bawang daun

115
1 ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BAWANG DAUN (Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat) Oleh: SUMIYATI A 14101008 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Upload: prasetyo-hoho

Post on 25-Jul-2015

654 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: bawang daun

1

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI

PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

USAHATANI BAWANG DAUN

(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Propinsi Jawa-Barat)

Oleh:

SUMIYATI

A 14101008

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 2: bawang daun

2

RINGKASAN

SUMIYATI. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor

Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya,

Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat). Dibawah

bimbingan DWI RACHMINA.

Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai

sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam

kategori sektor pertanian diantaranya adalah hortikultura. Hortikultura merupakan

salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,

artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura dapat meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan petani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi penggunaan

faktor -faktor produksi usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis

kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah penelitian, menganalisis

pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian dan untuk mengetahui

hubungan antara tingkat produksi bawang daun yang rendah dengan tingkat

keuntungan petani di daerah penelitian.

Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Juli 2005. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan

cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani. Data sekunder

diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait, seperti Dinas Pertanian

Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan sebagainya.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum

usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan

usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta

analisis efisiensi ekonomi faktor produksi.

Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya

produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu

Page 3: bawang daun

3

sebesar Rp 15.282.713,52,- atau 56,52 persen dari total biaya. Dari satu hektar

lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 20.824,12 kg dengan

harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga rata-rata

total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha. Apabila

rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka

pendapatan atas biaya total adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila

pengeluaran tunai sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya tunai

adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan tunai

adalah 2,17 dan 5,62.

Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM

dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99, bibit

sebesar 1,23, pupuk TSP sebesar -0,59, pupuk Urea sebesar 5,96, pupuk KCl

sebesar 5,19, pupuk kandang sebesar 7,28, obat cair sebesar -4,85, obat padat

sebesar 23,35, tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar

12,10.

Berdasarkan perbandingan tingkat pendapatan, terlihat bahwa pendapatan

petani bawang daun pada kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,-

dibandingkan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp

5.591.655,94,-. Selain itu, nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13

dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.

Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan

maksimum.

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya

peningkatan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Pertanian dan Petugas

Penyuluh Lapangan untuk memberikan penyuluhan kepada petani mengenai

penggunaan input yang optimal sehingga diperoleh hasil. Petani hendaknya dapat

memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap hasil produksi bawang daun di

lokasi penelitian sehingga kebutuhan bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah

lain penghasil sayuran. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya

melakukan intens ifikasi namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-

faktor produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.

Page 4: bawang daun

4

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI

PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI

USAHATANI BAWANG DAUN

(Studi Kasus di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa-Barat)

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

SUMIYATI

A 14101008

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Page 5: bawang daun

5

LEMBAR PENGESAHAN

Judul skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor -

Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di

Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Propinsi Jawa-Barat)

Nama : Sumiyati

NRP : A 14101008

Menyetujui

Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr NIP. 130 422 698

Tanggal Kelulusan:

Page 6: bawang daun

6

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM

PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA

PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Januari 2006

Sumiyati A 14101008

Page 7: bawang daun

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1983. Penulis adalah

anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Mahmudi dan Enny. Pada tahun

1989-1995 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Lagoa 02 Pagi

Jakarta Utara. Pada tahun 1995 melanjutkan pendidikan menengah pertama di

SMP Negeri 84 Jakarta Utara, kemudian pada tahun 1998 melanjutkan pendidikan

menengah atas di SMU Insan Kamil Bogor, dan lulus tahun 2001.

Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan kuliah di Program Studi

Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Page 8: bawang daun

8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala rahmat dan karunia -Nya, sehingga dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-

faktor Produksi Usahatani Bawang Daun (Studi Kasus di Desa Sindangjaya),

yang merupakan syarat kelulusan Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Tingkat produksi per hektar bawang daun yang rendah dapat disebabkan

oleh ketidakefisiensian dalam pengalokasian faktor -faktor produksi, sehingga

akan berdampak pada pendapatan dan keuntungan petani. Agar efisiensi

penggunaan faktor produksi dapat dicapai maka petani harus mengalokasikan

penggunaan faktor-faktor produksi tersebut dengan optimal. Oleh sebab itu

penulis berkeinginan untuk menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan

faktor produksi.

Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan.

Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

penyempurnaan tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Bogor, Januari 2006

Penulis

Page 9: bawang daun

9

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

dengan izin-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan, dukungan dan masukan.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Kedua orang tua, kakak dan adikku tercinta atas perhatian, doa serta dorongan

moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Ir. Dwi Rachmina, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan yang sangat berharga mulai dari awal sampai akhir skripsi ini.

3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji pada ujian

sidang Penulis.

4. PPL Kecamatan Pacet atas kelancaran pelaksanaan penelitian.

5. Bapak Mulyadi dan keluarga yang telah bersedia memberikan tempat tinggal

selama penulis melakukan penelitian.

6. Seluruh petani responden dan staf desa Sindangjaya yang bersedia

meluangkan waktunya, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan

selama Penulis melakukan kegiatan turun lapang.

7. Riko Febriatha yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk

penyelesaian skripsi ini.

8. Teman-teman AGB, EPS dan KPM Angkatan 38 dan semua pihak yang telah

membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan

dan perhatian yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah.

Page 10: bawang daun

10

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR. ................................................................................... i UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................... iii DAFTAR TABEL........................................................................................... v DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah............................................................... 8 1.3. Tujuan Penelitian................................................................... 10 1.4. Kegunaan Penelitian.............................................................. 10

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Singkat Bawang daun............................................... 12

2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani bawang Daun........................ 13 2.3. Teknologi Budidaya .............................................................. 14 2.4. Kajian Empiris....................................................................... 19

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 21 3.1.1. Pengertian Usahatani……………………………….. 21 3.1.2 Penerimaan dan Biaya Usaha tani…………….….…. 22 3.1.3. Analisa Pendapatan usahatani……………………... 22 3.1.4. Fungsi Produksi…………………………………..… 24 3.1.5. Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi………….….. 28 3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual…………………………… 31 BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian................................................. 34 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 34 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data .................................. 35

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani. ................................ 35 4.3.2. Analisis Fungsi Produksi........................................... 36

4.4. Konsep pengukuran Variabel................................................ 44 BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum dan Geografis ............................................. 47 5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian........................... 48 5.3. Karakteristik Petani ............................................................... 50

5.3.1. Umur Petani................................................................. 50

Page 11: bawang daun

11

5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden................................................................... 51

5.3.3. Luas Lahan Garapan.................................................... 52 5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ................................................................. 53

BAB VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN 6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi .................................. 56 6.1.1. Sarana Produksi Bibit................................................. 56 6.1.2. Sarana Produksi Pupuk............................................... 57 6.1.3. Sarana Produksi Obat-obatan..................................... 59 6.1.4. Tenaga Kerja .............................................................. 60 6.1.5. Alat-alat Pertanian...................................................... 61 6.2. Analisis pendapatan Usahatani Bawang daun....................... 62

BAB VII. HASIL ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BAWANG DAUN 7.1. Analisis Pe milihan Fungsi Produksi ...................................... 67 7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha ............................ 71 7.3. Analisis Efisiensi Ekonomi .................................................... 77

BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan............................................................................. 83 8.2. Saran....................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 85 LAMPIRAN .................................................................................................... 87

Page 12: bawang daun

12

DAFTAR TABEL Nomor Halaman

1. Nilai Ekspor Sayuran dan sayuran segar Indonesia, 1997-2002 (000US $) .......................................................................................... 2

2. Komposisi dan Kandungan Gizi Bawang Daun Dalam Setiap 100 Gram........................................................................................... 3

3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003............................................ 4

4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1997-2003 .................. 5

5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas BawangDaun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004 .............................. 7

6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002-2005......................................... 8

7. Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ........................ 47

8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 48

9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan

Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 ................................. 48

10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004 .................................................................. 49

11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 50

12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 50

13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ............................. 51

14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005 ..................................................... 51

15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005........................................................................................ 61

16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005........................................................................................ 62

Page 13: bawang daun

13

Nomor Halaman

17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam.......................... 63

18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda ................................................................................. 68

19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya ......... 70

20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas ................................................................. 71

21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun............................................. 78

22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi

Bawang Daun .................................................................................... 81

Page 14: bawang daun

14

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan elastisitas Produksi.................................... 26 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis............................................ 31

3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual..................................... 33 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik ............................................. 38

Page 15: bawang daun

15

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda………………………88 2. Analisis regresi Model Cobb-Douglas…………………………89

3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor -faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, tahun 2005……………………………….90 4. Perhitunga n Rasio Nilai Produk marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)...............................................92 5. Perhitungan Penggunaan faktor Produksi pada Kondisi Optimal.......................................................................................96 6. Data Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi Per Hektar...................................................................................99

7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan …………………….................…100

Page 16: bawang daun

16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai

sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Dengan demikian

sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor

pertanian. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah

hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi, artinya di dalam pengusahaannya sub sektor hortikultura

dapat memberikan nilai tambah, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani1.

Selain itu, sub sektor hortikultura jenis sayuran merupakan salah satu

penyumbang devisa bagi Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari data nilai ekspor

sayuran selama tahun 1997-2002 yang secara rata -rata mencapai $ 24.451 - $

61.009 dengan trend meningkat sebesar 15,88 persen. Dilain pihak nilai ekspor

sayuran segar selama tahun 1997-2002 juga menunjukkan trend peningkatan

sebesar 16,57 persen, dimana kontribusi ekspor sayuran segar terhadap sayuran

secara rata-rata mencapai 38,72 persen – 60,98 persen. Sementara itu, jika dilihat

dari delapan komoditas terbesar sayuran segar yang di ekspor, yaitu kentang,

tomat, bawang merah, kubis, wortel, jamur, timun, dan bawang daun, maka ke

delapan komoditas tersebut menguasai 71,68 persen dari keseluruhan nilai ekspor

1 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan

Page 17: bawang daun

17

sayuran segar selama tahun 1997-2002 (BPS, 2004). Nilai ekspor sayuran dan

sayuran segar Indonesia dari tahun 1997-2002 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia, 1997 -2002 (000 US $)

Tahun No Komoditas

1997 1998 1999 2000 2001 2002 Trend/Tahun

(%) A. Sayuran 48.637 24.451 58.456 61.009 58.011 52.552 15,88

B. Sayuran Segar :

23.720 13.154 27.382 23.623 27.392 32.045 16,57

B.1. Kentang 8.431 5.887 5.805 4.461 4.159 5.405 (6,31) B.2. Tomat 341 93 435 655 553 302 56,93

B.3. Bawang merah

778 47 2.771 1.835 1.671 2.188 1.138,00

B.4. Kubis 7.150 4.447 6.215 5.520 6.912 9.784 11,51 B.5. Wortel 55 67 134 132 127 475 78,11 B.6. Jamur 2.044 177 2.298 3.666 3.980 3.623 233,22 B.7. Timun 80 142 218 346 655 524 51,81

B.8. Bawang daun

426 106 160 136 118 64 (19,63)

B.9. Sayuran segar lainnya

4.416 2.187 9.436 6.873 9.217 9.681 58,59

Persentase Ekspor Sayuran Segar Terhadap Total Sayuran

48,77 53,80 46,84 38,72 47,22 60,98 49,39

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2004. (diolah)

Bawang daun merupakan salah satu komoditas sayuran segar yang

menyumbangkan devisa bagi Indonesia. Walaupun nilai ekspor bawang daun dari

tahun 1997-2002 mengalami fluktuasi dengan trend menurun tetapi produksi

bawang daun cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa penurunan

nilai ekspor bawang daun bukan disebabkan oleh penurunan produksi tetapi lebih

banyak disebabkan oleh peningkatan permintaan di dalam negeri. Pendapatan

masyarakat yang meningkat terutama masyarakat di perkotaan telah berdampak

pada peningkatan permintaan terhadap komoditas sayuran. Selain itu, lahan

pertanian yang ada di Indonesia sangat subur serta didukung oleh kondisi alam

Page 18: bawang daun

18

yang tropis sehingga dapat menguntungkan petani untuk meningkatkan hasil

produksi berbagai komoditas sayuran (Pertiwi, 2000).

Bawang daun yang masih muda dengan batang yang masih putih dan

terpendam di dalam tanah banyak dimanfaatkan sebagai sayur atau bumbu dalam

berbagai macam masakan. Seperti sayuran pada umumnya, maka bawang daun

merupakan sumber gizi yang baik. Bawang daun juga dapat dimanfaatkan untuk

memudahkan pencernaan dan menghilangkan lendir-lendir dalam kerongkongan2.

Komposisi dan kandungan gizi dalam setiap 100 gram bawang daun dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi dan Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Bawang Daun

Komposisi Gizi Satuan Kandungan Gizi Bawang Daun

Kalori Kal 29,00 Protein Gr 1,80 Lemak Gr 0,40 Karbohidrat Gr 6,00 Serat Gr 0,90 Abu Gr 0,50 Kalsium Mg 35,00 Phosfor Mg 38,00 Besi Mg 3,20 Vitamin A SI 910,00 Tiamin Mg 0,08 Riboflavin Mg 0,09 Niasin Mg 0,60 Vitamin C Mg 48,00 Air Gr - Nikotinamid Mg 0,50

Sumber: Cahyono, 2005.

Dengan banyaknya kegunaan dan manfaat dari bawang daun, maka tak

mengherankan jika produksi bawang daun terus mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut, selain disebabkan oleh peningkatan luas panen juga

2 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm

Page 19: bawang daun

19

disebabkan oleh peningkatan produktivitas hasil per hektar. Perkembangan luas

panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Indonesia dari tahun 1997-

2003 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia, 1997-2003

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1997 38.828,00 294.426,00 7,58 1998 36.563,00 287.506,00 7,86 1999 36.882,00 323.855,00 8,78 2000 36.127,00 311.319,00 8,62 2001 34.339,00 283.285,00 8,25 2002 41.602,00 315.232,00 7,58 2003 38.453,00 345.720,00 8,99

Trend (%/Tahun) 0,27 3,06 3,29

Sumber: Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004.

Berdasarkan Tabel 3, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang

daun dari tahun 1997-2003 menujukkan trend meningkat sebesar 3,29 persen.

Peningkatan trend produktivitas bawa ng daun tersebut disebabkan oleh

meningkatnya produksi sebesar 3,06 persen dibandingkan dengan luas lahan

bawang daun yang hanya menunjukkan trend peningkatan sebesar 0,27 persen.

Fluktuasi yang terjadi pada luas panen, yang di dominasi oleh penurunan, yaitu

pada tahun 1998, 2000, 2001 dan 2003 lebih disebabkan oleh kebiasaan petani

yang sering mengganti komoditas bawang daun dengan komoditas lain pada saat

harga bawang daun rendah.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil bawang daun di

Indonesia. Hal ini dapat dilihat baik dari luas panen, produksi maupun

produktivitas bawang daun di Jawa Barat dibandingkan dengan nasional

(Indonesia), Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun

Page 20: bawang daun

20

di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia dari tahun 1999-2003 dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003

Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Tahun Jabar INA * Jabar INA * Jabar INA *

1999 14.725,00 36.882,00 39,92 182.324,00 323.855,00 56,30 12,40 8,78 141,23

2000 14.950,00 36.127,00 41,38 166.542,00 311.319,00 53,50 11,10 8,62 128,77

2001 13.194,00 34.339,00 38,42 149.491,00 283.285,00 52,77 11,30 8,25 136,97

2002 12.570,00 41.602,00 30,21 132.334,00 315.232,00 41,98 10,50 7,58 138,52

2003 12.498,00 38.453,00 32,50 139.490,00 345.720,00 40,35 11,20 8,99 124,58

Trend (%/ Tahun) (3,88) 1,65 (4,32) (6,24) 2,02 (7,67) (2,27) 1,09 (2,85)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004. (diolah) Keterangan : Jabar = Jawa Barat; INA = Indonesia * = Persen Jawa Barat / Indonesia

Berdasarkan Tabel 4, maka dapat terlihat bahwa produktivitas bawang

daun Jawa Barat dari tahun 1999-2003 menunjukkan trend penurunan sebesar

2,27 persen dibandingkan dengan nasional yang mengalami peningkatan sebesar

1,09 persen. Penurunan produktivitas bawang daun Jawa Barat tersebut

disebabkan oleh penurunan produksi dan luas panen yang masing-masing sebesar

6,24 persen dan 3,88 persen. Hal yang berbeda justru terjadi pada produksi dan

luas panen bawang daun nasional yang mengalami peningkatan sebesar 2,02

persen dan 1,65 persen.

Penurunan yang terjadi pada luas panen, produksi dan produktivitas

bawang daun Jawa Barat tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti

konversi lahan-lahan pertanian menjadi perumahan-perumahan elite, kondisi

cuaca yang tidak menentu yang disebabkan oleh perubahan iklim dan harga

Page 21: bawang daun

21

sayuran yang fluktuatif sehingga menjadi salah satu penyebab para petani sulit

untuk mengembangkan usahanya3.

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu sentra produksi hortikultura di

Provinsi Jawa Barat. Beberapa sayuran yang menjadi komoditas prioritas bagi

Cianjur adalah bawang daun, kentang, kubis, petsai, wortel, lobak, kacang merah,

kacang panjang, cabe, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siyam, kangkung, dan

bayam4. Dari luas total wilayah Kabupaten Cianjur sebesar 350.148 hektar, maka

sebanyak 97.227 Ha atau setara dengan 27,76 persen berupa lahan pertanian

kering dan tegalan. Sementara itu, sekitar 62,99 persen penduduk Cianjur bekerja

di sektor pertanian, sehingga hal tersebut menjadikan sektor pertanian sebagai

penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Cianjur, yaitu sekitar 42,80 persen5.

Menurut Kepala Bina Usaha Kabupaten Cianjur, diperoleh informasi

bahwa bawang daun merupakan komoditas unggulan. Penentuan bawang daun

sebagai komoditas unggulan bagi Kabupaten Cianjur didasarkan kepada luas

areal, penyerapan tenaga kerja, produktivitas, benih ya ng tidak perlu di impor

karena perbanyakan dilakukan dengan cara vegetatif dan adanya kebijakan

pemerintah daerah yang mendorong pengembangan komoditas bawang daun.

Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang daun di Kabupaten

Cianjur dari tahun 1999-2004 dapat dilihat pada Tabel 5.

3 Jalur Distribusi Sayuran Pun Seret, 17 April 2005. Http:// www.kompas.com/ 4 Program Pengembangan Sentra Produksi Hortikultura di Jawa Barat, 05 April 2005. www.jabar.go.id/berita.php?data=87-7k-hasiltambahan 5 Sekilas Kabupaten Cianjur, 20 April 2005. Http:// www.cianjur.go.id/

Page 22: bawang daun

22

Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur, 1999-2004

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1999 2.443,00 59.863,00 24,50 2000 2.646,00 66.696,00 25,20 2001 2.462,00 62.426,00 25,40 2002 2.339,00 59.410,00 25,40 2003 2.220,00 58.506,00 26,40 2004 3.128,00 81.651,00 26,10

Trend/Tahun (%)

6,40 7,60 1,30

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005.

Dari Tabel 5 dapat terlihat bahwa rata-rata produktivitas bawang daun

Kabupaten Cianjur sangat tinggi, yaitu mencapai 24,5 ton/ha – 26,4 ton/ha,

bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata produktivitas bawang

daun di Jawa Barat yang sebesar 10,5 ton/ha – 12,4 ton/ha. Dalam hal ini,

produktivitas bawang daun di Kabupaten Cianjur masih tetap menunjukkan trend

yang meningkat, walaupun tidak terlalu besar, yaitu 1,3 persen. Selain itu jika

dilihat dari luas panen dan produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur dari tahun

1999-2004 juga memperlihatkan trend yang meningkat, yaitu masing-masing

sebesar 6,4 persen dan 7,6 persen.

Daerah Cipanas Kecamatan Pacet, sekitar 80 km dari Jakarta atau 20 km

dari kota Cianjur, selain dikenal sebagai kawasan wisata pegunungan juga

merupakan daerah penghasil sayuran. Daerah penghasil sayuran di kawasan ini

kini dikembangkan menjadi kawasan agropolitan hortikultura. Selain memiliki

iklim yang cocok untuk komoditas sayuran, Kecamatan Pacet juga memiliki

keunggulan dibandingkan daerah lainnya, yaitu kedekatan lokasi dengan pasar

sasaran seperti Bandung, Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Hal tersebut

Page 23: bawang daun

23

tentu saja akan menjamin kesegaran dari sayuran yang dikirim, selain juga akan

menekan ongkos pengiriman. Realisasi panen, produksi dan produktivitas bawang

daun di Kecamatan Pacet pada tahun 2002, 2004 dan 2005 dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005

Tahun Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

2002 1.122,00 28.498,80 25,40 2004 1.557,00 40.707,30 26,14

2005* 491,00 12.939,80 26,35

Trend/Tahun (%)

(14,85) (12,69) 1,87

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2005. Keterangan : Data tahun 2003 tidak diperoleh. * Angka sementara sampai April 2005.

Berdasarkan Tabel 6, maka dapat terlihat bahwa luas panen bawang daun

di Kecamatan Pacet pada tahun 2004 mengalami peningkatan dari 1.122 hektar

menjadi 1.557 hektar atau mengalami peningkatan sebesar 38,77 persen bila

dibandingkan tahun 2002. Sementara itu, produksi bawang daun mengalami

peningkatan yang lebih besar lagi, yaitu dari 28.498,80 ton menjadi 40.707,30 ton

atau meningkat sebesar 42,84 persen. Dilain pihak, rata -rata produktivitas bawang

daun di Kecamatan Pacet dari tahun 2002 hingga April 2005 juga mengalami

peningkatan, yaitu dari 25,40 ton/ha menjadi 26,35 ton/ha.

1.2. Perumusan Masalah

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan

gizi, maka akan meningkatkan permintaan masyarakat terhada p sayuran segar

seperti bawang daun. Peningkatan permintaan tersebut harus diimbangi oleh

Page 24: bawang daun

24

peningkatan produksi dan produktivitas bawang daun. Sementara itu, jika dilihat

dari rata -rata produktivitas bawang daun di Kecamatan Pacet yaitu dari 25,40

ton/ha - 26,35 ton/ha pada tahun 2002 hingga April 2005 masih terbilang rendah

jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu sebesar 40 ton dari satu

hektar lahan6.

Penggunaan faktor-faktor produksi standar pada usahatani bawang daun

untuk 1000 m2 berdasarkan data dari Dinas Pertanian Cianjur adalah ; bibit : 600

kg, pupuk TSP : 35 kg, pupuk Urea : 47 kg, pupuk KCl : 29 kg, Pupuk Kandang :

529 kg, Obat Cair : 3 kg, Obat padat : 4 kg, tenaga kerja pria : 180 jam , tenaga

kerja wanita : 110 jam. Namun keterbatasan modal dan informasi menyebabkan

petani menggunakan faktor produksi yang tidak sesuai dengan nilai standarnya

sehingga diduga penggunaan faktor-faktor produksi dalam pengusahaan bawang

daun belum efisien. Hal ini tentunya akan mempengaruhi produkt ivitas usahatani

bawang daun.

Untuk meningkatkan produksi bawang daun dengan tujuan peningkatan

pendapatan petani perlu dilakukan efisiensi penggunaan faktor produksi. Oleh

karena itu penulis perlu mengkaji tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor

produksi usahatani bawang daun di lokasi penelitian.

Kondisi return to scale pada usahatani menentukan besarnya tingkat

pendapatan petani. Decreasing return to scale akan menambah hasil produksi

dengan proporsi yang lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan dari untuk tambahan

input. Sebaliknya kondisi incresing return to scale merupakan kondisi yang

paling cocok untuk meningkatkan pendapatan petani. Sehingga penulis perlu

6 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm

Page 25: bawang daun

25

melihat kondisi return to scale pada usahatani bawang daun tersebut. Dengan

menentukan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi dan identifikasi kondisi

return to scale usahatani bawang daun, penulis juga perlu menganalisis tingkat

pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini dapat

dijabarkan sebagai berikut :

1. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani

bawang daun di daerah penelitian.

2. Menganalisis kondisi skala usaha usahatani bawang daun di daerah

penelitian.

3. Menganalisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah penelitian.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi para pelaku dunia usaha, terutama yang berkecimpung dalam bisnis

bawang daun, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi

tambahan dan juga dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk

memperbaiki kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani

bawang daun oleh petani, penyuluh pertanian dan pihak-pihak yang

berkepentingan lainnya.

2. Bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah Kabupaten Cianjur,

diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dan bahan

pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan

pengembangan usahatani bawang daun.

Page 26: bawang daun

26

3. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta dapat menjadi wadah aplikasi ilmu-ilmu yang selama ini

dipelajari di bangku kuliah dalam kasus nyata.

Page 27: bawang daun

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat

Bawang daun merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

yang kemudian meluas dan ditanam di berbagai wilayah yang beriklim tropis dan

subtropis. Sementara itu, di Indonesia pusat produksi bawang daun pada mulanya

berada di daerah pegunungan yang sejuk, seperti Lembang, Cipanas, Pacet (Jawa

Barat) dan Malang (Jawa Timur). Kemudian budidaya bawang daun meluas ke

dataran tinggi lainnya, seperti Pangalengan dan Garut (Jawa Barat) maupun ke

dataran rendah7.

Bawang daun merupakan tanaman yang berbentuk rumput. Disebut

bawang daun karena yang dikonsumsi hanya daunnya atau bagian daun yang

masih muda. Bawang daun termasuk famili liliaceae. Ada 2 jenis bawang daun

yaitu bawang bakung (Allium Fistulosum L) dan bawang prei (Allium Porum L).

Kedua jenis bawang daun ini dapat dibedakan dengan mudah. Daun bawang

bakung bulat panjang dan berlubang seperti pipa, sedangkan bawang daun prei

panjang, pipih berpelepah panjang, dan liat. Adapun bentuk umbi bawang bakung

kadang-kadang kecil, sedangkan bawang prei tidak berumbi. Daun yang masih

muda dari kedua jenis bawang daun tersebut dapat dimakan, yaitu bagian batang

atau kelopak daun yang berwarna putih yang terpendam di dalam tanah

(Sunarjono, 2004).

2.2. Persyaratan Lokasi Usahatani Bawang Daun

7 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm

Page 28: bawang daun

28

Kondisi lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan bawang daun dapat memberikan hasil panen

yang tinggi. Keadaan lingkungan (iklim dan tanah) yang cocok sangat menunjang produktivitas tanaman. Oleh

karena itu, lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan lingkungan (Cahyono, 2005).

A. Keadaan Iklim

Keadaan iklim yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi usahatani bawang daun adalah suhu

udara, kelembapan udara, dan curah hujan.

1. Suhu Udara

Bawang daun menghendaki suhu udara berkisaar antara 19oC - 24o C. Daerah yang memiliki kisaran

suhu udara tersebut adalah daerah yang memiliki ketinggian 400-1.200 m di atas permukaan laut (dpl). Oleh

karena itu, bawang daun sangat cocok bila di tanam di daerah tersebut. Suhu udara yang tinggi (lebih dari 240

C) dapat menyebabkan bawang daun tidaak dapat tumbuh dengan baik (tidak sempurna).

2. Kelembaban Udara

Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan bawang daun berkisar antara 80%-90%.

Kelembaban udara yang tinggi (lebih dari 90%) menyebabkan pertumbuhan bawang daun tidak sempurna,

jumlah anakan setiap rumpun sedikit dan tidak subur, kualitas daun jelek, dan produksi biji rendah karena

proses pembungaan dan pembentukan buah tidak berjalan sempurna. Kelembaban udara yang rendah juga

menyebabkan pertumbuhan vegetatif terhambat, proses pembuahan terhambat, dan banyak bunga yang

gugur.

3. Curah Hujan dan Ketinggian Tempat

Bawang daun dapat ditanam sepanjang tahun (sepanjang musim). Bawang daun tergolong tanaman

yang tahan terhadap hujan sehingga dapat ditanam pada musim hujan serta memberikan hasil yang cukup

baik. Namun, curah hujan yang cocok bagi bawang daun adalah sekitar 1.000-1.500 mm/ tahun, dengan

ketinggian tempat yang cocok (ideal) untuk penanaman bawang daun adalah 700-1200 m dpl.

B. Keadaan tanah

Pemilihan lokasi untuk usahatani bawang daun harus memperhatikan keadaan tanah yang meliputi

sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah. Sifat fisik tanah yang cocok bagi tanaman bawang daun adalah tanah

gembur, memiliki solum tanah cukup dalam, dan mudah mengikat air. Sifat fisik tanah yang baik untuk

penanaman bawang daun dijumpa i pada tanah regosol, andosol, dan latosol. Kondisi fisik tanah yang baik akan

meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman sehingga penyerapan zat hara di dalam

tanah dapat berjalan lebih baik. Sedangkan kondisi kimia tanah yang cocok untuk bawang daun adalah tanah

yang memiliki derajat keasaman tanah (pH tanah) berkisar antara 6,5- 7,5.

2.3. Teknologi Budidaya

Page 29: bawang daun

29

Usahatani bawang daun perlu didukung dengan teknik bercocok tanam yang baik, bibit yang

berkualitas baik, dan tahapan kerja yang run tut. Teknik budidaya bawang daun meliputi pembibitan,

pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, serta perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit8.

2.3.1. Pembibitan

Bawang daun diperbanyak secara generatif dengan bijinya atau vegetatif

dengan stek. Di Indonesia tanaman ini sulit menghasilkan biji, perbanyakan dengan

biji hanya dilakukan pada waktu pertama tanam. Untuk menghemat biaya,

penanaman selanjutnya menggunakan bibit stek tanaman induk. Benih biasanya dibeli

dari toko bibit/pupuk yang mengimpornya dari luar negeri. Sebelum membeli benih,

perhatikan varitasnya dan tanggal kadaluarsa benih.

Rumpun yang akan dijadikan bibit berumur 2,5 bulan dan sehat. Rumpun

dibongkar bersama akarnya, bersihkan tanah yang menempel dan akar/daun tua,

pisahkan rumpun sehingga didapatkan beberapa rumpun baru yang terdiri atas 1-3

anakan. Untuk mengurangi penguapan dan merangsang pertumbuhan tunas baur,

sebagian daun dibuang. Bibit ini dapat disimpan di tempat lembab dan teduh selama

5-7 hari.

2.3.2. Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan 15-30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari

berbagai jenis gulma dan sisa tanaman yang tidak bisa membusuk dan terurai,

termasuk tanaman kayu pada tanah tegalan, serta batu-batu krikil. Kemudian tanah

diolah dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor sehingga didapatkan tanah yang

gembur. Kedalaman tanah olahan adalah 30 -40 cm. Kemudian buat parit untuk

pemasukan dan pengeluaran air.

2.3.3 Teknik Penanaman

8 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm

Page 30: bawang daun

30

Bawang daun dapat ditanam dalam pola tanam tanaman tunggal atau

sistem tumpang sari. Sistem tumpang sari yang sekarang banyak ditanam adalah

dengan tanaman cabe. Penanaman dilakukan sepanjang tahun asal air tersedia.

Waktu tanam terbaik awal musim hujan (Oktober) atau awal kemarau (Maret).

Lubang tanam dibuat pada jarak 20 x 20 cm sedalam 10 cm. Sebelum tanam bibit

yang siap tanam sebaiknya direndam dalam larutan fungisida selama 10-15 menit.

Tanam bibit dalam lubang dan padatkan tanah di sekitar pangkal bibit pelan-

pelan.

2.3.4. Penyiangan

Gulma disiangi dua kali, yaitu waktu tanaman berumur 3-4 minggu dan 6

minggu. Lakukan penyiangan dengan hati-hati dan gunakan cangkul/kored.

Rumput liar yang tumbuh di parit antar bedengan juga harus disiangi. Untuk

menjaga kebersihan kebun dan tanaman, lakukan pemotongan tangkai bunga dan

daun tua. Pemangkasan ini juga merangsang pertumbuhan anakan.

2.3.5. Pemupukan

Pupuk yang diberikan adalah 300 kg/ha urea dan 600 kg/ha ZA. Kedua

pupuk ini diberikan bersamaan dengan penyiangan yaitu pada 3-4 minggu dan 6

minggu setelah tanam masing-masing ½ dosis. Pupuk diberikan di dalam larikan

di antara barisan bawang.

2.3.6. Hama dan Penyakit

A. Hama:

Ulat tanah merupakan hama bagi tanaman bawang daun, mempunyai ciri sebagai berikut:

kupu-kupu betina berwarna coklat tua dengan titik putih dan berga ris-garis.

Page 31: bawang daun

31

Panjang ulat 4-5 cm. Gejala: ulat menyerang pangkal batang sehingga tanaman

terkulai. Pengendalian mekanis: mengumpulkan ulat di malam hari, menjaga

kebersihan kebun dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae.

Pengendalian kimia: umpan beracun yang dipasang di malam hari berupa

campuran 250 gram Dipterex 95 Sl 125, 10 kg dedak dan 0,5 gram gula merah

dan dilarutkan dalam 10 liter air; Insektisida berupa Dursban atau Hostahion.

B. Penyakit:

Busuk daun daun bercak ungu merupakan penyakit pada tanaman bawang

daun. Busuk daun mempunyai gejala sebagai berikut: muncul bercak hijau pucat

di ujung daun, daun layu dan mengering dan diseliputi oleh jamur hitam;

berkembang di musim hujan. Pengendalian: menggunakan benih/bibit sehat, rotasi

tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae dan fungisida Dithane, Antracol atau

Daconil. Lalu untuk bercak ungu gejalanya adalah pada daun terdapat bercak kecil

berwarna putih sampai kelabu, membesar menjadi agak keunguan dan ujung daun

mengering. Serangan berat menyebabkan busuk pangkal batang . Pengendalian:

cara perbaikan tata air tanah, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan Liliaceae

dan menggunakan bibit sehat. Fungisida yang dapat digunakan adalah Antracol 70

WP, Dithane M-45, Orthocide 50 WP atau Difolatan 4F.

Pestisida hanya digunakan jika perlu, tetapi mengingat resiko yang akan

ditanggung jika terjadi serangan hama dan penyakit, pestisida sudah diberikan

sebelum terjadi serangan/jika sudah ada tanda -tanda awal munculnya hama dan

penyakit.

Page 32: bawang daun

32

2.3.7 Panen

Umur 2,5 bulan setelah tanam, jumlah anakan maksimal (7-10 anakan),

beberapa daun menguning. Seluruh rumpun dibongkar dengan cangkul/kored di

sore hari/pagi hari. Bersihkan akar dari tanah yang berlebihan.

2.3.8. Pascapanen

Bawang daun yang telah dipanen dikumpulkan di tempat yang teduh, rumpun

dicuci bersih dengan air mengalir/disemprot, lalu ditiriskan. Bawang daun diikat

dengan tali rafia di bagian batang dan daunnya. Berat tiap ikatan 25-50 kg. Daun

bawang disortir berdasarkan diameter batang: kecil (1,0-1,4 cm) dan besar (1,5-2

cm), lalu bawang dicuci dengan air bersih yang mengalir/disemprot dan

dikeringanginkan. Ujung daun dipotong sekitar 10 cm. Di dalam peti kayu 20 x 28 cm

tinggi 34 cm yang diberi ventilasi dan alasnya dilapisi busa/di dalam keranjang plastik

kapasitas 20 kg9.

2.4. Kajian Empiris

Penelitian mengenai analisis terhadap faktor -faktor produksi dan

pendapatan usahatani bawang daun sudah dilakukan sebelumnya, diantaranya oleh

Sinambela (1999) dan Sari (2001). Walaupun demikian, penulis masih tetap

tertarik untuk menganalisis bawang daun terutama dari sisi efisiensi penggunaan

faktor -faktor produksi dan pendapatan bawang daun..

9 Bawang Daun, 05 April 2005. Http://warintek.progressio.or.id/pertanian /bdaun.htm

Page 33: bawang daun

33

Sinambela (1999), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi usahatani bawang daun dengan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor-

faktor produksi yang digunakan adalah luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea, TSP,

pupuk kandang, dan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tenaga kerja,

bibit, Urea, pestisida nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Untuk luas lahan

nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Sedangkan pupuk kandang nyata pada

tingkat kepercayaan 70 persen. Sementara itu, penelitian Sari (2001) terhadap

faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi bawang daun dengan

menggunakan mode l fungsi Cobb-Douglas, menunjukkan bahwa dari seluruh

peubah bebas yang terdapat dalam model, yaitu bibit, tenaga kerja, pupuk Urea,

pupuk TSP, pupuk kandang dan obat ternyata hanya bibit dan pupuk Urea yang

berpengaruh nyata terhadap produksi bawang daun.

Faktor produksi dikatakan efisien apabilai nilai rasio antara NPM dan

BKM sama dengan satu. Pada penelitian Sinambela (1999), penggunaan faktor-

faktor produksi usahatani bawang daun belum mencapai tingkat efisien. Untuk

faktor produksi TSP dan Pestisida, rasio NPM dan BKM lebih kecil dari satu.

Sedangkan untuk luas lahan, tenaga kerja, bibit, Urea dan pupuk kandang lebih

besar dari satu. Sementara itu, penelitian Sari (2001) menunjukkan bahwa di

daerah penelitian penggunaan faktor produksi belum efisien karena rasio NPM

dan BKM–nya tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi bibit, pupuk TSP

dan pupuk kandang penggunaannya masih kurang (rasio NPM dan BKM > 1)

sehingga penggunaannya masih dapat ditambah. Sebaliknya untuk faktor produksi

tenaga kerja, pupuk Urea dan obat penggunaannya sudah berlebihan sehingga

harus dikurangi (rasio NPM dan BKM <1).

Page 34: bawang daun

34

Tingkat pendapatan petani untuk setiap komoditas pertanian yang

diusahakan berberda-beda. Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan

efisiensi yang tinggi, salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah

yang dikeluarkan (R/C Ratio). Penelitian yang dilakukan oleh Sinambela (1999)

menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah

penelitian menunjukkan hasil yang menguntungkan. Dengan harga rata-rata Rp

2.100,- ditingkat petani menghasilkan pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp

16.465.964,- dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 5.858.314,- per hektar.

Bila dilihat dari nilai R/C nya, maka nilai R/C bawang daun adalah 1,84. Ini

berarti dari setiap rupiah yang dipakai untuk usahatani bawang daun memberikan

penerimaan sebesar Rp 1,84,-. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sari

(2001) menunjukkan bahwa hasil analisis pendapatan baik petani lahan sempit (<

0,15 ha) maupun petani lahan luas (>0,15 Ha) juga menunjukkan hasil yang

menguntungkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C atas biaya total dan R/C atas

biaya tunai yang lebih besar dari satu.

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani bawang daun layak untuk diusahakan. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui tingkat pendapatan dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor produksi bawang daun.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Pengertian Usahatani

Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam,

tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian

(Rifai 1980 dalam Soeharjo dan Patong 1973). Dari definisi tersebut dapat dilihat

bahwa komponen dalam usahatani tersebut terdiri dari alam, tenaga kerja, modal

Page 35: bawang daun

35

dan manajemen atau pengelolaan (organisasi). Alam, tenaga kerja dan modal

merupakan unsur usahatani yang mempunyai bentuk, sedangkan pengelolaan

tidak, tetapi keberadaannya dalam proses produksi dapat dirasakan.

Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani

sebagai suatu organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur

lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota

keluarga tani, unsur modal yang be raneka ragam jenisnya, dan unsur pengolahan

atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.

Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada

bentuk yang paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.

Soekartawi (1990) mengemukakan bahwa tujuan berusahatani dapat

dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan atau

meminimumkan biaya. Konsep maksimisasi keuntungan adalah bagaimana

mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk

memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya berarti

bagaimana menekan biaya produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat

produksi tertentu.

3.1.2. Penerimaan dan Biaya Usahatani

Penerimaaan usahatani merupakan hasil kali antara jumlah output yang

dihasilkan dengan harga output. Sedangkan biaya adalah semua pengeluaran yang

diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi

(Fadholi, 1995). Biaya dapat dibedakan atas:

Page 36: bawang daun

36

1. Biaya tunai, meliputi biaya tetap misalnya pajak tanah, dan biaya variabel

misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk

tenaga kerja luar keluarga.

2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat

dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri. Sedangkan untuk

biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga.

3.1.3. Analisa Pendapatan Usahatani

Berusahatani pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari

kegiatan usahanya. Analisa pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun

bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisa pendapatan yaitu:

(1) menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, (2)

menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

Analisis ini juga dapat digunakan untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu

kegiatan (Soeharjo dan Patong, 1973).

Dalam analisa pendapatan ada beberapa ukuran pendapatan yang dipakai

yaitu (Soeharjo dan Patong, 1973):

a). Pendapatan kerja petani

Pendapatan ini diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik yang

berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga, maupun kenaikan inventaris.

Setelah itu dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang

diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Bunga modal

disertakan karena dianggap bahwa modal itu diperoleh petani dengan jalan

meminjam atau karena untuk modal itu tersedia beberapa alternatif penggunaan.

Page 37: bawang daun

37

Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil, bahkan bisa negatif. Apabila

bunga modal tidak disertakan, maka lebih besar dan positif.

b). Penghasilan kerja petani

Angka ini diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan

penerimaan tidak tunai. Tanaman, ternak dan hasil ternak yang dikonsumsi

keluarga adalah penerimaan tidak tunai.

c). Pendapatan kerja keluarga

Pendapatan ini merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan

anggota keluarganya. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan keluarganya

maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui berhasilnya kegiatan usaha.

Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani

dengan nilai kerja keluarga.

d). Pendapatan keluarga

Angka ini diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber

lain yang diterima petani bersama keluarganya di samping kegiatan pokoknya.

Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya

untuk memenuhi keperluan sehari-hari.

Dalam Soeharjo dan Patong (1973), dinyatakan bahwa pendapatan yang

besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu, analisa

pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. Salah satu ukuran efisiensi

adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (Revenue Cost Ratio atau R/C

Ratio). Analisis R/C ratio digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif

usahatani berdasarkan keuntungan finansial. R/C ratio menunjukkan besarnya

penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila

Page 38: bawang daun

38

nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang

dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sedangkan nilai R/C < 1

menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari

penerimaan yang diperoleh.

3.1.4. Fungsi Produksi

Hubungan penggunaan faktor -faktor produksi atau input dan output yang

dihasilkan disebut fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984). Fungsi produksi

menyatakan hubungan input-output dan menggambarkan tingkat sumberdaya

yang digunakan untuk menghasilkan produk. Umumnya untuk menghasilkan

output diperlukan lebih dari satu input. Secara matematis fungsi produksi dapat

ditulis sebagai berikut:

Y = f(X1, X2, X3,....Xn)....................................................................................(3.1)

Dimana:

Y = output

X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu

”Hukum Kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing

Return)”. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus

ditambahkan pada faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah produksi per

satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan

hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi (Doll dan Orazem,1984).

Untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi, terdapat dua

tolok ukur, yaitu (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR).

Produk Rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Y/X). Tambahan

Page 39: bawang daun

39

satu-satu input X yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu

satuan output (Y) disebut produk marjinal (PM). Dengan demikian PM dapat

dituliskan dengan äY/äX (Soekartawi, 2003).

Fungsi produksi menggambarkan transformasi sejumlah faktor produksi

dalam jumlah produksi yang dihasilkan, sedangkan untuk mengukur efisiensi

dapat dilihat dari elastisitas produksinya. Elastisitas produksi (Ep) adalah

persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari

input (Soekartawi, 2003). Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Ep =

dimana :

Ep = elastisitas produksi

ä Y = perubahan hasil produksi

ä Xi = perubahan faktor produksi ke -i

Y = hasil produksi

Xi = jumlah faktor produksi ke -i

Berdasarkan nilai elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas 3 daerah

yaitu daerah dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I),

antara nol dan satu (daerah II), dan lebih kecil dari nol (daerah III), dapat dilihat

pada Gambar 1.

Daerah produksi I mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu,

yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan

…...........……..(3.2) PM PR

. Xi

Y

= = äY/Y ä Xi / Xi

äY ä Xi

Page 40: bawang daun

40

X1 X2

Y

III Ep<0

X

PM/PR

PT

X2 X1 X1 X3 X3 X3 X3

menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan

maksimum masih belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan

pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Karena itu daerah I dis ebut daerah

irrasional.

Daerah II elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu. Hal ini

berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan

penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Pada

tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai

keuntungan maksimum, untuk itu daerah ini disebut daerah yang rasional karena

produsen harus menetapkan tingkat produksi yang dapat mencapai maksimum.

Daerah III mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya

setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah

produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-

faktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.

0

II 0<Ep<1

I Ep>1

Page 41: bawang daun

41

X1 X2 X3

PR PM

X

Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi

Keterangan : PT = Produksi Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-rata Y = Produksi X = Faktor produksi (Sumber: Doll dan Orazem, 1984) Soekartawi (2003), menjelaskan bahwa Return to Scale (RTS) perlu

diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut

mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. Ada tiga

kemungkinan, yaitu:

1. Jika �bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return

to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan

menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Jika �bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing

return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi

melebihi proporsi penambahan produksi.

Page 42: bawang daun

42

3. Jika �bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return

to scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional

denga n penambahan produksi yang diperoleh.

3.1.5 Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi

Efisiensi produksi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi.

Menurut Teken (1965) efisiensi teknis tercapai pada saat produk rata-rata

mencapai maksimum. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat

penggunaan faktor-faktor produksi sudah dapat mencapai keuntungan maksimum.

Teken (1965) mengemukakan dua syarat yang harus dipenuhi untuk

mencapai keuntungan maksimum yaitu syarat keharusan (neccesary condition)

dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary codition)

bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik

antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi

produksi, sya rat ini dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada

saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Pada tingkat

tertentu penggunaan faktor -faktor produksi di daerah ini akan memberikan

keuntungan maksimum.

Syarat kecukupan (sufficient condition) untuk mencapai efisiensi tingkat

tertinggi atau tingkat produksi optimal adalah nilai produk marginal (NPM) sama

dengan biaya korbanan marginal (BKM). Untuk mencapai tingkat produksi yang

optimum dimana tercapai efisiensi ekonomis, maka perlu memasukkan variabel

harga yaitu harga faktor produksi dan harga produksi.

Kondisi efisien ekonomis pada suatu kegiatan usahatani terkait dengan

tujuan kegiatan usahatani tersebut pada umumnya, yaitu untuk memaksimumkan

Page 43: bawang daun

43

keuntungan. Menurut Doll and Orazem (1984), keuntungan dapat diperoleh

dengan mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Secara matematis dapat

ditulis sebagai berikut:

+−= ∑=

n

iii BTTxPxYPy

1

..π

Dimana: ð = laba atau keuntungan i = 1,2,3…n Y = output Py = harga output xi = input ke-i Pxi = Harga input ke-i BTT = biaya tetap total

Keuntungan maksimum tercapai pada saat turunan pertama dari persamaan

fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.

Sehingga persamaan diatas menjadi:

0=−= iii

PxxY

Pyx δ

δδδπ

; i = 1,2,3...,n

ii

PxxY

Py =δδ

Dimana ix

Yδδ

adalah produk marginal faktor produksi ke -i

Sehingga Py. PMxi = Pxi

Dimana: Py.PMxi = nilai produk marginal xi (NPMxi) Pxi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marginal xi (BKMxi) Dengan membagi ruas kiri dan kanan dengan Py, maka persamaan menjadi:

PMxi =PyPxi

Dengan demikian secara matematis dapat diketahui besarnya marginal produk.

Page 44: bawang daun

44

Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian

faktor produksi, persamaan dapat ditulis sebagai berikut:

NPMxi = BKMxi

1=i

i

BKMx

NPMx

Secara ekonomis efisiensi akan tercapai pada kondisi dimana harga sama

dengan nilai produk marginalnya. Jika harga dari input x ke-i (Pxi) adalah Biaya

Korbanan Marginalnya (BKM) dan Produk Marginal dikalikan dengan tingkat

harga output adalah Nilai Produk Marginal (NPM), maka kondisi efisiensi

ekonomis tercapai pada PMxi=BKMxi. Secara grafik kondisi ini ditunjukkan

pada Gambar 2.

Untuk penggunaan lebih dari faktor produksi misalnya n faktor produksi,

maka keuntungan maksimum dapat dicapai apabila:

1.........2

2

1

1 ====n

n

BKMxNPMx

BKMxNPMx

BKMxNPMx

(Garis Harga)

Page 45: bawang daun

45

Gambar 2. Garis Harga dan Efisiensi Ekonomis

Jika rasio NPM dengan BKM kurang dari satu, menunjukan penggunaan

faktor produksi telah melampaui batas optimal, maka setiap penambahan biaya

akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Bagi produsen yang rasional akan

mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama

dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti

kondisi optimum belum tercapai, sehingga produsen yang rasional akan

menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama

dengan BKM.

3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Petani bawang daun di Desa Sindangjaya dalam mengelola usahanya

diduga tidak memperhatikan efisiensi usahanya, hal ini dapat dilihat dari tingkat

produksi per hektar yang masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat produksi

idealnya. Tingkat produksi yang rendah menunjukkan penggunaan faktor-faktor

produksi yang belum optimal dan keuntungan belum maksimal. Oleh sebab itu

petani harus memperhatikan pengalokasian faktor-faktor produksi yang digunakan

dalam usahataninya agar mencapai keuntungan yang maksimal.. Sarana produksi

yang digunakan dalam usahatani bawang daun adalah luas lahan, bibit, pupuk

TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan

tenaga kerja wanita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

pendapatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, apakah tingkat

pendapatan tersebut telah dapat menguntungkan petani. Kemudian dalam

penelitian ini juga ingin melihat faktor -faktor produksi apa saja yang berpengaruh

Page 46: bawang daun

46

terhadap produksi bawang daun, bagaimana kombinasi optimal penggunaan

faktor -faktor produksi yang dapat memaksimumkan keuntungan petani. Analisis

yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis fungsi produksi

dan analisis efisiensi penggunaan faktor -faktor produksi.

Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran tingkat pendapatan

dan R/C rasio. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok

dilakukan dengan membandingkan model linier berganda dan model Cobb-

Douglas. Data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor-faktor produksi

yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk TSP, Urea, KCl, pupuk kandang, obat cair,

obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita. Pemilihan model fungsi

produksi berdasarkan kriteria pemilihan model fungsi yang baik yaitu dilihat dari

R2, banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit , MSE dan kesesuaian dengan

asumsi OLS. Tahap analisis data selanjutnya adalah analisis skala usaha dan

analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Analisis efisiensi

penggunaan faktor-faktor produksi dilakukan untuk melihat kombinasi optimal

dari faktor -faktor produksi tersebut yang dapat memaksimalkan keuntungan

petani. Kerangka pemikiran konseptual di atas dapat diringkas seperti yang

terlihat pada Gambar 3.

Usahatani Bawang Daun (Produktivitas Rendah)

Faktor-faktor Produksi: - Luas Lahan - Bibit - Pupuk TSP - Pupuk Urea - Pupuk KCl - Obat Cair - Obat Padat - Tenaga Kerja Pria - Tenaga Kerja Wanita

Page 47: bawang daun

47

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Konseptual

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sindangjaya, Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan

pertimbangan bahwa Kecamatan Pacet merupakan daerah yang memiliki luas

areal penanaman bawang daun terluas dan penghasil bawang daun terbesar di

Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya dipilih berdasarkan rekomendasi dari

Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi:

- Koefisien Determinasi - Uji Statistik F - Uji P-value

Pemilihan model: -Pemeriksaan asumsi OLS

Efisiensi Faktor-Faktor Produksi

Keuntungan Petani

Analisis Pendapatan Usahatani: - Pendapatan - R/C Rasio

Page 48: bawang daun

48

Penyuluh Pertanian Lapangan Kecamatan Pacet. Kegiatan pengambilan data

dilakukan kurang lebih satu bulan, yaitu selama bulan Juli 2005.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan

pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah

disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan secara

umum mengenai petani, data penggunaan sarana produksi dan biaya produksi

yang dikeluarkan untuk satu musim tanam serta data lain yang berkaitan dengan

penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur dan instansi-insatnsi terkait,

seperti Dinas Pertanian Cianjur, Badan Pusat statistik, Departemen Pertanian, dan

sebagainya.

Pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive). Dari kelompok

tani yang seluruhnya berjumlah 55 orang, lalu dipilih 30 orang sebagai responden.

Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam bawang daun pada satu

musim tanam.

4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum

usahatani bawang daun sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pe ndapatan

usahatani, analisis R/C rasio, analisis penggunaan faktor -faktor produksi serta

analisis efisiensi ekonomi faktor produksi. Tahap analisis data yang digunakan

adalah dengan transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan

Page 49: bawang daun

49

Microsoft Excel, program MINITAB versi 13.30 for windows dan alat hitung

kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Pendapatan petani bawang daun dalam penelitian ini akan dibedakan

menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.

Hal ini disebabkan pada umumnya petani hanya memperhitungkan biaya yang

benar-benar dikeluarkan dalam bentuk uang tunai. Pendapatan atas biaya tunai

adalah biaya yang yang benar -benar dikeluarkan oleh petani (explisit cost).

Pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan

memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan

tersebut dirumuskan sebagai berikut:

ð = NP – BT – BD...............................................................................(4.1)

dimana :

ð = Pendapatan

NP = Nilai produksi, hasil kali jumlah fisik produk dengan harganya

BT = Biaya tunai

BD = Biaya yang diperhitungkan

NP-BT adalah pendapatan atas biaya tunai

NP-(BT+BD) adalah pendapatan atas biaya total

Untuk mengetahui besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan

total biaya dari tiap-tiap usahatani maka digunakan R/C rasio.

R/C rasio = Total Penerimaan/Total Biaya

R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan

pengeluaran dalam satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang

Page 50: bawang daun

50

diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

penerimaan tersebut. Apabila nilai R/C <1 berarti tiap unit biaya yang dikeluarkan

akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. Sedangkan apabila R/C =1

berarti penerimaan yang diperoleh sama dengan unit biaya yang dikeluarkan.

4.3.2. Analisis Fungsi Produksi

Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan

antara produksi dengan faktor -faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut

Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu

terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan sebenarnya adalah tidak

mungkin. Oleh karena itu hubungan antara faktor produksi dengan output perlu

disederhanakan dalam bentuk suatu model.

Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh

peneliti, tetapi yang umum dan sering dipakai adalah fungsi produksi linier, fungsi

produksi kuadratik , fungsi produksi akar pangkat dua, fungsi produksi Cobb-

Douglas (Soekartawi, 2003).

1. Fungsi Produksi Linier Berganda

Rumus matematik dari fungsi produksi linier berganda dapat dituliskan

sebagai berikut:

Y = f (X1,X2,…….Xi,……Xn); atau

Y = a + b1X1 + b2X2 + …+biXi +….+ bnXn ………………...……...(4.2)

dimana:

Page 51: bawang daun

51

Y = a+bX-cX2 Y

X 0

a = intersep (perpotongan)

b = koefisien regresi

Y = variabel yang dijelaskan (dependent variabel); dan

X = variabel yang menjelaskan (independent variabel).

Dalam fungsi produksi linier, isokuan berbentuk garis lurus dengan

kemiringan konstan. Perubahan rasio penggunaan masukan dapat terjadi, tetapi

tidak ada perubahan dalam kemiringan isokuan.

2. Fungsi Produksi Kua dratik

Rumus matematik dari fungsi produksi kuadratik biasanya dituliskan

sebagai berikut:

Y = f (Xi); atau dapat dituliskan

Y = a + bX + cX2………………………………………………..….(4.3)

dimana:

Y = variabel yang dijelaskan (dependent variabel)

X = variabel yang menjelaskan (independent variabel)

a,b,c = parameter yang diduga

Agar persamaan (4.3) mempunyai arti ekonomi, maka fungsi produksi

harus seperti pada Gambar 4. Hal itu berarti produksi mencapai maksimum bila X

sama dengan – b / 2c dan koefisien b harus positif dan lebih besar daripada

koefisien c dimana nilai koefisien c harus negatif.

C = negatif

Page 52: bawang daun

52

Gambar 4. Bentuk Fungsi Produksi Kuadratik Sumber : Soekartawi, 2003

3. Fungsi Produksi Akar Pangkat Dua

Secara matematik, persamaan fungsi produksi akar pangkat dua dapat

dituliskan sebagai berikut:

Y = a0 + a1 X1½ + a11 X1 …………………………………………(4.4)

Bila X pangkat setengah ini diganti dengan inisial Z, maka fungsi produksi

tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = a0 + a1 Z + a11 Z2

Kalau diperhatikan, maka persamaan ini adalah persamaan kuadratik,

sehingga dengan demikian penyelesaiannya adalah sama dengan penyelesaian

fungsi kuadratik. Seperti halnya fungsi produksi kuadratik, maka kelemahan

fungsi produksi akar pangkat dua pada umumnya akan tidak praktis bila jumlah

variabelnya lebih dari tiga. Untuk penyelesaian persamaan yang mempunyai lebih

dari tiga variabel dianjurkan untuk menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

(Soekartawi, et al. , 1986)

4. Fungsi Produksi Cobb-douglas

Secara sistematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti

persamaan (4.5).

Y = aX1b1 X2b2…. Xibi…. Xnb

neu………………………………….….(4.5)

Dimana: Y = jumlah produksi

Xi = jumlah faktor produksi ke -i yang digunakan

Page 53: bawang daun

53

bi = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi

a =Konstanta, intersep, besaran parameter

e = bilangan natural (2,781)

u = sisa (Residual)

i =1,2,3,.....m

Dengan mentransformasikan dari fungsi Cob Douglas ke dalam bentuk

linear logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

LogY=log a + b1 log X1 + b2 log X2 + b 3 log X3 + bn logXn..................(4.6)

Menurut Doll dan Orazem (1984), penggunaan fungsi produksi Cob

Douglas mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) Perhitungan sederhana

karena dapat dibuat dalam bentuk linear, (2) pada model ini koefisien pangkatnya

sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor

produksi yang digunakan dalam produksi, sehingga dapat digunakan untuk

mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor

produksi, (3) hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor

produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale

atas perubahan faktor -faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

yang sedang berlangsung.

Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi

bawang daun adalah luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk TSP,

jumlah penggunaan pupuk Urea, jumlah penggunaan pupuk KCl, jumlah

penggunaan pupuk kandang, jumlah penggunaan obat cair, jumlah penggunaan

obat padat, jumlah penggunaan tenaga kerja pria dan wanita. Variabel-variabel

Page 54: bawang daun

54

tersebut kemudian akan dicoba ke dalam model-model fungsi produksi di atas.

Dari berbagai model yang dicoba, akan dipilih satu model fungsi produksi yang

paling sesuai untuk digunakan. Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan

benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi,

1986) :

1) Dapat dipertanggungjawabkan

2) Mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi

3) Mudah dianalisis

4) Mempunyai implikasi ekonomi

Menurut Ramanathan (1997) terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan

model yang baik, yaitu :

1. Model yang terbaik secara statistik adalah model yang memiliki koefisien

determinasi atau R-Sq adj yang paling tinggi. Semakin besar R-Sq maka

model semakin akurat untuk digunakan dalam peramalan. Nilai R-Sq

menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di

dalam model, sedangkan sisanya dijalaskan oleh variabel lain yang tidak

termasuk ke dalam model.

2. Model yang terbaik adalah model yang banyak memiliki variabel nyata.

Banyaknya variabel nyata dari model tersebut dapat diketahui melalui

uji-t dan uji P-value. Suatu variabel dinyatakan mempunyai pengaruh

nyata pada taraf tertentu jika nilai t-hitung > t-tabel atau nilai P-value < á.

Namun perlu juga dilihat apakah model tersebut layak atau tidak untuk

menduga parameter dalam fungsi produksi. Uji kelayakan model dapat

dilakukan melalui uji F. Model dinyatakan layak jika nilai F-hitung > F-

Page 55: bawang daun

55

tabel, yang berarti juga paling sedikit ada satu variabel bebas yang

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.

3. Model yang terbaik adalah model yang sederhana dan sesuai dengan teori

“goodness of fit”.

4. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai MSE sekecil

mungkin (minimal = nol). Semakin kecil nilai MSE, maka model tersebut

semakin akurat.

5. Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode

kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) sehingga dengan

sendirinya asumsi OLS harus terpenuhi. Syarat terpenuhinya asumsi OLS

antara lain model linier dalam parameter, tidak terdapat autokorelasi (nilai

Durbin Watson = 1,55 s/d 2,46), tidak terjadi multikolineraritas (VIF <

10), nilai tengah dari error = 0, dan komponen error terdistribusi normal).

Berdasarkan kriteria tersebut, maka untuk menyelesaikan atau menduga

koefisien dari fungsi produksi digunakan metode kuadrat terkecil (OLS =

Ordinary Least Square). Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk

memperoleh nilai t-hitung, P-value, F-hitung, dan R² . Nilai t-hitung dan P-value

digunakan menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing

parameter bebas (Xn) yang dipakai, secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak

terhadap parameter tidak bebas atau Y. Apabila t-hitung > t-tabel atau P-value <

á, berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas,

dan bila t-hitung < t-tabel atau P-value > á, berarti parameter yang diuji tidak

berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai f-hitung digunakan untuk

melihat apakah parameter bebas yang digunakan yakni X1, X2, ...., X10 secara

Page 56: bawang daun

56

bersama -sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. R2 digunakan

untuk melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh

parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y).

Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model

penduga dan pengujian terhadap parameter regresi.

1. Pengujian terhadap model penduga

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah model penduga ya ng diajukan

sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi.

Hipotesis :

Ho : b1 = b2 = .....= b10 = 0

Ho : b1 � b2 �......� b10 � 0

Uji Statistik yang digunakan adalah uji F

F-Hitung = ( )( )kn

RkR

−−

−2

2

11

Kriteria Uji:

F-Hitung > F-Tabel (k-1, n-k) Tolak Ho

F-Hitung < F-Tabel (k-1, n-k) Terima H1

Untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya koefisien

determinasi (R2). Untuk berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh

variabel penjelas yang terpilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai

berikut:

R2 =

Jumlah Kuadrat Regresi Jumlah Kuadrat Total

Page 57: bawang daun

57

ˆ

ˆ ˆ ˆ ˆ

2. Pengujian untuk masing-masing parameter

Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh

nyata terhadap peubah tidak bebas.

Hipotesis:

Ho : bi = 0

H1 : bi � 0 ; i = 1,2,3,.......,10,e

Uji statistik yang digunakan adalah:

T-Hitung = bi-0 Sbi

t-tabel = t �/2(n-k)

dimana:

bi = koefisien regresi ke-i yang diduga

Sbi = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga

Kriteria Uji:

t-hitung > t -tabel atau P-value < �, maka tolak Ho

t-hitung < t -tabel atau P-value > �, maka terima Ho

dimana:

k = jumlah variabel termasuk intersep

n = jumlah pengamatan

Jika tolak Ho artinya peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah

tidak bebas dalam model dan sebaliknya, bila terima Ho artinya peubah bebas

tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas.

4.4. Konsep Pengukuran Variabel

Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi

mengenai usahatani bawang daun yang diusahakan petani pada satu musim tanam.

Page 58: bawang daun

58

Dalam menganalisis pendapatan usahatani bawang daun, variabel-variabel yang

diukur adalah:

1. Luas Lahan garapan adalah luas areal usahatani bawang daun dalam

satuan hektar (merupakan lahan yang dipakai untuk menanam bawang

daun).

2. Modal adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat mesin,

tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan

untuk menghasilkan bawang daun.

3. Tenaga Kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi

baik untuk pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.

Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan luar

keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan Hari Kerja Pria (HKP)

dengan lama kerja 5 jam per hari.

4. Produksi total adalah hasil bawang daun yang didapat dari luas lahan

tertentu setelah dibersihkan dari tanah yang menempel (dicuci dengan air),

diukur dalam kilogram.

5. Biaya tunai adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani

untuk membeli pupuk, bibit, obat-obatan dan upah tenaga kerja luar

keluarga. Biaya yang dipergunkan untuk membayar pajak dan penyusutan

alat-alat pertanian termasuk dalam biaya tetap tunai. Satuan yang

dipergunakan adalah rupiah.

6. Biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran untuk pemakaian input

milik sendiri dan pemakaian upah tenaga kerja dalam keluarga,

berdasarkan tingkat upah yang berlaku.

Page 59: bawang daun

59

7. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang

diperhitungkan.

8. Harga produk adalah harga bawang daun di tingkat petani dalam satu

musim panen. Satuan yang dipergunakan adalah Rupiah per kilogram.

Untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam

usahatani bawang daun, fungsi produksi yang dianalisis adalah fungsi produksi

per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya. Variabel-variabel yang

diamati adalah:

1. Lahan (X1) adalah tempat dimana petani melakukan kegiatan penanaman

bawang daun. Lahan yang digunakan dianggap mempunyai tingkat

kesuburan yang sama. Satuan pengukurannya adalah hektar. Biaya

Korbanan Marjinal (BKM) dari lahan adalah besarnya sewa lahan tiap

hektar yang diukur dalam rupiah (Rupiah/hektar) di tingkat usahatani.

2. Jumlah bibit (X2) adalah jumlah kilogram bibit yang digunakan dalam sat u

musim tanam bawang daun. BKM adalah harga bibit dalam satu kilogram

(Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.

3. Pupuk TSP (X3) adalah jumlah kilogram pupuk TSP yang digunakan

dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk TSP dalam satu

kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.

4. Pupuk Urea (X4) adalah jumlah kilogram pupuk Urea yang digunakan

dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk Urea

dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.

Page 60: bawang daun

60

5. Pupuk KCl (X5) adalah jumlah kilogram pupuk KCl yang digunakan

dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah harga pupuk KCl

dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.

6. Pupuk Kandang (X6) adalah jumlah kilogram pupuk kandang yang

digunakan dalam satu musim tanam. BKM adalah harga pupuk kandang

dalam satu kilogram (Rupiah/kilogram) di tingkat usahatani.

7. Obat Cair (X17) adalah jumlah liter obat cair yang digunakan dalam satu

musim tanam. BKM adalah harga obat cair dalam satu liter (Rupiah/liter)

di tingkat usahatani.

8. Obat Padat (X8) adalah jumlah kilogram obat padat yang digunakan dalam

satu musim tanam. BKM adalah harga obat padat dalam satu kilogram

(Rupiah/liter) di tingkat usahatani.

9. Tenaga kerja pria (X9) adalah jumlah jam kerja pria yang digunakan

dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat

upah pria yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja.

10. Tenaga kerja wanita (X10) adalah jumlah jam kerja wanita yang digunakan

dalam satu musim tanam bawang daun. BKM adalah besarnya tingkat

upah wanita yang dikeluarkan dalam satuan jam kerja.

BAB V

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Keadaan Umum dan Geografis

Penelitian diadakan di Desa Sindangjaya yang berada di Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur. Desa Sindangjaya terletak pada ketinggian antara 900-1.400

Page 61: bawang daun

61

meter dpl dengan curah hujan rata-rata per tahun mencapai 2967 mm. Suhu rata-

rata antara 12-30 oC dengan kelembaban 71 persen. Jarak desa dari ibukota

kabupaten terdekat sejauh ± 18 kilometer, jarak desa dari ibukota propinsi sejauh

90 kilometer. Jalan desa terbuat dari aspal dan sarana angkutan yang menjangkau

desa ini sudah banyak baik berupa sepeda motor maupun kendaraan beroda

empat.

Desa Sindangjaya terletak di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,

Propinsi jawa Barat. Desa penelitian ini berbatasan dengan:

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cimacan

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sukanagalih

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Palasari

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukatani

Luas wilayah Desa Sindangjaya secara keseluruhan adalah 414,2 Ha.

Pemanfaatan lahan desa sebagian besar digunakan untuk ladang. Sebagian kecil

lainnya digunakan untuk perumahan, kolam dan fasilitas umum lainnya.

Pemanfaatan lahan Desa Sindangjaya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel

7.

Tabel 7. Pemanfaatan Lahan Desa Sindangjaya, Tahun 2004

Fungsi Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Ladang 219,00 52,88 Perkebunan besar 0,00 0,00 Perkebunan rakyat 0,00 0,00 Hutan lindung 78,00 18,83 Kolam 2,20 0,53 Perumahan 20,00 4,83 Lain-lain 95,00 22,93 Total 414,20 100,00

Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004

Page 62: bawang daun

62

Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan Desa Sindangjaya

sebagian besar diperuntukkan bagi ladang, yakni sebanyak 52,88 persen.

Penggunaan lahan untuk hutan lindung adalah sebesar 18,83 persen, kolam

sebesar 0,53 persen, perumahan sebesar 4,83 persen dan lain -lain sebesar 22,93

persen.

Dalam Laporan Tahunan Desa Sindangjaya (2004) dinyatakan bahwa

jenis tanah Desa Sindangjaya adalah andosol dan regosol. Kedua jenis tanah

tersebut merupakan tanah lempung ringan yang memiliki daya ikat dan drainase

yang baik, tanah ini sangat cocok untuk penanaman bawang daun. Tingkat

kesuburan meliputi tanah subur sebanyak 91,11 persen, tingkat kesuburan sedang

sebanyak 7,33 persen dan kurang subur sebanyak 1,56 persen. dengan pH tanah

antara 5,5-7,5

5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

a. Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin

Berdasarkan data terakhir, penduduk Desa Sindangjaya berjumlah 11.311

jiwa dengan 2.753 kepala keluarga yang terdiri dari 5.888 laki-laki atau sebesar

52,05 persen dan 5.423 perempuan atau sebesar 47,95 persen. Sebaran penduduk

Desa Sindangjaya hampir merata pada semua golongan usia. Jumlah penduduk

yang berada pada usia produktif (13-55 tahun) sebanyak 61,59 persen atau

sebanyak 6.966 jiwa. Ini berarti ketersediaan tenaga kerja di Desa Sindangjaya

terbilang banyak, termasuk untuk bidang pertanian (Tabel 8).

Tabel 8. Komposisi Penduduk berdasarkan Golongan Usia di Desa

Sindangjaya, Tahun 2004

Golongan Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-5 1454,00 12,85

Page 63: bawang daun

63

6-12 1808,00 15,98 13-20 1628,00 14,39 21-45 3863,00 34,15 46-55 1475,00 13,04 56-70 1034,00 9,14 >70 49,00 0,43 Total 11311,00 100,00

Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004

b. Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan

Ditinjau dari pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya

berpendidikan tamat SD (Sekolah Dasar) yaitu sebanyak 5995 jiwa atau setara

dengan 53,00 persen. Sementara itu masyarakat yang tidak tamat SD sebesar

23,49 persen. Masyarakat yang melanjutkan pendidikan hingga tamat SLTP

(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) sebesar 14,70 persen, SLTA (Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas) sebesar 8,30 persen dan masyarakat yang tamat PT

(Perguruan Tinggi) sebesar 0,49 persen (Tabel 9).

Tabel 9. Kualitas Angkatan Kerja berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Sindangjaya, Tahun 2004

Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tdk Tamat SD 2658,00 23,49 Tamat SD 5995,00 53,00 SLTP 1663,00 14,70 SLTA 939,00 8,30 PT 56,00 0,49 Total 11311,00 100,00

Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004

c. Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian.

Mata pencaharian warga Desa Sindangjaya sebagian besar adalah sebagai

petani yakni sebanyak 69,99 persen (1927 jiwa). Pedagang sebanyak 18,56 persen

(511 jiwa) merupakan mata pencaharian penduduk terbesar kedua, disusul

kemudian dengan Swasta yaitu sebanyak 7,99 persen (220 jiwa). Komposisi

penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 10.

Page 64: bawang daun

64

Tabel 10. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Sindangjaya, Tahun 2004

Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Orang) Persentase (%) Petani 1927,00 69,99 PNS/ABRI 55,00 1,99 Pensiunan 22,00 0,79 Swasta 220,00 7,99 Pedagang 511,00 18,56 Lainnya 18,00 0,65 Total 2753,00 100 ,00

Sumber : Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004

5.3. Karakteristik Petani

5.3.1. Umur Petani

Petani responden yang mengusahakan bawang daun di Desa Sindangjaya

berusia antara 27-65 tahun. Petani responden tersebut dikelompokkan menjadi

petani responden berumur 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun,

46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun dan 61-65 tahun. Jika dilihat dari sebaran

umur petani responden, sebagian besar responden adalah petani yang usianya

antara 25-45 tahun, yakni sebesar 80 persen. Pembagian dan persentase dari

masing-masing kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Petani Responden berdasarkan Umur Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005

Umur Jumlah (Orang) Persentase (%)

25-30 5,00 16,67 31-35 10,00 33,33 36-40 5,00 16,67 41-45 4,00 13,33 46-50 2,00 6,67 51-55 2,00 6,67 56-60 1,00 3,33

Page 65: bawang daun

65

61-65 1,00 3,33 Jumlah 30,00 100,00

5.3.2. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden

Pendidikan formal petani responden yang paling rendah adalah pernah

duduk di bangku sekolah dasar meskipun ada yang tidak tamat. Sedangkan

pendidikan petani responden yang paling tinggi adalah tingkat SLTA (Tabel 12).

Tabel 12. Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persen (%)

Tidak Tamat SD 4,00 13,33 Tamat SD 23,00 76,67 SLTP 2,00 6,67 SLTA 1,00 3,33 Jumlah 30,00 100,00

Sebagian besar dari petani responden adalah tamat SD yaitu sebesar 76,67

persen dari total jumlah petani responden. Jadi dapat dikatakan walaupun 66,67

persen petani responden berusia produktif tetapi tingkat pendidikannya masih

relatif rendah.

Dilihat dari pengalaman usahatani bawang daun, maka hampir semua

petani responden mempunyai pengalaman lebih dari empat tahun. Pengetahuan

tentang budidaya bawang daun didapat petani secara turun temurun dari orang tua

mereka, teknik budidayanyapun relatif seragam.

Dari total petani responden, 96,67 persennya mempunyai pekerjaan pokok

sebagai petani bawang daun dan menggantungkan hidupnya dari bertani bawang

daun, sedangkan 3,33 persennya menanam bawang daun hanya sebagai

sampingan. Pengalaman petani Desa Sindangjaya dalam berusaha sayuran

khususnya bawang daun berkisar antara 5 sampai dengan 40 tahun. Sebagian

Page 66: bawang daun

66

besar petani yaitu sebanyak 53,33 persen mempunyai pengalaman 10-20 tahun.

Sedangkan petani lainnya yaitu sebanyak 5 orang (16,67 persen) berpengalaman

21-30 tahun , 2 orang (6,67 persen) berpengalaman 31-40 tahun dan 7 orang

(23,33 persen) berpengalaman kurang dari 10 tahun (Tabel 13).

Tabel 13. Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Bawang Daun di Desa Sindangjaya, Tahun 2005

Pengalaman Usahatani (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

Kurang dari 10 7,00 23,33 10-20 16,00 53,33 21-30 5,00 16,67 31-40 2,00 6,67 Jumlah 30,00 100,00

5.3.3. Luas Lahan Garapan

Luas lahan yang dimiliki oleh petani responden beragam yaitu dari luas

lahan kurang dari 0,125 Ha sampai lebih dari 0,5 Ha. Hal ini menunjukkan bahwa

usahatani bawang daun di daerah penelitian merupakan usahatani kecil jika dilihat

dari kepemilikan lahan oleh petani (Tabel 14).

Tabel 14. Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa Sindangjaya, Tahun 2005

Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (persen)

< 0,125 16,00 53,33 0,125 – < 0,25 8,00 26,67 0,25 - < 0,5 4,00 13,33 > 0,5 2,00 6,67 Jumlah 30,00 100,00

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden

memiliki luas lahan kurang dari 0,125 Ha, yakni sebanyak 53,33 persen. Petani

responden yang memiliki luas lahan antara 0,125-0,25 Ha sebanyak 26,67 persen,

petani responden yang memiliki luas lahan antara 0,25-0,5 Ha sebanyak 13,33

persen dan petani yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 Ha hanya 6,67 persen.

Page 67: bawang daun

67

5.3.4. Gambaran Umum Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya

Sebagian besar penduduk Desa Sindangjaya (69,99 persen) bekerja

sebagai petani. Komoditas utama yang biasa dibudidayakan oleh para petani

adalah bawang daun. Kegiatan usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya relatif

seragam, baik dalam proses kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemupukan,

penyemprotan, penyiangan dan pemanenan. Faktor produksi yang digunakan

petani bawang daun di Desa Sindangjaya adalah luas lahan, bibit, pupuk kimia,

pupuk kandang, dan obat-obatan. Bibit bawang daun diperoleh dari kebun petani

sendiri yang baru dipanen. Ketika panen petani biasanya tidak menjual seluruh

hasil panen bawang daunnya tetapi disisakan untuk ditanam kembali.

Petani pada umumnya menggunakan bibit berupa anakan yang diperoleh

dari hasil panen sebelumnya, yang memang sengaja disisakan untuk bibit. Namun

jika harga bawang daun sedang tinggi, biasanya petani akan menjual seluruh hasil

panennya. Tanaman bawang daun yang akan dijadikan bibit diseleksi terlebih

dahulu dengan memilih tanaman bawang daun yang bagus pertumbuhannya dan

mempunyai banyak anakan.

Pupuk yang digunakan untuk usahatani bawang daun adalah pupuk TSP,

pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk NPK dan pupuk kandang. Pupuk

tersebut biasanya dibeli dari pasar terdekat yaitu pasar Cipanas atau warung yang

ada di desa tersebut. Obat-obatan yang digunakan petani bawang daun di Desa

Sindangjaya pada umumnya adalah antrakol, kurakron dan durusban. Obat-obatan

diperlukan untuk mencegah maupun mengobati tanaman terhadap serangan hama

dan penyakit.

Page 68: bawang daun

68

Budidaya bawang daun dimulai dengan tahap pengolahan lahan dan

penanaman. Pada tahap pengolahan lahan, petani mencangkul tanah supaya

gembur, setelah itu petani membuat lubang tanam. Pada tahap pembuatan lubang

tanam petani biasanya tidak terlalu memperhatikan jarak tanam karena umumnya

mengukur berdasarkan jengkal tangan, jarak antara lubang satu dengan lainnya

adalah satu jengkal tangan. Kemudian lubang di buat dengan menancapka n jari

telunjuk, setelah itu bibit bawang daun ditanam pada lubang tersebut. Waktu

penanaman umumnya dilakukan pagi hari, untuk mencegah layu bawang daun.

Setelah penanaman, dilakukan pemeliharaan meliputi kegiatan

pemupukan, penyiangan dan penyemprotan. Pada umumnya petani melakukan

penyiangan setelah tiga minggu ditanam. Penyiangan umumnya dilakukan 1-2

kali dalam satu musim tanam, satu kali penyiangan biasanya menghabiskan waktu

2-7 hari. Untuk penyiangan umumnya dilakukan oleh wanita. Sedangkan untuk

penyemprotan dan pemupukan dilakukan oleh laki-laki yang biasanya adalah

pemilik lahan itu sendiri.

Pada minggu ke dua dilakukan pemberian pupuk kimia seperti pupuk TSP

yang dicampur dengan pupuk Urea dan KCl dengan perbandingan yang tidak

tertentu. Banyak petani yang tidak memperhatikan perbandingan dalam pemberian

pupuk tersebut. Pemberian pupuk kimia biasanya dilakukan 3 kali dalam satu

musim tanam. Pemberian pupuk kandang dilakukan pada saat pengolahan lahan

dan penanaman bawang daun.

Frekuensi penyemprotan untuk satu musim tanam berbeda-beda

tergantung dari tingkat serangan hama pada tanaman bawang daun. Hama dan

penyakit pada tanaman bawang daun di Desa Sindangjaya adalah ulat tanah,

Page 69: bawang daun

69

busuk daun, bercak ungu, serta hama suridat yang sudah hampir setahun

menyerang daerah penelitian. Pada umumnya dilakukan lebih dari 3 kali

penyemprotan untuk satu musim tanam.

Pemanenan biasanya dilakukan kurang lebih setelah bawang daun berumur

3 bulan setelah tanam. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya

menanam bawang daun dari bibit anakan karena lebih praktis dan cepat

menghasilkan. Umur panen bawang daun dapat diperpanjang oleh petani jika

mereka belum memanennya karena harga pasar yang kurang menguntungkan.

Kegiatan pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari agar hasil

panen tidak cepat mengalami kelayuan. Untuk pemanenan dilakukan oleh tenaga

kerja pria. Kegiatan pemanenan cukup berat yaitu mencabut, mengikat,

menimbang dan mengangkutnya ke jalan.

Petani di Desa Sindangjaya menjual hasil panennya ke pedagang

pengumpul yang ada di desa itu. Sistem pembayaran yang dilakukan adalah tunai

tetapi ada juga yang membayar setelah sehari bahkan seminggu setelah penjualan.

Dalam penentuan harga sebagian besar ditentukan oleh pedagang pengumpul. Jadi

kekuatan tawar-menawar petani lemah karena sangat tergantung pada pedagang

pengumpul (tengkulak).

Petani yang menjual hasil panen langsung ke pasar biasanya petani yang

memiliki modal besar, tanah luas dan memiliki kendaraan sendiri (losbak). Petani

tersebut biasanya menjual hasil panen ke pasar-pasar yang berada di Jakarta

seperti pasar Kramat Jati dan pasar Rebo. Petani yang menjual hasil panennya

langsung ke konsumen, biasanya hanya untuk penjualan dalam skala kecil.

Misalnya dijual kepada petani lain untuk dijadikan bibit.

Page 70: bawang daun

70

Page 71: bawang daun

71

BAB VI

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG DAUN

6.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi

Budidaya bawang daun relatif mudah. Bawang daun tidak mengenal

musim, kapan saja dapat ditanam. Karena itulah waktu penanaman dan

pemanenan tidak seragam. Petani di Desa Sindangjaya pada umumnya menanam

bawang daun pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar dengan waktu

penanaman dan pemanenam yang berbeda -beda. Pada umumnya petani Desa

Sindangjaya menggunakan sebagian lahan untuk menanam bawang daun secara

khusus, dan lahan sisanya digunakan petani untuk melakukan tumpangsari

tanaman bawang daun dengan tanaman lain seperti wortel, daun mint, dll.

Tanaman bawang daun merupakan tanaman utama yang diusahakan oleh petani

bawang daun.

6.1.1. Sarana Produksi Bibit

Petani bawang daun di Desa Sindangjaya lebih sering melakukan

pembibitan secara vegetatif atau anakan, selain karena harganya murah juga

mudah didapatkan. Satu bibit dapat menghasilkan 7-10 anakan dalam satu musim

tanam. Petani di daerah penelitian, sebagian besar memperoleh bibit bawang daun

dari produksi sendiri. Maksudnya adalah bawang daun yang dipanen tidak dijual

seluruhnya, sebagian disisakan untuk musim tanam berikutnya.

Pertimbangan lain dengan menggunakan bibit anakan adalah bahwa bibit

generatif yang berupa biji memerlukan waktu yang lama untuk panen

dibandingkan bibit anakan. Bibit berupa biji juga relatif sulit untuk didapatkan di

pasaran. Penggunaan bibit anakan memberikan keuntungan yaitu penghematan

biaya produksi yang cukup besar karena pada usahatani bawang daun, biaya bibit

Page 72: bawang daun

72

adalah biaya yang terbesar. Kalau petani membeli bibit akan sangat memberatkan,

karena harga bibit adalah sama dengan harga jual bawang daun itu sendiri.

Pengadaan sarana produksi bawang daun untuk bibit anakan di Desa

Sindangjaya relatif lancar dan cukup tersedia. Hal ini disebabkan hampir seluruh

masyarakat mengandalkan pertaniannya dari menanam bawang daun, sehingga

kebutuhan bibit para petani dapat terpenuhi dari daerah setempat. Sedangkan

untuk bibit generatif berupa biji, selain sulit didapatkan harganyapun relatif mahal

yaitu sebesar Rp 20.000,- per gram.

6.1.2. Sarana Produksi Pupuk

Petani di Desa Sindangjaya menggunakan pupuk kimia dan pupuk

kandang dalam kegiatan usahataninya. Pupuk-pupuk tersebut merupakan sarana

produksi yang sangat penting bagi kelangsungan usahatani bawang daun. Petani

bawang daun di lokasi penelitian mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi

dalam hal penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksinya.

a. Pupuk Kimia

Pupuk kimia yang digunakan petani bawang daun di Desa Sindangjaya

adalah pupuk TSP, Urea, KCl, ZA dan NPK. Pupuk yang paling banyak

digunakan adalah pupuk TSP, Urea dan KCl. Sedangkan pupuk ZA dan NPK

jarang digunakan oleh petani karena pupuk ZA mempunyai fungsi yang sama

dengan pupuk urea, sedangkan pupuk NPK mempunyai fungsi yang sama dengan

pupuk TSP, Urea dan KCl. Jadi apabila petani sudah menggunakan pupuk Urea

maka petani tidak menggunakan pupuk ZA. Pupuk kimia tersebut didapatkan

dengan cara membeli ke pasar Cipanas ma upun dari toko/warung terdekat.

Page 73: bawang daun

73

Pengadaan pupuk kimia di daerah penelitian relatif lancar, hal ini dikarenakan

banyak toko/warung yang menjual pupuk kimia tersebut.

Penggunaan pupuk kimia di daerah penelitian juga beragam sesuai dengan

luas lahan yang dimiliki. Berdasarkan perhitungan, rata-rata pemakaian pupuk

kimia pada usahatani bawang daun di daerah penelitian per hektar adalah TSP

sebanyak 344,97 kilogram per hektar, Urea sebanyak 257,61 kilogram per hektar,

KCl sebanyak 199,70 kilogram per hektar, ZA sebanyak 62,08 kilogram per

hektar dan NPK sebanyak 113,03 kilogram per hektar.

b. Pupuk Kandang

Pengadaan pupuk kandang di lokasi penelitian relatif tersedia dengan

lancar karena didaerah penelitian tersebut banyak toko/warung yang menjual

pupuk kandang. Pupuk kandang ini merupakan pupuk yang dinilai menjadi

keharusan bagi petani bawang daun maupun petani lainnya yang menanam

komoditas lain dalam usahataninya. Hal ini disebabkan pupuk kandang menjadi

pupuk dasar dalam memberikan kesuburan bagi tanaman.

Pemaka ian pupuk kandang untuk usahatani bawang daun di daerah

penelitian bervariasi sesuai dengan kebutuhan untuk setiap luas lahan yang

diusahakannya. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar di Desa

Sindangjaya adalah sebanyak 6.913,51 kilogram atau sebanyak 138 karung (1

karung berisi 50 kilogram pupuk kandang), dengan harga rata -rata per

kilogramnya adalah sebesar Rp 300,-. Total biaya yang harus dikeluarkan untuk

pupuk kandang per hektar adalah Rp 2.074.053,-.

Page 74: bawang daun

74

6.1.3. Sarana Produksi Obat-Obatan

Penggunaan obat-obatan dilakukan sebagai langkah preventif untuk

mencegah datangnya serangan hama. Bagi petani bawang daun di lokasi

penelitian penyemprotan merupakan suatu keharusan dengan tujuan untuk

mencegah adanya serangan hama. Penyemprotan biasanya dilakukan pada pagi

dan sore hari, karena pada waktu tersebut hama dan penyakit menyerang tanaman

bawang daun. Penyemprotan dilakukan sebanyak 5-7 kali dalam satu musim

tanam bawang daun. Obat-obatan yang digunakan petani terdiri dari obat cair dan

obat padat. Obat cair yang digunakan adalah kurakron dan durusban, obat cair ini

digunakan petani untuk mencegah atau membunuh hama ulat tanah. Dosis anjuran

pemakaian obat cair adalah 3 liter per hektar untuk satu kali penyemprotan. Obat

padat yang digunakan petani adalah antrakol, obat padat ini digunakan petani

untuk mencegah ataupun mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu pada

tanaman. Dosis anjuran pemakaian obat padat yaitu 4 kilogram per hektar untuk

satu kali penyemprotan.

Rata-rata dosis obat cair yang digunaka n petani responden adalah 16,80

liter per hektar, dan dosis obat padat yang digunakan petani responden adalah

15,05 kilogram per hektar, maka pengeluaran petani responden untuk obat cair

adalah sebesar Rp 1.165.800,-, sedangkan untuk obat padat adalah sebesar Rp

677.250,-. Penggunaan obat-obatan di Desa Sindangjaya sangat intensif dilakukan

walaupun tanaman belum terserang hama dan penyakit tetapi petani sudah

melakukan penyemprotan untuk mencegah datangnya serangan hama dan

penyakit yang akan merusak dan mematikan tanaman bawang daun. Tindakan

Page 75: bawang daun

75

tersebut dilakukan agar hasil panen bawang daun dalam keadaan segar, daunnya

bulat, tidak berlubang dan tidak layu sesuai dengan keinginan pembeli.

6.1.4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani bawang daun di daerah

penelitian adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Tenaga Kerja Dalam

Keluarga (TKDK), TKLK dan TKDK terdiri dari pria dan wanita. Tenaga kerja

laki-laki baik yang berasal dari luar maupun dalam keluarga digunakan untuk

pekerjaan seperti pengolahan lahan, penanaman, pemupukan , penyemprotan dan

pemanenan. Ada juga sebagian kecil tenaga kerja wanita yang terlibat pada tahap

pengolahan lahan dan penanaman. Sedangkan untuk penyiangan umumnya

dilakukan oleh tenaga kerja wanita.

Pengadaan TKLK di Desa Sindangjaya mudah terpenuhi, karena banyak

penduduk Desa Sindangjaya yang berprofesi sebagai buruh tani, sehingga

pengadaan TKLK relatif mudah di dapatkan. Sedangkan untuk pengadaan TKDK

berasal dari anggota keluarga petani sendiri (baik istri maupun anak serta saudara

yang tinggal di rumahnya).

Berdasarkan hasil analisa, penggunaan TK per hektar dalam usahatani

bawang daun selama satu musim tanam di daerah penelitian adalah TKLK pria

sebanyak 1.375,21 jam kerja, TKLK wanita sebanyak 1.073,18 jam kerja

sedangkan penggunaan TKDK pria sebanyak 510,84 jam kerja dan TKDK wanita

sebanyak 30,42 jam kerja (Tabel 15). Nilai upah pekerja laki-laki adalah Rp

2.400,- per jam sedangkan upah untuk pekerja wanita adalah Rp 1.200,- per jam.

Lamanya jam kerja per hari adalah 5 jam, mulai dari jam 07.00 pagi sampai jam

12.00 siang.

Page 76: bawang daun

76

Tabel 15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Bawang Daun untuk Satu Musim Tanam di Desa Sindangjaya, Tahun 2005

Jumlah (Jam / Ha) TKLK TKDK KEGIATAN

Pria Wanita Pria Wanita 1. Pengolahan lahan dan penanaman 1.045,34 32,64

215,47

9,86

2. Penyiangan - 1.040,54

- 20,56

3. Pemupukan 47,36

- 110,41

-

4. Penyemprotan 61,03

- 143,64

-

5. Pemanenan 221,48

- 41,33

-

Jumlah 1.375,21 1.073,18 510,84 30,42

Keterangan: TKLK = Tenaga Kerja Luar Keluarga, TKDK = Tenaga Kerja Dalam Keluarga

6.1.5. Alat-alat Pertanian

Alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani bawang daun tidak berbeda

dengan alat pertanian yang dipakai oleh petani sayuran pada umumnya yaitu

cangkul, hand spayer, parang dan gacok. Cangkul dan gacok digunakan untuk

menggemburkan tanah. Hand sprayer digunakan untuk menyemprot obat-obatan

pada tanaman bawang daun, sedangkan parang digunakan untuk memanen

bawang daun. Peralatan tersebut biasanya adalah milik sendiri. Sebagian besar

petani tidak selalu membeli alat pertanian setiap musim tanamnya. Hal ini

disebabkan alat-alat tersebut dapat digunakan lebih dari satu kali musim tanam.

Biaya penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan selama usahatani

dibebankan ke dalam biaya yang diperhitungkan. Untuk satu hektar lahan, alat-

alat saprodi yang digunakan adalah tiga buah cangkul dengan harga Rp 25.000,-

per buah, satu buah hand sprayer dengan harga Rp 250.000,- per buah, dua buah

parang dengan harga Rp 15.000,- per buah dan dua buah gacok dengan harga Rp

10.000,- per buah. Pembebanan penyusutan alat-alat saprodi menggunakan

metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang dimiliki petani

Page 77: bawang daun

77

responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per MT adalah sebesar

Rp 25.000,- (Tabel 16).

Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya per Satu Musim Tanam (MT), Tahun 2005

Jenis Alat Jumlah (Unit)

Harga/Satuan (Rp/Unit)

Nilai (Rp)

Umur Teknis (Tahun)

Penyusutan (Rp/MT)

Cangkul 3 25.000 75.000 3 6.250 Hand sprayer 1 250.000 250.000 10 6.250 Parang 2 15.000 30.000 1 7.500 Gacok 2 10.000 20.000 1 5.000

Jumlah Penyusutan per MT 25.000

6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang daun

Analisis pendapatan ini meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan

analisis pendapatan atas biaya tunai. Pada komponen biaya, biaya yang

dikeluarkan oleh petani untuk usahatani bawang daun terdiri dari biaya tunai dan

biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana produksi yang

meliputi biaya untuk pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, pupuk

NPK, obat padat, obat cair, biaya untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) , dan

pajak lahan. Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya untuk

bibit, biaya penyusutan alat, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK).

Rata-rata pendapatan per hektar usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya

dapat dilihat pada Tabel 17.

Berdasarkan Tabel 17, komponen biaya produksi terbesar yang

dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar Rp 15.282.713,52,-

atau 56,52 persen dari total biaya. Biaya pengadaan bibit termasuk ke dalam biaya

diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang

membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam

sebelumnya.

Page 78: bawang daun

78

Komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja,

terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16,97 persen dari

biaya total, dimana TKLK yang digunakan terdiri dari TKLK pria dan TKLK

wanita. Petani bawang daun di Desa Sindangjaya biasanya menggunakan jasa

Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Bawang Daun Desa Sindangjaya per Hektar Untuk Satu Musim Tanam

No Uraian Satuan Harga/ Satuan

Jumlah Fisik

Nilai (Rp) %

I Jumlah Total Penerimaan 58.793.362,72 II Biaya Tunai A. Penggunaan TKLK 1. TKLK Pria Jam 2.400,00 1.375,21 3.300.504,00 12,21 2. TKLK Wanita Jam 1.200,00 1.073,18 1.287.816,00 4,76 B. Penggunaan Pupuk 1. Pupuk Kandang Kg 300,00 6.913,51 2.074.053,00 7,67 2. Pupuk TSP Kg 1.623,33 344,97 560.000,15 2,07 3. Pupuk Urea Kg 1.200,00 257,61 309.132,00 1,14 4. Pupuk ZA Kg 1.200,00 62,08 74.496,00 0,28 5. Pupuk KCl Kg 2.000,00 199,70 399.400,00 1,48 6. Pupuk NPK Kg 3.000,00 113,03 339.090,00 1,25

C. Penggunaan Obat-obatan:

1. Padat Kg 45.000,00 15,05 677.250,00 2,50 2. Cair Liter 72.500,00 16,80 1.165.800,00 4,31 E. Pajak Lahan Ha 282.424,24 1,04 Jumlah Total Biaya Tunai 10.469.965,39 38,72

III Biaya Diperhitungkan A. Bibit Kg 2.823,33 5.413,01 15.282.713,52 56,52 B. Penyusutan Alat 25.000,00 0,09 C. Penggunaan TKDK 1. TKDK Pria Jam 2.400,00 510,84 1.226.016,00 4,53 2. TKDK Wanita Jam 1.200,00 30,42 36.504,00 0,13

Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 16.570.233,52 61,28

VI Jumlah Biaya Total 27.040.198,92 100,00

VII Pendapatan atas biaya tunai 48.323.397,33

VIII Pendapatan atas biaya total 31.753.163,80

IX R/C rasio atas biaya tunai 5,62 X R/C rasio atas biaya total 2,17

Page 79: bawang daun

79

TKLK untuk kegiatan yang relatif menghabiskan banyak waktu dan tenaga,

seperti pengolahan lahan, penyiangan dan penanaman. TKLK pria yang

digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.375,21 jam per hektar. Sedangkan

TKLK wanita yang digunakan seluruhnya adalah sebanyak 1.073,18 jam per

hektar. Tingkat upah rata-rata tenaga kerja pria adalah Rp 2.400,- per jam,

sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk TKLK pria adalah sebesar Rp

3.300.504,- atau 12,21 persen. Sedangkan tingkat upah rata -rata tenaga kerja

wanita adalah Rp 1.200,- per jam, sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk

TKLK wanita adalah Rp 1.287.816,- atau 4,76 persen. Biaya TKDK yang

dikeluarkan petani adalah sebesar 4,66 persen dari biaya total, dimana biaya untuk

TKDK pria yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.226.016,- atau 4,53 persen dan

biaya untuk TKDK wanita adalah sebesar Rp36.504,- atau 0,13 persen.

Pengeluaran yang ke tiga adalah biaya untuk pupuk yaitu pupuk kandang

dan pupuk kimia. Biaya untuk pupuk kandang adalah Rp 2.074.053,- atau 7,67

persen dari biaya total. Pupuk kandang merupakan pupuk yang terbanyak

digunakan pada usahatani bawang daun yaitu sebanyak 6.913,51 kilogram per

hektar, dimana harga pupuk kandang per kilonya Rp 300,-. Kegunaan dari pupuk

kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas tanah,

struktur tanah dan menahan air tanah. Pengeluaran untuk pupuk kimia adalah

sebesar 6,22 persen dari total biaya yang meliputi biaya untuk pupuk TSP sebesar

Rp 560.000,- atau 2,07 persen, untuk pupuk Urea sebesar Rp 309.132,- atau 1,14

persen, untuk pupuk ZA sebesar Rp 74.496,- atau 0,28 persen, untuk pupuk KCl

sebesar Rp 399.400,- atau 1,48 persen, dan untuk pupuk NPK sebesar Rp

339.090,- atau 1,25 persen. Penggunaan pupuk kimia diperlukan untuk

Page 80: bawang daun

80

pertumbuhan tanaman karena pupuk kimia dapat menambah kekurangan unsur

hara Nitrogen (N), Phosphat (P), dan Kalium (K) yang terkandung di dalam tanah

yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhannya.

Pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya, biaya terbesar ke empat

adalah biaya untuk obat-obatan yang digunakan sebagai tindakan pencegahan dan

pengobatan terhadap hama dan penyakit tanaman. Biaya yang harus dikeluarkan

untuk obat cair adalah sebesar Rp 1.165.800,- atau 4,31 persen dan biaya untuk

obat padat adalah sebesar Rp 677.250,- atau 2,50 persen. Ketersediaan dana bagi

obat-obatan harus selalu tersedia, karena tindakan pencegahan dan pengobatan

terhadap serangan hama dan penyakit harus dilakukan sesegera mungkin untuk

mencegah agar tanaman lain yang sehat tidak tertular.

Pengeluaran usahatani bawang daun lainnya adalah pajak lahan. Nilai

pajak lahan biasanya ditentukan oleh lokasi dan kualitas lahan tersebut, seperti

jarak terhadap sarana transportasi dan tingkat kesuburannya. Semakin strategis

lokasi atau tingkat kesuburannya maka akan semakin tinggi nilai pajak lahan.

Biaya untuk pajak lahan per hektar adalah sebesar Rp 282.424.24,-.

Alat-alat yang digunakan pada usahatani bawang daun adalah cangkul,

hand sprayer, parang dan gacok. Metode perhitungan penyusutan alat

menggunakan metode garis lurus (Straight Line Method) karena umur alat yang

dimiliki petani responden relatif seragam. Nilai penyusutan alat rata -rata per

musim tanam adalah sebesar Rp 25.000,-.

Bawang daun dapat dipanen pada saat tanaman berumur 3 bulan. Dari satu

hektar lahan bawang daun rata-rata dapat menghasilkan produksi 2.0824,12 kg

dengan harga rata -rata pada tingkat petani sebesar Rp 2.823,33,-/ kg, sehingga

Page 81: bawang daun

81

rata-rata total penerimaan yang di dapat petani sebesar Rp 58.793.362,72,-/ ha.

Apabila rata-rata total pengeluaran per hektar sebesar Rp 27.040.198,92,-, maka

pendapatan atas biaya totalnya adalah Rp 31.753.163,80,-. Sedangkan apabila

pengeluaran tunainya sebesar Rp 10.469.965,39,-, maka pendapatan atas biaya

tunainya adalah Rp 48.323.397,33,-. Dengan demikian R/C atas biaya total dan

tunainya adalah 2,17 dan 5,62, artinya dari setiap rupiah yang dipakai untuk

usahatani bawang daun dapat memberikan penerimaan sebesar Rp 2,17,- dan Rp

5,62,-.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani bawang

daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun

tingkat produksinya rendah yaitu 20.824,12 kilogram (20,82 ton) per hektar jika

dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Oleh

sebab itu petani terus mempertahankan kegiatan usahatani bawang daun, karena

petani merasa mendapat keuntungan dari usahatani tersebut. Usahatani bawang

daun merupakan usaha yang sudah mereka warisi secara turun temurun sehingga

petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut, selain itu petani

mendapatkan uang hanya dari kegiatan usahatani tersebut. Jadi petani

mengusahakan usahatani bawang daun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya

sehari-hari.

Page 82: bawang daun

82

BAB VII

ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR

PRODUKSI BAWANG DAUN

7.1. Analisis Pemilihan Fungsi Produksi

Hubungan antara faktor -faktor produksi yang mempengaruhi produksi

dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Dalam kasus penelitian tertentu

diperlukan analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang cocok.

Sebelum menentukan fungsi produksi yang baik, maka dilakukan pendugaan dan

pengujian model fungsi produksi dengan melihat R2, uji statistik F dan uji P-value

untuk melihat faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi. Pada

penelitian ini model fungsi produksi yang diajukan adalah model fungsi linier

berganda dan model fungsi produksi Cobb-douglas dengan menggunakan

penduga metode OLS (Ordinary Least Square).

1. Model Fungsi Produksi linier

Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan model ini adalah luas

lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3), jumlah pupuk Urea (X4),

jumlah pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6), jumlah obat cair (X7),

jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja pria (X9), jumlah

pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Kesemua faktor produksi tersebut

merupakan peubah bebas (X) yang akan menduga produksi bawang daun (Y).

Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model linier adalah:

Y = - 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 – 4,17 X3 + 5,35 X4 + 6,16 X5 + 0,69 X6 –

26,4 X7 + 406 X8 + 1,09 X9 + 1,52 X10

Dari hasil pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien

determinasi (R2) sebesar 98,9 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi

Page 83: bawang daun

83

(Radj) sebesar 98,4 persen (Lampiran 1). Angka ini menunjukkan bahwa 98,4

persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel

bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk

Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan

tenaga kerja wanita. Sedangkan 1,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar

model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen,

yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi.

Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji P-

value, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, bibit, pupuk Urea,

pupuk kandang dan obat padat nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen, untuk

pupuk TSP, pupuk KCl dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan

80 persen. Sedangkan untuk tenaga kerja pria nyata pada tingkat kepercayaan 75

persen (Tabel 18).

Tabel 18. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Fungsi Produksi Linier Berganda

Penduga Koefisien

regresi Simpangan

Baku Peluang

Konstanta -512,90 211,80 0,03 Luas Lahan (X1) 3944,00 1820,00 0,04* Bibit (X2) 1,38 0,28 0,00* Pupuk TSP (X3) -4,17 2,96 0,18** Pupuk Urea (X4) 5,35 1,99 0,01* Pupuk KCl (X5) 6,16 4,18 0,16** Pupuk Kandang (X6) 0,69 0,13 0,00* Obat Cair (X7) -26,43 76,75 0,73 Obat Padat (X8) 406,32 89,23 0,00* Tenaga Kerja Pria (X9) 1,09 0,86 0,22*** Tenaga Kerja Wanita (X10) 1,52 0,84 0,09** R-Sq = 98,9% R-Sq(adj) = 98,4% F hitung = 176,79 F Tabel = 3,36

Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen

Page 84: bawang daun

84

2. Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Peubah-peubah bebas yang dimasukkan ke dalam model ini sama dengan

model pertama, yaitu luas lahan (X1), jumlah bibit (X2), jumlah pupuk TSP (X3),

jumlah pupuk Urea (X4), jumla h pupuk KCl (X5), jumlah pupuk kandang (X6),

jumlah obat cair (X7), jumlah obat padat (X8), jumlah pemakaian tenaga kerja

pria (X9), jumlah pemakaian tenaga kerja wanita (X10). Hasil pendugaan yang

diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah:

Ln Y = 2,95 + 0,173 Ln X1 + 0,330 Ln X2 – 0,0051 Ln X3 + 0,0434 Ln X4 + 0,0410 Ln X5 + 0,186 Ln X6 – 0,0600 Ln X7 + 0,162 Ln X8 + 0,0917 X9 + 0,251 Ln X10

Dari hasil pendugaan model Cobb-Douglas diperoleh koefisien

determinasi (R2) sebesar 97,7 persen sedangkan koefisien determinasi terkoreksi

(Radj) sebesar 96,5 persen (Lampiran 2). Angka ini menunjukkan bahwa 96,5

persen persen dari variabel hasil produksi dapat dijelaskan oleh variasi variabel

bebas yang menerangkan yaitu pemakaian luas lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk

Urea, pupuk KCl, pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan

tenaga kerja wanita. Sedangkan 3,5 persen dipengaruhi oleh faktor lain diluar

model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen,

yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama -sama mempengaruhi produksi.

Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dilakukan dengan uji P-

value, uji tersebut menunjukkan bahwa faktor produksi bibit, pupuk kandang, obat

padat dan tenaga kerja wanita nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. P-value

untuk lahan, pupuk KCl dan obat cair nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen.

Nilai P-value untuk pupuk Urea dan tenaga kerja pria nyata pada tingkat

Page 85: bawang daun

85

kepercayaan 75 persen. Sedangkan nilai P-value untuk pupuk TSP tidak nyata

(Tabel 19).

Tabel 19. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya

Penduga Koefisien regresi

Simpangan Baku

Peluang

Konstanta 2,95 0,95 0,01 Luas Lahan (X1) 0,17 0,12 0,16** Bibit (X2) 0,33 0,10 0,00 * Pupuk TSP (X3) -0,01 0,05 0,92 Pupuk Urea (X4) 0,04 0,03 0,20*** Pupuk KCl (X5) 0,04 0,03 0,15** Pupuk Kandang (X6) 0,19 0,05 0,00* Obat Cair (X7) -0,06 0,04 0,18** Obat Padat (X8) 0,16 0,06 0,01* Tenaga Kerja Pria (X9) 0,09 0,07 0,21*** Tenaga Kerja Wanita (X10) 0,25 0,07 0,00* R-Sq = 97,7% R-Sq(adj) = 96,5% F hitung = 80,57 F Tabel = 3,36

Keterangan: * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95persen ** = Nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen *** = Nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen

Setelah melakukan pendugaan dan pengujian terhadap fungsi produksi,

tahap selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap asumsi OLS dengan melihat

masalah multikolinear, MSE dan autokorelasi. Untuk model fungsi produksi linier

berganda terdapat masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang

lebih besar dari 10. Model linier berganda memiliki MSE yang besar yaitu

157786, sehingga model fungsi linier berganda tidak dapat dipilih sebagai model

yang baik. Sedangkan pada model fungsi produksi Cobb-Douglas tidak terdapat

masalah multikolinear, hal ini dapat dilihat dari nilai VIF yang lebih kecil dari 10.

Model Cobb-Douglas memiliki MSE yang kecil yaitu 0,0297 (Tabel 20). Uji

autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson, jika nilai Durbin Watson

Page 86: bawang daun

86

berada diantara 1,55 dan 2,46, maka kedua model tersebut tidak memiliki masalah

autokorelasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan model fungsi

produksi Cobb-Douglas karena memenuhi asumsi OLS yaitu tidak terdapat

masalah moltikolinear, MSE kecil dan tidak terdapat autokorelasi.

Tabel 20. Nilai VIF, MSE, Durbin Watson Model Linier berganda dan Model Cobb-Douglas

VIF Faktor Produksi

Model Linier Berganda Model Cobb-Douglas Luas Lahan (X1) 14,3 9,2 Bibit (X2) 13,0 7,9 Pupuk TSP (X3) 7,0 2,4 Pupuk Urea (X4) 5,5 2,9 Pupuk KCl (X5) 9,9 2,2 Pupuk Kandang (X6) 2,9 2,1 Obat Cair (X7) 1,3 1,2 Obat Padat (X8) 1,6 2,1 Tenaga Kerja Pria (X9) 5,3 4,2 Tenaga Kerja Wanita (X10) 4,3 4,4 MSE 157786 0,0297 Durbin Watson 2,07 2,28

7.2. Analisis Faktor Produksi dan Skala Usaha

Seperti telah diketahui bahwa dalam model fungsi produksi Cobb-

Douglas, besaran koefisien regresi merupakan elastisitas produksi dari variabel-

variabel tersebut. Nilai koefisien regresi dari masing-masing faktor produksi

bertanda positif, kecuali untuk faktor produksi pupuk TSP dan Obat cair. Angka

yang negatif pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang berkebalikan

antara produksi dengan penggunaan faktor produksi.

Luas lahan (X1)

Rata-rata luas lahan di daerah penelitian adalah 0,17 hektar. Luas lahan

berpengaruh positif terhadap produksi dan nyata pada tingkat kepercayaan 80

persen. Nilai elastisitas lahan dalam fungsi produksi usahatani bawang daun

Page 87: bawang daun

87

sebesar 0,17 yang artinya setiap penambahan luas lahan sebesar 1 persen akan

diikuti peningkatan jumlah produksi sebesar 0,17 persen dengan faktor -faktor lain

tetap. Oleh karena itu petani masih dapat menambah luas lahan yang digarap

karena akan meningkatkan hasil produksi. Namun pada kondisi dilapangan

penambahan luas lahan adalah tidak mudah. Hal ini dikarenakan tanah atau lahan

merupakan faktor alam yang jumlahnya terbatas apalagi dengan banyaknya

penggunaan lahan untuk perumahan. Selain itu diperlukan tambahan modal untuk

menambah luas lahan.

Bibit (X2)

Penggunaan rata-rata bibit pada luas lahan sebesar 0,17 hektar adalah

936,67 kilogram. Faktor produksi bibit berpengaruh positif terhadap produksi

yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Bibit yang

digunakan di lokasi penelitian adalah bibit vegetatif yaitu bibit yang berasal dari

bawang daun itu sendiri. Petani menggunakan bibit ini karena mudah di dapat dan

umur panen lebih cepat. Satu bibit akan menghasilkan 7-10 anakan. Oleh sebab

itu bibit berpengaruh terhadap jumlah produksi bawang daun. Besarnya pengaruh

bibit terhadap produksi adalah sebesar 0,33 yang menunjukkan bahwa

penambahan penggunaan bibit sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi

bawang daun sebesar 0,33 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi

yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan bibit berada

pada daerah rasional.

Pupuk TSP (X3)

Pemakaian pupuk TSP berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap

produksi yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena fungsi pupuk TSP adalah

Page 88: bawang daun

88

untuk pembentukan bunga sedangkan tanaman bawang daun yang dipanen adalah

batang dan daunnya, sehingga pemakaian pupuk TSP tidak berpengaruh nyata.

Untuk luas lahan rata-rata 0,17 hektar, penggunaan pupuk TSP adalah 52,28

kilogram. Besarnya pengaruh pupuk TSP terhadap produksi adalah sebesar 0,01

yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan

menurunkan produksi sebesar 0,01 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas

produksi yang negatif menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada pada

daerah tidak rasional (irrasional).

Pupuk Urea (X4)

Faktor produksi pupuk Urea berpengaruh positif terhadap produksi yang

dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Pupuk adalah suatu

bahan organik atau anorganik baik alami ataupun buatan yang ditambahkan ke

dalam tanah untuk menyuplai satu atau lebih unsur hara essensial (Foth, 1990).

Pupuk Urea berguna untuk pertumbuhan vegetatif pada tanaman, seperti

pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun. Pemakaian pupuk Urea

dilokasi penelitian adalah rata -rata sebesar 59,5 kilogram dengan rata -rata luas

lahan 0,17 hektar. Besarnya pengaruh pupuk Urea terhadap produksi adalah

sebesar 0,04 yang artinya setiap penambahan penggunaan pupuk Urea sebesar 1

persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap.

Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa

penggunaan pupuk kimia berada pada daerah rasional.

Pupuk KCl (X5)

Pemakaian pupuk KCl berpengaruh positif terhadap produksi yang

dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen. Pupuk KCl berguna

Page 89: bawang daun

89

bagi tanaman untuk membantu proses membuka dan menutupnya stomata,

ketahanan terhadap serangan hama dan pe nyakit, memperkuat tubuh tanaman

supaya daun tidak gampang rontok. Pemakaian pupuk KCl dilokasi penelitian

adalah rata-rata sebesar 38,78 kilogram dengan rata-rata luas lahan 0,17 hektar.

Besarnya pengaruh pupuk KCl terhadap produksi adalah sebesar 0,04 ya ng artinya

setiap penambahan penggunaan pupuk TSP sebesar 1 persen akan meningkatkan

produksi sebesar 0,04 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang

positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk TSP berada

pada daerah rasional.

Pupuk Kandang (X6)

Faktor produksi pupuk kandang berpengaruh positif terhadap produksi

yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Kegunaan dari

pupuk kandang diantaranya adalah memperbaiki sifat-sifat fisik tanah, porositas

tanah, struktur tanah dan menahan air tanah, jadi pemakaian pupuk kandang

sangat diperlukan untuk tanaman bawang daun. Besarnya pengaruh pupuk

kandang terhadap produksi adalah sebesar 0,19 yang artinya setiap penambahan

penggunaan pupuk Kandang sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi

sebesar 0,19 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif

antara nol dan satu menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang berada pada

daerah rasional.

Obat cair (X7)

Obat cair berpengaruh negatif terhada p produksi. Rata -rata pemakaian

obat cair untuk luas lahan 0,17 hektar adalah sebesar 1,68 liter. Pemakaian obat

cair sudah tidak efisien, hali ini dapat dilihat dari nilai elastisitas obat cair yang

Page 90: bawang daun

90

negatif yaitu sebesar 0,06 yang berarti penambahan penggunaan obat cair sebesar

1 persen akan menurunkan produksi bawang daun sebesar 0,06 persen dengan

faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang negatif menunjukkan bahwa

penggunaan obat cair berada pada daerah tidak rasional (irrasional). Penggunaan

obat cair yang berlebih di Desa Sindangjaya, terlihat dari perilaku petani yang

melakukan penyemprotan walaupun tanaman mereka tidak terlihat tanda -tanda

diserang hama. Petani bawang daun beranggapan bahwa lebih baik mencegah

daripada melakukan penyemprotan setela h terserang hama.

Obat Padat (X8)

Rata-rata penggunaan obat padat adalah 1,52 kilogram untuk luas lahan

sebesar 0,17 hektar. Pemakaian obat padat berpengaruh positif terhadap produksi

yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Obat padat yang

digunakan petani adalah antrakol, obat ini berfungsi untuk mencegah ataupun

mengobati penyakit busuk daun dan bercak ungu yang akan mematikan tanaman

bawang daun. Besarnya pengaruh obat padat terhadap produksi adalah sebesar

0,16 yang artinya setiap penambahan penggunaan obat padat sebesar 1 persen

akan meningkatkan produksi sebesar 0,16 persen dengan faktor lain tetap.

Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu menunjukkan bahwa

penggunaan obat padat berada pada daerah rasional.

Tenaga Kerja Pria (X9)

Rata-rata penggunaan tenaga kerja pria adalah 272,03 jam untuk luas lahan

sebesar 0,17 hektar. Penggunaan tenaga kerja pria berpengaruh positif terhadap

produksi yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 75 persen. Tenaga

kerja pria digunakan untuk pekerjaan seperti pengolahan lahan, penanaman,

Page 91: bawang daun

91

pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Besarnya pengaruh tenaga kerja

terhadap produksi adalah sebesar 0,09 yang artinya setiap penambahan

penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar

0,09 persen dengan faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol

dan satu menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah

rasional.

Tenaga Kerja Wanita (X10)

Penggunaan tenaga kerja wanita berpengaruh positif terhadap produksi

yang dihasilkan dan nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen. Rata-rata

penggunaan tenaga kerja wanita adalah 169,87 jam untuk luas lahan 0,17 hektar.

Tenaga kerja digunakan untuk kegiatan penyiangan, ada juga sebagian kecil

tenaga kerja wanita digunakan untuk pengolahan lahan dan penanaman.

Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di sekitar

tanaman bawang daun, oleh sebab itu diperlukan ketekunan, ketelitian dan

kesabaran untuk melakukan penyiangan agar ketika mencabut gulma, tanaman

bawang daun tidak ikut tecabut. Besarnya pengaruh tenaga kerja pria terhadap

produksi adalah sebesar 0,25 yang artinya setiap penambahan penggunaan tenaga

kerja sebesar 1 persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,25 persen dengan

faktor lain tetap. Elastisitas produksi yang positif antara nol dan satu

menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja berada pada daerah rasional.

Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi selain

menunjukkan elastisitas dari masing-masing variabel yang bersangkutan, jumlah

dari nilai koefisien regresi variabel tersebut merupakan pendugaan terhadap

keadaan skala usaha proses produksi yang sedang berlangsung.

Page 92: bawang daun

92

Jumlah elastisitas produksi dalam model adalah 1,21. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang meningkat

(Increasing Return to scale ) yang artinya bahwa penambahan satu persen dari

masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi

bawang daun sebesar 1,21 persen.

7.3 Analisis Efisiensi Ekonomi

Tujuan akhir dari suatu proses produksi yang diusahakan oleh petani tidak

hanya ingin mencapai tingkat produksi yang setinggi-tingginya, namun yang lebih

utama adalah memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Untuk mencapai

tujuan menurut Doll dan Orazem (1984), petani harus mampu memenuhi syarat

keharusan dan syarat kecukupan. Pemenuhan dua syarat tersebut ditandai oleh

tercapainya suatu persamaan, dimana Nilai Produk Marginal akan sama dengan

Biaya Korbanan Marginal atau rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu.

Oleh karena itu BKM sama dengan harga dari masing-masing faktor produksi itu

sendiri.

Untuk menghitung NPM diperlukan besaran Produk Marginal, karena

NPM merupakan hasil kali Harga Produk (Py) dengan Produk Marginal (PM).

Biaya Korbanan Marginal adalah tambahan biaya yang dikeluarkan untuk

meningkatkan penggunan faktor -faktor produksi satu saatuan.

Untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari penggunaan faktor-faktor

produksi dapat dilihat dari rasio Nilai Produk Marginal (NPM) dengan Biaya

Korbanan Marginal (BKM) per periode produksi (Tabel 21). Pada Tabel 21 dapat

dilihat kondisi efiisiensi produksi usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya,

Page 93: bawang daun

93

dimana produksi rata-rata sebesar 3.478,33 kilogram per periode produksi dan

harga produk adalah Rp 2.823,33,- per kilogram.

Tabel 21. Rasio Nilai Produk Marginal dan Biaya Korbanan Marginal dari Produksi Usahatani Bawang Daun

Faktor

Produksi Rata2 Input Koefisien NPM BKM NPM/BKM

lahan 0,17 0,1729 9987999,16 1250000,00 7,99 bibit 936,67 0,3302 3461,97 2823,33 1,23 TSP 52,28 -0,00508 -954,28 1623,33 -0,59 Urea 59,50 0,04336 7156,57 1200,00 5,96 KCl 38,78 0,041 10381,76 2000,00 5,19 Kandang 837,61 0,18625 2183,67 300,00 7,28 Obat cair 1,68 -0,06 -351778,15 72500,00 -4,85 Obat padat 1,52 0,16225 1050574,82 45000,00 23,35 JKP 272,03 0,09172 3311,12 2400,00 1,38 JKW 169,87 0,25107 14515,07 1200,00 12,10

Keterangan: NPM = Nilai Produk Marginal BKM = Biaya Korbanan Marginal

Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa penggunaan faktor -faktor

produksi usahatani bawang daun belum mencapai kondisi optimal. Rasio antara

NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Untuk faktor produksi TSP dan obat cair,

rasio NPM-BKM lebih kecil dari satu. Sedangkan untuk luas lahan, bibit, Urea,

KCl, pupuk kandang, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita

memiliki rasio NPM-BKM lebih besar dari satu.

Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 7,99 sedangkan Nilai Produk

Marginalnya adalah 9.987.999,16. Biaya yang harus dikeluarkan untuk

memperoleh input tersebut adalah Rp 1.250. 000,-. Ini berarti setiap penambahan

luas lahan sebesar 1 hektar akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp

9.987.999,16,-. Oleh karena itu penggunaan lahan dalam usahatani bawang daun

sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi. Sementara itu bibit memiliki Nilai

Produk Marginal sebesar 3.461,97 artinya bahwa penambahan 1 kilogram bibit

Page 94: bawang daun

94

akan meningkatkan penerimaan petani sebesar Rp 3.461,97,-, dengan biaya

tambahan yang harus dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.823,33-, sehingga rasio

NPM-BKM bibit sebesar 1,23. Oleh karena itu penggunaan bibit dalam usahatani

bawang daun sebaiknya ditambah agar tercapai efisiensi.

Rasio NPM-BKM dari pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang masing-

masing adalah 5,96, 5,19 dan 7,28. Angka ini menunjukkan perlunya penambahan

dalam penggunaan pupuk Urea, KCl dan pupuk kandang agar tercapai efisiensi.

Nilai Produk Marginal untuk TSP adalah -954,28 yang artinya bahwa

setiap penambahan penggunaan TSP sebanyak 1 kilogram akan mengurangi

penerimaan petani sebanyak Rp 954,28,-, sedangkan Biaya Korbanan Marginal

untuk TSP adalah Rp 1.623,33,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -

0,59. Faktor produksi obat cair memiliki rasio Nilai Produk Marginal sebesar -

351.778,15, artinya bahwa setiap penambahan 1 liter obat cair akan mengurangi

peneriman petani sebesar Rp 351.778,15,-. Pengorbanan untuk memperoleh input

tersebut adalah Rp 72.500,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM sebesar -4,85.

Untuk itu disarankan kepada petani untuk tidak menambah penggunaan TSP dan

obat cair. Secara ekonomis penggunaan TSP dan obat cair sudah tidak efisien lagi.

Secara teknis pemakaian ke dua input tersebut telah berada di daerah yang tidak

rasional karena memiliki elastisitas yang negatif, sehingga penambahan

penggunaan TSP dan obat cair akan menurunkan produksi. Hal ini mengakibatkan

tingkat penggunaan TSP dan obat cair pada level efisiennya tidak dapat

diramalkan secara tepat, sebab secara teori apabila nilai NPM negatif, maka

NPMxi � Pxi sehingga syarat kehar usan untuk mencapai level efisien dalam

penggunaan faktor produksi tidak terpenuhi. Sedangkan untuk obat padat nilai

Page 95: bawang daun

95

rasio NPM-BKM lebih besar dari satu yaitu sebesar 23,35, artinya penggunaan

obat padat harus ditambahkan agar tercapai efisiensi.

Nilai Produk Marginal untuk tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita

masing-masing adalah 3.311,12 dan 14.515,07 ini artinya bahwa setiap

penambahan penggunaan tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita per jam akan

meningkatkan penerimaan petani sebesar Nilai Produk Marginalnya. Biaya

Korbanan yang harus dikeluarkan untuk penggunaan kedua input tersebut adalah

Rp 2.400,- dan Rp 1.200,-, sehingga diperoleh rasio NPM-BKM dari tenaga kerja

pria dan wanita adalah 1,38 dan 12,10. Ini berarti penggunaan tenaga kerja pria

dan tenaga kerja wanita harus ditambah untuk mencapai efisiensi.

Untuk mencapai penggunaan faktor produksi pada level efisien sehingga

diperoleh kombinasi optimal penggunaan faktor-faktor produksi, nilai NPM harus

sama dengan BKM atau rasio antara NPM da n BKM harus sama dengan satu.

Tabel 22 menyajikan penggunaan faktor-faktor produksi dalam level efisien.

Tabel 22. Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi Bawang Daun

Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor - faktor produksi pada

usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat dicapai apabila penggunaan

luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari

Faktor Produksi Rata2 Input

NPM BKM NPM/ BKM

Penggunaan Input Optimal

lahan 0,17 9987999,16 1250000,00 7,99 1,36 bibit 936,67 3461,97 2823,33 1,23 1148,54 TSP 52,28 - - - - Urea 59,50 7156,57 1200,00 5,96 354,85 KCl 38,78 10381,76 2000,00 5,19 201,32 Kandang 837,61 2183,67 300,00 7,28 6096,88 Obat cair 1,68 - - - - Obat padat 1,52 1050574,82 45000,00 23,35 35,41 JKP 272,03 3311,12 2400,00 1,38 375,31 JKW 169,87 14515,07 1200,00 12,10 2054,69

Page 96: bawang daun

96

936,67 kg menjadi 1.148,54 kg, penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50

kilogram menjadi 354,85 kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78

kilogram menjadi 201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari

837,61 kg menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg

menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03 jam

kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja wanita

ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja. Jumlah

penggunaan TSP dan obat cair tetap yaitu sebesar 52,28 kg dan 1,68 ltr karena

dianggap sudah efisien. Dengan memasukkan kombinasi penggunaan faktor-

faktor produksi yang baru ini ke dalam fungsi produksi diperoleh produksi

bawang daun sebesar 33.077,21 kg.

Alokasi penggunaan faktor produksi yang tepat dalam usahatani bawang

daun akan menentukan besarnya pendapatan yang diperoleh petani bawang daun.

Pada kondisi optimal diperoleh penerimaan sebesar Rp 93.387.879,31,- dan biaya

total sebesar Rp 11.484.818,27,-. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam

usahatani bawang daun, biaya terbesar adalah biaya untuk pengadaan bibit yaitu

sebesar Rp 3.242.707,44,- atau 28,23 persen dan biaya untuk penggunaan tenaga

kerja wanita yaitu sebesar Rp 2.465.628,- atau 21,47 persen dari biaya total. Rasio

perbandingan pendapatan petani bawang daun pada kondisi aktual dan kondisi

optimal dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pada lampiran 7, terlihat bahwa pendapatan petani bawang daun pada

kondisi optimal lebih besar yaitu Rp 81.903.061,04,- dibandingkan pendapatan

petani bawang daun pada kondisi aktual sebesar Rp 5.591.655,94,-. Untuk

mendukung keadaan usahatani bawang daun pada kondisi optimal lebih

Page 97: bawang daun

97

menguntungkan daripada saat kondisi aktual, dapat dilihat dari rasio penerimaan

(R) dengan pengeluaran (C). Nilai R/C pada kondisi optimal lebih besar yaitu 8,13

dibandingkan dengan nilai R/C pada kondisi aktual yang besarnya hanya 2,32.

Hal ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan efisiensi tercapai keuntungan

maksimum.

Page 98: bawang daun

98

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani bawang daun di daerah

penelitian pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada

kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal

sebesar 8,13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual

sebesar 2,32.

2. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa

faktor produksi untuk lahan, bibit, pupuk TSP, pupuk Urea, pupuk KCl,

pupuk kandang, obat cair, obat padat, tenaga kerja pria dan tenaga kerja

wanita nyata , sedangkan untuk pupuk TSP tidak nyata.

3. Usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya berada pada skala kena ikan

hasil yang meningkat (Increasing Return to Scale ), hal ini ditunjukkan

oleh jumlah elastisitas dari masing-masing faktor produksi sebesar 1,21.

Hal ini berarti setiap penambahan satu persen dari masing-masing faktor

produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi bawang daun

sebesar 1,21 persen,

4. Kombinasi optimal pada usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya

dapat tercapai apabila penggunaan luas lahan ditingkatkan dari 0,17 Ha

menjadi 1,36 Ha, bibit ditingkatkan dari 936,67 kg menjadi 1.148,54 kg,

penggunaan pupuk Urea ditingkatkan dari 59,50 kilogram menjadi 354,85

kg, penggunaan pupuk KCl ditingkatkan dari 38,78 kilogram menjadi

Page 99: bawang daun

99

201,32 kg, penggunaan pupuk kandang ditingkatkan dari 837,61 kg

menjadi 6.096,88 kg, penggunaan obat padat ditingkatkan dari 1,52 kg

menjadi 35,41 kg, penggunaan tenaga kerja pria ditingkatkan dari 272,03

jam kerja menjadi 375,31 jam kerja, dan jumlah penggunaan tenaga kerja

wanita ditingkatkan dari 169,87 jam kerja menjadi 2.054,69 jam kerja.

8.2. Saran

1. Secara aktif dan kontiniu memberikan informasi penggunaan faktor-faktor

produksi usahatani bawang daun, salah satunya melalui pemberdayaan

Petugas Penyuluh Lapangan untuk mencapai hasil produksi yang optimal

dan keuntungan yang maksimal.

2. Petani hendaknya dapat memastikan ketersediaan pasar untuk menyerap

hasil produksi bawang daun di lokasi penelitian sehingga kebutuhan

bawang daun tidak lagi dipenuhi oleh daerah lain penghasil sayuran.

3. Untuk peningkatan usaha diperlukan tambahan modal seperti bantuan

kredit dari Bank, mengingat biaya usahatani bawang daun dalam satu

musim tanam cukup besar, apalagi dikaitkan dengan hasil analisis faktor-

faktor produksi, dimana penggunaan faktor -faktor produksi masih dapat

ditingkatkan untuk mendapakan hasil yang optimal, kecuali untuk faktor

produksi pupuk TSP dan obat cair.

4. Dengan luas lahan yang tetap petani hendaknya melakukan intensifikasi

namun tetap melakukan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi

sehingga mampu meningkatkan produktivitas bawang daun.

Page 100: bawang daun

100

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2004. Nilai Ekspor Sayuran dan Sayuran Segar Indonesia Tahun 1997-2002. Jakarta.

. 2004. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan

Produktivitas Bawang Daun di Provinsi Jawa Barat dan Indonesia, 1999-2003. Jakarta.

Cahyono, B, 2005. Bawang Daun, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Cianjur, 2005. Perkembangan Luas

Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur Tahun 1999-2004. Cianjur.

. 2005. Realisasi Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang

Daun di Kecamatan Pacet Pada Tahun 2002, 2004 dan 2005. Cianjur. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004. Perkembangan Luas Panen,

Produksi dan Produktivitas Bawang Daun di Indonesia Tahun 1997-2003. Jakarta.

Doll, J and Frank Orazem, 1984. Production Economics : Theory With

Applications, John Wiley and Sons, Inc. New York. Foth, H.D, 1990. Fundamentals of Soil Science 8th Edition. John Wiley and Son

Inc. Canada. Profil Desa Sindangjaya, Tahun 2004. Ramanathan, R, 1989. Introductory Econometrics With Application Fourth

Edition. Harcourt Brace and Company. USA. Sari, M, 2001. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Bawang Daun di Desa

Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Skripisi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sinambela, T, 1999. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor

Produksi Usahatani Bawang Daun (Allium fistulosum) Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kab, Cianjur, Propinsi Jawa Barat, Skripsi, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soeharjo dan Patong, 1973. Ilmu Usahatani, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 101: bawang daun

101

Soekartawi, et al, 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil, Penerbit UI. Jakarta.

. 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Khusus

Fungsi Produksi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. . 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok bahasan Analisis

Fungsi Cobb-Douglas, Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono, H, 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur, Penebar Swadaya. Jakarta. Teken, I.G. 1965. Beberapa Azas Ekonomi Produksi Pertanian. Penerbit Institut

Pertanian Bogor. Bogor. Tjakrawirawiralaksana dan Soeriatmaja. 1983. Ilmu Usahatani. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Page 102: bawang daun

102

Page 103: bawang daun

103

Lampiran 1. Analisis Regresi Model Linier Berganda Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Y = - 513 + 3944 X1 + 1.38 X2 - 4.17 X3 + 5.35 X4 + 6.16 X5 + 0.688 X6 - 26.4 X7 + 406 X8 + 1.09 X9 + 1.52 X10 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant -512.9 211.8 -2.42 0.026 X1 3944 1820 2.17 0.043 14.3 X2 1.3805 0.2770 4.98 0.000 13.0 X3 -4.166 2.959 -1.41 0.175 7.0 X4 5.349 1.987 2.69 0.014 5.5 X5 6.157 4.182 1.47 0.157 9.9 X6 0.6881 0.1342 5.13 0.000 2.9 X7 -26.43 76.75 -0.34 0.734 1.3 X8 406.32 89.23 4.55 0.000 1.6 X9 1.0907 0.8600 1.27 0.220 5.3 X10 1.5227 0.8439 1.80 0.087 4.3 S = 397.2 R-Sq = 98.9% R-Sq(adj) = 98.4% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 10 278950485 27895048 176.79 0.000 Residual Error 19 2997932 157786 Total 29 281948417 Durbin-Watson statistic = 2.07

Page 104: bawang daun

104

Lampiran 2. Analisis Regresi Model Cobb-Douglas Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10 The regression equation is Ln Y = 2.95 + 0.173 Ln x1 + 0.330 Ln x2 - 0.0051 Ln x3 + 0.0434 Ln x4 +

0.0410 Ln x5 + 0.186 Ln x6 - 0.0600 Ln x7 + 0.162 Ln x8 + 0.0917 Ln x9 + 0.251 Ln x10

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2.9472 0.9486 3.11 0.006 X1 0.1729 0.1185 1.46 0.161 9.2 X2 0.3302 0.1002 3.30 0.004 7.9 X3 -0.00508 0.05071 -0.10 0.921 2.4 X4 0.04336 0.03288 1.32 0.203 2.9 X5 0.04100 0.02761 1.48 0.154 2.2 X6 0.18625 0.04766 3.91 0.001 2.1 X7 -0.06000 0.04315 -1.39 0.180 1.2 X8 0.16225 0.05739 2.83 0.011 2.1 X9 0.09172 0.07084 1.29 0.211 4.2 X10 0.25107 0.07085 3.54 0.002 4.4 S = 0.1722 R-Sq = 97.7% R-Sq(adj) = 96.5% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression 10 23.9015 2.3902 80.57 0.000 Residual Error 19 0.5636 0.0297 Total 29 24.4651 Durbin-Watson statistic = 2.28

Page 105: bawang daun

105

Lampiran 3. Data Produksi dan Penggunaan Faktor-faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Desa Sindangjaya Satu Musim Tanam, Tahun 2005

Model Fungsi Produksi Linier Berganda

N0. Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1 2000 0.1 500 20 0 0 500 2.75 2.75 280 175 2 3500 0.16 800 39.78 60 39 750 3.50 2.50 270 70 3 6000 0.15 750 132.6 333.33 130 2000 2.00 2.00 340 250 4 650 0.05 250 20 10 10 250 2.00 0.50 128 50 5 10000 0.6 3000 120 150 120 350 3.00 3.00 675 720 6 2500 0.15 750 33.26 33.33 33 70 2.50 0.50 460 420 7 8000 0.4 2000 116.3 266.67 115 2000 2.00 0.50 170 225 8 600 0.05 200 20 10 0 60 3.50 0.75 95 50 9 3100 0.1 600 17.5 0 17.5 750 1.25 3.00 280 175 10 8000 0.3 3000 20 0 40 1000 0.25 3.50 595 140 11 3300 0.075 300 113.04 13.33 62 500 0.50 2.75 470 350 12 1500 0.1 500 116.3 116.67 65 400 1.25 0.75 77 84 13 3000 0.2 800 150 100 0 1000 1.75 1.25 434 84 14 900 0.04 350 28.26 3.33 13 150 0.50 1.25 52 40 15 2500 0.1 900 50 50 50 1000 1.25 1.25 356 60 16 1000 0.04 300 10 40 0 250 0.25 0.25 103 48 17 1500 0.1 500 30 0 0 400 1.75 2.00 64 84 18 10000 0.4 2500 6.52 66.67 6 5000 0.25 0.25 574 700 19 500 0.05 150 15 5 10 250 0.75 1.25 39 30 20 2000 0.1 250 20 20 10 600 1.75 1.25 153 60 21 2500 0.2 750 10 10 10 600 3.50 0.50 177 192 22 2000 0.15 500 10 30 0 1000 1.50 1.25 340 80 23 1200 0.05 400 21.52 26.67 31 400 1.75 2.00 32 24 24 600 0.025 150 20 10 10 250 1.75 1.25 47 30 25 1100 0.06 300 10 20 0 800 0.75 1.25 138 40 26 8500 0.3 3000 20 10 40 1500 4.00 3.00 621 250 27 4000 0.16 500 39.78 60 39 750 0.50 3.50 305 150 28 10000 0.6 3000 315.22 266.67 260 1500 1.25 0.75 504 350 29 900 0.11 350 13.26 13.33 13 150 0.50 0.25 52 40 30 3000 0.15 750 30 30 10 900 2.00 0.50 330 125

Jmlh 104350 5.07 28100 1568 1755 1134 25128 50 46 8161 5096 Rata2 3478.33 0.17 936.67 52.28 58.50 37.78 837.61 1.68 1.52 272.03 169.87

Page 106: bawang daun

106

Lampiran 3. Lanjutan Satu Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas

N0. Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 1 2000 0.1 500 20 1 1 500 2.75 2.75 280 175 2 3500 0.16 800 39.78 61 40 750 3.50 2.50 270 70 3 6000 0.15 750 132.6 334.3 131 2000 2.00 2.00 340 250 4 650 0.05 250 20 11 11 250 2.00 0.50 128 50 5 10000 0.6 3000 120 151 121 350 3.00 3.00 675 720 6 2500 0.15 750 33.26 34.33 34 70 2.50 0.50 460 420 7 8000 0.4 2000 116.3 267.7 116 2000 2.00 0.50 170 225 8 600 0.05 200 20 11 1 60 3.50 0.75 95 50 9 3100 0.1 600 17.5 1 18.5 750 1.25 3.00 280 175 10 8000 0.3 3000 20 1 41 1000 0.25 3.50 595 140 11 3300 0.075 300 113 14.33 63 500 0.50 2.75 470 350 12 1500 0.1 500 116.3 117.7 66 400 1.25 0.75 77 84 13 3000 0.2 800 150 101 1 1000 1.75 1.25 434 84 14 900 0.04 350 28.26 4.33 14 150 0.50 1.25 52 40 15 2500 0.1 900 50 51 51 1000 1.25 1.25 356 60 16 1000 0.04 300 10 41 1 250 0.25 0.25 103 48 17 1500 0.1 500 30 1 1 400 1.75 2.00 64 84 18 10000 0.4 2500 6.52 67.67 7 5000 0.25 0.25 574 700 19 500 0.05 150 15 6 11 250 0.75 1.25 39 30 20 2000 0.1 250 20 21 11 600 1.75 1.25 153 60 21 2500 0.2 750 10 11 11 600 3.50 0.50 177 192 22 2000 0.15 500 10 31 1 1000 1.50 1.25 340 80 23 1200 0.05 400 21.52 27.67 32 400 1.75 2.00 32 24 24 600 0.025 150 20 11 11 250 1.75 1.25 47 30 25 1100 0.06 300 10 21 1 800 0.75 1.25 138 40 26 8500 0.3 3000 20 11 41 1500 4.00 3.00 621 250 27 4000 0.16 500 39.78 61 40 750 0.50 3.50 305 150 28 10000 0.6 3000 315.2 267.7 261 1500 1.25 0.75 504 350 29 900 0.11 350 13.26 14.33 14 150 0.50 0.25 52 40 30 3000 0.15 750 30 31 11 900 2.00 0.50 330 125

Jmlh 104350 5.07 28100 1568 1785 1164 25128 50 46 8161 5096 Rata2 3478.33 0.17 936.67 52.28 59.50 38.78 837.61 1.68 1.52 272.03 169.87

Page 107: bawang daun

107

Lampiran 4. Perhitungan Rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM)

1. Luas Lahan (X1) Px (BKM) = 1250000,-/MT/Ha

X rata-rata = 0,17 hektar Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b1 = 0,1729 Y = 3478,33 kg

NPM = b1.Py.Y

X

= 0,1729 x 2823,33 x 3478,33 = 9987999,16

0,17

NPM/BKM = 9987999,16 /1250000 = 7,99

2. Bibit (X2) Px (BKM) = Rp 2823,33,-/kg

X rata-rata = 936,67 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b2 = 0,3302 Y = 3478,33 kg

NPM = b2.Py.Y

X

= 0,3302 x 2823,33 x 3478,33 = 3461,97

936,67

NPM/BKM = 3461,97 / 2823,33 = 1,23

3. TSP (X3) Px (BKM) = Rp 1623,33,-/kg

X rata-rata = 52,28 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b3 = -0,00508 Y = 3478,33 kg

NPM = b3.Py.Y

X

= -0,00508 x 2823,33 x 3478,33 = -954,28

52,28

NPM/BKM = -954,28 / 1623,33 = -0,59

Page 108: bawang daun

108

Lampiran 4. Lanjutan Satu

4. Urea (X4) Px (BKM) = Rp 1200,-/kg

X rata-rata = 59,50 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b4 = 0,04336 Y = 3478,33 kg

NPM = b4.Py.Y

X

= 0,04336 x 2823,33 x 3478,33 = 7156,57

59,50

NPM/BKM = 7156,57 / 1200 = 5,96

5. KCl (X5) Px (BKM) = Rp 2000,-/kg

X rata-rata = 38,78 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b5 = 0,041 Y = 3478,33 kg

NPM = b5.Py.Y

X

= 0,041 x 2823,33 x 3478,33 = 10381,76

38,78

NPM/BKM = 10381,76 / 2000 = 5,19

6. Pupuk kandang (X6) Px (BKM) = Rp 300,-/kg

X rata-rata = 837,61 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b6 = 0,18625 Y = 3478,33 kg

NPM = b6.Py.Y

X

= 0,18625x 2823,33 x 3478,33 = 2183,67

837,61

NPM/BKM = 2183,67 / 300 = 7,28

Page 109: bawang daun

109

Lampiran 4. Lanjutan Dua

7. Obat cair (X7) Px (BKM) = Rp 72500,-/Ltr

X rata-rata = 1,68 Ltr Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b7 = -0,06 Y = 3478,33 kg

NPM = b7.Py.Y

X

= -0,06 x 2823,33 x 3478,33 = -351778,15

1,68

NPM/BKM = -351778,15 / 72500 = -4,85

8. Obat padat (X8) Px (BKM) = Rp 45000,-/kg

X rata-rata = 1,52 kg Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b8 = 0,16225 Y = 3478,33 kg

NPM = b8.Py.Y

X

= 0,16225x 2823,33 x 3478,33 = 1050574,82

1,52

NPM/BKM = 1050574,82 / 45000 = 23,35

9. JKP (X9) Px (BKM) = Rp 2400,-/jam

X rata-rata = 272,03 jam Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b9 = 0,09172 Y = 3478,33 kg

NPM = b9.Py.Y

X

= 0,09172 x 2823,33 x 3478,33 = 3311,12

272,03

NPM/BKM = 3311,12/ 2400 = 1,38

Lampiran 4. Lanjutan Tiga

Page 110: bawang daun

110

10. JKW (X10) Px (BKM) = Rp 1200,-/jam

X rata-rata = 169,87 jam Py rata-rata = Rp 2823,33,-/kg

b10 = 0,25107 Y = 3478,33 kg

NPM = b10.Py.Y

X

= 0,25107x 2823,33 x 3478,33 = 14515,07

169,87

NPM/BKM = 14515,07 / 1200 = 12,10

Page 111: bawang daun

111

Lampiran 5. Perhitungan Penggunaan Faktor Produksi Pada Kondisi Optimal

1. Luas Lahan (X1) Px (BKM) = 1250000,-/MT/Ha

NPM / BKM = 1

b1.Py.Y

X

NPM = 1250000

(0,1729 x 2823,33 x 3478,33)/X1 = 1250000

X1 = 1697959,8 / 1250000

= 1,36

2. Bibit (X2)

NPM / BKM = 1

b2.Py.Y

X

NPM = 2823,33

(0,3302 x 2823,33 x 3478,33)/X2 = 2823,33

X2 = 3242720,3 / 2823,33

= 1148,54

3. Urea (X4) Px (BKM) = Rp 1200,-/kg

NPM / BKM = 1

b4.Py.Y

X

NPM = 1200

(0,04336 x 2823,33 x 3478,33)/X4 = 1200

X4 = 425815,69 / 1200

= 354,85

= BKM

= BKM

= BKM

Page 112: bawang daun

112

Lampiran 5. Lanjutan Satu

4. KCl (X5) Px (BKM) = Rp 2000,-/kg

NPM / BKM = 1

b5.Py.Y

X

NPM = 2000

(0,041 x 2823,33 x 3478,33)/X5 = 2000

X5 = 402639,41 / 2000

= 201,32

5. Pupuk kandang (X6) Px (BKM) = Rp 300,-/kg

NPM / BKM = 1

b6.Py.Y

X

NPM = 300

(0,18625x 2823,33 x 3478,33) / X6 = 300

X6 = 1829063,1 / 300

= 6096,88

6. Obat padat (X8) Px (BKM) = Rp 45000,-/kg

NPM / BKM = 1

b8.Py.Y

X

NPM = 45000

(0,16225x 2823,33 x 3478,33) / X8 = 45000

X8 = 1593371,8 / 45000

= 35,41

= BKM

= BKM

= BKM

Page 113: bawang daun

113

Lampiran 5. Lanjutan Dua

7. JKP (X9) Px (BKM) = Rp 2400,-/jam

NPM / BKM = 1

b9.Py.Y

X

NPM = 2400

(0,09172 x 2823,33 x 3478,33) / X9 = 2400

X9 = 900733,79 / 2400

= 375,31

8. JKW (X10) Px (BKM) = Rp 1200,-/jam

NPM / BKM = 1

b10.Py.Y

X

NPM = 1200

(0,25107x 2823,33 x 3478,33) / X10 = 1200

X10 = 2465626,2 / 1200

= 2054,69

= BKM

= BKM

Page 114: bawang daun

114

Page 115: bawang daun

115

Lampiran 7. Rasio Perbandingan Pendapatan Petani Bawang Daun Pada Kondisi Aktual dan Pada Kondisi Optimal Per Rata-rata Luasan Lahan

Harga/ Kondisi Aktual Kondisi Optimal Uraian Unit (Rp) Unit Nilai (Rp) Unit Nilai (Rp) Jumlah Total Penerimaan 2823,33 3478,33 9820473,44 33077,21 93387879,31 Biaya Produksi : 1. Bibit (Kg) 2823,33 936,67 2644528,51 1148,54 3242707,44 2. TSP (Kg) 1623,33 52,28 84867,87 52,28 84867,87 3. Urea (Kg) 1200,00 59,50 71400,00 354,85 425820,00 4. KCl (Kg) 2000,00 38,78 77560,00 201,32 402640,00 5. Pupuk Kandang (Kg) 300,00 837,61 251283,00 6096,88 1829064,00 6. Obat Cair (Ltr) 72500,00 1,68 121800,00 1,68 121800,00 7. Obat Padat (kg) 45000,00 1,52 68400,00 35,41 1593450,00 8. Tenaga Kerja Pria (Jam) 2400,00 272,03 652872,00 375,31 900744,00 9. Tenaga Kerja Wanita (Jam) 1200,00 169,87 203844,00 2054,69 2465628,00 10. Pyusutan Alat-alat 4250,00 34000,00 11. Pajak Lahan 48012,12 384096,97 Total Biaya 4228817,50 11484818,27 Pendapatan 5591655,94 81903061,04 R/C 2,32 8,13