non makanan. Selain itu jika dilihat dari distribusi pendapatan masyarakat Indonesia tahun 2002 sampai 2006, sebanyak 40 persen masyarakat Indonesia berada pada golongan dengan pendapatan menengah yang cenderung meningkat dari tahun ke

tahun. Hal ini dapat dijadikan salah satu peluang bagi para produsen untuk semakin mengembangkan usaha pertanian organik di Indonesia. Pertanian organik memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan dimasa kini dan mendatang. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, yakni adanya kritik terhadap asupan kimia yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan dan pada akhirnya akan membawa sistem pertanian konvensional beralih ke sistem pertanian yang lebih baik melalui sistem pertanian organik, semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat serta ramah lingkungan dengan mengkonsumsi produk organik, tingginya permintaan produk organik dari negaranegara maju di dunia yang dapat membuka peluang ekspor yang cukup besar bagi produk organik, serta adanya peluang untuk meningkatkan pendapatan petani karena produk pertanian organik menghemat biaya produksi dan harga jualnya lebih tinggi dibanding produk pertanian konvensional. Produk pertanian organik Indonesia hampir semuanya adalah produk pertanian belum diolah (fresh product), salah satunya adalah sayuran organik yang sangat digemari oleh masyarakat. Adapun daerah-daerah di Indonesia (khususnya pulau Jawa) yang telah banyak memproduksi sayuran organik yaitu Cisarua (Bogor), Lembang (Bandung), Kaliworo (Wonosobo) dan Salatiga. (Pracaya dalam Iryanti, 2005). Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Hal ini disebabkan oleh kondisi lahan dan cuaca di Indonesia yang sangat sesuai untuk pengembangan bawang daun. Selain itu, pembudidayaan bawang daun relatif mudah dan murah.

Perkembangan produksi bawang daun dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Meskipun pernah terjadi penurunan luas panen pada tahun 2003 dan 2005, namun penurunan luas panen tersebut tidak diikuti oleh penurunan produksi maupun produktivitas bawang daun. Hal ini terlihat dari nilai produksi dan produktivitas bawang daun pada tahun 2003 dan 2005 yang justru meningkat dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya perbaikan teknologi atau teknik penanaman dalam usahatani bawang daun. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 2001-2006

Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) Pertumbuhan (Ton) Pertumbuhan (Ton/Ha) Pertumbuhan (%) (%) (%) 2001 34.339 - 283.285 8,25 2002 41.602 21,15 315.232 11,27 7,58 (8,12) 2003 38.453 (7,56) 345.720 9,67 8,99 18,60 2004 45.718 18,89 475.571 37,55 10,40 15,68 2005 45.402 (0,69) 501.437 5,43 11,04 6,15 2006 51.343 13,08 571.264 13,92 11,13 0,81 Laju/Tahun 7,5 12,97 33,12 Sumber : Statistik Produksi Hortikultura Tahun 2006

Tahun

Berdasarkan Tabel 4, maka dapat dilihat bahwa produksi bawang daun dari tahun 2001-2006 meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 12,97 persen per tahun. Peningkatan produksi bawang daun tersebut disebabkan oleh peningkatan luas panen dan produktivitas bawang daun dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 7,5 persen dan 33,12 persen per tahun. Salah satu daerah yang menghasilkan bawang daun di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2006) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh kecamatan yang memproduksi

bawang daun. Luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten Bogor tahun 2005 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 dan 20062005 2006 Luas Produksi Produktivitas Luas Produksi Produktivitas No Kecamatan (Ton) (Ton/Ha) (Ton) (Ton/Ha) Panen Panen (Ha) (Ha) Sukajaya 56 3.585 64,02 21 880 41,90 1 Leuwiliang 6 300 50,00 5 125 25,00 2 Pamijahan 58 4.270 73,62 133 11.964 89,95 3 Tenjolaya 4 310 77,50 18 1.250 69,44 4 Cijeruk 12 800 66,67 24 1.262 52,58 5 Caringin 23 1.953 84,91 23 1.768 76,87 6 Ciawi 75 2.800 37,33 73 3.320 45,48 7 Megamendung 71 8.890 125,21 106 11.755 110,90 8 Cisarua 242 34.826 143,91 365 110.160 301,81 9 36 1.149 31,92 36 1.012 28,11 10 Sukamakmur Total 583 58.883 755,09 804 143.496 842,04 Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor Tahun 2005 dan 2006

Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 sampai 2006 terjadi peningkatan produksi bawang daun di Kecamatan Cisarua, yakni dari 34.826 Ton menjadi 110.160 Ton atau meningkat sebesar 216,32 persen. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya luas panen di kecamatan Cisarua dari tahun 2005 sampai 2006, yakni sebesar 37,91 persen. Peningkatan luas panen dan produksi bawang daun tersebut juga menyebabkan terjadinya peningkatan produktivitas bawang daun di Kecamatan Cisarua sebesar 11,52 persen. Meskipun selama dua tahun tersebut juga terdapat beberapa kecamatan lain selain kecamatan Cisarua (Pamijahan, Tenjolaya, Cijeruk, Ciawi, Megamendung) yang juga memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi dalam usahatani bawang daun, namun peningkatan produktivitasnya tidak terlalu besar dibanding Kecamatan Cisarua. Hal inilah yang menyebabkan Cisarua menjadi kecamatan dengan produktivitas

tertinggi dalam usahatani bawang daun di Kabupaten Bogor dan memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan.

1.2

Perumusan Masalah Sistem pertanian konvensional yang merupakan sistem pertanian dengan

menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia serta obatobatan kimia lain memang terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanah dalam waktu yang relatif pendek. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akibat perlakuan proses produksi tersebut, dalam jangka panjang akan mulai tampak tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Apabila tidak ada tindakan lebih lanjut untuk memperbaikinya, maka akan menimbulkan dampak buruk lanjutan terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan disekitarnya. Seiring dengan kemajuan zaman, kini masyarakat mulai peduli terhadap dampak buruk yang ditimbulkan dari pertanian konvensional. Oleh sebab itu, masyarakat pun mulai beralih pada sistem pertanian yang berwawasan lingkungan dan juga menguntungkan secara ekonomi. Sistem pertanian berwawasan lingkungan tersebut lebih dikenal sebagai pertanian yang berkelanjutan atau biasa disebut pertanian organik. Kunci dari sistem pertanian tersebut adalah mengubah sistem pertanian dari pertanian konvensional yang dalam produksinya mempunyai ketergantungan terhadap bahan-bahan kimia yang membahayakan ke arah pertanian organik yang tidak tergantung pada bahan-bahan kimia atau dengan kata lain berupaya mengurangi atau bahkan meniadakan penggunaan berbagai bahan kimia dalam produksinya.

Salah satu sentra produksi bawang daun di Kecamatan Cisarua terdapat di Desa Batulayang. Penanaman bawang daun di desa tersebut telah berlangsung sekitar 10 tahun. Awalnya penanaman bawang daun di desa tersebut dilakukan melalui sistem penanaman konvensional, kemudian pada tahun 1997 para petani Desa Batulayang mendapat penyuluhan dari pemerintah setempat untuk mencoba suatu teknik penanaman organik yang dalam kegiatan budidayanya tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti pupuk, pestisida dan lain-lain. Teknik penanaman organik ini diharapkan nantinya dapat menghasilkan produk bawang daun yang jauh lebih aman untuk dikonsumsi dibandingkan produk bawang daun hasil penanaman konvensional. Sejak tahun 1997 tersebut, kegiatan usahatani bawang daun secara organik di Desa Batulayang dijalankan oleh para petani yang terhimpun dalam sebuah kelompok tani Kalicimandala, bahkan desa tersebut sudah mendapat sertifikasi organik dari kepala daerah Kabupaten Bogor. Namun kegiatan usahatani bawang daun organik di desa tersebut kurang berjalan dengan baik. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para petani ragu terhadap tingkat produksi bawang daun yang akan mereka peroleh dari usahatani bawang daun secara organik Karena menurut pengalaman mereka selama ini, hasil produksi bawang daun dengan sistem pertanian organik lebih kecil dibandingkan sistem pertanian anorganik, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada pendapatan yang akan mereka peroleh. Disisi lain petani juga mempunyai kendala dalam hal modal. Usahatani bawang daun organik membutuhkan modal dalam jumlah yang relatif besar terutama dalam hal pembiayaan usahatani yakni biaya tenaga kerja. Dalam

usahatani bawang daun organik diperlukan jumlah tenaga kerja yang banyak untuk dialokasikan ke bagian pengamatan dan pengawasan tanaman secara lebih intensif. Selain itu, pangsa pasar untuk produk organik relatif masih sedikit, hal ini mengingat segmen pasar untuk produk-produk organik masih terbatas pada kalangan menengah keatas. Hal-hal tersebut diatas tentu saja menjadi penghambat bagi petani untuk mengembangkan usahatani bawang daun organik sehingga menyebabkan belum meratanya penanaman bawang daun organik oleh para petani di Desa Batulayang. Hal ini terlihat dari masih banyak para petani di desa tersebut yang melakukan usahatani bawang daun dengan dua sistem penanaman yakni secara organik dan anorganik (konvensional). Bahkan ada juga petani yang tetap mempertahankan usahatani bawang daunnya dengan sistem budidaya

konvensional/anorganik dan belum mau beralih ke sistem budidaya organik dengan alasan usahatani bawang daun organik tidak menguntungkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilihat bagaimana penerapan usahatani bawang daun organik yang dilakukan oleh para petani di kelompok tani Kalicimandala dan selanjutnya akan dianalisis perbandingan pendapatan usahatani bawang daun organik dan bawang daun konvensional/anorganik untuk mengetahui mana yang lebih efisien, sehingga pada akhirnya hasil analisis tersebut dapat menjadi acuan bagi para petani sekaligus menjawab segala keraguan para petani di Desa Batulayang dalam membudidayakan bawang daun secara organik.

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang ? 2. Bagaimana perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi antara sistem usahatani bawang daun organik dengan sistem usahatani bawang daun anorganik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang ?

1.3

Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah : 1. Menganalisis keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang. 2. Menganalisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi antara petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun organik dengan petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun anorganik pada kelompok tani Kalicimandala di Desa Batulayang.

1.4

Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang

berkepentingan, antara lain : 1. Bagi petani dalam mengembangkan usahatani, baik yang menggunakan sistem usahatani organik maupun anorganik, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

2. Bagi pemerintah, diharapkan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan untuk pengembangan usahatani, khususnya usahatani organik. 3. Bagi akademisi, sebagai informasi dan bahan literatur untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pertanian Anorganik (Konvensional) Pertanian anorganik atau pertanian konvensional adalah sistem pertanian

yang dalam kegiatannya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang sangat merugikan. Bahan-bahan kimia seperti pupuk, pestisida, obat-obatan dan lain-lain, apabila penggunaannya dilakukan secara berlebihan maka akan mencemari lingkungan dan meracuni kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Menurut Schaller dalam Iryanti (2005), sistem pertanian anorganik atau konvensional memberikan dampak negatif, diantaranya : 1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia pertanian dan sedimen. 2. Membahayakan kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan. 3. Pengaruh negatif senyawa kimia pertanian tersebut pada mutu dan kesehatan makanan. 4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan (sustainable

agriculture). 5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna lainnya. 6. Meningkatnya daya ketahanan organisme pengganggu terhadap pestisida. 7. Merosotnya daya produktivitas lahan karena erosi, pemadatan lahan dan berkurangnya bahan organik.

8. Ketergantungan yang makin kuat terhadap sumber daya alam tidak terbarui (non-renewable natural resources). 9. Resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian.

2.2 2.2.1

Pertanian Organik Definisi Pertanian Organik Menurut Pracaya dalam Iryanti (2005), pertanian organik adalah sistem

pertanian (dalam hal bercocok tanam) yang tidak menggunakan bahan kimia tetapi menggunakan bahan organik. Bahan kimia tersebut dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan lain-lain. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan kembali ke alam (Sutanto, 2002). Menurut Sutanto (2002a), seringkali terdapat pemahaman yang keliru tentang pertanian alami dan pertanian organik. Kedua istilah tersebut dalam praktek sering dianggap sama. Namun Fukuoka (1985) dalam Sutanto (2002) mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami dan menjelaskan prinsip pertanian alami, yakni :

1. Tanpa olah tanah. Tanah tanpa diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik menyangkut masuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikrobia tanah, mikro fauna dan cacing tanah. 2. Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja dan tanah dengan sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur ulang tanaman dan hewan yang terjadi di bawah tegakan hutan. 3. Tidak dilakukan pemberantasan gulma, baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma. 4. Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami. Sutanto (2002) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa penggunaan zat kimia atau bahan sintetik pada penanaman tanaman akan meninggalkan residu pada tanaman tersebut. Dampak negatif lain dari penggunaan bahan sintetik tersebut adalah timbulnya kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Penelitian para ahli diberbagai negara menyebutkan bahwa efek negatif dari penggunaan pestisida akan menyebabkan alergi, keracunan saraf, kerusakan sistem endokrin, karsinogen dan menekan sistem kekebalan tubuh. Bagi lingkungan, tanah dan air, penggunaan bahan kimia secara terus menerus akan menurunkan daya dukung lahan.

Akibatnya produktivitas setiap komoditas yang diusahakan senantiasa sulit ditingkatkan. International Federation Organic Agriculture Movement (1990) dalam Sutanto (2002) mempunyai 11 prinsip yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pertanian organik, antara lain : 1. Melalui pertanian organik dihasilkan makanan dengan kualitas nutrisi yang tinggi dan dalam jumlah yang cukup. 2. Melaksanakan interaksi yang bersifat sinergisme dengan sistem dan daur ulang alami yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada. 3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan mengaktifkan kehidupan biologi (flora dan fauna tanah), tanaman dan hewan. 4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 5. Memanfaatkan sumber daya terbarukan (renewable resources) yang berasal dari sistem usahatani itu sendiri. 6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang, baik di dalam maupun di luar usahatani. 7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak melaksanakan gatra dasar sesuai dengan habitatnya. 8. Membatasi terjadinya bentuk pencemaran akibat kegiatan pertanian. 9. Mempertahankan keanekaragaman hayati, termasuk pelestarian habitat tanaman dan hewan. 10. Memberikan jaminan pada produsen (petani) sesuai hak asasi manusia dalam memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan dari pekerjaannya, termasuk lingkungan bekerja yang aman.

11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial.

2.2.2

Karakteristik Pertanian Organik Menurut Akbar dalam Mei (2006), sistem pertanian organik memiliki

karakteristik tertentu, yakni : 1. Melindungi kesuburan jangka panjang tanah dengan menjaga tingkat kandungan materi organik, mendorong aktivitas biologis tanah dan melakukan intervensi mekanis secara hati-hati. 2. Memberikan nutrisi tanaman secara tidak langsung dengan menggunakan sumber nutrien yang relatif tidak terlarut, kemudian diubah menjadi bentuk yang tersedia untuk tanaman oleh mikroorganisme. 3. Swasembada nitrogen melalui penggunaan legum dan fiksasi nitrogen secara biologis serta pendaur-ulangan bahan organik termasuk residu tanaman dan kotoran ternak. 4. Pengendalian hama dan penyakit yang secara utama mengandalkan rotasi tanaman, predator alami, keanekaragaman, pemupukan organik, varietas resisten serta intervensi thermal, biologis dan kimiawi yang terbatas (seminimal mungkin). 5. Pengelolaan ternak secara ekstensif dengan memperhatikan masalah kesejahteraan yang berhubungan dengan gizi, penempatan, kesehatan dan perkembangbiakan. 6. Memperhatikan dengan seksama dampak dari sistem usahatani pada lingkungan yang lebih luas pada konservasi satwa liar dan habitat alamiah.

2.3

Karakteristik Umum Bawang Daun Bawang daun (Allium fistulosum L.) merupakan tanaman sayuran daun

semusim (berumur pendek). Tanaman ini berbentuk rumput atau rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 60 cm atau lebih tergantung pada varietasnya. Bawang daun berakar serabut pendek yang tumbuh dan berkembang kesemua arah di sekitar permukaan tanah serta tidak mempunyai akar tunggang. Bagian batang bawang daun berwarna putih dengan bentuk daun bulat, memanjang, berlubang menyerupai pipa, dan bagian ujungnya meruncing. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua dan permukaan daun halus. Pada tanaman ini, bagian batang dan kelopak daun yang masih muda dapat dikonsumsi sebagai bahan bumbu dapur, bahan campuran sayur mayur dan dapat berkhasiat sebagai obat. Bunga secara keseluruhan berbentuk payung majemuk atau payung berganda (umbrella composita) dan berwarna putih. Buah bawang daun berbentuk bulat yang terbagi atas tiga ruang, berukuran kecil serta berwarna hijau muda. Biji bawang daun yang masih muda berwarna putih dan setelah tua berwarna hitam, berukuran sangat kecil, berbentuk bulat agak pipih dan berkeping satu. Selain itu, tanaman bawang daun juga dapat membentuk umbi. Umbi yang terbentuk pada bawang daun berukuran kecil. Umbi ini dapat digunakan untuk mengobati borok atau koreng. Bawang daun termasuk kedalam famili Liliaceae yang selanjutnya dikelompokkan kedalam species yang telah umum dibudidayakan, yakni species Allium fistulosum L, species Allium ampeloprasum var. Porrum serta species Allium schoenoprasum L. Bawang daun yang tergolong kedalam species Allium fistulosum L diantaranya adalah bawang bakung. Bawang bakung memiliki daun

berbentuk bulat panjang dan berongga (berlubang) menyerupai pipa, berwarna hijau tua, berukuran lebar 1-2 cm serta berumbi kecil.

2.3.1

Budidaya Bawang Daun Anorganik (Konvensional) Tanaman bawang daun dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran

tinggi dengan ketinggian antara 900-1700 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun dan suhu udara berkisar antara 19C24C. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman bawang daun adalah andosol dan tanah lempeng berpasir dengan pH antara 6,5 - 7,5, jarak tanam 20 cm 25 cm dan populasi per hektar sebanyak 200.000 tanaman. Kebutuhan bibit dari anakan adalah 200.000 stek/hektar 1. Cara Tanam Bawang daun dapat ditanam secara vegetatif (dengan anakan atau belahan rumpun/setek tunas). Bibit bawang daun yang berasal dari anakan diperoleh dari rumpun bawang daun yang sudah cukup tua, yaitu telah berumur 2,5 bulan dan pertumbuhannya baik/sehat. Tahap awal penanaman bibit bawang daun hasil anakan dimulai dengan memotong sebagian daun dan akarnya kemudian ditanam pada lubang tanam sampai pangkal batang. Selanjutnya lubang tanam ditutup dengan tanah dan dipadatkan pelan-pelan agar tanaman dapat berdiri tegak dan kuat. Setelah penanaman selesai, selanjutnya dilakukan penyiraman lahan dengan cara digenangi air. 2. Pemeliharaan Bibit bawang daun yang telah ditanam perlu dipelihara lebih lanjut agar pertumbuhannya tetap baik. Kegiatan pemeliharaan bawang daun meliputi

penyulaman, pengairan, pemupukan, penyiangan, pemangkasan bunga dan daun serta perlindungan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit. Jenis hama yang sering menyerang tanaman bawang daun adalah dari golongan serangga, diantaranya adalah ulat. Ulat tanah (Agrotis ipsilon Hfn) menyerang bagian daun dan pucuk tanaman. Daun tanaman bawang daun yang diserang ulat tanah tampak berlubanglubang atau terpotong-potong tidak beraturan, sedangkan jika yang diserang adalah bagian pucuk tanaman, tanaman tersebut tampak terkulai dan rebah. Pengendalian hama untuk jenis ulat ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida Duraban 20 EC, Matador, dan Furadan 3 G di sekitar pangkal batang tanaman. Jenis ulat lain yang juga sering menyerang tanaman bawang daun adalah ulat daun (Spodoptera exiqua Hbn). Ulat ini memakan daging daun sehingga daun tampak berwarna putih transparan memanjang dan layu terkulai. Pada tingkat serangan yang berat, daun-daun menjadi rusak dan tidak dapat dikonsumsi. Penyakit yang sering menyerang tanaman bawang daun pada umumnya adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan, salah satunya adalah penyakit busuk daun. Penyakit ini disebabkan oleh serangan cendawan Peronospora destruktor (Berk.) Casp sehingga menimbulkan bercak-bercak hitam pucat pada daun terutama pada ujung-ujung daun yang kemudian berubah warna menjadi putih atau ungu. Pada serangan yang berat, daun akan menguning, layu, mengering dan akhirnya mati. Pengendalian penyakit busuk daun ini dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan fungisida, misalnya Daconil 75 WP, Dithane M-45 atau Antracol 70 WP.

3. Panen dan Pascapanen Panen dan penanganan pascapanen merupakan tahap paling akhir dalam kegiatan usahatani bawang daun. Pada umur 2,5 bulan, bawang daun sudah layak dipanen. Bagian utama bawang daun yang dipanen adalah daun-daun muda beserta batangnya yang berwarna putih. Pemanenan bawang daun dilakukan satu kali yakni pada pagi atau sore hari dan pada saat cuaca cerah (tidak mendung atau hujan). Tahapan penanganan pascapanen bawang daun meliputi tahap pengumpulan, sortasi, pencucian, pembersihan, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran. Pada umumnya, bawang daun dipasarkan dalam bentuk sayuran segar. Tempat pemasaran bawang daun cukup banyak, seperti pasar-pasar induk, pasar lokal, pasar swalayan (supermarket), konsumen lembaga (hotel, rumah makan dan industri makanan) serta lembaga pemasaran (tengkulak, grosir dan sebagainya).

2.3.2

Budidaya Bawang Daun Organik Bawang daun merupakan salah satu jenis sayuran daun yang dapat

ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Bawang daun tergolong tanaman yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam pada musim hujan serta memberikan hasil yang cukup baik. Namun faktor-faktor dari lingkungan luar seperti serangan hama dan penyakit dapat menjadi masalah yang menimbulkan kerugian bagi penanaman bawang daun, diantaranya penurunan hasil panen, penurunan kualitas daun, peningkatan biaya produksi dan pada akhirnya menyebabkan penurunan pendapatan usahatani. Para petani kerap kali menghindari masalah tersebut dengan pemberian pupuk, obat-obatan serta berbagai jenis pestisida kimia sehingga menimbulkan pencemaran bagi manusia

yang mengkonsumsi dan lingkungan sekitar. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan suatu teknik penanaman bawang daun secara alami (organik), dimana dalam setiap tahapan kegiatannya mengutamakan penggunaan bahanbahan organik dan penanganan tanaman secara alami. 1. Cara Tanam Lahan yang digunakan untuk penanaman bawang daun organik adalah lahan yang bebas dari pencemaran bahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida kimia. Apabila lahan yang akan ditanami merupakan lahan bekas penanaman anorganik maka lahan tersebut harus terlebih dulu dikonversi secara bertahap menjadi lahan organik dengan cara pemberian pupuk organik. Lama masa konversi tergantung dari sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida dan jenis tanaman. Benih yang digunakan berasal dari kebun pertanian organik dan bukan berasal dari benih/bibit hasil rekayasa genetika. 2. Pemeliharaan Secara umum tahapan pemeliharaan terhadap bawang daun organik sama dengan tahapan pemeliharaan pada bawang daun anorganik. Namun perbedaannya terletak pada bahan-bahan serta teknik penanganan yang dilakukan pada beberapa tahapan pemeliharaan. Tahap pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk organik seperti pupuk kompos yang berupa kotoran hewan, pupuk kandang, tanaman rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang, jagung, sekam padi) serta limbah agroindustri. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman. Upaya meningkatkan kesuburan tanah juga harus dilakukan secara alami melalui

penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam serta rotasi dengan tanaman legum. 3. Panen dan Pascapanen Panen dan penanganan pascapanen juga harus dilakukan dengan hati-hati serta menggunakan cara-cara yang alami agar terhindar dari kontaminasi dengan bahan kimia sintesis. Pemanenan bawang daun dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun tanaman atau membongkarnya dengan alat bantu kored. Penanganan pascapanen bawang daun dimulai sejak pengumpulan hasil hingga pemasaran. Pada tahap pencucian dalam pascapanen bawang daun organik, bawang daun organik yang telah dibuang sebagian akar dan daunnya serta bagianbagian lain yang tidak berguna harus segera dicuci dengan air bersih. Pencucian dengan air bersih bertujuan untuk menghilangkan segala kotoran yang masih melekat pada daun, batang dan akar.

2.4 2.4.1

Penelitian Terdahulu Usahatani Handayani (2007) mengutarakan bahwa dari sisi petani, pengelolaan

usahatani pada dasarnya terdiri dari pemilihan antara berbagai alternatif penggunaan sumber daya yang terbatas yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan. Menurutnya, hal ini dilakukan agar para petani dapat menghadapi berbagai kesulitan dan resiko dalam kegiatan usahataninya untuk mencapai tujuan usahatani yang menguntungkan. Puruhito (2005) secara lebih khusus berpendapat bahwa keberhasilan usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya,

yakni faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern dapat diartikan sebagai faktorfaktor produksi yang pengaruhnya dapat dikendalikan oleh petani, misalnya penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani dalam mengalokasikan penerimaan keluarga serta jumlah keluarga petani. Sedangkan faktor ekstern diartikan sebagai faktor-faktor yang tidak dapat dikontrol dan berada diluar jangkauan petani, misalnya faktor iklim, cuaca, ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit, penyuluhan bagi petani serta perubahan harga. Adapun tujuan dari kegiatan usahatani menurut Kusumah (2004), adalah untuk mencapai produksi dibidang pertanian yang pada akhirnya akan dinilai dengan uang. Nilai tersebut diperoleh setelah mengurangkan atau

memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan nilai tersebut diharapkan akan mendorong petani untuk mengalokasikan nilai yang diperolehnya dalam berbagai kegunaan seperti untuk biaya produksi periode berikutnya, tabungan dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

2.4.2

Usahatani Bawang Daun Penelitian tentang usahatani bawang daun pernah dilakukan sebelumnya.

Hasil dari analisis pendapatan terhadap 40 orang petani yang dipilih secara purposive oleh Darwiyah (2006), diketahui bahwa nilai pendapatan yang diperoleh petani, baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total usahatani telah menunjukkan bahwa usahatani bawang daun di Desa

Sindangjaya menguntungkan, karena penerimaannya lebih besar dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Penelitian yang sama tentang usahatani bawang daun juga dilakukan oleh Sumiyati (2006). Namun yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian bawang daun sebelumnya yang dilakukan oleh Darwiyah adalah perbandingan tingkat pendapatan bawang daun dilihat dalam dua kondisi tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi yang berbeda di lokasi penelitian, yakni pada kondisi aktual dan kondisi optimal setelah dilakukan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Hasil analisis regresi fungsi produksi CobbDouglas menyimpulkan bahwa pendapatan petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual, sehingga nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual. Hal ini menunjukkan pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan maksimum.

2.4.3

Usahatani Organik dan Anorganik Khairina (2006) dalam penelitiannya juga membandingkan tingkat

pendapatan antara usahatani wortel dengan budidaya organik dan usahatani wortel dengan budidaya anorganik. Penelitian yang juga dilakukan di Desa Citeko ini menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya total dan biaya tunai petani wortel organik lebih besar dibandingkan petani wortel anorganik. Kesimpulan yang dihasilkan adalah usahatani wortel organik lebih menguntungkan dibanding usahatani wortel anorganik.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Kusumah (2004) tentang analisis perbandingan usahatani antara padi organik dengan padi anorganik. Sistem usahatani padi organik yang sedang dikembangkan oleh petani padi di Kelurahan Mulyaharja ini secara umum kegiatannya sama dengan sistem usahatani padi anorganik. Perbedaannya hanya terletak pada input yang digunakannya saja, yakni meliputi pupuk dan pestisida. Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai padi organik lebih rendah bila dibandingkan dengan padi anorganik, sedangkan pendapatan atas biaya total padi organik lebih tinggi dibandingkan padi anorganik. Hal inilah yang secara langsung dapat memberikan keuntungan bagi para petani padi di Kelurahan Mulyaharja karena dapat meningkatkan pendapatan petani organik. Penelitian yang sama tentang usahatani padi organik dan padi anorganik juga dilakukan oleh Marhamah (2007). Perbedaannya terletak pada tujuan dari penelitian ini, yakni menganalisis tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan dari padi organik dan anorganik berdasarkan status kepemilikan lahan. Pada penelitiannya di Kelurahan Situgede ini, para petani organik terbagi berdasarkan status kepemilikan lahan yaitu petani pemilik dan petani bagi hasil. Adanya perbedaan kepemilikan lahan ini menyebabkan adanya perbedaan perilaku petani dalam hal mengelola kegiatan usahatani yang dilakukan. Selain itu, sistem kepemilikan lahan yang berbeda juga akan menghasilkan tingkat pendapatan yang berbeda pula. Hasil analisis pendapatan pada usahatani padi organik dan padi anorganik selama satu tahun menunjukkan bahwa pendapatan bersih yang diterima oleh petani pemilik lebih tinggi dibandingkan petani bagi hasil. Petani dengan status sebagai bagi hasil pada usahatani padi organik mempunyai

produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan petani dengan status pemilik. Sedangkan pada usahatani padi anorganik diperoleh hasil bahwa untuk status penguasaan lahan, pemilik mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada petani dengan status bagi hasil. Mei (2006) menganalisis usahatani sayuran organik dan anorganik pada Yayasan Bina Sarana Bakti. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai komoditi wortel organik lebih kecil dibandingkan dengan brokoli organik dan bawang daun organik. Pendapatan atas biaya tunai wortel adalah Rp 3.000.000,- sedangkan brokoli dan bawang daun berturut-turut adalah Rp 7.875.000,- dan Rp 5.500.000,-. Hal ini karena harga untuk wortel lebih kecil dibandingkan brokoli dan bawang daun. Pendapatan atas biaya tunai brokoli memberikan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan komoditi yang lain. Hal ini disebabkan jumlah produktivitas yang lebih tinggi didukung oleh harga penjualan yang cukup tinggi sehingga penerimaan petani menjadi lebih besar. Apabila dilihat dari rasio penerimaan atas biaya tunai maupun totalnya, usahatani sayur organik adalah layak untuk diusahakan atau dapat dikatakan usahatani tersebut sudah efisien. Usahatani brokoli merupakan yang paling layak dilakukan dibandingkan dengan usahatani wortel dan brokoli karena memiliki nilai ratio R/C paling besar dibandingkan dengan komoditi yang lain. Nilai R/C atas biaya tunai komoditi brokoli adalah 2,11, artinya setiap biaya yang dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 1,00 maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,11,00. Usahatani ini efisien untuk dilaksanakan sebab bernilai R/C lebih besar dari satu. Analisis usahatani komoditas tomat organik dan anorganik menjadi judul penelitian yang dilakukan oleh Iryanti (2005) di Desa Batulayang Kabupaten

Bogor. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat dilihat bahwa petani yang berusahatani tomat secara organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total yang diterima oleh petani anorganik. Nilai R/C rasio usahatani tomat organik lebih tinggi dibandingkan nilai R/C rasio usahatani tomat anorganik, sehingga penerimaan yang diperoleh petani organik untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan lebih besar daripada petani anorganik. Dengan demikian usahatani tomat organik lebih menguntungkan daripada usahatani tomat anorganik. Beberapa penelitian terdahulu diatas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang usahatani yang dilakukan oleh petani dan pendapatan yang akan mereka peroleh, baik pada komoditas bawang daun maupun komoditi lain seperti tomat, padi, wortel dan brokoli yang juga dibudidayakan secara organik. Dari studi terdahulu, hasil analisis menunjukkan bahwa pendapatan petani organik lebih menguntungkan dibandingkan dengan petani anorganik. Perbedaannya adalah beberapa penelitian terdahulu mengenai bawang daun hanya menganalisis usahatani dengan sistem pertanian konvensional atau anorganik dan belum ada yang melakukan penelitian mengenai usahatani bawang daun secara organik. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti tertarik untuk menganalisis pendapatan usahatani bawang daun melalui sistem pertanian organik dan membandingkannya dengan sistem pertanian anorganik. Ringkasan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6

Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu BawangDaunOrganik dan AnorganikPeneliti Judul Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Bawang Merah Konvensional dan Organik di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah Komoditas Bawang Merah Metode Analisis Pendapatan Usahatani, dan Biaya Sumberdaya Domestik (BSD)

Mengenai

Usahatani

No 1.

Hasil Usahatani bawang merah organik lebih efisien dibanding usahatani bawang merah konvensional. Usahatani bawang merah konvensional dan organik sama-sama layak secara ekonomi untuk diusahakan dan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif Usahatani bawang merah konvensional dan organik memiliki stabilitas yang tinggi terhadap perubahan harga yang terjadi. Pengusahaan sayuran di Sentul Farm layak untuk dilakukan Tingkat sensitivitas akibat penurunan produksi dan harga jual output lebih peka dibandingkan peningkatan harga input produksi. Pendapatan atas biaya tunai padi organik lebih rendah dibandingkan padi anorganik. Pendapatan atas biaya total padi organik lebih tinggi dibandingkan padi anorganik. Pola pemasaran padi organik lebih efisien dibandingkan dengan pola pemasaran padi anorganik. Struktur pasar yang terbentuk untuk padi organik dan padi anorganik adalah sama, yaitu pasar oligopsoni Faktor produksi bibit, pupuk kandang dan TSP berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun.

Handayani (2007)

2.

Puruhito (2005)

Analisis Pengembangan Usahatani Sayuran di Sentul Farm

Sayuran

Analisis kelayakan finansial dan analisis sensitivitas

3.

Kusumah (2004)

Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus : Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Padi

Analisis Pendapatan, analisis R/C ratio, analisis saluran dan prilaku pasar, analisis marjin, dan farmer share petani.

4.

Darwiyah (2006)

Analisis Usahatani dan Sistem Penjualan Bawang Daun

Bawang Daun

Analisis pendapatan, dan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

5.

Sumiyati (2006)

(Allium fistulosum L.) di Desa Sindangjaya, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur) Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun

Usahatani bawang daun di daerah penelitian menguntungkan.

Bawang Daun

Analisis Pendapatan, analisis fungsi produksi CobbDouglas

6.

Khairina (2006)

7.

Marhamah (2007)

Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Wortel Dengan Budidaya Organik (Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik di Kabupaten Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat

Wortel

Analisis pendapatan usahatani, analisis saluran dan prilaku pasar, dan farmer share petani.

Usahatani bawang daun pada lebih menguntungkan pada kondisi aktual. Faktor produksi untuk lahan, bibit, Urea, KCL, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan wanita berpengaruh nyata, sedangkan untuk pupuk TSP tidak berpengaruh nyata. Usahatani wortel organik lebih menguntungkan dibandingkan usahatani wortel konvensional. Pola saluran pemasaran XII paling efisien. Menurut farmers share, saluran pemasaran XII paling menguntungkan bagi petani. Tingkat produktivitas petani bagi hasil padi organik lebih tinggi dibanding petani pemilik. Namun pada usahatani padi anorganik berlaku sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi adopsi usahatani padi organik adalah ciri pribadi petani, informasi teknologi dan kondisi usahatani. Sedangkan pada elemen subfaktor, yang menjadi subfaktor utama adalah pendapatan luar usahatani. Usahatani sayur organik layak/efisien

Padi

Analisis produktivitas, analisis pendapatan usahatani dan analisis AHP (Analytic Hierarchy Process)

8.

Mei (2006)

Analisis Pendapatan

Sayuran

Analisis pendapatan,

Usahatani dan Pemasaran Sayuran Organik Yayasan Bina Sarana Bhakti

analisis R/C ratio, analisis saluran dan prilaku pasar, analisis marjin, dan farmer share

9.

Iryanti (2005)

Analisis Usahatani Komoditas Tomat Organik dan Anorganik di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Tomat

Analisis pendapatan, dan analisis R/C ratio

untuk diusahakan. Usahatani brokoli merupakan yang paling layak dilakukan dibandingkan dengan usahatani wortel karena memiliki nilai ratio R/C paling besar dibandingkan dengan komoditi yang lain. Usahatani tomat organik lebih menguntungkan daripada usahatani tomat anorganik

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 3.1.1

Kerangka Pemikiran Teoritis Ruang Lingkup Usahatani Menurut Suratiyah (2006), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari

bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan,

mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Beberapa definisi ilmu usahatani menurut Suratiyah (2006), yaitu : 1. Menurut Efferson, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani dipandang dari sudut efisiensi dan pendapatan yang kontinyu. 2. Menurut Daniel, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan berbagai faktor produksi seperti lahan, tenaga dan modal sebagai dasar bagaimana petani memilih jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tanaman atau ternak sehingga memberikan hasil maksimal dan kontinyu. 3. Menurut Vink (1984), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani agar memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.

4. Menurut Prawirokusumo (1990), ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana membuat atau menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian, peternakan atau perikanan. Selain itu, ilmu usahatani juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana membuat dan melaksanakan keputusan pada usaha pertanian, peternakan atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani atau peternak tersebut. 5. Bachtiar Rifai dalam Soeharjo dan Patong (1973), mengatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari kesatuan, organis dari alam, tenaga kerja, modal dan pegelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan produksi di lapangan pertanian. Dari definisi diatas, dapat diperoleh empat unsur pokok yang selalu bekerja dalam usahatani, yakni alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan (manajemen). Keempat unsur tersebut juga dapat disebut faktor-faktor produksi (Hernanto, 1989). Alam merupakan faktor yang sangat menentukan dalam usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah yang mencakup jenis tanah dan kesuburan tanah, serta faktor alam sekitar yang mencakup iklim yang juga berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak dan usahatani keseluruhannya. Faktor tanah juga tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya yaitu sinar matahari, curah hujan, angin dan sebagainya. Iklim yang juga menjadi bagian dari faktor alam sekitarnya sangat berpengaruh pada jenis tanaman atau komoditas yang akan diusahakan (Suratiyah, 2006).

Tenaga kerja dalam usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal dan pengelolaan (manajemen). Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) adalah : 1. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas. 2. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas. 3. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan dan dispesialisasikan. 4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga, yakni komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Tanah serta alam sekitarnya dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli, sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali, atau dengan kata lain, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. Modal dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi. 1. Sifat. Atas dasar sifat, modal dapat digolongkan menjadi modal yang dapat menghemat lahan (land saving capital) dan modal yang dapat menghemat tenaga kerja (labour saving capital). Disamping itu, ada juga modal yang

justru dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak (misalnya jika menggunakan teknologi kimiawi, biologis, dan pancausaha). 2. Kegunaan. Menurut kegunaannya, modal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif adalah modal yang secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan produksi (misalnya pupuk dan bibit unggul, sedangkan modal tidak langsung misalnya terasering). Modal pasif adalah modal yang digunakan hanya untuk sekadar

mempertahankan produk (misalnya penggunaan bungkus, karung, kantong plastik dan gudang). 3. Waktu. Atas dasar waktu pemberian manfaatnya, modal dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu modal produktif dan modal prospektif. Modal dikatakan produktif jika dapat meningkatkan produksi (misalnya pupuk dan bibit unggul). Modal dikatakan prospektif jika dapat meningkatkan produksi, tetapi baru akan dirasakan pada jangka waktu lama (misalnya investasi dan terasering). 4. Fungsi. Atas dasar fungsinya, modal dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu modal tetap (fixed assets) dan modal tidak tetap atau modal lancar (current assets). Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunakan secara berkali-kali proses produksi. Modal tetap ada yang bergerak atau mudah dipindahkan, ada yang hidup maupun mati (misalnya cangkul, sabit, ternak), sedangkan yang tidak dapat dipindahkan juga ada yang hidup maupun mati (misalnya bangunan, tanaman keras). Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu kali proses produksi saja (misalnya pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim).

Pengelolaan

usahatani

adalah

kemampuan

petani

menentukan,

mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan (manajemen) itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Dengan demikian pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan (Ken Suratiyah, 2006).

3.1.2

Konsep Penerimaan Usahatani Menurut Soekartawi dkk (1986), penerimaan usahatani adalah nilai produk

tunai usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan cabang usaha adalah jumlah salah satu produk usahatani dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakanuntuk bibit dalam usahatani, digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan. Penerimaan ini dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku.

3.1.3

Konsep Biaya Menurut Tjakrawilaksana dalam Apriani (2007), biaya atau pengeluaran

usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani. Pengertian yang sedikit berbeda juga dikemukakan oleh Hernanto (1995) dan Soekartawi, et. al. (1986). Hernanto mengemukakan bahwa biaya adalah korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi yang semula fisik,

kemudian diberi nilai rupiah, sedangkan menurut Soekartawi, et. al , biaya atau pengeluaran usahatani adalah semua nilai masuk yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Biaya dalam usahatani dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan petani, sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti sewa lahan yang diperhitungkan atas lahan milik sendiri, penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan bibit dari hasil produksi dan penyusutan dari sarana produksi. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal yang dipakai. Biaya penyusutan dapat diperhitungkan dengan mengunakan Metode Penyusutan Garis Lurus dengan rumus sebagai berikut :BiayaPenyusu tan = Nb Ns n

Dimana :

Nb Ns n

= Nilai pembelian, dalam Rupiah = Tafsiran nilai sisa, dalam Rupiah = Jangka usia ekonomi, dalam tahun

Menurut Hernanto (1989), pengaruh status kepemilikan lahan terutama lahan milik sendiri terhadap pengelolaan usahatani antara lain : a) Petani bebas mengelola lahan pertaniannya. b) Petani bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman yang akan ditanam. c) Petani bebas menggunakan teknologi dan cara budidaya. d) Petani bebas memperjualbelikan lahan yang dimilikinya.

e)

Dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab petani terhadap apa yang dimilikinya.

3.1.4

Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani yang

diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Besarnya pendapatan usahatani yang diterima merupakan balas jasa untuk tenaga kerja, modal keluarga yang dipakai dan pengelolaan yang dilakukan oleh seluruh keluarga. Bentuk dan jumlah pendapatan mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kemampuan petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Pendapatan ini akan digunakan untuk mencapai keinginana-keinginan dan memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dengan demikian pendapatan yang diterima petani akan dialokasikan pada berbagai kebutuhan. Jumlah pendapatan dan cara menggunakan inilah yang menentukan tingkat hidup petani. Analisis pendapatan usahatani pada umumnya digunakan untuk

mengevaluasi kegiatan usaha pertanian dalam satu tahun. Bagi seorang petani, analisis pendapatan membantunya untuk mengukur apakah usahataninya pada saat itu berhasil atau tidak. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila situasi pendapatannya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi, termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut. b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanam, termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi modal.

c. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. Terdapat beberapa ukuran pendapatan menurut Soeharjo dan Patong (1973) : 1. Pendapatan kerja petani (operators farm labour income) Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan yang berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga dan kenaikan nilai inventaris. Setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. 2. Penghasilan kerja petani (operators farm labour earning) Angka ini diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan penerimaan tidak tunai 3. Pendapatan kerja keluarga (family farm labour earning) Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan anggota keluarganya. Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga. 4. Pendapatan keluarga (family income) Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya disamping kegiatan pokoknya. Menurut Ken Suratiyah (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan dapat digolongkan sebagai berikut : 1. Faktor internal dan faktor eksternal Faktor internal meliputi umur, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan dan modal. Sedangkan

faktor eksternal dari segi faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal yaitu ketersediaan dan harga. Selain faktor eksternal dari segi faktor produksi, terdapat pula faktor eksternal dari segi produksi (output) maliputi permintaan dan harga. 2. Faktor manajemen Disamping faktor internal dan eksternal, faktor manajemen juga sangat menentukan besarnya biaya dan pendapatan usahatani. Dalam pelaksanaanya, sangat diperlukan berbagai informasi tentang kombinasi faktor produksi dan informasi harga baik harga faktor produksi maupun produk. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua informasi, yaitu informasi keadaan seluruh penerimaan dan informasi mengenai seluruh pengeluaran selama waktu yang ditetapkan (Soekartawi, et. al. 1986). Pada umumnya jangka waktu yang digunakan adalah satu tahun. Salah satu ukuran efisiensi pendapatan yang digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C) atau analisis imbangan penerimaan dan biaya. Nilai R/C menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan biaya satu satuan biaya. Dua macam R/C yang sering digunakan yaitu R/C rasio atas biaya total dan R/C rasio atas biaya tunai. Hasil perhitungan R/C > 1 memiliki arti bahwa usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan, nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa usahatani tersebut tidak menguntungkan, dan apabila nilai R/C = 1, maka dapat dikatakan bahwa usahatani tersebut berada pada keuntungan normal.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Semakin berkembangnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan, maka semakin tinggi pula kesadaran mereka akan dampak negatif yang ditimbulkan dari produk-produk hasil pertanian organik yang menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Oleh karena itu, kini masyarakat semakin giat dalam mencanangkan gaya hidup sehat atau back to nature dengan lebih berorientasi pada konsumsi akan produk-produk organik. Peluang yang dimiliki oleh produk pertanian organik semakin didukung oleh semakin meningkatnya permintaan akan produk organik baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Produk-produk organik tersebut selain dapat menjaga kelestarian lingkungan, juga dapat meningkatkan pendapatan petani yang mengusahakannya. Hal ini dikarenakan harga jual yang dimiliki produk organik lebih tinggi dibanding produk anorganik. Hal-hal tersebut di atas semakin mendukung pengembangan usahatani sayuran organik. Salah satunya adalah adanya penanaman bawang daun melalui sistem budidaya organik oleh para petani di Desa Batulayang dimulai pada tahun 1997 setelah sebelumnya didominasi oleh sistem budidaya konvensional. Sejak tahun 1997 tersebut, kegiatan usahatani bawang daun secara organik di Desa Batulayang dijalankan oleh para petani yang terhimpun dalam sebuah kelompok tani Kalicimandala, bahkan desa tersebut sudah mendapat sertifikasi organik dari kepala daerah Kabupaten Bogor. Namun setelah 10 tahun berjalan, kegiatan usahatani bawang daun organik di desa tersebut kurang berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari masih banyaknya para petani yang melakukan usahatani bawang daun dengan dua sistem penanaman yakni secara organik dan anorganik. Bahkan ada juga petani yang

tetap mempertahankan usahatani bawang daunnya dengan sistem budidaya anorganik dan belum mau beralih ke sistem budidaya organik. Belum tertariknya para petani dalam membudidayakan bawang daun secara organik disebabkan adanya beberapa kendala yang dihadapi oleh para petani, yakni dalam hala modal, produksi dan pasar. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilihat bagaimana sebenarnya penerapan usahatani bawang daun organik yang dilakukan oleh para petani di kelompok tani Kalicimandala melalui analisis keragaan usahatani bawang daun organik pada lahan luas dan lahan sempit. Selanjutnya akan dilihat perbandingan pendapatan antara usahatani bawang daun organik dengan usahatani bawang daun anorganik melalui dua analisis pendapatan usahatani. Hasil dari dua analisis pendapatan usahatani tersebut bertujuan untuk mengetahui sistem usahatani mana yang lebih efisien, yang akan dinyatakan dalam nilai R/C ratio. Pada akhirnya hasil dari perbandingan nilai R/C ratio antara bawang daun organik dan anorganik tersebut dapat menjadi bahan rekomendasi bagi para petani untuk menentukan usahatani bawang daun mana yang efisien untuk dilakukan. Selain itu, hasil analisis tersebut sekaligus dapat menjawab segala keraguan para petani di Desa Batulayang dalam membudidayakan bawang daun organik. Bagan alur kerangka pemikiran dan usahatani komoditas bawang daun organik dan anorganik dapat dilihat pada Gambar 1.

Tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat Meningkatnya permintaan akan produk organik Menjaga kelestarian lingkungan Meningkatkan pendapatan petani Usahatani Komoditas Bawang Daun di Desa Batulayang Petani bawang daun belum tertarik menerapkan sistem budidaya secara organik karena kendala modal, produksi dan pasar

Petani Organik 1. Produksi rendah 2. Monokultur 3. Menggunakan pupuk alami 4. Pasarnya masih pelangganpelanggan tertentu 5. Biaya tenaga kerja lebih tinggi

1. 2. 3. 4. 5.

Petani Anorganik Produksi Tinggi Monokultur Menggunakan pupuk kimia Pasarnya relatif luas Biaya tenaga kerjanya relatif rendah dibandingkan sistem pertanian anorganik

Analisis Keragaan Usahatani Bawang Daun Organik Lahan Luas

Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Organik

Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Anorganik

Penerimaan Tunai

Biaya Diperhitungkan

Lahan Sempit

Pendapatan Tunai R/C Tunai

Pendapatan Total R/C Total

Rekomendasi Usahatani Bawang Daun yang Efisien untuk Dilakukan

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Operasional.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Batulayang merupakan salah satu desa yang berpotensial untuk mengembangkan sistem pertanian organik karena sudah sekitar sepuluh tahun menerapkan sistem pertanian ini. Sistem pertanian organik mulai dikembangkan di Desa Batulayang pada tahun 1997. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November - Februari 2008.

4.2

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer meliputi data produksi, sedangkan data mengenai sistem penanaman dan lain-lain yang diperlukan dalam analisa diperoleh dari wawancara langsung dengan para petani bawang daun yang menerapkan sistem pertanian organik maupun anorganik (konvensional). Perolehan data dan informasi juga diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap keadaan usahatani petani bawang daun organik dan anorganik di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua. Para petani juga dipandu dengan kuisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya agar dapat mempermudah para petani dalam pengisian kuisioner tersebut. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian antara lain Badan Pusat Statistik, Badan Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hortikultura serta instansi terkait lainnya seperti kantor Kecamatan Cisarua dan kantor Desa Batulayang. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari literatur-literatur atau perpustakaan yang relevan (l